1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sigmund Neumann dalam bukunya
yang berjudul Modern Political Parties, ia mendefinisikan bahwa,
“Partai politik adalah organisasi dari aktifvis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan
rakyat atau menarik simpati rakyat atas dasar persaingan dengan suatu
golongan atau golongan yang lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda”.1
Wacana partai politik di Indonesia itu di dasari oleh tiga ideologi dasar
diantaranya yang memiliki ideologi agama ( Islam dan Nasrani, Kristen dan
Katolik ), Sosialis ( kemudian berkembang menjadi komunis), dan Nasionalis.
Ketiga golongan ini sangat mewarnai kehidupan partai politik di Indonesia. 2
Aktualisasi ideologi Islam muncul pertama kali dalam Sarekat Islam (SI)
sebagai partai politik pertama dalam sejarah Indonesia yang bercorak nasional,
partai ini berdiri dengan sebab beberapa hal. Pertama, kompetisi yang meningkat
dalam perdagangan batik terutama dengan golongan Cina. Serta sebagai bentuk
perlawanan terhadap penghinaan rakyat Cina kepada rakyat Bumi Putera. Kedua,
dirasakan oleh masyarakat Indonesia di Solo ketika itu dari kalangan bangsawan
1
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik ,(Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama, 2003),
cet. Ke-10, h.160-162
2
M.Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia,( Jakarta: C.V.Rajawali, 1983), cet.
Ke-1, h. 53
1
2
mereka sendiri.
3
Ketiga, sebagai sebuah reaksi terhadap pengkristenan kaum
Zending. Partai ini berada dibawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.
Sedangkan aktualisasi dari ideologi komunis adalah partai komunis
Indonesia yang timbul dari ideologi komunis barat. Partai ini lahir pada tahun
1920. Tidak lama kemudian partai ini pun menghilang. Kemudian pada tahun
1927 lahirlah sebuah partai yang didirikan oleh Ir. Soekarno dan kawankawannya yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang memiliki aktualisasi aliran
Nasionalisme.4
Di Indonesia wacana perpolitikan sangatlah sering dibicarakan terlebih
wacana partai politik menjelang pemilu. Pemahaman masyarakat Indonesia
tentang partai politik dan pemilu itu berawal dari tahun 1955 dimana keadaan
pada waktu itu memungkinkan harus diadakannya pemilu pertama, karena pemilu
merupakan sebuah pilar bagi negara yang menganut sistem demokrasi, serta
dikarenakan keadaan negara yang masih tidak stabil setelah kolonial Belanda
menyatakan menyerahkan Indonesia secara sepenuhnya kepada rakyat Indonesia.
Masyumi merupakan partai politik Islam yang ikut serta pada pemilu
pertama di tahun 1955, ketika itu partai ini memperoleh suara terbanyak,
walaupun ada partai politik Islam seperti NU pada urutan kedua dalam pemilu
1955. Partai Masyumi didirikan pada tanggal 7 November berdasarkan muktamar
3
DRS. Mansur. M.A., Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa,(Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2004), h.10
4
Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia, h.7
3
Islam Indonesia di Yogyakarta, yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai
organisasi Islam.
Pada saat itu boleh dikatakan sebagian besar ormas Islam memberikan
dukungan terhadap masyumi, tetapi pemberian dukungan tidak berjalan
serempak.
Pada mulanya ada empat ormas Islam yang tegas menyatakan mendukung
Masyumi yaitu Muhammadiyah, NU, Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat
Islam dan ormas-ormas yang lain.
Namun pada tahun 1952 NU memisahkan diri dari Masyumi dan
membentuk partai politik Islam yang berdiri sendiri.
Dua partai ini Masyumi dan NU masuk kedalam urutan empat partai besar
dalam pemilu 1955 dua partai selebihnya PNI dan PKI.5 Dengan perolehan suara
beserta kursi masing-masing, Masyumi memperoleh suara sebanyak 7.903.886
suara (20,9%,57 kursi), NU memperoleh 6.955.141 suara (18,4%, 45 kursi), PKI
memperoleh 6.176. 913 suara (16,4%, 39 kursi), PNI memperoleh 8.434.653
suara (22,3%, 57 kursi).6
Setelah Presiden Soekarno menjabat menjadi presiden RI yang pertama,
partai Masyumi menjadi partai yang membahayakan rezim Soekarno, hingga
lahirlah dekrit presiden 5 Juli 1959 yang diputuskan oleh Soekarno yang
5
Sudirman Tebba, Islam Menuju Era Reformasi, (Yogyakrta: Tiara Wacana, 2001), cet. Ke-1
h. 20-21
6
Kamaruddin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Pustaka Nauka, 2004),
cet. Ke- 1, h. 66
4
menjadikan partai Masyumi mengalami pembubaran total serta para elite partai
politik tersebut banyak yang ditahan.
Namun keadaan pun berubah setelah runtuhnya rezim Soekarno (Orde
Lama) yang kemudian digantikan oleh rezim Soeharto (Orde Baru).
Pada era rezim Orde Baru banyak para tahanan politik yang ditahan oleh
Soekarno dibebaskan. Rata-rata kebanyakan dari mereka aktif di partai Masyumi.
Maksud dari pembebasan itu adalah sebagai sebuah “penjinakan” agar mereka
tidak menjadi “duri dalam daging”. Namun pada awal era rezim orde baru ini
mereka masih tetap tidak mau tunduk, bahkan mereka mencoba meminta untuk
merehabilitasi kembali partai Masyumi kepada pemerintahan. Namun permintaan
tersebut tidak dipenuhi oleh Soeharto.7 Hingga akhirnya mereka para pendiri
partai Masyumi mencoba membentuk wadah aspirasi rakyat yang baru yaitu
dengan didirikannya Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) pada tanggal 20
Pebruari 1968, yang kemudian partai ini masuk pada pemilu 1971 pada masa
Orde Baru.
Tak lama kemudian pada tanggal 20 tahun 1971 pemilu pun dilaksanakan
dan terdapat empat partai Islam yang menjadi peserta pemilu diantaranya: NU,
Parmusi, PSII, dan Perti. Masing-masing dari partai ini NU berhasil mengantongi
18,67% suara, Parmusi hanya memperoleh 5,36% suara, PSII memperoleh 2,9%
suara, dan Perti memperoleh 1,3% suara. Dari hasil pemilu 1971 inilah terlihat
7
Bahtiar Effendi, Islam dan Negara, (Jakarta: Paramadina, 1998), cet ke-1, h. 111
5
mulai menurunnya simpati publik kepada partai politik Islam. Bahkan pada
pemilu 1955 pun sudah tergambar bahwa partai-partai Islam telah gagal meraih
simpati publik.
Kemudian pada bulan Januari 1973 pemerintahan orde baru mengeluarkan
keputusan untuk merestrukturisasi sistem kepartaian. Dengan pengecualian
GOLKAR .
Pemerintah mengharuskan kesembilan partai yang ada bergabung ke
dalam dua partai politik baru. Dalam kerangka ini, keempat partai Islam
bergabung ke dalam PPP, lima yang lainnya yang pada dasarnya terdiri dari
partai-partai Nasionalis dan Kristen, digabung kedalam PDI.8 Difusikannya partai
Islam ke dalam PPP dan partai Nasionalis ke dalam PDI itu agar rezim Orde Baru
ini dapat mengontrol dengan mudah situasi politik di dalam partai-partai tersebut.
Serta adanya penggabungan partai-partai tersebut merupakan sebuah taktik rezim
Orde Baru menjadikan ketiga partai ini PPP, PDI, dan GOLKAR untuk dijadikan
sebagai kendaraan politik yang berfungsi untuk memperkokoh kekuasaannya
serta untuk menarik simpati massa. Tidak sampai di situ saja setelah rezim Orde
Baru mengganti asas Islam yang ada di dalam PPP dengan asas pancasila pada
tahun 1984 dalam muktamar pertama, maka boleh dikatakan kekuatan politik
Islam secara formal sudah habis.9 Hingga sampai pemilu 1997 dukungan terhadap
8
Ibid..,h. 118
9
Tebba, Islam Menuju Era Reformasi, h. 12
6
partai politik Islam di Indonesia merosot tajam. Apakah itu dikarenakan semakin
berkurangnya simpati publik terhadap partai Islam.
Pada tanggal 21 Mei 1998 telah terjadi sebuah pengerahan massa besarbesaran yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa hingga menyebabkan adanya
sebuah peralihan kekuasaan dari era Orde Baru beralih ke Era Reformasi.
Mundurnya Soeharto dari posisinya sebagai Presiden RI menandakan
berakhirnya rezim yang ia kuasai walaupun pada kenyataannya rezim itu masih
tetap berkuasa hingga sekarang ini.
Alam Reformasi ini telah melahirkan banyak partai-partai politik, baik
yang berlabel agama seperti partai Kristen dan partai Islam (PI), sedangkan partai
politik non agama berlabel Sosialisme, Nasionalisme dengan berbagai variannya.
Oleh sebab itu alam reformasi ini menjadi sebuah era untuk menuju ke arah yang
lebih demokratis.
Telah dinyatakan bahwa keberadaan partai politik dalam suatu Negara,
dianggap sebagai salah satu perangkat institusi demokrasi karena fungsi Partai
politik diantaranya: (1) Menyerap dan mengartikulasikan aspirasi atau
kepentingan rakyat. (2) Sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi politik (3)
media penyaluran perbedaan pendapat yang terjadi dimasyarakat maka
keberadaan partai politik yang kuat menjadi factor penting dalam kehidupan
berbangsa.10 Tidak hanya itu saja alam reformasi ini pun memberikan kebebasan
10
A.M. Fatwa, Satu Islam Multi Partai, (Bandung: Mizan, 2000), h.93
7
bagi lahirnya berbagai partai terlebih ketika Presiden B.J Habibie menjabat
sebagai Presiden dan ia pun mengeluarkan keputusan untuk meninggalkan sistem
tri-partai (GOLKAR, PPP, PDI) momentum ini menjadikan begitu banyaknya
atau bermunculannya partai-partai Islam hingga pada akhirnya kebebasan
mendirikan partai politik mendorong umat Islam untuk mendirikan partai.
Kebebasan di bidang politik ini terlihat pada lahirnya partai-partai politik yang
jumlahnya lebih dari seratus, tetapi kemudian yang memenuhi syarat untuk
mengikuti pada Pemilihan Umum ( Pemilu) 1999 hanya berjumlah 48 partai
politik. Diantara 48 partai politik ini 19 partai politik dapat dikategorikan sebagai
partai politik Islam.11
Partai Keadilan (PK) merupakan salah satu partai yang termasuk ke dalam
kategori partai Islam, partai ini merupakan partai politik termuda yang penuh
dengan kaum intelektual muda, partai ini pun hampir serupa dengan partai
Masyumi dalam langkah-langkah politiknya walaupun partai ini bukan
reinkarnasi dari Masyumi ataupun bukan turunan dari Masyumi.
Pada bulan Agustus 1999 pesta demokrasi pun digelar dan Partai Keadilan
(PK) merupakan salah satu peserta Pemilihan Umum saat itu. Pada tanggal 2
Agustus 1999 Partai Keadilan menandatangani hasil penghitungan suara Pemilu.
Hasil perolehan suara pada saat itu cukup membuat banyak kalangan berdecak
kagum. PK masuk ke dalam urutan ketujuh besar partai pemenang Pemilu. PK
11
Tebba, Islam Menuju Era Reformasi, h. 15
8
meraih 1.436. 565 suara atau 1,36% dari total suara dan berhasil menempatkan
tujuh wakilnya di DPR RI (7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Provinsi, dan 163 kursi
DPRD Kota /Kabupaten).
12
Bahkan untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta,
perolehan suara Partai Keadilan melebihi suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang memiliki hubungan histories dengan
Masyumi.13
Kemudian disusul pada tahun 2003. pemerintah mengeluarkan sebuah
peraturan baru, peraturan itu tercantum di dalam undang-undang pasal 143 yang
berbunyi:” Partai politik peserta Pemilu tahun 1999 yang memperoleh kurang dari
2% (dua persen) jumlah kursi DPR atau memperoleh kurang dari 3% (tiga persen)
jumlah kursi DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten /Kota. Yang tersebar sekurangkurangnya ½ (satu perdua) jumlah Provinsi dan di ½ (satu perdua) Kabupaten
Kota seluruh Indonesia, tidak boleh ikut dalam Pemilihan Umum berikutnya,
kecuali bergabung dengan partai politik lainnya. 14
Barulah pada tanggal 17 April 2003 PK mengadakan Musyawarah Majelis
Syura XIII (Musyawarah Nasional Istimewa) yang diadakan di Asrama Haji
Pondok
Gede
Bekasi,
dan
menghasilkan
sebuah
keputusan
yang
12
“Sejarah PK-Sejahtera” diakses pada 14 Juni 2008 http// www. PK-sejahtera.org
2006/main.php?op=isi&id=111.
13
Nandang Burhanuddin, Penegakkan Syariat Islam menurut PK, (Jakarta: Pustaka Al-Jannah
, 2004), h.25
14
H. Mutammimul ‘Ula, Risalah Perjuangan Dakwah Parlemen, (Jakarta, Solo: PT.Era Adi
Citra Intermedia,2004), h.112
9
merekomendasikan Partai Keadilan untuk bergabung dengan Partai Keadilan
Sejahtera (PKS).
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berdiri di Jakarta pada hari Sabtu,
tanggal 20 April 2002 M atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. Selanjutnya
PKS di deklarasikan pada tanggal 20 April 2003 di Silang Monas Jakarta dengan
dihadiri oleh 40.000 massanya.15
Sesuai hasil Musyawarah Nasional Istimewa Partai Keadilan yang
dilaksanakan pada tanggal 17 April 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Bekasi,
yang merekomendasikan penggabungan Partai Keadilan (PK) dengan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dikarenakan memiliki kesamaan tujuan dan cita-cita.
Maka mereka menandatangani kesepakatan dihadapan notaris pada tanggal 3 Juli
2003 untuk menggabungkan diri dalam sebuah partai yang disepakati bernama
Partai Keadilan Sejahtera .
Sampai saat ini PKS memiliki pengurus di 30 Dewan Pimpinan Wilayah
(DPW= setingkat Provinsi), 312 Dewan Pimpinan Daerah (DPD= setingkat
Kecamatan) diseluruh Indonesia. Selain itu, PKS juga memiliki 13 perwakilan di
luar negeri yang disebut dengan Pusat Informasi Partai Keadilan Sejahtera (PIPKS). Dan PKS pun merupakan partai politik modern yang memiliki sistem yang
terorganisir secara rapi. Hal ini tercapai berkat manajemen yang baik dan
kontribusi dari para kader-kadernya, hingga tercatat sebanyak 300.000 kader yang
tersebar di dalam maupun luar negeri. Namun itupun tidak menutup kemungkinan
15
diakses 14 Juni 2008 dari http//www. PK-Sejahtera.org/2006/main.php?op=isi&id=111
10
pada Pemilu tahun 2009 kedepan PKS akan menargetkan menjadi sebuah partai
yang masuk kedalam peringkat ke-3. sebagaimana ketua lembaga pemenangan
Pemilu PKS Muhammad Razikun ia mengatakan :” Bagi PKS target itu tidak
terlalu ambisius. Sebab dalam Pemilu sebelumnya PKS sudah masuk dalam
peringkat ke-4 besar. Masih ada sisa waktu 3,5 tahun lagi untuk mengejar sasaran.
Tidak hanya itu saja PKS juga memiliki target kursi dan suara untuk tahun 2009.
yakni, 20% kursi di DPR. 16
Atas dasar deskripsi di atas penulis mencoba untuk lebih dalam lagi
mengenal seluk-beluk PKS, penulis meneliti seperti apakah strategi yang
digunakan PKS sampai saat ini dalam pemenangan pemilu pada tahun 1999
maupun 2004. Dari hal tersebut di atas penulis tertarik untuk menulis kedalam
sebuah
skripsi
dengan
judul:
"STRATEGI
PARTAI
KEADILAN
SEJAHTERA DALAM MERAIH SIMPATI PUBLIK (STUDI KASUS
PEMILIHAN UMUM 1999 DAN 2004)".
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, yang
menjadi permasalahan terkait dengan kajian tentang
Strategi Partai Keadilan
Sejahtera Dalam Meraih Simpati Publik (Studi Kasus Pemilu 1999 dan 2004)
sebagai berikut:
16
Diakses pada 14 Juni 2008 dari http:// www.pk-Sejahtera.org/2006/main.php?op
=isi&id=111/.html
11
1. Bahwa strategi yang digunakan oleh parpol yang ada di Indonesia saat ini
tidak ada perubahan strategi yang berarti sama sekali.
2. Banyaknya masyarakat yang memiliki sifat apatis terhadap partai, dan
masyarakat lebih memilih golput karena tidak percaya dengan partai politik.
3. Banyak partai politik yang tidak punya strategi politik yang baik dalam
meraih simpati publik.
4. Banyak partai politik yang tidak memperhatikan peran pentingnya simpati
publik terhadap menangnya sebuah partai politik dalam Pemilu.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang baru lahir pada
era reformasi atau bisa di katakan partai yang belum begitu memiliki pengalaman
luas dalam berpolitik.
Namun demikian secara tiba-tiba saja pada Pemilu 1999 partai yang
berlambang padi dan kapas yang diapit oleh dua buah bulan sabit ini menjadi
partai yang dikenal oleh kalangan masyarakat bawah dengan menempati urutan
ke-7 dalam skala nasional kemudian disusul pada pemilu 2004 partai ini semakin
menampakan keeleganannya sebagai partai yang memiliki penampilan yang
berbeda dengan partai-partai yang lain yaitu dengan terpampang pada urutan ke-6.
