10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periklanan 2.1.1 Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Periklanan
2.1.1
Definisi Periklanan
Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Periklanan Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia, Periklanan adalah “keseluruhan proses yang meliputi
penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.” 7
Dengan demikian, maka penulis melihat manajemen periklanan sebagai
keseluruhan proses, dan bukan semata-mata aspek teknis. Sebagai bagian dari
bauran komunikasi pemasaran, iklan mempunyai sasaran yang berbeda dengan
sasaran ketiga unsur lainnya dalam bauran pemasaran. Baik produk, harga, maupun
tempat (atau distribusi) mempunyai sasaran pada pasar sasaran. Sedangkan
periklanan sebagai bagian dari bauran komunikasi pemasaran atau bauran promosi
yang mempunyai sasaran pada konsumen sasaran.
Menurut Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran Jilid 1,
Bauran pemasaran adalah “seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan
untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.”8
Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Periklanan Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia, perbedaan antara Pasar Sasaran dan Konsumen
Sasaran sebagai berikut:
7
8
Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1995, hal. 11
Philip Kotler (Alih Bahasa: Hendra Teguh, dkk), Manajemen Pemasaran Jilid 1, Jakarta: Prehallindo,
2000, hal. 18
10
11
1) “Pasar sasaran adalah sasaran yang dituju. Dalam konsep pemasaran,
pasar sasaran adalah sasaran yang ditentukan dan dipilih oleh produsen
sesuai dengan konsep segmentasi pasar.
2) Konsumen sasaran adalah pasar sasaran yagn ditambah dengan faktorfaktor di sekelilingnya yang mempengaruhi pasar sasaran untuk
mengambil keputusan. Misalnya, majalah Bobo, pasar sasarannya
adalah anak-anak usia sekolah dasar. Pada waktu beriklan, majalah ini
memuat iklannya itu dalam harian kompas dan majalah Ayah Bunda.
Pembaca kompas dan Ayah Bunda bukannya pasar sasaran Bobo.
Kedua media tersebut dipakai oleh Bobo, semata-mata karena keduanya
menjangkau khalayak sasaran Bobo, yakni ibu-ibu, bapak, atau kakak
dari si kecil (anak SD) pembaca bobo.” 9
Jadi, dapat disimpulkan bahwa periklanan sebagai proses komunikasi itu
tidak lepas dari komunikasi pemasaran. Di dalam proses periklanan tersebut
mencakup adanya penyiapan bahan-bahan yang akan dipromosikan kepasaran,
kemudian perlu direncanakan secara matang agar berhasil mencapai target sasaran,
dan dalam pelaksanaannya juga dapat berjalan dengan lancar akan tetapi tetap terus
mendapat pengawasan secara langsung dalam menyampaikan iklannya agar
informasi produk sampai pada target sasaran dengan tepat.
Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Periklanan Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia, yang dimaksud dengan iklan adalah “suatu pesan
mengenai suatu produk yang disampaikan melalui media, yang ditunjukkan ke
masyarakat.”10 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa iklan
merupakan suatu bentuk informasi pesan produk yang disampaikan lewat
penggunaan media baik cetak maupun elektronik agar isi pesan yang
disampaikannya tersebut kena pada target sasarannya.
9
Rhenald Kasali, op.cit, hal. 11
Rhenald Kasali, ibid., hal. 9
10
12
Menurut Kotler, Iklan adalah “segala bentuk presentasi dan promosi nonpersonal suatu produk yang dibayar dan disponsori oleh sponsor yang jelas,
sedangkan menurut Stanton seperti yang dikutip oleh Bilson Simamora,
menyatakan bahwa “Iklan terdiri dari segala kegiatan yang dilibatkan dalam
mempresentasikan sesuatu kepada audiens secara non-personal dengan sponsor
yang jelas, dan biaya – suatu pesan tentang produk.”11
Dari hasil penjelasan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulannya
sebagai berikut:
1. Pesan yang bersifat verbal, dapat didengar ataupun visual.
2. Sponsor dapat diidentifikasi.
3. Diluncurkan melalui satu atau beberapa media.
4. Sponsor membayar media yang menampilkan tersebut.
Sedangkan periklanan ditinjau dari suatu konteks, juga merupakan sarana
komunikasi di antara produsen dan konsumen. Tujuan akhir komunikasi periklanan
yang diharapkan tentunya untuk menciptakan respon perilaku di pasaran. Perilaku
tersebut dapat berupa pembelian pertama terhadap suatu merek, kunjungan ke
suatu etalase pedagang eceran, atau hanya melanjutkan tindakan pembelian merek
tersebut. Tanpa respons perilaku akhir, periklanan hanya merupakan hiburan baik
atau buruk belaka.
11
Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel, Jakarta: PT.
