HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN OLIGOMENORE

advertisement
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN OLIGOMENORE PADA SISWI
DI SMK PERINTIS 29 UNGARAN
Vriska Roro Sekar Arum
Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Alamat Jl. Gedongsongo – Candirejo Ungaran Kabupaten. Semarang
Telp. 024 – 70500058 Email: [email protected]
ABSTRACT
Malnutrition or limited addition will affect the growth and function of organs, will also lead
to the disruption of reproductive function. This will have an impact on menstrual disorders.
In women of childbearing age need a good nutritional status by eating a balanced diet
because they were needed at the time of menstruation. This study aims to determine the
nutritional status of the relationship with the incidence of female students in vocational
oligomenorrhea on Pioneer 29 Ungaran 2015.
This study used a descriptive study corelational with cross sectional study design. The
population in this study were all students of SMK Pioneer 29 in class X and XI as many as
102 students. With purposive sampling technique. For data analysis using chi square test.
Based on the results for most of the nutritional status has nutritional status skinny number 41
(40.6%), and for the incidence of oligomenorrhea are most numerous in the nutritional status
of girls who have thin some 20 people (19.9%). The results obtained chi square test p value
0.002.
The result of analysis with the incidence of oligomenorrhea nutritional status of the female
students in vocational Pertis 29 Ungaran Year 2015. Since the p value 0.002 <α (0.05).
Key Word
: Nutritional status, Genesis oligomenorrhea
ABSTRAK
Gizi kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh,
juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada
gangguan menstruasi. Pada wanita dengan usia subur diperlukan status gizi yang baik
dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat
menstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan status gizi dengan
kejadian oligomenore pada siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian descriptive corelational dengan desain
penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMK Perintis
29 pada kelas X dan XI yaitu sebanyak 102 siswi. Dengan teknik pengambilan sampel
purposive sampling. Analisis data menggunakan uji chi square.
Berdasarkan hasil penelitian untuk status gizi sebagian besar memiliki status gizi kurus
sejumlah 41 orang (40,6%), dan untuk kejadian oligomenore paling banyak terdapat pada
siswi yang mengalami status gizi kurus sejumlah 20 orang (19,9%). Hasil uji chi square
didapatkan nilai p value 0,002.
Terdapat hubungan status gizi dengan kejadian oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29
Ungaran Tahun 2015. Karena p value 0,002 < α (0,05).
Kata kunci
: Status Gizi, Kejadian Oligomenore
PENDAHULUAN
Setiap bahan makanan mempunyai
susunan kimia yang berbeda-beda dan
mengandung zat gizi yang bervariasi, baik
jenis maupun jumlahnya. Sehingga tubuh
manusia memerlukan zat gizi atau zat
makanan, untuk memperoleh energi guna
melakukan kegiatan fisik sehari-hari,
untuk memelihara proses tubuh, dan untuk
tumbuh kembang khusunya bagi yang
masih dalam pertumbuhan (Banudi, 2013).
Kebutuhan gizi berhubungan erat
dengan masa pertumbuhan, jika asupan
gizi terpenuhi maka pertumbuhan akan
optimal. Pada masa remaja terjadi
pertumbuhan yang sangat cepat disertai
dengan perubahan fisiologis dan mental,
sehingga dibutuhkan gizi yang tepat
meliputi jumlah, jenis makanan dan
frekuensinya.
Remaja
membutuhkan
energi, protein, vitamin, serta mineral lebih
banyak dari orang dewasa karena
diperlukan untuk membentuk jaringan
(Dieny, 2014).
Status gizi merupakan keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan gizi. Status gizi dibedakan
antara status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Secara klasik, kata gizi dihubungkan
dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk
menyediakan energi, membangun dan
memelihara jaringan tubuh, serta mengatur
proses-proses kehidupan dalam tubuh
(Banudi, 2013). Penentuan status gizi
remaja
dapat
ditentukan
dengan
pengukuran antropometri yaitu dari berat
badan (BB) dan tinggi badan (TB) (Dieny,
2014). Menurut Proverawati dan Asfuah
(2013), faktor- faktor yang mempengaruhi
gizi remaja adalah status individu, status
ekonomi, dan anatomi tubuh.
Kebutuhan zat gizi pada remaja lakilaki biasanya lebih dari pada perempuan,
karena remaja laki-laki memiliki aktifitas
fisik yang lebih tinggi (Dieny, 2014).