Tidak hanya itu saja partai ini pun telah terbukti mendapatkan perolehan suara
terbanyak di pusat kota, walaupun di pedesaan partai ini belum memiliki nama.
12
Dan yang lebih mengagumkan lagi partai ini memperoleh kursi di parlemen
sebanyak 5%.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah seperti apa ragam kepartaian di
Indonesia, sejarah, sistem, dan fungsinya. Sebenarnya strategi seperti apakah
yang digunakan PKS di dalam meraih simpati publik, dan apakah ideologi serta
visi, misi, dan platform yang digunakan PKS, kemudian apakah ada relasi antara
simpati publik dengan pemilu.
1. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian mengenai Strategi Partai Keadilan
Sejahtera Dalam Meraih Simpati Publik (Studi Kasus Pemilu 1999 dan 2004)
perlu diberikan beberapa batasan terhadap masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:
a. Sejarah , Visi, Misi, dan Platform PKS.
b. Strategi yang digunakan PKS untuk meraih Simpati Publik.
c. Relasi antara simpati publik dengan keberhasilan PKS dalam pemilu
2.
Perumusan Masalah
Dari pokok masalah di atas dapat dibuat sebuah pertanyaan yang menjadi
fokus dalam skripsi ini:
a. Bagaimanakah sebenarnya wujud Partai Keadilan Sejahtera?
b. Strategi apa yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih
simpati publik pada Pemilu 1999 dan 2004?
13
c. Adakah relasi antara simpati publik dengan keberhasilan Partai Keadilan
Sejahtera dalam Pemilu 1999 dan 2004?
D. Tujuan dan kegunaan Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang wujud sebenarnya
Partai Keadilan Sejahtera dari sisi sejarahnya
b. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang strategi yang
digunakan Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih simpati publik pada
pemilu 1999 dan 2004
c. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang relasi antara
simpati publik dengan Pemilu
2. Manfaat atau Kegunaan
a. Secara akademik, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan tentang strategi PKS di dalam meraih simpati
publik di saat pemilu nasional diadakan.
b. Secara praktek penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada para
pembaca khususnya mahasiswa/mahasiswi jurusan ilmu politik Islam
tentang strateginya PKS di dalam meraih simpati publik di saat pemilu
nasional diadakan.
c. Agar parpol-parpol Islam dapat mengetahui seperti apakah Strategi Partai
Keadilan Sejahtera itu?
14
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif
dengan
jenis
penelitian
deskriptif,
yaitu
dengan
cara
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti
tanpa menggunakan penghitungan statistik.17 Dalam hal ini melakukan
pengkajian ulang terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PKS
baik berupa AD/ART, strategi pemenangan Pemilu, dan buku-buku yang
membahas sejarah PKS, visi, misi, platform partai politik tersebut.
2. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah DPP Bapilu PKS beserta jajarannya yang
bertempat di Jalan Mampang Prapatan Raya (sekarang pindah ke Jalam T.B.
Simatupang No.43 dekat pintu perlintasan kereta api), Dosen Ilmu Politik
Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
pengamat politik sekaligus Dosen FISIP UNISMA Bekasi.
3. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder.
17
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal ( Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.
26 cet. VIII
15
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif berupa dokumen yang membahas langkah strategi PK-Sejahtera
dalam pemenangan Pemilu.
4. Sumber Data
Data primer diambil dari kantor DPP Badan Pemenangan Pemilu PKSejahtera dengan melakukan wawancara langsung serta meminta dokumen
mengenai strategi pemenangan Pemilu PK-Sejahtera kepada staf Bapilu PKSejahtera Pusat. Yakni dengan Bapak Heri Muradi
Data sekunder diambil dari buku dan literatur lain terdiri dari :
a. Buku-buku yang berkaitan langsung tentang PKS
b. Koran dan majalah yang membahas tentang PKS
c. Website atau situs yang membahas tentang PKS ataupun website PKS itu
sendiri.
5. Tehnik Pengumpulan Data
a. Penelitian lapangan
Dalam penelitian lapangan ini, penulis melakukan wawancara dengan staf
Bapilu PKS Pusat
b. Penelitian Pustaka/studi pustaka
Dalam penelitian pustaka ini penulis mencoba mengkaji berbagai literatur
seperti buku, majalah, dan jurnal untuk mendapatkan teori, konsep dan
data-data yang relevan dengan topik penelitian untuk mendukung
penganalisaan dokumen.
16
6. Tehnik Analisis Data
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mencoba melakukan tehnik
analisis data dengan menggunakan tehnik analisis data secara kualitatif yaitu
tehnik yang berfungsi untuk menganalisis informasi tanpa menggunakan
penghitungan statistik. Dalam hal ini data yang dianalisa pertama, diperoleh
dari data sekunder seperti keterangan maupun tulisan dari buku-buku, koran,
majalah, dokumen-dokumen dan website/situs yang berhubungan dengan
PKS. Kedua, data yang dianalisa yaitu dari data primer seperti melakukan
wawancara terhadap orang-orang yang berhubungan langsung dengan PKS
dalam hal ini DPP Bapilu PKS beserta jajarannya, dengan pengamat politik
dan para akademisi kampus.
7. Tehnik Penulisan
Tehnik penulisan yang digunakan adalah merujuk kepada pedoman
penulisan skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mensistematiskan penulisan karya ilmiah ini, maka penulis
membaginya menjadi beberapa bab yaitu:
Bab I. Pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
17
Bab II. Tentang Partai Keadilan Sejahtera; membahas sejarah Partai
Keadilan Sejahtera, Ideologi Partai Keadilan Sejahtera, Visi, Misi, Platform
perjuangan Partai Keadilan Sejahtera, struktur internal partai sebagai penarik
simpati publik.
Bab III. Tentang Strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam pemilu 1999,
membahas persiapan menjelang pemilu, sosialisai partai pada publik, kampus
sebagai basis kekuatan politik, berpolitik dengan akhlak al-karimah.
Bab IV. Tentang strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu 2004,
membahas persiapan menjelang pemilu, kesolidan internal partai sebagai
kekuatan politik, mempertahankan citra Islami, kampanye melalui media cetak
dan elektronik, relasi antara simpati publik dengan keberhasilan Partai Keadilan
Sejahtera
Bab V. Penutup berupa kesimpulan dari seluruh pembahasan, dan kiranya
perlu juga penulis menyumbangkan saran.
BAB II
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Pengertian Partai Politik
Dalam kamus politik partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang
se-asas, sehaluan dan setujuan terutama di bidang politik.1
Dan dalam kamus yang sama, 1. Politik adalah berasal dari bahasa Yunani
dan diambil alih oleh banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Pada zaman
klasiik Yunani, negara atau lebih tepat negara-kota disebut ”polis”. Plato
menyebut
karangannya
soal-soal kenegaraan
Politicon.
Maka
”politik”
memperoleh arti seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan.
Politik mencakup kebijaksanaan/ tindakan yang bermaksud mengambil bagian
dalam urusan kenegaraan/ pemerintahan termasuk yang mencakup penetapan
bentuk, tugas dan lingkup urusan negara. Mengurus pemerintahan dan negara
dapat dijalankan dengan cara, aturan dan hukum yang berbeda-beda, misalnya
secara demokratis, liberal, otoriter, diktatorial, machiavelistis atau etis. Menjadi
bahan perdebatan apakah politik praktis ini bersifat meta-etis (artinya tidak terikat
pada norma-norma etika) atau harus tunduk kepada norma-norma yang lebih
luhur daripada keberhasilan dan kekuasaan saja, misalnya pada hukum keadilan,
agama atau kepentingan bersama rakyat maupun umat manusia seluruhnya; 2.
Pada umumnya politik mencakup beraneka ragam macam kegiatan dalam suatu
1
B.N. Marbun, Kamus Politik (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 2002), h. 402
18
19
sistem masyarakat yang terorganisasikan (terutama negara), yang menyangkut
pengambilan keputusan baik mengenai tujuan-tujuan sistem itu sendiri maupun
mengenai pelaksanaannya; 3. Kebijakan; cara bertindak; kebijaksanaan; 4. Dalam
arti yang lebih luas politik diartikan sebagai cara atau kebijaksanaan (policy)
untuk mencapai tujuan tertentu, misal politik pendidikan.2
Jadi partai politik adalah suatu bagian para warga negara yang
memperjuangkan kepentingan politik tertentu. Dalam arti modern, partai politik
mula-mula timbul dalam parlemen Inggris pada akhir abad ke-17, yakni Tories
dan Whings, sebagai pendukung atau pelawan Stuart. Pada abad ke-19 dua partai
aristokrat itu lama kelamaan berubah menjadi atau diganti oleh partai ”
konservatif” dan ”liberal”. ”Club-club” zaman revolusi Prancis dapat dianggap
sebagai pelopor partai-partai yang timbul di negara ini sesudah Napoleon jatuh
(1815). Di AS partai-partai sudah berperan sejak permulaan negara demokratis
ini: Anti Federalis Party (cikal bakal partai Demokrat) mengadakan opasisi
terhadap pembentukan pemerintah pusat yang terlampau kuat pada akhir abad ke18. lawannya Federalis Party, melalui Wighs (1834) berkembang menjadi partai
republik (1854). Di negara-negara lain partai politik didirikan dan mulai
menampilkan peranan politik biasanya pada zaman monarki konstitusional abad
ke-19. Dalam koloni-koloni, selain partai-partai golongan penjajah, pada
permulaan abad ini, beraneka partai yang mmenghimpun, membela dan
2
Ibid., h. 444-445.
20
menggerakkan kaum pribumi timbul untuk memperjuangkan partisipasi politik
dan akhirnya untuk mencapai kemerdekaan.3
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik.
Dalam kamus Dewan, ’Partai politik merupakan satu golongan orang yang
bergerak dengan tujuan yang sama dalam politik’.4
Sedangkan Sigmund Neumann dalam bukunya yang berjudul Modern
Political Parties, ia mendefinisikan bahwa,
” Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan
rakyat atau menarik simpati rakyat atas dasar persaingan dengan suatu
golongan yang lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”. 5
B. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera
Umat Islam sebagai warga mayoritas di negara kesatuan republik
Indonesia memiliki tanggung jawab utama untuk mengubah posisi Indonesia
3
Ibid., h. 406
4
Sofwan Ahmad, Konsep Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia dan partai
Islam se-Malaysia (PAS) di Malaysian ( Skripsi fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004) h.5
5
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003),
cet. Ke-10, h. 160-162
21
menjadi bangsa yang berwibawa dalam pergaulan antar bangsa. Hal itu hanya
bisa dilakukan jika umat melakukan rekonstruksi peradaban secara mendasar.
Sebenarnya di awal abad ke-20, bangsa Indonesia telah memberikan
kontribusi bagi peradaban dunia. Perjuangan melawan penjajahan terbukti
menggelorakan api kemerdekaan nasional di seantero kawasan dunia ketiga, yang
kemudian membentuk ikatan Negara-negara non-blok. Namun fajar kebangkitan
itu hanyalah “fajar kadzib”, harapan semu. Setengah abad setelah proklamasi
kemerdekaan, Indonesia kembali terpuruk di pojok sejarah dunia.
Patut dibuka kembali catatan sejarah pada tahun 1905, ketika lahir Serikat
Dagang Islam (SDI) sebagai organisasi politik pertama yang bercorak nasional,
yang kemudian pada tahun 1911 menjadi Sarikat Islam (SI). Lalu pada tahun
1928, tercetusnya sumpah pemuda yang menandai kemunculan bangsa baru
bernama Indonesia sebagai salah satu anak peradaban dunia. Pada tahun 1945,
proklamasi kemerdekaan dikumandangkan untuk melepaskan diri dari belenggu
penjajahan. Tragisnya, dari penjajahan eksternal, rakyat Indonesia masuk
perangkap penindasan internal. Sampai pada 1965, runtuhnya rezim Orde Lama
dengan jargon “politik sebagai panglima”. Akhirnya pada tahun 1998, runtuh pula
rezim Orde Baru setelah pembangunan ekonomi basic sebagai legitimasinya
ambruk.
Gerakan mahasiswa yang memelopori “Reformasi Mei 1998” merupakan
perintis
jalan bagi terwujudnya “Orde Reformasi”, orde keterbukaan dalam
segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan landasan nilai-nilai
22
universal : keimanan, moralitas, kemerdekaan, kesetaraan, kedamaian dan
keadilan bagi semua orang. Apakah perjuangan menegakkan Orde Reformasi
akan menjadi “fajar Kadzib” yang lain, atau justru terbuka kemungkinan
merekahnya “Fajar Shodiq”- harapan sejati bagi perbaikan masyarakat dan
Negara. Untuk menjamin terwujudnya harapan itu, maka digalanglah kekuatan
politik bernama Partai Keadilan.
Untuk melacak secara lebih rinci sejarah kelahiran partai ini bisa dimulai
dengan melihat secara cermat ketika dikeluarkannya kebijakan yang berkaitan
dengan umat Islam yaitu dengan diberlakukannya UU keormasan No.3 dan 5
tahun 1985. UU tersebut pada dasarnya adalah gagasan yang awalnya
dimaksudkan untuk menghapus ciri asas partai politik yang ada ketika itu, yaitu
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mencantumkan Islam sebagai asasnya,
dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berasas Demokrasi Indonesia dan
Keadilan Sosial. Hingga pada akhirnya kebijakan tersebut menyentuh ketenangan
organisasi-organisasi massa yang ada, termasuk organisasi-organisasi massa
Islam. 6
Dengan diberlakukannya UU yang mengatur hal-hal yang paling
mendasar, seperti ideologi sebuah ormas keagamaan atau asas sebuah partai
politik—apalagi yang berbasis agama – diharapkan mampu meredam semangat
perlawanan yang nilai-nilainya memang tumbuh subur dalam ajaran-ajaran
6
Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan Tranformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di
Indonesia, ( Jakarta: Teraju, 2002), cet.II h. 51
23
normatif agama. Atau setidaknya, dengan pengaturan pada level struktur
kehidupan modern yang bernama negara, kehendak dan pandangan sebagian umat
dapat di belokkan sesuai dengan kepentingan dan kehendak penguasa.
Konsepsi pembelokkan atau pengarahan itu bersumber dari penempatan
agama sebagai variabel individual dan dianggap tidak berhubungan dengan
berbagai permasalahan politik kenegaraan. Di sini lah letak gagasan modernisasi
yang dipandang membawa serta di dalamnya sekularisasi, yaitu berusaha
menempatkan agama ”hanya” sebagai modal dasar pembangunan dan arah
perubahan sosial. 7
Cara pandang semacam ini yang menjadi landasan dikeluarkannya
kebijakan dalam UU No. 5 tahun 1985. Dikalangan umat Islam Kebijakan
tersebut ditanggapi dengan empat sikap. Pertama, menerima tanpa banyak
persoalan. Kedua, mau menerimanya tetapi menunggu adanya undang-undang
formal yang dibuat oleh pemerintah. Ketiga, bersikap apatis yaitu mereka yang
berpendidikan rendah dan selalu mendukung kehendak pemerintah. Keempat,
menolak sama sekali kebijakan itu. Penolakan tersebut lazimnya berbasis pada
argumen ideologis dan politis. Pelajar Islam Indonesia (PII) dan HMI MPO
(Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi), adalah dua
organisasi kaum muda Islam yang secara tegas menolak bersikap tunduk terhadap
UU itu.
7
Ibid., h. 52
24
Tersebab faktor kedua organisasi kaum muda Islam inilah—yaitu PII dan
HMI MPO—yang menolak asas tunggal tersebut sampai pada akhirnya
memainkan peran yang cukup signifikan bagi lahirnya sebuah trend gerakan di
kampus-kampus. Hingga akhirnya organisasi-organisasi ini dibubarkan melalui
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 120 Tahun 1987. karena dianggap
terlarang.
Akan tetapi walaupun organisasi-organisasi ini dilarang, namun gerak
mereka tidak pernah surut, mereka mencoba melakukan “gerakan bawah tanah”.
Seperti melakukan training dan pembinaan-pembinaan serta pengkaderan bagi
pemuda-pemuda Islam. 8entah itu di masjid-masjid kampus atau di luar kampus.
Setelah sekian lama organisasi ini melakukan pengkaderan dan menyebar
luas keseluruh pelosok kampus di Indonesia. Maka organisasi ini mulai
melakukan aksi-aksinya terutama pada peristiwa Malari 1974. hingga pada
puncaknya pemerintah Orde Baru melakukan tekanan-tekanan melalui Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan denga mengeluarkan SK No. 028/ 1974 dikarenakan
terjadinya perseteruan oleh kalangan elite.
Dengan dikeluarkannya SK ini ruang gerak mahasiswa dipersempit dalam
menjalankan aktivitasnya. Kegiatan-kegiatan mahasiswa mulai diawasi dan harus
melapor kepada pejabat kampus. 9
8
Ibid., h. 54
9
Ibid., h. 58
25
Ketika menjelang tahun 1977 dan 1978, mahasiswa kembali bergerak dan
membuat suhu politik memanas. Aksi-aksi mahasiswa kala itu dipandang radikal
dan harus dihadapi secara tegas oleh penguasa. Dalam konteks seperti itulah
Soedomo—yang ketika itu menjabat sebagai Pangkop Kamtib (Panglima
Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) membubarkan Student
Government melalui SKEP No: 02/KOPKAM/1978. Alasan resmi pembubaran
itu adalah untuk menyelamatkan mahasiswa seluruhnya dari kepemimpinan yang
salah, yang menyalah gunakan kepercayaan mahasiswa dan mengatas namakan
mahasiswa. Bagi Soedomo dan penguasa Orde Baru ketika itu, kegiatan dan aksiaksi mahasiswa sudah tidak lagi murni dan telah dimanfaatkan secara sistematis
oleh ormas-ormas di luar kampus.
