HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN OLIGOMENORE PADA SISWI DI SMK PERINTIS 29 UNGARAN Vriska Roro Sekar Arum Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Alamat Jl. Gedongsongo – Candirejo Ungaran Kabupaten. Semarang Telp. 024 – 70500058 Email: [email protected] ABSTRACT Malnutrition or limited addition will affect the growth and function of organs, will also lead to the disruption of reproductive function. This will have an impact on menstrual disorders. In women of childbearing age need a good nutritional status by eating a balanced diet because they were needed at the time of menstruation. This study aims to determine the nutritional status of the relationship with the incidence of female students in vocational oligomenorrhea on Pioneer 29 Ungaran 2015. This study used a descriptive study corelational with cross sectional study design. The population in this study were all students of SMK Pioneer 29 in class X and XI as many as 102 students. With purposive sampling technique. For data analysis using chi square test. Based on the results for most of the nutritional status has nutritional status skinny number 41 (40.6%), and for the incidence of oligomenorrhea are most numerous in the nutritional status of girls who have thin some 20 people (19.9%). The results obtained chi square test p value 0.002. The result of analysis with the incidence of oligomenorrhea nutritional status of the female students in vocational Pertis 29 Ungaran Year 2015. Since the p value 0.002 <α (0.05). Key Word : Nutritional status, Genesis oligomenorrhea ABSTRAK Gizi kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan menstruasi. Pada wanita dengan usia subur diperlukan status gizi yang baik dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian descriptive corelational dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMK Perintis 29 pada kelas X dan XI yaitu sebanyak 102 siswi. Dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data menggunakan uji chi square. Berdasarkan hasil penelitian untuk status gizi sebagian besar memiliki status gizi kurus sejumlah 41 orang (40,6%), dan untuk kejadian oligomenore paling banyak terdapat pada siswi yang mengalami status gizi kurus sejumlah 20 orang (19,9%). Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0,002. Terdapat hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun 2015. Karena p value 0,002 < α (0,05). Kata kunci : Status Gizi, Kejadian Oligomenore PENDAHULUAN Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Sehingga tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh, dan untuk tumbuh kembang khusunya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Banudi, 2013). Kebutuhan gizi berhubungan erat dengan masa pertumbuhan, jika asupan gizi terpenuhi maka pertumbuhan akan optimal. Pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan perubahan fisiologis dan mental, sehingga dibutuhkan gizi yang tepat meliputi jumlah, jenis makanan dan frekuensinya. Remaja membutuhkan energi, protein, vitamin, serta mineral lebih banyak dari orang dewasa karena diperlukan untuk membentuk jaringan (Dieny, 2014). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Secara klasik, kata gizi dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh (Banudi, 2013). Penentuan status gizi remaja dapat ditentukan dengan pengukuran antropometri yaitu dari berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) (Dieny, 2014). Menurut Proverawati dan Asfuah (2013), faktor- faktor yang mempengaruhi gizi remaja adalah status individu, status ekonomi, dan anatomi tubuh. Kebutuhan zat gizi pada remaja lakilaki biasanya lebih dari pada perempuan, karena remaja laki-laki memiliki aktifitas fisik yang lebih tinggi (Dieny, 2014). Sedangkan pada remaja putri kebanyakan sangat sadar akan bentuk badannya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan gizi remaja dimana remaja putri mulai terjadi menarche dan menstruasi disertai pembuangan sejumlah Fe (Sediaoetama, 2012). Remaja putri yang terpelihara kadar gizinya akan terpelihara kesehatan reproduksinya (Proverawati & Asfuah, 2009). Menurut RISKESDAS pada tahun 2013 di Indonesia jumlah wanita usia subur sebanyak 272.556, dari total 649.625 wanita usia ≥ 18 tahun. Prevalensi penduduk umur dewasa kurus, gizi lebih dan obesitas menurut IMT/U di masing masing provinsi. Prevalensi penduduk dewasa kurus 8,7%, berat badan lebih 13,5% dan obesitas 15,4%. Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 %, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%) (Riskesdas, 2013). Status gizi berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ reproduksi. Pada wanita dengan usia subur diperlukan status gizi yang baik dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi terutama pada fase luteal. Pada fase ini terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi. Selama ini telah diketahui bahwa wanita dengan status gizi kurang memiliki resiko terjadinya gangguan siklus menstruasi. Akan tetapi, gangguan siklus menstruasi juga ditemukan pada wanita yang mengalami obesitas (Dieny, 2014). Menstruasi merupakan sebuah perubahan yang kompleks dan harmonis yang dipengaruhi oleh hormon-hormon tertentu. Hormon-hormon ini diatur oleh otak, alat-alat kandungan, kelenjar tiroid, dan beberapa kelenjar lainnya. Mentstruasi tersebut biasanya terjadi pada wanita setiap 28 hari sekali atau disebut juga siklus menstruasi, dengan masa menstruasi sekitar 7 hari. Namun, siklus menstruasi ini dapat bervariasi pada setiap orang. Siklus ini dapat memendek atau memanjang, bergantung pada banyak hal (Yahya, 2010). Secara berkala, wanita normal akan mengalami menstruasi secara teratur. Proses ini berlangsung secara rutin setiap bulan. Tetapi ada pula perempuan yang memiliki keluhan lebih mendalam karena proses menstruasinya sudah dirasakan bermasalah baik siklus, jumlah darah, atau nyerinya (Kumalasari dan andhiyantoro, 2012). Hal ini sependapat dengan penelitian penelitian yang dilakukan oleh Adnyani dengan judul “Hubungan Status Gizi Dengan Siklus Menstruasi Pada Remaja Putri Kelas X Di SMA PGRI 4 Denpasar” dengan hasil siklus menstruasi pada remaja putri didapatkan 38,9% yang mengalami menstruasi tidak teratur. Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada lokasi penelitian, variabel yang akan diteliti, dan waktu penelitian. Gizi kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan menstruasi, tetapi akan membaik jika asupan nutrisinya baik (Banudi, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka Janita Sari di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun 2013, dengan hasil IMT kurus mayoritas mengalami oligomenore sebanyak 55,56%. Sehingga pada remaja wanita perlu mempertahankan status gizi yang baik dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi, terbukti pada saat menstruasi tersebut, terutama pada fase luteal, akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Apabila hal ini diabaikan, dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus menstruasi (Banudi, 2013). Kelainan menstruasi menurut siklusnya dibagi menjadi eumenorea (25-31 hari), polimenorea (<35 hari), oligomenorea (>35 hari), amenorea (tanpa haid lebih dari 3 bulan), menstruasi ireguler (Manuaba, 2010). Oligomenorea merupakan kelainan siklus menstruasi yang siklusnya lebih panjang yaitu lebih dari 35 hari dan perdarahanya biasanya sedikit. Kelainan ini biasanya terjadi karena adanya kelainan hormonal, gangguan gizi, dan gangguan kejiwaan seperti stress (Yahya, 2010). Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati dan Dieny, dengan judul “ Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gangguan Siklus Menstruasi Pada Wanita Dewasa Muda” dengan hasil berdasarkan jenis gangguan siklus menstruasinya, oligomenore merupakan jenis gangguan siklus menstruasi yang paling banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mengalami obesitas (30,8%), sedangkan polimenore merupakan jenis gangguan siklus menstruasi yang paling banyak ditemukan pada subjek yang yang mengalami stress (23,1%) (Journal of Nutrition Collage, 2013). Jika dilihat dari penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti oleh Eka Janita Sari di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun 2013, mayoritas yang mengalami oligomenore terdapat pada responden yang memiliki IMT kurus sebanyak 55,56%. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Rakhmawati dan Dieny, dengan judul “ Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gangguan Siklus Menstruasi Pada Wanita Dewasa Muda” dengan hasil oligomenore merupakan jenis gangguan siklus menstruasi yang paling banyak ditemukan pada kelompok subjek yang mengalami obesitas sebanyak 30,8%. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa oligomenore terjadi bukan hanya pada responden yang memiliki IMT kurus saja melainkan pada responden yang memiliki IMT lebih. Hal ini diperkuat oleh teori yang mengatakan bahwa, gizi kurang selain akan mempengaruhi pertumbuhan organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan menstruasi (Banudi, 2013). Pola makan yang kurang baik pada akhirnya dapat menggangu produksi hormone estrogen, progesteron dan menurunkan produksi Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) sehingga menghambat terjadinya ovulasi atau menstruasi hal ini dapat berdampak pada siklus haid memanjang (Andriyani, 2012). Pada wanita yang mengalami obesitas juga ditemukan gangguan siklus menstruasi. Hal ini dikaitkan dengan jumlah jaringan lemak tubuh. Jaringan lemak tubuh tidak hanya sebagai tempat penyimpanan lemak tetapi juga sebagai kelenjar endokrin penghasil hormon dan sel target untuk berbagai hormon salah satunya yaitu hormon reproduksi tubuh (Dieny, 2014). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMK Perintis 29 Ungaran pada bulan Januari 2015 dari 20 siswi, siswi yang memilki status gizi kurang sebanyak 70% (14 orang), siswi yang memiliki status gizi normal sebanyak 25% (5 orang) dan siswi yang memiliki gizi lebih sebanyak 5% ( 1 orang). Sementara siswi yang mengalami status gizi kurang mengalami oligomenore sebanyak 43% (6 orang), status gizi normal yang mengalami oligomenore sebanyak 20% (1 orang). Sedangkan siswi yang memiliki status gizi kurang yang tidak mengalami oligomenore 57% (8 orang), serta status gizi normal tidak mengalami oligomenore 80% (4 orang). Dari latar belakang diatas penulis tertarik mengambil judul “Hubungan Status Gizi Dengan Oligomenore pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Tahun 2015”. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SMK Perintis 29 Ungaran pada tanggal 13-14 Februari 2015. Besar sampel dalam penelitian ini sejumlah 101 responden yang terdiri dari kelas X dan kelas XI. Dan teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive corelational dan Desain Analisa data dengan menggunakan penelitian yang digunakan dalam komputer. Analisa univariat dengan penelitian ini adalah cross sectional. menggunakan distribusi frekuensi. Analisa Status gizi didefinisikan sebagai bivariat dengan menggunakan uji chi Keadaan dimana terpenuhinya kebutuhan square. zat gizi. Hasil pengukuran status gizi pada siswi yang dinilai melalui pengukuran HASIL PENELITIAN antropometri dari berat (kg) badan dibagi Analisa Univariat tinggi badan (m). Kriteria IMT antara lain 1. Gambaran status gizi pada siswi di Kurus (IMT ≤18,5), Normal (>18,5-25,0), SMK Perintis 29 Ungaran. Gemuk ( ≥ 25,0).Sedangkan kejadian Berdasarkan tabel 4.2 dapat oligomenore didefinisikan siklus diketahui bahwa siswi di SMK Perintis menstruasi yang dialami oleh responden 29 Ungaran yang memiliki berat badan lebih dari 35 hari. Dengan kriteria kurus yaitu sejumlah 41 orang (40,6%), Oligomenore: siklus menstruasi lebih dari lebih besar dibandingkan siswi yang 35 hari Tidak oligomenore: siklus memiliki berat badan normal yaitu menstruasi 22-35 hari. sejumlah 36 orang (35,6%). Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan gambaran status gizi pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Variabel Status Gizi f % 40,6 35,6 23,8 100 Total oligomenore di SMK Perintis 29 2. Gambaran kejadian oligomenore Ungaran yaitu sebanyak 33 orang pada siswi di SMK Perintis 29 (32,7%), lebih besar dibandingkan siswi Ungaran. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui yang tidak mengalami oligomenore bahwa siswi yang mengalami sebanyak 68 orang (67,8%). Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kejadian oligomenore pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran tahun 2015 41 36 24 101 Kurus Normal Gemuk Variabel Oligomenore Tidak Oligomenore Total Analisa Bivariat Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa siswi yang memiliki status gizi normal mengalami yang tidak oligomenore sejumlah 32 orang (88.9%) lebih besar dari siswi yang mengalami status gizi gemuk Kejadian Oligomenore f % 32,7 33 67,3 68 100 101 dan tidak mengalami oligomenore sejumlah 21 orang (51.2%). Sedangkan siswi yang mengalami oligomenore yang memiliki status gizi kurus sejumlah 20 orang (48.8%) lebih besar dibandingkan siswi yang mengalami oligomenore yang memiliki status gizi gemuk sejumlah (37.5%). Berdasarkan uji Chi Square, didapatkan nilai p value 0,002. Karena p value 0,002 < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun 2015. Tabel 4.