Sedangkan pada remaja putri kebanyakan
sangat sadar akan bentuk badannya,
sehingga
banyak
yang
membatasi
konsumsi makanannya. Hal ini tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi remaja
dimana remaja putri mulai terjadi
menarche
dan
menstruasi
disertai
pembuangan sejumlah Fe (Sediaoetama,
2012). Remaja putri yang terpelihara kadar
gizinya akan terpelihara kesehatan
reproduksinya (Proverawati & Asfuah,
2009).
Menurut RISKESDAS pada tahun
2013 di Indonesia jumlah wanita usia
subur sebanyak 272.556, dari total 649.625
wanita usia ≥ 18 tahun. Prevalensi
penduduk umur dewasa kurus, gizi lebih
dan obesitas menurut IMT/U di masing
masing provinsi. Prevalensi penduduk
dewasa kurus 8,7%, berat badan lebih
13,5% dan obesitas 15,4%. Pada tahun
2013, prevalensi obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9 %, naik 18,1%
dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari
tahun 2010 (15,5%) (Riskesdas, 2013).
Status
gizi
berperan
dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi
organ reproduksi. Pada wanita dengan usia
subur diperlukan status gizi yang baik
dengan cara mengkonsumsi makanan
seimbang karena sangat dibutuhkan pada
saat menstruasi terutama pada fase luteal.
Pada fase ini terjadi peningkatan
kebutuhan zat gizi. Selama ini telah
diketahui bahwa wanita dengan status gizi
kurang memiliki
resiko
terjadinya
gangguan siklus menstruasi. Akan tetapi,
gangguan
siklus
menstruasi
juga
ditemukan pada wanita yang mengalami
obesitas (Dieny, 2014).
Menstruasi
merupakan
sebuah
perubahan yang kompleks dan harmonis
yang dipengaruhi oleh hormon-hormon
tertentu. Hormon-hormon ini diatur oleh
otak, alat-alat kandungan, kelenjar tiroid,
dan beberapa kelenjar lainnya. Mentstruasi
tersebut biasanya terjadi pada wanita
setiap 28 hari sekali atau disebut juga
siklus menstruasi, dengan masa menstruasi
sekitar 7 hari. Namun, siklus menstruasi
ini dapat bervariasi pada setiap orang.
Siklus ini dapat memendek atau
memanjang, bergantung pada banyak hal
(Yahya, 2010). Secara berkala, wanita
normal akan mengalami menstruasi secara
teratur. Proses ini berlangsung secara rutin
setiap bulan. Tetapi ada pula perempuan
yang memiliki keluhan lebih mendalam
karena proses menstruasinya sudah
dirasakan bermasalah baik siklus, jumlah
darah, atau nyerinya (Kumalasari dan
andhiyantoro, 2012).
Hal ini sependapat dengan penelitian
penelitian yang dilakukan oleh Adnyani
dengan judul “Hubungan Status Gizi
Dengan Siklus Menstruasi Pada Remaja
Putri Kelas X Di SMA PGRI 4 Denpasar”
dengan hasil siklus menstruasi pada remaja
putri didapatkan 38,9% yang mengalami
menstruasi tidak teratur.
Perbedaan
penelitian terdahulu dan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti terletak pada
lokasi penelitian, variabel yang akan
diteliti, dan waktu penelitian.
Gizi kurang atau terbatas selain akan
mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi
organ tubuh, juga akan menyebabkan
terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini
akan
berdampak
pada
gangguan
menstruasi, tetapi akan membaik jika
asupan nutrisinya baik (Banudi, 2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Eka Janita Sari di Akademi
Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun
2013, dengan hasil IMT kurus mayoritas
mengalami oligomenore sebanyak 55,56%.
Sehingga pada remaja wanita perlu
mempertahankan status gizi yang baik
dengan cara mengkonsumsi makanan
seimbang karena sangat dibutuhkan pada
saat menstruasi, terbukti pada saat
menstruasi tersebut, terutama pada fase
luteal, akan terjadi peningkatan kebutuhan
nutrisi. Apabila hal ini diabaikan,
dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan
yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan
selama siklus menstruasi (Banudi, 2013).
Kelainan menstruasi menurut siklusnya
dibagi menjadi eumenorea (25-31 hari),
polimenorea (<35 hari), oligomenorea
(>35 hari), amenorea (tanpa haid lebih dari
3 bulan), menstruasi ireguler (Manuaba,
2010).