Tidak lama setelah itu, keluarlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), yang secara
resmi pada 19 April 1978, SK tersebut secara garis besar mengatur kehidupan
kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap. Satu bulan berikutnya, yakni
pada tanggal 17 Mei 1978, giliran konsep Badan Koordinasi Kampus (BKK)
dikeluarkan oleh Dirjen Dikti No. 002/ Dj/ Inst/ 1978. konsep tersebut merupakan
petunjuk teknis dari NKK yang telah diberlakukan sebelumnya. Konsep tersebut
kemudian dibakukan dalam SK Menteri P&K No. 037/ U/ 1979 yang dikeluarkan
pada tanggal 2 Februari 1979, tentang “Bentuk Susunan Lembaga Organisasi
Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P&K”.
26
Setelah diberlakukannya NKK/BKK, pengaruhnya mulai terasakan pada
dinamika kehidupan kemahasiswaan. Hal ini menjadikan lembaga-lembaga
formal kemahasiswaan dikontrol sepenuhnya oleh birokrasi kampus. Dalam hal
ini pihak rektorat dan dekanat. 10
Akan tetapi bukanlah mahasiswa kalau harus menyerah terhadap situasi
semacam itu. Model perlawanan yang cenderung kreatif misalnya dengan
menumbuhkan sebanyak mungkin kelompok-kelompok studi di luar kampus,
menjadi sebentuk respon yang sangat populer ketika itu. Ada beberapa alasan
kenapa dalam periode pasca NKK/BKK kelompok-kelompok diskusi menjadi
pilihan aktivitas yang seperti cendawan di musim hujan. Pertama, jaring
kekuasaan lewat birokrasi kampus tidak dapat menjangkau aktivitas mereka di
luar. Kedua, unsur kontemplatif dalam gerakan intelektualitas dengan diskusidiskusi tersebut membuat mereka mempunyai cukup waktu untuk merencanaka
berbagai aksi-aksi berikutnya. Lebih dari sekedar berdiskusi, kelompok-kelompok
kecil itu kemudian meng-organisasi dirinya sendiri dan membangun jaringan
dalam sistem yang relatif cair, tidak terikat dalam struktur organisasi formal.
Dalam kaitan tersebut, gerakan-gerakan pengkajian yang dilakukan oleh
para mahasiswa Islam, adalah salah satu bentuk aktivitas yang relatif aman dari
jerat kekuasaan ketika itu kelompok ini mengambil basis-basis kegiatannya di
masjid-masjid kampus yang pada masa itu cenderung tidak dianggap sebagai
10
Ibid., h. 59
27
wilayah politik yang “duniawi”, melainkan wilayah yang lebih berorientasi
“ukhrowi” (akhirat).
Dengan semakin membesarnya gerakan mahasiswa Islam ini disetiap
kampus maka sebagai wadah komunikasi antar para aktivis dakwah kampus
dibuatlah wadah yang bernama Lembaga Dakwah Kampus (LDK).11
Pada akhirnya Lembaga Dakwah Kampus itu kian melebar dan
berkembang dari tahun-ketahun. Basis operasionalnya pun terus bergeser tidak
hanya di kampus tetapi juga memasuki wilayah yang lebih luas, yaitu masyarakat.
Masalah yang dibahas pun tidak hanya semata perkara salat, puasa, dan zakat
tetapi juga meluas kedalam setiap aspek kehidupan. Pendeknya, Islam dilihat dan
dibahas secara utuh atau kaffah. Ketika situasi politik mengubah semua keadaan,
mereka menemukan sebuah medan gerak baru, yaitu politik. Bagi mereka,
gerakan politik merupakan kelanjutan dari gerakan dakwah yang selama ini
digeluti sekaligus sebagai sarana alternatif bagi langkah-langkah perjuangan
politik umat.
Dengan medan gerak baru itu, cita-cita politik umat menjadi lebih dapat
diaktualisasikan.
Kepentingan-kepentingan
dakwah
akan
dengan
mudah
dioptimalkan. Di sisi lain, dapat menghindari kemungkinan terjadinya ekstremitas
11
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum
Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta, Teraju, 2004) h. 141
28
sebagai akibat dari pengekangan terhadap aktivitas politik umat.12 Disamping itu,
terbentuknya wadah ekspresi politik yang khas bagi anak muda ini sedikit banyak
didorong oleh ketidak percayaan mereka terhadap institusi politik yang ada,
terutama tiga institusi politik pada masa sebelumnya. Terhadap partai-partai yang
baru lahir pun mereka terlihat ragu bahkan cenderung tidak percaya.13 Tidaklah
mengherankan jika mayoritas kader dan anggota partai ini kebanyakan dari
kalangan muda.14 Di Yogyakarta, seperti yang dilansir Far Eastern Economic
Review (FEER), “60 persen pendukungnya adalah kalangan wanita dan
mahasiswi perguruan tinggi ternama”. 15
Kalau masih ada orang yang meragukan keberadaan dan masa depan
partai ini karena ketiadaan tokoh populer, hal ini bisa dipahami sebab sejumlah
bidan yang menangani kelahirannya adalah mereka yang selama ini jauh dari
hingar- bingar politik. Mereka merajut kekuatannya lewat galangan pengajian
atau aktif di dunia pendidikan dan perekonomian. Namun ketiadaan tokoh
bukanlah sesuatu yang memberatkan mereka. Mereka berusaha menjadi tokoh
bagi diri mereka sendiri. Tidaklah mengherankan bila di setiap acara partai
mereka memulai dan mengakhirinya dengan sangat baik dan terorganisir. Tanpa
12
Dr.Ir.Nur Mahmudi Ismail, “Jati diri Partai Keadilan”, dalam Memilih Partai Islam: Visi,
Misi, dan Persepsi, dalam Sahar. L. Hasan ., dkk. ( Jakarta,Gema Insani Press, ) h. 35
13
Tabloid Megapos, Th. 1 No.4 Edisi 13-19 Agustus 1998.
14
Suara Indonesia, 21 September 1998
15
Far Eastern Economic Review, 28 Januari 1999, h. 23
29
harus ada yang mengomandoinya “Semua aktivis yang terlibat dalam Partai
adalah tokoh di bidangnya masing-masing”, demikian penegasan presiden partai
ketika menanggapi keraguan itu.16
Partai Keadilan (PK) adalah salah satu partai politik yang berada ditengah
iklim demokratis yang peluangnya dibuka oleh reformasi di Indonesia. Partai ini
dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di lapangan masjid Al-Azhar,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan jumlah massa yang hadir pada saat itu
lebih dari 50 ribu orang.17
Kehadiran PK dalam pentas perpolitikan Indonesia pasca jatuhnya
Soeharto merupakan sebuah fenomena yang sungguh menakjubkan banyak pihak.
Betapa tidak, di awal kemunculannya mengikuti pemilu pertama pada tahun 1999
PK telah menempatkan tujuh kadernya sebagai anggota DPR/MPR. Padahal PK
tidak memiliki tokoh populer dan belum terkenal dikalangan masyarakat.18
Dari segi kelahirannya, latar belakang sejarah PK pun tidak lepas pula dari
kondisi riil sejarah umat Islam Indonesia pada umumnya serta dibarengi
berkembangnya gerakan tarbiyah di Indonesia. Hal itu dikarenakan sikap
antipatinya pemerintahan Orde Baru terhadap gerakan politik Islam yang dapat
merongrong pemerintahan Orde Baru. Terutama kalangan kampus. Namun pada
16
Tim LKIS, Tujuh Mesin Pendulang Suara ( Yogyakarta: LKIS, 1999), h. 166-167
17
Sekretariat DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan (Jakarta: Sekretariat DPP Partai
Keadilan, 1998), h. 6
18
H. Nandang Burhanuddin, Menegakkan Syari’at Islam menurut Partai Keadilan, (Jakarta:
Pustaka Al-Jannah, 2004), h.24
30
kenyataannya sikap antipati Orde Baru ini dapat mematikan perkembangan politik
Islam dikalangan muda Islam. Sebab di luar dugaan pemerintah, ternyata lahir
entitas cultural baru dikalangan anak muda yang aktif di masjid kampus.
Generasi inilah yang menjadi kepanjangan tangan dari berdirinya Partai Keadilan
(PK).19
Tumbangnya Soeharto, membuka babak baru kehidupan politik di
Indonesia meski banyak yang meyakini lengsernya Soeharto dari kekuasaan Orde
Baru bukan berarti hilangnya pengaruh rezim otoriter tersebut, dengan masih
adanya para pendukung yang loyal kepadanya masih menduduki tempat-tempat
strategis di pemerintahan.
Di sisi lain kehidupan masyarakat diliputi euphoria. Lebih dari seratus
partai politik baru berdiri untuk menyongsong pemilu yang akan diadakan oleh
presiden Habibie, pengganti Soeharto. Berbagai kekuatan politik dengan beragam
ideologi bermunculan secara terang-terangan, termasuk sejumlah organisasi yang
dimasa Soeharto merupakan kategori terlarang dan menjadi musuh Negara. 20
Situasi tidak menentu ini menjadikan para aktivis gerakan dakwah berbeda
pendapat. Sebagian berpendapat, saat itulah waktunya para aktivis dakwah
muncul dalam wadah formal dan terlibat dalam aktifitas dakwah yang menegara.
Sebagian yang lain menilai belum saatnya, mengingat situasi dan kondisi yang
h.14
19
furqon, Partai Keadilan Sejahtera, h. 150
20
Suhud Alynurdin, Lokomotif Reformasi bernama Partai Keadilan, Saksi,V, 14 (April 2003)
31
masih labil.21 Walaupun pada akhirnya mereka memutuskan untuk tampil dalam
kancah politik formal.
Melalui survei yang dilakukan kepada aktivis gerakan dakwah dan para
penggiat tarbiyah di masjid-masjid kampus di Indonesia, lebih dari 68%
menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktifitas
dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada
sekarang.22 Sehingga tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1998, gerakan dakwah ini
melakukan langkah yang lebih berani untuk memunculkan dirinya kehadapan
publik, dengan mengumumkan secara legal formal sebagai kekuatan politik yang
bernama Partai Keadilan. (PK)23
Dalam deklarasi PK pada tanggal 9 Agustus 1998, Nurmahmudi Ismail
sebagai ketua pendiri membacakan pernyataan yang dikenal dengan piagam
deklarasi, bahwa:
“ Partai keadilan (PK) didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau
beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan
yang diambil dari musyawarah yamg aspiratif dan demokratis. Sebah survey
yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah,terutama yang
tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan
sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang
berkembang di Indonesia. Survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar
mereka menyaakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan
aktifitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik
yang ada sekarang. Survei ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap
dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola
21
Ibid ., h.16
22
Ibid ., h. 17
23
Damanik, Fenomena Partai Keadilan, h. 19
32
dinamis bagi pengendalian partai dikemudian hari.terbukti setelah tekad
mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh
menjadi kenyataan”.24
Sejak itu, mulailah publik mengenal secara jelas siapa sesungguhnya
gerakan, yang dalam kurun lebih dari satu dasawarsa itu membuat fenomena
tersendiri. Apalagi setelah partai ini tampil mengesankan sebagai partai yang
termasuk The Big seven partai pemenang pemilu 1999, dan berhasil menempatkan
tujuh kadernya di parlemen serta membuat decak kagum masyarakat dengan aksiaksi simpatiknya.
Namun karena terganjal aturan Electoral Treshold (ketentuan batas
minimum perolehan suara) 2%, sesuai ketentuan UU pemilu No.12 tahun 2003,
PK merubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebenarnya nama
PK masih bias dipertahankan, asalnya PK bisa untuk mengajak beberapa partai
Islam kecil di DPR bergabung di bawah benderanya. Namun cara ini tidak
ditempuh pengurus PK, mungkin karena khawatir fusi partai potensial bagi
timbulnya konflik internal dimasa depan. PK lebih memilih jalan panjang dengan
mengganti nama partai menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menembus
persyaratan pemilu. Untuk itu PK harus mendaftarkan diri kembali dan siap
diverifikasi oleh departemen kehakiman maupun komisi pemilihan umum sesuai
UU partai politik No 31 tahun 2002 dan UU pemilu No. 12 tahun 2003, misalnya
PKS harus memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya didua pertiga dari
jumlah propinsi, kabupaten, dan kota. PKS juga harus memiliki anggota
24
DPP PK, Sekilas Partai keadilan, (Jakarta: 1998) h. 19
33
sekurang-kurangnya 1000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada setiap
kepengurusan, serta mempunyai kantor tetap di kabupaten dan kota tersebut.
Adapun dengan berubahnya nama PK menjadi PKS bukan berarti PK
sebagai partai telah tiada, karena platform partai, jiwa, raga, keanggotaan,
kepemimpinan, manajemen, bahkan perilaku warga partai tetap hidup di dalam
PKS. Hal ini terbukti bahwa partai yang di deklarasikan pada tanggal 20 April
2003 di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat tetap dapat mempertahankan
rangkingnya sebagai The big seven pada pemilu 2004 yang menempatkan 45
kadernya di parlemen.25
C. Ideologi Partai Keadilan Sejahtera
Bagi kalangan aktivis PKS, mendirikan partai politik sama maknanya
dengan upaya memasuki dimensi politik sebagai bagian dari dakwah Islamiyah.26
Tujuan yang lahir dari semua ini adalah aktualisasi universalitas dalam rangka
mewujudkan keseimbangan hidup manusia dan masyarakat dalam berbagai
dimensinya. Partai politik dapat berperan sebagai kekuatan alternatif terhadap
perjuangan politik kaum muslimin dalam mengemban tugas dakwah. Inilah yang
25
26
dikutip dari Saksi, V,14, April 2003
Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah Konsep dan Praktik Politik Partai Keadilan
Sejahtera,(BandunG: Harakatuna Publishing, 2005) h. 384 terdapat di dalam AD/ART pasal 2: Asas
dan Jati diri
34
dapat dijadikan penjelasan mengapa PKS mendeklarasikan dirinya sebagai partai
dakwah. 27
Oleh karena itu Partai (hizb) dakwah dalam pandangan PKS adalah
manifestasi kejama’ahan, dengan seluruh ciri-ciri khasnya, dan dalam
solidaritasnya yang bergerak pada orientasi tertentu. Kata solidaritas di sini
ditentukan oleh faktor-faktor ideologi. Oleh sebab itu, wajar jika sebuah partai
terdiri dari himpunan orang-orang yang lintas suku, ras, warna kulit maupun
bahasa, namun ideologinya satu.28 Dalam konteks inilah PKS memberikan
penegasan bahwa Islam merupakan sebuah “kacamata pandang” untuk
memahami realitas politik maupun untuk membangun strategi-strategi perjuangan
politik. PKS hendak membuktikan kebenaran sebuah aksioma dalam dunia politik
bahwa Islam merupakan agama universal yang mencakup seluruh aspek
kehidupan dengan berbagai dimensinya yang kompleks. Diprediksi kesadaran
politik akan terus menguat seiring penguatan ideologis dalam tubuh partai-partai
politik, maka PKS menetapkan sebuah kebijakan dasar dalam mengantisipasi
kemungkinan menguatnya konflik-konflik ideologis di kalangan aktivis partai ini,
antara lain:
1. Memproyeksikan Islam sebagai sebuah ideologi umat yang menjadi landasan
perjuangan politik menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin.
27
Furqon ,Partai Keadilan Sejahtera, h.24
28
DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan, h. 24
35
2. Menjadikan ideologi Islam sebagai sebuah ruh perjuangan pembebasan
manusia dari penghambaan hanya kepada Allah SWT; pembebasan manusia
dari kefajiran ideologi rekaan manusia menuju keadilan Islam; dan
mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dan ketenangan hidup.
3. Operasionalisasi ideologi Islam serta cita-cita politiknya terbangun di atas tiga
prinsip.
a. Pertama
: Sistem Islam yang bersifat menyeluruh dan finalitas
b. Kedua
: Otoritas Syari’ah yang bersumber dari Al-Quran dan AsSunnah
c. Ketiga
: Kesesuaian aplikasi sistem dan solusi Islam dengan setiap
zaman dan tempat.29
Dalam pandangan PK-Sejahtera, agama Islam menentukan perlakuan
terhadap manusia dan pengakuan terhadap keberadaan serta hak-hak politik dan
sosialnya berlandaskan pada keadilan persamaan, sebagai nilai moral yang
tercantum dalam syari’at dan mempunyai pengaruh yang nyata pada kedudukan
individu dan masyarakat. Islam juga dipandang sebagai sebuah agama penyatu
yang lengkap (a religion of complete Integration) dan sebagai jalan hidup (the
way of life) yang sempurna, memenuhi seluruh aspek dan institusi keberadaan
manusia. 30
29
diakses 14 Juni 2008 dari http;// www. PK-Sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110
30
Abu Ridho, dkk, Politik Da’wah Partai Keadilan, (Jakarta: DPP PK, 2000), h.2
36
Dengan demikian, Islam dalam konsepsi para aktifis PK-Sejahtera adalah
Islam sebagai sistem hidup yang universal, mencakup seluruh kehidupan. “Islam
adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat
dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan., ilmu dan peradilan, materi,
dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan fitrah,
akidah yang lurus dan ibadah yang benar”. 31
D. Visi, Misi, dan Platform
Sesuai ideologi PK-Sejahtera yang mengedepankan Islam sebagai sistem
hidup yang bersifat universal, PK-Sejahtera memiliki cita-cita menjadikan
Indonesia sebagai masyarakat madani atau sering disebut sebagai baldatun
thayyibatun wa rabbun Ghafuur,32 sehingga untuk mewujudkan cita-cita tersebut
PK-Sejahtera memiliki visi, misi dan perjuangan kepartaian yang mencerminkan
keinginannya untuk tetap eksis.
