Tugas Paper Mata Kuliah Organisasi Internasional Nama : Priliantina Bebasari NPM : 0706291350 PERAN PBB DALAM PENYELESAIAN KRISIS MISIL KUBA Krisis misil Kuba adalah kejadian yang paling menegangkan dalam sejarah Perang Dingin. Kejadian tersebut hampir membawa dua negara adidaya pada saat itu kedalam perang nuklir yang membahayakan umat manusia. Namun berkat usaha kedua pemimpin, Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat dan Perdana Menteri Nikita Khrushchev dari Uni Soviet, perang tersebut tidak terjadi. Dalam paper ini akan diberikan ringkasan mengenai kejadian krisis misil Kuba pada tahun 1962 disertai pembahasan mengenai peran Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi internasional terbesar dalam penyelesaian masalah tersebut. Empat Belas Hari yang Menegangkan1 Kejadian bermula ketika tahun 1962, Uni Soviet kalah dalam perlombaan senjata misil dengan Amerika Serikat. Kemudian, PM Nikita Khrushchev mempunyai ide untuk menempatkan misil jarak menengah di Kuba. Operasi tersebut akan melipatgandakan kekuatan dan pertahanan Uni Soviet seandainya Amerika Serikat menyerang mereka. Sementara itu Fidel Castro, pemimpin Kuba saat itu, menerima tawaran Uni Soviet untuk mencegah serangan Amerika Serikat ke Kuba setelah invasi Teluk Babi tahun 1961. Uni Soviet mulai membangun instalasi misilnya di Kuba secara diam-diam sejak musim panas 1962. Pada 15 Oktober 1962, fotografer investigasi Amerika Serikat mengetahui pembangunan misil Uni Soviet tersebut. John F. Kennedy kemudian membentuk EX-COMM yang berisi dua belas penasihat untuk mengatasi krisis. Kemudian, ia melakukan pengepungan Kuba untuk mencegah kedatangan senjata Uni Soviet lewat laut ke pulau itu. Setelah media massa mengetahui kejadian tersebut, ketegangan antara dua kubu mulai bertambah. Kennedy memerintahkan dilakukannya investigasi udara tiap dua jam sekali di Kuba, kemudian ia menarik pasukan karantinanya beberapa mil sekaligus meningkatkan kesiapan militer ke level DEFCON (Defense Condition) 2, level tertinggi dalam sejarah AS. Lalu Krushchev mengirim surat kepada Amerika Serikat yang menawarkan pembersihan misil dan pasukan Uni Soviet di Kuba asal Amerika Serikat mau menjamin tidak akan menginvasi Kuba. Pada saat puncak krisis, Krushchev mengirim surat lagi kepada Amerika Serikat yang meminta Amerika menghancurkan misil nuklirnya di Turki. Kennedy memutuskan untuk menuruti isi surat pertama. Krushchev setuju dan mengumumkan 1 Kurt Wiersma and Ben Larson, Fourteen Days in October: The Cuban Missile Crisis, http://library.advanced.org/11046/, diakses pada tanggal 16 Oktober 2008, pukul 10.01 WIB. 1 pengembalian misil-misil di Kuba ke Uni Soviet, pada tanggal 28 Oktober. Selanjutnya, negosiasinegosiasi dilakukan untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut termasuk penarikan angkatan udara pembawa bom Uni Soviet. Peran PBB yang Terlihat Pada tanggal 24 Oktober 1962, Sekjen PBB U Thant sempat mengirim telegram kepada Kennedy dan Krushchev yang meminta mereka berdua untuk menghentikan sementara krisis yang terjadi. Ia menyarankan agar Soviet menghentikan pengiriman senjata ke Kuba selama dua hingga tiga minggu, dan sebagai gantinya Amerika akan menunda karantina dalam jangka waktu yang sama.2 U Thant memberikan tempat bagi Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk berunding mengenai masalah ini dalam PBB. Dubes AS Adlai