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Oligomenore Pada Siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Status Gizi Kurus Normal Gemuk Total Kejadian Oligomenore Tidak Oligomenore Oligomenore f % f % 20 48.8 21 51.2 4 11.1 32 88.9 9 37.5 15 62.5 33 32.7 68 67.3 PEMBAHASAN Analisa Univariat 1. Gambaran status gizi pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari 101 siswi SMK Perintis 29 Ungaran Tahun 2015 yang mengalami status gizi Kurus sebanyak 41 orang (40,6%). Siswi yang mengalami status gizi normal sebanyak 36 orang (35,6%). Sedangkan siswi yang mengalami status gizi gemuk sebanyak 24 (23,8%). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan zat gizi makanan didalam tubuh. Status gizi merupakan faktor penting untuk menilai seseorang dalam keadaan sehat atau tidak menderita penyakit akibat gangguan gizi baik secara mental maupun fisik. Ketidakseimbangan dalam penyediaan pangan menyebabkan masalah dalam pemenuhan gizi, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Dieny, 2014). Total p-value f % 41 100 36 100 ,002 24 100 101 100 Remaja putri pada umumnya membatasi makananya. Kondisi ini terjadi karena mereka ingin terlihat ramping (Banudi, 2012). Namun seringkali cara yang dilakukan remaja tidak tepat, misalnya dengan melakukan pembatasan makanan atau diet, konsumsi obat pelangsing, mengadopsi obat pelangsing, dan memutahkan kembali makanan (Dieny, 2014). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulastin pada tahun 2011 menyebutkan bahwa status gizi remaja putri kelas X di SMA Islam AlHikmah Jepara mayoritas mengalami status gizi kurus sejumlah 61 orang (45,5%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Adnyani, status gizi pada remaja di SMA PGRI Denpasar sebagian besar mengalami status gizi kurus sejumlah 40,3%. Status gizi berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ reproduksi. Pada wanita dengan usia subur diperlukan status gizi yang baik dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi terutama pada fase luteal. Pada fase ini terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi. Selama ini telah diketahui bahwa wanita dengan status gizi kurang memiliki resiko terjadinya gangguan siklus menstruasi. Akan tetapi, gangguan siklus menstruasi juga ditemukan pada wanita yang mengalami obesitas (Dieny, 2014). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja, antara lain: aktifitas fisik, faktor individu, faktor keluarga, lingkungan teman sebaya, dan media massa. 2. Gambaran kejadian oligomenore pada siwi di SMK Perintis 29 Ungaran Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari 101 responden siswi SMK Perintis 29 Ungaran Tahun 2015 yang tidak mengalami oligomenore sebanyak 68 orang (67,8). Sedangkan yang mengalami oligomenore sebanyak 33 orang (32,7%). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Eka Janita Sari yang dilakukan di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun 2013 dimana didapatkan hasil siswi yang mengalami status gizi kurus mayoritas mengalami oligomenore sejumlah 55,56%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asniya dengan judul hubungan anatara kejadian gangguan siklus menstruasi dengan obesitas pada wanita dewasa muda didapatkan hasil gangguan siklus menstruasi oligomenore paling banyak ditemukan pada wanita yang mengalami obesitas sebanyak 30, 78%. Oligomenore merupakan kelainan pada siklus menstruasi, yang menyebabkan siklus mentruasi lebih panjang yakni lebih dari 35 hari (Yahya, 2010). Penyebab oligomenorea adalah gangguan ketidakseimbangan hormon pada aksis hipotalamushipofisis-ovarium. Gangguan tersebut menyebabkan lamanya siklus haid normal menjadi memanjang, sehingga haid lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama atau pun beberapa tahun kemudian menjelang menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya haid pertama dan