2 Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit

advertisement
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin
banyak ditemui di Indonesia.Data WHO pada tahun 2011 menyatakan bahwa
penderita diabetes di dunia meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 346 juta
orang. Sebanyak 80% populasi dunia dengan diabetes tinggal di negara yang
sedang berkembang dan 60% dari populasi tersebut berasal dari negara-negara di
Asia (Chan, Malik, Jia, Kadowaki, Yajnik, Yoon, & Hu, 2009). Berdasarkan riset
Kementerian Kesehatan 2007, penduduk Indonesia penyandang diabetes tipe 2
sebanyak 5,7%. Di tingkat dunia sendiri pada 2012, Indonesia berada di urutan
ke-7 penyandang diabetes terbanyak. Adapun prevalensi diabetes di Indonesia
pada 2013 sebesar 6,8%.Sementara prevalensi penyandang diabetes di tingkat
ASEAN sebesar 8,7% dan 51,1% dari persentase tersebut tidak terdiagnosa.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri merupakan salah satu provinsi
yang memiliki prevalensi diabetes diatas prevalensi nasional, yaitu 1,6%, selain
itu diabetes juga menduduki peringkat ke-5 penyakit yang menyebabkan kematian
setelah stroke, tuberkolosis (TB), hipertensi, dan perinatal (Litbang Depkes RI,
2008). Data hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2012 terhadap seluruh Puskesmas
wilayah DIY menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan pasien diabetes sebesar
13,86% dibandingkan dengan data survei pada tahun 2011. Jumlah kunjungan
pasien diabetes tipe 2 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pasien diabetes
tipe 1 maupun diabetes gestasional (Surveilans Dinas Kesehatan DIY, 2011).
Kenyataan tersebut, merupakan salah satu dasar pemilihan pasien diabetes tipe 2
sebagai subjek dan Puskesmas sebagai lokasi penelitian.
2
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang bertujuan
untuk mengukur efektivitas modul Behavioral Activation dalam meningkatkan
manajemen diri pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas. Penelitian payung
tersebut dilakukan di 8 lokasi Puskesmas yang sama namun terbagi dalam 4
penelitian dengan 4 jenis penyakit yang berbeda yaitu diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, asma, dan ginjal kronis.
Diabetes mellitus tipe 2, dalam tulisan selanjutnya akan disebut sebagai
diabetes, merupakan penyakit degeneratif yang bersifat kronis, yang terjadi karena
pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika sel tubuh tidak
sensitif terhadap insulin (Guyton & Hall, 2006). Kondisi tersebut menyebabkan
insulin tidak dapat berfungsi secara efektif dalam proses pencernaan dan
pendistribusian gula (glukosa) dalam darah sebagai energi untuk setiap sel tubuh
(Guyton & Hall, 2006). Insulin adalah hormon yang mengatur transportasi gula
darah dan berfungsi juga sebagai kunci untuk membuka sel-sel dalam tubuh agar
mendapatkan energi dari asupan gula yang masuk.
Guyton dan Hall menuliskan tiga tipe diabetes yaitu, 1) diabetes tipe 1
merupakan jenis penyakit diabetes yang menyebabkan pasien tergantung terhadap
insulin, 2) diabetes tipe 2 adalah jenis penyakit diabetes yang tidak menyebabkan
pasien tergantung pada insulin, dan 3) diabetes gestasional yang terjadi pada saat
hamil. Diabetes tipe 2 berisiko terjadi pada usia di atas 40 tahun dan dapat
dikatakan lebih ringan daripada diabetes tipe 1 (Taylor, 2006).
Diabetes tipe 2 disebut sebagai penyakit yang membutuhkan pengelolaan
diri seumur hidup agar terhindar dari komplikasi (Taylor, 2006). Pengelolaan diri
3
atau sering juga disebut sebagai manajemen diri diabetes yang terdiri dari diet,
olahraga, minum obat dan melakukan cek gula darah secara rutin (Cox & GonderFrederick, dalam Ayusmi, 2008; Guyton & Hall, 2006). Pasien diabetes dengan
manajemen diri buruk, yaitu pasien dengan tingkat kepatuhan obat rendah, tidak
melakukan cek gula darah secara rutin, tidak melakukan diet dan olahraga teratur,
akan memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol sehingga mengganggu
kinerja sistem tubuh, terutama syaraf dan pembuluh darah (Guyton & Hall, 2006).
