Untitled - UIN Repository

advertisement
NILAI-NILAI PENDDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI
MUHAMMAD SAW PADA KITAB
KHULASAH NURUL YAQIN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)
Oleh:
SYACHODIR
1810011000047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
Syachodir, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Muhammad
SAW Pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Agustus 2014.
Latar belakang pemilihan judul tersebut adalah karena penulis mengamati
bahwa dewasa ini masyarakat Islam mengalami dekadensi moral dan kebobrokan
akhlak. Imbas dari modernisasi yang salah tafsir, yang menganggap bahwa apa
saja yang datang dari budaya barat itu dikatakan modern. Salah satu senjata yang
sangat ampuh untuk melerai atau membentengi pribadi muslim saat ini diperlukan
penanaman nilai pendidikan akhlak yang luhur sebagaimana yang telah
dicontohkan figur teladan muslim yaitu Rasulullah SAW, yang akhlaknya
sungguh sangat mulia.
Metode pembahasan dalam penelitian ini bersifat deskriftif analisis dan
Pure Library Research. Selain itu penulis juga menggunakan teknik kajian isi
melalui pendekatan deskriptif terhadap data (primer dan sekunder) yang bersifat
kualitatif, serta menggunakan metode content analysis.
Berdasarkan hasil penelitian, didalam kitab khulashah Nurul Yaqin
termaktub bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW dari sifat-sifatnya Yaitu:
1) Shiddiq yang artinya jujur. 2) Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam katadan
perbuatannya. 3) Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu
menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu) kepada umat
manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya. 4)
Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan Rasul cerdas dan selalu
mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya.
Tidak ada satupun Nabi dan Rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat
dan penuh tantangan. Wallahu A’lam.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan kenikmatan yang tak terhingga jumlah dan nominalnya. Kami
memuji, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung
kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kami dan keburukan-keburukan amal
dan perbuatan kami. Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali
Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curah Baginda Nabi Muhammad
SAW, juga kepada keluarga, Sahabat, dan Umatnya. Semoga kelak semua
umatnya akan mendapatkan syafa’atul ‘uzmah di hari kiamat nanti.Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit
halanagan, hambatan, gangguan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat
bantuan, bimbingan dan motivasi barbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Kementrian Agama Republik Indonesia, atas kesempatan yang telah
diberikan
untuk
mengikuti
Program
Peningkatan
Kualifikasi
Akademik Jenjang S1 melalui kerja sama program Dual Mode System
(DMS) yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ii
5. Bapak Dr. H. Akhmad Shodiq, Dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaganya untuk memberikan
arahan dan bimbingan serta saran-saran kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang
tidak disebutkan satu persatu namanya yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Pimpinan dan Staff program Dual Mode system (DMS)
8. Pimpinan dan Staff Karyawan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) yang telah memberikan keluasan dalam peminjaman
buku-buku yang dibutuhkan.
9. Rekan-rekan guru MI Al-Barkah yang telah memberikan semangat
kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan DMS.
10. Untuk almarhum Ayahanda H. Tachmid dan Ibunda Hj. Haliyah,
Kalian telah memberikan segalanya untukku, pengorbanan, kasih
sayang, kelembutan sikap dan ketulusan doa-doa yang engkau
mohonkan untukku. Tanpa kalian aku bukanlah apa-apa.
11. Kepada kakanda Siti Nursiata S. Pd. I dan kakanda Siti Mariyam S. Pd
yang selalu memberikan motivasi untuk penulis.
12. Spesial untuk Isteriku tercinta Dwi Kurniasari, dan belahan hati pujaan
jiwaku ananda Achmad Fadillah Ramadhan kalian adalah harta yang
tak ternilai yang Allah berikan kepadaku.
13. Rekan-rekan Mahasiswa PAI DMS kelas B yang selalu menjunjung
kekompakkan dalam berbagai hal terutama dalam proses belajar dan
pembelajaran di kampus tercinta.
14. Kepada kawan-kawan khususnya, Rodalih, Fat’hi, Abar, Nicky, dan
teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang selalu
memberikan dorongan semangat kepada penulis.
Akhirnya segenap kerendahan hati, penulis sadar bahwa hanya Allah-lah
yang Maha sempurna, Maha segalanya, sehingga masih banyak rahasia-rahasia
iii
dibalik cipta, karsa, dan kehendak-Nya yang terhampar di segenap cakrawala ini
yang belum terkuak dan kita ketahui. Atas dasar itulah kritik dan saran yang
bersifat kontrukstif dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Amiin. Wallahu A’lam
Condet, Agustus 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ vii
BAB I :PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah .................................................................................. 6
C. Perumusan Masalah ................................................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 7
BAB II: KAJIAN TEORI
A. Acuan Teori ............................................................................................... 9
1. Pengertian Nilai ................................................................................... 9
2. Pengertian Pendidikan.......................................................................... 9
3. Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan ........................................................ 10
4. Pengertian Akhlak................................................................................ 11
5. Definisi Akhlak Menurut ‘Ulama ......................................................... 11
6. Sumber Akhlak .................................................................................... 17
7. Kisah Nabi Muhammad SAW ............................................................. 19
B. Hasil Penelitian yang Relevan.................................................................... 41
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian....................................................................... 43
B. Metode Penelitian ...................................................................................... 43
C. Fokus Penelitian......................................................................................... 44
D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 45
v
BAB IV : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI
MUHAMMAD SAW DALAM KITAB KHULASHAH NURUL YAQIN
A. Sekilas Tentang Nabi Muhammad SAW ................................................... 46
B. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad Saw
Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin ......................................................... 47
C. Aplikasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad Saw
Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin ......................................................... 58
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 65
B. Saran.......................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Akhlak merupakan bagian paling terpenting dalam ajaran
Islam. Karena visi dan misi Rasulullah SAW diutus kemuka
bumi ini adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak manusia,
yang pada ketika itu di jazirah Arabia tepatnya di kota Mekkah
perilaku manusia sungguh sangat jauh dari nilai ahlak, bahkan
cenderung jahil dan bobrok. Islam datang menjadi penyelamat
dari kebiadaban serta menjadi penerang dari kegelapan
kehidupan ketika itu. Hal itu sesuai dengan amanat yang di
emban oleh Rasulullah SAW yakni untuk menyempurnakan,
meluruskan kerendahan ahlak atau perangai manusia1.
Akhlak juga
merupakan
fondasi
yang kokoh
bagi
terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah SWT
(hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak
yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara
tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni
melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak,
moral, atau etika yang ditawarkan oleh barat, namun banyak juga
kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari
manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.2
Akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan,
keamanan, ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat
dikatakan bahwa ahklak merupakan tiang berdirinya umat,
1 Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11
2
Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11
2
sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam. Dengan kata lain
apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya.
Sementara pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh
Islam
tentunya
tidak
ada
kekurangan
apalagi
keraguan
didalamnya. Mengapa? Karena, berasal langsung dari al-Khaliq
Allah SWT, yang disampaikan melalui Rasulullah Muhammad
SAW dengan Al-Qur’an dan Sunnah kepada umatnya. Rasulullah
SAW sebagai uswah, qudwah, dan manusia terbaik selalu
mendapatkan tarbiyah ‘pendidikan’ langsung dari Allah melalui
malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak
para sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki izzah di
hadapan umat lain dan akhlak mulia di hadapan Allah.
Untuk
mencapainya
mencapai
melalui
akhlak
dua
yang
cara.
M.
baik,
manusia
Yatimin
bisa
Abdullah
menjabarkannya sebagai berikut: Pertama, melalui karunia Tuhan
yang menciptakan manusia dengan fitrahnya yang sernpurna,
akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada akal
dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa
belajar dan tanpa melaiui proses pendidikan. Manusia yang
tergolong ke dalam kelompok ini adalah para nabi dan rasul
Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara bersungguh-pungguh
(mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni membiasakah diri
melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh
rnanusia biasa, yaitu dengan belajar dan terus-menerus berlatih.3
Nampaknya melihat fenomena yang terjadi di dalam
kehidupan manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilainilai Al-Qur’an. Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai
3
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. (Jakarta:
Amzah, 2007), h. 21.
3
tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat di
lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukkan
penyimpangan
terhadap
nilai
yang
terdapat
didalamnya.
Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kisah teladan Nabi
Muhammad SAW, yang termaktub juga di dalam Al-Qur’an akan
semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi
moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang
sudah tidak relevan dengan ajaran islam, satu-satunya upaya yang
dapat adalah dengan kembali kepada ajaran yang terdapat
didalamnya.
Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak
hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terjadi terhadap
kalangan orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak
pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang
tawuran, mabuk, judi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai
membunuh sekalipun. Untuk itu di perlukan upaya strategis untuk
memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan menanamkan
kembali akan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam
membina moral anak didik.
Islam sebagai agama yang universal meliputi semua aspek
kehidupan manusia mempunyai sistem nilai yang mengatur halhal yag baik, yang di namakan akhlak islami. Sebagai tolak ukur
perbuatan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan
Allah SWT dan Rasul-Nya, karena Rasulullah SAW adalah
manusia yang paling mulia akhlaknya. Pendidikan akhlak
merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun sebuah
rumah tangga yang sakinah. Suatu keluarga yang tidak di bangun
dengan tonggak akhlak yang mulia tidak akan dapat hidup
4
bahagia
sekalipun
kekayaan
materialnya
melimpah
ruah.
Sebaliknya terkadang suatu keluarga yang serba kekurangan
dalam masalah ekonominya, dapat bahagia berkat pembinaan
akhlak keluarganya. Pendidikan akhlak di dalam keluarga di
laksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua terhadap
anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di
dalam lingkungan kelurga dan lingkungan masyarakat, akan
menjadi teladan bagi anak-anak.4.
Mengkaji perjalanan hidup Rasulullah SAW bagaikan
mengarungi lautan yang tidak bertepi karena sangat luas, sangat
kaya, dan mencerahkan. Keluasan suri teladan Rasulullah SAW
mencakup semua kehidupan.
           
     
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah. (Q.S al-Ahzab [ 33 ]:21)
Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya
kondisi lingkungan yang harmonis, di perlukan upaya serius
untuk
menanamkan
nilai-nilai
tersebut
secara
intensif.
Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi manusia agar
mampu
4
memilih
dan
menentukan
suatu
perbuatan
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
(Jakarta: Ruhama, 1995), h. 60
dan
5
selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Kalau di pelajari sejarah bangsa arab sebelum Islam datang maka
akan di temukan suatu gambaran dari sebuah peradaban yang
sangat rusak dakam hal akhlak dan tatanan hukumnya. Seperti
pembunuhan, perzinaan dan penyembahan patung-patung yang
tak berdaya. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai akhlak yang
terkandung dalam Al-Qur’an. Dalam selain Al-Qur’an, hadits
Nabi dapat di jadikan rujukan mengingat salah satu fungsi hadits
adalah menjelaskan kandungan ayat yang terdapat di dalamnya.
Penulis melihat bahwa kisah Nabi Muhammad SAW
memiliki begitu banyak makna tentang pendidikan akhlak yag
sangat dalam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggali,
membahas dan mendalami lebih jauh tentang makna tersebut
sebagai judul skripsi. Atas pertimbangan tersebut di atas maka
penulis mengangkat permasalahan tersebut dan di tuangkannya
dalam skripsi dengan judul: “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Pada Kisah Nabi Muhammad Saw Dalam Kitab Khulasah
Nurul Yaqin”.
B.
Identifikasi Masalah
Fenomena yang terjadi di dalam kehidupan manusia pada
zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an.
Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai tersebut mudah
ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari
berbagai
peristiwa
penyimpangan
yang
terhadap
nilai
terjadi,
yang
yang
menunjukkan
terdapat
didalamnya.
Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kisah teladan Nabi
Muhammad SAW, yang termaktub juga di dalam Al-Qur’an
6
akan
semakin
memperparah
kondisi
masyarakat
berupa
dekadensi moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali
kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran islam, satusatunya upaya yang dapat adalah dengan kembali kepada ajaran
yang terdapat didalamnya.
Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak
hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terjadi terhadap
kalangan orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak
pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang
tawuran, mabuk, judi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai
membunuh sekalipun. Untuk itu di perlukan upaya strategis
untuk memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan
menanamkan kembali akan pentingnya peran orang tua dan
pendidik dalam membina moral anak didik.
Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, maka
masalah-masalah yang dapat di identifikasi adalah sebagai
berikut:
1.
Kehidupan masyarakat yang sudah keluar dari nilai-nilai ajaran
al-Qur’an
2.
Minimnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan akhlak
yang terdapat pada kisah Nabi Muhammad SAW.
3.
Terjadi dekadensi (kemerosotan) ahklak.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan
beberapa
masalah
yang
telah
di
identifikasikan, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti
adalah tentang "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah
Nabi Muhammad SAW Dalam Kitab Khulasah Nurul
Yaqin."
7
D.
Perumusan Masalah
Sehubungan dengan judul dan latar belakang diatas, maka
ada beberapa pokok permasalahan yang ingin penulis kemukakan
diantaranya : Bagaimana nilai pendidikan akhlak yang terdapat
dalam kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulasah Nurul
Yaqin?
E.
Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuannya adalah sebagai berikut :Untuk
mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulasah Nurul Yaqin.
1.
Kegunaan Penelitian
a.
Sebagai sumbangan pikiran dalam bentuk tulisan yang
bersifat
ilmiah guna dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak yang memerlukannya, khususnya umat Islam, dalam
rangka memperbaiki akhlak, sebagai tujuan dari visi dan
misi Rasulullah SAW diutus kemuka bumi ini.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan bagi penulis sebagai guru dan calon guru yaitu
Mahasiswa
Jurusan
Pendidikan
Agama
Islam
(PAI)
khususnya dan para pembaca umumnya, serta dapat
memberikan informasi betapa pentingnya akhlak untuk
kemudian diaplikasikan dalam hidup dan kehidupan, di
tengah zaman yang semakin keruh dan tidak menentu
arahnya oleh arus negatif globalisasi, modernisasisasi dan
westernisasi.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AHLAK DALAM KISAH NABI
MUHAMMAD SAW PADA KITAB KHULASAH NURUL YAQIN
A.
Acuan Teori
1.
Pengertian Nilai
Menurut bahasa nilai artinya harga hal-hal yang penting atau berguna
bagi kemanusiaan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan
hakikatnya1 Sedangkan definisi nilai adalah patokan normatif yang
mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya diantara cara-cara
tindakan alternatif.2 Secara filosofis nilai sangat terkait dengan masalah
etika, etika juga sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai
moral sebagai tolok ukur tindakan dan prilaku manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika bisa merupakan hasil pemikiran,
adat istiadat, atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam konteks etika
pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih
adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi saw yang kemudian dikembangkan
dengan hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada adat
istiadat atau tradisi dan ideologi sangat rentan dan situasional, sedangkan
nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai-nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah
kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat muthlak dan universal3
2.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
1
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta : Majlis al-a’la al-Indonesia li alDa’wah al Islamiyah, 1392 H./1972 M), h. 23
2
Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta), 2004, h. 9
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),
cet. 1, h. 2
10
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.4
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada
term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term
yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term altarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan
padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.5 Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga
terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap
term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk
itu perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan
Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa
pendapat para ahli pendidikan Islam.6
3.
Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan
Nilai-nilai pendidikan adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan.7 Sesungguhnya motif bertindak dan dasar
perilaku manusia, kadang-kadang berupa insting dan kadang-kadang berupa
emosi. Ini tidak kita katergorikan kedalam akhlak manusia. Akhlak
merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan
mempunyai tujuan yang jelas. Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi
terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah SWT (hablumminallah)
dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir
berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba.
Akan tetapi,
membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak
sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarka oleh barat,
4
Firdaus, Undang-undang RI No 14 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang RI
nomor 20 tentang SIKDIKNAS, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006), h.
64
5
Salih abdullah Salih, Islamic Education Islamic Outlook, (Mesir: Dar al-Syuruq, 1987)
Cet.I h. 89
6
Ibid.
7
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), h. 783
11
namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal
dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.8
4.
Pengertian Akhlak
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang sudah di Indonesiakan;
yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata
adalah jama’ taksir dari kata
jama’taksir dari kata
sebagaimana halnya kata
adalah
yang artinya batang atau leher. Kata-kata tersebut,
merupakan jama’ taksir yang tetap atau tidak dapat diubah bentuknya
dengan jama’ taksir yang lain.9 Secara linguistik (kebahasaan) kata akhlak
merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq yang tidak mempunyai akar
kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya10. Akhlak adalah isim
masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai
dengan wazan tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah
(perangai),
ath-thabi’ah
(kelakuan,
tabi’at,
watak
dasar),
al-‘adat
(kebiasaaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din
(agama).11 Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi
pekerti, watak dan perangai.12
5.
Definisi Ahlak Menurut ‘Ulama
a.
Akhlak menurut Imam al-Ghazali.
Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut :
8
Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 1
10
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 25
11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1
12
M. Dahlan Yacub al-Barry, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Surabaya: PT.
Arkola, 2001), h. 19
9
12
.
Bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu). 13
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut
al-Ghazali mencakup dua syarat: Pertama, perbuatan itu harus konstan,
yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat
menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa
pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan
dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan
sebagainya. Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan
(ma’rifah) tentang baik dan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan
buruk, bukan pula pengamalan (fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu
keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikha fi-nafs). 14
Akhlak adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh al-Ghazali.
Jadi, kerap kali kita temukan pernyataan, seperti ‘akhlak kedermawanan”
dan “akhlak-akhlak tercela”. Dapat dipahami bahwa dalam etika Al-Ghazali,
suatu amal lahiriyah tak dapat secara tegas disebut baik dan buruk. Maka
ketulusan seseorang mungkin dipandang sebagai suatu kebaikan, tetapi jual
belinya yang jujur atau tidak. Namun, suatu suatu amal dapat dikatakan
suatu amal shaleh atau amal jahat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang
tentram dalam jiwa yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang
13
Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulum al-Din, Terj. Dari Mukhtashar Ihya’Ulum al-Din,
oleh Zeid Husein al-Hamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet. II, h. 375
14
Abuddin Nata, Op. Cit., h. 5
13
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara
mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih dahulu.
Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu
perangai, kelakuan, tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang baik dan
agama. Kata akhlak adalah bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan ‘khulqun’
sebagaimana tersebut dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang artinya sama
dengan akhlak seperti tersebut diatas.15 Sementara para pakar ilmu-ilmu
social mendefinisikan akhlak (moral) adalah sebuah sistem yang lengkap
yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang
membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini
membuat kerangka psikologi seseorang dan mebuatnya berperilaku sesuai
dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang
berbeda-beda.16
Kata al-khuluq merupakan sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirakan dan
merenung terlebih dahulu.17 Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat maka sifat
tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah
perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak
yang buruk. Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan
sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak
terdapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung,
mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga
terwujudlah keindahan lahir manusia itu18.
Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus
terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq ‘akhlak’. Jika
empat rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian,maka terwujudlah
15
Ibid.
Ibid., h. 27
17
Ibid., h. 28
18
Musa Subaiti, Akhlak Keluatga Muhammad SAW, (Jakara:Lentera Basritama, 2000), h.
16
16
14
keindahan akhlak itu. Ke empat rukun itu antar lain: 1) Kekuatan ilmu, 2)
Kekuatan marah, 3) Kekuatan syahwat, 4) Kekuataan mewujudkan keadilan
diantara tiga kekuatan tadi.
1) Kekuatan ilmu
Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga
menjadi mudah mengetahui perbedaan antara jujur dan dusta dalam
ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam berakidah dan antara
keindahan dan keburukan dalam perbuatan. Jika kekuatan ini telah baik,
maka lahirlah buah hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak akhlak
yang baik. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
            
