NILAI-NILAI PENDDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW PADA KITAB KHULASAH NURUL YAQIN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I) Oleh: SYACHODIR 1810011000047 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 ABSTRAK Syachodir, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Muhammad SAW Pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2014. Latar belakang pemilihan judul tersebut adalah karena penulis mengamati bahwa dewasa ini masyarakat Islam mengalami dekadensi moral dan kebobrokan akhlak. Imbas dari modernisasi yang salah tafsir, yang menganggap bahwa apa saja yang datang dari budaya barat itu dikatakan modern. Salah satu senjata yang sangat ampuh untuk melerai atau membentengi pribadi muslim saat ini diperlukan penanaman nilai pendidikan akhlak yang luhur sebagaimana yang telah dicontohkan figur teladan muslim yaitu Rasulullah SAW, yang akhlaknya sungguh sangat mulia. Metode pembahasan dalam penelitian ini bersifat deskriftif analisis dan Pure Library Research. Selain itu penulis juga menggunakan teknik kajian isi melalui pendekatan deskriptif terhadap data (primer dan sekunder) yang bersifat kualitatif, serta menggunakan metode content analysis. Berdasarkan hasil penelitian, didalam kitab khulashah Nurul Yaqin termaktub bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW dari sifat-sifatnya Yaitu: 1) Shiddiq yang artinya jujur. 2) Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam katadan perbuatannya. 3) Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu) kepada umat manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya. 4) Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan Rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satupun Nabi dan Rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan. Wallahu A’lam. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kenikmatan yang tak terhingga jumlah dan nominalnya. Kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kami dan keburukan-keburukan amal dan perbuatan kami. Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah curah Baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, Sahabat, dan Umatnya. Semoga kelak semua umatnya akan mendapatkan syafa’atul ‘uzmah di hari kiamat nanti.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit halanagan, hambatan, gangguan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan, bimbingan dan motivasi barbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Kementrian Agama Republik Indonesia, atas kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Jenjang S1 melalui kerja sama program Dual Mode System (DMS) yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ii 5. Bapak Dr. H. Akhmad Shodiq, Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaganya untuk memberikan arahan dan bimbingan serta saran-saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak disebutkan satu persatu namanya yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Pimpinan dan Staff program Dual Mode system (DMS) 8. Pimpinan dan Staff Karyawan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FITK) yang telah memberikan keluasan dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan. 9. Rekan-rekan guru MI Al-Barkah yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan DMS. 10. Untuk almarhum Ayahanda H. Tachmid dan Ibunda Hj. Haliyah, Kalian telah memberikan segalanya untukku, pengorbanan, kasih sayang, kelembutan sikap dan ketulusan doa-doa yang engkau mohonkan untukku. Tanpa kalian aku bukanlah apa-apa. 11. Kepada kakanda Siti Nursiata S. Pd. I dan kakanda Siti Mariyam S. Pd yang selalu memberikan motivasi untuk penulis. 12. Spesial untuk Isteriku tercinta Dwi Kurniasari, dan belahan hati pujaan jiwaku ananda Achmad Fadillah Ramadhan kalian adalah harta yang tak ternilai yang Allah berikan kepadaku. 13. Rekan-rekan Mahasiswa PAI DMS kelas B yang selalu menjunjung kekompakkan dalam berbagai hal terutama dalam proses belajar dan pembelajaran di kampus tercinta. 14. Kepada kawan-kawan khususnya, Rodalih, Fat’hi, Abar, Nicky, dan teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis. Akhirnya segenap kerendahan hati, penulis sadar bahwa hanya Allah-lah yang Maha sempurna, Maha segalanya, sehingga masih banyak rahasia-rahasia iii dibalik cipta, karsa, dan kehendak-Nya yang terhampar di segenap cakrawala ini yang belum terkuak dan kita ketahui. Atas dasar itulah kritik dan saran yang bersifat kontrukstif dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amiin. Wallahu A’lam Condet, Agustus 2014 Penulis iv DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI........................................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ vii BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1 B. Pembatasan Masalah .................................................................................. 6 C. Perumusan Masalah ................................................................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 7 BAB II: KAJIAN TEORI A. Acuan Teori ............................................................................................... 9 1. Pengertian Nilai ................................................................................... 9 2. Pengertian Pendidikan.......................................................................... 9 3. Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan ........................................................ 10 4. Pengertian Akhlak................................................................................ 11 5. Definisi Akhlak Menurut ‘Ulama ......................................................... 11 6. Sumber Akhlak .................................................................................... 17 7. Kisah Nabi Muhammad SAW ............................................................. 19 B. Hasil Penelitian yang Relevan.................................................................... 41 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian....................................................................... 43 B. Metode Penelitian ...................................................................................... 43 C. Fokus Penelitian......................................................................................... 44 D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 45 v BAB IV : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM KITAB KHULASHAH NURUL YAQIN A. Sekilas Tentang Nabi Muhammad SAW ................................................... 46 B. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad Saw Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin ......................................................... 47 C. Aplikasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad Saw Dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin ......................................................... 58 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................ 65 B. Saran.......................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67 vi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan bagian paling terpenting dalam ajaran Islam. Karena visi dan misi Rasulullah SAW diutus kemuka bumi ini adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak manusia, yang pada ketika itu di jazirah Arabia tepatnya di kota Mekkah perilaku manusia sungguh sangat jauh dari nilai ahlak, bahkan cenderung jahil dan bobrok. Islam datang menjadi penyelamat dari kebiadaban serta menjadi penerang dari kegelapan kehidupan ketika itu. Hal itu sesuai dengan amanat yang di emban oleh Rasulullah SAW yakni untuk menyempurnakan, meluruskan kerendahan ahlak atau perangai manusia1. Akhlak juga merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah SWT (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarkan oleh barat, namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.2 Akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan, ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa ahklak merupakan tiang berdirinya umat, 1 Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11 2 Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11 2 sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam. Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya. Sementara pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh Islam tentunya tidak ada kekurangan apalagi keraguan didalamnya. Mengapa? Karena, berasal langsung dari al-Khaliq Allah SWT, yang disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW dengan Al-Qur’an dan Sunnah kepada umatnya. Rasulullah SAW sebagai uswah, qudwah, dan manusia terbaik selalu mendapatkan tarbiyah ‘pendidikan’ langsung dari Allah melalui malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki izzah di hadapan umat lain dan akhlak mulia di hadapan Allah. Untuk mencapainya mencapai melalui akhlak dua yang cara. M. baik, manusia Yatimin bisa Abdullah menjabarkannya sebagai berikut: Pertama, melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrahnya yang sernpurna, akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan tanpa melaiui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para nabi dan rasul Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara bersungguh-pungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni membiasakah diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh rnanusia biasa, yaitu dengan belajar dan terus-menerus berlatih.3 Nampaknya melihat fenomena yang terjadi di dalam kehidupan manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilainilai Al-Qur’an. Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai 3 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2007), h. 21. 3 tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukkan penyimpangan terhadap nilai yang terdapat didalamnya. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kisah teladan Nabi Muhammad SAW, yang termaktub juga di dalam Al-Qur’an akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran islam, satu-satunya upaya yang dapat adalah dengan kembali kepada ajaran yang terdapat didalamnya. Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terjadi terhadap kalangan orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, judi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai membunuh sekalipun. Untuk itu di perlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan menanamkan kembali akan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam membina moral anak didik. Islam sebagai agama yang universal meliputi semua aspek kehidupan manusia mempunyai sistem nilai yang mengatur halhal yag baik, yang di namakan akhlak islami. Sebagai tolak ukur perbuatan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, karena Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Pendidikan akhlak merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah. Suatu keluarga yang tidak di bangun dengan tonggak akhlak yang mulia tidak akan dapat hidup 4 bahagia sekalipun kekayaan materialnya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga yang serba kekurangan dalam masalah ekonominya, dapat bahagia berkat pembinaan akhlak keluarganya. Pendidikan akhlak di dalam keluarga di laksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan kelurga dan lingkungan masyarakat, akan menjadi teladan bagi anak-anak.4. Mengkaji perjalanan hidup Rasulullah SAW bagaikan mengarungi lautan yang tidak bertepi karena sangat luas, sangat kaya, dan mencerahkan. Keluasan suri teladan Rasulullah SAW mencakup semua kehidupan. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S al-Ahzab [ 33 ]:21) Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis, di perlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi manusia agar mampu 4 memilih dan menentukan suatu perbuatan Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), h. 60 dan 5 selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau di pelajari sejarah bangsa arab sebelum Islam datang maka akan di temukan suatu gambaran dari sebuah peradaban yang sangat rusak dakam hal akhlak dan tatanan hukumnya. Seperti pembunuhan, perzinaan dan penyembahan patung-patung yang tak berdaya. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai akhlak yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dalam selain Al-Qur’an, hadits Nabi dapat di jadikan rujukan mengingat salah satu fungsi hadits adalah menjelaskan kandungan ayat yang terdapat di dalamnya. Penulis melihat bahwa kisah Nabi Muhammad SAW memiliki begitu banyak makna tentang pendidikan akhlak yag sangat dalam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggali, membahas dan mendalami lebih jauh tentang makna tersebut sebagai judul skripsi. Atas pertimbangan tersebut di atas maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dan di tuangkannya dalam skripsi dengan judul: “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad Saw Dalam Kitab Khulasah Nurul Yaqin”. B. Identifikasi Masalah Fenomena yang terjadi di dalam kehidupan manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an. Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari berbagai peristiwa penyimpangan yang terhadap nilai terjadi, yang yang menunjukkan terdapat didalamnya. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kisah teladan Nabi Muhammad SAW, yang termaktub juga di dalam Al-Qur’an 6 akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran islam, satusatunya upaya yang dapat adalah dengan kembali kepada ajaran yang terdapat didalamnya. Sangat memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga terjadi terhadap kalangan orang dewasa, bahkan orang tua. Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, judi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai membunuh sekalipun. Untuk itu di perlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi tersebut, di antaranya dengan menanamkan kembali akan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam membina moral anak didik. Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang dapat di identifikasi adalah sebagai berikut: 1. Kehidupan masyarakat yang sudah keluar dari nilai-nilai ajaran al-Qur’an 2. Minimnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan akhlak yang terdapat pada kisah Nabi Muhammad SAW. 3. Terjadi dekadensi (kemerosotan) ahklak. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan beberapa masalah yang telah di identifikasikan, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti adalah tentang "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Kisah Nabi Muhammad SAW Dalam Kitab Khulasah Nurul Yaqin." 7 D. Perumusan Masalah Sehubungan dengan judul dan latar belakang diatas, maka ada beberapa pokok permasalahan yang ingin penulis kemukakan diantaranya : Bagaimana nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulasah Nurul Yaqin? E. Tujuan Penelitian Sedangkan tujuannya adalah sebagai berikut :Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulasah Nurul Yaqin. 1. Kegunaan Penelitian a. Sebagai sumbangan pikiran dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah guna dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya umat Islam, dalam rangka memperbaiki akhlak, sebagai tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus kemuka bumi ini. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai guru dan calon guru yaitu Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya dan para pembaca umumnya, serta dapat memberikan informasi betapa pentingnya akhlak untuk kemudian diaplikasikan dalam hidup dan kehidupan, di tengah zaman yang semakin keruh dan tidak menentu arahnya oleh arus negatif globalisasi, modernisasisasi dan westernisasi. 9 BAB II KAJIAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW PADA KITAB KHULASAH NURUL YAQIN A. Acuan Teori 1. Pengertian Nilai Menurut bahasa nilai artinya harga hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya1 Sedangkan definisi nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.2 Secara filosofis nilai sangat terkait dengan masalah etika, etika juga sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolok ukur tindakan dan prilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika bisa merupakan hasil pemikiran, adat istiadat, atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam konteks etika pendidikan Islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi saw yang kemudian dikembangkan dengan hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada adat istiadat atau tradisi dan ideologi sangat rentan dan situasional, sedangkan nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai-nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat muthlak dan universal3 2. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual 1 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta : Majlis al-a’la al-Indonesia li alDa’wah al Islamiyah, 1392 H./1972 M), h. 23 2 Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta), 2004, h. 9 3 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), cet. 1, h. 2 10 keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.4 Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term altarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.5 Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.6 3. Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan Nilai-nilai pendidikan adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.7 Sesungguhnya motif bertindak dan dasar perilaku manusia, kadang-kadang berupa insting dan kadang-kadang berupa emosi. Ini tidak kita katergorikan kedalam akhlak manusia. Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan mempunyai tujuan yang jelas. Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah SWT (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarka oleh barat, 4 Firdaus, Undang-undang RI No 14 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang RI nomor 20 tentang SIKDIKNAS, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006), h. 64 5 Salih abdullah Salih, Islamic Education Islamic Outlook, (Mesir: Dar al-Syuruq, 1987) Cet.I h. 89 6 Ibid. 7 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 783 11 namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.8 4. Pengertian Akhlak Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang sudah di Indonesiakan; yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata adalah jama’ taksir dari kata jama’taksir dari kata sebagaimana halnya kata adalah yang artinya batang atau leher. Kata-kata tersebut, merupakan jama’ taksir yang tetap atau tidak dapat diubah bentuknya dengan jama’ taksir yang lain.9 Secara linguistik (kebahasaan) kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya10. Akhlak adalah isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wazan tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).11 Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan perangai.12 5. Definisi Ahlak Menurut ‘Ulama a. Akhlak menurut Imam al-Ghazali. Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut : 8 Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 11 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 1 10 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 25 11 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1 12 M. Dahlan Yacub al-Barry, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Surabaya: PT. Arkola, 2001), h. 19 9 12 . Bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu). 13 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali mencakup dua syarat: Pertama, perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan sebagainya. Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikha fi-nafs). 14 Akhlak adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh al-Ghazali. Jadi, kerap kali kita temukan pernyataan, seperti ‘akhlak kedermawanan” dan “akhlak-akhlak tercela”. Dapat dipahami bahwa dalam etika Al-Ghazali, suatu amal lahiriyah tak dapat secara tegas disebut baik dan buruk. Maka ketulusan seseorang mungkin dipandang sebagai suatu kebaikan, tetapi jual belinya yang jujur atau tidak. Namun, suatu suatu amal dapat dikatakan suatu amal shaleh atau amal jahat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang 13 Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulum al-Din, Terj. Dari Mukhtashar Ihya’Ulum al-Din, oleh Zeid Husein al-Hamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet. II, h. 375 14 Abuddin Nata, Op. Cit., h. 5 13 daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih dahulu. Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu perangai, kelakuan, tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang baik dan agama. Kata akhlak adalah bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan ‘khulqun’ sebagaimana tersebut dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang artinya sama dengan akhlak seperti tersebut diatas.15 Sementara para pakar ilmu-ilmu social mendefinisikan akhlak (moral) adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membuat kerangka psikologi seseorang dan mebuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.16 Kata al-khuluq merupakan sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirakan dan merenung terlebih dahulu.17 Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk. Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak terdapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu18. Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq ‘akhlak’. Jika empat rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian,maka terwujudlah 15 Ibid. Ibid., h. 27 17 Ibid., h. 28 18 Musa Subaiti, Akhlak Keluatga Muhammad SAW, (Jakara:Lentera Basritama, 2000), h. 16 16 14 keindahan akhlak itu. Ke empat rukun itu antar lain: 1) Kekuatan ilmu, 2) Kekuatan marah, 3) Kekuatan syahwat, 4) Kekuataan mewujudkan keadilan diantara tiga kekuatan tadi. 1) Kekuatan ilmu Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui perbedaan antara jujur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam berakidah dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan. Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah buah hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak akhlak yang baik. Seperti difirmankan oleh Allah SWT: Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S Al-Baqarah:269)19 2) Kekuatan Marah Keindahannya adalah jika pengeluaran marah itu dan penahannya sesuai dengan tuntutan hikmah. 3) Kekuatan syahwat. Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia ada dibawah perintah hikmah. Maksudnya perintah akal dan syari’at. 4) Kekuatan keadilan. 19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda, 2009), h. 57 15 Adalah kekuatan mengendalikan syahwat dan kemarahan dibawah perintah akal dan syari’at. Dari keseimbangan kekuatan akal terwujudlah, keindahan dalam pengaturan, ketinggian akal, pendapat yang baik, dan prasangka yang tepat, cermat dalam melihat detail-detail perbuatan dan pernak-pernik penyakit jiwa. Tindakan menguranginya akan dilahirkan perbuatan zalim, maker, tipu daya,dan keculasan. Al-Qur’an telah menyinggung akhlak-akhlak tersebut dalam sifat-sifat orang yang beriman, Allan SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.(Q.S Al-Hujurat: 15)20 b. Menurut Ibnu Miskawaih Ibnu Miskawaih memberikan ta’rif atau definisi akhlak yaitu: akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu mendorong manusia berbuat baik tanpa proses pemikiran atau pertimbangan.21 Menurut Ibnu Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu mendorong manusia berbuat baik tanpa proses pemikiran atau pertimbangan. Menurut al-Qurtuby bahwa akhlak adalah suatu perbuatan 20 Ibid., h. 744 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 29 21 16 yang bersumber dari adab kesopanannya karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya. Sedangkan Muhammad Ibn ‘Illan al-Sadiqi menekankan bahwa hanya perbuatan baik saja yang termasuk kategori akhlak.22 Al-Farabi menjelaskan bahwa ahlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan setiap orang. 23 c. Menurut Al-Jurjani Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-ta’rifat sebagai berikut: “Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yag tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syari’ah, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.”24 d. Menurut Ahmad bin Mushthafa (Tasy Kubra Zaadah) Ia seorang ulama ensiklopedis mendefinisikan akhlak sebagai berikut:Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangaan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat.”25 e. Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi Ia berkata “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama dan harga diri.”26 Menurut definisi para ulama akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah, tanpa diawali denga berpikir panjang, merenung 22 Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 5 23 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-Nilai Akhlak/ Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 29 24 Loc.Cit., hal 31 25 Amr Khaled. Buku Pintar Akhlak, (Jakarta: Zaman, 2010), h. 29 26 Ibid., h. 30 17 dan memaksakan diri Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah merupakan tingkah laku dan perbuatan yang sudah melekat dan menetap dalam jiwa (menjadi malakah/kebiasaan), karena perbuatan tersebut telah dilakukan berulang-ulang, terus menerus dan bersifat spontanitas serta dengan kesadaran jiwa bukan paksaan atau ketidaksengajaan.27 Jika memperhatikan definisi-definisi yang telah dipaparkan diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya terdapat ciri-ciri perbuatan akhlak, yaitu:28 a) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. b) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa melalui proses pertimbangan. Bukan berarti dalam melakukan perbuatannya seseorang itu dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tiudur atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan dilakukan dalam keadaan sadar dan sehat fikirannya. c) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. d) Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan karena bermain-main atau berpura-pura. e) Ikhlas karena Allah SWT semata, bukan karena ingin dipuji atau memamerkan kepada orang lain agar perbuatannya mendapatkan pujian.29 27 Ibid., h. 33 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 4-6 29 Ibid. 28 18 6. Sumber Akhlak Setiap kali disebut kata akhlak, maka yang dimaksud akhlak adalah akhlak yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan yang lainnya. Ada pula macam-macam aturan perbuatan tapi dasarnya bukan al-Qur’an dan al-Sunnah maka tidak dinamakan akhlak. Aturan perbuatan yang dasarnya akal dan fikiran atau filsafat disebut estetika. Sedangkan aturan yang didasarkan pada adat istiadat disebut moral.30 Didalam al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak, seperti terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.31 Berikut ini juga Firman Allah yang berhubungan dengan akhlak yaitu surat al-Maidah ayat 15-16: 30 Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: CV. Kuning Mas, 1986), h. 264 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda, 2009), h. 593 31 19 15.Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan 16. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orangorang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.32 7. Kisah Nabi Muhammad SAW pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin. a. Fase sebelum Kelahiran, sesudah kelahiran, masa Kecil dan Remaja Rasulullah SAW Beliau adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, Penutup NabiNabi dan Imam bagi Rasul-Rasul. Beliau membawa agama Islam yang Allah tidak akan terima selain dari padanya di Hari Kiamat. Beliau adalah dari keturunan bangsa Quraisy, yaitu satu puak yang termulia di Makkah. Nasab beliau bersambung dengan Nabi Isma’il bin Ibrahim ’alaihimassalam. Penghulu kita, Muhammad, ialah utusan Allah kepada sekalian manusia. Beliau membawa agama Islam, dan beliau bangsa Arab, Quraisy, dan keturunan ’Adnan. Ayah Beliau,’Abdullah bin’Abdil Muththalib bin Hasyim bin ’Abdi Manaaf bin Qushaiy bin Kilaab. Ibu Beliau, Aminah binti Wahb bin’Abdi Manaaf bin Zuh-rah bin Kilaab. Nasab ibu dan ayah beliau bertemu di datuk beliau yang kelima, yaitu Kilaab. Ayah Nabi meninggal dunia sedang beliau dalam kandungan ibunya, umur ayah beliau 18 tahun, 32 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda, 2009), h. 139-140 20 ditanam di Madinah serta tidak meninggalkan sedikitpun harta untuk Nabi SAW.33 Nabi dilahirkan di Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah. Dinamakan tahun kelahiran beliau itu tahun Gajah, karena raja Habasyah mengirim balatentara ke Makkah dalam tahun kelahiran beliau itu, untuk membinasakan Ka’bah dan dalam pasukan itu ada banyak gajah. Lalu Allah membinasakan pasukan tentara itu sebagai suatu penghormatan kepada kelahiran Nabi s.a.w. Beliau disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyah, sesudah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab. Kemudian beliau disusui oleh Halimah as- Sa’diyah sampai umur empat tahun. Ibu Nabi meninggal dunia, ketika Nabi berumur enam tahun, tatkala ia kembali dari Madinah, Ibu beliau pergi ke Madinah itu untuk ziarah kubur bapa Nabi; bersama ibu beliau itu, turutlah datuknya, yaitu Abdul Muththalib. Ibu Nabi dikuburkan di Abwaa satu desa antara Makkah dan Madinah, Lalu Nabi dipelihara oleh Ummu Aiman, seorang pelayan ayah beliau. Yang mengurus pendidikan Nabi sesudah ibunya meninggal dunia, ialah datuknya yang bernama Abdul Muththalib. Abdul Muththalib cinta kepada Nabi lebih dari pada cintanya kepada anak-anaknya sendiri. Ketika ’umur Nabi delapan tahun, meninggallah datuknya, sesudah ia menanggung pemeliharaan Nabi selama dua tahun. Sesudah datuk Nabi ini meninggal dunia, pemeliharaan terhadap Nabi ditanggung oleh pamannya, bernama Abu Thalib. Ada yang berkata: Ummu Aiman yang turut bersama ibu Nabi, dan dialah yang membawa Nabi kembali ke Mekkah. Adalah Abu Thalib ini seorang miskin, lalu Allah luaskan rizqinya. Adalah Nabi dalam masa tanggungan paman beliau ini, merasa cukup dengan apa-apa yang Allah bagikan kepada beliau dan mudahkan baginya34. Adalah Nabi s.a.w. ketika kecilnya suka menggembala kambing orang-orang Makkah dengan suatu upahan yang beliau bisa hidup 33 Abdullah Umar, Ringkasan Khulasah Nurul Yaqin Jilid I, (Surabaya: Ampel, 1994), h. 34 Abdullah, Ibid., 2 21 dengannya. Tatkala sampai umur sembilan tahun, Nabi berlayar ke- Syam bersama paman beliau yang bernama Abu Thalib, dengan membawa dagangan. Tatkala sampai disuatu tempat yang bernama Bushra, seorang pendita bernama Buhaira melihat Nabi. Lalu pendeta ini memberi tahu kepada pamannya, bahwa beliau akan menjadi Nabi yang terakhir dari antara nabi-nabi. Pendeta itu meminta kepada pamannya supaya ia pulang membawa Nabi, karena takut kepada musuh yang menanti-nanti beliau. Pendeta itu menetapkan kenabian nabi Muhammad itu, dari alamat-alamat yang tersebut dalam kitab-kitab ahli Kitab. Ketika berumur 25 tahun, Nabi s.a.w. berlayar, kedua kalinya kenegeri Syam, membawa dagangan sitti Khadiejah. Adalah Khadiejah seorang perempuan yang mulia, lagi berharta; ia mengupah orang laki-laki dalam menjalankan hartanya. Khadiejah memilih Nabi untuk pekerjaan itu, karena ia pernah mendengar tentang kebenaran Nabi s.a.w., tentang amanatamanatnya dan tentang akhlaq-akhlaq beliau yang mulia. Pelayan Khadijah bernama Maisarah, ikut bersama Nabi Kedua-duanya berjual beli dan kembali dengan membawa keuntungan yang besar. Sesudah 2 bulan sekembali Nabi dari pelayarannya yang kedua kali, lalu Nabi kawin dengan Siti Khadijah. Khadijah-lah yang meminang Nabi, diwaktu itu Khadijah berumur 40 tahun, sedang Nabi 25 tahun. Sebelum kawin dengan Nabi, Khadijah kawin dengan Abi Halah. Suaminya ini meninggal dunia dan ada meninggalkan seorang anak laki-laki bernama Halah. la menjadi isteri Rasulullah selama 25 tahun dan tidak pernah Nabi kawin yang lain daripadanya, sehingga Siti Khadijah wafat.35 Waktu Nabi berumur 35 tahun, kaum Quraisy meruntuhkan Ka’bah dan memperbaharui pembangunannya. Nabi s.a.w. menolong mereka dalam mendirikan Ka’bah itu, dan adalah Nabi mengangkat batu-batu bersama pemuka- pemuka Quraisy dan pamannya yang bernama Abbas beserta beliau. Kaum Quraisy berselisihan tentang siapa yang harus menaruhkan Al-Hajarul-Aswad di tempatnya, kemudian mereka sepakat, bahwa 35 Ibid. 22 pendamainya, ialah orang yang pertama masuk Masjidil-Haram. Maka adalah Rasulullah orang yang pertama sekali masuk Masjid itu, lalu qaum Quraisy bergembira dan mereka berkata: Kami “ridha kepada Orang Yang Kepercayaan Ini”. Maka Nabi letakkan batu itu di satu kain selendang dan beliau minta dari tiap-tiap ketua Quraisy supaya masing-masing memegang ujung selendang itu. Kemudian Nabi menyuruh mereka mengangkat batu tadi. Tatkala mereka sampaikan dia di tempatnya, Rasulullah mengambil batu itu dengan tangan beliau sendiri, dan meletakkan di tempatnya dengan tangan beliau sendiri. Dengan begini hilanglah perselisihan dalam penetapan urusan itu, serta qaum Quraisy takjub akan kecerdasan fikiran Nabi. Nabi s.a.w. termasyhur antara qaumnya dengan sifat-sifot beliau yang terpuji, seperti: benar, amanat, sabar, malu, merendah diri, sehingga mereka gelarkan beliau al-Amin (artinya: Orang yang kepercaya, orang yang bersifat amanat). Kaum dan keluarga Nabi cinta sangat kepada beliau, dan mereka sangat pula menghormati beliau. Sesungguhnya Allah telah pelihara Nabi s.a.w. dari perbuatan-perbuatan orang Jahiliyah yang tidak baik semenjak dari masa kecilnya; beliau tidak pernah sekali-kali minum arak dan tidak pernah sekali-kali sujud kepada berhala (patung). Sebelum menjadi Nabi, Allah telah muliakan beliau dengan beberapa mu’jizat yang menunjukkan kebesaran masa diha- dapan. beliau; dari antara mu’jizat-mu’jizat itu, ialah dimudahkan adanya awan bagi Nabi dalam pelayaran beliau yang kedua kalinya kenegeri Syam.36 Tatkala hampir sampai’umur 40 tahun, Nabi suka sekali berjauh diri dari pergaulan dengan manusia serta ber’ibadat. Nabi pilih tempat ’ibadat digua Hiraa’, yaitu sebuah gunung di jalanan Makkah. Nabi, membawa bekalan ke gua itu. Apabila bekalannya itu habis, Nabi kembali kepada isteri beliau, sitti Khadiejah, lalu mengambil bekalan lagi. Adalah Nabi s.a.w. menjalankan ’ibadah itu menurut Agama datuk beliau, yaitu nabi Ibrahiem, dari sepuluh hari sampai sebulan lamanya. Masa Yang Kedua Dari Kehidupan Rasulullah s.a.w. dan Permulaan Turun Wahyu Tatkala 36 Ibid. 23 ber’umur 40 tahun, diutuslah beliau oleh Allah sebagai penyampai khabar gembira, penyampai ancaman, pe- ngajak kepada kebenaran dengan perintah Allah dan sebagai lampu yang menerangi. Sesungguhnya di molai wahyu dengan impian yang benar, yaitu: tidak suatupun yang Nabi impikan dalam tidurnya, melainkan ternyata benar di waktu jaganya. Kemudian turunlah Al-ruh al-Amin (Jibril) kepada Nabi ketika beliau sedang melakukan ibadat dalam gua Hiraa’. Jibril mengajar Nabi bagaimana hendaknya beliau memimpin manusia kejalan yang lurus dan bagaimana mestinya Nabi tuntun mereka supaya menurut agama yang benar.37 Tatkala ’umur Nabi s.a.w. 40 tahun, Allah mengutus beliau sebagai rahmat bagi manusia.Wahyunya, mulai dengan impian yang benar. Kemudian Jibriel turun kepada Nabi ketika Nabi sedang ber’ibadat dalam gua Hira’. la mengajar Nabi bagaimana beliau harus memimpin manusia kejalan yang lurus. Nabi mulai ajakan beliau dengan sembunyi. Yang pertama beriman kepada beliau ialah sitti Khadiejah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Sesudah tiga tahun, Nabi diperintah berterang-terangan, lalu beliau mengumpulkan kaumnya dan mengancam mereka dengan ’adzab akhirat. Tatkala turun Ayat: Artinya: Ancamlah keluargamu yang dekat-dekat.38 Nabi mengumpulkan ahli dan kaum kerabat beliau dan menyampaikan kepada mereka agama Allah, tetapi paman beliau, Abu Lahab, menolak dengan cara yang tidak baik. Adalah orang Arab, tidak lama sebelum kebangkitan Nabi menyembah berhala-berhala, membunuh anak-anak laki, menanam anak-anak perempuan mereka, sebahagian dari mereka membunuh sebahagian lain, lantaran sekecil-kecil 'sebab. Maka tatkala Rasulullah mengajak mereka menyembah Aliah yang Esa, dan mengajak mereka meninggalkan kepercayaan mereka, marahlah mereka, bertukarlah kecintaan mereka menjadi kemarahan kepada Nabi dan asalnya mereka membenarkan Nabi, sekarang bertukar jadi mendustakan. Tatkala Rasulullah maki tuhan37 38 Ibid. Ibid. 24 tuhan mereka, dan .menyesatkan bapa-bapa mereka, pergilah mereka kepada paman beliau tiga kali, dan pada tiap-tiap kali ia menjawab mereka dengan baik. Sesungguhnya sesudah kedatangan orang-orang itu yang belakangan sekali, paman beliau minta daripadanya supaya beliau berhenti, tetapi Rasulullah enggan tetap mensyiarkan Agama, sedang paman beliau tetap pula membela. Di masa orang-orang Quraisy melihat hal itu, mulailah mereka menyakiti beliau, dan mengejek beliau, tetapi Nabi selalu menghadapi mereka dengan sabar, tenang dan suka memaafkan. Kemudian, gangguan itu di tujukan kepada shahabat-shahabat Nabi tiap-tiap qabilah menyiksa siapa sahaja yang masuk Islam dari golongan mereka dengan siksaan yanq sangat. Lalu Nabi memerintah mereka berhijrah ke Habasyah. Berhijrahlah 10 orang shahabat dan 5 orang perempuan, dan mereka kembali sesudah tiga bulan. Inilah pertama Hijrah dalam Islam. Pada waktu itu, Hamzah, paman Nabi s.a.w. dan ’Umar bin Khathab masuk Islam. Pada tahun yang ketujuh dari Kenabian, kaum Quraisy mengepung Nabi dan ahlinya. Mereka mengambil persetujuan memutuskan perhubungan- perhubungan terhadap Nabi dan ahli beliau, atau sehingga keluarga Nabi menyerahkan beliau kepada mereka untuk di bunuh. Untuk ini mereka menulis sepucuk surat dan mereka gantungkannya di Ka’bah. Sesudah Nabi masuk pengepungan, beliau perintah shahabat-shahabatnya berhijrah ke Habasyah. Berhijrahlah 33 orang laki-laki dan orang perempuan. Di tahun yang kesepuluh, bangkitlah beberapa jago Quraisy untuk mengoyak surat itu, lalu dikoyak. Keluarlah Nabi bersama pengikutnya dari kepungan itu, sesudah mereka tinggal 3 tahun lamanya dalam Syi’ib itu. Tidak makanan masuk kepada Nabi dan ahlinya melainkan dengan jalan sembunyi. Dalam tahun ini datanglah perutusan Nashara Najran kepada Nabi dan mereka masuk Islam. Dalam tahun itu meninggal Siti Khadijah dan paman Nabi, Abu Thalib. Nabi kawin dengan Saudah dan bercampur dengannya, lalu mengadakan ’aqad dengan ’Aisyah, tetapi beliau tidak bercampur dengannya. Sesudah paman beliau meninggal, gangguan Quraisy bertambah 25 hebat. Oleh karena itu Nabi berhijrah ke Thaif menuju Bani Tsaqief. Nabi tinggal sebulan diantara mereka dan mengajak mereka, tetapi orang-orang itu tidak menurut beliau, malah mereka sakiti beliau dengan mereka lontar beliau dengan batu-batu. Nabi kembali ke Makkah. Dalam tahun yang kesebelas, Allah muliakan beliau dengan Isra’ dan Mi’raj; pada ketika itu diwajibkan sembahyang yanq lima dan dalam tahun ini juga Nabi keluar ke qabilah-qabilah mengajak mereka masuk Islam. Maka berimanlah 6 orang dari bangsa Arab Madinah. Dalam tahun yang kedua belas, datanglah kepada Nabi 12 orang laki-laki dari Arab Madinah. Mereka beriman kepadanya dan kembali ke Madinah. Dengan begini tersiarlah Islam di situ. Dalam tahun yang ketigabelas dari Kenabian, datanglah kepada Nabi 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dari Arab Madinah. Mereka beriman kepada beliau dan kembali ke Madinah. Maka bertambah tersiarlah Islam disitu. Dalam tahun ini juga Nabi memerintah shahabat-shahabat beliau berhijrah ke Madinah. Tatkala orang-orang Quraisy mendengar ini, mereka ambil keputusan hendak membunuh Nabi, lalu Allah perintah beliau berhijrah, sedang sekeliling rumah beliau, malam hendak berhijrah itu, telah dikelilingi pleh kaum Quraisy. Nabi keluar diantara mereka sesudah Allah jadikan mereka tertidur. Nabi pergi bersama Abu Bakar ke gua Hira’ dan kedua-duanya bersembunyi disitu selama tiga malam; pada hari yang ketiga mereka berjalan sehingga sampai di Quba’ pada hari yang kedua dari Rabi’ul Awwal. Nabi tinggal di Quba’ 22 malam. Dalam pada itu Nabi mendirikan masjid Quba’. Kemudian Nabi pindah ke Madinah, dan dalam perjalanan, Nabi dapati Jum’ah, lalu beliau sembahyang Jum’ah. Inilah pertama sembahyang Jum’ah dan khutbahnya adalah pertama khutbah dalam islam. Tatkala Nabi sampai kejurusan Madienah, keluarlah orang-orang menemui beliau dengan gembira atas kedatangan beliau. Nabi singgah di rumah Abi Ayyub alAnshari. Sesudah menetap, Nabi . mengutus orang mencari keluarga beliau yang ketinggalan. Lalu mereka ini datang bersama Abdullah bin Abu Bakar 26 Orang-orang musyrik Makkah menghalang-halangi orang- orang lemah akan berhijrah. Nabi do’akan untuk orang-orang lemah ini dalam sembahyang, dan inilah asal mula adanya Do’a Qunut. b. Fase atau Masa Yang Kedua 1) Tahun Pertama Dalam tahun pertama Hijrah Rasulullah mendirikan Masjidnya yang mulia, dan dalam tahun itu diadakan Adzan. Dalam tahun itu pula orang orang Yahudi Madinah menampakkan permusuhannya terhadap kaum Muslimin, yang dibantu oleh orang-orang munafiq Madinah. Kemudian Rasulullah mengadakan perjanjian dengan mereka. Dalam tahun itu juga Rasulullah mengutus pamannya dengan satu sariyah, untuk menyerbu kafilah Quraisy. Setelah itu berturut-turutlah peperangan . selanjutnya. Adapun peperangan di mana Rasulullah tiada ikutserta ada sejumlah 47 kali dan di mana beliau ikutserta ada sejumlah 27 kali. Pada tahun itu pula Rasulullah, Utsman bin Mazh'un meninggaldunia. Setelah ditanam mayatnya itu, Rasulullah memerintahkan menyiram makam itu dengan air. Oleh beliau kemudian diletakkannya batu di atas makam itu seraya berkata: ’’Batu ini untuk menandai makam saudaraku” 2) Tahun Kedua Pada tahun kedua Hijrah terjadilah perang Waddan, Buwath, ‘Usyairah, Badar Pertama dan Qarqaratul Kadar. Tetapi kesemuanya itu tiada sampai terjadi pertempuran. Dalam tahun itu pula terjadi perang Badar Besar (Qubra), di mana Rasulullah keluar dengan 313 orang lelaki untuk menyerbu kafilah Quraisy. Ketika mereka mengetahui demikian, lalu mengirimkan 650 orang, hingga terjadilah pertempuran yang dahysat dan mereka kalah. Orang-orang Islam sama menawan mereka, mengambil hartabendanya. Dari pihak orang Quraisy yang terbunuh ada 70 orang flan yang ditawan ada 70 orang pula. Sedang dari pihak orang Islam yang terbunuh hanya 14 orang. Rasulullah menentukan tawanan-tawanan itu dengan tebusan, bagi yang kaya, lalu mereka ditebus oleh Quraisy. Sedang yang 27 miskin sebagai tebusannya, mereka disuruh mengajar menulis dan membaca pada 10 anak orang Islam di Madinah. Dalam tahun ini juga terjadi perang Bani Qainuqa’ (Qainuqa’ ialah golongan orang-orang Yahudi Madinah, yang mengkhianati perjanjian), hingga balatentara Islam sama mengepung serta mengusirnya dari Madinah. Dalam tahun itu pula kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Ummat Islam diharuskan puasa bulan Ramadlan, diwajibkan zakat fithrah dan zakat harta. Dan pada tahun itu juga disunnatkan shalat dua Hari Raya, dan terjadi pula perkawinan antara Ali dengan Fatimah. Ketika itu Ali berumur 21 tahun sedang Fatimah berumur 15 tahun. Dalam tahun itu pula Rasulullah kawin dengan ‘Aisyah. Ketika kawin ini ‘Aisyah baru berumur 9 tahun dalam tahun itu pula puteri Rasulullah Ruqaiyah meninggal dunia. 