1. Visi PK-Sejahtera
Visi umum,
“sebagai partai dakwah penegak
keadilan dan
kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa”.
Adapun visi khusus, “ Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik,
partisipasi maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang
madani”. Sehingga, visi ini akan mengarahkan PK-Sejahtera sebagai:
31
DPP PK , Sekilas PartaiKeadilan, h.26
32
Ibid, h. 49
37
a. Unsur perekat dan pengarah kesatuan umat dan bangsa.
b. Wadah pendidikan politik bagi umat Islam khususnya dan bangsa
Indonesia umumnya sekaligus tangga menuju kepemimpinan nasional.
c. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Kekuatan transformatif dari nilai-nilai dan ajaran Islam di dalam proses
pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.
e. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai
kekuatan yang memiliki cita-cita yang sama dalam menegakkan nilai dan
sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
f. Menjadi dinamisator pembelajaran bagi bangsa Indonesia
g. Akselerator perwujudan masyarakat madani di Indonesia.
2.
Misi PK-Sejahtera
Adapun misi yang dicanangkan guna pencapaian visi tersebut adalah:
a. Berjuang mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.
b. Menegakkan eksistensi politik umat Islam di Indonesia
c. Berjuang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
d. Mengembangkan tradisi profesionalisme pengelolaan dalam berbagai
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
e. Menyebar luaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai
anashir taghyir (agen perubah).
38
f. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di
berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.
g. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi
penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
h. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan,
pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
i.
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara
konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.
j.
Secara aktif melakukan komunikasi, silaturrahim, kerjasama dan ishlah
dengan berbagai unsure atau kalangan umat untuk terwujudnya Ukhuwah
Islamiyah dan Wihdatul- Ummat, dan dengan berbagai komponen bangsa
lainnya untuk memperoleh kebersamaan dalam merealisir agenda
Reformasi.
k. Ikut memberi kontribusi positif bagi pengembangan dan kemajuan
peradaban dunia.
l.
Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan
menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang
tertindas.33
33
Visi, Misi PK-Sejahtera, diakses pada 14 Juni 2008 dari http:// www. PKS.org/v2/index.php?op =isi&id=110.
39
3. Platform PK-Sejahtera
Merenungkan masalah bangsa memerlukan kearifan dan menghendaki
disiplin berfikir yang sistematik (system thinking). Tak ada satupun persoalan
bangsa yang terlepas kaitannya dari persoalan lain. Hubungan antar perkara
itu dapat bersifat positif (membawa perbaikan) bahkan dapat bersifat negatif
(memperparah keadaan).
PK Sejahtera yang mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah,
mengambil inisiatif kecil yang berdaya ungkit besar untuk menyelesaikan
masalah kebangsaan, antara lain:
a. Pemantapan Ekonomi Makro
Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat demi
meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan seluruh rakyat,
dengan sasaran utama menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
b. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Membangun sektor ril yang kuat dan berdaya demi mengangkat
derajat hidup rakyat yang terpinggirkan atau berada di bawah garis
kemiskinan. Dengan mengembangkan unit usaha mandiri, balai latihan kerja
dan pemantapan lembaga keuangan syari’ah.
c. Perjuangan Petani, Buruh, dan Nelayan
Mengembalikan kedudukan petani sebagai aktor pembangunan,
mempelajari kondisi buruh domestik dan migran, serta mendorong
pembentukan serikat nelayan yang profesional dan budaya.
40
d. Pendidikan Nasional
Menjadikan pendidikan sebagai proses pengembangan potensi
manusia
yang
utuh.
Merancang
sistem
pendidikan
nasional
yang
komprehensif dengan biaya murah tapi berkualitas.
e. Perempuan Indonesia dan Pembinaan keluarga
Mewujudkan Perempuan Indonesia yang bertaqwa, cerdas, berbudaya
serta membangun keluarga sejahtera, berkualitas dan berdaya di atas nilainilai moral.
f. Dakwah dan Pembinaan Ummat Beragama
Menempatkan dakwah sebagai proses penyucian diri manusia selaku
hamba Allah.
g. Penegakkan Hukum dan Perlindungan HAM
Melakukan
terobosan
baru
dalam
memerangi
korupsi
dan
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
h. Pembangunan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Mengalokasikan anggaran negara yang memadai untuk mendukung
pelayanan kesehatan berkualitas sebagai wujud kesejahteraan social.
i.
Politik Nasional dan Politik Luar Negeri
Memastikan konsolidasi demokrasi dengan kehadiran pemimpin
nasional yang amanah dan bersih, serta dapat menegaskan kembali sikap
bebas dan aktif dalam mengupayakan perdamaian dunia dengan menggalang
41
solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam
merebut kemerdekaannya.
j.
Mensinergikan pengembangan IPTEK, industri, seni, budaya, dan
pariwisata sebagai faktor penentu karakter warga bangsa yang tangguh. 34
E. Strategi Meraih Simpati
Sudah barang tentu pada masa sekarang ini bagi partai politik ketika masa
kampanye tiba begitu banyak partai berlomba-lomba untuk meraih simpati dari
khalayak/publik.
Sebagaimana di ungkapkan oleh seorang sosiolog terkemuka Erving
Goffman. Menurut Goffman, kehidupan social itu dapat dibagi menjadi “ wilayah
depan” (front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan adalah
tempat atau peristiwa sosial yang memungkinkan individu menampilkan peran
formal atau bergaya, bak memainkan suatu peran di atas panggung sandiwara.
Sebaliknya wilayah
belakang
adalah tempat
atau peristiwa yang
memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan
ibarat “panggung depan” (front stage) yang di tonton khalayak, sedangkan
wilayah belakang ibarat “panggung belakang” (back stage) atau kamar rias
tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk
memainkan perannya di panggung depan.
34
DPP PK Sejahtera, Menyelamatkan bangsa: Platform Kebijakan Partai Keadilan
Sejahtera, (Jakarta: Al-I’tishom, 2004), h.58-63
42
Menggunakan pandangan Goffman, kebanyakan atribut, milik (busana,
mobil, tempat tinggal, rumah yang dihuni, perabotannya), dan perilaku manusia
digunakan untuk presentasi diri, termasuk cara berjalan dan berbicara, pekerjaan
dan cara menghabiskan waktu luang, untuk memberitahu orang lain siapa kita dan
mengendalikan pengaruh yang aakn ditimbulkan busana, penampilan, dan
kebiasaan kita terhadap orang lain supaya orang lain memandang kita sebagai
orang yang ingin kita tunjukkan.
Contoh-contoh pengelolaan itu kesan itu dapat kita temukan didalam
kehidupan sehari-hari. Pegawai bank misalnya, memakai dasi dan parfum agar ia
dan kantornya dipandang bonafid oleh (calon) nasabahnya, meskipun gaji
sebenarnya tidak seberapa.35
Dari pandangan Goffman di atas dapat disimpulkan bahwa strategi partai
politik di dalam meraih simpati publik haruslah terlihat sebagai partai yang
bonafit yang mencoba menyampaikan segala kelebihan yang dimiliki partai
tersebut. Sehingga partai politik tesebut menjadi partai pilihan rakyat. Entah
kelebihan partai politik tersebut apakah memiliki massa yang banyak dan solid,
para kader-kadernya yang loyal, serta tidak memiliki potret buram di dalam
menjalankan politiknya. Contoh kasus korupsi yang dilakukan oleh para anggota
partai.
35
Deddy Mulyana, Nuansa-nuansa
Komunikasi Meneropong Politik dan Budaya
Komunikasi Masyarakat Kontemporer,( Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999) h. 87-88
43
Selain pandangn Goffman di atas adapula sebuah pandangan yang patutu
dicermati oleh setiap partai politik di dalam berkampanye kepada publik agar
dapat meraih simpatinya. Pandangan ini di ungkapkan oleh J. Michael Sproule
pada tahun 1980:
” Ketika masyarakat tersesat mereka tidak lagi percaya dengan sumber
yang menipu mereka. Jika mayoritas sumber informasi masyarakat
berperilaku tanpa mengindahkan komunikasi yang jujur, maka semua
komunikasi akan melemah. Kepercayaan kepada sumber merupakan syarat
yang dibutuhkan untuk komunikasi verbal. Selama kepercayaan itu hilang,
maka bahasa itu sendiri menjadi runtuh tanpa keinginan untuk mempercayai
dari sisi si penerima, bahasa si sumber kehilangan integritasnya dan
masyarakat menjadi tepecah dan terasing.36
Misal ada dua buah partai A dan B. Dalam penyampaian visi dan misinya
kepada masyarakat partai A mencoba menyampaikan secara jujur tanpa dibarengi
dengan sebuah tindakan yang realistis. Bahkan tujuan partai A hanya untuk
memperoleh suara dari masyarakat saja. Sedangkan partai B pun mencoba
menceritakan visi dan misinya secara jujur serta dibarengi dengan tindakan yang
realistis seperti mengangkat isu pendidikan gratis, isu pemberantasan korupsi,
dan kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Maka dapat di
mungkinkan partai B akan mendapatkan sebuah simpati yang besar dari
masyarakat dibanding dengan partai A yang tujuannya hanya untuk menipu
masyarakat dengan cara untuk memperoleh suara yang banyak.
Maka dapatlah diambil kesimpulan dari dua teori di atas bahwa sebuah
partai politik kalau ingin berkampanye maka partai politik itu harus mengerahkan
36
Richard L. Johannesen, Etika Komunikas, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996) h.37
44
segala kemampuan yang ada serta menyampaikan segala kelebihan-kelebihannya
entah itu dari segi keloyalan kadernya atau pun dari segi banyaknya massa.selain
itu juga ada hal yang perlu di cermati oleh partai politik di dalam berkampanye
yaitu janganlah menjadi partai politik yang hanya mengobral janji-janji politik
karena akan timbullah sesuatu yang dinamakan dengan ”ketidak percayaan
publik”.
F. Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik
Sebelum memasuki pembahasan tentang struktur internal PKS ada
baiknya kita terlebih dahulu membahas tentang apa itu simpati publik?
Simpati di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ialah kata yang berarti
rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan (senang,
susah, dll)”.37
Simpati di dalam Kamus politik ialah “keikutsertaan merasakan perasaan
(senang, susah dan sebagainya) orang lain, rasa setuju, rasa suka”.38
Publik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “orang banyak
(umum); semua orang yang datang (menonton, mengunjungi, dan lain-lain)”.39
37
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai pustaka, 2005),cet. III h. 1067
38
Marbun S.H., Kamus Politik, h. 497
39
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.962
45
Publik di dalam Kamus Politik ialah “orang banyak atau umum, semua
orang yang datang menonton, mengunjungi atau mendengar pidato politik dalam
masa kampanye”.40
Sedangkan menurut Blumer “publik adalah kelompok/komunitas dalam
masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan sekaligus
sebagai audien dari media”. 41
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa simpati publik ialah
suatu kelompok atau komunitas serta orang banyak yang mengunjungi kegiatan
atau acara tertentu dikarenakan memiliki perasaan ikut serta (rasa setuju, rasa
suka) di dalam kegiatan atau acara tersebut.
Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik
Tidak hanya penampilan dari luar saja yang dijadikan PKS sebagai partai
yang berlabel Islami tetapi dari para pengurus atau kadernya pun tercermin
memiliki jiwa-jiwa yang Islami sehingga menjadikan partai ini benar-benar Islami
dan menjadi idaman bagi para pemilihnya.
Sebagaimana dilansir oleh media massa bahwa ciri utama dari partai ini
adalah mencoba menerapkan jiwa keIslaman yang kaffah. Diantaranya santun,
cendikia, muda, dan profesional. Ciri tersebut barangkali tidak terlalu meleset
5.7
40
Marbun S.H., Kamus Politik, h. 460
41
Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi massa (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), h.
46
untuk mengidentifikasi partai para aktivis dakwah kampus ini, setidaknya kalau
dilihat dari beberapa tokoh kunci PK (selanjutnya disebut PKS).
Secara keseluruhan, PKS adalah partai yang memiliki pengurus dan
anggota bergelar doctor dan master lebih banyak dibandingkan partai lain.
Dikalangan dewan pendirinya saja terdapat tidak kurang dari 8 (delapan) orang
yang bergelar doctor (S-3), yang rata-rata menamatkan studinya di Universitas
luar negeri, Timur Tengah, maupun Barat. Sementara di komposisi Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) pada periode pertama pascaa dideklarasikan, terddapat 11
(sebelas) orang doctor (S-3), dan kurang lebih 18 (delapan belas) orang bergelar
master (S-2), sisanya rata-rata sarjana (S-1) dari berbagai disiplin ilmu, baik
agama maupun umum.
Tidak hanya di jajaran pimpinan pusatnya saja, ditingkat pimpinan
wilayahpun komposisi pengurus PKS di dominasi oleh kalangan terpelajar. Yang
menjadikan partai tersebut mendapat julukan sebagai partai kaum intelektual.
Jenjang pendidikan yang tinggi dikalangan para pengurus dan aktivisnya
ini memang menjadi kekuatan PKS. Meski sesungguhnya kondisi tersebut adalah
hal yang wajar, mengingat basis mereka sejak semula memang di kampus dan
secara sadar membidik kelompok masyarakat yang ada di kampus(baca:
mahasiswa)- yang jumlahnya kurang lebih hanya 2% dari keseluruhan jumlah
masyarakat Indonesia- dalam kederisasi mereka sejak awal. Akan tetapi dalam
logika dan perilaku politik massa di Indonesia, komposisi pengurus yang di
47
dominasi oleh kalangan berpendidikan tinggi seperti ini, tidak lantas membantu
memberi andil yang signifikan dalam mengumpulkan suara di pemilihan umum.
Selain memiliki ciri berpendidikan tinggi tersebut, ciri berikutnya adalah
muda, santun, dan profesional muda. Dengan mengacu pada rata-rata berusia
dibawah 40 tahun. Beberapa diantaranya pada tingkat Pimpinan Pusat- bahkan
masih berusia kurang dari 30 tahun. Sementara kesantunan adalah refleksi dari
komitmen para pengurusnya terhadap moralitas (akhlaq) yang mereka tanamkan
sejak lama, dalam kelompok-kelompok pengajian (halaqoh) mereka. Sedangkan
profesional adalah produk dari pergumulan aktivitas mereka di tempat-tempat
lain-khususnya di kampus- sebelum mereka mendirikan partai politik.
Kesantunan dan profesionalisme kemudian menjadi bagian dari karakteristik
dasar PK-Sejahtera yang tidak bisa dipisahkan dari jati diri partai ini. 42
42
Damanik, Fenomena Partai Keadilan, h. 261-262
BAB III
STRATEGI PARTAI KEADILAN DALAM PEMILU 1999
Strategi secara bahasa adalah 1. cetak biru, desain, planing, program, rencana,
skema; 2. garis haluan, kebijakan, khittah, pendekatan, politik, prosedur.1
Sedangkan di dalam Kamus Kata-kata Serapan Asing berarti: 1. Ilmu siasat
perang; 2. siasat, akal, tipu muslihat yang digunakan untuk mencapai suatu maksud.2
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi adalah 1. siasat
perang; 2. ilmu siasat perang; 3. tempat yang baik menurut siasat perang; 4.rencana
yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.3
Sedangkan menurut istilah strategi adalah perencanaan (planing) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai
suatu tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya
menunjukkan arah saja, tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.4
1
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006) h. 613
2
J.S Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia,(Jakarta: Kompas,
2003) h. 333
3
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Depdikbud, 1988) h. 859
4
Onong Uchjana Efendy, Dinamika Komunikasi,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992) h.29
48
49
A. Persiapan Menjelang Pemilu 1999
Kehadiran PK (sekarang menjadi PKS) dalam kancah politik di Indonesia
adalah sebuah fenomena yang mencengangkan. Kehadirannya disebut-sebut
seperti banyak yang tahu latar belakang dan tokoh-tokoh partai yang didirikan
oleh anak-anak muda ini. Republika menggambarkan tidak ada penelitian siapa
anggota atau pengurus PK Tetapi diperkirakan para aktivis muda inilah yang kini
hampir mendominasi semua cabang PK. Nyatanya logo dan atribut partai itu
ditempel di mobil-mobil hingga pintu rumah mereka.
Dukungan terhadap partai ini, sebagaimana diuraikan di atas adalah dari
kalangan muda aktivis Islam kampus. Akan tetapi tidak dari itu saja, PK juga
mengumpulkan
dukungan
dari
basis
massanya
yang
ada
di
tubuh
Muhammadiyah, NU, PERSIS, pesantren-pesantren, kalangan profesional, dan
sebagainya. Yang lebih penting lagi PK telah melakukan konsolidasi dengan
semua kader-kadernya yang berada di berbagai lapisan masyarakat dan berasal
dari latar belakang yang berbeda-beda.
Pada saat pendiriannya, PK mengklaim telah menjaring kader di 21
perwakilan di 21 Provinsi dan 200 cabang ditingkat II. PK juga mengklaim punya
kader aktif yang dapat diandalkan secara riil mencapai 200 ribu orang dalam
tempo beberapa bulan sudah terbentuk 25 dewan pengurus wilayah (DPW)
ditingkat Provinsi selanjutnya di tingkat II sudah berdiri 200 DPD (Dewan
Pimpinan Daerah), dan 400 DPC (Dewan Pimpinan Cabang) di tingkat
50
kecamatan. Khusus DKI Jakarta di setiap kecamatan yang ada sudah ada
pengurusnya.