     
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al
Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa
yang
dianugerahi
hikmah,
ia
benar-benar
telah
dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S
Al-Baqarah:269)19
2) Kekuatan Marah
Keindahannya adalah jika pengeluaran marah itu dan penahannya sesuai
dengan tuntutan hikmah.
3) Kekuatan syahwat.
Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia ada dibawah perintah hikmah.
Maksudnya perintah akal dan syari’at.
4) Kekuatan keadilan.
19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda,
2009), h. 57
15
Adalah kekuatan mengendalikan syahwat dan kemarahan dibawah
perintah akal dan syari’at.
Dari keseimbangan kekuatan akal terwujudlah, keindahan dalam
pengaturan, ketinggian akal, pendapat yang baik, dan prasangka yang tepat,
cermat dalam melihat detail-detail perbuatan dan pernak-pernik penyakit
jiwa. Tindakan menguranginya akan dilahirkan perbuatan zalim, maker, tipu
daya,dan keculasan. Al-Qur’an telah menyinggung akhlak-akhlak tersebut
dalam sifat-sifat orang yang beriman, Allan SWT berfirman:
         
         
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.(Q.S Al-Hujurat:
15)20
b.
Menurut Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih memberikan ta’rif atau definisi akhlak yaitu:
akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu mendorong manusia
berbuat baik tanpa proses pemikiran atau pertimbangan.21
Menurut Ibnu Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
selalu mendorong manusia berbuat baik tanpa proses pemikiran atau
pertimbangan. Menurut al-Qurtuby bahwa akhlak adalah suatu perbuatan
20
Ibid., h. 744
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 29
21
16
yang bersumber dari adab kesopanannya karena perbuatan itu termasuk
bagian dari kejadiannya. Sedangkan Muhammad Ibn ‘Illan al-Sadiqi
menekankan bahwa hanya perbuatan baik saja yang termasuk kategori
akhlak.22 Al-Farabi menjelaskan bahwa ahlak itu bertujuan untuk
memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui
dan diusahakan setiap orang. 23
c. Menurut Al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-ta’rifat sebagai
berikut: “Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yag tertanam kuat dalam
diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan,
tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir
perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’ah, dengan mudah,
maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan darinya
terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan
akhlak yang buruk.”24
d.
Menurut Ahmad bin Mushthafa (Tasy Kubra Zaadah)
Ia seorang ulama ensiklopedis mendefinisikan akhlak sebagai
berikut:Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis
keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangaan antara
tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir, kekuatan marah, kekuatan
syahwat.”25
e.
Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi
Ia berkata “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami,
agama dan harga diri.”26 Menurut definisi para ulama akhlak adalah suatu
sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah, tanpa diawali denga berpikir panjang, merenung
22
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 5
23
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 29
24
Loc.Cit., hal 31
25
Amr Khaled. Buku Pintar Akhlak, (Jakarta: Zaman, 2010), h. 29
26
Ibid., h. 30
17
dan memaksakan diri Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah merupakan tingkah laku dan perbuatan yang sudah melekat dan
menetap dalam jiwa (menjadi malakah/kebiasaan), karena perbuatan
tersebut telah dilakukan berulang-ulang, terus menerus dan bersifat
spontanitas
serta
dengan
kesadaran
jiwa
bukan
paksaan
atau
ketidaksengajaan.27
Jika memperhatikan definisi-definisi yang telah dipaparkan diatas
tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara
satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara
substansial tampak saling melengkapi, dan darinya terdapat ciri-ciri
perbuatan akhlak, yaitu:28
a) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa melalui proses pertimbangan. Bukan berarti dalam melakukan
perbuatannya seseorang itu dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan,
tiudur atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan
dilakukan dalam keadaan sadar dan sehat fikirannya.
c) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak
lain. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar
kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
d) Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan karena bermain-main atau berpura-pura.
e) Ikhlas karena Allah SWT semata, bukan karena ingin dipuji atau
memamerkan kepada orang lain agar perbuatannya mendapatkan
pujian.29
27
Ibid., h. 33
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 4-6
29
Ibid.
28
18
6.
Sumber Akhlak
Setiap kali disebut kata akhlak, maka yang dimaksud akhlak adalah
akhlak yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan yang lainnya.
Ada pula macam-macam aturan perbuatan tapi dasarnya bukan al-Qur’an
dan al-Sunnah maka tidak dinamakan akhlak. Aturan perbuatan yang
dasarnya akal dan fikiran atau filsafat disebut estetika. Sedangkan aturan
yang didasarkan pada adat istiadat disebut moral.30
Didalam al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang berhubungan
dengan akhlak, seperti terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21:
             
   
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.31
Berikut ini juga Firman Allah yang berhubungan dengan akhlak yaitu
surat al-Maidah ayat 15-16:
         
           
       
30
  
Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: CV. Kuning Mas, 1986), h. 264
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda,
2009), h. 593
31
19
         