Gramedia, 2003, hal. 305
13
2.1.2
Tujuan Iklan
Pada dasarnya tujuan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi
sikap-sikap khalayak. Dalam hal ini tentunya sikap-sikap konsumen. Menurut
Frank Jefkins dalam bukunya Periklanan, Tujuan periklanan komersial adalah
“membujuk khalayak untuk membeli produk kita bukannya produk orang lain.” 12
Kegiatan periklanan dapat dikatakan sebagai kegiatan komunikasi, karena
didalamnya berlangsung proses komunikasi. Proses komunikasi di sini maksudnya
terdapat proses penyampaian isi pesan dalam bentuk iklan yang disampaikan oleh
produsen (pengiklan) pada audiensnya dengan menggunakan media komunikasi
massa yang dapat menjangkau khalayak luas. Sesuai penjelasan di atas, dapat
diketahui dengan jelas bahwa periklanan merupakan tangan komunikasi, yang
dapat memaparkan sejumlah uraian informasi keunggulan pesan produk dengan
tujuan dan sasaran yang telah tersegmentasi maka secara umum pesan yang
disampaikan iklan itu berarti dalam bentuk komunikasi persuasif yang artinya
adanya sifat bujuk rayu dari pengiklan yang disampaikan media televisi agar
khalayak tertarik untuk membeli produk tersebut.
2.1.3
Tayangan Iklan di Televisi
Menurut Alatas, Iklan televisi merupakan salah satu bagian dari program
siaran televisi. Iklan televisi di Indonesia diterjemahkan sebagai “Program siaran
niaga yang berisi informasi tentang sesuatu produk dan atau citra (image) tertentu,
12
Frank Jefkins, (Terjemahan Haris Munandar), Manajemen Periklanan Konsep & Aplikasinya di
Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995, hal. 17
14
yang secara sengaja dan terencana diproduksi untuk memenuhi kepentingan bisnis
dan tujuan usaha atau kegiatan suatu perusahaan atau instansi pemerintah.” 13
2.2 Humor
2.2.1
Penggunaan Humor
Penggunaan daya tarik perasaan dan emosi banyak digunakan oleh
pengiklan baik untuk produk yang berharga mahal (mobil, lukisan, pakaian, dan
lain sebagainya) maupun untuk produk-produk yang harganya cukup murah (rokok
sebagai produk yang sedang penulis teliti). Terdapat sejumlah cara untuk
menampilkan pesan iklan dengan menggunakan daya tarik perasaan dan emosi.
Dalam penelitian ini penulis menampilkan pesan iklan dengan daya tarik perasaan
dan emosi melalui pendekatan humor.
Menurut Sutisna dalam bukunya Perilaku Konsumen dan Komunikasi
Pemasaran, menyatakan bahwa “Penggunaan humor sebagai daya tarik
emosional sangat menarik karena humor dapat membuat penerima pesan
memperoleh mood positif. Ketika penonton memperoleh mood positif,
maka probabilitas (kemungkinan) penerimaan pesan secara baik akan lebih
besar). Lain halnya, kalau keadaan mood penonton dalam keadaan buruk
(bad mood). Dalam keadaan bad mood, penonton akan cenderung tidak
memperhatikan apa yang ada disekitar dirinya, termasuk tampilan iklan
televisi.”14
Produk yang menggunakan humor sebagai daya tarik iklannya biasanya
produk-produk yang termasuk kategori low involvement (Kategori rendah atau
tidak berisiko tinggi). Humor yang menarik perhatian akan humornya itu sendiri
daripada produknya dapat merusak pasaran produk. Sebagian orang memasarkan
13
14
Fahmi A. Alatas, Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa, Jakarta: Yayasan Pengkajian
Komunikasi Massa Depan, 1997, hal. 144
Sutisna, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001,
hal. 280
15
produknya
lewat
humor,
malahan
menempatkan
humornya
ketimbang
mengagungkan produknya.
Perhatian ditujukan pada apa yang produsen jual, bukannya produsen
sadari. Di radio, televisi atau di media cetak, kita tak bisa menaruh kaki ke dalam
tempat sampah dan memiringkan kap lampu di atas kepala sambil menjual barang
dagangan. Alasannya, kembali pada dalil komunikasi massa Lewis kedua, yaitu
kecerdikan untuk kepentingan kecerdikan, bisa menjadi hutang daripada modal.
Pesan-pesan yang penuh humor digunakan karena mereka menarik
perhatian dan karena pengiklan percaya bahwa humor bisa bersifat persuasive.
Suatu sumber memfokuskan bahwa sampai dengan 20% dari keseluruhan iklan
televisi mengandung elemen humor. Kekuatan humor itu ada pada detil-detil dari
aspek, seperti mimik, adegan, suara, dan sebagainya. Jika aspek-aspek itu tidak
ditampilkan dengan baik, maka humornya menjadi hambar. Pendapat lain
menyatakan bahwa dengan melihat reaksi masyarakat terhadap iklan televisi,
humor tidak pernah muncul sebagai faktor yang terpisah. Lebih dari itu humor
adalah satu dari beberapa elemen stimulus yang dapat membuat suatu iklan
mendapat perhatian dan menjadi menarik.