Seiring berjalannya waktu, pasien diabetes akan mengalami komplikasi, yaitu
penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit lain, karena dapat menganggu
kinerja jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan syaraf (Taylor, 2006).
Faktor risiko dari penyakit diabetes adalah obesitas, keturunan, kadar
kortikosteroid yang tinggi, obat-obatan yang merusak pankreas, racun yang
mempengaruhi pembentukan insulin (Guyton & Hall, 2006) dan perubahan gaya
hidup
(Bastiaens, Sunaert, Wens, Sabbe, Jenkins, Nobels, & Royen, 2009).
Sedangkan faktor protektif yang dapat membantu menjaga kestabilan jumlah gula
darah pada penderita diabetes tipe 2 antara lain sikap terhadap penyakit (Hasanat,
2012), perilaku self-management terhadap diabetes (Clark & Hampson, 2001;
Bastiaens, dkk., 2009; Minet, Moller, Vach, Wagner, & Henriksen, 2010 ;
Wagner, Fransen, & EssinkBot, 2011), tingkat sosial-ekonomi (Rothschild,
Martin, Swider, Lynas, Avery, Janseen, & Powell, 2012), serta dukungan sosial
(Clark & Hampson, 2001; Berg & Wadhwa, 2002; Kanbara, Taniguchi, Sakaue,
Wang, Takaki, Yajima, Ogino, 2008; Rothschild, dkk., 2012), dan meningkatkan
kualitas hidup pasien (Halls, Rodinb, Vallisc, & Perkinsb, 2009).
4
Penelitian terdahulumenyatakan bahwa penderita diabetes mengalami
perubahan perilaku setelah menerapkan self-management terhadap kontrol gula
darah yang nampak dari hasil tes gula darah sementara maupun tes HbA1c (Tang,
Funnell, Noorulla, Oh, & Brown, 2012; Rose, Harris, Ho, & Jayasinghe, 2009;
Gavgani, Poursharifi, & Aliasgarzadeh, 2010). Berdasarkan berbagai penemuan
tersebut, maka pengelolaan atau manajemen pasien diabetes merupakan hal yang
sangat penting. Manajemen diabetes akan lebih mudah tercapai jika komponen
psikologis secara eksplisit masuk dalam pengobatan diabetes (Feifer dan
Tansman, 1999). Empat komponen dalam manajemen diabetes yang sudah ada
adalah pengobatan medis, diet, olahraga, dan monitoring kadar glukosa dalam
darah (Cox & Gonder-Frederick, 1992 ; Kerssen dkk., 2009).
Menurut Fisher, Delamater, Bertelson, & Kirkley (1982), munculnya
perhatian yang besar dari ilmu psikologi terhadap diabetes karena sebuah
kenyataan bahwa diabetes merupakan penyakit kronis yang memiliki muatan
psikologis dan perilaku yang sangat besar. Berbagai literatur terkini telah
memandang bahwa diabetes adalah sebuah proses regulasi diri pasien, karena
pasien akan dituntut untuk meregulasi proses metabolic, seperti memonitor dan
menyesuaikan kadar glukosa gula darah (Cox & Gonder-Frederick, 1992).
Kesulitan dalam melakukan manajemen diri diabetes adalah pasien sulit dan
malas merubah kebiasaan dan gaya hidup sehari-hari yang sudah menetap lama
karena manajemen diri diabetes merupakan tugas menantang seumur hidup yang
memerlukan komitmen penyandang diabetes yang tinggi, seperti mematuhi diet,
olahraga rutin, mengkonsumsi obat dan tes kadar gula darah secara rutin (Bean,
5
Cundy, & Petrie, 2007). Keers, Blaauwiekel, Hania, & Bouma(2004)
menyebutkan bahwa banyak pasien yang mengalami kesulitan untuk melakukan
manajemen diri karena masalah psikologis pasien itu sendiri. Seperti salah satu
penemuan terdahulu Gregg, Callaghan, dan Hayes (2007) menyebutkan bahwa
teknik psikoedukasi tidak terbukti secara signifikan dapat meningkatkan perilaku
manajemen diri pasien diabetes. Hal itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain pengetahuan, tingkat pendidikan, dan kondisi psikologis pasien diabetes
(Goodall & Halford dalam Taylor, 2006; Yuniarti, Dewi, Ningrum, Widiastuti, &
Asril, 2013; Zulman dkk., 2011).