menjelang menopause, sehingga timbul gangguan ketidakseimbangan hormone dalam tubuh. Oligomenore dapat terjadi akibat dari perpanjangan stadium follikuler, perpanjangan stadium luteal, kedua stadium tersebut menjadi panjang. Penyebab yang sering terjadi pada remaja ialah anovulasi, adapun faktor lain yang dapat menyebabkan oligomenore yaitu ansietas (kecemasan yang berlebihan) dan stres, penyakit kronis, obat-obatan tertentu, bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit, nutrisi yang buruk, olahraga berat, penurunan berat badan yang signifikan, dan adanya gangguan fungsi tiroid atau adrenalin (Manuaba, 2009). Analisa Bivariat Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore digunakan uji chi square. Berdasarkan uji chi square didapatkan nilai p value 0,002. Hal ini menunjukan p value 0,002 < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun 2015. Dari hasil penelitian didapatkan hasil terdapat siswi yang mengalami oligomenore yang memiliki status gizi kurus dan mengalami oligomenore sejumlah 20 orang (48.8%). Gizi kurang selain akan mempengaruhi pertumbuhan organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan menstruasi (Banudi, 2013). Pada wanita yang kekurangan gizi kadar hormon steroid mengalami perubahan. Semua hormon seks merupakan steroid, yang diubah dari molekul prekursor melalui kolesterol sampai bentuk akhirnya. Kolesterol sebagai pembakal (prekursor) steroid disimpan dalam jumlah yang banyak di sel-sel theka. Pematangan folikel yang mengakibatkan meningkatnya biosintesa steroid dalam folikel diatur oleh hormon gonadotropin. Progesteron adalah suatu steroid aktif dan juga berfungsi sebagai prekursor untuk tahap-tahap selanjutnya. Testosteron berasal dari progesterone, estrogen terbentuk dari perubahan struktur molekul testosteron. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki androgen dalam darah mereka dalam jumlah yang bermakna. Adrenal mengeluarkan hormonhormon yang mampu berubah menjadi androgen dan hormon ovarium. Di bawah rangsangan LH, steroid yang oleh jaringan perifer diubah menjadi senyawa aktif secara androgenis. Peningkatan kadar testosteron serum dan penurunan ekskresi 17-keto-steroid dalam urine, diantaranya androsteron dan epiandrosteron akan berdampak pada perubahan siklus ovulasi dan terganggunya siklus menstruasi (Paath, 2005). Dari hasil penelitian yang dilakukan di SMK Perintis 29 Ungaran terdapat siswi yang mempunyai status gizi normal mengalami oligomenore sejumlah 4 orang (11.1%). Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama atau pun beberapa tahun kemudian menjelang menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya haid pertama dan menjelang menopause, sehingga timbul gangguan ketidakseimbangan hormone dalam tubuh (Andriyani 2012). Selain itu ada faktor lain yang menyebabkan oligomenore terjadi pada remaja yakni aktifitas fisik dan stress. Masa remaja juga seringkali dihadapkan pada aktivitas fisik yang tinggi terutama berolahraga di sekolah, olahraga yang berlebihan dapat mengakibatkan nutrisi habis digunakan untuk aktifitas olahraga sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang aktifitas hormon terganggu yang dapat mengakibatkan terjadinya oligomenorea (Banudi, 2013). Stress merupakan faktor terjadinya siklus mentruasi yang tidak teratur seperti oligomenore. Kondisi pikiran yang tidak stabil dapat menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol. Hal ini berefek pada estrogen, progesteron dan menurunkan produksi Gonadotropinreleasing hormone (GnRH) sehingga menghambat terjadinya ovulasi atau menstruasi. Sedangkan dari hasil penelitian terdapat siswi yang mempunyai status gizi gemuk mengalami oligomenore sejumlah 9 orang (37.5%). Pada wanita yang mengalami obesitas dapat ditemukan gangguan siklus menstruasi. Hal ini dikaitkan dengan jumlah jaringan lemak tubuh. Jaringan lemak tubuh tidak hanya sebagai tempat penyimpanan lemak tetapi juga sebagai kelenjar endokrin penghasil hormon dan sel target untuk berbagai hormon salah satunya yaitu hormon reproduksi tubuh (Dieny, 2014). Penelitian ini didukung oleh Eni Purwanti (2003) dalam Hupitoyo (2011) dan juga penelitian yang dilakukan oleh Dahliansyah (2003) dalam Hupitoyo. (2011), disebutkan bahwa ada hubungan antara lemak tubuh dengan siklus menstruasi. Salah