Dengan jaringan semacam itu sebelum Pemilu, PK menargetkan 10 persen
suara di dalam Pemilu 1999 dengan asumsi bahwa sebagai partai kader, jika PK
berhasil merekrut 200 ribu kader, lalu dengan sistem pengajian sel sebagaimana
yang pernah merreka kembangkan di Kampus-kampus setiap kader berhasil
mengajak 10-20 orang berarti ada jutaan suara telah diraih. Dalam kondisi
demikian, PK justru kurang mengandalkan kampanye untuk mendulang suara.
Dalam menghadapi masa kampanye pemilihan umum 1999. PK telah
menyiapkan beberapa strategi di antaranya:
1. Pembekalan dan pelatihan juru kampanye agar bisa menerjemahkan visi dan
program secara jelas. Pelatihan tersebut diadakan di tingkat pusat maupun
daerah.
2. Selain melalui kaderisasi seperti pembinaan keagamaan dalam pengajian
(Usroh5 atau Tarbiyah) sejak jauh-jauh hari PK juga membidik secara khusus
kaum muda terpelajar, PK membuat strategi khusus dengan mendekatkan diri
kepada- khususnya- kalangan terpelajar dan mahasiswa. Dalam konteks ini
PK misalnya mengadakan try out UMPTN untuk pelajar SLTA.
5
Usrah dalam pandangan Ikhwan al-Muslimun, Mesir yang artinya “perisai perlindungan
yang kokoh bagi setiap anggotanya”. Ia juga bisa di artikan sebagai “keluarga dan kerabat”. Usrah juga
bisa di artikan sebagai ‘kumpulan orang-orang yang terikat oleh kepentingan yang sama” yakni
bekerja, men-tarbiyah (mendidik) dan mempersiapkan untuk Islam.
51
3. PK juga membuka dan mengaktifkan cabang di luar negeri. Perwakilan PK di
luar negeri itu umumnya adalah mahasiswa Indonesia yang mendapatkan
beasiswa belajar di luar negeri. Jaringan tersebut dibangun dari mahasiswamahasiswa di Indonesia berprestasi yang dikirim belajar ke luar negeri. 6
B. Sosialisasi Partai Pada Publik
Partai Keadilan (PK) merupakan partai yang baru saja dideklarasikan pada
Pemilu 1999, PK tercatat sebagai partai yang diperbolehkan turut serta dalam
pemilu, keikut sertaan PK dalam proses demokratisasi ternyata menyumbangkan
sebuah kultur baru dalam hal berkampanye, namun dengan semangat juang para
kadernya dalam pemilu 1999 PK meraih suara yang cukup signifikan dibanding
dengan partai-partai baru lainnya. Ada banyak cara yang dilakukan partai ini
untuk mengampanyekannya kepada publik di antaranya dengan cara mencitrakan
PK ini sebagai partai yang massif, tertib, dan aman. Untuk mencapai citra tersebut
PK membuat fatwa7 yang dituangkan dalam bentuk kebijakan partai. Oleh karena
itu kebijakan ini lebih dikenal sebagai etika kampanye, yaitu :
1. Ikhlas dan membebaskan diri dari motivasi rendah.
2. Menampilkan partai dan menyampaikan program-programnya dengan cara
yang sebaik-baiknya (ihsan)
6
Ali Said Damanik, Fenomena PartaiKeadilan Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di
Indonesia,(Jakarta: Teraju, 2003) h. 265-266
7
Karena kebijakan ini dibuat oleh dewan Syari’ah yang mengandung arti, kebijakan ini bukan
kebijakan politik praktis semata, akan tetapi mempunyai bobot setaraf dengan fatwa.
52
3. Tidak memaksa
4. Tidak jatuh pada dusta/ bohong
5. Tidak mengucapkan janji secara berlebihan
6. Tidak jatuh pada Ghibah, caci maki dan cemooh
7. Tetap menjaga Ukhuwah Islamiyah
8. Tidak memuji-muji diri sendiri
9. Memberi kemaslahatan bagi bangsa
10. Dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu pihak lain
11. Selalu ingat akan kewajiban utama, dan
12. Memberi keteladanan yang baik (uswah hasanah).8
Massif, dalam artian Parai Keadilan yang didukung masyarakat terdidik
perkotaan ketika musim kampanye khususnya di kota-kota besar jumlah peserta
kampanye tidak dalam jumlah ratusan, ribuan tapi puluhan ribu khususnya di
Jakarta. Yang menarik untuk dicermati adalah peserta kampanye ini bukan
Floating mass atau massa yang hanya ikut-ikutan, tetapi massa yang konkret.
Tertib, sebagai masyarakat terpelajar para pendukung PK dalam aksi
kampanye sangat terlihat dengan jelas yaitu sangat tertib. Kumpulan massa partai
keadilan dalam sebuah kampanye selalu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
perempuan dan laki-laki. Terkadang barisan depan kalangan pria dan barisan
belakang kaum wanita atau sebelah kiri kalangan laki-laki dan sebelah kanannya
8
Sikap Kami, Kumpulan Seruan, Pernyataan Politik, Bayanat dan Pidato Politik dewan
Pimpinan Pusat Partai Keadilan, ( Penerbit Humas DPP PK, Jakarta, 2001) hal. 52
53
kalangan wanita di antara keduanya jarang terjadi percampuran (ikhtilath).
Kendaraan yang dipakai pun sangat tertib misalnya kendaraan umum yang
dipakai pun tidak sampai memenuhi kapasitas angkutan umum tersebut apalagi
sampai naik di atas bus tersebut, tapi cukup memenuhi bagian dalam saja.
Demikian juga dengan kendaraan bermotor, tidak menimbulkan suara bising yang
memekakan telinga, karena knalpotnya dicopot.
Aman, kondisi aman yang tercipta saat kampanye para pendukung partai
keadilan merupakan konsekuensi dari ketertiban yang dikelola. Sepanjang
kampanye PK tidak ada jatuh korban kecelakaan dalam berkendaraan atau akibat
bentrokan dengan pihak lain. Jaminan amannya kampanye PK dapat dilihat dari
peserta yang dihadiri anak-anak, bahkan balita dalam kampanye tersebut. 9
C. Kampus Sebagai Basis Kekuatan Politik
Pertumbuhan aktivitas dakwah kampus sepanjang tahun 1990-an ini
digambarkan oleh salah seorang aktivisnya di UGM (Universitas Gajah Mada)
luar biasa. Keberhasilan yang diraihnya tidak pernah dibayangkan sebelumnya,
bahkan oleh orang-orang yang pertama merintisnya. Tumbuhnya kultur-kultur keislaman di kampus-kampus adalah salah satu buah yang saat sekarang marak
dimana-mana. Misalnya dalam pemakaian busana muslimah (jilbab), hal serupa
pun terjadi di universitas. Seperti diungkapkan salah seorang aktivis SALAM UI
9
Aay Muhammad Furqon., Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum
Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2004) h.161-163
54
(Nuansa Islam Kampus Universitas Indonesia)- institusi formal ditingkat
universitas yang menjadi payung lembaga-lembaga dakwah kampus se- UI.10
Meski awalnya tumbuh secara cultural lama kelamaan aktivis dakwah ini
mulai memperlihatkan pengaruhnya yang lebih luas. Dengan ukuran-ukuran
simbolik, eskalasi pertumbuhannya terjadi secara cepat. Secara statistik menurut
salah seorang aktivis dakwah kampus di UI pada penghujung tahun 90-an, ada
10% dari 2000-an mahasiswa UI yang terlibat aktif dalam dakwah, baik secara
struktural maupun pendekatan pribadi. Itu artinya sudah ada 2000 orang
mahasiswa yang “terlibat” dalam aktivitas dakwah kampus.2000 orang ini yang
dikategorikan sebagai “aktivis”.11
Demikian pula yang terjadi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sudah
menjadi hal yang biasa, kalau dalam setiap pemilihan ketua-ketua resmi lembaga
kemahasiswaan di sana selalu dimenangkan oleh para aktivis dakwah kampus.
Apalagi, dalam kasus IPB, pengaruh dakwah kampus itu sudah terlembagakan
dalam institusi mentoring keagamaan yang masuk dalam kurikulum pelajaran
agama Islam yang berbobot 2 SKS. Fenomena serupa terjadi hampir di seluruh
kampus perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Saat ini bisa dikatakan,
tidak ada kekuatan politik mahasiswa yang lebih besar dari apa yang dimiliki oleh
jaringan aktivis dakwah kampus. Kekuatan tersebut disadari dengan baik oleh
penggiatnya. Dan dengan kesadaran itu, lalu dibuatlah jaringan yang tertata rapi
10
Damanik, Fenomena partai Keadilan Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah: h. 178
11
Ibid., h. 179
55
di kemudian hari, yang membuat kekuatan politik mereka semakin menonjol,
khususnya dalam momentum gerakan Reformasi 1998 lalu, melalui apa yang
kemudian dikenal sebagai KAMMI.12
Kelahiran KAMMI ini pada awalnya dibidani dari Forum Silaturrhmi
Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) se-Indonesia ke-10, yang diadakan di
Universitas Muhammadiyah Malang, pada tanggal 25-29 Maret 1998. Acara
tahunan para aktivis dakwah kampus seluruh Indonesia itu dihadiri oleh kurang
lebih 64 perwakilan kampus di seluruh Indonesia dengan 200 orang peserta.
Mereka datang dari berbagai kampus di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Forum Silaturrahmi Lembaga dakwah Kampus (FS-LDK) itu sendiri
adalah kegiatan rutin tahunan yang kerap diselenggarakan sebagai ajang
silaturrahmi diantara berbagai komponen lembaga dakwah kampus di seluruh
Indonesia. Akan tetapi ajang silaturrahmi pada FS-LDK X di Malang itu menjadi
lain, karena beberapa alasan. Pertama, keprihatinan mendalam terhadap krisis
nasional yang melanda Indonesia dan didorong oleh tanggung jawab moral
terhadap penderitaan rakyat, serta I’tikad baik untuk berperan aktif dalam proses
perubahan kearah yang lebih baik. Kedua lahirnya kesepakatan dalam sidangsidang pada FS-LDK itu untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi antar
kampus, khususnya LDK, guna membangun kekuatan yang dapat berfungsi
sebagai peace power untuk melakukan tekanan moral terhadap pemerintah.
Kemudian pada rapat pleno FS-LDK X nasional juga disepakati terbentuknya
12
Ibid., h. 182
56
wadah yang dapat mengkoordinasikan dan menyatukan berbagai LDK dan wadah
tersebut harus berdiri dan tidak berada dalam FS-LDK. Lembaga tersebut
dibutuhkan sebagai wadah yang mengkonsentrasikan pada agenda politik.
Akhirnya setelah melewati sejumlah tahapan seperti pembentukan tim
formateur yang terdiri dari 8 (delapan) orang ketua LDK disepakatilah sebuah
piagam deklarasi pembentukan KAMMI dan memilih Fahri Hamzah (mahasiswa
pasca sarjana UI), dan Haryo Setyoko (mantan Ketua Senat Mahasiswa UGM)
sebagai Ketua dan Sekretaris organisasi baru itu.13
KAMMI dilahirkan dari kesadaran terhadap krisis yang menerpa bangsa
Indonesia saat itu. Dalam pandangan umumnya, KAMMI menyoroti berbagai
krisis yang menimpa rakyat Indonesia itu. Menurut KAMMI berbagai krisis
tersebut- terutama krisis ekonomi- tidak bisa dilepaskan dari kondisi sistem
politik yang distorsif. Format politik Orde Baru ketika itu, telah menumbuh
suburkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Karena itu bentuk penyelesaian terhadap
berbagai krisis tersebut harus menjangkau keseluruhan segi kehidupan berbangsa
dan bernegara, tidak semata reformasi ekonomi dan politik, tetapi juga reformasi
hukum dan perundang-undangan, reformasi sosial dan kebudayaan.
Dalam kapasitasnya sebagai lembaga aksi mahasiswa yang dibangun
dengan kessadaran nilai dan moral (Islam), maka KAMMI tidak lupa
menyelipkan world view (pandangan dunia) yang selama ini dianutnya dalam
memandang persoalan bangsa ini adalah “Krisis Moralitas”. Dalam pandangan
13
Ibid., h. 183
57
KAMMI ketika moralitas ini dipinggirkan maka yang terjadi adalah peringatan
Tuhan, berupa krisis multi dimensional ini. Seraya mengutip Al-Quran, surat AlAn’am (6): 44, KAMMI menggambarkan:
“ Maka ketika masyarakat itu melupakan ajaran dan peringatan Allah,
maka kami bukakan pintu-pintu kekayaan dan kemewahan hidup kepadanya
hingga tatkala mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepadanya,
sekonyong-konyong kami timpakan kepada mereka bencana yang sangat
dahsyat sampai mereka terpana dan tidak tahu harus berbuat apa”.
Kelahiran KAMMI ini memang tidak bisa dilepaskan dari situasi dan
kondisi eksternal yang terjadi. Dapat dikatakan, kelahirannya dalam rangka
merespon kondisi kehidupan sosial politik yang saat itu tengah bergejolak
berbagai krisis ekonomi dan politik yang melilit bangsa Indonesia sejak 1997
memicu gelombang protes massa dari berbagai kalangan. Karena itu tidak
berlebihan kalau ada tuduhan, kelahiran KAMMI menjadi kekuatan yang sangat
di prioritaskan untuk menyalurkan aspirasi politik para aktivis dakwah kampus.
Terlebih lagi ketika ketika ada pertemuan antara KAMMI dengan Amien Rais,
yang menyebabkan terjadinya banyak aksi yang digelar oleh mahasiswa termasuk
KAMMI sendiri. Dalam pandangan KAMMI, aksi mahasiswa perlu melibatkan
kalangan intelektual, agar dapat memberikan legitimasi yang lebih kuat terhadap
tuntutan reformasi mahasiswa. Saat itu KAMMI melihat sosok Amien Rais,
dengan legitimasi moral dan intelektual serta keberaniannya selama ini paling
layak untuk dilibatkan dalam aksi-aksi mahasiswa. Dan rupanya ada kecocokan
antara platform perjuangan KAMMI dengan apa yang sedang diperjuangkan oleh
Amien Rais, yang saat itu merupakan lokomotif gerakan Reformasi. Amien Rais
58
pun bersedia berjalan bersama KAMMI dalam memperjuangkan reformasi.14
Kebersamaan Amien Rais dengan KAMMI tidak berhenti sampai gerakan
Reformasi itu saja. Di dalam perkembangan berikutnya, setelah Era Multi Partai,
keduanya berpisah “ sementara” dalam dua partai berbeda. Amien Rais dengan
gerbong Muhammadiyahnya mendirikan PAN, sedangkan KAMMI memiliki
afiliasi politik dengan Partai Keadilan (PK). Namun, dalam setting yang berbeda,
keduanya bertemu kembali dalam sebuah koalisi politik di parlemen, dalam
sebuah Fraksi di DPR yang bernama Fraksi Reformasi. 15
Adapun mengenai hubungan KAMMI dengan PK secara Struktural
organisasional memang tidak mempunyai hubungan apapun. Namun secara
kultural KAMMI mempunyai hubungan emosional yang sangat kuat dengan PK.
Mengenai hubungan emosional PK ini dengan KAMMI memang tidak bisa
dihindari. Ada dua alasan yang menyebabkan hubungan cultural ini sangat kuat.
Pertama, faktor sejarah (Historical Background) jauh sebelum KAMMI maupun
Partai Keadilan ada hubungan dua komponen ini sudah sangat kuat, karena
keduanya bergerak di masjid kampus, hingga hubungan senior dan junior terjalin.
Kedua, faktor rujukan (maraji’) dalam pengajian di masjid kampus selama hampir
dua dekade keduanya menggunakan litertur yang sama yaitu buku-buku yang
ditulis para tokoh Al-Ikhwan Al-Muslimin.