2.2.2
Peran humor dalam iklan
Menurut Max Sutherland dan Alice K. Sylvester menyatakan bahwa
langkah pertama untuk menjadikan humor bekerja secara efektif adalah mengenali
dua wajahnya: humor mempunyai efek positif dan juga negatif. Ada tiga
mekanisme utama dimana humor diduga berperan dalam iklan :
16
1. “Sedikit bantahan. Karena kita memproses iklan sebagai hiburan (daripada
melakukan evaluasi benar atau salah atas materinya), hanya ada sedikit
bantahan terhadap iklan lucu.
2. Iklan lucu dianggap mempunyai nilai lebih, yaitu lebih banyak perhatian.
3. Iklan lucu biasanya lebih disukai, iklan seperti ini mungkin lebih efektif.” 15
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa iklan humor dapat
berperan dalam iklan apabila iklan lucu itu menampilkan sesuatu yang unik dan
memperlihatkan keanehan yang belum pernah dilihat khalayak sebelumnya
sehingga orang tertarik untuk menontonnya. Penggunaan humor dalam
menyampaikan isi pesan tayangan iklan di televisi dapat dikatakan efektif untuk
menarik perhatian pemirsa televisi, karena penggunaan bahasa iklannya yang
sederhana dan perpaduan mimik wajahnya yang sudah terlihat lucu sebagai
handalan untuk menarik perhatian.
2.2.3
Dampak Humor dalam iklan
Dampak humor pada iklan menurut Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar
Kanuk meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
“Humor menarik perhatian.
Humor tidak merusak pemahaman.
Humor tidak efektif lagi jika persuasinya meningkat.
Humor tidak meningkatkan kredibilitas sumber.
Humor meningkatkan rasa suka.
Humor yang ada hubungannya dengan produk lebih unggul daripada
humor yang tidak ada hubungannya dengan produk.
7) Faktor-faktor demografis audien (misalnya, jenis kelamin, suku, umur),
mempengaruhi respon terhadap daya tarik iklan yang lucu.
8) Humor lebih efektif terhadap produk yang sudah ada daripada produk
baru.
15
Max Sutherland dan Alice K. Sylvester (Penerjemah: Andreas Haryono dan Slamet), Advertising and
the Mind of the Customer:Iklan yang Berhasil, yang Gagal, dan Penyebabnya, Jakarta: Penerbit
PPM, 2004, hal. 228
17
9) Humor lebih cocok untuk produk dengan keterlibatan yang rendah dan
produk yang berorientasi pada perasaan daripada produk dengan
keterlibatan yang tinggi.”16
Berdasarkan unsur-unsur di atas, dapat diuraikan sebagai berikut: Humor
menarik perhatian dikarenakan penggunaan humor dalam iklan dapat membuat
penerima pesan memperoleh mood positif. Humor juga tidak merusak pemahaman
apabila dikemas secara hati-hati dan kreatif sehingga isi pesannya dapat dimengerti
dan dipahami dengan baik oleh pemirsa televisi. Sedangkan humor dapat dikatakan
tidak efektif lagi jika persuasinya meningkat karena lebih menonjolkan isi
pesannya agar orang tersebut membeli dibandingkan kelulucuannya. Pengemasan
iklan yang menggunakan pendekatan humor secara tidak tepat dapat merusak
kredibilitas sumber karena antara model iklan dan produk yang ditawarkan tidak
sesuai. Humor juga dapat meningkatkan rasa suka pemirsa televisi pada produk
karena pengemasannya yang lucu sehingga pemirsa televisi menjadi tertarik ingin
menggunakan produk tersebut. Faktor demografis ikut menentukan keberhasilan
dari iklan humor, karena iklan lucu ini hanya dapat dimengerti oleh pemirsa
televisi yang memiliki pengetahuan dan pemahaman cukup baik. Penggunaan
humor pada iklan akan lebih efektif apabila digunakan pada produk yang sudah
dikenal masyarakat karena produk tersebut telah teridentifikasi dengan baik.
Biasanya penggunaan humor ini untuk produk yang memiliki keterlibatan rendah
maksudnya dampak dari penggunaan produk tersebut bagi konsumen tidak terlalu
membahayakan sehingga konsumen tidak terlalu rugi besar apabila produknya
tersebut mengecewakan.
16
L.eon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), Perilaku Konsumen
Edisi Ketujuh, Jakarta: PT. Indeks Gramedia, 2004, hal. 280
18
2.2.4
Keuntungan Penggunaan Humor dalam iklan
Beberapa
penelitian
memberikan
pengertian
tentang
keuntungan-
keuntungan dan batasan-batasan bagi humor iklan komersial:
1) “Humor dapat membangkitkan awareness dan menarik perhatian pada
iklan komersial.
2) Humor umumnya tidak membantu persuasi atau sumber kepercayaan
(kredibilitas).
3) Humor bisa merusak pengertian iklan. Hal ini disebabkan mungkin saja
terjadi lantara orang lebih tertarik pada humornya daripada pesan iklan
yang ingin disampaikan.
4) Humor tidak boleh digunakan pada barang atau jasa yang sensitive,
misalnya topik tentang uang (iklan bank dan segala fasilitasnya), jasa
keamanan dan pertanggungan (iklan jasa asuransi), bukanlah bahan
tertawaan bagi kebanyakan orang.