15.Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan,
dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan 16. dengan kitab
Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orangorang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.32
7.
Kisah Nabi Muhammad SAW pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin.
a.
Fase sebelum Kelahiran, sesudah kelahiran, masa Kecil dan Remaja
Rasulullah SAW
Beliau adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, Penutup NabiNabi dan Imam bagi Rasul-Rasul. Beliau membawa agama Islam yang
Allah tidak akan terima selain dari padanya di Hari Kiamat. Beliau adalah
dari keturunan bangsa Quraisy, yaitu satu puak yang termulia di Makkah.
Nasab beliau bersambung dengan Nabi Isma’il bin Ibrahim ’alaihimassalam. Penghulu kita, Muhammad, ialah utusan Allah kepada sekalian
manusia. Beliau membawa agama Islam, dan beliau bangsa Arab, Quraisy,
dan keturunan ’Adnan. Ayah Beliau,’Abdullah bin’Abdil Muththalib bin
Hasyim bin ’Abdi Manaaf bin Qushaiy bin Kilaab. Ibu Beliau, Aminah binti
Wahb bin’Abdi Manaaf bin Zuh-rah bin Kilaab. Nasab ibu dan ayah beliau
bertemu di datuk beliau yang kelima, yaitu Kilaab. Ayah Nabi meninggal
dunia sedang beliau dalam kandungan ibunya, umur ayah beliau 18 tahun,
32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda,
2009), h. 139-140
20
ditanam di Madinah serta tidak meninggalkan sedikitpun harta untuk Nabi
SAW.33
Nabi dilahirkan di Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul
Awwal, tahun Gajah. Dinamakan tahun kelahiran beliau itu tahun Gajah,
karena raja Habasyah mengirim balatentara ke Makkah dalam tahun
kelahiran beliau itu, untuk membinasakan Ka’bah dan dalam pasukan itu
ada banyak gajah. Lalu Allah membinasakan pasukan tentara itu sebagai
suatu penghormatan kepada kelahiran Nabi s.a.w. Beliau disusui oleh
Tsuwaibah al-Aslamiyah, sesudah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah
pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab. Kemudian beliau disusui
oleh Halimah as- Sa’diyah sampai umur empat tahun. Ibu Nabi meninggal
dunia, ketika Nabi berumur enam tahun, tatkala ia kembali dari Madinah,
Ibu beliau pergi ke Madinah itu untuk ziarah kubur bapa Nabi; bersama ibu
beliau itu, turutlah datuknya, yaitu Abdul Muththalib. Ibu Nabi dikuburkan
di Abwaa satu desa antara Makkah dan Madinah, Lalu Nabi dipelihara oleh
Ummu Aiman, seorang pelayan ayah beliau. Yang mengurus pendidikan
Nabi sesudah ibunya meninggal dunia, ialah datuknya yang bernama Abdul
Muththalib. Abdul Muththalib cinta kepada Nabi lebih dari pada cintanya
kepada anak-anaknya sendiri. Ketika ’umur Nabi delapan tahun,
meninggallah datuknya, sesudah ia menanggung pemeliharaan Nabi selama
dua tahun. Sesudah datuk Nabi ini meninggal dunia, pemeliharaan terhadap
Nabi ditanggung oleh pamannya, bernama Abu Thalib. Ada yang berkata:
Ummu Aiman yang turut bersama ibu Nabi, dan dialah yang membawa
Nabi kembali ke Mekkah. Adalah Abu Thalib ini seorang miskin, lalu Allah
luaskan rizqinya. Adalah Nabi dalam masa tanggungan paman beliau ini,
merasa cukup dengan apa-apa yang Allah bagikan kepada beliau dan
mudahkan baginya34.
Adalah Nabi s.a.w. ketika kecilnya suka menggembala kambing
orang-orang Makkah dengan suatu upahan yang beliau bisa hidup
33
Abdullah Umar, Ringkasan Khulasah Nurul Yaqin Jilid I, (Surabaya: Ampel, 1994), h.
34
Abdullah, Ibid.,
2
21
dengannya. Tatkala sampai umur sembilan tahun, Nabi berlayar ke- Syam
bersama paman beliau yang bernama Abu Thalib, dengan membawa
dagangan. Tatkala sampai disuatu tempat yang bernama Bushra, seorang
pendita bernama Buhaira melihat Nabi. Lalu pendeta ini memberi tahu
kepada pamannya, bahwa beliau akan menjadi Nabi yang terakhir dari
antara nabi-nabi. Pendeta itu meminta kepada pamannya supaya ia pulang
membawa Nabi, karena takut kepada musuh yang menanti-nanti beliau.
Pendeta itu menetapkan kenabian nabi Muhammad itu, dari alamat-alamat
yang tersebut dalam kitab-kitab ahli Kitab.
Ketika berumur 25 tahun, Nabi s.a.w. berlayar, kedua kalinya kenegeri
Syam, membawa dagangan sitti Khadiejah. Adalah Khadiejah seorang
perempuan yang mulia, lagi berharta; ia mengupah orang laki-laki dalam
menjalankan hartanya. Khadiejah memilih Nabi untuk pekerjaan itu, karena
ia pernah mendengar tentang kebenaran Nabi s.a.w., tentang amanatamanatnya dan tentang akhlaq-akhlaq beliau yang mulia. Pelayan Khadijah
bernama Maisarah, ikut bersama Nabi Kedua-duanya berjual beli dan
kembali dengan membawa keuntungan yang besar. Sesudah 2 bulan
sekembali Nabi dari pelayarannya yang kedua kali, lalu Nabi kawin dengan
Siti Khadijah. Khadijah-lah yang meminang Nabi, diwaktu itu Khadijah
berumur 40 tahun, sedang Nabi 25 tahun. Sebelum kawin dengan Nabi,
Khadijah kawin dengan Abi Halah. Suaminya ini meninggal dunia dan ada
meninggalkan seorang anak laki-laki bernama Halah. la menjadi isteri
Rasulullah selama 25 tahun dan tidak pernah Nabi kawin yang lain
daripadanya, sehingga Siti Khadijah wafat.35
Waktu Nabi berumur 35 tahun, kaum Quraisy meruntuhkan Ka’bah
dan memperbaharui pembangunannya. Nabi s.a.w. menolong mereka dalam
mendirikan Ka’bah itu, dan adalah Nabi mengangkat batu-batu bersama
pemuka- pemuka Quraisy dan pamannya yang bernama Abbas beserta
beliau. Kaum Quraisy berselisihan tentang siapa yang harus menaruhkan
Al-Hajarul-Aswad di tempatnya, kemudian mereka sepakat, bahwa
35
Ibid.
22
pendamainya, ialah orang yang pertama masuk Masjidil-Haram. Maka
adalah Rasulullah orang yang pertama sekali masuk Masjid itu, lalu qaum
Quraisy bergembira dan mereka berkata: Kami “ridha kepada Orang Yang
Kepercayaan Ini”. Maka Nabi letakkan batu itu di satu kain selendang dan
beliau minta dari tiap-tiap ketua Quraisy supaya masing-masing memegang
ujung selendang itu. Kemudian Nabi menyuruh mereka mengangkat batu
tadi. Tatkala mereka sampaikan dia di tempatnya, Rasulullah mengambil
batu itu dengan tangan beliau sendiri, dan meletakkan di tempatnya dengan
tangan beliau sendiri. Dengan begini hilanglah perselisihan dalam penetapan
urusan itu, serta qaum Quraisy takjub akan kecerdasan fikiran Nabi.
Nabi s.a.w. termasyhur antara qaumnya dengan sifat-sifot beliau yang
terpuji, seperti: benar, amanat, sabar, malu, merendah diri, sehingga mereka
gelarkan beliau al-Amin (artinya: Orang yang kepercaya, orang yang bersifat
amanat). Kaum dan keluarga Nabi cinta sangat kepada beliau, dan mereka
sangat pula menghormati beliau. Sesungguhnya Allah telah pelihara Nabi
s.a.w. dari perbuatan-perbuatan orang Jahiliyah yang tidak baik semenjak
dari masa kecilnya; beliau tidak pernah sekali-kali minum arak dan tidak
pernah sekali-kali sujud kepada berhala (patung). Sebelum menjadi Nabi,
Allah telah muliakan beliau dengan beberapa mu’jizat yang menunjukkan
kebesaran masa diha- dapan. beliau; dari antara mu’jizat-mu’jizat itu, ialah
dimudahkan adanya awan bagi Nabi dalam pelayaran beliau yang kedua
kalinya kenegeri Syam.36
Tatkala hampir sampai’umur 40 tahun, Nabi suka sekali berjauh diri
dari pergaulan dengan manusia serta ber’ibadat. Nabi pilih tempat ’ibadat
digua Hiraa’, yaitu sebuah gunung di jalanan Makkah. Nabi, membawa
bekalan ke gua itu. Apabila bekalannya itu habis, Nabi kembali kepada isteri
beliau, sitti Khadiejah, lalu mengambil bekalan lagi. Adalah Nabi s.a.w.
menjalankan ’ibadah itu menurut Agama datuk beliau, yaitu nabi Ibrahiem,
dari sepuluh hari sampai sebulan lamanya. Masa Yang Kedua Dari
Kehidupan Rasulullah s.a.w. dan Permulaan Turun Wahyu Tatkala
36
Ibid.
23
ber’umur 40 tahun, diutuslah beliau oleh Allah sebagai penyampai khabar
gembira, penyampai ancaman, pe- ngajak kepada kebenaran dengan
perintah Allah dan sebagai lampu yang menerangi. Sesungguhnya di molai
wahyu dengan impian yang benar, yaitu: tidak suatupun yang Nabi impikan
dalam tidurnya, melainkan ternyata benar di waktu jaganya. Kemudian
turunlah Al-ruh al-Amin (Jibril) kepada Nabi ketika beliau sedang
melakukan ibadat dalam gua Hiraa’. Jibril mengajar Nabi bagaimana
hendaknya beliau memimpin manusia kejalan yang lurus dan bagaimana
mestinya Nabi tuntun mereka supaya menurut agama yang benar.37
Tatkala ’umur Nabi s.a.w. 40 tahun, Allah mengutus beliau sebagai
rahmat bagi manusia.Wahyunya, mulai dengan impian yang benar.
Kemudian Jibriel turun kepada Nabi ketika Nabi sedang ber’ibadat dalam
gua Hira’. la mengajar Nabi bagaimana beliau harus memimpin manusia
kejalan yang lurus. Nabi mulai ajakan beliau dengan sembunyi. Yang
pertama beriman kepada beliau ialah sitti Khadiejah, Abu Bakar, Ali bin
Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Sesudah tiga tahun, Nabi diperintah
berterang-terangan, lalu beliau mengumpulkan kaumnya dan mengancam
mereka dengan ’adzab akhirat. Tatkala turun Ayat: Artinya: Ancamlah
keluargamu yang dekat-dekat.38
Nabi mengumpulkan ahli dan kaum kerabat beliau dan menyampaikan
kepada mereka agama Allah, tetapi paman beliau, Abu Lahab, menolak
dengan cara yang tidak baik. Adalah orang Arab, tidak lama sebelum
kebangkitan Nabi menyembah berhala-berhala, membunuh anak-anak laki,
menanam anak-anak perempuan mereka, sebahagian dari mereka membunuh sebahagian lain, lantaran sekecil-kecil 'sebab. Maka tatkala Rasulullah
mengajak mereka menyembah Aliah yang Esa, dan mengajak mereka
meninggalkan kepercayaan mereka, marahlah mereka, bertukarlah kecintaan
mereka menjadi kemarahan kepada Nabi dan asalnya mereka membenarkan
Nabi, sekarang bertukar jadi mendustakan. Tatkala Rasulullah maki tuhan37
38
Ibid.
Ibid.
24
tuhan mereka, dan .menyesatkan bapa-bapa mereka, pergilah mereka kepada
paman beliau tiga kali, dan pada tiap-tiap kali ia menjawab mereka dengan
baik. Sesungguhnya sesudah kedatangan orang-orang itu yang belakangan
sekali, paman beliau minta daripadanya supaya beliau berhenti, tetapi
Rasulullah enggan tetap mensyiarkan Agama, sedang paman beliau tetap
pula membela.
Di masa orang-orang Quraisy melihat hal itu, mulailah mereka
menyakiti beliau, dan mengejek beliau, tetapi Nabi selalu menghadapi
mereka dengan sabar, tenang dan suka memaafkan. Kemudian, gangguan itu
di tujukan kepada shahabat-shahabat Nabi tiap-tiap qabilah menyiksa siapa
sahaja yang masuk Islam dari golongan mereka dengan siksaan yanq sangat.
Lalu Nabi memerintah mereka berhijrah ke Habasyah. Berhijrahlah 10
orang shahabat dan 5 orang perempuan, dan mereka kembali sesudah tiga
bulan. Inilah pertama Hijrah dalam Islam. Pada waktu itu, Hamzah, paman
Nabi s.a.w. dan ’Umar bin Khathab masuk Islam. Pada tahun yang ketujuh
dari Kenabian, kaum Quraisy mengepung Nabi dan ahlinya.
Mereka
mengambil
persetujuan
memutuskan
perhubungan-
perhubungan terhadap Nabi dan ahli beliau, atau sehingga keluarga Nabi
menyerahkan beliau kepada mereka untuk di bunuh. Untuk ini mereka
menulis sepucuk surat dan mereka gantungkannya di Ka’bah. Sesudah Nabi
masuk pengepungan, beliau perintah shahabat-shahabatnya berhijrah ke Habasyah. Berhijrahlah 33 orang laki-laki dan orang perempuan. Di tahun yang
kesepuluh, bangkitlah beberapa jago Quraisy untuk mengoyak surat itu, lalu
dikoyak. Keluarlah Nabi bersama pengikutnya dari kepungan itu, sesudah
mereka tinggal 3 tahun lamanya dalam Syi’ib itu. Tidak makanan masuk
kepada Nabi dan ahlinya melainkan dengan jalan sembunyi.
Dalam tahun ini datanglah perutusan Nashara Najran kepada Nabi dan
mereka masuk Islam. Dalam tahun itu meninggal Siti Khadijah dan paman
Nabi, Abu Thalib. Nabi kawin dengan Saudah dan bercampur dengannya,
lalu mengadakan ’aqad dengan ’Aisyah, tetapi beliau tidak bercampur
dengannya. Sesudah paman beliau meninggal, gangguan Quraisy bertambah
25
hebat. Oleh karena itu Nabi berhijrah ke Thaif menuju Bani Tsaqief. Nabi
tinggal sebulan diantara mereka dan mengajak mereka, tetapi orang-orang
itu tidak menurut beliau, malah mereka sakiti beliau dengan mereka lontar
beliau dengan batu-batu. Nabi kembali ke Makkah.
Dalam tahun yang kesebelas, Allah muliakan beliau dengan Isra’ dan
Mi’raj; pada ketika itu diwajibkan sembahyang yanq lima dan dalam tahun
ini juga Nabi keluar ke qabilah-qabilah mengajak mereka masuk Islam.
Maka berimanlah 6 orang dari bangsa Arab Madinah. Dalam tahun yang
kedua belas, datanglah kepada Nabi 12 orang laki-laki dari Arab Madinah.
Mereka beriman kepadanya dan kembali ke Madinah. Dengan begini
tersiarlah Islam di situ. Dalam tahun yang ketigabelas dari Kenabian,
datanglah kepada Nabi 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dari Arab
Madinah. Mereka beriman kepada beliau dan kembali ke Madinah. Maka
bertambah tersiarlah Islam disitu.
Dalam tahun ini juga Nabi memerintah shahabat-shahabat beliau
berhijrah ke Madinah. Tatkala orang-orang Quraisy mendengar ini, mereka
ambil keputusan hendak membunuh Nabi, lalu Allah perintah beliau
berhijrah, sedang sekeliling rumah beliau, malam hendak berhijrah itu, telah
dikelilingi pleh kaum Quraisy. Nabi keluar diantara mereka sesudah Allah
jadikan mereka tertidur. Nabi pergi bersama Abu Bakar ke gua Hira’ dan
kedua-duanya bersembunyi disitu selama tiga malam; pada hari yang ketiga
mereka berjalan sehingga sampai di Quba’ pada hari yang kedua dari
Rabi’ul Awwal. Nabi tinggal di Quba’ 22 malam. Dalam pada itu Nabi
mendirikan masjid Quba’.
Kemudian Nabi pindah ke Madinah, dan dalam perjalanan, Nabi
dapati Jum’ah, lalu beliau sembahyang Jum’ah. Inilah pertama sembahyang
Jum’ah dan khutbahnya adalah pertama khutbah dalam islam. Tatkala Nabi
sampai kejurusan Madienah, keluarlah orang-orang menemui beliau dengan
gembira atas kedatangan beliau. Nabi singgah di rumah Abi Ayyub alAnshari. Sesudah menetap, Nabi . mengutus orang mencari keluarga beliau
yang ketinggalan. Lalu mereka ini datang bersama Abdullah bin Abu Bakar
26
Orang-orang musyrik Makkah menghalang-halangi orang- orang lemah
akan berhijrah. Nabi do’akan untuk orang-orang lemah ini dalam
sembahyang, dan inilah asal mula adanya Do’a Qunut.
b.
Fase atau Masa Yang Kedua
1)
Tahun Pertama
Dalam tahun pertama Hijrah Rasulullah mendirikan Masjidnya yang
mulia, dan dalam tahun itu diadakan Adzan. Dalam tahun itu pula orang
orang Yahudi Madinah menampakkan permusuhannya terhadap kaum
Muslimin, yang dibantu oleh orang-orang munafiq Madinah. Kemudian
Rasulullah mengadakan perjanjian dengan mereka. Dalam tahun itu juga
Rasulullah mengutus pamannya dengan satu sariyah, untuk menyerbu
kafilah Quraisy. Setelah itu berturut-turutlah peperangan . selanjutnya.
Adapun peperangan di mana Rasulullah tiada ikutserta ada sejumlah 47 kali
dan di mana beliau ikutserta ada sejumlah 27 kali.
Pada tahun itu pula Rasulullah, Utsman bin Mazh'un meninggaldunia.
Setelah ditanam mayatnya itu, Rasulullah memerintahkan menyiram makam
itu dengan air. Oleh beliau kemudian diletakkannya batu di atas makam itu
seraya berkata: ’’Batu ini untuk menandai makam saudaraku”
2)
Tahun Kedua
Pada tahun kedua Hijrah terjadilah perang Waddan, Buwath, ‘Usyairah, Badar Pertama dan Qarqaratul Kadar. Tetapi kesemuanya itu tiada
sampai terjadi pertempuran. Dalam tahun itu pula terjadi perang Badar
Besar (Qubra), di mana Rasulullah keluar dengan 313 orang lelaki untuk
menyerbu kafilah Quraisy. Ketika mereka mengetahui demikian, lalu
mengirimkan 650 orang, hingga terjadilah pertempuran yang dahysat dan
mereka kalah. Orang-orang Islam sama menawan mereka, mengambil hartabendanya. Dari pihak orang Quraisy yang terbunuh ada 70 orang flan yang
ditawan ada 70 orang pula. Sedang dari pihak orang Islam yang terbunuh
hanya 14 orang. Rasulullah menentukan tawanan-tawanan itu dengan
tebusan, bagi yang kaya, lalu mereka ditebus oleh Quraisy. Sedang yang
27
miskin sebagai tebusannya, mereka disuruh mengajar menulis dan membaca
pada 10 anak orang Islam di Madinah.
Dalam tahun ini juga terjadi perang Bani Qainuqa’ (Qainuqa’ ialah
golongan orang-orang Yahudi Madinah, yang mengkhianati perjanjian),
hingga balatentara Islam sama mengepung serta mengusirnya dari Madinah.
Dalam tahun itu pula kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.
Ummat Islam diharuskan puasa bulan Ramadlan, diwajibkan zakat fithrah
dan zakat harta. Dan pada tahun itu juga disunnatkan shalat dua Hari Raya,
dan terjadi pula perkawinan antara Ali dengan Fatimah. Ketika itu Ali
berumur 21 tahun sedang Fatimah berumur 15 tahun. Dalam tahun itu pula
Rasulullah kawin dengan ‘Aisyah. Ketika kawin ini ‘Aisyah baru berumur 9
tahun dalam tahun itu pula puteri Rasulullah Ruqaiyah meninggal dunia.
3)
Tahun Ketiga
Pada tahun ketiga Hijrah terjadilah perang Ghathafan, Bahran dan
Hamraul Asad, tetapi kesemuanya itu tidak sampai terjadi pertempuran.
Dalam tahun itu pula terjadi peperangan Uhud: berangkatlah orang Quraisy
dengan sekutu-sekutunya berjumlah 3.000 orang, mereka datang di Uhud
akan membalas dendam atas kematian kawan-kawannya dalam perang
Badar. Rasulullahpun menyiapkan balatentaranya sebanyak 1.000 orang. Di
tengah jalan kembalilah ‘Abdullah bin Ubai bersama-sama pengikutnya,
orang-orang munafiq, sebanyak 300 orang. Kemudian Rasulullah menyuruh
ahli pemanah untuk mempertahankan gunung Uhud. Setelah itu mulailah
peperangan, hingga orang-orang musyriq sama lari.
Pada waktu itu hampir saja kemenangan di tangan orang Islam. Tetapi
orang-orang ahli pemanah yang mempertahankan bukit Uhud itu sama
meninggalkan perintah Rasulullah. Akhirnya balatentara Quraisy yang
dikepalai Khalid bin Walid menyerbu orang orang Islam dari belakang,
hingga banyak orang Islam yang lari dan terbunuh. Kurban orang Islam
sejumlah 70 orang, di antaranya ialah Hamzah paman Nabi sendiri. Pada
waktu itu pula seorang bernama Ubai bin Khalf hendak membunuh
Rasulullah, tetapi dengan tangkas beliau mencabut tombak dari salah
28
seorang sahabatnya lalu ditusukkan kepadanya hingga menyebabkan
kematiannya. Dalam seumur hidup, beliau tak pernah membunuh
seorangpun kecuali hanya sekali itu saja. Dalam perang itu beliau terperosok
ke dalam sebuah lobang hingga luka dua lututnya, berdarah mukanya, pecah
gigi-gigi serinya dan luka pula pelipisnya.
Begitu pula pengikutnya yang tetap dengan beliau menderita luka
parah yang banyak juga. Dalam tahun itu Rasulullah mengawinkan
puterinya yang bernama Ummi Kultsum dengan Utsman bin ‘Affan. Dalam
tahun itu pula Rasulullah kawin dengan Hafshah anak ‘Umar bin Khaththab
dan kawin dengan Zainab anak Khuzaimah Al-Hilaliyyah dalam tahun itu
pula lahirlah Hasan anak Ali dan dalam tahun itu pula arak (minuman keras)
diharamkan sama sekali.
Artinya: “orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras (arak),
judi, undian itu adalah pekerjaan yang keji daripada pekerjaan Syaithan.
Sebab itu bendaklah kamu jauhi, supaya kamu mendapat kebahagiaan.
Sesungguhnya syaithan itu menghendaki agar kamu bermusuh-musuhan
dan berbenci-bencian sesamamu karena minuman-minuman keras dan
berjudi itu, serta menghalangi kamu dari ingat kepada Allah dan
sembahyang. Maka dapatkah kamu mengekang diri daripada demikian itu?
4)
Tahun Keempat Hijrah
Dalam tahun keempat Hijrah terjadilah perang Banu Nadhir. (Banu
Nadhir adalah golongan orang Yahudi Madinah yang mengkhianati
perjanjiannya). Karena itu, maka Rasulullah lalu mengepung dan mengusir
mereka dari kota Madinah. Dalam tahun itu juga terjadi perang Dzatur
Riqa’, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran. Bahkan pada tahun itu juga
turunlah Malaikat Jibril memberi pelajaran shalat Khauf dan dalam perang
itu orang-orang Islam diberi kelonggaran bertayammum. Dalam tahun itu
terjadilah perang Badar yang akhir, tetapi juga tidak sampai terjadi
pertempuran. Dalam tahun itu pula meninggal dunialah Zainab, istri
Rasulullah dan Abu Salamah anak bibi beliau dan saudara sesusu
29
Rasulullah. Dalam tahun itu lahirlah Husain anak Ali, dan kawinlah
Rasulullah s.a.w. dengan Ummu Salamah. Dan dalam tahun itu pula
Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit belajar tulisan bahasa Yahudi.
5)
Tahun Kelima Hijrah
Dalam tahun kelima Hijrah terjadilah perang Dumatul Jandal, tetapi
tidak sampai terjadi pertempuran, kemudian .terjadi perang Banu Musthaliq.
Golongan mereka 10 orang terbunuh sedang yang lain ditawan. Di antara
tawanan itu terdapatlah seorang bernama Juwairiyah, anak kepala dari suku
Banu Musthaliq itu. Oleh Rasulullah lalu dikawin. Peristiwa itu
menyebabkan kaumnya masuk Islam. Dalam perang itu sayyidah ‘Aisyah
disangka berbuat jahat dengan Shafwan bin Mu’atthal, oleh orang-orang
munafiq. Hingga turunlah khabar ketiadaan perbuatan ‘Aisyah itu (Ayat
Bara'ah) dalam Qur’an.
Dalam tahun itu pula terjadilah perang Khandaq. Karena orang-orang
Quraisy sama bersepakat dengan orang-orang Arab dan Yahudi, untuk
memerangi orang-orang Islam. Mereka berjumlah 10.000 orang lelaki.
Maka orang-orang Islam sama menggali membuat parit sekeliling kota
Madinah. Terjadilah pengepungan selama 15 hari. Kemudian Allah menurunkan angin ribut dan balatentara yang tiada kelihatan (Malaikat).
Hingga mereka sama melarikan diri karena takut. Dalam tahun itu pula
terjadi perang Banu Quraidlah, karena mereka sama mengkhianati
perjanjiannya dengan Rasulullah.
Hingga orang-orang Islam sama membunuh mereka, menawan orangorang perempuan dan keluarga mereka. Dalam tahun itu juga Rasulullah
kawin dengan Zainab, sesudah Zaid bin Haritsah menceraikannya. Dengan
begitu maka tidak dibenarkanlah kebiasaan mengambil anak, sebagai anak
kandung. Kemudian dalam tahun itu pula diwajibkan beribadah Haji dan
Juga dalam tahun itu turun Ayat Hijab yang artinya: Tidak diperbolehkan
orang laki dan perempuan berteman sendirian, kecuali dengan mahramnya
sendiri Ini untuk umum.
6)
Tahun Keenam Hijrah
30
Dalam tahun keenam Hijrah terjadilah perang Banu Lahyan, karena
pengkhianatan mereka, tetapi tidak sampai teijadi pertempuran. Kemudian
setelah itu terjadi peperangan Ghabah, yang menimbulkan pertempuran
yang dahsyat. Setelah itu terjadi pula perang Hudaibiah. Rasulullah
berangkat ke sana dengan 1.500 orang sahabatnya untuk beribadat hajji,
dengan tidak bersenjata. Setiba di sana lalu orang-orang Quraisy sama
menghalang-halanginya. Karena demikian, Rasulullah mengutus Utsman
untuk memberitahu mereka akan maksud kedatangan beliau itu. Maka
orang-orang Quraisy lalu menawannya hingga tersiar dikalangan orangorang Islam, bahwa Utsman terbunuh. Kemudian Rasulullah bersama- sama
sahabatnya bersumpah di bawah pohon ’’Ridhwan”, bahwa mereka tidak
akan mundur dalam pertempuran. Setelah orang-orang Quraisy mendengar
hal-hal itu, lalu mengadakan perundingan di antara dua belah fihak akan
mengajak damai dengan perjanjian-perjanjian sebagai berikut: Dalam 10
tahun diadakan gencatan senjata dan menentramkan orang-orang.
Maka
Rasulullah
kembali
dengan
beberapa
sahabatnya
dari
Hudaibiah. Di tengah perjalanan pulang itu -turunlah surat Al-Fatah. Maka
gembiralah orang-orang Islam. Dan sesudah perjanjian itu, mudahlah bagi
orang-orang Islam untuk keluar masuk kota Makkah, menurut sesuka
hatinya. Dengan demikian bertambahlah pengaruh Rasulullah di sana.
Setelah itu beliau mengirimkan beberapa pucuk surat kepada raja-raja di
sekitar negeri Arab dengan maksud diajak masuk Islam. Di antara raja-raja
itu ada yang menerimanya dengan baik kemudian masuk Islam dan ada juga
yang menolaknya sebagaimana yang diterangkan di atas.
Siapakah yang menghalang-halanginya jika dia mendo'akan jahat
kepada orang-orang yang menentangnya dan mengusir dari negerinya Maka
menjawablah utusan beliau itu: Tiadalah baginda ingat banwa Isa itu adalah
utusan Allah? Mengapa ia tidak mendo'akan jahat kepada kaumnya, ketika
kaumnya itu hendak membunuhnya, sehingga Allah mengangkatnya? Maka
baginda menjawabnya pula: ’’Betul Tuan. Tuan adalah seorang yang
bijaksana yang telah datang dari orang yang bijaksana”. Setelah itu baginda
31
lalu membalas surat beliau itu yang isinya: (Sungguh kami telah mengetahui
bahwa seorang Nabi telah nyata. Kami mengira bahwa seorang Nabi itu
akan lahir dari negeri Syam. Sungguh kami telah memuliyakan utusan Tuan,
dan kini untuk Tuan kami kirimkan dua orang jariah (perempuan) dari
Qibthi. Dan kami hadiahkan untuk Tuan juga seekor bighal (binatang
sebangsa kuda) untuk Tuan kendarai). Salah seorang jariah itu ialah:
Sayyidah
Mariah,
yang
kemudian
dikawin
oleh
beliau.
Dalam
perkawinannya itu beliau mendapatkan seorang anak bernama Ibrahim.
7)
Tahun Ketujuh Hijrah
Dalam tahun ketujuh Hijrah terjadilah perang Khaibar. Rasulullah
mengepung negeri itu selama 6 hari. Setelah itu beliau menyerahkan
bendera dan pimpinan peperangan pada Sayyidina Ali, kemudian Khaibar
dibebaskan. Dalam tahun itu juga kaum Yahudi Fadak mengadakan perjanjian damai, untuk menghindarkan pertumpahan darah dan melindungi
harta benda mereka. Juga kaum Yahudi Taima’ dengan ikhlas suka memberi
pajak pada pemerintah Islam, hingga mereka merasakan keamanan dalam
negerinya.
Dalam tahun itu pula terjadi perang Wadil Qura, dan sahabat
Muhajirin yang dahulu Hijrah ke Habsyi kembali. Dalam tahun itu pula
Rasulullah pergi ke Makkah dengan beberapa sahabatnya, untuk beribadat
‘Umrah, menurut perjanjian Hudaibiah. Tiba-tiba orang-orang Quraisy
Makkah sama keluar dari negerinya, karena tak suka melihat Rasulullah
berthawaf dalam Baitul Haram. Tiga hari sesudah di Makkah Rasulullah
kembali ke Madinah. Dalam tahun itu pula beliau kawin dengan Shafiyyah,
sesudah penaklukan Khaibar, lalu kawin dengan Maimunah di Makkah. Dan
pada tahun itu pula, masuk Islamlah tiga orang jenderal Quraisy ialah:
Khalid bin Walid, ‘Amr bin ‘Ash dan Utsman bin Abi Thalhah.’’Adakah dia
itu kamu bunuh sesudah mengucap LA ILAHA ILLALLAH?” Usamah
menjawab: Hai Rasulullah! dia mengucapkan syahadat itu hanya untuk
melindungi dirinya saja. Rasulullah bertanya lagi: ’’Bagaimana, bukankah
dia sudah mengucap (LA ILAHA ILLALLAH)”. Kata-kata ini terus-
32
menerus beliau ulang-ulangi. Maka Allah menurunkan Ayat dalam surat An
Nisa’ 94 yang berbunyi:
            