Oligomenorea merupakan kelainan
siklus menstruasi yang siklusnya lebih
panjang yaitu lebih dari 35 hari dan
perdarahanya biasanya sedikit. Kelainan
ini biasanya terjadi karena adanya kelainan
hormonal, gangguan gizi, dan gangguan
kejiwaan seperti stress (Yahya, 2010).
Hal ini sependapat dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rakhmawati dan
Dieny, dengan judul “
Hubungan
Obesitas Dengan Kejadian Gangguan
Siklus Menstruasi Pada Wanita Dewasa
Muda” dengan hasil berdasarkan jenis
gangguan
siklus
menstruasinya,
oligomenore merupakan jenis gangguan
siklus menstruasi yang paling banyak
ditemukan pada kelompok subjek yang
mengalami obesitas (30,8%), sedangkan
polimenore merupakan jenis gangguan
siklus menstruasi yang paling banyak
ditemukan pada subjek yang yang
mengalami stress (23,1%) (Journal of
Nutrition Collage, 2013).
Jika dilihat dari penelitian yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti
oleh Eka Janita Sari di Akademi
Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun
2013,
mayoritas
yang
mengalami
oligomenore terdapat pada responden yang
memiliki IMT kurus sebanyak 55,56%.
Sedangkan penelitian lain yang dilakukan
oleh Rakhmawati dan Dieny, dengan judul
“ Hubungan Obesitas Dengan Kejadian
Gangguan Siklus Menstruasi Pada Wanita
Dewasa Muda” dengan hasil oligomenore
merupakan
jenis
gangguan
siklus
menstruasi yang paling banyak ditemukan
pada kelompok subjek yang mengalami
obesitas sebanyak 30,8%. Dari penelitian
yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa oligomenore terjadi bukan hanya
pada responden yang memiliki IMT kurus
saja melainkan pada responden yang
memiliki IMT lebih.
Hal ini diperkuat oleh teori yang
mengatakan bahwa, gizi kurang selain
akan mempengaruhi pertumbuhan organ
tubuh,
juga
akan
menyebabkan
terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini
akan
berdampak
pada
gangguan
menstruasi (Banudi, 2013). Pola makan
yang kurang baik pada akhirnya dapat
menggangu produksi hormone estrogen,
progesteron dan menurunkan produksi
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
sehingga menghambat terjadinya ovulasi
atau menstruasi hal ini dapat berdampak
pada siklus haid memanjang (Andriyani,
2012). Pada wanita yang mengalami
obesitas juga ditemukan gangguan siklus
menstruasi. Hal ini dikaitkan dengan
jumlah jaringan lemak tubuh. Jaringan
lemak tubuh tidak hanya sebagai tempat
penyimpanan lemak tetapi juga sebagai
kelenjar endokrin penghasil hormon dan
sel target untuk berbagai hormon salah
satunya yaitu hormon reproduksi tubuh
(Dieny, 2014).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di SMK Perintis 29
Ungaran pada bulan Januari 2015 dari 20
siswi, siswi yang memilki status gizi
kurang sebanyak 70% (14 orang), siswi
yang memiliki status gizi normal sebanyak
25% (5 orang) dan siswi yang memiliki
gizi lebih sebanyak 5% ( 1 orang).
Sementara siswi yang mengalami status
gizi kurang mengalami oligomenore
sebanyak 43% (6 orang), status gizi
normal yang mengalami oligomenore
sebanyak 20% (1 orang). Sedangkan siswi
yang memiliki status gizi kurang yang
tidak mengalami oligomenore 57% (8
orang), serta status gizi normal tidak
mengalami oligomenore 80% (4 orang).
