33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian tentang prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan
alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Mei 2016.
Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket
dan saat penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi. Penelitian dari 24 sampel
cetakan gigi yang di hitung dengan menggunakan PAR Indeks menghasilkan data
sebagai berikut:
Tabel 9. Distribusi subjek menurut keparahan maloklusi pra dan pasca perawatan.
Skor
Par Maloklusi
Pasca
%
Saat ini
%
Indek
0
Ideal
2
8,33
2
8,33
1-16
Ringan
22
91,67
22
91,67
17-32
Sedang
0
0
0
0
33-48
Parah
0
0
0
0
>48
Sangat
0
0
0
0
24
100
24
100
parah
Total
33
34
Data pasca perawatan dan kondisi perawatan saat ini menunjukan dari 2
sampel termasuk dalam kelompok ideal (8,33%) dan 22 sampel termasuk dalam
kelompok maloklusi ringan (91,67%). Tidak ada sampel yang masuk pada
kelompok malokusi sedang, parah, sangat parah.
Tabel 10. Skor PAR indeks katagori ringan menurut keparahan maloklusi pra dan pasca perawatan
Skor Par
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Setelah lepas
bracket
2
0
3
5
4
1
2
1
4
0
0
1
1
0
0
0
0
%
8,3%
0%
12,5%
20,83%
16,67%
4,17%
8,3%
4,17%
16,67%
0%
0%
4,17%
4,17%
0%
0%
0%
0%
Saat
Penelitian
2
0
1
3
1
4
3
1
3
1
0
2
1
0
0
0
2
%
8,3%
0%
4,17%
12,5%
4,17%
16,67%
12,5%
4,17%
12,5%
4,17%
0%
8,3%
4,17%
0%
0%
0%
8,3%
Tabel di atas menunjukan skor PAR indeks tertinggi pada skor 3 terdapat 5
(20,83%) sampel dan terendah dengan skor 1, 9, 10, 13, 14, 15 dan 16 terdapat 0
(0%) sampel pada kondisi setelah lepas bracket, sedangkan pada kondisi saat
penelitian skor PAR indeks tertinggi dengan skor 5 terdapat 4 (16,67%) sampel
dan terendah skor 1, 10, 13, 14, 15 terdapat 0 (0%) sampel.
35
Tabel 11. Presentase selisih skor setelah lepas bracket dan skor kondisi saat ini
Selisih skor PAR
1
0
-1
-2
-3
-4
-5
Total seluruh sampel
Jumlah sampel
1
6
4
4
6
1
2
24
Presentase
4,17%
25%
16,67%
16,67%
25%
4,17%
8,33%
100%
Tabel diatas menunjukan selisih skor 1 terdapat jumlah sampel 1 (4,17%),
pada selisih skor 0 terdapat jumlah 6 sampel (25%), pada selisih skor -1 terdapat
jumlah 4 sampel (16,67%), pada selisih skor -2 terdapat jumlah 4 sampel
(16,67%), pada selisih skor -3 terdapat jumlah 6 sampel (25%), pada selisih skor 4 terdapat 1 jumlah sampel (4,17%) dan pada selisih skor -5 terdapat 2 sampel
(8,33%). Terdapat 17 sampel dengan (70,83%) yaitu mengalami peningkatan skor
yang diasumsikan mengalami relaps.
Untuk menguji signifikansi perbedaan skor setelah lepas bracket dan skor
saat penelitian dilakukan uji normalitas Shapiro-wilk dan dilanjutkan dengan uji
Paired sample T test. Uji Shapiro-wilk digunakan untuk menguji normalitas dari
distribusi data yang kuantitasnya kurang dari 50 data.
36
Tabel 12. Hasil uji normalitas data
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Skor setelah lepas bracket
.188
24
.028
.938
24
.147
Skor saat penelitian
.141
24
.200
*
.944
24
.201
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji normalitas Shapiro-wilk diatas menunjukan nilai p=0,147 (p>0,05)
pada skor setelah lepas bracket dan nilai p=0,201 (p>0,05) pada skor saat
penelitian, hal ini menunjukan bahwa data diatas normal.
Tabel 13. Hasil uji data berpasangan
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Mean Deviation
Pair Skor setelah
1
lepas bracket –
skor saat
penelitian
Std. Error
Mean
Sig. (2Lower
Upper
t
df
tailed)
1.7916
1.66757
.34039 -2.49582 -1.08751 -5.264
23
7
Tabel diatas menunjukan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan skor setelah lepas bracket dan skor saat penelitian.