         
           
      
Janganlah kamu mengatakan pada orang yang memberi salam (mengucapkan syahadat): ’’Engkau bukan orang mu’min”, karena hendak mencari
dan ingin benda dunia saja. Maka di samping Allah itu banyaklah harta
ghanimah (yakni Tuhan menyediakan pahala yang besar).39
8)
Tahun Ke Delapan Hijrah
Pada tahun kedelapan Hijrah tejjadi perang Mu’tah. Di antara pahlawan Islam yang tewas dalam peperangan itu ialah para panglima yakni:
Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah.
Setelah bendera perang dan pimpinan tentara itu dipegang oleh Khalid bin
Walid, makin dahsyatlah pertempuran dengan orang-orang Roma itu.
Karena kebijaksanaannya dalam siasat perang, ia dapat meloloskan tentara
Islam daripada kepungan musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar
jumlahnya itu.
Pada tahun itu juga terjadi pembebasan kota Makkah, karena kaum
Quraisy melanggar syarat peijanjian Hudaibiah. Rasulullah menyerbu ke
sana dengan balatentara sebesar 10.000 orang. Seorang penyelidik Quraisy
39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
33
yaitu Abu Sufyan, diketemukan oleh tentara Islam di tengah jalan lalu
ditawannya dan kemudian masuk Islam. Beliau bertemu dengan pamannya
‘Abbas yang telah meninggalkan Makkah untuk memeluk Islam, lalu
bersama-sama beliau ia kembali ke Makkah. Beliau juga bertemu dengan
Abu Sufyan bin Harits dan ’Abdullah bin Umaiyyah yang karena
keinsafannya sendiri keduanyapun masuk Islamlah. Kemudian beliau masuk
Makkah dari sebelah utara sedang Khalid bin Walid memasuki dari selatan
dan terpaksa ia menyerang dan memukul mundur segolongan kaum Quraisy
yang hendak menghalang-halangi ia masuk itu.
Rasulullah memberi pengampunan umum kepada kaum Quraisy
yang dulu memusuhi serta mengusir beliau. Ketika di Makkah itu beliau
merobohkan beberapa berhala yang berdiri tegak berderet-deret di sekitar
Ka’bah. Sesudah itu banyaklah orang lelaki dan perempuan yang beijanji
dan bersumpah di hadapan beliau. Di antara orang-orangyang masuk Islam
pada hari pembebasan Makkah itu yang utama ialah Abu Quhafah (ayah
Abu Bakar Asshiddieq) dan Mu’awiah bin Abu Sufyan. Dalam tahun itu
juga teijadi peperangan Hunain dan Thaif. Rasulullah berangkat ke Hunain
dengan balatentara sebesar 20.000 orang untuk menggempur kabilah Tsaqif
dan Hawazin.
Akibat serangan musuh yang tiba-tiba dan teratur, maka tentara
Islam banyak yang mundur (karena membanggakan kebesaran jumlah dan
kekuatan mereka sehingga lengah atas kekuatan musuh). Hanya beliau dan
beberapa sahabat-sahabat yang masih tetap mempertahankan dalam tempat
kedudukan itu. Akan tetapi demi mendengar komando maju, maka semua
tentara yang mengundurkan diri tadi segera maju serentak, sehingga orangorang Islam mendapat kemenangan yang gilang-gemilang. Dari pihak
musuh yang terbunuh lebih 70 orang dan banyak pula yang tertawan beserta
keluarganya. Harta-benda merekapun banyak yang dirampas. Sia-sialah sisa
musuh yang berlindung dan bertahan di Thaif itu,karena tentara Islam terus
mengejar dan mengepung benteng mereka selama 18 hari. Dalam perang itu
tentara Islam yang tewas ada 12 orang. Sesudah selesai berperang itu beliau
34
pergi menuju ke Ji’ranah. Ketika beliau sedang beristirahat berada di sana,
datanglah kepada beliau dari kabilah Hawazin dan menyerah. Penyerahan
mereka itu disambut oleh beliau dengan mengembalikan dan membebaskan
beberapa tawanan. Adapun harta-benda mereka tetap jadi rampasan. Dari
Ji’ranah beliau lalu beribadat Ihram ’Umrah lalu masuk negeri Makkah, dan
pada malamnya kembali ke Madinah
9)
Tahun Kesembilan Hijrah
Dalam tahun kesembilan Hijrah terjadi perang Tabuk, tetapi tidak
sampai terjadi pertempuran. Rasulullah berangkat ke sana dengan 30.000
Jaisyul ’Usrah untuk memerangi tentara Rum. Untuk itu para dermawan
Islam sama menyokong dengan harta-bendanya Ketika itu datanglah
menghadap beliau orang-orang yang banyak beralasan dan orang-orang dari
golongan munafiq, untuk minta idzin tidak ikut berperang, beliaupun
mengizinkan pula. Maka Tuhan mencela kepada golongan munafiq yang
meminta izin dan membuat-buat alasan itu.
Di Tabuk datanglah gubernur Ailah beserta pengikutnya kepada beliau
untuk mengadakan perdamaian. Setelah itu beliau kembali ke Madinah. Di
tengah-tengah perjalanan kembali pulang itu, beliau menyuruh merobohkan
Masjid Dhirar yang didirikan oleh golongan munafiq Madinah, setelah
beliau sampai di Madinah datanglah utusan dari Tsaqif, menghadap beliau.
Dalam tahun itu, Abdullah bin Ubai, pemimpin kaum munafiq meninggaldunia. Dan dalam tahun itu pula wafatlah ummu Kultsum, puteri
Rasulullah.
10)
Tahun Kesepuluh Hijrah
Dalam tahun kesepuluh Hijrah, Rasulullah mengutus Ali bin Abu
Thalib ke kabilah Yaman. Setelah berangkat beliau berpesan kepadanya
agar jangan sampai memerangi mereka sebelum mereka itu memeranginya.
Tetapi karena mereka memerangi orang-orang Islam, maka terpaksa orangorang Islam memerangi mereka sehingga mereka itu mengundurkan diri dan
lari. Kemudian Ali mengajak sekali lagi kepada mereka itu untuk masuk
Islam, lalu mereka masuk Islam. Dalam tahun itu beliau mengutus Mu’adz
35
bin Jabal untuk pergi ke dataran tinggi Yaman, dan Abu Musa Asy’ari ke
dataran rendahnya. Kepada keduanya beliau berpesan: ’’Mudahkanlah
mereka itu nanti dan janganlah kamu persukar”.
Dalam tahun itu dan sebelumnya telah banyak utusan-utusan Arab dan
orang-orang banyak sama masuk Islam. Dalam tahun itu pula beliau berhajji
Wada’ (Hajji minta diri). Pada waktu itu, beliau berkhutbah, yang terkenal
dengan nama khutbah ’Arafah yaitu ketika pada hari ’Arafah. Di antara isi
khutbah itu banyak memberi pelajaran pada manusia tentang pokok-pokok
agama Islam dan cabang-cabangnya. Dalam tahun itu pula, Ibrahim putera
beliau meninggal dunia.Sebelum Rasulullah wafat, beliau telah menyiapkan
sepasukan tentara yang dikepalai oleh Usamah bin Zaid, untuk berangkat ke
Ubna di mana terbunuh ayahnya di sana.
Dalam tentara itu terdapat pembesar-pembesar sahabat dan terdiri dari
kaum Muhajirin dan Anshar, seperti: Abu Bakar, ’Umar, Abu ’Ubaidah dan
Sa’d. Atas pimpinan Usamah itu, maka orang-orang sama menyangkal
karena ia masih muda dan umurnya tidak lebih dari 17 tahun. Maka karena
beliau mengetahui atas penyangkalan itu, beliau sangat marah dan bersabda:
’’Pesan sajalah kamu semua kepadanya itu dengan kebaikan, karena
sesungguhnya ia itu adalah pilihanmu”. Tetapi belum sampai diteruskan
perjalanan tentara itu pada masa beliau, karena ketika itu beliau telah mulai
sakit sehingga pulang ke rahmatullah dan pindah ke alam baqa’ (alam yang
kekal).
1) Rasulullah Mulai Sakit
Beliau mulai sakit pada akhir bulan Shafar tahun kesebelas Hijrah.
Maka berlangsunglah sakitnya itu selama 13 hari. Di tengah- tengah sakit
itu,' beliau berpindah-pindah ke rumah isteri-isteri beliau dengan bergilir.
Ketika sakitnya itu merasa sangat, beliau minta izin kepada isteri- isterinya
agar sakitnya itu dirawat di rumah ’Aisyah. Lalu mereka mengizinkannya
dan dibawalah ke sana. Ketika beliau berudzur untuk keluar shalat (karena
sakit), beliau bersabda: ’’Perintahlah Abu Bakar agar shalat dengan orang-
36
orang banyak”. Dengan begitu, beliau telah merelakan kepadanya sebagai
khalifah sewaktu beliau masih hidup.
Ketika kaum Anshar mendengar sakit beliau itu, telah sangat benar,
mereka lalu berkumpul di Masjid. Maka ’Abbas memberitahu pada beliau
atas duka cita dan berkumpulnya mereka itu. Maka keluarlah beliau ke
tempat mereka berkumpul itu dengan diikat kepalanya dengan serban dan
berjalan gemetar (menggigil) yang didampingi oleh Ali dan Fadil, sambil
beliau merangkul dan bersandar pada keduanya. Sedang ’Abbas berada di
muka mereka itu. Setelah beliau sampai di Masjid itu, lalu duduk di tangga
mimbar yang terbawah sambil memuji kepada Tuhan dan kemudian
bersabda: ”Hai orang banyak ! Sesungguhnya telah sampai kepadaku dan
akupun mengerti bahwa kamu semua itu takut akan kematian Nabimu.
Apakah tetap hidup Nabi-Nabi sebelum saya dulu yang diutus Allah ? Maka
kalau kiranya ada yang tetap, tentu aku akan ada di sampingmu selalu ?
Ingatlah bahwa sesungguhnya aku akan bertemu pada Tuhanku, dan kamu
semua akan bertemu padaku besok. Maka aku berpesan kebaikan pada
kamu semua sebagai kaum Muhajirin yang pertama”.
2) Rasulullah S.A.W. Wafat
Beliau wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun
kesebelas Hijrah. Ketika hari itu sampailah umur beliau 63 tahun. Atas
wafat beliau itu, maka kaum Muslimin sama berduka cita dan terasa sangat
beratlah bagi mereka itu berpisah dengan beliau. Ketika itu Umar bin
Khaththab menghunus pedangnya dan mengancam akan memenggal leher
orang yang mengatakan ’’Muhammad telah mati”. Dan ia berkata:
’’Sesungguhnya Muhammad sedang diutus oleh Tuhan sebagaimana Tuhan
mengutus nabi Musa yang ia telah meninggalkan kaumnya untuk bertapa
selama empatpuluh hari”. Ketika itu Abu Bakar sedang pergi. Sewaktu ia
datang lalu diberi tahu akan berita itu, kemudian ia masuk ke rumah Aisyah
lalu membuka muka beliau dan diciumnya, kemudian ia menangis.
Setelah itu, lalu ia keluar kepada orang-orang banyak sambil berkata:
’’Ingatlah! Barangsiapa yang menyembah Muhammad, sungguh beliau
37
telah
wafat.
Tetapi
barangsiapa
yang
menyembah
Allah
maka
sesungguhnya Allah itu hidup kekal dan tiada akan mati”. Setelah itu ia
membaca firman Allah : Ia membaca lagi: Setelah mendengar Abu Bakar
dalam membacakan ayat Tuhan itu, maka ’Umar lalu insaf akan kematian
beliau itu dan ia berkata: ’’Seakan-akan saya belum pernah membaca ayat
itu” Beliau wafat tiada segera dimakamkan. Mayat beliau menetap di rumah
selama dua hari dua malam, yaitu dari hari Senin, malam Selasa, hari Selasa
dan malam Rabu, sehingga orang-orang Islam selesai mengangkat Khalifah
sebagai pengganti beliau. Setelah mereka selesai dalam pengangkatan itu,
beliau lalu dimandikan dan kemudian dikafani tiga lapis kain baju yang
bukan gamis dan serban. Kemudian diletakkan pada balai-balai di rumah
beliau (rumah ’Aisyah). Orang-orang Islam sama menshalatinya sendirisendiri dengan tiada Imam. Cara mereka menshalati diatur dengan cara gilir
berganti. Pertamakah orang-orang lelaki, kemudian orang-orang perempuan
dan akhirnya pemuda-pemuda dan anak-anak.
(Engkau adalah orang yang mati (Muhammad) dan mereka semuapun
akan mati). Dan Muhammad itu tidak lebih daripada seorang utusan, utusanutusan sebelum dia sudah lalulah adanya: maka kalau ia mati atau terbunuh
apakah kamu akan berbalik haluan? Barangsiapa yang kembali semula,
maka tiadalah akan membahayakan Allah sesuatu itu, dan Allah akan
membalas
kebaikan
kepada
orang-orang
yang
bersyukur
kepada-
Nya.Setelah selesai, lalu beliau dimakamkan di kamar ’Aisyah. Makam itu
ditinggikan sedikit dari tanah yaitu satu jengkal dan kemudian disiraminya
dengan air. Beliau wafat dengan meninggalkan dua tuntunan bagi kaum
Muslimin seluruhnya, yang tiada akan membahayakan untuk selamalamanya selagi mereka berpegangan kepada kedua pokok tuntunan itu.
Pokok tuntunan itu pertama ialah Kitab Allah (Al-Qur’an) yang isinya tiada
terdapat suatu kebathalan bagi orang-orang semasa beliau dan orang-orang
kemudiannya Pokok tuntunan yang kedua ialah Hadits Rasul yang
menerangkan Agama dan menunjukkan isi dan maksud al-Qur’anul Karim.
3) Putera-Puteri Rasulullah
38
Putera-putera Rasulullah s.a.w. ada tiga orang, yang kesemuanya itu
telah lebih dahulu meninggaldunia sebelum beliau wafat. Mereka itu ialah:
1) Qasim ; ia lahir sebelum beliau jadi Nabi dan ia hidup hanya dua tahun.
2) Ibrahim; ia dilahirkan tahun kedelapan Hijrah, dan ia hidup hanya 70 hari
dan 3) ’Abdullah2); ia dilahirkan sebelum beliau jadi Nabi, dan ia
meninggaldunia ketika masih kecil. Adapun puteri-puteri beliau ada empat
orang, yaitu: Zainab 3); ia masih mendapatkan (menangi) Islam, maka
Islamlah ia Ruqayyah, 3) Ummi Kultsum dan 4) Fathimah 4). Semua puteri
beliau itu telah mendahului wafat, sebelum beliau kecuali Fathimah. Ia
hidup selama enam bulan sesudah wafat Nabi.
4) Isteri-Isteri Rasulullah S.A.W.
Isteri-isteri itu ada sebelas wanita, di antaranya enam wanita dari
golongan Quraisy, empat wanita dari golongan Arab dan seorang wanita
lagi dari Bani Isra’il, Yang dari golongan Quraisy ialah: 1) Khadijah binti
Khuwailid ; yang selama beliau beristeri dengan dia, beliau tiada kawin
dengan lainnya,, kecuali setelah ia meninggaldunia. 2) ’Aisyah binti Abu
Bakar Asshiddiq, 3) Hafshah anak ’Umar, 4) Ummu Habibah anak Abu
Sufyan, 5) Ummu Salamah atau Hindun anak Abu Umayyah dan 6) Saudah
anak Zam’ah. Yang dari golongan Arab di antaranya ialah: 1) Zainab anak
Jahsy, 2) Maimunah anak Harits. 3) Zainab anak Khuzaimah, dan 4)
Juwariah anak Harits. Sedang yang dari Bani Isra’il ialah: Shafiyyah anak
Huyay. Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah meninggaldunia ketika beliau
masih hidup. Dan ketika beliau wafat meninggalkan sembilan isteri. Qasim:
adalah putera Rasulullah yang pertama dilahirkan sebelum beliau jadi Rasul.
Abdullah: mendapat gelar juga Tayyib atau Tahir. 1) Zainab: adalah puteri
beliau yang tertua .) Fathimah mendapat gelar Batui, karena ia seorang
puteri yang termulia pada masa itu perihal budi perangainya dan lagi teguh
beragama.
Adapun isteri beliau yang beliau dapat dari hadiah dan tawanan ada
empat di antaranya ialah: 1) Mariyah dari Qibti, hadiah dari pembesar
39
Mesir, 2) Raihanah Qurazhiyyah, 3) Seorang wanita yang beliau nikahi dari
Zainah binti Jahsy dan Ialah yang beliau dapatkan dari tawadui.
5) Paman Dan Bibi Beliau (Putera-Puteri Abdul Muththalib)
Paman beliau ada sepuluh orang, sedangkan bibi beliau ada enam
orang. Paman-paman beliau itu ialah: 1) Abu Thalib, 2) Zubair, 3) Hamzah,
4) Muqawwam, 5) Abdul Fadlal Abbas ), 6) Dhirar, 7) Harits, 8) Qufsam, 9)
Abu Lahab 3) dan 10) Ghaidaq. Adapun bibi-bibi beliau ialah: 1) Shafiyyah,
2) ’Atikah, 3) Baidla, Barrah, 5) Umaimah 4) dan 6) Arwa. Semua paman
beliau itu tidak ada yang masuk Islam, kecuali hanya Hamzah dan ’Abbas
saja. Sedang dari bibi beliau yang masuk Islam hanyalah Shaffiyyah. Tetapi
tentang ’Atikah dan Arwa itu ada yang mengatakan sudah masuk Islam dan
ada yang mengatakan tidak.) Dalam kitab sejarah Ibnu Hisyam, dan kitab
sejarah Al-Halabiyyah dikatakan: Jumlah dan nama paman Rasulullah itu
ada khilaf (perselisihan) di antara pendapat para ulama. (Abu Thalib itu
dinamai juga Abdul Manaf). ’Abbas, adalah saudara sesusu Rasulullah yang
meninggaldunia pada masa Utsman menjabat Khalifah dan ketika itu
berumur delapan puluh delapan tahun. Abu Lahab dinamai juga Abdul
’Uzza. Umaimah ini adalah saudara kembar dengan ayah Nabi.
6) Bentuk Tubuh Dan Sebagian Keadaan Rasulullah
Rasulullah s.a.w. adalah seorang yang paling baik, tampan bentuk
tubuhnya. Mukanya putih, baik mulutnya, cukup besar kepalanya, licin pelipisnya, lebar dahinya, rambut idapnya tebal serta hitam kedua
matanyahidungnya mancung, pipinya cukup panjang, janggutnya tebal, jari
tangan dan kakinya besar dan tegap, belikat dan hastanya besar, luas
pundaknya, dadanya bentuk badannya sedang, yakni tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu pendek, rambutnya sedang yakni tidak terlalu keriting, suaranya
merdu yang kemerduannya itu tiada seorangpun yang menyamainya, kalau
tertawa tersenyum manis, kalau berjalan tegap, seakan-akan turun dari atas
(Hal itu menunjukkan atas ketegapan dan perkasanya). Kalau menengok
dengan seluruh badannya, tidak hanya kepalanya saja. Beliau selalu berbau
40
harum sekalipun tidak berminyak harum. Dan beliau pun tidak pernah
menguap, juga tidak pernah gdlegekan karena kenyang dan lain-lain.