Dari latar belakang diatas penulis
tertarik mengambil judul “Hubungan
Status Gizi Dengan Oligomenore pada
siswi di SMK Perintis 29 Ungaran Tahun
2015”.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMK
Perintis 29 Ungaran pada tanggal 13-14
Februari 2015. Besar sampel dalam
penelitian ini sejumlah 101 responden
yang terdiri dari kelas X dan kelas XI. Dan
teknik
pengambilan
sampel
yang
digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
descriptive corelational dan Desain
Analisa data dengan menggunakan
penelitian
yang
digunakan
dalam
komputer. Analisa univariat dengan
penelitian ini adalah cross sectional.
menggunakan distribusi frekuensi. Analisa
Status gizi didefinisikan sebagai
bivariat dengan menggunakan uji chi
Keadaan dimana terpenuhinya kebutuhan
square.
zat gizi. Hasil pengukuran status gizi pada
siswi yang dinilai melalui pengukuran
HASIL PENELITIAN
antropometri dari berat (kg) badan dibagi
Analisa Univariat
tinggi badan (m). Kriteria IMT antara lain
1. Gambaran status gizi pada siswi di
Kurus (IMT ≤18,5), Normal (>18,5-25,0),
SMK Perintis 29 Ungaran.
Gemuk ( ≥ 25,0).Sedangkan kejadian
Berdasarkan tabel 4.2 dapat
oligomenore
didefinisikan
siklus
diketahui bahwa siswi di SMK Perintis
menstruasi yang dialami oleh responden
29 Ungaran yang memiliki berat badan
lebih dari 35 hari. Dengan kriteria
kurus yaitu sejumlah 41 orang (40,6%),
Oligomenore: siklus menstruasi lebih dari
lebih besar dibandingkan siswi yang
35 hari Tidak oligomenore: siklus
memiliki berat badan normal yaitu
menstruasi 22-35 hari.
sejumlah 36 orang (35,6%).
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan gambaran status gizi pada siswi di SMK
Perintis 29 Ungaran
Variabel
Status Gizi
f
%
40,6
35,6
23,8
100
Total
oligomenore di SMK Perintis 29
2. Gambaran kejadian oligomenore
Ungaran yaitu sebanyak 33 orang
pada siswi di SMK Perintis 29
(32,7%), lebih besar dibandingkan siswi
Ungaran.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui
yang tidak mengalami oligomenore
bahwa
siswi
yang
mengalami
sebanyak 68 orang (67,8%).
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kejadian oligomenore pada siswi di SMK Perintis 29
Ungaran tahun 2015
41
36
24
101
Kurus
Normal
Gemuk
Variabel
Oligomenore
Tidak Oligomenore
Total
Analisa Bivariat
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui
bahwa siswi yang memiliki status gizi
normal mengalami yang tidak oligomenore
sejumlah 32 orang (88.9%) lebih besar dari
siswi yang mengalami status gizi gemuk
Kejadian Oligomenore
f
%
32,7
33
67,3
68
100
101
dan tidak mengalami oligomenore
sejumlah 21 orang (51.2%). Sedangkan
siswi yang mengalami oligomenore yang
memiliki status gizi kurus sejumlah 20
orang (48.8%) lebih besar dibandingkan
siswi yang mengalami oligomenore yang
memiliki status gizi gemuk sejumlah
(37.5%).
Berdasarkan
uji
Chi
Square,
didapatkan nilai p value 0,002. Karena p
value 0,002 < α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan status
gizi dengan kejadian oligomenore pada
siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun
2015.
Tabel 4.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Oligomenore Pada Siswi di SMK Perintis
29 Ungaran
Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Kejadian Oligomenore
Tidak
Oligomenore
Oligomenore
f
%
f
%
20
48.8
21
51.2
4
11.1
32
88.9
9
37.5
15
62.5
33
32.7
68
67.3
PEMBAHASAN
Analisa Univariat
1. Gambaran status gizi pada siswi di
SMK Perintis 29 Ungaran
Dari hasil penelitian, dapat diketahui
bahwa dari 101 siswi SMK Perintis 29
Ungaran Tahun 2015 yang mengalami
status gizi Kurus sebanyak 41 orang
(40,6%). Siswi yang mengalami status
gizi normal sebanyak 36 orang (35,6%).
Sedangkan siswi yang mengalami status
gizi gemuk sebanyak 24 (23,8%).
Status gizi merupakan keadaan
kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan
oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi),
dan penggunaan zat gizi makanan
didalam tubuh. Status gizi merupakan
faktor penting untuk menilai seseorang
dalam keadaan sehat atau tidak
menderita penyakit akibat gangguan
gizi baik secara mental maupun fisik.
Ketidakseimbangan dalam penyediaan
pangan menyebabkan masalah dalam
pemenuhan gizi, yakni masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih (Dieny,
2014).