5) Radio dan televisi adalah media terbaik dalam penggunaan humor,
mereka secara khusus cenderung memanusiawikan suatu iklan.” 17
Dari unsur-unsur mengenai keuntungan dan batasan-batasan bagi humor
iklan, dapat dijelaskan sebagai berikut: penggunaan humor dalam iklan dapat
membangkitkan kesadaran karena pengemasan cerita iklannya yang unik
meninggalkan kesan dibenak pemirsa televisi sebab iklan tersebut terlihat menarik
perhatian. Humor juga jarang dapat meningkatkan kredibilitas narasumbernya
dalam hal ini pemeran iklan karena biasanya orang itu tertawa dan melihat iklan itu
lucu dikarenakan akting yang diperankan model iklan tersebut terkadang aneh dan
suatu hal yang tidak biasa dilihat sehingga kurang mendapat kepercayaan. Akan
tetapi dengan penggunaan humor itu dapat merusak arti isi pesan iklannya karena
penetapan isi iklan telah dikonsepkan jauh sebelumnya agar orang dapat mengerti
dan memahaminya. Humor juga tidak diperbolehkan pada produk yang sifatnya
sensitif karena dapat membawa petaka serta hilangnya citra perusahaan. Biasanya
17
L.eon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), ibid., hal. 300
19
iklan humor itu ditayangkan di media radio dan televisi karena media ini cukup
jelas dalam menyampaikan informasi pesan iklan.
Berdasarkan penjelasan mengenai pendekatan humor dalam tayangan iklan
televisi dapat penulis simpulkan sebagai berikut pesan-pesan iklan yang
menggunakan pendekatan humor, diyakini dan dipercaya dapat menarik perhatian
pemirsa televisi lebih banyak. Karena isi pesannya di dalam mempersuasif target
sasarannya cukup unik dan khas sehingga selain target sasarannya terpengaruh
secara tidak langsung, juga dapat terhibur dengan tayangan iklan merek produk di
televisi tersebut.
2.3 Televisi
2.3.1
Definisi Televisi
Menurut Tams Djayakusumah dalam bukunya Periklanan, Televisi adalah
“salah satu media massa yang dapat memancarkan suara dan gambar, yang berarti
sebagai reproduksi yang disiarkan melalui gelombang-gelombang elektronik
sehingga dapat diterima oleh pesawat penerima dirumah-rumah”.18
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa televisi
merupakan salah satu media komunikasi massa yang memiliki kelebihan tersendiri
dibandingkan media massa lainnya dikarenakan televisi ini memiliki sifat audio
visual dalam arti kata pemirsa televisi dapat menyaksikan iklan dalam bentuk
gambar dan suara sehingga terlihat lebih hidup dan menarik perhatian.
Televisi sebagai salah satu produk kemajuan teknologi, menjadi salah satu
bentuk media massa audio-visual dengan kelebihan dan sifatnya yang khas.
18
Tams Djayakusumah, Periklanan, Bandung: Armico, 1992, hal. 163
20
Kelebihan dan sifat inilah yang membedakannya dengan media massa yang telah
ada sebelumnya; yaitu media massa cetak (surat kabar, majalah).
Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan
secara serentak, pesan atau informasi yang disampaikan melalui televisi mampu
menjangkau jutaan orang khalayak sasarannya. Maka dapat dikatakan iklan televisi
telah menjadi sajian pemenuhan kebutuhan. Pemirsa seakan dimanjakan oleh
penyajian informasinya yang mampu menawarkan segala kebutuhan pemirsa
secara impresif dan atraktif. Pemirsa pun akhirnya memposisikan televisi sebagai
referensi pemenuhan kebutuhan. Artinya, ketika pemirsa menginginkan sesuatu
yang baru di balik tuntutan pemenuhan kebutuhannya, pemirsa tidak perlu pusing
tujuh keliling mencari informasi, sebab segalanya dapat dilakukan hanya dengan
menekan remote control dan televisi pun akan mempresentasikan sajian yang
menakjubkan.
2.3.2
Unsur-Unsur Iklan Televisi
Dalam menyampaikan informasi gagasan suatu produk dibutuhkan suatu
iklan dan media sebagai penempatannya. Menurut Frank Jefkins, kegiatan
periklanan berkaitan dengan media yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu :
a. “Above the line (iklan lini atas)
Yaitu iklan yang menggunakan media, baik itu media cetak (koran,
majalah) maupun media elektronik (televisi, radio), media bioskop,
media luar ruangan (misalnya poster). Pemakaian iklan ini,
mengharuskan adanya komisi, dan biro iklan yang mengelolanya harus
mendapat pengakuan dari lembaga asosiasi pemilik media.
b. Below the line (iklan lini bawah)
Iklan below the line yaitu iklan-iklan yang tidak menggunakan
pembayaran komisi. Misalnya saja iklan dalam pameran/eksebisi,
21
lembaran iklan yang dikirimkan ke rumah-rumah melalui pos, literatur
penjualan, serta iklan peragaan di tempat-tempat penjualan.”19
Proses pembuatan tayangan iklan televisi harus memperhatikan unsur-unsur
kreatif iklan sebagai berikut:
1) “Alur cerita yang merupakan kisah atau jalan cerita dalam iklan tersebut.