7) Budi Perangai Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam
Rasulullah adalah seorang yang paling sempurna bentuk tubuhnya
teramat tinggi budi perangainya. Fikiran beliau amat cerdas dan luas, suka
menyintai terhadap fakir-miskin, selalu kasih-sayang kepada sesama
manusia, beliau tiada pernah marah kecuali jika perintah Tuhan dilanggar
(tidak pernah marah karena dorongan hawa-nafsu). Beliau selalu memberi
ampun kepada orang-orang-yang pernah menyiksa atau menyakitinya. Beliau bukan seorang yang suka mencaci dan mencela lagi bukan seorang yang
gemar melaknat pada orang lain. Beliau sangat takut pada Tuhan, berani lagi
kuat, dermawan dan mulia, fasih lidahnya, bersih dan suci bicaranya,
kepandaian beliau dalam soal bahasa dikagumi orang-orang, karena beliau
mahir berbahasa kabilah-kabilah ’Arab yang bermacam-macam jalan bahasanya itu. Beliau melarang para shahabatnya akan berdiri untuk menghormat beliau, pada waktu beliau memasuki persidangan, karena memang
beliau tidak gila pangkat dan hormat.
8) Mu’jizat Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam
Di antara mu’jizat beliau ialah: memecah bulan ketika orang-orang
Quraisy meminta kepada beliau, dapat mengeluarkan air dari jari tangan beliau, ketika beliau meletakkan tangan beliau pada sebuah tempat yang berisi
air sedikit. Beliaupun dapat memperbanyak makanan yang sedikit dan dapat
menyembuhkan orang-orang sakit. Adapun Mu’jizat beliau yang terbesar
adalah kitab suci Al-Qur’an yang telah melemahkan cerdik-pandai dari
orang-orang ’Arab untuk membuat surat yang sependek-pendeknya serupa
Qur’an. Namun mereka lemah dan tak sanggup, sekalipun mereka termasuk
golongan yang mempunyai kegemaran beradu sastera dan kepandaian.
Firman Tuhan dalam Qur’an:
(Katakanlah hai Muhammad! Andaikata para Jin dan Manusia sama'
berkumpul untuk membuat sesuratpun yang seperti Qur’an, niscaya mereka
41
itu tak akan dapat sekalipun di antara mereka itu bantu-membantu atau
tolong-menolong).
B.
Penelitian Yang Relevan
Skripsi yang ditulis oleh Nurul Khairiah Aziz, Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Muhammdiyah Jakarta, dengan
judul “Pemikiran al-Ghazali tentang Akhlak” menyimpulkan bahwa akhlak
yang baik menurut Imam al-Ghazali yaitu tingkah laku yang mulia dan
perbuatan yang baik yang tercermin dari iman yang benar dan sempurna.
Oleh karena itu pembinaan jiwa harus didahulukan dari yang lainnya.
Dengan ilmu dan amal akhlak yang baik akan dapat dipertahankan dan
ditingkatkan. Akhlak yang buruk adalah sumber yang membinasakan jiwa
yang mendatangkan kemaluan dan kehinaan yang nyata. Dan akhlak yang
buruk dapat dirubah sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. AlGhazali juga memandang bahwa perubahan-perubahan akhlak bagi
seseorang adalah bersifat mungkin.40
Skripsi yang ditulis oleh Baha’udin, Mahasiswa jurusan PAI IAIN
Walisongo Semarang, dengan judul “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan
tentang Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga” (Telaah Kitab
Tarbiya al-Aulad fil Islam) menyimpulkan bahwa pendidikan moral harus
menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal.
Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode
dan tujuan. Menurut Ulwan, metode yang harus digunakan oleh para
pendidik termasuk orang tua sebagaimana yang diterapkan oleh Nabi
Muhamad SAW, dalam mendidik putra-putri dan para sahabatnya, adalah:
1) Pendidikan dengan keteladanan
2) Pendidikan dengan adat kebiasaan
3) Pendidikan dengan nasihat
4) Pendidikan dengan memberi perhatian
5) Pendidikan dengan memberikan hukuman
40
Yusrina, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di
SMP YPI Cempaka Putih Bintaro, Skripsi, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah,
2006), h. 69
42
Metode-metode yang ditawarkan Ulwan itu efektif, hal ini dapat
ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius.
a) Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, untuk
itu bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan,
nasehat dan hukuman yang mendidik.
b) Dari perspektif sosiologis, bahwa manusia merupakan manusia yang
mendidik dan harus di didik, anak harus di didik agar perkembangannya
berjalan lancar41.
41
Baha’udin, “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak
Dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo), h. 62
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Objek dan Waktu Penelitian
Adapun objek dari penelitian ini adalah Nilai-Nilai Akhlak pada Kisah
Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin. Sedangkan waktu
penelitian ini sejak tanggal 21 Desember tahun 2013 sampai dengan tanggal 28
Agustus 2014.
B.
Metodologi dan Tehnik Penelitian
Untuk memperoleh kajian yang relevan dengan tema pokok bahasan dan
untuk mempermudah pengertian serta ke arah penulisan yang sesuai dengan
permasalahan pada judul, maka penulis mengumpulkan dalam suatu daftar yang
mempergunakan metodologi dan menganalisa semua data yang terkumpul.1
Adapun perangkat-perangkat metode penelitian yang dimaksud adalah:
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan ,dll., secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.2 Jadi dalam penelitian ini mencari pokok-pokok akhlak Nabi
Muhammad SAW sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini.
Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap kisah
tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang
menggunakan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat dalam kepustakaan3. maka langkah yang ditempuh adalah dengan
cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku yang berkenaan dengan
1
2
Nasution, Metodologi Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), H. 145.
Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Offset Rosda Karya,
2011), h. 6
3
Ibid.
43
44
permasalahan yang ada, kemudian dianalisa. Biasanya, dilakukan dengan cara
mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang
kemudian disajikan dengan cara baru atau untuk keperluan baru.
Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide
untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk
melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori
baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah. Dan jenis
penelitian ini dapat dipahami sebagai penelitian teoritik dan terkait pada values,
tetapi tetap diperlukan keterkaitannya dengan empiris.4 Dengan demikian data
yag diperoleh dari hasil literer dideskripsikan apa adanya kemudian dianalisis.
2.
Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana
data dapat diperoleh.5 Maka dalam penelitian sumber data yang digunakan
adalah sebagai berikut Karena penulis ini menggunakan metode library research
maka diambil data dari berbagai sumber sebagai berikut:
a.
Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari data-data sumber primer
yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. Adapun buku yang
penulis jadikan rujukan atau sumber primer adalah Kitab khulasah Nurul Yaqin,
untuk memudahkan penulis dalam menyajikannya maka penulis mengambil
kitab tersebut dalam versi terjemah Abdullah Umar, Ringkasan Khulasah Nurul
Yaqin Jilid I, (Surabaya: Ampel, 1994)
b.
Sumber data sekunder, yaitu yang diperoleh dari sumber yang bukan asli.6
Sedangkan buku-buku sekunder penulis ambil dari beberapa buku lain yang
relevan dengan penelitian ini.
C.
Fokus Penelitian
Adapun fokus penulis dalam penelitian ini adalah Nilai-Nilai Akhlak pada
Kisah Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin
.
4
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 55.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 129.
6
Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), h.
133
5
44
45
D.
Prosedur Penelitian
1.
Metode Analisis Data
Menulis menggunakkan teknik analisis isi (content analysis). Teknik
analisis ini merupakan kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen,
juga
merupakan
penggarapannya
teknik
untuk
dilakukan
menemukan
secara
karakterisitik
objektif
dan
pesan,
sistematis.7
yag
Untuk
mempermudah memecahkan msalah yang telah dirumuskan, penulis mencoba
menganalisis secara kritis dan konstruktif dari kisah Nabi Muhammad SAW
yang terdapat dalam kitab Khulashah Nurul Yaqin.
a.
Analisis Isi (Content Analisis)
Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas, penulis
menggunakan metode Analisis Isi (Content Analisys) dalam penelitian ini.
Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip Hasan Sadily, metode Analisis Isi
(Content Analisis) adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk
menguraikan
secara
objektif,
sistematik
dan
kuantitatif
isi
yang
termanifestasikan dalam suatu komunikasi.8
2.
Teknik Penulisan Skripsi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada teknik penulisan
skripsi dan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Sebagai bahan panduan para
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah dalam menyelesaikan studi Sarjana
Strata 1.
7
8
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 263
Hasan Sadily, Ensiklopedia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980) hlm. 207
45
46
BAB IV
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI
MUHAMMAD SAW DALAM KITAB KHULASHAH NURUL YAQIN
A.
Sekilas Tentang Nabi Muhammad SAW
Dari Abdullah, Aminah mengandung Muhammad. Pada malam senin
tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah (571 Masehi) Muhammad lahir.
Disebut sebagai tahun Gajah karena pada saat itu terjadi peristiwa
penyerangan Ka’bah yang dilancarkan Abrahah al-Asyram, pejabat Najasyi
Habasyah di Yaman. Ayah beliau adalah Abdullah, anak pasangan dari
Abdul Muthalib bin Hasyim dan Fatimah binti Amr bin A’id al-Makhzumi.
Sedangka ibundanya, bernama Aminah,anak dari pasangan Wahab bin
Abdul Manaf bin Zuhrah dan Barrah binti Abdul ‘Uzza bin Utsman.1
Adalah Nabi s.a.w. ketika kecilnya suka menggembala kambing
orang-orang Makkah dengan suatu upahan yang beliau bisa hidup
dengannya. Tatkala sampai umur sembilan tahun, Nabi berlayar ke- Syam
bersama paman beliau yang bernama Abu Thalib, dengan membawa
dagangan. Tatkala sampai disuatu tempat yang bernama Bushra, seorang
pendita bernama Buhaira melihat Nabi. Lalu pendeta ini memberi tahu
kepada pamannya, bahwa beliau akan menjadi Nabi yang terakhir dari
antara nabi-nabi. Pendeta itu meminta kepada pamannya supaya ia pulang
membawa Nabi, karena takut kepada musuh yang menanti-nanti beliau.
Pendeta itu menetapkan kenabian nabi Muhammad itu, dari alamat-alamat
yang tersebut dalam kitab-kitab ahli Kitab.
Ketika berumur 25 tahun, Nabi s.a.w. berlayar, kedua kalinya kenegeri
Syam, membawa dagangan sitti Khadiejah. Adalah Khadiejah seorang
perempuan yang mulia, lagi berharta; ia mengupah orang laki-laki dalam
menjalankan hartanya. Khadiejah memilih Nabi untuk pekerjaan itu, karena
ia pernah mendengar tentang kebenaran Nabi s.a.w., tentang amanat-
1 Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Yogyakarta:al-Ruz Media,
2012), h. 75
47
amanatnya dan tentang akhlaq-akhlaq beliau yang mulia. Pelayan Khadijah
bernama Maisarah, ikut bersama Nabi Kedua-duanya berjual beli dan
kembali dengan membawa keuntungan yang besar. Sesudah 2 bulan
sekembali Nabi dari pelayarannya yang kedua kali, lalu Nabi kawin dengan
Siti Khadijah. Khadijah-lah yang meminang Nabi, diwaktu itu Khadijah
berumur 40 tahun, sedang Nabi 25 tahun. Sebelum kawin dengan Nabi,
Khadijah kawin dengan Abi Halah. Suaminya ini meninggal dunia dan ada
meninggalkan seorang anak laki-laki bernama Halah. la menjadi isteri
Rasulullah selama 25 tahun dan tidak pernah Nabi kawin yang lain
daripadanya, sehingga Siti Khadijah wafat.2
Tatkala ’umur Nabi s.a.w. 40 tahun, Allah mengutus beliau sebagai
rahmat bagi manusia.Wahyunya, mulai dengan impian yang benar.
Kemudian Jibriel turun kepada Nabi ketika Nabi sedang ber’ibadah dalam
gua Hira’. la mengajar Nabi bagaimana beliau harus memimpin manusia
kejalan yang lurus. Nabi mulai ajakan beliau dengan sembunyi. Yang
pertama beriman kepada beliau ialah sitti Khadiejah, Abu Bakar, Ali bin
Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Sesudah tiga tahun, Nabi diperintah
berterang-terangan, lalu beliau mengumpulkan kaumnya dan mengancam
mereka dengan ’adzab akhirat. Tatkala turun Ayat: Artinya: Ancamlah
keluargamu yang dekat-dekat.3
B.
Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi SAW pada
Kitab Khulashah Nurul Yaqin
Tarbiyah (pendidikan) kepemimpinan Muhammad SAW telah dimulai
sejak kanak-kanak terutama ketika beliau oleh kakenya ini. Ketika usia
Muhammad delapan tahun, kakek beliau meninggal dunia. Muhammad pun
tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Walaupun Abu Thalib ketua Suku
Bani Hasyim, ia hidup dengan sederhana. Bahkan Muhammad SAW belajar
hidup mandiri denga menggembala kambing di padang pasir.4 Bila tujuan
utama Rasullah SAW adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak, proses
2
Ibid., h.
Ibid.,
4
Ibid., h. 84
3
48
pendidikan seyogyanya di arahkan menuju terbentuknya pribadi dan umat
yang berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah bahwa Nabi
Muhammad adalah teladan utama bagi umat manusia. Untuk mencapai hal
itu, akhlak mulia harus ditegakkan dalam formulasi tujuan pendidikan.
Islam sebagai agama yang seimbang, mengajarkan bahwa setiap usaha
yang dilakukan manusia tidak hanya melibatkan peran manusia, tetapi juga
melibatkan peran Tuhan. Nabi Muhammad SAW menggambarkan proses
pendidikan seperti sebuah kegiatan bertani. Jika seseorang petani ingin
mendapatkan hasil pertanian yang baik, ia harus menyiapkan lahan yang
subur dan gembur, udara dan cuaca yang tepat, air dan pupuk yang cukup,
bibit yang unggul, cara menanam yang benar, pemeliharaan dan perawatan
tanaman yang benar dan intensif, waktu dan masa tanam yang tepat dan
cukup. Namun, meski berbagai usaha tersebut dilakukan, tetapi belum dapat
menjamin seratus persen bahwa hasil tersebut akan berhasil dengan baik.
Dengan demikian, pendidikan Islam seharusnya bertujuan mencapai
pertumbuhan seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui
pelatihan spiritual, kecerdasan rasio, perasaan, dan panca indra. Oleh karena
itu, pendidikan Islam seharusnya menjadi pelayan pertumbuhan bagi
manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual,
imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu maupun secara
kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut kepada kebaikan dan
pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan bertumpu pada
terealisasinya ketundukan kepada Allah baik dalam level individu,
komunitas, dan manusia secara luas.5
Setelah
diuraikan
pada
bab-bab
sebelumnya
penulis
akan
menganalisis tentang nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi
Muhammad SAW. Berbicara tentang kemuliaan dan keagungan akhlak
Rasulullah SAW, sudah tidak perlu diragukan lagi. Tidak hanya orang Islam
yang mengagumi kemuliaan akhlak Rasul, orang diluar Islam pun banyak
yang mengakuinya. Karena memang jauh sebelum Islam datang dan Nabi
5
Ibid., h. 88
49
Muhammad SAW diutus kehidupan di jazirah arab sangat jahil, keji dan
munkar. Sebelum Islam datang, bangsa arab merupakan bangsa yang
mayoritas bergelimangan dosa dan perbuatan buruk lainnya,seperti:
penguburan bayi perempuan hidup-hidup (di suku Tamim) yang tidak
menghendaki kelahiran bayi perempuan, serta penyembahan berhala-berhala
(latta, uzza, manat, hubbal)6. Untuk memperbaiki kondisi tersebut
sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Nabi diutus sebagai
rahmat untuk sekalian alam.
     
dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya:107)7
Kata rahmat tersebut secara sederhana dapat diartikan keuntungan,
keberkahan, kebaikan dan kesejahteraan dalam segala bidang, baik sosial,
ekonomi,
politik,
ilmu
pengetahuan,
kebudayaan
dan
lain
sebagainya.8selanjutnya dalam rangka memberi rahmat pada seluruh alam
tersebut.
Dan ketika ‘Aisyah, isteri Rasulullah SAW ditanya para sahabat
tentang bagaimanakah akhlak Rasulullah SAW itu? Maka ‘Aisyah
menjawab: akhlak Rasulullah SAW adalah al-Qur’an. Dengan kata lain visi
dan misi kehadiran Rasulullah ke muka bumi ini sebagai penyempurna,
melakukan
perbaikan
akhlak
agar
tercipta
rahmat
bagi
seluruh
‘alam.9Berkenaan dengan hal tersebut, didalam penelitian ini akan
mengungkap tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
kisah Nabi Muhammad SAW. Mengingat akhlak rasulullah SAW ini harus
diikuti dan dijadikan teladan bagi umat manusia. Allah SWT menyatakan:
6
Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h.
167
7
QS. Al-Anbiya:107
Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa,
2003), Cet. III, h. 35
9 Abuddin Nata, Op. Cit., h. 36
8
50
             