3) Tahun Ketiga Pada tahun ketiga Hijrah terjadilah perang Ghathafan, Bahran dan Hamraul Asad, tetapi kesemuanya itu tidak sampai terjadi pertempuran. Dalam tahun itu pula terjadi peperangan Uhud: berangkatlah orang Quraisy dengan sekutu-sekutunya berjumlah 3.000 orang, mereka datang di Uhud akan membalas dendam atas kematian kawan-kawannya dalam perang Badar. Rasulullahpun menyiapkan balatentaranya sebanyak 1.000 orang. Di tengah jalan kembalilah ‘Abdullah bin Ubai bersama-sama pengikutnya, orang-orang munafiq, sebanyak 300 orang. Kemudian Rasulullah menyuruh ahli pemanah untuk mempertahankan gunung Uhud. Setelah itu mulailah peperangan, hingga orang-orang musyriq sama lari. Pada waktu itu hampir saja kemenangan di tangan orang Islam. Tetapi orang-orang ahli pemanah yang mempertahankan bukit Uhud itu sama meninggalkan perintah Rasulullah. Akhirnya balatentara Quraisy yang dikepalai Khalid bin Walid menyerbu orang orang Islam dari belakang, hingga banyak orang Islam yang lari dan terbunuh. Kurban orang Islam sejumlah 70 orang, di antaranya ialah Hamzah paman Nabi sendiri. Pada waktu itu pula seorang bernama Ubai bin Khalf hendak membunuh Rasulullah, tetapi dengan tangkas beliau mencabut tombak dari salah 28 seorang sahabatnya lalu ditusukkan kepadanya hingga menyebabkan kematiannya. Dalam seumur hidup, beliau tak pernah membunuh seorangpun kecuali hanya sekali itu saja. Dalam perang itu beliau terperosok ke dalam sebuah lobang hingga luka dua lututnya, berdarah mukanya, pecah gigi-gigi serinya dan luka pula pelipisnya. Begitu pula pengikutnya yang tetap dengan beliau menderita luka parah yang banyak juga. Dalam tahun itu Rasulullah mengawinkan puterinya yang bernama Ummi Kultsum dengan Utsman bin ‘Affan. Dalam tahun itu pula Rasulullah kawin dengan Hafshah anak ‘Umar bin Khaththab dan kawin dengan Zainab anak Khuzaimah Al-Hilaliyyah dalam tahun itu pula lahirlah Hasan anak Ali dan dalam tahun itu pula arak (minuman keras) diharamkan sama sekali. Artinya: “orang-orang yang beriman. Sesungguhnya minuman keras (arak), judi, undian itu adalah pekerjaan yang keji daripada pekerjaan Syaithan. Sebab itu bendaklah kamu jauhi, supaya kamu mendapat kebahagiaan. Sesungguhnya syaithan itu menghendaki agar kamu bermusuh-musuhan dan berbenci-bencian sesamamu karena minuman-minuman keras dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari ingat kepada Allah dan sembahyang. Maka dapatkah kamu mengekang diri daripada demikian itu? 4) Tahun Keempat Hijrah Dalam tahun keempat Hijrah terjadilah perang Banu Nadhir. (Banu Nadhir adalah golongan orang Yahudi Madinah yang mengkhianati perjanjiannya). Karena itu, maka Rasulullah lalu mengepung dan mengusir mereka dari kota Madinah. Dalam tahun itu juga terjadi perang Dzatur Riqa’, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran. Bahkan pada tahun itu juga turunlah Malaikat Jibril memberi pelajaran shalat Khauf dan dalam perang itu orang-orang Islam diberi kelonggaran bertayammum. Dalam tahun itu terjadilah perang Badar yang akhir, tetapi juga tidak sampai terjadi pertempuran. Dalam tahun itu pula meninggal dunialah Zainab, istri Rasulullah dan Abu Salamah anak bibi beliau dan saudara sesusu 29 Rasulullah. Dalam tahun itu lahirlah Husain anak Ali, dan kawinlah Rasulullah s.a.w. dengan Ummu Salamah. Dan dalam tahun itu pula Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit belajar tulisan bahasa Yahudi. 5) Tahun Kelima Hijrah Dalam tahun kelima Hijrah terjadilah perang Dumatul Jandal, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran, kemudian .terjadi perang Banu Musthaliq. Golongan mereka 10 orang terbunuh sedang yang lain ditawan. Di antara tawanan itu terdapatlah seorang bernama Juwairiyah, anak kepala dari suku Banu Musthaliq itu. Oleh Rasulullah lalu dikawin. Peristiwa itu menyebabkan kaumnya masuk Islam. Dalam perang itu sayyidah ‘Aisyah disangka berbuat jahat dengan Shafwan bin Mu’atthal, oleh orang-orang munafiq. Hingga turunlah khabar ketiadaan perbuatan ‘Aisyah itu (Ayat Bara'ah) dalam Qur’an. Dalam tahun itu pula terjadilah perang Khandaq. Karena orang-orang Quraisy sama bersepakat dengan orang-orang Arab dan Yahudi, untuk memerangi orang-orang Islam. Mereka berjumlah 10.000 orang lelaki. Maka orang-orang Islam sama menggali membuat parit sekeliling kota Madinah. Terjadilah pengepungan selama 15 hari. Kemudian Allah menurunkan angin ribut dan balatentara yang tiada kelihatan (Malaikat). Hingga mereka sama melarikan diri karena takut. Dalam tahun itu pula terjadi perang Banu Quraidlah, karena mereka sama mengkhianati perjanjiannya dengan Rasulullah. Hingga orang-orang Islam sama membunuh mereka, menawan orangorang perempuan dan keluarga mereka. Dalam tahun itu juga Rasulullah kawin dengan Zainab, sesudah Zaid bin Haritsah menceraikannya. Dengan begitu maka tidak dibenarkanlah kebiasaan mengambil anak, sebagai anak kandung. Kemudian dalam tahun itu pula diwajibkan beribadah Haji dan Juga dalam tahun itu turun Ayat Hijab yang artinya: Tidak diperbolehkan orang laki dan perempuan berteman sendirian, kecuali dengan mahramnya sendiri Ini untuk umum. 6) Tahun Keenam Hijrah 30 Dalam tahun keenam Hijrah terjadilah perang Banu Lahyan, karena pengkhianatan mereka, tetapi tidak sampai teijadi pertempuran. Kemudian setelah itu terjadi peperangan Ghabah, yang menimbulkan pertempuran yang dahsyat. Setelah itu terjadi pula perang Hudaibiah. Rasulullah berangkat ke sana dengan 1.500 orang sahabatnya untuk beribadat hajji, dengan tidak bersenjata. Setiba di sana lalu orang-orang Quraisy sama menghalang-halanginya. Karena demikian, Rasulullah mengutus Utsman untuk memberitahu mereka akan maksud kedatangan beliau itu. Maka orang-orang Quraisy lalu menawannya hingga tersiar dikalangan orangorang Islam, bahwa Utsman terbunuh. Kemudian Rasulullah bersama- sama sahabatnya bersumpah di bawah pohon ’’Ridhwan”, bahwa mereka tidak akan mundur dalam pertempuran. Setelah orang-orang Quraisy mendengar hal-hal itu, lalu mengadakan perundingan di antara dua belah fihak akan mengajak damai dengan perjanjian-perjanjian sebagai berikut: Dalam 10 tahun diadakan gencatan senjata dan menentramkan orang-orang. Maka Rasulullah kembali dengan beberapa sahabatnya dari Hudaibiah. Di tengah perjalanan pulang itu -turunlah surat Al-Fatah. Maka gembiralah orang-orang Islam. Dan sesudah perjanjian itu, mudahlah bagi orang-orang Islam untuk keluar masuk kota Makkah, menurut sesuka hatinya. Dengan demikian bertambahlah pengaruh Rasulullah di sana. Setelah itu beliau mengirimkan beberapa pucuk surat kepada raja-raja di sekitar negeri Arab dengan maksud diajak masuk Islam. Di antara raja-raja itu ada yang menerimanya dengan baik kemudian masuk Islam dan ada juga yang menolaknya sebagaimana yang diterangkan di atas. Siapakah yang menghalang-halanginya jika dia mendo'akan jahat kepada orang-orang yang menentangnya dan mengusir dari negerinya Maka menjawablah utusan beliau itu: Tiadalah baginda ingat banwa Isa itu adalah utusan Allah? Mengapa ia tidak mendo'akan jahat kepada kaumnya, ketika kaumnya itu hendak membunuhnya, sehingga Allah mengangkatnya? Maka baginda menjawabnya pula: ’’Betul Tuan. Tuan adalah seorang yang bijaksana yang telah datang dari orang yang bijaksana”. Setelah itu baginda 31 lalu membalas surat beliau itu yang isinya: (Sungguh kami telah mengetahui bahwa seorang Nabi telah nyata. Kami mengira bahwa seorang Nabi itu akan lahir dari negeri Syam. Sungguh kami telah memuliyakan utusan Tuan, dan kini untuk Tuan kami kirimkan dua orang jariah (perempuan) dari Qibthi. Dan kami hadiahkan untuk Tuan juga seekor bighal (binatang sebangsa kuda) untuk Tuan kendarai). Salah seorang jariah itu ialah: Sayyidah Mariah, yang kemudian dikawin oleh beliau. Dalam perkawinannya itu beliau mendapatkan seorang anak bernama Ibrahim. 7) Tahun Ketujuh Hijrah Dalam tahun ketujuh Hijrah terjadilah perang Khaibar. Rasulullah mengepung negeri itu selama 6 hari. Setelah itu beliau menyerahkan bendera dan pimpinan peperangan pada Sayyidina Ali, kemudian Khaibar dibebaskan. Dalam tahun itu juga kaum Yahudi Fadak mengadakan perjanjian damai, untuk menghindarkan pertumpahan darah dan melindungi harta benda mereka. Juga kaum Yahudi Taima’ dengan ikhlas suka memberi pajak pada pemerintah Islam, hingga mereka merasakan keamanan dalam negerinya. Dalam tahun itu pula terjadi perang Wadil Qura, dan sahabat Muhajirin yang dahulu Hijrah ke Habsyi kembali. Dalam tahun itu pula Rasulullah pergi ke Makkah dengan beberapa sahabatnya, untuk beribadat ‘Umrah, menurut perjanjian Hudaibiah. Tiba-tiba orang-orang Quraisy Makkah sama keluar dari negerinya, karena tak suka melihat Rasulullah berthawaf dalam Baitul Haram. Tiga hari sesudah di Makkah Rasulullah kembali ke Madinah. Dalam tahun itu pula beliau kawin dengan Shafiyyah, sesudah penaklukan Khaibar, lalu kawin dengan Maimunah di Makkah. Dan pada tahun itu pula, masuk Islamlah tiga orang jenderal Quraisy ialah: Khalid bin Walid, ‘Amr bin ‘Ash dan Utsman bin Abi Thalhah.’’Adakah dia itu kamu bunuh sesudah mengucap LA ILAHA ILLALLAH?” Usamah menjawab: Hai Rasulullah! dia mengucapkan syahadat itu hanya untuk melindungi dirinya saja. Rasulullah bertanya lagi: ’’Bagaimana, bukankah dia sudah mengucap (LA ILAHA ILLALLAH)”. Kata-kata ini terus- 32 menerus beliau ulang-ulangi. Maka Allah menurunkan Ayat dalam surat An Nisa’ 94 yang berbunyi: Janganlah kamu mengatakan pada orang yang memberi salam (mengucapkan syahadat): ’’Engkau bukan orang mu’min”, karena hendak mencari dan ingin benda dunia saja. Maka di samping Allah itu banyaklah harta ghanimah (yakni Tuhan menyediakan pahala yang besar).39 8) Tahun Ke Delapan Hijrah Pada tahun kedelapan Hijrah tejjadi perang Mu’tah. Di antara pahlawan Islam yang tewas dalam peperangan itu ialah para panglima yakni: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Setelah bendera perang dan pimpinan tentara itu dipegang oleh Khalid bin Walid, makin dahsyatlah pertempuran dengan orang-orang Roma itu. Karena kebijaksanaannya dalam siasat perang, ia dapat meloloskan tentara Islam daripada kepungan musuh yang jauh lebih kuat dan lebih besar jumlahnya itu. Pada tahun itu juga terjadi pembebasan kota Makkah, karena kaum Quraisy melanggar syarat peijanjian Hudaibiah. Rasulullah menyerbu ke sana dengan balatentara sebesar 10.000 orang. Seorang penyelidik Quraisy 39 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 33 yaitu Abu Sufyan, diketemukan oleh tentara Islam di tengah jalan lalu ditawannya dan kemudian masuk Islam. Beliau bertemu dengan pamannya ‘Abbas yang telah meninggalkan Makkah untuk memeluk Islam, lalu bersama-sama beliau ia kembali ke Makkah. Beliau juga bertemu dengan Abu Sufyan bin Harits dan ’Abdullah bin Umaiyyah yang karena keinsafannya sendiri keduanyapun masuk Islamlah. Kemudian beliau masuk Makkah dari sebelah utara sedang Khalid bin Walid memasuki dari selatan dan terpaksa ia menyerang dan memukul mundur segolongan kaum Quraisy yang hendak menghalang-halangi ia masuk itu. Rasulullah memberi pengampunan umum kepada kaum Quraisy yang dulu memusuhi serta mengusir beliau. Ketika di Makkah itu beliau merobohkan beberapa berhala yang berdiri tegak berderet-deret di sekitar Ka’bah. Sesudah itu banyaklah orang lelaki dan perempuan yang beijanji dan bersumpah di hadapan beliau. Di antara orang-orangyang masuk Islam pada hari pembebasan Makkah itu yang utama ialah Abu Quhafah (ayah Abu Bakar Asshiddieq) dan Mu’awiah bin Abu Sufyan. Dalam tahun itu juga teijadi peperangan Hunain dan Thaif. Rasulullah berangkat ke Hunain dengan balatentara sebesar 20.000 orang untuk menggempur kabilah Tsaqif dan Hawazin. Akibat serangan musuh yang tiba-tiba dan teratur, maka tentara Islam banyak yang mundur (karena membanggakan kebesaran jumlah dan kekuatan mereka sehingga lengah atas kekuatan musuh). Hanya beliau dan beberapa sahabat-sahabat yang masih tetap mempertahankan dalam tempat kedudukan itu. Akan tetapi demi mendengar komando maju, maka semua tentara yang mengundurkan diri tadi segera maju serentak, sehingga orangorang Islam mendapat kemenangan yang gilang-gemilang. Dari pihak musuh yang terbunuh lebih 70 orang dan banyak pula yang tertawan beserta keluarganya. Harta-benda merekapun banyak yang dirampas. Sia-sialah sisa musuh yang berlindung dan bertahan di Thaif itu,karena tentara Islam terus mengejar dan mengepung benteng mereka selama 18 hari. Dalam perang itu tentara Islam yang tewas ada 12 orang. Sesudah selesai berperang itu beliau 34 pergi menuju ke Ji’ranah. Ketika beliau sedang beristirahat berada di sana, datanglah kepada beliau dari kabilah Hawazin dan menyerah. Penyerahan mereka itu disambut oleh beliau dengan mengembalikan dan membebaskan beberapa tawanan. Adapun harta-benda mereka tetap jadi rampasan. Dari Ji’ranah beliau lalu beribadat Ihram ’Umrah lalu masuk negeri Makkah, dan pada malamnya kembali ke Madinah 9) Tahun Kesembilan Hijrah Dalam tahun kesembilan Hijrah terjadi perang Tabuk, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran. Rasulullah berangkat ke sana dengan 30.000 Jaisyul ’Usrah untuk memerangi tentara Rum. Untuk itu para dermawan Islam sama menyokong dengan harta-bendanya Ketika itu datanglah menghadap beliau orang-orang yang banyak beralasan dan orang-orang dari golongan munafiq, untuk minta idzin tidak ikut berperang, beliaupun mengizinkan pula. Maka Tuhan mencela kepada golongan munafiq yang meminta izin dan membuat-buat alasan itu. Di Tabuk datanglah gubernur Ailah beserta pengikutnya kepada beliau untuk mengadakan perdamaian. Setelah itu beliau kembali ke Madinah. Di tengah-tengah perjalanan kembali pulang itu, beliau menyuruh merobohkan Masjid Dhirar yang didirikan oleh golongan munafiq Madinah, setelah beliau sampai di Madinah datanglah utusan dari Tsaqif, menghadap beliau. Dalam tahun itu, Abdullah bin Ubai, pemimpin kaum munafiq meninggaldunia. Dan dalam tahun itu pula wafatlah ummu Kultsum, puteri Rasulullah. 