2) Setting, tempat atau lokasi yang digambarkan dalam suasana cerita iklan
tersebut.
3) Tokoh, aktor yang terlibat dalam visualisasi cerita iklan tersebut.
4) Isi pesan, ide atau gagasan yang hendak disampaikan dalam iklan tersebut.
5) Musik, lagu, irama, atau bunyi-bunyian yang terdapat dalam iklan tersebut.
6) Slogan (magic word). Kata kunci ini berguna agar khalayak dapat mengingat
dengan kata-kata yang mengkarakterkan iklan tersebut”20.
Dalam situasi demikian, iklan televisi dapat mengambil peranan yang
penting, dalam:
1. “Membangun dan mengembangkan citra positif bagi suatu perusahaan (
company image )
2. Membentuk publik opini yang positif terhadap perusahaan atau produk
perusahaan tersebut.
3. Mengembangkan kepercayaan masyarakat terhadap produk konsumsi
dan perusahaan yang memproduksinya.
4. Menjalin komunikasi secara efektif dan efisien dengan masyarakat luas,
sehingga dapat terbentuk pemahaman dan pengertian yang sama
terhadap sesuatu produk yang dipasarkan maupun jasa yang ditawarkan
kepada masyarakat oleh perusahaan tersebut.
5. Mengembangkan alih pengetahuan tentang sesuatu perusahaan, yang
memungkinkan masyarakat memiliki simpati, empati, dan bahkan
dalam kaitan dengan kegiatan go public merasa ikut memiliknya.” 21
19
Frank Jefkins, op cit., hal. 379
Thomas Rusell & Lane. Syahrizal Noor (penyadur), Kleppner’s Advertising Procedure (First Book).
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hal. 298
21
Fahmi A. Alatas, op.cit, hal. 30 – 31
20
22
2.3.3
Daya Tarik Iklan Televisi
Penggunaan daya tarik perasaan dan emosi banyak digunakan baik untuk
produk yang berharga mahal (mobil, lukisan, pakaian) maupun untuk produkproduk yang harganya cukup murah (kopi, pasta gigi, air mineral). Terdapat
sejumlah cara untuk menampilkan pesan iklan dengan menggunakan daya tarik
perasaan dan emosi. Berikut ini akan dibahas satu persatu cara-cara menampilkan
pesan iklan dengan daya tarik perasaan dan emosi:
1. Rasa takut (fear)
Tampilan iklan yang menggunakan rasa takut biasanya menampilkan aspekaspek negatif atau hal-hal yang berbahaya yang berhubungan dengan perilaku
atau penggunaan produk yang tidak tepat. Rasa takut merupakan penggunaan
daya tarik perasaan.
Contoh pesan iklan dengan pendekatan fear (rasa takut)
2. Humor
Penggunaan humor sebagai daya tarik emosional sangat menarik karena hal itu
dapat menarik perhatian dan dapat menimbulkan daya tarik. Alasan lebih jauh
penggunaan humor adalah humor dapat membuat penerima pesan memperoleh
mood positif. Ketika penonton memperoleh mood positif, maka ada
23
kemungkinan penerimaan pesan secara baik akan lebih besar. Lain halnya
kalau keadaan mood penonton dalam keadaan buru (bad mood). Dalam
keadaan bad mood, penonton akan cenderung tidak memperhatikan apa yang
ada disekitar dirinya, termasuk tampilan iklan di televisi. Produk yang
menggunakan humor sebagai daya tarik iklannya biasanya produk yang
termasuk kategori low involvement (keterlibatan rendah). Hal ini terjadi karena
humor sebagai bagian dari keseluruhan tampilan iklan adalah termasuk ke
dalam peripheral (sebagai pelengkap) dan bukan inti.
3. Animasi
Animasi merupakan cara lain untuk menampilkan daya tarik iklan. Animasi
banyak digunakan untuk produk-produk yang konsumennya anak-anak.
Penggunaan animasi untuk iklan produk telah sukses digunakan. Alasan utama
dari penggunaan animasi adalah karena untuk menghindari rasa bosan dari
konsumen. Dengan animasi, tampilan iklan secara visual bisa direkayasa
sedemikian rupa hingga bisa menarik perhatian penonton. Contoh iklan
Gulaku, Molto Pewangi Lily and Rose.
4. Seks
Penggunaan sindirian seksual atau tema seksual dalam tampilan iklan sudah
sangat biasa dan juga kontroversial. Banyak iklan yang menggunakan tema
seksual sebagai daya tarik iklan diprotes oleh masyarakat. Penggunaan tema
seksual memang sangat ampuh untuk menairk perhatian penonton, bahkan
untuk produk yang tidak berhubungan sekalipun. Oleh karena itu, banyak iklan
yang tidak berhubungan kemampuan seksual menggunakan seksual dalam
iklan, paling tidak menggunakan sindiran seksual.
24
Contoh Iklan Pantene
5.