   
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.10
Akhlak Rasulullah SAW diakui oleh para peneliti sebagai akhlak yang
paling unggul dibandingkan yang lain. Seorang pemikir dari India, Abu alA’la al-Maududi melukiskan kepribadian Rasulullah SAW dengan
ungkapan: “He is the only one personality that all exellences have been
blanded in him” Ia (Muhammad SAW) adalah satu-satunya pribadi dimana
seluruh keunggulan kualitas terdapat pada dirinya11. Hal ini dapat
dikemukakan dalam akhlak Rasul yang terdapat dalam kisah Nabi SAW
pada kitab Khulashah Nurul Yaqin sebagai berikut:
Pertama, sebagai kanak-kanak Rasulullah telah menunjukkan sebagai
anak yang baik. Ia rajin membentu pamannya menggembala kambing,
karena menyadari bahwa ia hidup karena pertolongan dan bantuan
pamannya yang diketahui secara ekonomis berada dalam kekurangan. Sejak
kecil ia telah menunjukkan sifat-sifat yang baik seperti tidak pernah
melakukan perbuatan buruk yang dilakukan masyarakat pada masanya,
seperti berjudi, meminum minuman keras, berfoya-foya dan sebagainya.
Dalam suatu riwayat dikatakan, bahwa suatu ketika Muhammad SAW
tertarik untuk melihat suatu hiburan yang berada dekat tempat ia tinggal di
Mekkah. Tetapi ditempat itu Muhammad SAW tertidur hingga pagi hari,
sehingga ia tidak menyaksikan hiburan tersebut12.
Kedua, sebagai suami. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai suami
yang amat sayang pada istrinya (romantis). Kepada Siti ‘Aisyah, Rasulullah
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda,
2009), h. 593
11
Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Yogyakarta:al-Ruz Media,
2012), h. 75
12
Ibid.
51
memanggilnya dengan ucapan”Ya Humaira”: Wahai bunga mawar yang
sedang mekar.” Tidak hanya pada istrinya, kepada wanita lain pun ia sangat
menyayanginya. Wanita dianggap sebagai tiang negara (al-Mar’ah imad alBilad), dianggap sebagai madrasah (tempat diselenggarakannya kegiatan
pendidikan). Jika wanita itu dipersiapkan dengan baik maka berarti ia telah
menyiapkan generasi muda masa depan yang baik pula.13(al-Umm
Madrasah idza ‘adabtaha khairan, adabta syu’ban khairan). Jika wanita itu
dipersiapkan dengan baik maka berarti ia telah menyiapkan generasi muda
masa depan yang baik pula. Lebih lanjut Nabi mengatakan: Surga berada
dibawah telapak kaki ibu (wanita) :al-jannatu tahta aqdaam al-ummahat.
Sebagai suami, ayah dan kakek. Sebagai suami, Rasulullah SAW
sangat sayang kepada istri-istrinya . didalam kitab Khulashah Nurul Yaqin
tercatat bahwa istri beliau yang pertama ialah Siti Khadijah, yang
dinikahinya pada usia 40 tahun sedangkan nabi berusia 25 tahun. Selama
berumah tangga dengan khadijah Nabi tidak pernah menikahi wanita lain,
dan kurang lebih Rasulullah SAW berumah tangga dengan Khadijah selama
25 tahun sampai nyawa yang memisahkan yaitu wafatnya Khadijah. Cukup
lama Rasul menduda sampai akhirnya menikahi Siti ‘Aisyah puteri Abu
Bakar al-Shiddiq, dan memperoleh keturunan anak dan cucu.14
Ketiga, Sebagai seorang ayah atau kakek, Nabi Muhammad dikenal
sangat dekat dengan anak-anak dan cucunya, bahkan dengan anak kecil
lainnya. Syaikh Ibrahim dalam bukunya Adab al-Islam mengatakan;”Pernah
suatu ketika Rasulullah SAW sedang shalat dalam posisi sujud, cucunya
yaitu Hasan datang dan langsung menaiki puunggung beliau. Rasulullah
tetap membiarkan cucunya itu sambil terus sujud dengan waktu lama,
hingga cucunya itu turun dari punggungnya. Kejadian itu dilihat oleh
sahabat, lalu sahabat pun bertanya: Ya Rasulullah aku melihat engkau sujud
dengan waktu yang lama, apakah engkau sedang mengqadha shalat?
Menjawab pertanyaan tersebut Rasulullah berkata: Inna irtahalani
13
14
Ibid., h. 37
Ibid., h. 37
52
fakarihtu’an u’jilahu (bahwa cucuku itu sedang bersantai diatas
punggungku maka aku enggan untuk mengganggunya)15
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seorang peremmpuan datang
kepada Rasulullah SAW sambil membawa bayi, kemudian Nabi
berkeinginan untuk menggendong bayi tersebut namun si Ibu merasa
sungkan takut kalau anaknya akan mengotori pakaian Nabi dan
membasahinya dengan air kencingnya. Namun Rasul tetap ingin
menggendongnya, ketika bayi itu berada pada pangkuan Nabi maka bayi itu
pun membasahinya dengan air kencingnya, lantas si ibu pun merasa jengkel
kepada anaknya, lalu Rasul menasehatinya:”Wahai saudaraku, bahwasanya
pakaianku ini sungguh dapat dibersihkan dengan air, tetapi bagaimana
untuk
menghilangkan
luka
hati
anak
ini
karena
kamu
telah
memarahinya”.16
Dari peristiwa dan kejadian-kejadian tersebut terlihat dengan jelas
kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau sangat mencintai
anak-anak kecil, baik anak dan cucunya maupun anak kecil lainnya. Dalam
peristiwa anak kecil tersebut diatas, ternyata Rasul sangat memahami
kondisi psikologi bayi dan anak kecil, bahwa anak-anak memiliki jiwa
reaktif dan senang bermain, bercanda dan sebagainya. Dan itu pula yang
dikaji oleh al-Ghazali, Ibn Sina, Ibn Miskawaih untuk merumuskan metode
pengajaran yang tepat untuk anak-anak, seperti mengajarkan akhlak dengan
syair-syair dan cerita pendek, dalam pada itu Rasulullah SAW
menggambarkan jiwa anak seperti gelas yang bening dan putih. Gelas
tersebut harus disentuh hati-hati jangan sampai pecah dan jangan sampai
terisi dengan sesuatu yang kotor17.
Pemahaman Rasulullah SAW tentang psikologi anak tersebut telah
dipraktekkan dalam kehidupannya, sebagaimana terlihat pada contoh-contoh
diatas. Hal ini patut kita renungkan, karena sebagai manusia kalau Tuhan
mengizinkan pastinya akan dikaruniai anak maupun cucu. Mereka adalah
15
Ibid., h. 39
Ibid., h. 37
17
Ibid., h. 37
16
53
tunas-tunas muda harapan bangsa. Jika sejak kecil dibina dengan akhlak
yang baik maka kelak ketika dewasa ia akan menjadi orang yang baik pula.
Untuk membina agar anak-anak mau melaksanakan shalat misalnya,
maka Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya, agar setiap orang tua
ketika mendapati anaknya berumur tujuh tahun maka perintahkanlah shalat,
apabila sampai pada umur sepuluh tahun belum juga mau mengerjakan
shalat, maka anak tersebut boleh dipukul oleh orang tuanya.18pukulan
tersebut bukanlah pukulan kebencian, hal ini mempunyai tujuan agar ketika
si anak sudah (baligh) telah datang kewajiban shalat untuknya maka ia tidak
merasa berat dan mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. Dengan kata
lain, walaupun kewajiban shalat itu baru datang sesudah anak dewasa, tetapi
perintah untuk mengerjakan shalat sudah berlaku semenjak kecil.19
Keempat, Rasulullah dapat dilihat
sebagai teladan dalam bidang
pertempuran dan diplomasi. Rasulullah SAW telah tampil sebagai panglima
perang yang gagah berani dan jenius serta tokoh diplomasi yang ulung.
Sejarah Islam mencatat bahwa Rasulullah SAW telah memimpin sejumlah
peperangan besar, seperti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khaibar, dan
Perang Khandak. Seluruh peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah Saw
dapat dimenangkan oleh orang Islam, kecuali perang Uhud. Pada Perang
Badar, jumlah pasukan kafir Quraisy berkekuatan tiga kali lipatdari jumlah
pasukan Islam, padahal secara militer pasukan Rasulullah Saw belum begitu
kuat, karena perang tersebut terjadi pada tahun kedua setelah nabi hijrah ke
Madinah. Pada peperangan itu Rasulullah mengambil teknik menyerang
dengan penuh semangat dan keyakinan bahwa Allah akan menolong dan
memberikan kemenangan. Menurut Husain Haikal dalam bukunya Hayat
Muhammad, Rasulullah Saw menugaskan
sejumlah sahabat untuk
menyelidiki kekuatan musuh, dengan cara menghitung jumlah unta yang
dipotong setiap hari. Karena menurut kebiasaan satu ekor unta biasanya
18
19
Ibid., h. 40
Ibid., h. 41
54
dimakan untuk seratus orang. Jika jumlah unta yang dipotong diketahui,
maka secara otomastis jumlah pasukan Quraisy pun dapat diketahui.20
Sebagai diplomat ulung, Rasulullah Saw telah menunjukkan
keberhasilannya mempersatukan suku-suku Arab yang saling bertempur
hingga menjadi suatu kekuatan yang solid dan tangguh. Rasulullah berhasil
membujuk pihak lawan untuk mau melakukan perundingan dan perdamaian.
Sehingga mereka mau menandatangani perjanjian Hudaibiyah, Piagam
Madinah,
dan
sebagainya.
Melalui
kekuatan
diplomasinya
pulaa
pertempuran darah dapat ditekan seminimal mungkin.21
Kelima, sebagai ahli pendidikan yang berhasil. Menurut Ziauddin
Alavi dalam bukunya Moslem Educational Thought in the Middle Age,
bahwa Rasulullah SAW adalah guru pertama dalam Islam. Beliau
menggunakan masjid Nabawi untuk mengajar al-Qur’an dan masalahmasalah yang berkaitan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW menyatakan
bahwa menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam,
mulai dari ayunan hingga ke liang lahat, mulai dari lingkungan keluarga
sampai pada lingkungan masyrakat yang luas. Orang yang berilmu pun
wajib mengamalkan ilmunya, jika tidak diamalkan ilmunya maka akan
diancam dengan api neraka sebelum para penyembah berhala.22
Pergi menuntut ilmu dinilai sama dengan jihad dijalan Allah, bahkan
lebih tinggi nilainya dari pada mengerjakan shalat sunnah. Dalam suatu
riwayat yang dikemukakan Husain al-Nadhwi, bahwa pada suatu ketika
Rasulullah menjumpai dua kelompok orang di Masjid. Kelompok pertama
sedang mengerjakan shalat sunnah, sedang kelompok kedua sedang
berdiskusi mempernincangkan suatu masalah ilmu. Ternyata Rasulullah
bergabung dengan kelompok kedua yang sedang berdiskusi. Dalam
hubungannya dengan pendidikan, Rasulullah Saw menekankan agar
mengajar dengan cara yang manusiawi, terbuka dan demokratis. Manusiawi
20
Ibid., h. 41
Ibid., h. 43
22 Ibid., h. 44
21
55
dalam arti mengajar berdasarkan kesanggupan dan kemampuan daya
tangkap peserta didik. Terbuka dalam arti Rasulullah bersedia untuk
menerima masukan dan kritikan yang disampaikan kepadanya oleh sahabatsahabatnya. Dan demokrasi dalam arti Rasulullah menghargai pendapat
yang dikemukakan para sahabatnya23.
Dalam pada itu Rasulullah juga ternyata sebagai seorang sahabat yang
setia dan sejati. Beliau sangat menyayangi para sahabatnya yang nyata-nyata
berbuat keliru, dengan cara yang baik dan tidak menyinggung perasaaannya.
Untuk lebih dekat dengan para sahabatnya ini, Rasulullah SAW tidak segansegan memberikan julukan atau sebutan yang menyenangkan hati para
sahabatnya. Abu Bakar diberi gelar al-Shiddiq (orang yang jujur), Umar Ibn
Khattab diberi gelar al-Faruq (pemisah antara yang hak dan bathil), Utsman
Ibn Affan diberi gelar Dzun Nurain (Memiliki dua cahaya), dan kepada Ali
Ibn Abi Thalib diberi gelar Karamallahu wajhahu (semoga Allah
memuliakannya). Dengan gelar-gelar tersebut maka terjadi keakraban dan
kehangatan bathin antara Rasulullah SAW dengan para sahabatnya.24
Dengan demikian kedudukan pendidikan dan ilmu sangat berarti
penting sekali bagi Rasulullah SAW hingga beliau mewajibkan kepada
seluruh umatnya.25Sebagai seorang Nabi dan Rasul, beliau merupakan orang
yang paling tahu tentang agama yang dibawanya yaitu Islam, dan Rasulullah
SAW adalah orang yang paling sempurna dalam mengamalkan ajaran-ajaran
agamanya itu.26
Selanjutnya Rasulullah SAW juga dikenal sebagai ahli dalam bidang
perdagangan, jauh sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul beliau lebih
dahulu hidup sebagai seorang pedagang, keberhassilan dalam bidang
perniagaannya tak terlepas dari keluhuran akhlaknya yaitu beliau terkenal
pedagang yang sangat jujur, sehingga tak jarang para pembeli sangat tertarik
kepadanya. Bahkan saudagar kaya raya yaitu Siti Khadijah yang akhirnya
23
Ibid.
Ibid., h. 45
25
Ibid.
26 Humaidi Tatapangarsa, Akhlaq Yang Mulia, (Surabaya:Bina Ilmu, tt), h. 11
24
56
menjadi istri rasulullah SAW pun tertarik karena kejujuran dan budi pekerti
luhur Rasulullah SAW27. Ali bin Abi Thalib berkata: Bahwa Muhammad
SAW adalah orang yang paling lapang dadanya, paling lembut perangainya
dan paling mulia dalam pergaulan. Tidak pernah menyusahkan ahli
rumahnya dalam soal makan, minum dan lainya. Pada waktu lapar, ia hanya
bertanya “Adakah makananan pada kamu”? kalau ada ia makan kalau
tidak ada ia diam. Ia tidak akan makan sebelum lapar dan kalau makan tidak
sampai kenyang, sepertiga perutnya untuk makanan dan sepertiga lagi untuk
minuman. Ia tidak pernah marah dan memukul orang kecuali dalam
peperangan28.
Sejarah mencatat bahwa rasulullah adalah ahli ibadah, bahkan sebagai
tokoh spiritual yang darinya para ahli tasawuf mengambil pijakan untuk
membangun ajaran tasawuf. Jauh sebelum menjadi Rasul, beliau sudah
terbiasa munajat kepada Allah SWT, bertahannuts, merenung tentang halhal yang berhubungan dengan Tuhan. Setelah diangkat menjadi nabi dan
rasul beliau lebih giat lagi dalam beribadah bahkan diriwayatkan apabila
beliau shalat tahajjud maka bengkaklah kakinya karena sangat lamanya
beliau berdiri dan bersujud untuk memohon ampunan Allah SWT29.
Dalam bidang Sosial, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok
yang sangat peduli terhadap kaum lemah, hamba sahaya, dan dhu’afa.
Kaum wanita yang semula kurang dihargai martabatnya, diangkat oleh nabi
menjadi istrinya, diberin perlindungan dan diberikan peran-peran yang tidak
kalah dengan peran kaum pria. Bahkan kepada budak seperti Bilal Ibn
rabah, budak hitam legam berkebangsaan Afrika yang semula tidak
diperhatikan
orang,
nabi
mengangkatnya
sebagai
Mu’adzzin
(pengumandang adzan). Kepedulian sosial Nabi diikuti pula dengan sikap
27
Ibid., h. 45
28
Humaidi Tatapangarsa, Op. Cit., h. 12
Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa,
2003), Cet. III, h. 45
29
57
dan akhlaknya yang mulia, seperti (Shiddiq) jujur, (amanah) terpercaya,
(tabligh) menyampaikan pesan dengan benar, dan (fathanah) cerdas.30
Selanjutnya, Rasulullah SAW juga selalu teguh dalam prinsip dan
memegang kebenaran walaupun harus mengorbankan jiwa raganaya. Hal ini
terlihat ketika beliau dibujuk oleh kaum musrikin untuk menghentikan
dakwahnya dengan imbalan kedudukan, harta, dan wanita. Tetapi
Rasulullah tetap pada komitmennya, beliau tidak pernah takut dan gentar
menghadapi segala macam teror, intimidasi yang dilontarkan kaum
musyrikin31. Bahkan melalui bukunya al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah alAwakhir wa al-Awail (manusia sempurna dalam konsep pengetahuan
tentang misteri yang pertama dan yang terakhir), Abdul Karim Ibnu
Ibrahim al-Jilly merumuskan bahwa untuk menuju insan kamil maka hanya
Rasulullah SAW sebagai rujukan, sebagai sosok manusia ideal32.
Siti ‘Aisyah isteri Rasulullah SAW menerangkan tentang sifat-sifat
Rasulullah SAW dengan ringkas dan tepat, bahwa: bahwa akhlak Rasulullah
SAW adalah al-Qur’an, Ibnu Atsir dalam bukunya “al-Nihayah”
menjelaskan, bahwa yang dimaksudkan dengan akhlak al-Qur’an adalah
bahwa Rasul selalu berpegang kepada ketentuan-ketentuan, aturan-aturan,
dan larangan-larangan apapun yang terkandung dalam al-Qur’an. Jadi
pribadi dan sepak terjang Rasulullah SAW termanifestasi dan terealisasi dari
ajaran-ajaran al-Qur’an33.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, bahwa Rasulullah Muhammad
SAW merupakan contoh ideal bagi umat manusia, dalam segala bidang,
baik politik, pertahanan, keamanan, militer, sosial, pendidikan, keagamaan
dan lain-lain. Sikap-sikap Rasulullah SAW yang demikian termaktub dalam
al-Qur’an surat al-Fath ayat 29 berikut:
30
Ibid., h. 46
Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa,
2003), Cet. III, h. 47
32
Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. I,
h. 171
33
A. Hasan, Mengenal Muhammad, Khusus tentang Keadaan Fisik Rasulullah, diambil
dari Hadis-Hadis Bukhari, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), h. 46-119
31
58
             