Pramitasari (2012) juga telah mencoba mempertimbangkan faktor
psikososial dalam penelitiannya yang menggunakan teknik Common-Sense Model
(CSM), namun hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada
tes gula darah, persepsi sakit, diabetes distress, efikasi diri serta manajemen diri
diabetes kelompok kontrol dan eksperimen setelah pelatihan diberikan. Dalam
diskusinya, Pramitasari (2012) menyebutkan bahwa ada faktor lain yang
mempengaruhi tidak berhasilnya teknik penanganan psikologis dalam manajemen
diri pasien, salah satu faktornya yaitu diduga simtom depresi dan kecemasan
pasien yang belum tertangani selama proses intervensi berlangsung. Hal itulah
yang memicu emosi negatif pasien muncul dan menghambat penerapan
manajemen diri pasien diabetes (Halls, Rodinb, Vallisc, & Perkinsb, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan satu teknik yang dilakukan untuk
membuktikan bahwa dampak negatif yang dapat dimunculkan oleh perilaku
depresif yang dilakukan oleh pasien diabetes justru akan semakin menurunkan
6
kemampuan manajemen diri pasien.
Berdasarkan berbagai kajian penelitian diatas, maka untuk meningkatkan
kemampuan manajemen diri dibutuhkan suatu teknik yang tidak hanya dapat
meningkatkan perilaku yang diharapkan tetapi juga dapat mengatasi simtom
depresi. Oleh karena itu, teknik Behavioral Activation merupakan teknik yang
paling tepat untuk diujicobakan karena memiliki kesesuaian tujuan dengan
permasalahan ini.
Behavioral Activationdalam tulisan selanjutnya akan disebut sebagai BA,
adalah teknik singkat yang terstruktur dan merupakan salah satu model evidence
basedtreatment dan berasal dari pendekatan perilaku(Martell,2010). Tujuan
tritmen ini adalah untuk mengaktivasi perilaku klien dengan cara-cara spesifik
yang dapat meningkatkan reward atau pengalaman menyenangkan dalam hidup
klien (Kanter, 2010). Fokus penanganan BA juga pada proses yang menghalangi
aktivasi, seperti perilaku melarikan diri atau menghindar. Premis dasar BA adalah
individu yang rentan mengalami suatu masalah dapat menurunkan kemampuan
mereka untuk mendapatkan penguatan positif dari lingkungannya, sehingga hal
tersebut dapatmengarah pada gejala-gejala perilaku yang diklasifikasikan sebagai
depresi (Martell, 2010).
Kajian penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa BA terbukti efektif
untuk meningkatkan kondisi klinis dan menurunkan tingkat kecemasan dan
depresi secara signifikan pada pasien kanker yang mengalami depresi (Hopko &
Colman, 2012). Selain itu, penelitian lainnya juga memaparkan bahwa kombinasi
7
olahraga dalam strategi BA dapat meningkatkan kontrol glikemik dan suasana hati
pada pasien yang mengalami diabetes tipe 2 dan depresi (Schneider, 2011).
Salah satu prinsip utama dari BA yaitu aktivasi kegiatan alternatif sebagai
pengganti dari perilaku menghindar, maka salah satu perilaku manajemen diri
pasien diabetes adalah menghindari kegiatan yang dapat memunculkan simtom
depresi pada pasien diabetes (Martel, Dumidjan, & Dunn, 2010). Keterkaitan
antar keduanya digambarkan dalam lingkar depresi dan aktivasi dibawah ini.
b. Bosan,
merasa sakit,
tidak
berdaya
c.Bermalasmalasan,
tidak mau
bergerak
a. Kondisi
kesehatan
pasien
diabetes
Gambar 1. Lingkar depresi
b. Merasa
segar,
bersemangat
beraktivitas
c. Aktivasi
kegiatan
(olahraga,
minum obat)
a.Produktivitas,
kesehatan fisik
Gambar2. Lingkar aktivasi
Gambar 1 diatas menjelaskan bahwa lingkaran a pada lingkaran depresi
adalah suatu permasalahan yang dialami oleh individu. Masalah tersebut
kemudian dapat mempengaruhi reaksi individu menghadapi permasalahan yang
dialaminya seperti pada lingkaran b. Kondisi psikologis tersebut kemudian
mempengaruhi situasi yang akan dialami selanjutnya pada lingkaran c.