14
Ibid., h. 195
15
Ibid., h. 196
59
Kuatnya hubungan cultural antara KAMMI dan PK lebih terlihat lagi
ketika mantan ketua umum KAMMI Fahri Hamzah menjadi salah seorrang
deklarator PK. Demikian juga halnya dengan Haryo Setyoko yang kini menjadi
Sekretaris Jenderal PKS.16
D. Berpolitik Dengan Akhlak Al-Karimah
Kata akhlak secara etimologi diambil dari bahasa Arab yang artinya
tabi’at, kebiasaan, perangai, bahkan agama.17 Kata ini tidak ditemukan di dalam
al-Qur’an. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal dari kata tersebut yaitu
khuluq, yang tercermin dalam Al-Qur’an Surat Al-Qalam Ayat 4:
(4:/‫وَإَِ َََ ٍُُ ٍَِْ )ا‬
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang
agung”. (Q.S. Al-Qalam/68:4)
Sedangkan pengertian akhlak secara istilah banyak dikemukakan oleh para
pakar diantaranya:
Ibnu Maskawih, menurutnya akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam
jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan. Ibrahim Anis, menurutnya bahwa akhlak adalah kebiasaan
kehendak, itu dibiasakan terhadap sesuatu perbuatan maka disebut akhlak.18
16
Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera, h.147-148
17
K.H. A.Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997) cet.14
18
Ahmad Amin, Ilmu akhlak.(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), cet.6, h.62
60
Sedangkan menurut Al-Ghazali, akhlak adalah:
‫)ل‬#.‫) ا‬/! ‫ر‬01- $‫" ا! را‬# $%‫ق *)رة ' ه‬,‫ا‬
$‫ ورؤی‬56# ‫ ا‬$7)8 59 ': 5;‫ وی‬$,/;‫ﺏ‬
“ Sifat yang tertanam di dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.19Misalnya sifat-sifat jujur, benar, pemurah, berkorban, dan
adil, yang menimbulkan tindakan dari perbuatan yang baik; atau sebaliknya
sifat-sifat curang atau khianat, bohong, bakhil, egoistis, dan zalim, yang
menimbulkan tindakan atau perbuatan yang jahat”.20
Tidak hanya definisi tentang akhlak saja yang diberikan oleh Imam Al
Ghazali di dalam kitabnya. Akan tetapi ia pun memberikan sebuah teori kepada
para politik Islam agar memiliki moral atau berakhlak dengan baik. Yaitu moral
politik yang diajarkan di dalam agama Islam itu sendiri. Moral itu bukanlah
sesuatu yang berada di luar dirinya manusia, bahkan sudah tertanam di dalam
jiwanya, yang di dalam Islam disebutkan ”fitrah”. 21
Berkaitan dengan masalah moral politik atau politik berakhlakul karimah
PK yang memiliki slogan berbunyi “peduli dan bersih” maka politik yang
dijalankan PK adalah politik moralitas yang berlandaskan syari’at Islam dalam
artian politik ber-akhlak al-karimah. Oleh karena itu PK mencoba merealisasikan
tradisi ber-akhlak al-karimah sebagaimana yang tertera di dalam karakteristik PK
yang tujuh:
19
Muhammad Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Al-Din, jilid III, (Beirut: Dar-Al-Fikr,1980) h. 56
20
Muhammad Ahmad Jad Maula Bey, Al-Khuluq al Kamil, ( Mesir. Mathba’ah Hijazi, 1932),
Juz II, h.22
21
Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Ghazali, (Jakarta,
Bulan Bintang, 1975), h.183
61
1. Moralis
Karena manusia adalah mahluk Allah yang dikirim ke bumi untuk
menjadi khalifah-Nya (2:30), maka ia menjadi satu-satunya mahluk
pengemban ”amanah peradaban”. Ia adalah mahluk satu-satunya yang
memikul tugas memakmurkan bumi. Dan untuk memakmurkan bumi tersebut
tidaklah bisa dilakukan dengan diiringi oleh sifat tercela seperti arogansi,
sombong, ceroboh, dan egois.
Dalam artian PK berupaya menjadikan komitmen moral sebagai ciri
seluruh perilaku individu dan politiknya. Partai berusaha menampilkan sisi
moralitas yang bersumber dari nilai-nilai Islam ini sebagai basis serta
keteladanan. Pertimbangan moral akan selalu menjadi tonggak dalam program
dan aktivitas yang digulirkan. Oleh karena itu komitmen moral dipandang
sebagai sesuatu yang amat penting pada perjalanan sebuah bangsa atau umat.
Sebab keunggulan intelektualitas dan materi terbukti tidak memiliki manfaat
sama sekali jika sisi moral ini diabaikan. Seperti contoh krisis besar yang
terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia, antara lain bersumber dari
masalah tak terkendalinya akhlak manusia pemangku kepemimpinan bangsa
dan bahkan rakyat bangsa itu sendiri. 22
2. Profesional
Itqan (berkualitas tinggi) dan Ihsan (baik) merupakan ciri alamiah
seluruh ciptaan Allah. Kerja-kerja yang itqan dan ihsan akan melahirkan
22
DPP PK, Jati Diri Partai Keadilan, (Jakarta: PT Dian Fanny Tama, tanpa tahun) h. 40
62
profesionalitas yang dilandasi skill dan kecenderungannya. Namun aspek
moral harus selalu menjadi pijakan profesionalitas agar perilaku dan aktivitas
yang dikembangkan tidak mengalami deviasi (penyimpangan) dari tujuan
yang hendak dicapai. Sebab, diatas landasan moral, profesionalitas akan
berkembang secara positif dan mempunyai nilai tambah yang tinggi.
Menurut PK, profesionalitas itu terbagi dua: Pertama, profesionalitas
partai yaitu bercirikan kepada penguasaan secara detail masalah yang akan
mengantarkan pada kebijakan-kebijakan partai yang tepat dan bertanggung
jawab atas berbagai masalah yang dihadapi baik dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, dan budaya Kedua, Profesionalitas individu yaitu pembentukan
pribadi dengan memperhatikan intelektualitas, sikap kritis dan sensitivitas
yang lebih dalam aktivitas partai. 23
3. Patriotik
Kehidupan berpartai adalah perjuangan. Sedangkan partai merupakan
salah satu sarana dakwah Islam yang bertujuan menegakkan nilai-nilai Islam
di bumi. Bagi para kader partai berjuang di jaaln Allah adalah sebuah
kewajiban yang harus dijalani demi tegaknya wibawa ummat dan
kemanusiaan umumnya. Balasan yang dinanti-nantikan hanyalah luasnya
surga Firdaus. Adapun hasil yang dipetik di dunia ini hanyalah merupakan
buah perjuangan yang harus senantiasa disyukuri. Diatas landasan inilah
23
Ibid., h. 41
63
semangat dikobarkan dalam upaya meraih cita-cita masa depan, semangat
yang selalu muda, tak pernah menjadi renta lebih-lebih mati. 24
4. Moderat
“Manusia diciptakaan Allah dalam keadaan adil dan seimbang.
Dilengkapi
dengan
potensi
diri
yang
sempurna”
(82:6-8;95:
4)
“ditundukkannya potensi alam sebagai pasilitas baginya” (31:20), dan
“diberinya agama kebenaran serta kemerdekaaan untuk memilih dengan
penuh tanggung jawab” (6:164). Karena seluruh ciptaan Allah memiliki
keseimbangan dan keadilan, maka sifat pertengahan telah menjadi sifat
alamiah.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi berbagai persoalan penting PK
akan tetap menonjolkan sikap adil dan imbang. Ia akan tetap berada dalam
posisi pertengahan dan selalu menyeru kepada kemudahan selama tidak
bertentangan dengan nilai kebenaran Islam itu sendiri. Sebab Islam dalam
seluruh dimensinya mempunyai karakter ” pertengahan”.
Menurut Dr. Yusuf Qordlowi, moderat (al-Wastiyah) berarti
keseimbangan (at-Tawazun). Karakteristik moderat yang ditampilkan oleh PK
inilah yang dijadikan PK berbeda dengan partai lain. PK yakin, pandangan
dan sikap pertengahan dapat menghindarkan munculnya sikap ekstrimitas dan
melahirkan sejumlah kemudahan serta mendatangkan keberpihakan terhadap
dakwah. Sikap kemoderatan PK ditunjukkan pada saat menentukan untuk
24
Ibid.,h. 42
64
berkoalisi dengan PAN, dan juga saat memperjuangkan “ Piagam Jakarta”
sedangkan partai Islam lain seperti : PPP, PBB, Masyumi, mereka
memperjuangkan ide amandemen UUD 1945.25
5. Demokrat
Maksudnya adalah menerima nilai-nilai universal demokrasi yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan al-Sunnah. sebagai bentuk pengakuan kepada
manusia dalam tanggung jawabnya sebagai khalifatullah.
6. Reformis
Dalam hal ini PK akan menempatkan posisinya sebagai reformis serta
berusaha konsisten menjauhi segala bentuk karakter dan sifat-sifat yang
menimbulkan kerusakan.
Dalam kaitan reformasi ini PK, seperti dinyatakan Al-Mawardi
(Adabu al-Dunya wa al-Dien), menekankan dua hal penting. Pertama, yang
berkaitan dengan sistem yang mengatur urusan umum. Kedua, yang berkaitan
dengan sesuatu yang dapat mewujudkan keshalihan setiap warga.26
7. Independen
PK menyatakan dirinya sebagai partai dakwah akan tetap berada pada
posisi
kemerdekaan
(independensi)
dalam
artian
yang
sebenarnya.
Karakteristik-karakteristik yang dimiliki PK merupakan gambaran dari
25
Ibid., h. 43
26
Ibid., h. 44
65
ketidaksamaan PK dengan Partai politik Islam yang lain yang ada di
Indonesia.27
Prinsip akhlak al-karimah ini pun yang pada akhirnya tertanam di dalam
diri para kader PK, sebagaimana yang terdapat pada beberapa kasus tersebut
diantaranya:
Palembang-- kejaksaan tinggi (kejati) sumatera selatan (Sumsel)
memastikan ada tersangka dalam dalam kasus bagi-bagi dana di DPRD Sumsel
sebesar Rp 7,5 miliar. Namun untuk melakukan penyidikan terhadap 75 anggota
dewan, kejaksaan masih menuggu izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Kasus bagi-bagi uang sebesar Rp 7,5 miliyar ini terungkap setelah seorang
anggota dewan dari PKS, Yuzwar Hidayatullah, menolak pembagian uang
“siluman” tersebut. Akhirnya kasus ini menjadi sorotan masyarakat termasuk
mahasiswa yang kemudian melakukan unjuk rasa.28
--Bandung—DPRD Jawa Barat (Jabar) seperti tidak jera membuat sensasi.
Setelah dihajar habis-habisan karena telah membagi-bagi dana kavling, kini
lembaga perwakilan rakyat itu mengalokasikan sejumlah dana “siluman”. Besaran
dana yang simpang siur peruntukannya itu mencapai Rp 11,57 miliar.
Alokasi dana “siluman” di Dewan itu dikuak dan dipermasalahkan oleh
dua anggota PK, Reza Nasrullah dan Yudi Widiana Adia. Dalam sidang paripurna
27
Ibid., h. 45
28
Dikutip dari, Media Indonesia, 8 Mei 2003
66
pengesahan APBD 2003, Reza menyatakan, partainya tidak menyetujui alokasi
dana di dua kode rekening biaya operasional Dewan.29
Itulah dua contoh dari sekelumit kasus-kasus yang ada, hal itu
menggambarkan bahwa para kader-kader PK-Sejahtera ini secara konsisten
berpolitik dengan akhlak al-karimah.
Dan dapat disimpulkan pula bahwa partai politik yang memiliki moral dan
berakhlak al karimah adalah partai politik yang tidak menjadikan politik sebagai
tujuan kehidupan Duniawi saja akan tetapi politik bisa saja dijadikan tujuan untuk
mencapai kehidupan Ukhrawi.
29
dikutip dari, Republika, 25 Februari 2003
BAB IV
STRATEGI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DALAM PEMILU 2004
A. Persiapan Menjelang Pemilu 2004
Menjelang pemilu 2004, sebagai “partai dakwah” PKS mencoba
melakukan berbagai persiapan untuk menyambut pesta demokrasi yang kurang
lebih diikuti oleh 24 partai politik peserta Pemilu. Sebagai partai dakwah kita tak
akan pernah berhenti bekerja dan berdakwah. Tapi sebagai partai politik kita
terikat dengan jadwal pesta pemilu. Dalam rangka ini, kita akan menghadapi
kepadatan kerja yang luar biasa selama 50 hari (Maret hingga 30 April 2004).
Dalam rentang waktu itu, kita akan menghadapi sejumlah agenda penting.
Pertama, masa kampanye resmi seluruh partai se-Indonesia (11/3-1/4). Kedua,
pencoblosan pemilu oleh +152 juta pemilih di 400 ribu TPS (5/4). Ketiga,
penghitungan suara se-nasional (6/4-28/4). Dan keempat, penetapan hasil pemilu
nasional (29/4-30/4). Maka hasil kerja keras 400 ribu kader se-nasional untuk
meyakinkan ummat dan bangsa terhadap partai dakwah ini selama 5 tahun
terakhir akan kita lihat hasilnya pada 30 April nanti.1
Dalam masa kampanye ini PKS mencoba mengikuti semua prosedur yang
diterapkan KPU yang tertera melalui keputusan KPU No. 701/2003): menyatakan
bahwa, parpol diharuskan terlebih dahulu untuk membentuk dan mendaftarkan
1
Al Muzzamil Yusuf, Manajemen Kampanye Nasional, di kutip dari SAKSI No.8 ; (Tahun
VI, 18 Februari, 2004), h. 60
67
68
Tim Penyelenggara Kampanye (TPK) diberbagai level (Pusat, Provinsi,
Kab/Kota), dan juru kampanyenya dari kalangan caleg (DPR Pusat, Provinsi,
Kab/Kota) maupun non caleg. Lalu TPK tersebut yang akan berkoordinasi dengan
pihak Polri untuk memanfaatkan jatah waktu kampanyenya dan sekaligus
mempertanggung jawabkan akan kelancaran keamanan dan ketertiban jalannya
kampanye.
Bentuk-bentuk kampanye yang bisa dilakukan adalah seperti (a)
pemasangan atribut partai yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Yang tidak diizinkan pemasangan atribut partai antara lain pada tempat ibadah,
rumah sakit, pelayanan kesehatan, gedung pemerintah dan lembaga pendidikan.
(b) kampanye dengan melakukan pertemuan di tempat tertutup dan terbuka. (c)
kampanye juga bisa menggunakan sarana media cetak dan elektronik. (d)
berbagai kegiatan lainnya yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Untuk kampanye di media massa, dilakukan dengan bentuk promosi,
seperti iklan talkshow, wawancara, diskusi, penulisan kolom, dan berbagai bentuk
promosi yang dikenal di media massa. Etika berpromosi juga diatur di dalam
pasal 17: yakni, (a) tidak menyerang, menghina, melecehkan partai politik peserta
pemilu atau calon anggota DPD yang lain. (b) tidak boleh menggunakan efekefek bunyi/ gambar yang dapat menimbulkan ketakutan, kegelisahan, atau
menyesatkan. (c) tidak mengunakan bahasa atau kalimat yang tidak sopan, tidak
senonoh, cabul atau yang oleh masyarakat setempat dianggap tidak pantas
ditampilkan kepada publik. (d) tidak memuat materi yang menghina SARA antara
69
partai/ caleg partai dengan calon DPD dilarang saling memberikan kampanye
dukungan satu sama lainnya. (pasal 40).2
Kemudian dalam masa kampanye itu pula lah PKS mencoba mencari tahu
dan mengukur sampai sejauh manakah efektifitas dampak dari kampanye yang di
lakukan oleh PKS yaitu: dengan mengadakan
1. Diskusi ilmiah yang ditujukan untuk meyakinkan kalangan terdidik, tetapi
tidak untuk massa akar rumput. Serta untuk kepentingan inilah DPP telah
menyiapkan Platform PK-Sejahtera dalam berbagai isu besar nasional dan
juga otonomi daerah.
2. Dengan mengadakan tablig akbar yang pada umumnya dilakukan di lapangan
terbuka. Dan ini bagus untuk mengukuhkan semangat para pengurus kader
dan simpatisan yang ikut serta tapi hampir bisa dipastikan tidak akan dihadiri
oleh orang luar. Kalaupun orang luar ikut, mereka bisa merupakan bagian dari
masyarakat yang senang pada “hura-hura”.
3. Dengan melakukan konvoi dijalan raya. Ini penting untuk menunjukkan
keberadaan partai. Jika massa terlihat besar dan tampil simpatik. Maka
mereka akan menghargainya sebagai salah satu partai yang besar, dan
mungkin akan mereka pertimbangkan untuk mereka pilih.
4. Dengan melalui liputan media. Besar kecilnya, dan positif negatifnya
penilaian media cetak dan elektronik terhadap berbagai jenis kampanye PKS
2
Ibid., h. 60
70
ini juga terhadap pemasangan iklan di media, dapat pula mempengaruhi
pilihan publik.
5. Dengan memakai atribut partai (bendera, spanduk, kaos, stiker, dan brosur)
dengan pesan yang jelas, yakni nama partai disertakan nomor urut partai. Plus
tokoh centralnya, serta dua kata kunci slogannya. Hal-hal tersebut akan
membantu pemilih untuk mengingatnya dikotak suara. Terutama nama partai
dan nomor urut.
6. Dengan melakukan Direct Selling (DS). Kegiatan ini efektif menyerbu
kebasis-basis eksternal yang belum memilih PKS. Selain itu juga sangat
fleksibel dilakukan kapanpun dan dimana pun, baik saat dapat jatah kampanye
resmi, maupun di luar hari kampanye resmi.
DS di masa kampanye harus menyampaikan minimal 3 kelebihan PKSejahtera: (a) inilah partai yang bersih, terbukti alegnya diberbagai daerah diakui
sebagai aleg yang jujur. Mereka telah menyelamatkan dana pemerintah sebesar
739 miliyar. (b) inilah partai yang peduli, yang kadernya aktif turun di berbagai
daerah bencana. (c) partai ini kemudian menjadi pemenang polling di SCTV baik
partainya maupun presiden partainya.3
B. Kesolidan Internal Partai Sebagai Kekuatan Politik
Dalam hal ini sebagai partai dakwah yang menggunakan strategi
kaderisasi, PK-Sejahtera mencoba melakukan suatu program agar kesolidan di
3
Ibid., h. 61
71
kalangan internal ini tetap eksis. Sebagaimana tertera pada kebijakan dasar partai
yang terdapat di dalam penjabaran strategi umum partai bahwa untuk
mewujudkan kesolidan internal partai harus melakukan sebuah konsolidasi
internal di antaranya:
1. Konsolidasi internal dengan sasaran pengokohan barisan, antisipasi
tekanan dan perubahan :
a. Mengokohkan komitmen ideologis dan doktrin perjuangan
b. Mengembangkan keutuhan fikroh dan keluasan wawasan
c. Menguatkan ruh mahabbah, ta’awun dan ukhuwah sesama kader
d. Mengintensifkan arus komunikasi dua arah antara sturktur dan basis
kader/ pendukung serta mengembangkan budaya amal jama’i dengan ruh
jundiyyah.4
2. Konsolidasi internal dengan sasaran pengembangan syi’ar Islam,
perluasan basis sosial dan opini umum, dan pengokohan dukungan
politik:
a. Meningkatkan kesadaran tentang wa’yu amri dan siyasi
b. Meningkatkan kemampuan identifikasi dan kalkulasi terhadap gerak
unsur-unsur kekuatan yang menjadi musuh Islam (yaitu musuh secara
ideologis, politis, ekonomi, maupun sosial budaya) dikawasan tanggung
jawab dakwahnya.