Musik
Penggunaan musik sebagai daya tarik tampilan iklan sangat sering memakai
musik sebagai ilustrasi peripheralnya. Musik dalam iklan bisa juga sebagai
diferensiator, artinya penggunaan jenis musik akan menimbulkan karisma,
wibawa, dan kesan tersendiri bagi produk yang diiklankan. Contoh iklan Mie
Instans.
6. Fantasi22
Fantasi merupakan salah satu cara untuk menimbulkan daya tarik bagi tampilan
iklan. Penggunaan fantasi sebagai daya tarik tampilan iklan diyakini bisa
menimbulkan perhatian dari penonton. Produk makanan kecil untuk anak-anak
sering juga menggunakan fantasi.
2.3.4
Kelebihan iklan di televisi
Ada beberapa kelebihan iklan yang ditayangkan di televisi seperti yang
dikutip oleh Darmadi Durianto,dkk, yaitu sebagai berikut :
1) “Efisiensi biaya.
Televisi mampu menjangkau masyarakat yang sangat luas. Kelebihan
ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap orang.
22
Sutisna, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
hal. 280
25
Banyak pengiklan memandang televisi sebagai media yang paling
efektif untuk menyampaikan pesan - pesan komersialnya.
2) Dampak yang kuat.
Iklan di televisi sampai ke pemirsa dalam bentuk audio visual.
Kreativitas pengiklan lebih dapat dieksplorasi dan dioptimalkan dengan
mengkombinasikan gerak, keindahan, kecantikan, suara, warna, musik
, drama, humor, maupun ketegangan.
3) Pengaruh yang kuat.
Kebanyakan pemirsa melewatkan waktunya di depan televisi yang
merupakan sarana hiburan, sumber berita, sarana pendidikan, dll.
Sebagaimana kebanyakan pembeli, pemirsa di televisi lebih cenderung
memilih produk yang diiklankan di televisi daripada produk yang tidak
mereka kenal.”23
2.3.5
Kelemahan iklan di televisi
Kelemahan iklan yang ditayangkan di televisi antara lain sebagai berikut :
1) “Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga
pemilahan sering sulit dilakukan.
2) Televisi tidak dapat menyajikan data - data yang lengkap mengenai
produk yang diiklankan.
3) Kurangnya konsentrasi pemirsa karena mereka dapat melakukan
berbagai kegiatan saat menyaksikan iklan di televisi.
4) Mahalnya biaya untuk beriklan di televisi.
5) Pembuatan iklan televisi butuh waktu yang lama maka ia tidak cocok
untuk iklan - iklan yang bersifat darurat.”24
Pemanfaatan iklan televisi secara efektif dan efisien sebagai sarana
informasi perusahaan tidak terbatas dan tidak berhenti hanya pada sebatas
perluasan jangkauan khalayak sasaran yang dituju dan dicapainya. Akan tetapi,
lebih dari itu, bagaimana memenuhi iklan yang dimanfaatkan kemampuannya
untuk memenuhi misi dan kehendak perusahaan yang menggunakannya, serta
selaras dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, khalayak sasarannya.
23
24
Darmadi Duriato, Supraktiknyo, Invasi Pasar dengan iklan yang efektif, Jakarta: Gramedia, 2003,
hal. 15
Frank Jefkins (Terjemahan Haris Munandar), op.cit, hal. 113 – 114
26
2.4 Sikap Khalayak
2.4.1
Definisi Sikap
“Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut ‘attitude’ digunakan untuk
pertama kalinya oleh Herbert Spencer. Istilah disebut ‘attitude’ oleh Herbert
Spencer digunakan untuk menunjukkan suatu status mental seseorang.” 25 Bagi para
ahli psikologi, perhatian terhadap sikap berakar pada alasan perbedaan individual.
Mengapa individu yang berbeda memperlihatkan tingkah laku yang berbeda di
dalam situasi yang sebagian besar gejala ini diterangkan oleh adanya perbedaan
sikap.
Adapun bagi pakar ilmu komunikasi, ‘sikap’ dapat memberikan gambaran
perilaku (tingkah laku) komunikan, sebelum dan sesudah menerima informasi,
beberapa definisi menurut Djoenaesih S. Sunarjo, dalam bukunya Opinion Publik,
mengenai sikap sebagai berikut:
1) “W.J. Thomas
Seorang pakar psikologi memberi batasan, sikap sebagai suatu kesadaran
individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang
mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial.
2) L.L. Thurstone
Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif (yang
berhubungan dengan obyek psikologi). Obyek psikologi disini meliputi simbol,
kata-kata, slogan, organisasi, ide, dan sebagainya.
3) Zimbardo dan Ebbesen
Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan yang mudah terpengaruh) terhadap
seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive,
affective, dan behavior.
4) D.G. Myers
Sikap itu merupakan ‘a predisposition towards some object; includes one’s
beliefs, feeling, and behavior tendencies concerning the object’. Dari
penjelasan di atas, maka terjemahannya sebagai berikut: Sikap atau attitude
sudah mengandung komponen kognitif (belief), komponen afektif (feelings),
dan komponen konatif (behavior tendecies)”26
25
26
Djoenaesih S. Sunarjo, Opinion Publik, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1997, hal. 100
Djoenaesih S. Sunarjo, ibid, hal. 102
27
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan mengenai sikap yakni
kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi
obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap obyek sikap.