.000
37
B.Pembahasan
Hasil pengukuran menggunakan PAR indeks pada 24 cetakan gigi saat
lepas bracket dan 24 cetakan saat penelitian, setelah diuji dengan menggunakan
uji parametrik Paired Sampel T test diperoleh hasil yang menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan
antara skor setelah lepas bracket dan skor saat
penelitian. Perbedaan bermakna tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan
skor, yang berarti terjadi perubahan susunan gigi geligi (terjadi relaps). Menurut
Proffit (2000), gigi geligi berada pada sistem keseimbangan gaya dimana gigi
terkena berbagai macam gaya (gaya mastikasi, penelanan dan bicara) yang berasal
dari otot bibir, pipi, lidah namun gigi tidak bergerak ke posisi yang baru. Namun,
jika sesuatu benda dikenai tekanan yang berlebihan maka benda tersebut akan
bergerak keposisi yang lain. Sebagai contoh jika gigi diberi gaya dari alat
ortodontik maka gigi akan bergerak. Gaya ortodontik telah mengubah sistem
keseimbangan sebelumnya. Jika alat ortodontik di lepas, maka keseimbangan gigi
didalam rongga mulut akan berubah sehingga gigi akan bergerak, mencari posisi
keseimbangan yang baru. Perawatan ortodontik yang dilakukan berpotensi untuk
tidak stabil. Oleh karenanya di perlukan alat retensi (Nanda RS, dkk (1992) dan
Littel RM (2002)).
Hasil penelitian pada 24 sampel menunjukkan skor saat lepas bracket dan
skor saat penelitian yang berada di katagori ideal (0) terdapat 2 sampel dan
dikatagori ringan (1-16) terdapat 22 sampel. Hal ini menunjukan terdapat 2
sampel yang kondisi gigi geligi masih tetap dalam keadaan baik, dan 22 sampel
dalam kondisi tidak ideal namun masih dalam katagori ringan. Maloklusi yang di
38
katagorikan ideal adalah suatu kondisi yang tidak terdapat penyimpangan gigigigi dari oklusi normal, sedangkan maloklusi yang dikatagorikan ringan adalah
maloklusi yang gigi geligi sedikit berjejal dan sering terjadi pada gigi depan
mandibula (Dika., dkk 2011).
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya releps
setelah perawatan ortodontik cekat sebesar 70,83%. Hasil penelitian ini
menunjukan walaupun relaps terjadi namun perubahan yang terjadi masih dalam
katagori
ringan,
kemungkinan
dikarenakan
kooperatif
pasien
dalam
menggunakan retainer, sesuai dengan pernyataan Profit (2007) yang menyatakan
bahwa retainer merupakan alat pasif ortodontik yang membantu dalam menangani
dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama untuk memberikan kesempatan
reorganisasi struktur-struktur pendukung setelah tahap aktif dalam perawatan
ortodontik.
Indeks PAR merupakan indeks yang sering dibutuhkan sebagai acuan
dalam menentukan kebutuhan dan evaluasi hasil perawatan ortodontik. Selain itu
indeks ini terbukti dapat mengukur terjadinya relaps dengan cara membandingkan
cetakan gigi setelah lepas braket dengan cetakan gigi saat penelitian. Indeks PAR
merupakan indeks yang memiliki kelebihan dibandingkan indeks yang lain karena
memiliki validitas dan reliabilitas yang sudah teruji serta mempunyai
keseragaman dalam intepretasi dan kriteria yang diteliti. Namun, indeks ini
memiliki keterbatasan yaitu pada sistem pembobotan (weighting system) yang
berkaitan pada overjet dan overbite. Pembobotan yang tinggi untuk overjet,
sebagai contoh terjadi penurunan overjet pada kasus overjet besar dari 8 mm
39
menjadi 2 mm dengan retroklinasi insisivus rahang atas akan memberikan poin
sebesar 18 poin hanya selisih 4 poin dari hasil “sangat meningkat” (greatly
improved) sesuai dengan PAR nomogram. Walaupun secara estetik dan
fungsional masih dipertanyakan. Disisi lain sistem pembobotan untuk overbite
hanya mencapai 6 poin, tidak menunjukan hasil perawatan dalam fungsi dan
penampilan (Hamdan & Rock, 1999).
Download