4
Kebijakan dasar PK-Sejahtera, diakses pada 16 Juni 2008 dari http://www. PK-Sejahtera.
Sulsel. Or.id /08/kebijakan dasar PK-Sejahtera.html h. 6
72
c. Mengembangkan kemampuan pertahanan diri pada setiap kader.5
3. Konsolidasi internal untuk menata perubahan :
a. Menumbuhkan kemampuan elemen struktur dan kader untuk memahami
kondisi geografis – demografis – politis yang menjadi wilayah tanggung
jawab da’wahnya
b. Meningkatkan penguasaan konsep sosial dan metode-metode perubahan
masyarakat serta pola-pola pengelolaannya.
c. Meningkatkan efektivitas struktur dalam mengorganisir agenda da’wah
dan melakukan perencanaan strategis sampai tingkat DPD dan menjadikan
DPC dan DPRa sebagai ujung tombak ekspansi da’wah di daerahnya.
4. Konsolidasi internal tentang organisasi, kaderisasi, dan pengembangan
SDM :
Mengingat tantangan masa depan da’wah begitu kompleks dan
karenanya memerlukan kelincahan bergerak maka perlu segera mengambil
langkah-langkah konkrit untuk menentukan kebijakan dasar tentang
organisasi, kaderisasi, dan pengembangan SDM :
a. Melakukan reorganisasi partai yang disesuaikan dengan tantangan ke
depan
b. Membangun pusat-pusat kaderisasi di setiap wilayah dan daerah
c. Mengalokasikan secara proporsional potensi SDM partai pada lembagalembaga strategis dan pusat-pusat perubahan
5
Ibid.,h.7
73
d. Menetapkan doktrin perjuangan dan prosedur disiplin organisasi bagi
kader untuk mengokohkan militansi ideologis, pemikiran dan gerakan.6
C. Mempertahankan Citra Islami
PKS adalah sebuah partai yang memiliki asas Islam, bahkan sebelumnya
pun ketika partai ini menjadi PK azaz yang di gunakannya adalah Islam, oleh
sebab itu partai ini mencoba mempertahankan azaz ke-islamannya melalui segala
agenda
kegiatannya dan ternyata azaz ke-islaman yang tertanam ditubuh
partainya itu meresap ke dalam jiwa para kadernya hingga membuat para
simpatisannya bergabung untuk menjadi kader-kader muda yang Islami.
Pencitraan sebuah partai dengan azaz Islam ini tergambar dari segala
agenda kegiatan mereka yang berjalan secara Islami seperti yang diberitakan oleh
media massa Suara Indonesia, senin, 21 September 1998 mengenai kegiatan
pendeklarasian Partai Keadilan di Gelora Pancasila Surabaya yang dihadiri oleh
para kader partai Keadilan bahkan adapula simpatisannya.7
Dari massa yang hadir saja sudah memberikan warna yang khas dengan
keislaman yaitu hampir yang menghadiri acara ini adalah anak muda yang
berumur sekitar 20 sampai 30 tahun. Yang wanita semuanya berjilbab putih,
bersih itu menandakan bahwa nereka telah menerapkan apa yang diajarkan oleh
Islam.
6
Ibid., h.8-9
7
Di kutip dari Suara Indonesia, Senin, 21September 1998
74
Wajah-wajah mereka juga tampak sangat bersih, cerah dan kelihatan benar
wajah intelektualnya.8 Tidak hanya itu saja satu hal yang menunjukkan pencitraan
ke-Islaman yang di gambarkan PK yaitu dengan melakukan sebuah demonstrasi
dan itu terjadi pada tanggal 18 Januari 2002. Lebih dari seribu pengunjuk rasa
turun ke jalan sebagian dihadiri oleh para ibu yang mengenakan jilbab putih
sambil mengibarkan bendera berlambang PK. 9
D. Kampanye Melalui Media Cetak dan Elektronik
Adalah sebuah realita bahwa media massa yang terdiri dari media cetak
dan elektronik menjadi suatu alat informasi yang sangat penting di era modern
ini.
Pada masa perang dunia II peran media massa dijadikan sebagai alat
propaganda hingga sekarang pun masih tetap digunakan, bahkan kemudian media
massa pun dijadikan sebagai sebuah alat informasi untuk mengkampanyekan
seorang calon Presiden, Partai politik dan lain-lain. Timbullah sebuah pertanyaan
apakah yang didapat oleh calon presiden dan partai politik dari media massa ini?
Jawabannya adalah meraih simpati publik.
h.146
8
DPP Partai Keadilan, Bayan Partai Keadilan, (Jakarta, DPP Partai Keadilan, 1999) h.16
9
Djony Edward, Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera, (Bandung,Harakatuna, 2006)
75
Dalam teori ”dependensi ” Ball R. Okeach dan Melvin L. Defleur
mengungkapkan bahwa adanya ”efek ketergantungan” lebih jelas mereka
mengatakan bahwa:
“media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki
peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan dan konflik pada tataran
masyarakat, kelompok, atau individu dalam aktivitas sosial”.10
Dari teori di atas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa peran media
massa dalam aktivitas sehari-hari sangatlah penting karena ia berfungsi sebagai
sebuah alat informasi, periklanan, dan propaganda. Contoh ketika dua partai A
dan B masing-masing partai itu mengkampanyekan visi dan misinya kepada
masyarakat bisa saja partai A mendapat suara karena sebagai partai terbesar dan
banyak pendukungnya. Namun suatu saat partai A ini mendapat suara pendukung
yang sedikit. Sedangkan partai B yang suara pendukungnya lebih sedikit tiba-tiba
saja mendapatkan suara terbanyak. Hal itu di akibatkan oleh peran dari media
massa yang menyebabkan terjadinya perubahan suara yang di dapat oleh partai A
dan B.
Begitu pula halnya dengan apa yang terjadi pada PKS yaitu partai yang
pada awalnya tidak begitu populer namun tiba-tiba saja menjadi sangat populer di
mata masyarakat. Itu karena penyampaian media massa baik cetak maupun
elektronik
10
3.26
mengenai pencitraan
PKS
kepada
masyarakat.
Sebagaimana
Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi massa (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), h.
76
diungkapkan oleh kamarudin di dalam bukunya ”ada apa dengan PKS ” ia
mengatakan bahwa
“semakin sering sebuah partai politik tampil di media massa, semakin
besar peluang memenangkan pemilu”.11
Kampanye di media massa dilakukan dengan bentuk promosi, seperti
iklan: iklan, talk show, wawancara, diskusi, penulisan kolom dan berbagai bentuk
promosi yang dikenal melalui media massa.
Etika berpromosi ini pun diatur di dalam pasal 17: yakni, (a) tidak
menyerang, menghina, melecehkan partai politik peserta pemilu atau calon
anggota DPD yang lain. (b) Tidak boleh menggunakan efek bunyi atau gambar
yang dapat menimbulkan keributan, kegelisahan, atau menyesatkan. (c) tidak
menggunakan bahasa atau kalimat yang tidak sopan, tidak senonoh, cabul atau
yang oleh masyarakat setempat dianggap tidak pantas ditampilkan kepada publik.
(d) tidak memuat materi yang menghina SARA antara partai atau calon partai
dengan calon DPD dilarang saling memberikan kampanye dukungan satu sama
lain.12Seperti yang dikutip dari majalah saksi kampanye perdana PK-Sejahtera
pada tanggal 11 Maret 2004, di parkir timur Gor Delta Sidoarjo dengan
menampilkan Bung Haji Rhoma Irama Si raja dangdut.
11
12
Kamarudin, Ada Apa dengan PK-Sejahtera, (Jakarta: Pustaka Nauka, 2004) h. 133
Al Muzzamil Yusuf, Manajemen Kampanye Nasional, Dikutip dari SAKSI, No. 8 Tahun
VI 18 Februari, 2004, h. 60-61
77
Sedangkan kampanye PKS yang dilakukan melalui media Elektronik di
antaranya adalah sebuah terobosan yang dilakukan oleh sebuah lembaga
pertelevisian swasta seperti SCTV dan TV-7 dengan berdemonstrasinya partaipartai politik serta jajak pendapat melalui sejumlah polling, polling parpol pilihan
rakyat dan polling presiden RI 2004. Program ini diperuntukkan bagi para
pengguna telepon seluler /hand phone. Bahkan polling ini pun digunakan oleh
sebagian media cetak seperti media Indonesia dan koran tempo.13
E. Relasi Antara Simpati Publik dengan Keberhasilan Partai Keadilan
Sejahtera
Di muka telah dijelaskan bahwa simpati publik sangatlah memiliki peran
penting terhadap menangnya sebuah partai politik dalam pemilu. Karena partai
politik itu tidak akan bisa menang bila tidak dikenal oleh masyarakat. Serta
dengan ditunjang oleh beberapa aspek lainnya seperti rasa empatinya partai
politik terhadap segala sesuatu yang terjadi di masyarakat.14Dan tidak lupa pula
peran media massa termasuk juga bagian terpenting bagi menangnya sebuah
partai. Karena dengan adanya peran media massa ini maka dapat terciptalah
simpati publik. Entah bagaimana publik itu menjadi simpatik apakah sebuah
partai itu melakukan segala hal-hal yang buruk atau yang baik. Selain itu dengan
2008
13
Edward, Efek Bola Salju PK-Sejahtera, h.171-172
14
Mujar Ibnu Syarif, Dosen Politik Islam UIN Jakarta, Wawancara pribadi, Ciputat, 28 April
78
melihat kepada kondisi sekarang ini dimana dalam istilah politik itu ada yang
namanya floating mass (massa mengambang) yang sangat banyak dibandingkan
dengan kader-kader partai dan anggota-anggota partai. Maka partai yang
menguasai informasi kans dia untuk menang terbuka lebar.15
Sebagaimana
dijelaskan pada definisi di atas bahwa simpati publik adalah rasa keikut sertaan
(rasa setuju, rasa suka) banyak orang dalam suatu acara.
Begitu juga dengan PKS yang merupakan partai dakwah dimana partai ini
berbeda dengan partai yang lain dalam menjalankan strateginya. Untuk
menjalankan strateginya PKS mempunyai beberapa point kasus yang membuat
masyarakat begitu simpatik terhadapnya. Diantaranya:
a. Demonstrasi yang dilakukan dengan santun
Proses demontrasi ini terjadi pada tanggal 18 januari 2002 dimana pada saat
itu terjadi proses demontrasi menolak kenaikan BBM. Lebih dari 1.000 orang
berunjuk rasa turun ke jalan. Mereka melakukan aksi secara terpisah di sekitar
gedung DPR, dan di beberapa kampus. Kantor Menko Kesra di jalan Medan
Merdeka Barat pun di warnai aksi para ibu dari Partai Keadilan (PK) sekitar pukul
10.00 BBWI, para ibu berjilbab putih yang jumlahnya ribuan itu mulai berkumpul
di Bundaran Hotel Indonesia. Bendera-bendera berlambang PK dikibar-kibarkan
setelah sekitar setengah jam berorasi mengecam pemerintahan Presiden Megawati
15
Mei 2008
Harun Al Rasyid, Dosen Ilmu Politik UNISMA Bekasi, Wawancara pribadi, Bekasi, 07
79
yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat, mereka bergerak ke kantor Menko
Kesra. 16
b. Keberpihakan Pada Ekonomi Rakyat Kecil
Tak bisa dipungkiri krisis ekonomi yang melanda bangsa ini bermula dari
kebijakan yang salah arah. Kebijakan ekonomi pada masa lalu lebih mengejar
pertumbuhan ketimbang pemerataan, yang kemudian mengantarkan Indonesia
pada keberpihakan pada kaum kapitalis.17
Menyadari
itu
semua,
tepat
sekali
fokus
PKS
yang
bercita-cita
membangkitkan kembali perekonomian bangsa melalui pembangkitan ekonomi
wong cilik. Karena ekonomi wong cilik merupakan pondasi perekonomian bagi
rakyat kebanyakan, itu sebabnya menyejahterakan ekonomi wong cilik sama
artinya menyejahterakan mayoritas bangsa ini.
18
Karena itu PKS akan
mengembangkan perhatian dan perjuangannya pada empat kelompok masyarakat,
yakni petani, buruh, nelayan dan usaha kecil dan menengah (UKM).19
c. Berpolitik Tanpa Pamrih, Oposisi Tanpa Kebencian
Cita-cita memenangkan pemilu menjadi idaman semua parpol serta para
pengikutnya. Menerima hasil pemilu yang jauh di bawah harapan, merupakan
16
Edward, Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera, h.144
17
Ibid., h. 149
18
Ibid,. h.150
19
Ibid., 151
80
suatu sikap yang sulit namun hal ini mesti ditelan oleh PKS sebagai realitas
politik yang harus dihormati.
Begitulah PKS melalui musyawarah majelis Syuranya memutuskan sikap
untuk tidak terlibat mendukung calon presiden atau wakil presiden yang
mengikuti babak pemilu selanjutnya. Konsentrasi PKS adalah menjadi parpol
kritis yang fokus di DPR dan menjadi oposisi yang konstruktif dalam rangka
menciptakan pemerintahan yang bersih. Suatu inovasi politik moral dari satusatunya parpol dakwah ini.20
Dalam
keputusan
tersebut
juga
ditegaskan
bahwa
PKS
akan
berkonsentrasi pada perjuangan politik di lembaga legislatif secara kritis dan
konstruktif demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dari KKN dan berpihak
pada kepentingan rakyat. Keputusan tidak mengajukan pasangan capres dan
cawapres itu juga dipicu oleh realitas perolehan suara partai yang tidak mencapai
20% dari jumlah pemilih dalam pemilu 2004.
Menurut Laode Ida, direktur pusat studi pengembangan kawasan ‘pilihan
PKS itu sebagai sebuah pilihan cerdas dan matang’.
Paling tidak ada tiga alasan yang bisa menjelaskan hal itu. Pertama,
keputusan itu adalah bagian dari upaya untuk tetap memelihara konsitensi dan
citranya dalam memperjuangkan pemerintahan yang bersih. Kedua, dengan
menempatkan diri sebagai oposisi PKS memberikan pembelajaran demokrasi bagi
para politisi dan masyarakat. Kalau selama ini tidak ada partai oposisi di
20
Ibid.,h.155
81
parlemen, karena umumnya para politisi hanya berorientasi pada perebutan
kekuasaan di eksekutif dan legislative. Ketiga, meskipun perolehan suara PKS
meningkat drastis dibandingkan dengan lima tahun lalu, secara kuantitatif masih
belum signifikan untuk bisa bertarung memperebutkan kursi kekuasaan di
eksekutif.21
Gerakan politik moral PKS ini yang menggunakan motto “Bersih dan
Lebih Peduli” merupakan sebuah pembelajaran politik yang teramat penting bagi
bangsa ini. Dimana politik yang ditampilkan bukan sekedar untuk ramai-ramai
mengekspresikan kebebasan menikmati demokrasi, melainkan sebuah arena
pertempuran untuk melakukan perubahan kearah perbaikan pemerintahan dan
kemaslahatan umat.
Sikap oposisi PKS jauh dari rasa kebencian terhadap siapa pun yang
memenangkan pemilu. Tapi sikap oposisi PKS justru mendambakan sebuah
pemerintahan yang bersih dan profesional, sehingga rakyat tidak terus-terusan
menjadi korban kekotoran atau bahkan kebodohan jalannya pemerintahan yang
ada.
Pelajaran lain yang bisa dipetik oleh parpol lain dari PKS ini adalah,
semangat ideologi yang dibangun dalam sebuah sistem untuk perbaikan
pemerintahan menjadi daya perekat dan pemikat yang bisa membuat PKS
menjadi satu parpol yang terus tumbuh dan berkembang, PKS tidak
21
Ibid., h. 156-157
82
mengandalkan figur sebagai daya perekat, melainkan semangat Islam sebagai
ajaran politik yang berhasil menggairahkan para kader dan simpatisannya.
Fenomena PKS ini jelas berbeda dibandingkan dengan parpol-parpol lain
sekalipun sama-sama menjadikan Islam sebagai asas bagi parpol tersebut.
Katakanlah Megawati dengan PDIP-nya, Amien Rais dengan PAN-nya, Yusril
Ihza Mahendra dengan PBB-nya, atau Hamzah Haz dengan PPP-nya. Ternyata
parpol-parpol
tersebut
telah
salah
langkah
mengandalkan
kebesaran
pemimpinnya, padahal citra dari pemimpinnya tidak bisa terus-menerus
dipertahankan termakan oleh ruang dan waktu.