10) Tahun Kesepuluh Hijrah Dalam tahun kesepuluh Hijrah, Rasulullah mengutus Ali bin Abu Thalib ke kabilah Yaman. Setelah berangkat beliau berpesan kepadanya agar jangan sampai memerangi mereka sebelum mereka itu memeranginya. Tetapi karena mereka memerangi orang-orang Islam, maka terpaksa orangorang Islam memerangi mereka sehingga mereka itu mengundurkan diri dan lari. Kemudian Ali mengajak sekali lagi kepada mereka itu untuk masuk Islam, lalu mereka masuk Islam. Dalam tahun itu beliau mengutus Mu’adz 35 bin Jabal untuk pergi ke dataran tinggi Yaman, dan Abu Musa Asy’ari ke dataran rendahnya. Kepada keduanya beliau berpesan: ’’Mudahkanlah mereka itu nanti dan janganlah kamu persukar”. Dalam tahun itu dan sebelumnya telah banyak utusan-utusan Arab dan orang-orang banyak sama masuk Islam. Dalam tahun itu pula beliau berhajji Wada’ (Hajji minta diri). Pada waktu itu, beliau berkhutbah, yang terkenal dengan nama khutbah ’Arafah yaitu ketika pada hari ’Arafah. Di antara isi khutbah itu banyak memberi pelajaran pada manusia tentang pokok-pokok agama Islam dan cabang-cabangnya. Dalam tahun itu pula, Ibrahim putera beliau meninggal dunia.Sebelum Rasulullah wafat, beliau telah menyiapkan sepasukan tentara yang dikepalai oleh Usamah bin Zaid, untuk berangkat ke Ubna di mana terbunuh ayahnya di sana. Dalam tentara itu terdapat pembesar-pembesar sahabat dan terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, seperti: Abu Bakar, ’Umar, Abu ’Ubaidah dan Sa’d. Atas pimpinan Usamah itu, maka orang-orang sama menyangkal karena ia masih muda dan umurnya tidak lebih dari 17 tahun. Maka karena beliau mengetahui atas penyangkalan itu, beliau sangat marah dan bersabda: ’’Pesan sajalah kamu semua kepadanya itu dengan kebaikan, karena sesungguhnya ia itu adalah pilihanmu”. Tetapi belum sampai diteruskan perjalanan tentara itu pada masa beliau, karena ketika itu beliau telah mulai sakit sehingga pulang ke rahmatullah dan pindah ke alam baqa’ (alam yang kekal). 1) Rasulullah Mulai Sakit Beliau mulai sakit pada akhir bulan Shafar tahun kesebelas Hijrah. Maka berlangsunglah sakitnya itu selama 13 hari. Di tengah- tengah sakit itu,' beliau berpindah-pindah ke rumah isteri-isteri beliau dengan bergilir. Ketika sakitnya itu merasa sangat, beliau minta izin kepada isteri- isterinya agar sakitnya itu dirawat di rumah ’Aisyah. Lalu mereka mengizinkannya dan dibawalah ke sana. Ketika beliau berudzur untuk keluar shalat (karena sakit), beliau bersabda: ’’Perintahlah Abu Bakar agar shalat dengan orang- 36 orang banyak”. Dengan begitu, beliau telah merelakan kepadanya sebagai khalifah sewaktu beliau masih hidup. Ketika kaum Anshar mendengar sakit beliau itu, telah sangat benar, mereka lalu berkumpul di Masjid. Maka ’Abbas memberitahu pada beliau atas duka cita dan berkumpulnya mereka itu. Maka keluarlah beliau ke tempat mereka berkumpul itu dengan diikat kepalanya dengan serban dan berjalan gemetar (menggigil) yang didampingi oleh Ali dan Fadil, sambil beliau merangkul dan bersandar pada keduanya. Sedang ’Abbas berada di muka mereka itu. Setelah beliau sampai di Masjid itu, lalu duduk di tangga mimbar yang terbawah sambil memuji kepada Tuhan dan kemudian bersabda: ”Hai orang banyak ! Sesungguhnya telah sampai kepadaku dan akupun mengerti bahwa kamu semua itu takut akan kematian Nabimu. Apakah tetap hidup Nabi-Nabi sebelum saya dulu yang diutus Allah ? Maka kalau kiranya ada yang tetap, tentu aku akan ada di sampingmu selalu ? Ingatlah bahwa sesungguhnya aku akan bertemu pada Tuhanku, dan kamu semua akan bertemu padaku besok. Maka aku berpesan kebaikan pada kamu semua sebagai kaum Muhajirin yang pertama”. 2) Rasulullah S.A.W. Wafat Beliau wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun kesebelas Hijrah. Ketika hari itu sampailah umur beliau 63 tahun. Atas wafat beliau itu, maka kaum Muslimin sama berduka cita dan terasa sangat beratlah bagi mereka itu berpisah dengan beliau. Ketika itu Umar bin Khaththab menghunus pedangnya dan mengancam akan memenggal leher orang yang mengatakan ’’Muhammad telah mati”. Dan ia berkata: ’’Sesungguhnya Muhammad sedang diutus oleh Tuhan sebagaimana Tuhan mengutus nabi Musa yang ia telah meninggalkan kaumnya untuk bertapa selama empatpuluh hari”. Ketika itu Abu Bakar sedang pergi. Sewaktu ia datang lalu diberi tahu akan berita itu, kemudian ia masuk ke rumah Aisyah lalu membuka muka beliau dan diciumnya, kemudian ia menangis. Setelah itu, lalu ia keluar kepada orang-orang banyak sambil berkata: ’’Ingatlah! Barangsiapa yang menyembah Muhammad, sungguh beliau 37 telah wafat. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah itu hidup kekal dan tiada akan mati”. Setelah itu ia membaca firman Allah : Ia membaca lagi: Setelah mendengar Abu Bakar dalam membacakan ayat Tuhan itu, maka ’Umar lalu insaf akan kematian beliau itu dan ia berkata: ’’Seakan-akan saya belum pernah membaca ayat itu” Beliau wafat tiada segera dimakamkan. Mayat beliau menetap di rumah selama dua hari dua malam, yaitu dari hari Senin, malam Selasa, hari Selasa dan malam Rabu, sehingga orang-orang Islam selesai mengangkat Khalifah sebagai pengganti beliau. Setelah mereka selesai dalam pengangkatan itu, beliau lalu dimandikan dan kemudian dikafani tiga lapis kain baju yang bukan gamis dan serban. Kemudian diletakkan pada balai-balai di rumah beliau (rumah ’Aisyah). Orang-orang Islam sama menshalatinya sendirisendiri dengan tiada Imam. Cara mereka menshalati diatur dengan cara gilir berganti. Pertamakah orang-orang lelaki, kemudian orang-orang perempuan dan akhirnya pemuda-pemuda dan anak-anak. (Engkau adalah orang yang mati (Muhammad) dan mereka semuapun akan mati). Dan Muhammad itu tidak lebih daripada seorang utusan, utusanutusan sebelum dia sudah lalulah adanya: maka kalau ia mati atau terbunuh apakah kamu akan berbalik haluan? Barangsiapa yang kembali semula, maka tiadalah akan membahayakan Allah sesuatu itu, dan Allah akan membalas kebaikan kepada orang-orang yang bersyukur kepada- Nya.Setelah selesai, lalu beliau dimakamkan di kamar ’Aisyah. Makam itu ditinggikan sedikit dari tanah yaitu satu jengkal dan kemudian disiraminya dengan air. Beliau wafat dengan meninggalkan dua tuntunan bagi kaum Muslimin seluruhnya, yang tiada akan membahayakan untuk selamalamanya selagi mereka berpegangan kepada kedua pokok tuntunan itu. Pokok tuntunan itu pertama ialah Kitab Allah (Al-Qur’an) yang isinya tiada terdapat suatu kebathalan bagi orang-orang semasa beliau dan orang-orang kemudiannya Pokok tuntunan yang kedua ialah Hadits Rasul yang menerangkan Agama dan menunjukkan isi dan maksud al-Qur’anul Karim. 3) Putera-Puteri Rasulullah 38 Putera-putera Rasulullah s.a.w. ada tiga orang, yang kesemuanya itu telah lebih dahulu meninggaldunia sebelum beliau wafat. Mereka itu ialah: 1) Qasim ; ia lahir sebelum beliau jadi Nabi dan ia hidup hanya dua tahun. 2) Ibrahim; ia dilahirkan tahun kedelapan Hijrah, dan ia hidup hanya 70 hari dan 3) ’Abdullah2); ia dilahirkan sebelum beliau jadi Nabi, dan ia meninggaldunia ketika masih kecil. Adapun puteri-puteri beliau ada empat orang, yaitu: Zainab 3); ia masih mendapatkan (menangi) Islam, maka Islamlah ia Ruqayyah, 3) Ummi Kultsum dan 4) Fathimah 4). Semua puteri beliau itu telah mendahului wafat, sebelum beliau kecuali Fathimah. Ia hidup selama enam bulan sesudah wafat Nabi. 4) Isteri-Isteri Rasulullah S.A.W. Isteri-isteri itu ada sebelas wanita, di antaranya enam wanita dari golongan Quraisy, empat wanita dari golongan Arab dan seorang wanita lagi dari Bani Isra’il, Yang dari golongan Quraisy ialah: 1) Khadijah binti Khuwailid ; yang selama beliau beristeri dengan dia, beliau tiada kawin dengan lainnya,, kecuali setelah ia meninggaldunia. 2) ’Aisyah binti Abu Bakar Asshiddiq, 3) Hafshah anak ’Umar, 4) Ummu Habibah anak Abu Sufyan, 5) Ummu Salamah atau Hindun anak Abu Umayyah dan 6) Saudah anak Zam’ah. Yang dari golongan Arab di antaranya ialah: 1) Zainab anak Jahsy, 2) Maimunah anak Harits. 3) Zainab anak Khuzaimah, dan 4) Juwariah anak Harits. Sedang yang dari Bani Isra’il ialah: Shafiyyah anak Huyay. Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah meninggaldunia ketika beliau masih hidup. Dan ketika beliau wafat meninggalkan sembilan isteri. Qasim: adalah putera Rasulullah yang pertama dilahirkan sebelum beliau jadi Rasul. Abdullah: mendapat gelar juga Tayyib atau Tahir. 1) Zainab: adalah puteri beliau yang tertua .) Fathimah mendapat gelar Batui, karena ia seorang puteri yang termulia pada masa itu perihal budi perangainya dan lagi teguh beragama. Adapun isteri beliau yang beliau dapat dari hadiah dan tawanan ada empat di antaranya ialah: 1) Mariyah dari Qibti, hadiah dari pembesar 39 Mesir, 2) Raihanah Qurazhiyyah, 3) Seorang wanita yang beliau nikahi dari Zainah binti Jahsy dan Ialah yang beliau dapatkan dari tawadui. 5) Paman Dan Bibi Beliau (Putera-Puteri Abdul Muththalib) Paman beliau ada sepuluh orang, sedangkan bibi beliau ada enam orang. Paman-paman beliau itu ialah: 1) Abu Thalib, 2) Zubair, 3) Hamzah, 4) Muqawwam, 5) Abdul Fadlal Abbas ), 6) Dhirar, 7) Harits, 8) Qufsam, 9) Abu Lahab 3) dan 10) Ghaidaq. Adapun bibi-bibi beliau ialah: 1) Shafiyyah, 2) ’Atikah, 3) Baidla, Barrah, 5) Umaimah 4) dan 6) Arwa. Semua paman beliau itu tidak ada yang masuk Islam, kecuali hanya Hamzah dan ’Abbas saja. Sedang dari bibi beliau yang masuk Islam hanyalah Shaffiyyah. Tetapi tentang ’Atikah dan Arwa itu ada yang mengatakan sudah masuk Islam dan ada yang mengatakan tidak.) Dalam kitab sejarah Ibnu Hisyam, dan kitab sejarah Al-Halabiyyah dikatakan: Jumlah dan nama paman Rasulullah itu ada khilaf (perselisihan) di antara pendapat para ulama. (Abu Thalib itu dinamai juga Abdul Manaf). ’Abbas, adalah saudara sesusu Rasulullah yang meninggaldunia pada masa Utsman menjabat Khalifah dan ketika itu berumur delapan puluh delapan tahun. Abu Lahab dinamai juga Abdul ’Uzza. Umaimah ini adalah saudara kembar dengan ayah Nabi. 6) Bentuk Tubuh Dan Sebagian Keadaan Rasulullah Rasulullah s.a.w. adalah seorang yang paling baik, tampan bentuk tubuhnya. Mukanya putih, baik mulutnya, cukup besar kepalanya, licin pelipisnya, lebar dahinya, rambut idapnya tebal serta hitam kedua matanyahidungnya mancung, pipinya cukup panjang, janggutnya tebal, jari tangan dan kakinya besar dan tegap, belikat dan hastanya besar, luas pundaknya, dadanya bentuk badannya sedang, yakni tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, rambutnya sedang yakni tidak terlalu keriting, suaranya merdu yang kemerduannya itu tiada seorangpun yang menyamainya, kalau tertawa tersenyum manis, kalau berjalan tegap, seakan-akan turun dari atas (Hal itu menunjukkan atas ketegapan dan perkasanya). Kalau menengok dengan seluruh badannya, tidak hanya kepalanya saja. Beliau selalu berbau 40 harum sekalipun tidak berminyak harum. Dan beliau pun tidak pernah menguap, juga tidak pernah gdlegekan karena kenyang dan lain-lain. 7) Budi Perangai Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam Rasulullah adalah seorang yang paling sempurna bentuk tubuhnya teramat tinggi budi perangainya. Fikiran beliau amat cerdas dan luas, suka menyintai terhadap fakir-miskin, selalu kasih-sayang kepada sesama manusia, beliau tiada pernah marah kecuali jika perintah Tuhan dilanggar (tidak pernah marah karena dorongan hawa-nafsu). Beliau selalu memberi ampun kepada orang-orang-yang pernah menyiksa atau menyakitinya. Beliau bukan seorang yang suka mencaci dan mencela lagi bukan seorang yang gemar melaknat pada orang lain. Beliau sangat takut pada Tuhan, berani lagi kuat, dermawan dan mulia, fasih lidahnya, bersih dan suci bicaranya, kepandaian beliau dalam soal bahasa dikagumi orang-orang, karena beliau mahir berbahasa kabilah-kabilah ’Arab yang bermacam-macam jalan bahasanya itu. Beliau melarang para shahabatnya akan berdiri untuk menghormat beliau, pada waktu beliau memasuki persidangan, karena memang beliau tidak gila pangkat dan hormat. 8) Mu’jizat Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam Di antara mu’jizat beliau ialah: memecah bulan ketika orang-orang Quraisy meminta kepada beliau, dapat mengeluarkan air dari jari tangan beliau, ketika beliau meletakkan tangan beliau pada sebuah tempat yang berisi air sedikit. Beliaupun dapat memperbanyak makanan yang sedikit dan dapat menyembuhkan orang-orang sakit. Adapun Mu’jizat beliau yang terbesar adalah kitab suci Al-Qur’an yang telah melemahkan cerdik-pandai dari orang-orang ’Arab untuk membuat surat yang sependek-pendeknya serupa Qur’an. Namun mereka lemah dan tak sanggup, sekalipun mereka termasuk golongan yang mempunyai kegemaran beradu sastera dan kepandaian. Firman Tuhan dalam Qur’an: (Katakanlah hai Muhammad! Andaikata para Jin dan Manusia sama' berkumpul untuk membuat sesuratpun yang seperti Qur’an, niscaya mereka 41 itu tak akan dapat sekalipun di antara mereka itu bantu-membantu atau tolong-menolong). B. Penelitian Yang Relevan Skripsi yang ditulis oleh Nurul Khairiah Aziz, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Muhammdiyah Jakarta, dengan judul “Pemikiran al-Ghazali tentang Akhlak” menyimpulkan bahwa akhlak yang baik menurut Imam al-Ghazali yaitu tingkah laku yang mulia dan perbuatan yang baik yang tercermin dari iman yang benar dan sempurna. Oleh karena itu pembinaan jiwa harus didahulukan dari yang lainnya. Dengan ilmu dan amal akhlak yang baik akan dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Akhlak yang buruk adalah sumber yang membinasakan jiwa yang mendatangkan kemaluan dan kehinaan yang nyata. Dan akhlak yang buruk dapat dirubah sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. AlGhazali juga memandang bahwa perubahan-perubahan akhlak bagi seseorang adalah bersifat mungkin.40 Skripsi yang ditulis oleh Baha’udin, Mahasiswa jurusan PAI IAIN Walisongo Semarang, dengan judul “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga” (Telaah Kitab Tarbiya al-Aulad fil Islam) menyimpulkan bahwa pendidikan moral harus menggunakan teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu dibutuhkan dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode dan tujuan. Menurut Ulwan, metode yang harus digunakan oleh para pendidik termasuk orang tua sebagaimana yang diterapkan oleh Nabi Muhamad SAW, dalam mendidik putra-putri dan para sahabatnya, adalah: 1) Pendidikan dengan keteladanan 2) Pendidikan dengan adat kebiasaan 3) Pendidikan dengan nasihat 4) Pendidikan dengan memberi perhatian 5) Pendidikan dengan memberikan hukuman 40 Yusrina, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro, Skripsi, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 69 42 Metode-metode yang ditawarkan Ulwan itu efektif, hal ini dapat ditinjau dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius. a) Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, untuk itu bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan, nasehat dan hukuman yang mendidik. b) Dari perspektif sosiologis, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik dan harus di didik, anak harus di didik agar perkembangannya berjalan lancar41. 