satu hormon yang berperan dalam proses menstruasi adalah estrogen. Estrogen ini disintesis di ovarium, di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat. Menurut analisis penyebab lebih panjangnya siklus mentruasi diakibatkan jumlah estrogen yang meningkat dalam darah akibat meningkatnya jumlah lemak tubuh. Kadar estrogen yang tinggi akan memberikan feed back negatif terhadap sekresi GnRh. Meningkatnya jumlah estrogen yang ada dalam darah disebabkan karena produksi estrogen pada sel-sel teka. Sel teka menghasilkan androgen dan merespon luteinizing hormone (LH) dengan meningkatkan jumlah reseptor LDL (lowdensity lipoprotein) yang berperan dalam pemasukan kolesterol ke dalam sel. LH juga menstimulasi aktivitas protein khusus (P450scc), yang menyebabkan peningkatan produksi androgen. Ketika androgen berdifusi ke sel granulosa dan jaringan lemak, makin banyak pula estrogen yang terbentuk. Pada wanita yang gemuk tidak hanya kelebihan androgen tetapi juga kelebihan estrogen akibatnya akan sering terjadi gangguan fungsi ovarium dan kelainan siklus menstruasi (Hupitoyo, 2011). KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat mengontrol secara langsung peran hormonal, stress, dan aktivitas fisik dalam menyebabkan kejadian oligomenore. KESIMPULAN Berdasarkan uji chi square didapatkan nilai p value 0,002. Hal ini menunjukan p value 0,002 < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun 2015. SARAN 1. Bagi Remaja Remaja putri diharapkan tetap menjaga status gizi dalam keadaan normal. Karena gangguan siklus menstruasi oligomenore paling banyak terdapat bada Indeks Masa Tubuh kategori kurus dan gemuk. 2. Bagi Profesi Bidan Bidan berpartisipasi aktif dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi khususnya tentang status gizi terhadap kesehatan reproduksi melalui kegiatan penyuluhan yang diberikan sejak dini pada remaja karena dengan buruknya status gizi seseorang maka kesehatan reproduksi dapat terganggu secara menyeluruh. 3. Bagi Peneliti dan Peneliti Lain Dapat mengembangkan wawasan dan pengalaman dalam melatih kemampuan untuk melakukan penelitian terutama yang berhubungan dengan status gizi dan oligomenore. Penelitian ini bisa dilanjutkan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan aktifitas fisik dengan kejadian oligomenore. DAFTAR PUSTAKA Adnyani. (2011). Hubungan Status Gizi Dengan Siklus Menstruasi Pada Remaja Putri Kelas X di SMA PGRI 4 Denpasar. Bali: Universitas Udayana Andriyani, Avie. (2012). Panduan Kesehatan Muslimah. Surakarta: EBook Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arisman. (2010). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Banudi, La. (2013). Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC Dieny, Fillah. F. (2014). Permasalahan Gizi Pada Remaja Putri. Yogyakarta: Graha Ilmu Hupitoyo. 2011. Obesitas dan Fertilitas, (online) (http://www.poltekkesmalang.ac.id/artikel-145-obesitas-danfertilitas.html, diakses: 22 April 2012) Kumalasari, Intan, dan Andhyanto, Iwan. (2012). Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika Manuaba, IBG. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Manuaba, Sri. K. D. S. et al. (2010). Buku Ajar Ginekologi. Jakarta: EGC Mulastin. (2011). Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Dismenorea Remaja Putri di SMA Islam Al-Hikmah Jepara. jurnal.akbidalhikmah.ac.id/index.php/ jkb/article. Diakses pada Juli 2011 Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Rakhmawati, Asniya, dan Dieny, F. D. (2013). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Gangguan Siklus Menstruasi Pada Wanita Dewasa Muda. Semarang: Journal of Nutrition College Riskedas. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Sari, Eka. J. (2014). Gambaran Gangguan (Dysmenore, Amenore, Oligomenore) Pada Mhasiswi Tingkat I AKBID Griya Husada Surabaya 2013. Surabaya: Jurnal Griya Husada Sediaoetama, A. D. (2012). Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeda. Supariasa, I. D, et, al. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Paath, E.F. (2005). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Buku Kedokteran ECG Proverawati, Atikah, dan Asfuah, Siti. (2009). Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika Yahya, Najibah. (2010). Kesehatan Reproduksi Pranikah. Jakarta: Tiga Kelana