Stevenson sempat menanyai Dubes Uni Soviet Zorin mengenai misil tersebut dalam forum PBB. Namun Zorin menolak memberikan komentar. Stevenson menunjukkan foto misil yang didapat Amerika Serikat hingga menimbulkan efek dramatis di forum tersebut. Pada tanggal 26 Oktober 1962, Uni Soviet mengirimkan pesan kepada Sekretaris Jendral PBB U Thant bahwa ia telah memerintahkan kapal dagangnya untuk tidak memasuki zona blokade angkatan laut Amerika.3 Pada tanggal 30 Oktober dan 1 November setelah ketegangan berakhir, Sekjen PBB U Thant pergi ke Kuba untuk menawarkan proposal mengenai pengawasan PBB dalam pembongkaran situs misil Uni Soviet. Namun Fidel Castro menolak hal tersebut. Ia mengatakan bahwa ia memang menghormati keputusan Uni Soviet untuk membongkar semua situs misilnya di Kuba, namun masih terdapat beberapa hal yang ia tidak setujui mengenai hal tersebut yang akan dibicarakan secara pribadi dengan Krushchev. Krushchev kemudian mengutus Anastas Mikoyan ke Havana untuk mempengaruhi Castro agar tetap membiarkan pengawasan PBB atas penarikan mundur peluru kendali.4 Setelah itu Anastas Mikoyan kembali lagi ke New York untuk meneruskan diskusi dengan Sekjen PBB dan pihak Amerika Serikat. Petinggi Kuba memberitahu salah satu hasil dari kunjungan Mikoyan adalah perjanjian bahwa kontingen militer Soviet akan tetap berada di Kuba. Majelis Umum PBB juga mengadakan pembicaraan mengenai pembongkaran misil ini. Disana Brazil memberikan inisiatif mengenai denuklirisasi Amerika Latin yang didukung AS. Saat itu Duta Besar Kuba untuk PBB, Carlos Lechuga, mengatakan bahwa adalah hal yang tidak logis jika melarang penempatan misil negara sahabat di Kuba sementara Amerika Serikat boleh 2 Ibid. Jane Franklin, The Cuban Missile Crisis, http://andromeda.rutgers.edu/~hbf/missile.htm, diakses pada tanggal 16 Oktober 2008, pukul 10.10 WIB. 4 Arthur Schlesinger, Robert Kennedy and His Time, (Boston: Houston Mifflin Company, 1978), hlm. 525 dalam Bayu Sukarno Putera, Perimbangan Kekuatan Amerika Serikat dan Uni Soviet tahun 1962: Kasus Krisis Kuba, skripsi sarjana, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986) hlm. 88. 3 2 mempunyai basis di Guantanamo. Mayoritas anggota Majelis Umum menyetujui penarikan peluru kendali Soviet dari Kuba. Sementara dalam Dewan Keamanan PBB, Amerika didukung Chili, Taiwan, Inggris, Prancis, Venezuela, Mesir, dan Ghana yang mengeluarkan resolusi agar Uni Soviet menarik peluru kendalinya dari Kuba. Akhirnya pada tanggal 19 November 1962 Perdana Menteri Castro memberitahu Sekjen PBB bahwa ia tidak menolak pembersihan pesawat pembom IL-28 milik Uni Soviet dari negaranya. Pada akhirnya pula, Fidel Castro setuju dengan inspeksi internasional jika Amerika juga melakukan hal yang sama terhadap seluruh basis dimana warga Kuba diasingkan di wilayah AS.5 Analisa Dari penjelasan diatas, penulis menangkap bahwa peran Sekjen PBB saat itu, U Thant sangatlah penting terutama dalam pembongkaran situs misil Kuba. Adam Roberts dan Benedict Kingsbury dalam bukunya Presiding Over a Divided World: Charging UN Roles, 1945-1993 mengatakan bahwa peran sekjen PBB telah berkembang secara signifikan sejak tahun 1945. Ia mengatakan bahwa sekretaris jendral telah mempunyai fungsi yang sangat luas: penemuan fakta; mediator dalam perselisihan antarnegara; dan merespon krisis yang berkembang dengan cepat dimana organ lain PBB hanya mempunyai