Total
p-value
f
%
41
100
36
100
,002
24
100
101
100
Remaja putri pada umumnya
membatasi makananya. Kondisi ini
terjadi karena mereka ingin terlihat
ramping (Banudi, 2012). Namun
seringkali cara yang dilakukan remaja
tidak tepat, misalnya dengan melakukan
pembatasan makanan atau diet,
konsumsi obat pelangsing, mengadopsi
obat pelangsing, dan memutahkan
kembali makanan (Dieny, 2014).
Adapun hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mulastin pada tahun
2011 menyebutkan bahwa status gizi
remaja putri kelas X di SMA Islam AlHikmah Jepara mayoritas mengalami
status gizi kurus sejumlah 61 orang
(45,5%). Penelitian lain yang dilakukan
oleh Adnyani, status gizi pada remaja di
SMA PGRI Denpasar sebagian besar
mengalami status gizi kurus sejumlah
40,3%.
Status
gizi
berperan
dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi
organ reproduksi. Pada wanita dengan
usia subur diperlukan status gizi yang
baik dengan cara mengkonsumsi
makanan seimbang karena sangat
dibutuhkan pada saat menstruasi
terutama pada fase luteal. Pada fase ini
terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi.
Selama ini telah diketahui bahwa
wanita dengan status gizi kurang
memiliki resiko terjadinya gangguan
siklus
menstruasi.
Akan
tetapi,
gangguan siklus menstruasi juga
ditemukan
pada
wanita
yang
mengalami obesitas (Dieny, 2014).
Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi status gizi pada remaja,
antara lain: aktifitas fisik, faktor
individu, faktor keluarga, lingkungan
teman sebaya, dan media massa.
2. Gambaran kejadian oligomenore
pada siwi di SMK Perintis 29
Ungaran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
diketahui bahwa dari 101 responden
siswi SMK Perintis 29 Ungaran Tahun
2015
yang
tidak
mengalami
oligomenore sebanyak 68 orang (67,8).
Sedangkan
yang
mengalami
oligomenore sebanyak 33 orang
(32,7%).
Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Eka Janita Sari
yang dilakukan di Akademi Kebidanan
Griya Husada Surabaya tahun 2013
dimana didapatkan hasil siswi yang
mengalami status gizi kurus mayoritas
mengalami
oligomenore
sejumlah
55,56%. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Asniya dengan judul hubungan
anatara kejadian gangguan siklus
menstruasi dengan obesitas pada wanita
dewasa
muda
didapatkan
hasil
gangguan
siklus
menstruasi
oligomenore paling banyak ditemukan
pada wanita yang mengalami obesitas
sebanyak 30, 78%.
Oligomenore merupakan kelainan
pada
siklus
menstruasi,
yang
menyebabkan siklus mentruasi lebih
panjang yakni lebih dari 35 hari
(Yahya, 2010). Penyebab oligomenorea
adalah gangguan ketidakseimbangan
hormon pada aksis hipotalamushipofisis-ovarium. Gangguan tersebut
menyebabkan lamanya siklus haid
normal menjadi memanjang, sehingga
haid lebih jarang terjadi. Oligomenorea
sering terjadi pada 3-5 tahun pertama
setelah haid pertama atau pun beberapa
tahun kemudian menjelang menopause.
Oligomenorea yang terjadi pada masa
masa itu merupakan variasi normal
yang terjadi karena kurang baiknya
koordinasi hipotalamus, hipofisis dan
ovarium pada awal terjadinya haid
pertama dan menjelang menopause,
sehingga
timbul
gangguan
ketidakseimbangan hormone dalam
tubuh.
Oligomenore dapat terjadi akibat
dari perpanjangan stadium follikuler,
perpanjangan stadium luteal, kedua
stadium tersebut menjadi panjang.
Penyebab yang sering terjadi pada
remaja ialah anovulasi, adapun faktor
lain
yang
dapat
menyebabkan
oligomenore yaitu ansietas (kecemasan
yang berlebihan) dan stres, penyakit
kronis, obat-obatan tertentu, bahaya di
tempat kerja dan lingkungan, status
penyakit, nutrisi yang buruk, olahraga
berat, penurunan berat badan yang
signifikan, dan adanya gangguan fungsi
tiroid atau adrenalin (Manuaba, 2009).
Analisa Bivariat
Untuk mengetahui hubungan status
gizi
dengan kejadian oligomenore
digunakan uji chi square. Berdasarkan uji
chi square didapatkan nilai p value 0,002.