Parahnya lagi, para politisi yang berasal dari parpol-parpol dengan figure
nama besar pimpinannya itu, baik mereka yang berada di legislative maupun
eksekutif, bukan saja tidak memiliki kinerja yang dibangun dalam semangat
untuk memperbaiki pemerintahan yang bersih dan kuat melainkan sebagian turut
membiarkan bahkan terlibat dalam praktik KKN. 22
d. Partai yang bersih dan lebih peduli
Tampil bersih dan lebih peduli dalam iklim korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) serta mental individualisme yang merajalela seperti sekarang ini, memang
sesuatu yang aneh. Karena itu PKS yang senantiasa menjaga kebersihan dari
berbagai jenis perangkap KKN dan merealiasasikan kepeduliannya kepada
berbagai penderitaan rakyat kecil, dirasakan sebagai parpol yang sama sekali
unik. PKS lebih dirasakan sebagai institusi dakwah ketimbang institusi parpol.
22
Ibid., h. 158
83
Untuk membuktikan dan menjamin kebersihannya, caleg PKS adalah
satu-satunya caleg parpol yang berani melakukan teken kontrak sosial dengan
rakyat pemilih. Bahkan sejumlah kader PKS telah melakukan kontrak sosial tidak
hanya dengan massa pemilih tetapi juga dengan mahasiswa. Suatu sikap yang
tidak pernah dan tidak akan sanggup dilakukan caleg dari parpol lain. 23
Isi kontrak sosial itu memuat tiga komitmen yang harus dipenuhi seorang
caleg PKS yaitu, komitmen keagamaan, kepartaian, dan komitmen keuangan.
Rupanya tekad dan komitmen PKS tidak hanya terukir pada kata-kata akan tetapi
terealisasi dalam kenyataan. Hal ini terungkap dalam lembaran visi, kiprah, dan
apa kata mereka tentang PKS. Seperti beberapa contoh kasus dibawah ini:
Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nur Mahmudi Ismail (Mantan Partai
Keadilan) dan Sekjen Departemen Kehutanan dan Perkebunan Soeripto,
merupakan orang yang berani berusaha memasukkan konglomerat bermasalah
Bob Hasan ke penjara. Walaupun akhirnya Bob Hasan masuk penjara oleh kasus
pemotretan dan pemetaan hutan lindung.
Tidak hanya di situ, Yuswar Hidayatullah anggota DPRD I Sumatera
Selatan dari PKS tidak mengambil Daops (Dana operasional) sebesar Rp 100 juta
per-Aleg.
Selain itu adanya indikasi suap senilai Rp 2,8 miliar yang diterima
sejumlah anggota DPRD Tangerang, sempat mengundang reaksi sejumlah partai
politik. Anggota DPRD dari PKS, H. Jamaluddin yang tidak termasuk daftar
23
Ibid., h.161
84
penerima suap tersebut, mendukung agar masalah ini segera diproses dengan jalan
hukum.
Fraksi PKS juga menolak RAPBD di Sumatera Barat. Menurut Marfendi,
Sekretaris Fraksi PKS, fraksinya menolak RAPBD itu karena alokasi dana untuk
kepentingan publik kurang dari 20%, sementara anggota untuk administrasi
umum mencapai Rp 300 miliar lebih.
Di Jawa Barat beberapa elemen masyarakat memprotes pembagian uang
APBD untuk setiap anggota DPRD Jawa Barat sebesar Rp 250 juta untuk
pembelian kavling tanah. Bagi mereka kasus ini muncul kepermukaan setelah
terbongkar oleh dua orang anggota dewan dari partai Keadilan, Yudi Widiana
Adia dan Reza Nasrullah. Dana tersebut oleh PK kemudian dikembalikan dengan
cara membagikan sembako kepada rakyat.24
Dalam kasus pemilihan wakil Gubernur Yogyakarta, anggota DPRD dari
PK-Sejahtera menolak uang suap sebesar Rp 35 juta. PKS juga mengungkap
praktek bagi-bagi uang pelicin dan adanya kejanggalan dalam pembangunan Jogja
Expo Centre.
Yayat Suhartono seorang anggota DPRD II Serang, Banten dari PKS
mengikuti jejak pendahulunya, dengan menolak jatah pembagian uang sebesar Rp
100 juta kepada per anggota dewan. Uang tersebut kemudian menimbulkan
24
Ibid., 163
85
masalah luas di masyarakat Banten dan menjadi berita heboh di sejumlah harian
di Banten.25
Dalam hal kepedulian terutama terhadap penderitaan masyarakat, PKS
juga mencatat sejumlah prestasi cemerlang. Untuk mengangkat harga gabah yang
saat ini sangat rendah, DPP PKS membeli gabah petani sebanyak 40 ton langsung
dari sentra pertanian di kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Langkah ini sangat efektif menolong petani dan sekaligus konsumen,
karena selama ini petani selalu menderita mengingat bersnya dihargai sangat
murah oleh distributor, bahkan sampai kekonsumen pun harga beras sudah mahal
lantaran panjangnya distributor. Apa yang dilakukan PKS adalah memangkas
jaringan distributor yang panjang sehingga di level konsumen harga masih sangat
murah.
Tidak hanya menyejahterakan petani PKS juga sangat gencar mendirikan
puluhan posko banjir sejak Jakarta diterjang banjir awal tahun 2002 lalu.
Sesuatu yang juga jarang beberapa kader PKS yang berprofesi sebagai
dokter sering menggelar bakti sosial baik berupa pengobatan gratis, sunatan
massal, maupun penyuluhan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan secara terusmenerus tidak peduli menjelang atau setelah pemilu.26
25
Ibid., h.164
26
Ibid., h. 166
86
Tak kurang simpati dan kesan positif terhadap parpol dakwah ini pun
mengalir sampai jauh, seperti komentar positif yang diungkapkan oleh para tokoh,
sebagai contoh komentar positif yang datang dari pengamat militer dan politik
Salim Sa’id yang menyatakan, “ini merupakan fenomena baru dan semua orang
tidak memperkirakan akan munculnya generasi seperti ini. Ini merupakan
generasi baru di luar perhitungan berbagai pihak, termasuk kekuatan Orde Baru.
Makanya banyak doctor dari luar negeri yang datang untuk melakukan penelitian
di kantor PKS.”
Tak kurang simpati pun datang dari tokoh senior PDI Perjuangan Indira
Damayanti Sugondo yang bertutur, “ketika PDIP harus membina partai ini
menjadi partai modern dengan manajemen dan kaderisasi yang menonjol. Kita
lihat persaingan manajemen partai yang diperlihatkan partai lain, seperti partai
keadilan. Itu luar biasa …. “Pujian yang sama juga disampaikan oleh artis
sekaligus mantan anggota DPR dari PDIP yakni Sophan Shopian kepada PKS.
Simpati serupa datang dari tokoh pendiri sekaligus ketua umum PNBK
Erros Djarot. “ saya simpati kepada PKS. Menurut saya belum ada partai lain
yang reformis kecuali PKS.” Coba sekali-kali PKS datang untuk mengisi
pengajian ke PNBK, dan kalau pun nanti ada orang yang malah tertarik dengan
PKS, silahkan saja tidak jadi soal, asal masuknya ke PKS bukan ke Golkar.”27
Bahkan Iwan Gayo, wartawan dan penulis buku laris Buku Pintar Junior
pada 7 Maret 2003, mengunjungi kantor DPP PKS untuk melamar menjadi
27
Ibid., h. 167
87
anggota PK-Sejahtera dan membayar zakat. Pria asal Aceh ini juga tahu kalau
anggota DPRD Aceh dari PKS tidak ikut rombongan kunjungan DPRD ke
Bandung dan tidak juga menerima uang “kredit” Rp 75 juta dari Gubernur Aceh.
Bentuk simpati juga tidak hanya disampaikan dalam bentuk kata-kata, ada
juga yang mengambil sikap untuk bergabung baik dalam artian semangat maupun
secara riil dengan PKS. Seperti pada acara silaturrahim PKS DPW DKI Jakarta 10
Maret 2003 lalu, tiga tokoh nasional menyatakan dukungan dan kesediaannya
untuk “bergabung” dengan PKS Sekjen MUI Din Syamsudin, Ketua Mahkamah
Konstitusi Jimly As-Siddiqy, dan Mantan Ketua Umum KNPI Adhyaksa
M.Dault. sementara dikalangan artis yang menjadi simpatisan PKS adalah artis
Igo Ilham (Presenter Kuliah subuh Indosiar), Shahrul Gunawan, Harry Rosli
(alm), Neno Warisman, Pepeng “jari-jari”, Yana Yulio, Ratih Sanggarwati,
Anneke Putri, dan Dewi Hughes.28
Simpati tidak hanya sampai di sini, bahkan simpati pun datang dari
Jepang, “ Jepang tertarik dengan PKS karena kader PKS adalah orang serius
memikirkan negerinya, tidak seperti partai lain” kalimat ini diucapkan oleh
Kedubes Jepang untuk RI Yutaka Iimura ketika mengundang Dr. Hidayat Nur
Wahid dalam acara makan siang bersama yang ketiga kalinya tanggal 17 Juli
2003. pada bulan September 2003, Jepang telah mengundang Hidayat Nur Wahid
28
Ibid., h. 168
88
sebagai tamu negara untuk berbicara di depan Parlemen dan kementrian Luar
Negeri Jepang.29
Tentu saja semua sepak terjang yang dilakukan PKS berhasil mengundang
simpati umat dan dalam bentuk nyata simpati itu disampaikan tidak hanya dalam
momentum pemilu tetapi juga kegiatan sehari-hari.
29
Ibid., h.169
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan
melakukan wawancara kepada pengurus Bapilu DPP PKS serta pengamat politik
dan tidak lupa pula dari data-data yang penulis dapatkan baik itu dari buku-buku,
artikel, data-data yang ada di DPP PKS ataupun dari internet mengenai Strategi
PKS dalam Meraih Simpati Publik pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 yang
telah penulis jabarkan dari Bab I-IV. Oleh karena itu dalam Bab V ini penulis
mencoba menyimpulkan. Adapun kesimpulan ini berpatokan dari identifikasi
pembatasan masalah dan perumusan masalah, yang diantaranya:
1. Dari sejak berdirinya PK yang kemudian berubah menjadi PKS adalah
sebuah partai dakwah yang berkomitmen menegakkan keadilan dan
memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Partai ini memiliki landasan utama
yaitu Islam sebagai agama yang universal mencakup segala aspek kehidupan
yang ada di dunia ini
2. Dalam strategi politiknya PKS berbeda dengan partai lainnya. Dalam hal ini
strategi politik massanya yaitu dengan memobilisasi kader militannya.
3. Dalam hal strategi PKS untuk meraih simpati publik PKS mencoba
melakukan beberapa strategi untuk menang dalam pemilu diantaranya:
89
90
a. Ketika
PKS
menjalankan
misinya
yaitu
yang
bertujuan
untuk
kemaslahatan bersama.
b. Menampilkan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan masyarakat seperti
kegiatan bakti sosial dan lain-lain.
c. Menjalankan kegiatan-kegiatan pemenangan pemilu atau yang disebut
dengan “logika pemenangan pemilu” diantaranya:
1) Logika agama;
2) Logika suku dan kedaerahan;
3) Logika ketokohan;
4) Logika jaringan;
5) Logika ekspos dan isu media;
6) Logika pragmatisme;
7) Logika perubahan historis;
8) Logika kampanye;
4. Adanya keterkaitan antara simpati publik dengan menangnya sebuah partai
dalam pemilu. Selain peran dari simpati publik, peran media massa dan media
elektronik pun ikut pula mendukung untuk menangnya sebuah partai.
B. Saran
Pada kesempatan kali ini penulis menampilkan beberapa saran yang
menurut penulis sendiri cukup relevan untuk memberikan wawasan dan
pengembangan selanjutnya, diantaranya:
91
1. Aktivitas yang dilakukan oleh DPP PKS melalui wadah parpol harus
dikembangkan lebih jauh lagi dari program-program dan aktivitas yang telah
dilaksanakan sehingga kontribusinya benar-benar dapat dinikmati tidak hanya
sebagai partisipasi umat dalam bidang politik, tetapi bisa juga menjadi
problem solving terhadap persoalan/ problematika yang dihadapi umat seperti
pembelaan terhadap kaum dhu’afa, menentang bahkan menghapuskan
kebijaksanaan yang bisa mendiskreditkan umat serta mengupayakan
kemudahan-kemudahan birokrasi serta segala hal yang akan membawa
kepada kemaslahatan umat.
2. Mengembangkan budaya politik yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi dengan fatson politiknya, kesatuan dalam berpolitik dan
menghindari konflik-konflik yang bisa menimbulkan perpecahan dan
pengkotak-kotakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
3. PKS harus tetap menjaga eksistensinya sehingga layak untuk dijadikan contoh
yang baik bagi parpol yang lainnya.
4. “Ingatlah” ketika sebuah partai politik itu nantinya menjadi parpol yang
berkuasa maak janganlah “ takabbur” karena itu akan menhancurkan
semuanya yang ada di dalam diri partai itu sendiri.
Akhirnya semua kembali kepada apa yang telah di usahakan demi
tegaknya nilai-nilai Islam tanpa mengurangi esensi yang terkandung dalam ajaran
Islam sehingga nilai-nilai Islam menjadi ajaran yang selalu dilaksanakan dalam
setiap aspek kehidupan.
92
DAFTAR PUSTAKA
Amin,Ahmad, Ilmu akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Al-Ghazali,Muhammad Ihya ‘Ulum Al-Din, jilid III. Beirut: Dar-Al-Fikr.1980
Ahmad Jad Maula Bey,Muhammad, Al-Khuluq ul Kamil. Mesir: Mathba’ah Hijazi,
1932.
Ahmad,Sofwan, “Konsep Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia dan
Partai Islam se-Malaysia (PAS) di Malaysian” Skripsi S1 Fakultas Dakwah
dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2004.
Ahmad, Zainal Abidin, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Ghazali.
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Alynurdin, Suhud, Lokomotif Reformasi Bernama Partai Keadilan, Saksi,V,14.
April, 2003.
Badudu,J.S, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Kompas, 2003
Burhanuddin, Nandang, Penegakkan Syariat Islam menurut PK. Jakarta: Al-Jannah,
Pustaka, 2004.
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama,
2003.
Damanik, Ali Said, Fenomena Partai Keadilan Tranformasi 20 Tahun Gerakan
Tarbiyah di Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002.
DPP PK, Jati Diri Partai Keadilan. Jakarta: PT Dian Fanny Tama, tanpa tahun
DPP Partai Keadilan, Bayan Partai Keadilan. Jakarta: DPP Partai Keadilan, 1999.
DPP PK Sejahtera, Menyelamatkan Bangsa: Platform Kebijakan Partai Keadilan
Sejahtera. Jakarta: Al-I’tishom, 2004.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud, 1988
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai pustaka, 2005
93
Edward, Djony, Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera. Bandung: Harakatuna,
2006.
Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara. Jakarta: Paramadina, 1998.
Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa
Utama, 2006) h. 613
Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Fatwa, A.M., Satu Islam Multi Partai. Bandung: Mizan, 2000.
Gerungan,W.A., Psikologi Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama, 2004
Ismail, Nur Mahmudi, “Jati diri Partai Keadilan”, dalam Memilih Partai Islam:
Visi, Misi, dan Persepsi, Sahar. L. Hasan ., dkk. Jakarta: Gema Insani
Press,2000.
Kamaruddin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera. Jakarta: Pustaka Nauka,
2004.
Karim, M.Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: C.V.Rajawali, 1983.
L. Johannesen,Richard, Etika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996
Marbun, B.N., Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
2006.
Muhammad Furqon, Aay, Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik
Kaum Muda Muslim Kontemporer. Jakarta: Teraju, 2004.
Mansur, Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2004.
Munawwir, K.H. A.Warson, Kamus Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997.
Mulyana,Deddy, Nuansa-nuansa Komunikasi Meneropong Politik dan Budaya
Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999.
Ridho, Abu, dkk. Politik Da’wah Partai Keadilan. Jakarta: DPP PK, 2000.
Sekretariat DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan. Jakarta: Sekretariat DPP
Partai Keadilan, 1998.
94
Tebba, Sudirman, Islam Menuju Era Reformasi. Yogyakrta: Tiara Wacana, 2001.
Tim LKIS, Tujuh Mesin Pendulang Suara.Yogyakarta: LKIS,1999.
‘Ula, H. Mutammimul, Risalah Perjuangan Dakwah Parlemen. Jakarta: Solo,
PT. Era Adi Citra Intermedia,2004.
Uchjana Efendy,Onong, Dinamika Komunikasi,(Bandung: Remaja Rosda Karya,
1992) h.29
.
Waluyo,Sapto, Kebangkitan Politik Dakwah Konsep dan Praktik Politik Partai
Keadilan Sejahtera.Bandung: Harakatuna Publishing, 2005.
Diakses 14 Juni 2008 dari http;// www. PK-Sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&
id=110
Diakses pada 14 Juni 2008 dari http://www.PKSejahtera.org/2006/main.php?op=
isi&id=111
“Kebijakan dasar PK-Sejahtera”. diakses pada 16 Juni 2008 dari http://www.PKSejahtera. Sulsel. Or.id /08/kebijakan dasar PK-Sejahtera.html.
“Sejarah PK-Sejahtera” diakses pada 14 Juni 2008 http// www. PK-sejahtera.org
2006/main.php?op=isi&id=111.
“Visi,Misi PK-sejahtera”. Di akses pada 14 Juni 2008 dari http://www.PKSejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110
Far Eastern Economic Review, 28 Januari 1999.
Media Indonesia, 8 Mei 2003.
Republika, 25 Februari 2003. .
Suara Indonesia, 21 September 1998
Tabloid Megapos, Th. 1 No.4 Edisi 13-19 Agustus 1998
SAKSI, No. 8 Tahun VI 18 Februari, 2004.
SAKSI, V,14, April 2003.
95
Download