sedikit kemungkinan untuk melakukan sesuatu.6 Penulis berpendapat bahwa peran U Thant sebagai sekjen PBB saat itu berhasil sebagai mediator kubu-kubu yang bertikai dan merespon perkembangan yang cepat, baik saat masa krisis terjadi maupun setelahnya. Responnya yang tanggap terhadap krisis terlihat dari surat yang dikirimkannya kepada Kennedy dan Krushchev agar segera menyudahi krisis. Usaha U Thant untuk menetralisir keadaan yang terjadi merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang sekjen PBB sepertinya, meskipun selesainya ketegangan antara Amerika dan Soviet selama empat belas hari merupakan hasil dari usaha kedua pemimpin negara tersebut. Hal ini dikarenakan komunikasi yang terjadi selama krisis lebih banyak komunikasi langsung antara Kennedy-Krushchev. Namun usaha U Thant untuk menjadi penengah selama krisis patut dihargai karena posisinya sebagai sekjen PBB. Setelah berakhirnya krisis selama empat belas hari, terdapat masalah baru mengenai pembongkaran situs misil Soviet. Hal ini menjadi masalah karena Fidel Castro tidak memperbolehkan pengawasan internasional dalam melakukan hal itu di negaranya. Lagi-lagi peran U Thant terlihat disini sebagai mediator pihak Kuba, AS, dan Uni Soviet. Peran ini dapat dikatakan cukup berhasil mengingat U Thant banyak bertindak pergi menemui langsung pemimpin Kuba, AS, 5 Jane Franklin, op. cit. Adam Roberts dan Benedict Kingsbury, Presiding Over a Divided World: Charging UN Roles, 1945-1993, (London: Lynee Riener Publishers, 1994), hlm 20. 6 3 serta Uni Soviet. Pada akhirnya keputusan Castro untuk memperbolehkan pembersihan pesawat pembom IL-28 diberitahukannya secara pribadi kepada U Thant. Hal ini penulis tangkap sebagai penghargaan dan kepercayaan kepada U Thant sebagai pihak mediator yang baik. Sementara peran sekjen saat itu sangat penting, peran PBB sebagai sebuah badan organisasi internasional dalam kasus ini justru hampir tidak terlihat sama sekali. Pada masa krisis terjadi, PBB tidak terlihat melakukan apapun untuk menyelesaikan ketegangan yang terjadi. Setelah krisis berakhir pun peran PBB tidak terlalu signifikan. Dewan Keamanan sempat mengeluarkan keputusan dan resolusi untuk penarikan mundur peluru kendali Uni Soviet dari Kuba. Namun penulis berpendapat bahwa resolusi ini sia-sia karena Uni Soviet juga sudah mantap dengan keputusan penarikan mundurnya sebelum sidang dilakukan. Peran Majelis Umum pun hanya merupakan sarana para pemimpin negara untuk membahas masalah penarikan mundur ini yang kemudian menghasilkan keputusan yang serupa dengan Dewan Keamanan. Bahkan, tidak terlihat usaha Majelis Umum dan Dewan Keamanan untuk membujuk maupun menekan Kuba untuk menerima pengawasan PBB untuk pembongkaran situs misil Soviet. Penulis mencoba untuk menganalisa mengapa peran PBB saat itu tidaklah signifikan pada kasus krisis misil ini. Pendapat pertama penulis adalah karena masalah ketegangan antara negaranegara Amerika, Uni Soviet, dan Kuba telah dapat terselesaikan dengan cepat. Berbeda halnya dengan kasus-kasus lain seperti Perang Korea, Palestina, Suez, dan Kongo yang membutuhkan usaha khusus dari PBB,7 krisis misil Kuba tidak berlanjut pada berkobarnya perang senjata yang melibatkan kekuatan militer. Tidak berlanjutnya krisis ini pada perang penulis lihat sebagai hasil usaha masing-masing negara yang bertikai. AS tidak menginginkan dirinya diserang Soviet sehingga