Hal ini menunjukan p value 0,002 < α
(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan status gizi dengan kejadian
oligomenore pada siswi di SMK Pertis 29
Ungaran Tahun 2015.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil
terdapat
siswi
yang
mengalami
oligomenore yang memiliki status gizi
kurus dan mengalami oligomenore
sejumlah 20 orang (48.8%). Gizi kurang
selain akan mempengaruhi pertumbuhan
organ tubuh, juga akan menyebabkan
terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini
akan
berdampak
pada
gangguan
menstruasi (Banudi, 2013).
Pada wanita yang kekurangan gizi
kadar
hormon
steroid
mengalami
perubahan.
Semua
hormon
seks
merupakan steroid, yang diubah dari
molekul prekursor melalui kolesterol
sampai bentuk akhirnya. Kolesterol
sebagai pembakal (prekursor) steroid
disimpan dalam jumlah yang banyak di
sel-sel theka. Pematangan folikel yang
mengakibatkan meningkatnya biosintesa
steroid dalam folikel diatur oleh hormon
gonadotropin. Progesteron adalah suatu
steroid aktif dan juga berfungsi sebagai
prekursor untuk tahap-tahap selanjutnya.
Testosteron berasal dari progesterone,
estrogen terbentuk dari perubahan struktur
molekul testosteron. Baik laki-laki maupun
perempuan memiliki androgen dalam
darah mereka dalam jumlah yang
bermakna. Adrenal mengeluarkan hormonhormon yang mampu berubah menjadi
androgen dan hormon ovarium. Di bawah
rangsangan LH, steroid yang oleh jaringan
perifer diubah menjadi senyawa aktif
secara androgenis. Peningkatan kadar
testosteron serum dan penurunan ekskresi
17-keto-steroid dalam urine, diantaranya
androsteron dan epiandrosteron akan
berdampak pada perubahan siklus ovulasi
dan terganggunya siklus menstruasi
(Paath, 2005).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di
SMK Perintis 29 Ungaran terdapat siswi
yang mempunyai status gizi normal
mengalami oligomenore sejumlah 4 orang
(11.1%). Oligomenorea sering terjadi pada
3-5 tahun pertama setelah haid pertama
atau pun beberapa tahun kemudian
menjelang menopause. Oligomenorea yang
terjadi pada masa masa itu merupakan
variasi normal yang terjadi karena kurang
baiknya koordinasi hipotalamus, hipofisis
dan ovarium pada awal terjadinya haid
pertama dan menjelang menopause,
sehingga
timbul
gangguan
ketidakseimbangan hormone dalam tubuh
(Andriyani 2012).
Selain itu ada faktor lain yang
menyebabkan oligomenore terjadi pada
remaja yakni aktifitas fisik dan stress.
Masa remaja juga seringkali dihadapkan
pada aktivitas fisik yang tinggi terutama
berolahraga di sekolah, olahraga yang
berlebihan dapat mengakibatkan nutrisi
habis digunakan untuk aktifitas olahraga
sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk menunjang aktifitas hormon
terganggu yang dapat mengakibatkan
terjadinya oligomenorea (Banudi, 2013).
Stress merupakan faktor terjadinya siklus
mentruasi yang tidak teratur seperti
oligomenore. Kondisi pikiran yang tidak
stabil dapat menyebabkan kelenjar adrenal
mengeluarkan kortisol. Hal ini berefek
pada
estrogen,
progesteron
dan
menurunkan produksi Gonadotropinreleasing hormone (GnRH) sehingga
menghambat terjadinya ovulasi atau
menstruasi.
Sedangkan dari hasil penelitian
terdapat siswi yang mempunyai status gizi
gemuk mengalami oligomenore sejumlah 9
orang (37.5%). Pada wanita yang
mengalami obesitas dapat ditemukan
gangguan siklus menstruasi. Hal ini
dikaitkan dengan jumlah jaringan lemak
tubuh. Jaringan lemak tubuh tidak hanya
sebagai tempat penyimpanan lemak tetapi
juga sebagai kelenjar endokrin penghasil
hormon dan sel target untuk berbagai
hormon salah satunya yaitu hormon
reproduksi tubuh (Dieny, 2014).
Penelitian ini didukung oleh Eni
Purwanti (2003) dalam Hupitoyo (2011)
dan juga penelitian yang dilakukan oleh
Dahliansyah (2003) dalam Hupitoyo.