Obyek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, atau situasi atau
kelompok. Dengan demikian pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang
berdiri sendiri. Sikap harus diikuti oleh kata ‘terhadap’ atau ‘pada’ obyek sikap.
Istilah ‘sikap positif’ atau ‘sikap negatif’ harus dipertanyakan dahulu ‘sikap positif’
atau ‘sikap negatif’ terhadap apa atau positif atau negatif terhadap siapa?.
Dalam konteks perilaku konsumen, Menurut Leon G. Schiffman (alih
bahasa: Zoelkifli Kasip) dalam bukunya Perilaku Konsumen, Sikap adalah
“kecenderungan
yang
dipelajari
dalam
berperilaku
dengan
cara
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu.” 27 Kata
obyek dalam definisi di atas, mengenai sikap yang berorientasi pada konsumen
harus ditafsirkan secara luas meliputi konsep yang berhubungan dengan konsumsi
atau pemasaran khusus, seperti produk, merek, jasa dan iklan.
Menurut Leon G. Schiffman (alih bahasa: Zoelkifli Kasip) dalam bukunya
Perilaku Konsumen, menyatakan bahwa :
a. “Sikap adalah Kecenderungan yang dipelajari
b. Sikap mempunyai konsistensi
c. Sikap terjadi dalam situasi tertentu.” 28
27
28
Leon G Schiffman, dan Leslie Lazar Kanuk (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), op,cit, hal. 222
Leon G Schiffman, dan Leslie Lazar Kanuk (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), ibid., hal. 222
28
Berikut penjelasan mengenai sikap:
Ada kesepakatan yang umum bahwa sikap dipelajari. Ini berarti bahwa
sikap yang berkaitan dengan perilaku membeli dibentuk sebagai hasil dari
pengalaman langsung mengenai produk, informasi secara lisan yang diperoleh dari
orang lain, atau terpapar oleh iklan di media massa, internet, dan berbagai bentuk
pemasaran langsung (seperti katalog atau brosur). Sebagai kecenderungan yang
dipelajari, sikap mempunyai kualitas memotivasi, yaitu mereka dapat mendorong
konsumen ke arah perilaku tertentu atau menarik konsumen dari perilaku tertentu.
Sikap mempunyai konsistensi. Karakteristik lain dari sikap adalah bahwa
sikap relatif konsisten dengan perilaku yang dicerminkannya. Tetapi, walaupun
mempunyai konsistensi, sikap tidak selalu harus permanen, sikap dapat berubah.
Sikap terjadi dalam situasi tertentu. Yang dimaksud dengan situasi
adalah berbagai peristiwa atau keadaan yang, pada tahap dan waktu tertentu,
mempengaruhi hubungan antara sikap dan perilaku. Situasi tertentu dapat
menyebabkan para konsumen berperilaku dengan cara yang kelihatannya tidak
konsisten dengan sikap mereka.
2.4.2
Karakteristik Sikap
Adapun karakteristik sikap menurut Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi
Sosial, adalah sebagai berikut:
1) “Sikap itu dipelajari (learnability)
Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif-motif psikologi
lainnya. Misalnya: lapar, haus, adalah motif-motif psikologis yang tidak
dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap.
2) Memiliki kestabilan (stability)
29
Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil,
melalui pengalaman. Misalnya perasaan suka dan tidak suka terhadap warna
tertentu yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.
3) Personal-societal significance
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara
orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya,
ia merasa bebas dan menyenangkan.
4) Berisi cognisi dan afeksi
Komponen kognisi daripada sikap adalah berupa pengetahuan, kepercayaan
atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek
sedangkan komponen affective menunjuk pada dimensi emosional dari sikap
yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Misalnya obyek itu dirasakan
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
5) Approach – Avoidance directionality.
Bila seseorang memiliki sikap yang menyenangkan terhadap sesuatu obyek,
mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki
sikap yang tidak menyenangkan, mereka akan menghindarinya.” 29
2.4.3
Fungsi Sikap
Fungsi sikap dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :
a. “Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya
sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik
bersama.
b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku.
Antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkan yaitu
sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaianpenilaian terhadap peransgang itu sebenarnya bukan hal yang terdiri
sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan citacita orang, tujuan hidup, perarturan-perarturan kesusilaan yang ada
dalam masyarakat.
c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
Manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar
sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif.
d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya karena
sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh
karena itu, dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu,
sedikit banyak orang bisa mengetahui orang tersebut.”30
29
30
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 178
Abu Ahmadi, ibid., hal. 179
30
2.5 Teori
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Sikap Khalayak Terhadap
Penggunaan Humor Dalam Iklan Kartu As ‘Drama - Gak Punya Pulsa’ Telkomsel
di Televisi, maka teori yang digunakan sebagai berikut:
1. Teori S-O-R
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Teori-Teori Komunikasi, menyatakan
bahwa “S-R berpusat pada peramalan, dan peramalan berpusat pada respons.
Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat secara langsung diamati,
dan penjelasan psikologis berusaha menghubungkan, yakni menjelaskan, perilaku
dalam artian stimuli dan keadaan internal.” 31
Istilah S – R sebenarnya merupakan sebutan yang kurang tepat karena
mengabaikan variasi yang lebih baru dari teori S – R. Lebih lanjut para pengarang
ini mengemukakan bahwa “Psikologi S – R seharusnya paling tidak adalah
Psikologi S – O – R, umpan balik”. Dengan perkataan lain penjelasan psikologis
yang lengkap dalam kerangka S-R memerlukan adanya penambahan keadaan
internal dari Organisme (O) dan respon perilaku (umpan balik) dari konsep S-R
yang semula.”32
Sedangkan menurut Hovland, Janis dan Kelley yang dikutip oleh Mar’at
dalam bukunya Sikap Manusia, Perubahan, Serta Pengukuran, beranggapan bahwa
proses dari perubahan persepsi adalah serupa dengan proses belajar. Dalam
mempelajari persepsi yang baru, ada tiga variabel penting yang menunjang proses
belajar tersebut, ialah:
31
32
B. Aubrey Fisher (disunting: Jalaluddin Rakhmat), Teori-Teori Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1982, hal. 198
B. Aubrey Fisher (disunting oleh Jalaluddin Rakhmat), ibid, hal. 200
31
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
Organisme :
Stimulus



Perhatian
Pengertian
Penerimaan
Respon
(Perubahan Sikap)
Gambar : Proses Teori S – O – R,
Menurut Mar’at, Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran,
PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 27
Proses tersebut di atas mengambarkan perubahan persepsi dan bergantung
pada proses yang terjadi pada individu:
1. “Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau dapat
ditolak, maka proses selanjutnya terhenti. Ini berarti bahwa stimulus
tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organisme, maka tidak ada
perhatian (attention) dari organisme. Jika stimulus diterima oleh
organisme berarti adanya komunikasi, dan adanya perhatian dari
organisme. Dalam hal ini, stimulus adalah efektif dan ada reaksi.
2. Langkah berikutnya adalah jika stimulus telah mendapat perhatian dari
organisme, maka proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus
(correctly comprehanded). Kemampuan dari organisme inilah yang
dapat melanjutkan proses selanjutnya.
3. Pada langkah berikutnya adalah bahwa organisme dapat menerima
secara baik apa yang telah diolah sehingga dapat terjadi kesediaan
untuk perubahan sikap.”33
Berdasarkan penjelasan pengertian di atas, dapat diketahui dengan jelas
bahwa ternyata setelah seseorang terkena stimuli (rangsangan) suatu pesan iklan
maka pesan tersebut akan diolah dalam pikiran, yang kemudian orang tersebut
33
Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan, Serta Pengukurannya, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, hal. 27
32
akan meresponnya. Dari respon seseorang ini dapat diamati sikapnya terhadap
produk yang diiklankan.
Dalam penelitian ini, pembentukan sikap khalayak setelah terstimuli oleh
pesan iklan yang menggunakan daya tarik humor yakni berada pada tataran
dimensi sikap kognitif dan sikap afektif.
Leon G. Schiffman menyatakan bahwa Teori sikap terhadap obyek sangat
cocok untuk mengukur sikap terhadap golongan produk atau merek tertentu.” 34
Untuk mengetahui komposisi sikap agar dapat menjelaskan perilaku
konsumen dengan lebih baik, menurut Schiffman (alih bahasa: Zoelkifli) dalam
bukunya Perilaku Konsumen, Sikap itu terdiri dari tiga dimensi utama, yaitu:
a. “Dimensi Kognitif
Komponen pertama ini terdiri dari berbagai kognisi seseorang, yaitu berupa
pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi pengalaman
langsung dengan obyek sikap dan informasi yang berkaitan dari berbagai
sumber. Pengetahuan ini dan persepsi yang ditimbulkannya biasanya
mengambil bentuk kepercayaan, yaitu kepercayaan konsumen bahwa obyek
sikap mempunyai berbagai sifat dan bahwa perilaku tertentu akan
menimbulkan hasil-hasil tertentu.
b. Dimensi Afektif
Emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu
merupakan komponen afektif dari sikap tertentu. Emosi dan perasaan ini sering
dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluatif sifatnya; yaitu
mencakup penilaian seseorang terhadap obyek sikap secara langsung dan
menyeluruh (atau sampai di mana seseorang menilai obyek sikap
“menyenangkan” atau “tidak menyenangkan”, “bagus”, atau “jelek”, “puas”
atau “tidak puas”. Pengalaman yang mengharukan juga dimanifestasikan
sebagai keadaan yang diliputi emosi (seperti kebahagiaan, kesedihan, rasa
malu, marah, dan keheranan).”35
34
35
Leon G. Schiffman, dan Lazar Kanuk., Leslie (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), op.cit, hal. 228
Leon G. Schiffman, dan Leslie Lazar Kanuk (Alih bahasa: Zoelkifli Kasip), ibid., hal. 225.
Download