Kennedy mengusahakan komunikasi yang baik dengan Krushchev, begitu pula dengan Krushchev. Fidel Castro yang akhirnya ditinggalkan Uni Soviet dalam perundingan pun sepertinya menyadari bahwa ia tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mengobarkan perang sendirian dengan AS. Perlu diingat bahwa Castro minta bantuan pertahanan kepada Uni Soviet karena ia merasa ditodong dari belakang oleh Amerika Serikat dengan adanya Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo.8 Bahkan Castro bersikeras militer USSR harus tetap berada di Kuba saat berunding dengan Anastas Mikoyan. Karena ketakutan akan perang yang mungkin terjadi, pihak-pihak yang berseteru lebih memilih usaha diplomasi jalan damai dibanding peperangan. Penulis juga sependapat dengan Adam Roberts dan Benedict Kingsbury yang mengatakan bahwa peran PBB dalam perdamaian dan keamanan internasional selama permusuhan Timur-Barat 7 Thomas G. Weiss, David P. Forsythe, Roger A. Coate, The United Nations and Changing World Politics, (Colorado: Westview Press, 2001), hlm.47-53. 8 Hidayat Mukmin, Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa ini, (Jakarta: Ghalia Indo, 1981), hlm. 140. 4 (Perang Dingin) memang terlihat marginal. Banyak isu-isu fundamental yang antara Amerika Serikat dan USSR yang dibicarakan diluar institusi PBB. Kerangka kerja bilateral atau multilateral yang lebih pribadi lebih disukai karena negara-negara yang tidak disukai dapat dikeluarkan dan tekanan yang lebih rendah untuk mengikuti sejumlah prinsip dan praktek PBB. 9 Hal ini berlaku juga dalam kasus misil di Kuba ini. Ditambah lagi, kenyataan bahwa AS dan USSR sebagai pihak yang berseteru merupakan pemegang kekuasaan di PBB pada masa itu. Langkah PBB dalam menyelesaikan banyak kasus lebih banyak ditentukan oleh kedua superpower. Dalam kasus Kuba, AS dan USSR memilih untuk tidak menggunakan PBB sebagai sarana menyelesaikan sengketa. Sehingga jika AS dan USSR memilih untuk tidak menggunakan PBB untuk bertindak atas kasus tertentu, maka PBB juga tidak akan bertindak apa-apa. Kesimpulan yang dapat diambil penulis adalah tidak terdapat peranan PBB dalam menyelesaikan kasus krisis misil Kuba ini. Kegagalan PBB sebagai pihak penetralisir konflikkonflik internasional selama Perang Dingin terlihat dalam peristiwa ini. Kegagalan ini juga berhubungan dengan keseimbangan kekuatan yang memotori PBB yang sedang bertikai pada masa itu. Selesainya kasus ini secara damai pada akhirnya lebih dikarenakan komunikasi intensif antara Kennedy-Krushchev-Castro yang dibantu pula oleh U Thant sebagai sekjen PBB. Peran Sekjen PBB dalam masalah ini, sebaliknya, sangatlah besar dan signifikan. Daftar Bacaan : Buku Hidayat Mukmin. Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa ini. (Jakarta: Ghalia Indo, 1981). Roberts, Adam, dan Benedict Kingsbury. Presiding Over a Divided World: Charging UN Roles, 1945-1993. (London: Lynee Riener Publishers, 1994). Weiss, Thomas G., David P. Forsythe, dan Roger A. Coate. The United Nations and Changing World Politics. (Colorado: Westview Press, 2001). Skripsi Putera, Bayu Sukarno. Perimbangan Kekuatan Amerika Serikat dan Uni Soviet tahun 1962: Kasus Krisis Kuba, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986). Internet http://andromeda.rutgers.edu/~hbf/missile.htm http://library.advanced.org/11046/ 9 Adam Roberts dan Benedict Kingsbury, op. cit., hlm. 26-27. 5