Seperti pada gambar 1 diatas menjelaskan kondisi pasien yang didiagnosa
mengalami diabetes tipe 2 dianggap sebagai permasalahan yang sedang
dihadapinya saat itu. Hal itu memunculkan perasaan tidak berdaya, sakit, dan
8
bosan sebagai satu reaksi alami. Reaksi alami yang negatif itu justru
menyebabkan pasien bermalas-malasan dan tidak mau bergerak sebagai respon
depresinya. Pada akhirnya, respon tersebut dapat mengantarkan pasien pada
permasalahan lain yang dialami yaitu gula darah akan meningkat, kondisi pasien
memburuk, dan semakin akan memunculkan reaksi alami yang negatif lagi.
Proses tersebutakan terus berlanjut seperti lingkaran yang tidak terhentikan dan
disebut sebagai satu lingkaran depresi.
Teknik BA meyakini bahwa upaya yang dapat dilakukan pasien untuk
mengatasi perputaran tiada henti ini adalah dengan memutuskan siklus lingkaran
melalui aktivasi individu (Martell, 2010). Aktivasi tersebut dijelaskan pada
gambar 2 yaitu aktivasi diawali dengan mengubah respon depresi pasien terhadap
reaksi alami yang dirasakannya(bermalas-malasan) dengan respon aktivasi
(lingkaran c) yaitu melakukan kegiatan yang menjadi target perilaku. Pasien akan
didampingi oleh terapis untuk melakukan aktivitas olahraga dan mengkonsumsi
obat diabetes secara teratur. Aktivasi ini harapannya akan menyebabkan kadar
gula darah menjadi normal, badan menjadi segar (lingkaran a) sehingga dapat
mempengaruhi reaksi negatif menjadi reaksi yang lebih positif seperti merasa
lebih bersemangat melakukan manajemen diri dan aktivitas harian lainnya
(lingkaran b). Hal itulah yang disebut oleh Kanter (2009) sebagai satu pengalaman
positif sehingga dapat menjadi penguat positif bagi aktivitas manajemen diri
pasien.
Target aktivitas manajemen diri yang ingin ditingkatkan dalam penelitian ini
adalah perilaku sehat pasien diabetes yang paling utama yaitu olahraga atau
9
aktivitas fisik dan perilaku mengkonsumsi obat dari dokter secara teratur yang
berfungsi untuk mencapai target HbA1C serta kadar gula darah normal. Pasien
diminta untuk memilih aktivitas fisik atau olahraga yang akan dilakukan yaitu
berjalan kaki lambat (jogging)dan senam sederhana. Sementara untuk
mengkonsumsi obat secara teratur, setiap pasien akan memiiki dosis minum obat
yang berbeda sesuai anjuran dokter. Psikolog akan menanyakan pada pasien
tentang aturan minum obat setiap pasien dan menjadikan itu sebagai pedoman
dalam aktivasi perilaku mengkonsumi obat pasien diabetes.
Tujuan
penelitianini
adalah
untukmengukur
efektivitas
Behavioral
Activation dalam meningkatkan manajemen diri pasien dengan diabetes tipe 2
yaitu olahraga dengan berjalan kaki atau senam sederhana, serta mengkonsumsi
obat secara teratur.
HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian ini adalah Behavioral Activation efektif digunakan
untuk meningkatkan manajemen diri pasien diabetes tipe 2.
VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah variabel bebas
(Independent Variable) yaitu Behavioral Activation dan variabel tergantung
(dependent variable) yaitu manajemen diri pasien diabetes tipe 2 (aktivasi
olahraga dan mengkonsumsi obat diabetes secarat teratur).
10
Download