41 Baha’udin, “Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo), h. 62 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian Adapun objek dari penelitian ini adalah Nilai-Nilai Akhlak pada Kisah Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin. Sedangkan waktu penelitian ini sejak tanggal 21 Desember tahun 2013 sampai dengan tanggal 28 Agustus 2014. B. Metodologi dan Tehnik Penelitian Untuk memperoleh kajian yang relevan dengan tema pokok bahasan dan untuk mempermudah pengertian serta ke arah penulisan yang sesuai dengan permasalahan pada judul, maka penulis mengumpulkan dalam suatu daftar yang mempergunakan metodologi dan menganalisa semua data yang terkumpul.1 Adapun perangkat-perangkat metode penelitian yang dimaksud adalah: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan ,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.2 Jadi dalam penelitian ini mencari pokok-pokok akhlak Nabi Muhammad SAW sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap kisah tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam kepustakaan3. maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku yang berkenaan dengan 1 2 Nasution, Metodologi Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), H. 145. Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Offset Rosda Karya, 2011), h. 6 3 Ibid. 43 44 permasalahan yang ada, kemudian dianalisa. Biasanya, dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru atau untuk keperluan baru. Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah. Dan jenis penelitian ini dapat dipahami sebagai penelitian teoritik dan terkait pada values, tetapi tetap diperlukan keterkaitannya dengan empiris.4 Dengan demikian data yag diperoleh dari hasil literer dideskripsikan apa adanya kemudian dianalisis. 2. Sumber Data Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh.5 Maka dalam penelitian sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut Karena penulis ini menggunakan metode library research maka diambil data dari berbagai sumber sebagai berikut: a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari data-data sumber primer yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. Adapun buku yang penulis jadikan rujukan atau sumber primer adalah Kitab khulasah Nurul Yaqin, untuk memudahkan penulis dalam menyajikannya maka penulis mengambil kitab tersebut dalam versi terjemah Abdullah Umar, Ringkasan Khulasah Nurul Yaqin Jilid I, (Surabaya: Ampel, 1994) b. Sumber data sekunder, yaitu yang diperoleh dari sumber yang bukan asli.6 Sedangkan buku-buku sekunder penulis ambil dari beberapa buku lain yang relevan dengan penelitian ini. C. Fokus Penelitian Adapun fokus penulis dalam penelitian ini adalah Nilai-Nilai Akhlak pada Kisah Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin . 4 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 55. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 129. 6 Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995), h. 133 5 44 45 D. Prosedur Penelitian 1. Metode Analisis Data Menulis menggunakkan teknik analisis isi (content analysis). Teknik analisis ini merupakan kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen, juga merupakan penggarapannya teknik untuk dilakukan menemukan secara karakterisitik objektif dan pesan, sistematis.7 yag Untuk mempermudah memecahkan msalah yang telah dirumuskan, penulis mencoba menganalisis secara kritis dan konstruktif dari kisah Nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam kitab Khulashah Nurul Yaqin. a. Analisis Isi (Content Analisis) Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas, penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analisys) dalam penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip Hasan Sadily, metode Analisis Isi (Content Analisis) adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi.8 2. Teknik Penulisan Skripsi. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada teknik penulisan skripsi dan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Sebagai bahan panduan para Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah dalam menyelesaikan studi Sarjana Strata 1. 7 8 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 263 Hasan Sadily, Ensiklopedia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980) hlm. 207 45 46 BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM KITAB KHULASHAH NURUL YAQIN A. Sekilas Tentang Nabi Muhammad SAW Dari Abdullah, Aminah mengandung Muhammad. Pada malam senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah (571 Masehi) Muhammad lahir. Disebut sebagai tahun Gajah karena pada saat itu terjadi peristiwa penyerangan Ka’bah yang dilancarkan Abrahah al-Asyram, pejabat Najasyi Habasyah di Yaman. Ayah beliau adalah Abdullah, anak pasangan dari Abdul Muthalib bin Hasyim dan Fatimah binti Amr bin A’id al-Makhzumi. Sedangka ibundanya, bernama Aminah,anak dari pasangan Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah dan Barrah binti Abdul ‘Uzza bin Utsman.1 Adalah Nabi s.a.w. ketika kecilnya suka menggembala kambing orang-orang Makkah dengan suatu upahan yang beliau bisa hidup dengannya. Tatkala sampai umur sembilan tahun, Nabi berlayar ke- Syam bersama paman beliau yang bernama Abu Thalib, dengan membawa dagangan. Tatkala sampai disuatu tempat yang bernama Bushra, seorang pendita bernama Buhaira melihat Nabi. Lalu pendeta ini memberi tahu kepada pamannya, bahwa beliau akan menjadi Nabi yang terakhir dari antara nabi-nabi. Pendeta itu meminta kepada pamannya supaya ia pulang membawa Nabi, karena takut kepada musuh yang menanti-nanti beliau. Pendeta itu menetapkan kenabian nabi Muhammad itu, dari alamat-alamat yang tersebut dalam kitab-kitab ahli Kitab. Ketika berumur 25 tahun, Nabi s.a.w. berlayar, kedua kalinya kenegeri Syam, membawa dagangan sitti Khadiejah. Adalah Khadiejah seorang perempuan yang mulia, lagi berharta; ia mengupah orang laki-laki dalam menjalankan hartanya. Khadiejah memilih Nabi untuk pekerjaan itu, karena ia pernah mendengar tentang kebenaran Nabi s.a.w., tentang amanat- 1 Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Yogyakarta:al-Ruz Media, 2012), h. 75 47 amanatnya dan tentang akhlaq-akhlaq beliau yang mulia. Pelayan Khadijah bernama Maisarah, ikut bersama Nabi Kedua-duanya berjual beli dan kembali dengan membawa keuntungan yang besar. Sesudah 2 bulan sekembali Nabi dari pelayarannya yang kedua kali, lalu Nabi kawin dengan Siti Khadijah. Khadijah-lah yang meminang Nabi, diwaktu itu Khadijah berumur 40 tahun, sedang Nabi 25 tahun. Sebelum kawin dengan Nabi, Khadijah kawin dengan Abi Halah. Suaminya ini meninggal dunia dan ada meninggalkan seorang anak laki-laki bernama Halah. la menjadi isteri Rasulullah selama 25 tahun dan tidak pernah Nabi kawin yang lain daripadanya, sehingga Siti Khadijah wafat.2 Tatkala ’umur Nabi s.a.w. 40 tahun, Allah mengutus beliau sebagai rahmat bagi manusia.Wahyunya, mulai dengan impian yang benar. Kemudian Jibriel turun kepada Nabi ketika Nabi sedang ber’ibadah dalam gua Hira’. la mengajar Nabi bagaimana beliau harus memimpin manusia kejalan yang lurus. Nabi mulai ajakan beliau dengan sembunyi. Yang pertama beriman kepada beliau ialah sitti Khadiejah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Sesudah tiga tahun, Nabi diperintah berterang-terangan, lalu beliau mengumpulkan kaumnya dan mengancam mereka dengan ’adzab akhirat. Tatkala turun Ayat: Artinya: Ancamlah keluargamu yang dekat-dekat.3 B. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi SAW pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin Tarbiyah (pendidikan) kepemimpinan Muhammad SAW telah dimulai sejak kanak-kanak terutama ketika beliau oleh kakenya ini. Ketika usia Muhammad delapan tahun, kakek beliau meninggal dunia. Muhammad pun tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Walaupun Abu Thalib ketua Suku Bani Hasyim, ia hidup dengan sederhana. Bahkan Muhammad SAW belajar hidup mandiri denga menggembala kambing di padang pasir.4 Bila tujuan utama Rasullah SAW adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak, proses 2 Ibid., h. Ibid., 4 Ibid., h. 84 3 48 pendidikan seyogyanya di arahkan menuju terbentuknya pribadi dan umat yang berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah bahwa Nabi Muhammad adalah teladan utama bagi umat manusia. Untuk mencapai hal itu, akhlak mulia harus ditegakkan dalam formulasi tujuan pendidikan. Islam sebagai agama yang seimbang, mengajarkan bahwa setiap usaha yang dilakukan manusia tidak hanya melibatkan peran manusia, tetapi juga melibatkan peran Tuhan. Nabi Muhammad SAW menggambarkan proses pendidikan seperti sebuah kegiatan bertani. Jika seseorang petani ingin mendapatkan hasil pertanian yang baik, ia harus menyiapkan lahan yang subur dan gembur, udara dan cuaca yang tepat, air dan pupuk yang cukup, bibit yang unggul, cara menanam yang benar, pemeliharaan dan perawatan tanaman yang benar dan intensif, waktu dan masa tanam yang tepat dan cukup. Namun, meski berbagai usaha tersebut dilakukan, tetapi belum dapat menjamin seratus persen bahwa hasil tersebut akan berhasil dengan baik. Dengan demikian, pendidikan Islam seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan rasio, perasaan, dan panca indra. Oleh karena itu, pendidikan Islam seharusnya menjadi pelayan pertumbuhan bagi manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut kepada kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas.5 Setelah diuraikan pada bab-bab sebelumnya penulis akan menganalisis tentang nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi Muhammad SAW. Berbicara tentang kemuliaan dan keagungan akhlak Rasulullah SAW, sudah tidak perlu diragukan lagi. Tidak hanya orang Islam yang mengagumi kemuliaan akhlak Rasul, orang diluar Islam pun banyak yang mengakuinya. Karena memang jauh sebelum Islam datang dan Nabi 5 Ibid., h. 88 49 Muhammad SAW diutus kehidupan di jazirah arab sangat jahil, keji dan munkar. Sebelum Islam datang, bangsa arab merupakan bangsa yang mayoritas bergelimangan dosa dan perbuatan buruk lainnya,seperti: penguburan bayi perempuan hidup-hidup (di suku Tamim) yang tidak menghendaki kelahiran bayi perempuan, serta penyembahan berhala-berhala (latta, uzza, manat, hubbal)6. Untuk memperbaiki kondisi tersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Nabi diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam. dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya:107)7 Kata rahmat tersebut secara sederhana dapat diartikan keuntungan, keberkahan, kebaikan dan kesejahteraan dalam segala bidang, baik sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan lain sebagainya.8selanjutnya dalam rangka memberi rahmat pada seluruh alam tersebut. Dan ketika ‘Aisyah, isteri Rasulullah SAW ditanya para sahabat tentang bagaimanakah akhlak Rasulullah SAW itu? Maka ‘Aisyah menjawab: akhlak Rasulullah SAW adalah al-Qur’an. Dengan kata lain visi dan misi kehadiran Rasulullah ke muka bumi ini sebagai penyempurna, melakukan perbaikan akhlak agar tercipta rahmat bagi seluruh ‘alam.9Berkenaan dengan hal tersebut, didalam penelitian ini akan mengungkap tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kisah Nabi Muhammad SAW. Mengingat akhlak rasulullah SAW ini harus diikuti dan dijadikan teladan bagi umat manusia. Allah SWT menyatakan: 6 Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 167 7 QS. Al-Anbiya:107 Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa, 2003), Cet. III, h. 35 9 Abuddin Nata, Op. Cit., h. 36 8 50 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.10 Akhlak Rasulullah SAW diakui oleh para peneliti sebagai akhlak yang paling unggul dibandingkan yang lain. Seorang pemikir dari India, Abu alA’la al-Maududi melukiskan kepribadian Rasulullah SAW dengan ungkapan: “He is the only one personality that all exellences have been blanded in him” Ia (Muhammad SAW) adalah satu-satunya pribadi dimana seluruh keunggulan kualitas terdapat pada dirinya11. Hal ini dapat dikemukakan dalam akhlak Rasul yang terdapat dalam kisah Nabi SAW pada kitab Khulashah Nurul Yaqin sebagai berikut: Pertama, sebagai kanak-kanak Rasulullah telah menunjukkan sebagai anak yang baik. Ia rajin membentu pamannya menggembala kambing, karena menyadari bahwa ia hidup karena pertolongan dan bantuan pamannya yang diketahui secara ekonomis berada dalam kekurangan. Sejak kecil ia telah menunjukkan sifat-sifat yang baik seperti tidak pernah melakukan perbuatan buruk yang dilakukan masyarakat pada masanya, seperti berjudi, meminum minuman keras, berfoya-foya dan sebagainya. Dalam suatu riwayat dikatakan, bahwa suatu ketika Muhammad SAW tertarik untuk melihat suatu hiburan yang berada dekat tempat ia tinggal di Mekkah. Tetapi ditempat itu Muhammad SAW tertidur hingga pagi hari, sehingga ia tidak menyaksikan hiburan tersebut12. Kedua, sebagai suami. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai suami yang amat sayang pada istrinya (romantis). Kepada Siti ‘Aisyah, Rasulullah 10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Citra Kharisma Bunda, 2009), h. 593 11 Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Yogyakarta:al-Ruz Media, 2012), h. 75 12 Ibid. 51 memanggilnya dengan ucapan”Ya Humaira”: Wahai bunga mawar yang sedang mekar.” Tidak hanya pada istrinya, kepada wanita lain pun ia sangat menyayanginya. Wanita dianggap sebagai tiang negara (al-Mar’ah imad alBilad), dianggap sebagai madrasah (tempat diselenggarakannya kegiatan pendidikan). Jika wanita itu dipersiapkan dengan baik maka berarti ia telah menyiapkan generasi muda masa depan yang baik pula.13(al-Umm Madrasah idza ‘adabtaha khairan, adabta syu’ban khairan). Jika wanita itu dipersiapkan dengan baik maka berarti ia telah menyiapkan generasi muda masa depan yang baik pula. Lebih lanjut Nabi mengatakan: Surga berada dibawah telapak kaki ibu (wanita) :al-jannatu tahta aqdaam al-ummahat. Sebagai suami, ayah dan kakek. Sebagai suami, Rasulullah SAW sangat sayang kepada istri-istrinya . didalam kitab Khulashah Nurul Yaqin tercatat bahwa istri beliau yang pertama ialah Siti Khadijah, yang dinikahinya pada usia 40 tahun sedangkan nabi berusia 25 tahun. Selama berumah tangga dengan khadijah Nabi tidak pernah menikahi wanita lain, dan kurang lebih Rasulullah SAW berumah tangga dengan Khadijah selama 25 tahun sampai nyawa yang memisahkan yaitu wafatnya Khadijah. Cukup lama Rasul menduda sampai akhirnya menikahi Siti ‘Aisyah puteri Abu Bakar al-Shiddiq, dan memperoleh keturunan anak dan cucu.14 Ketiga, Sebagai seorang ayah atau kakek, Nabi Muhammad dikenal sangat dekat dengan anak-anak dan cucunya, bahkan dengan anak kecil lainnya. Syaikh Ibrahim dalam bukunya Adab al-Islam mengatakan;”Pernah suatu ketika Rasulullah SAW sedang shalat dalam posisi sujud, cucunya yaitu Hasan datang dan langsung menaiki puunggung beliau. Rasulullah tetap membiarkan cucunya itu sambil terus sujud dengan waktu lama, hingga cucunya itu turun dari punggungnya. Kejadian itu dilihat oleh sahabat, lalu sahabat pun bertanya: Ya Rasulullah aku melihat engkau sujud dengan waktu yang lama, apakah engkau sedang mengqadha shalat? Menjawab pertanyaan tersebut Rasulullah berkata: Inna irtahalani 13 14 Ibid., h. 37 Ibid., h. 37 52 fakarihtu’an u’jilahu (bahwa cucuku itu sedang bersantai diatas punggungku maka aku enggan untuk mengganggunya)15 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seorang peremmpuan datang kepada Rasulullah SAW sambil membawa bayi, kemudian Nabi berkeinginan untuk menggendong bayi tersebut namun si Ibu merasa sungkan takut kalau anaknya akan mengotori pakaian Nabi dan membasahinya dengan air kencingnya. Namun Rasul tetap ingin menggendongnya, ketika bayi itu berada pada pangkuan Nabi maka bayi itu pun membasahinya dengan air kencingnya, lantas si ibu pun merasa jengkel kepada anaknya, lalu Rasul menasehatinya:”Wahai saudaraku, bahwasanya pakaianku ini sungguh dapat dibersihkan dengan air, tetapi bagaimana untuk menghilangkan luka hati anak ini karena kamu telah memarahinya”.16 Dari peristiwa dan kejadian-kejadian tersebut terlihat dengan jelas kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau sangat mencintai anak-anak kecil, baik anak dan cucunya maupun anak kecil lainnya. Dalam peristiwa anak kecil tersebut diatas, ternyata Rasul sangat memahami kondisi psikologi bayi dan anak kecil, bahwa anak-anak memiliki jiwa reaktif dan senang bermain, bercanda dan sebagainya. Dan itu pula yang dikaji oleh al-Ghazali, Ibn Sina, Ibn Miskawaih untuk merumuskan metode pengajaran yang tepat untuk anak-anak, seperti mengajarkan akhlak dengan syair-syair dan cerita pendek, dalam pada itu Rasulullah SAW menggambarkan jiwa anak seperti gelas yang bening dan putih. Gelas tersebut harus disentuh hati-hati jangan sampai pecah dan jangan sampai terisi dengan sesuatu yang kotor17. Pemahaman Rasulullah SAW tentang psikologi anak tersebut telah dipraktekkan dalam kehidupannya, sebagaimana terlihat pada contoh-contoh diatas. Hal ini patut kita renungkan, karena sebagai manusia kalau Tuhan mengizinkan pastinya akan dikaruniai anak maupun cucu. Mereka adalah 15 Ibid., h. 39 Ibid., h. 37 17 Ibid., h. 37 16 53 tunas-tunas muda harapan bangsa. Jika sejak kecil dibina dengan akhlak yang baik maka kelak ketika dewasa ia akan menjadi orang yang baik pula. Untuk membina agar anak-anak mau melaksanakan shalat misalnya, maka Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya, agar setiap orang tua ketika mendapati anaknya berumur tujuh tahun maka perintahkanlah shalat, apabila sampai pada umur sepuluh tahun belum juga mau mengerjakan shalat, maka anak tersebut boleh dipukul oleh orang tuanya.18pukulan tersebut bukanlah pukulan kebencian, hal ini mempunyai tujuan agar ketika si anak sudah (baligh) telah datang kewajiban shalat untuknya maka ia tidak merasa berat dan mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. Dengan kata lain, walaupun kewajiban shalat itu baru datang sesudah anak dewasa, tetapi perintah untuk mengerjakan shalat sudah berlaku semenjak kecil.19 Keempat, Rasulullah dapat dilihat sebagai teladan dalam bidang pertempuran dan diplomasi. Rasulullah SAW telah tampil sebagai panglima perang yang gagah berani dan jenius serta tokoh diplomasi yang ulung. Sejarah Islam mencatat bahwa Rasulullah SAW telah memimpin sejumlah peperangan besar, seperti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khaibar, dan Perang Khandak. Seluruh peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah Saw dapat dimenangkan oleh orang Islam, kecuali perang Uhud. Pada Perang Badar, jumlah pasukan kafir Quraisy berkekuatan tiga kali lipatdari jumlah pasukan Islam, padahal secara militer pasukan Rasulullah Saw belum begitu kuat, karena perang tersebut terjadi pada tahun kedua setelah nabi hijrah ke Madinah. Pada peperangan itu Rasulullah mengambil teknik menyerang dengan penuh semangat dan keyakinan bahwa Allah akan menolong dan memberikan kemenangan. Menurut Husain Haikal dalam bukunya Hayat Muhammad, Rasulullah Saw menugaskan sejumlah sahabat untuk menyelidiki kekuatan musuh, dengan cara menghitung jumlah unta yang dipotong setiap hari. Karena menurut kebiasaan satu ekor unta biasanya 18 19 Ibid., h. 40 Ibid., h. 41 54 dimakan untuk seratus orang. Jika jumlah unta yang dipotong diketahui, maka secara otomastis jumlah pasukan Quraisy pun dapat diketahui.20 Sebagai diplomat ulung, Rasulullah Saw telah menunjukkan keberhasilannya mempersatukan suku-suku Arab yang saling bertempur hingga menjadi suatu kekuatan yang solid dan tangguh. Rasulullah berhasil membujuk pihak lawan untuk mau melakukan perundingan dan perdamaian. Sehingga mereka mau menandatangani perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah, dan sebagainya. Melalui kekuatan diplomasinya pulaa pertempuran darah dapat ditekan seminimal mungkin.21 Kelima, sebagai ahli pendidikan yang berhasil. Menurut Ziauddin Alavi dalam bukunya Moslem Educational Thought in the Middle Age, bahwa Rasulullah SAW adalah guru pertama dalam Islam. Beliau menggunakan masjid Nabawi untuk mengajar al-Qur’an dan masalahmasalah yang berkaitan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW menyatakan bahwa menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam, mulai dari ayunan hingga ke liang lahat, mulai dari lingkungan keluarga sampai pada lingkungan masyrakat yang luas. Orang yang berilmu pun wajib mengamalkan ilmunya, jika tidak diamalkan ilmunya maka akan diancam dengan api neraka sebelum para penyembah berhala.22 Pergi menuntut ilmu dinilai sama dengan jihad dijalan Allah, bahkan lebih tinggi nilainya dari pada mengerjakan shalat sunnah. Dalam suatu riwayat yang dikemukakan Husain al-Nadhwi, bahwa pada suatu ketika Rasulullah menjumpai dua kelompok orang di Masjid. Kelompok pertama sedang mengerjakan shalat sunnah, sedang kelompok kedua sedang berdiskusi mempernincangkan suatu masalah ilmu. Ternyata Rasulullah bergabung dengan kelompok kedua yang sedang berdiskusi. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Rasulullah Saw menekankan agar mengajar dengan cara yang manusiawi, terbuka dan demokratis. Manusiawi 20 Ibid., h. 41 Ibid., h. 43 22 Ibid., h. 44 21 55 dalam arti mengajar berdasarkan kesanggupan dan kemampuan daya tangkap peserta didik. Terbuka dalam arti Rasulullah bersedia untuk menerima masukan dan kritikan yang disampaikan kepadanya oleh sahabatsahabatnya. Dan demokrasi dalam arti Rasulullah menghargai pendapat yang dikemukakan para sahabatnya23. Dalam pada itu Rasulullah juga ternyata sebagai seorang sahabat yang setia dan sejati. Beliau sangat menyayangi para sahabatnya yang nyata-nyata berbuat keliru, dengan cara yang baik dan tidak menyinggung perasaaannya. Untuk lebih dekat dengan para sahabatnya ini, Rasulullah SAW tidak segansegan memberikan julukan atau sebutan yang menyenangkan hati para sahabatnya. Abu Bakar diberi gelar al-Shiddiq (orang yang jujur), Umar Ibn Khattab diberi gelar al-Faruq (pemisah antara yang hak dan bathil), Utsman Ibn Affan diberi gelar Dzun Nurain (Memiliki dua cahaya), dan kepada Ali Ibn Abi Thalib diberi gelar Karamallahu wajhahu (semoga Allah memuliakannya). Dengan gelar-gelar tersebut maka terjadi keakraban dan kehangatan bathin antara Rasulullah SAW dengan para sahabatnya.24 Dengan demikian kedudukan pendidikan dan ilmu sangat berarti penting sekali bagi Rasulullah SAW hingga beliau mewajibkan kepada seluruh umatnya.25Sebagai seorang Nabi dan Rasul, beliau merupakan orang yang paling tahu tentang agama yang dibawanya yaitu Islam, dan Rasulullah SAW adalah orang yang paling sempurna dalam mengamalkan ajaran-ajaran agamanya itu.26 Selanjutnya Rasulullah SAW juga dikenal sebagai ahli dalam bidang perdagangan, jauh sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul beliau lebih dahulu hidup sebagai seorang pedagang, keberhassilan dalam bidang perniagaannya tak terlepas dari keluhuran akhlaknya yaitu beliau terkenal pedagang yang sangat jujur, sehingga tak jarang para pembeli sangat tertarik kepadanya. Bahkan saudagar kaya raya yaitu Siti Khadijah yang akhirnya 23 Ibid. Ibid., h. 45 25 Ibid. 26 Humaidi Tatapangarsa, Akhlaq Yang Mulia, (Surabaya:Bina Ilmu, tt), h. 11 24 56 menjadi istri rasulullah SAW pun tertarik karena kejujuran dan budi pekerti luhur Rasulullah SAW27. Ali bin Abi Thalib berkata: Bahwa Muhammad SAW adalah orang yang paling lapang dadanya, paling lembut perangainya dan paling mulia dalam pergaulan. Tidak pernah menyusahkan ahli rumahnya dalam soal makan, minum dan lainya. Pada waktu lapar, ia hanya bertanya “Adakah makananan pada kamu”? kalau ada ia makan kalau tidak ada ia diam. Ia tidak akan makan sebelum lapar dan kalau makan tidak sampai kenyang, sepertiga perutnya untuk makanan dan sepertiga lagi untuk minuman. Ia tidak pernah marah dan memukul orang kecuali dalam peperangan28. Sejarah mencatat bahwa rasulullah adalah ahli ibadah, bahkan sebagai tokoh spiritual yang darinya para ahli tasawuf mengambil pijakan untuk membangun ajaran tasawuf. Jauh sebelum menjadi Rasul, beliau sudah terbiasa munajat kepada Allah SWT, bertahannuts, merenung tentang halhal yang berhubungan dengan Tuhan. Setelah diangkat menjadi nabi dan rasul beliau lebih giat lagi dalam beribadah bahkan diriwayatkan apabila beliau shalat tahajjud maka bengkaklah kakinya karena sangat lamanya beliau berdiri dan bersujud untuk memohon ampunan Allah SWT29. Dalam bidang Sosial, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat peduli terhadap kaum lemah, hamba sahaya, dan dhu’afa. Kaum wanita yang semula kurang dihargai martabatnya, diangkat oleh nabi menjadi istrinya, diberin perlindungan dan diberikan peran-peran yang tidak kalah dengan peran kaum pria. Bahkan kepada budak seperti Bilal Ibn rabah, budak hitam legam berkebangsaan Afrika yang semula tidak diperhatikan orang, nabi mengangkatnya sebagai Mu’adzzin (pengumandang adzan). Kepedulian sosial Nabi diikuti pula dengan sikap 27 Ibid., h. 45 28 Humaidi Tatapangarsa, Op. Cit., h. 12 Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa, 2003), Cet. III, h. 45 29 57 dan akhlaknya yang mulia, seperti (Shiddiq) jujur, (amanah) terpercaya, (tabligh) menyampaikan pesan dengan benar, dan (fathanah) cerdas.30 Selanjutnya, Rasulullah SAW juga selalu teguh dalam prinsip dan memegang kebenaran walaupun harus mengorbankan jiwa raganaya. Hal ini terlihat ketika beliau dibujuk oleh kaum musrikin untuk menghentikan dakwahnya dengan imbalan kedudukan, harta, dan wanita. Tetapi Rasulullah tetap pada komitmennya, beliau tidak pernah takut dan gentar menghadapi segala macam teror, intimidasi yang dilontarkan kaum musyrikin31. Bahkan melalui bukunya al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah alAwakhir wa al-Awail (manusia sempurna dalam konsep pengetahuan tentang misteri yang pertama dan yang terakhir), Abdul Karim Ibnu Ibrahim al-Jilly merumuskan bahwa untuk menuju insan kamil maka hanya Rasulullah SAW sebagai rujukan, sebagai sosok manusia ideal32. Siti ‘Aisyah isteri Rasulullah SAW menerangkan tentang sifat-sifat Rasulullah SAW dengan ringkas dan tepat, bahwa: bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah al-Qur’an, Ibnu Atsir dalam bukunya “al-Nihayah” menjelaskan, bahwa yang dimaksudkan dengan akhlak al-Qur’an adalah bahwa Rasul selalu berpegang kepada ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, dan larangan-larangan apapun yang terkandung dalam al-Qur’an. Jadi pribadi dan sepak terjang Rasulullah SAW termanifestasi dan terealisasi dari ajaran-ajaran al-Qur’an33. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, bahwa Rasulullah Muhammad SAW merupakan contoh ideal bagi umat manusia, dalam segala bidang, baik politik, pertahanan, keamanan, militer, sosial, pendidikan, keagamaan dan lain-lain. Sikap-sikap Rasulullah SAW yang demikian termaktub dalam al-Qur’an surat al-Fath ayat 29 berikut: 30 Ibid., h. 46 Abuddin Nata, Pendidikan Spiritual dalam Tradisi KeIslaman, (Bandung:Angkasa, 2003), Cet. III, h. 47 32 Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. I, h. 171 33 A. Hasan, Mengenal Muhammad, Khusus tentang Keadaan Fisik Rasulullah, diambil dari Hadis-Hadis Bukhari, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1974), h. 46-119 31 58 Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifatsifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.34 Atas dasar itu pula maka tepat sekali apa yang dikemukakan Abul A’la Maududi bahwa pada diri Rasulullah SAW terdapat keunggulankeunggulan yang tidak ada pada orang lain. Keunggulan itulah yang harus direnungkan, diteladani, dan dipraktekkan sebagai wujud dari pengalaman hikmah maulid Nabi Muhammad SAW. C. Aplikasi Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi SAW pada Kitab Khulashah Nurul Yaqin 34 QS. Al-Fath: 29 59 Mempelajari sejarah hidup seorang tokoh atau pemimpin bukan hanya untuk mengetahui hidup dan perikehidupannya yang ada dan pengaruh pada pribadi dan lingkungannya, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengaktualisasikannya serta merealisasikannya dalam kehidupan duniawi sebagai bekal menuju kehidupan ukhrawi kelak. Berangkat dari pemikiran ini, dalam penelitian pengaktualisasian ini nilai-nilai penulis ingin pendidikan menyajikan akhlak dalam bagaimana kisah Nabi Muhammad SAW pada kitab Khulashah Nurul Yaqin. Pendidikan Islam telah ditanamkan sejak anak dalam kandungan. Rasulullah SAW memerintahkan kepada ibu-ibu yang sedang mengandung agar banyak melakukan zikir dan membaca al-Qur’an serta berdo’a demi keselamatan dan perkembangan janin dalam kandungan. Disamping itu para ulama memberikan contoh untuk mendengarkan azan ditelinga kanan dan iqamah ditelinga kiri bayi yang baru dilahirkan hal ini sebagaimana yang telah dilakukan Nabi SAW pada kelahiran Hasan dan Husain. Perkembangan usia anak dan mentalitas anak menjadi tanggung jawab keluarga. Orang tua diharapkan membentuk lingkungan keluarga yang Islami karena anak mudah meniru seluruh perbuatan anggota keluarga yang dilihatnya. Anak akan merekam dan melakukan tindakan-tindakan sebagai hasil rekamannya.35 Disinilah perlunya pengaktualisasian penanaman rasa cinta kepada Nabi dilakukan sejak dini, karena kalau sejak kecil dibiasakan dengan kehidupan akhlak Nabi/Islami maka kelak dewasa nanti anak akan tumbuh menjadi anak yang berakhlak baik. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya kita harus mencintainya, karena kecintaan beliau terhadap umatnya tak perlu diragukan lagi. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an: 35 Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010) Jilid II, Cet I, h. 115 60 sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orangorang mukmin. Mencintai Nabi Muhammad SAW, tidak cukup hanya dengan katakata semata tetapi juga harus dengan perbuatan nyata, misalnya: 1. Mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajarannya yang sampai kepada kita melalui al-Qur’an dan hadits. 2. Berjuang menegakkan, mengembangkan, membela, ajaran-ajaran yang dibawanya serta menjaga kemurnian-kemurniannya. 3. Memuliakannya dengan memperbanyak membaca shalawat dan salam kepada beliau. 4. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Nabi SAW sebagaimana beliau memuliakan sahabatnya. Dalam kehidupan nyata, wujud dari cinta kepada Nabi Muhammad SAW, terlihat dapat setiap aktivitas sehari-hari. Setiap orang mencintai kepada sesuatu, maka ia akan selalu bersikap berlebihan terhadap apa yang ia cintai. Misalnya, orang yang mencintai terhadap sebuah hobi atau kegemaran atau bahkan orang yang mencintai sebuah benda, maka orang tersebut akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat menyalurkan hobinya atau berusaha dengan gigih untuk dapat bersama dengan benda yang ia cintai tersebut. Taat dan patuh kepada Nabi Muhammad SAW, adalah merupakan konsekuensi ketaatan hamba kepada Allah SWT. Dalam berbagai ayat Allah SWT berfirman: 61 Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka[321] Rasul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan.36(QS. An-Nisaa:80) Dalam ayat lain Allah SWt menegaskan bahwa bukti seseorang cinta kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah SAW, barang siapa yang mentaati Rasulullah SAW maka Allah SWT akan mencintainya dan mengampuni dosa-dosanya. Allah SWT berfirman: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah SWT juga menyatakan bahwa diutusnya Rasulullah SAW adalah agar ditaati oleh umatnya. Karena itulah taat dan patuh kepada Rasulullah merupakan perintah Allah Yang wajib. Sebagaimana firmanNya: dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya[313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha 36 QS. An-Nisaa:80 62 Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [313] Ialah: berhakim kepada selain Nabi Muhammad s.a.w. Untuk dapat meneladani atau mengaplikasikan akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari, tentunya umat Islam harus mengetahui terlebih dahulu pribadi Rasulullah SAW. Telah diuraikan dalam kitab Khulashah Nurul Yaqin tentang bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW. Dari sifat-sifatnya Yaitu: 1. Shiddiq yang artinya jujur. Kejujuran Nabi SAW tak dairagukan lagi bahkan ketika usia remaja beliau ikut pamannya berdagang, ketika berdagang itulah kejujuran Nabi sampai membuat pedagang-pedagang lain kagum dibuatnya dan akhirnya beliau dinobatkan dengan gelar alAmin. Karena kejujurannnya pula saudagar kaya raya jatuh cinta kepadanya, yaitu Siti Khadijah37. 2. Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam katadan perbuatannya. Nabi dan Rasul selalu amanah dalam tindak tanduknya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan perilaku yang sebaliknya. 3. Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu) kepada umat manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya. 4. Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan Rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satupun Nabi dan Rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan. Disamping keempat sifat tersebut, Nabi dan Rasul juga tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada Allah SWT (ma’shum). Sebagai manusia 37 h. 84 Marzuki, Meneladani Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari, (Skripsi), 63 biasa bisa saja nabi berbuat salah dan lupa, namun kelupaan dan kesalahannya segera mendapat teguran langsung dari Allah SWT.38 Disamping memiliki sifat-sifat seperti tersebut diatas, nabi Muhammad juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang artinya terpercaya. Bahkan gelar ini beliau peroleh ketika usianya masih sangat belia. Dalam kesehariannya Nabi Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang disekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa memerinci keseluruhan budi pekerti Rasulullah yang sangat patut diteladani oleh umat Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya, kasih sayangnya, baik terhadap keluarga maupun terhadap umatnya, kemurahan hatinya, kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta kesehajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari.39 Meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw seperti diatas tidaklah mudah dan membutuhkan proses yang panjang. Dengan modal cinta dan taat kepadanya, kita akan mampu meneladaninya dalam kehidupan seharihari, meneladani dengan sempurna segala sifat-sifat beliau jelas tidak mungkin, karena beliau digambarkan sebagai insan kamil (manusia sempurna) yang tidak ada bandingnya. Namun demikian, harus diusahakan dengan optimal dan semaksimal mungkin untuk meneladani sifat-sifat dan perilaku beliau, apapun hasilnya. Adapun cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk meneladani Rasulullah SAW diantaranya sebagai berikut: 1) Bertaubat kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia biasa hendaknya menyadari bahwa manusia selalu berbuat kesalahan baik kepada Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Rasulullah SAW saja yang sudah jelas tidak mempunyai dosa selalu memohon ampunan dari Allah SWT setiap hari. 38 Ibid., h. 85 Sa’id Hawwa, Al-Rasul Muhammad Saw. Terj oleh Jasiman dkk, (Solo: Media Insani Press, 2002), h. 164-186 39 64 Jika tidak menyadari sifat kemanusiaan itu tempatnya salah dan lupa maka kita termasuk manusia yang sombong. 2) Sedapat mungkin menjaga amanat yang Allah SWT berikan, karena itu apaun aktivitas yang dilakukan hendaknya jangan sampai menyimpang dari aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 3) Berusaha menjaga sifat jujur dalam keseharian. Jujur merupakan sifat mulia, tetapi dalam merealisasikannya memang tidak mudah menjadi pribadi yang jujur. Terkadang orang sengaja untuk berbuat tidak jujur dengan alasan karena jujur dapat menyebabkan hancur. Karena itu dewasa ini sulit sekali ditemukan orang-orang jujur. Seandainya kejujuran itu terpelihara dengan baik, maka para praktisi hukum di negeri ini tidak akan terlau sulit untuk menerapkan dan wewujudkan keadilan ditengah-tengah masyarakat. Berkaca pada pribadi Nabi bahwa beliau selalu jujur, tidak hanya kepada sahabatnya tetapi kepada musuhnya sekalipun40. 40 h. 86 Marzuki, Meneladani Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari, (Skripsi), 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Akhlak Rasulullah SAW diakui oleh para peneliti sebagai akhlak yang paling unggul dibandingkan yang lain. Seorang pemikir dari India, Abu alA’la al-Maududi melukiskan kepribadian Rasulullah SAW dengan ungkapan: “He is the only one personality that all exellences have been blanded in him” Ia (Muhammad SAW) adalah satu-satunya pribadi dimana seluruh keunggulan kualitas terdapat pada dirinya. Atas dasar itu pula maka tepat sekali apa yang dikemukakan Abul A’la Maududi bahwa pada diri Rasulullah SAW terdapat keunggulankeunggulan yang tidak ada pada orang lain. Keunggulan itulah yang harus direnungkan, diteladani, dan dipraktekkan sebagai wujud dari pengalaman hikmah maulid Nabi Muhammad SAW. Untuk dapat meneladani atau mengaplikasikan akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari, tentunya umat Islam harus mengetahui terlebih dahulu pribadi Rasulullah SAW. Telah diuraikan dalam kitab Khulashah Nurul Yaqin tentang bagaimana pribadi seorang Nabi Muhammad SAW. Dari sifat-sifatnya Yaitu: 1) Shiddiq yang artinya jujur. Kejujuran Nabi SAW tak dairagukan lagi bahkan ketika usia remaja beliau ikut pamannya berdagang, ketika berdagang itulah kejujuran Nabi sampai membuat pedagang-pedagang lain kagum dibuatnya dan akhirnya beliau dinobatkan dengan gelar al-Amin. Karena kejujurannnya pula saudagar kaya raya jatuh cinta kepadanya, yaitu Siti Khadijah. 2) Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam katadan perbuatannya. Nabi dan Rasul selalu amanah dalam tindak tanduknya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu, serta mustahil akan perilaku yang sebaliknya. 3) Tabligh, yang berarti meyampaikan, Nabi dan Rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari Allah SWT (wahyu) kepada umat manusiadan mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya.4) Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua Nabi dan 66 Rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya. Tidak ada satupun Nabi dan Rasul yang bodoh, mengingat tugasnya yang begitu berat dan penuh tantangan. Disamping memiliki sifat-sifat seperti tersebut diatas, nabi Muhammad juga dikenal dengan sebutan al-amin, yang artinya terpercaya. Bahkan gelar ini beliau peroleh ketika usianya masih sangat belia. Dalam kesehariannya Nabi Muhammad belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang disekitarnya. Dalam salah satu bukunya, Sa’id Hawwa memerinci keseluruhan budi pekerti Rasulullah yang sangat patut diteladani oleh umat Islam. Sa’id Hawwa menguraikan moralitas Nabi dalam hal kesabarannya, kasih sayangnya, baik terhadap keluarga maupun terhadap umatnya, kemurahan hatinya, kedermawanannya, kerendahan hatinya, serta kesehajaannya. Moralitas Nabi inilah yang patut diteladani dan diterapkan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. B. Saran Dari hasil kesimpulan, penulis mencoba memberikan saran bahwa hendaknya dalam melaksanakan kehidupan seorang muslim seyogyanya bercermin pada kehebatan akhlak Rasulullah SAW, yakni hidup dengan tuntunan dan suri teladan yang telah di contohkan Rasulullah SAW kepada kita. Dengan akhlak yang baik, insya Allah kita dapat menjalankan kehidupan ini sesuai dengan yang diamanatkan Allah SWT kepada kita yaitu menjadi khalifah dimuka bumi ini. Sadar bahwa hidup dan kehidupan ini akan ada pertanggung jawabannya, sehingga memposisikan bahwa hidup adalah amanah, dan setiap amanah dalam hidup ini harus semaksimal mungkin dioptimalkan secara proporsional dan profesional untuk kemudian dimintai pertanggung jawabannya kelak. Wallahu A 'lam. DAFTAR PUSTAKA Al-Barry, M. Dahlan Yacub, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Surabaya: PT. Arkola, 2001. Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II. 1993 Ardani Mohammad, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, Cet. Ke II.2005 Subaiti, Musa.AkhlakKeluatga Muhammad SAW, (Jakara:LenteraBasritama, 2000) Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan Islam,Yogyakarta:Aditya Media, 1992 Alya, Qanita, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Indah Jaya Adipratama, 2011 Arifin, Tatang M.MenyusunRencanaPenelitian, Jakarta: Raja GrafindoPersada,1995 Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1993 Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, Cet. II, 2005 Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Baha’udin, Konsepsi Abdullah Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyah al-Aulad fil Islam (Skripsi) Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo. BP 7 Pusat GBHN, tp: 1991 Darajat, ZakiahDasar-Dasar Agama Islam, Jakarta: CV. Kuning Mas, 1986. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya., Jakarta: CV, Samara Mandiri, 1999. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I, 1988. Departemen Agama RI,al-Qur’an dan terjemahnya Perkata, Jakarta: Al-Hidayah, 2010. Djabbar, Abdul Umar. Ringkasan Nurul Yaqin, Surabaya: Al-Hikmah, t.t, Juz 1-4 66 Idris, Sahara. Dasar-Dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987. Ilyas Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta:LPPI, 1999 Jalaluddin, Teologi Pendidikan,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Khaled, Amr. BukuPintarAkhlak, Jakarta: Zaman, 2010 Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Offset Rosda Karya, 2011. Mahjuddin, Akhlak Tasawuf I ;Mukjizat Nabi, Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi,Jakarta: Kalam Mulia, 2009 Ali Abdul Halim,AkhlakMulia, Jakarta:GemaInsani, 2002. M. Yatimin Abdullah, StudiAkhlakdalamPerspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2007. MuhadjirNoeng, MetodologiPenelitianKualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996 Nata, Abuddin.Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Nata Abuddin,Tokoh-Tokoh Pembaharu Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 Nasution, Metodologi Research, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010. Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2004. Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas pelbagai Persoalan Umat,Jakarta: Mizan, 2007 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, Cet. IV, 2008. Sunanto Muyrifah,Sejarah Peradaban Islam Indonesia,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar PendidikanLuarSekolah,Jakarta: BumiAksara, 1992 Soenarto, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Karya Insan Indonesia, 2002. 67 Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Umar Bin Ahmad Baraja, Akhlaklilbanin, Surabaya: Ahmad Nabhan, ttJuz II ZakiyahDaradjat, Pendidikan Islam dalamKeluargadanSekolah, Jakarta: Ruhama, 1995 68