           
            
          
          
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifatsifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di
antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
[1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan
kesucian hati mereka.34
Atas dasar itu pula maka tepat sekali apa yang dikemukakan Abul
A’la Maududi bahwa pada diri Rasulullah SAW terdapat keunggulankeunggulan yang tidak ada pada orang lain. Keunggulan itulah yang harus
direnungkan, diteladani, dan dipraktekkan sebagai wujud dari pengalaman
hikmah maulid Nabi Muhammad SAW.
C.
Aplikasi Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi SAW pada Kitab
Khulashah Nurul Yaqin
34
QS. Al-Fath: 29
59
Mempelajari sejarah hidup seorang tokoh atau pemimpin bukan hanya
untuk mengetahui hidup dan perikehidupannya yang ada dan pengaruh pada
pribadi dan lingkungannya, tetapi yang terpenting adalah bagaimana
mengaktualisasikannya serta merealisasikannya dalam kehidupan duniawi
sebagai bekal menuju kehidupan ukhrawi kelak. Berangkat dari pemikiran
ini,
dalam
penelitian
pengaktualisasian
ini
nilai-nilai
penulis
ingin
pendidikan
menyajikan
akhlak
dalam
bagaimana
kisah
Nabi
Muhammad SAW pada kitab Khulashah Nurul Yaqin.
Pendidikan Islam telah ditanamkan sejak anak dalam kandungan.
Rasulullah SAW memerintahkan kepada ibu-ibu yang sedang mengandung
agar banyak melakukan zikir dan membaca al-Qur’an serta berdo’a demi
keselamatan dan perkembangan janin dalam kandungan. Disamping itu para
ulama memberikan contoh untuk mendengarkan azan ditelinga kanan dan
iqamah ditelinga kiri bayi yang baru dilahirkan hal ini sebagaimana yang
telah
dilakukan
Nabi SAW
pada
kelahiran
Hasan
dan
Husain.
Perkembangan usia anak dan mentalitas anak menjadi tanggung jawab
keluarga. Orang tua diharapkan membentuk lingkungan keluarga yang
Islami karena anak mudah meniru seluruh perbuatan anggota keluarga yang
dilihatnya. Anak akan merekam dan melakukan tindakan-tindakan sebagai
hasil rekamannya.35
Disinilah perlunya pengaktualisasian penanaman rasa cinta kepada
Nabi dilakukan sejak dini, karena kalau sejak kecil dibiasakan dengan
kehidupan akhlak Nabi/Islami maka kelak dewasa nanti anak akan tumbuh
menjadi anak yang berakhlak baik. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW,
sudah seharusnya kita harus mencintainya, karena kecintaan beliau terhadap
umatnya tak perlu diragukan lagi. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an:
35
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010) Jilid II, Cet I, h. 115
60
         
    
sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orangorang mukmin.
Mencintai Nabi Muhammad SAW, tidak cukup hanya dengan katakata semata tetapi juga harus dengan perbuatan nyata, misalnya:
1. Mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajarannya yang sampai kepada kita
melalui al-Qur’an dan hadits.
2. Berjuang menegakkan, mengembangkan, membela, ajaran-ajaran yang
dibawanya serta menjaga kemurnian-kemurniannya.
3. Memuliakannya dengan memperbanyak membaca shalawat dan salam
kepada beliau.
4. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Nabi SAW sebagaimana
beliau memuliakan sahabatnya.
Dalam kehidupan nyata, wujud dari cinta kepada Nabi Muhammad
SAW, terlihat dapat setiap aktivitas sehari-hari. Setiap orang mencintai
kepada sesuatu, maka ia akan selalu bersikap berlebihan terhadap apa yang
ia cintai. Misalnya, orang yang mencintai terhadap sebuah hobi atau
kegemaran atau bahkan orang yang mencintai sebuah benda, maka orang
tersebut akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat menyalurkan
hobinya atau berusaha dengan gigih untuk dapat bersama dengan benda
yang ia cintai tersebut.
Taat dan patuh kepada Nabi Muhammad SAW, adalah merupakan
konsekuensi ketaatan hamba kepada Allah SWT. Dalam berbagai ayat Allah
SWT berfirman:
             
61
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati
Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka[321] Rasul tidak
bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak
menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan.36(QS. An-Nisaa:80)
Dalam ayat lain Allah SWt menegaskan bahwa bukti seseorang cinta
kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah SAW, barang siapa yang
mentaati Rasulullah SAW maka Allah SWT akan mencintainya dan
mengampuni dosa-dosanya. Allah SWT berfirman:
            
  
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah SWT juga menyatakan bahwa diutusnya Rasulullah SAW
adalah agar ditaati oleh umatnya. Karena itulah taat dan patuh kepada
Rasulullah merupakan perintah Allah Yang wajib. Sebagaimana firmanNya:
             
         

dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan
seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya[313]
datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
36
QS. An-Nisaa:80
62
Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [313] Ialah: berhakim kepada
selain Nabi Muhammad s.a.w.
Untuk dapat meneladani atau mengaplikasikan akhlak Nabi dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya umat Islam harus mengetahui terlebih
dahulu pribadi Rasulullah SAW. Telah diuraikan dalam kitab Khulashah
Nurul Yaqin tentang bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW.
Dari sifat-sifatnya Yaitu:
1.
Shiddiq yang artinya jujur. Kejujuran Nabi SAW tak dairagukan lagi
bahkan ketika usia remaja beliau ikut pamannya berdagang, ketika
berdagang itulah kejujuran Nabi sampai membuat pedagang-pedagang
lain kagum dibuatnya dan akhirnya beliau dinobatkan dengan gelar alAmin. Karena kejujurannnya pula saudagar kaya raya jatuh cinta
kepadanya, yaitu Siti Khadijah37.
2.
Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam katadan perbuatannya.
Nabi dan Rasul selalu amanah dalam tindak tanduknya, seperti
menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan
wahyu, serta mustahil akan perilaku yang sebaliknya.
3.
Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu
menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu)
kepada umat manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan
wahyu yang diterimanya.
4.
Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan Rasul
cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi
semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satupun Nabi dan
Rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh
tantangan.
Disamping keempat sifat tersebut, Nabi dan Rasul juga tidak pernah
berbuat dosa atau maksiat kepada Allah SWT (ma’shum). Sebagai manusia
37
h. 84
Marzuki, Meneladani Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari, (Skripsi),
63
biasa bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun kelupaan dan
kesalahannya segera mendapat teguran langsung dari Allah SWT.38
Disamping memiliki sifat-sifat seperti tersebut diatas, nabi Muhammad juga
dikenal dengan sebutan al-amin, yang artinya terpercaya. Bahkan gelar ini
beliau peroleh ketika usianya masih sangat belia. Dalam kesehariannya Nabi
Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang
disekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa memerinci
keseluruhan budi pekerti Rasulullah yang sangat patut diteladani oleh umat
Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya,
kasih sayangnya, baik terhadap keluarga maupun terhadap umatnya,
kemurahan
hatinya,
kedermawanannya,
kerendahan
hatinya,
serta
kesehajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan
dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.39
Meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw seperti diatas tidaklah
mudah dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan modal cinta dan
taat kepadanya, kita akan mampu meneladaninya dalam kehidupan seharihari, meneladani dengan sempurna segala sifat-sifat beliau jelas tidak
mungkin, karena beliau digambarkan sebagai insan kamil (manusia
sempurna) yang tidak ada bandingnya. Namun demikian, harus diusahakan
dengan optimal dan semaksimal mungkin untuk meneladani sifat-sifat dan
perilaku beliau, apapun hasilnya.
Adapun cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk meneladani
Rasulullah SAW diantaranya sebagai berikut:
1)
Bertaubat kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia biasa hendaknya menyadari
bahwa manusia selalu berbuat kesalahan baik kepada Allah SWT maupun
terhadap sesama manusia. Rasulullah SAW saja yang sudah jelas tidak
mempunyai dosa selalu memohon ampunan dari Allah SWT setiap hari.
38
Ibid., h. 85
Sa’id Hawwa, Al-Rasul Muhammad Saw. Terj oleh Jasiman dkk, (Solo: Media Insani
Press, 2002), h. 164-186
39
64
Jika tidak menyadari sifat kemanusiaan itu tempatnya salah dan lupa maka
kita termasuk manusia yang sombong.
2)
Sedapat mungkin menjaga amanat yang Allah SWT berikan, karena itu
apaun aktivitas yang dilakukan hendaknya jangan sampai menyimpang dari
aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan al-Qur’an dan Sunnah
Nabi.
3)
Berusaha menjaga sifat jujur dalam keseharian. Jujur merupakan sifat mulia,
tetapi dalam merealisasikannya memang tidak mudah menjadi pribadi yang
jujur. Terkadang orang sengaja untuk berbuat tidak jujur dengan alasan
karena jujur dapat menyebabkan hancur. Karena itu dewasa ini sulit sekali
ditemukan orang-orang jujur. Seandainya kejujuran itu terpelihara dengan
baik, maka para praktisi hukum di negeri ini tidak akan terlau sulit untuk
menerapkan dan wewujudkan keadilan ditengah-tengah masyarakat.
Berkaca pada pribadi Nabi bahwa beliau selalu jujur, tidak hanya kepada
sahabatnya tetapi kepada musuhnya sekalipun40.
40
h. 86
Marzuki, Meneladani Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari, (Skripsi),
65
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak Rasulullah SAW diakui oleh para peneliti sebagai akhlak yang
paling unggul dibandingkan yang lain. Seorang pemikir dari India, Abu alA’la al-Maududi melukiskan kepribadian Rasulullah SAW dengan
ungkapan: “He is the only one personality that all exellences have been
blanded in him” Ia (Muhammad SAW) adalah satu-satunya pribadi dimana
seluruh keunggulan kualitas terdapat pada dirinya.
Atas dasar itu pula maka tepat sekali apa yang dikemukakan Abul
A’la Maududi bahwa pada diri Rasulullah SAW terdapat keunggulankeunggulan yang tidak ada pada orang lain. Keunggulan itulah yang harus
direnungkan, diteladani, dan dipraktekkan sebagai wujud dari pengalaman
hikmah maulid Nabi Muhammad SAW.
Untuk dapat meneladani atau mengaplikasikan akhlak Nabi dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya umat Islam harus mengetahui terlebih
dahulu pribadi Rasulullah SAW. Telah diuraikan dalam kitab Khulashah
Nurul Yaqin tentang bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW.
Dari sifat-sifatnya Yaitu: 1) Shiddiq yang artinya jujur. Kejujuran Nabi
SAW tak dairagukan lagi bahkan ketika usia remaja beliau ikut pamannya
berdagang, ketika berdagang itulah kejujuran Nabi sampai membuat
pedagang-pedagang lain kagum dibuatnya dan akhirnya beliau dinobatkan
dengan gelar al-Amin. Karena kejujurannnya pula saudagar kaya raya jatuh
cinta kepadanya, yaitu Siti Khadijah. 2) Amanah yang berarti dapat
dipercaya dalam katadan perbuatannya. Nabi dan Rasul selalu amanah
dalam tindak tanduknya, seperti menghakimi, memutuskan perkara,
menerima dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan perilaku yang
sebaliknya. 3) Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu
menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu) kepada
umat manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan wahyu yang
diterimanya.4) Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan
66
Rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi
semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satupun Nabi dan Rasul
yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan.
Disamping
memiliki
sifat-sifat
seperti
tersebut
diatas,
nabi
Muhammad juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang artinya terpercaya.
Bahkan gelar ini beliau peroleh ketika usianya masih sangat belia. Dalam
kesehariannya Nabi Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan
orang-orang disekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa
memerinci keseluruhan budi pekerti Rasulullah yang sangat patut diteladani
oleh umat Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal
kesabarannya, kasih sayangnya, baik terhadap keluarga maupun terhadap
umatnya, kemurahan hatinya, kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta
kesehajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan
dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.
B.
Saran
Dari hasil kesimpulan, penulis mencoba memberikan saran bahwa
hendaknya dalam melaksanakan kehidupan seorang muslim seyogyanya
bercermin pada kehebatan akhlak Rasulullah SAW, yakni hidup dengan
tuntunan dan suri teladan yang telah di contohkan Rasulullah SAW kepada
kita. Dengan akhlak yang baik, insya Allah kita dapat menjalankan
kehidupan ini sesuai dengan yang diamanatkan Allah SWT kepada kita
yaitu menjadi khalifah dimuka bumi ini. Sadar bahwa hidup dan kehidupan
ini akan ada pertanggung jawabannya, sehingga memposisikan bahwa hidup
adalah amanah, dan setiap amanah dalam hidup ini harus semaksimal
mungkin dioptimalkan secara proporsional dan profesional untuk kemudian
dimintai pertanggung jawabannya kelak. Wallahu A 'lam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Barry, M. Dahlan Yacub, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Surabaya:
PT. Arkola, 2001.
Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II. 1993
Ardani Mohammad, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam
Ibadat dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, Cet. Ke II.2005
Subaiti, Musa.AkhlakKeluatga Muhammad SAW, (Jakara:LenteraBasritama, 2000)
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan Islam,Yogyakarta:Aditya
Media, 1992
Alya, Qanita, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Indah Jaya Adipratama, 2011
Arifin,
Tatang
M.MenyusunRencanaPenelitian,
Jakarta:
Raja
GrafindoPersada,1995
Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, Cet. II, 2005
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Baha’udin, Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral
Anak dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyah al-Aulad fil Islam (Skripsi)
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo.
BP 7 Pusat GBHN, tp: 1991
Darajat, ZakiahDasar-Dasar Agama Islam, Jakarta: CV. Kuning Mas, 1986.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya., Jakarta: CV, Samara
Mandiri, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I, 1988.
Departemen Agama RI,al-Qur’an dan terjemahnya Perkata, Jakarta: Al-Hidayah,
2010.
Djabbar, Abdul Umar. Ringkasan Nurul Yaqin, Surabaya: Al-Hikmah, t.t, Juz 1-4
66
Idris, Sahara. Dasar-Dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987.
Ilyas Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta:LPPI, 1999
Jalaluddin, Teologi Pendidikan,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Khaled, Amr. BukuPintarAkhlak, Jakarta: Zaman, 2010
Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Offset
Rosda Karya, 2011.
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah
Sufi,Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Ali Abdul Halim,AkhlakMulia, Jakarta:GemaInsani, 2002.
M. Yatimin Abdullah, StudiAkhlakdalamPerspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah,
2007.
MuhadjirNoeng, MetodologiPenelitianKualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996
Nata, Abuddin.Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Nata Abuddin,Tokoh-Tokoh Pembaharu Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2000
Nasution, Metodologi Research, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media,
2010.
Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2004.
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas pelbagai
Persoalan Umat,Jakarta: Mizan, 2007
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, Cet. IV, 2008.
Sunanto Muyrifah,Sejarah Peradaban Islam Indonesia,Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar PendidikanLuarSekolah,Jakarta: BumiAksara,
1992
Soenarto, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Karya Insan Indonesia, 2002.
67
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Umar Bin Ahmad Baraja, Akhlaklilbanin, Surabaya: Ahmad Nabhan, ttJuz II
ZakiyahDaradjat, Pendidikan Islam dalamKeluargadanSekolah, Jakarta: Ruhama,
1995
68
Download