(2011), disebutkan bahwa ada hubungan
antara lemak tubuh dengan siklus
menstruasi. Salah satu hormon yang
berperan dalam proses menstruasi adalah
estrogen. Estrogen ini disintesis di
ovarium, di adrenal, plasenta, testis,
jaringan lemak dan susunan saraf pusat.
Menurut
analisis
penyebab
lebih
panjangnya siklus mentruasi diakibatkan
jumlah estrogen yang meningkat dalam
darah akibat meningkatnya jumlah lemak
tubuh. Kadar estrogen yang tinggi akan
memberikan feed back negatif terhadap
sekresi GnRh.
Meningkatnya jumlah estrogen yang
ada dalam darah disebabkan karena
produksi estrogen pada sel-sel teka. Sel
teka menghasilkan androgen dan merespon
luteinizing
hormone
(LH)
dengan
meningkatkan jumlah reseptor LDL (lowdensity lipoprotein) yang berperan dalam
pemasukan kolesterol ke dalam sel. LH
juga menstimulasi aktivitas protein khusus
(P450scc),
yang
menyebabkan
peningkatan produksi androgen. Ketika
androgen berdifusi ke sel granulosa dan
jaringan lemak, makin banyak pula
estrogen yang terbentuk. Pada wanita yang
gemuk tidak hanya kelebihan androgen
tetapi juga kelebihan estrogen akibatnya
akan sering terjadi gangguan fungsi
ovarium dan kelainan siklus menstruasi
(Hupitoyo, 2011).
KETERBATASAN PENELITIAN
Keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti
tidak dapat mengontrol secara langsung
peran hormonal, stress, dan aktivitas fisik
dalam
menyebabkan
kejadian
oligomenore.
KESIMPULAN
Berdasarkan uji chi square didapatkan
nilai p value 0,002. Hal ini menunjukan p
value 0,002 < α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan status
gizi dengan kejadian oligomenore pada
siswi di SMK Pertis 29 Ungaran Tahun
2015.
SARAN
1. Bagi Remaja
Remaja putri diharapkan tetap menjaga
status gizi dalam keadaan normal.
Karena gangguan siklus menstruasi
oligomenore paling banyak terdapat
bada Indeks Masa Tubuh kategori kurus
dan gemuk.
2. Bagi Profesi Bidan
Bidan berpartisipasi aktif dalam
memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi khususnya tentang status
gizi terhadap kesehatan reproduksi
melalui kegiatan penyuluhan yang
diberikan sejak dini pada remaja karena
dengan buruknya status gizi seseorang
maka kesehatan reproduksi dapat
terganggu secara menyeluruh.
3. Bagi Peneliti dan Peneliti Lain
Dapat mengembangkan wawasan dan
pengalaman
dalam
melatih
kemampuan
untuk
melakukan
penelitian terutama yang berhubungan
dengan status gizi dan oligomenore.
Penelitian ini bisa dilanjutkan untuk
mengetahui hubungan tingkat stress dan
aktifitas
fisik
dengan
kejadian
oligomenore.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani. (2011). Hubungan Status Gizi
Dengan Siklus Menstruasi Pada
Remaja Putri Kelas X di SMA PGRI 4
Denpasar. Bali: Universitas Udayana
Andriyani, Avie. (2012). Panduan
Kesehatan Muslimah. Surakarta: EBook
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Arisman. (2010). Gizi Dalam Daur
Kehidupan. Jakarta: EGC
Banudi, La. (2013). Gizi Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: EGC
Dieny, Fillah. F. (2014). Permasalahan
Gizi Pada Remaja Putri. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Hupitoyo. 2011. Obesitas dan Fertilitas,
(online)
(http://www.poltekkesmalang.ac.id/artikel-145-obesitas-danfertilitas.html, diakses: 22 April 2012)
Kumalasari, Intan, dan Andhyanto, Iwan.
(2012). Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: Salemba Medika
Manuaba, IBG. (2009). Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Manuaba, Sri. K. D. S. et al. (2010). Buku
Ajar Ginekologi. Jakarta: EGC
Mulastin. (2011). Hubungan Status Gizi
Dengan Kejadian Dismenorea Remaja
Putri di SMA Islam Al-Hikmah
Jepara.
jurnal.akbidalhikmah.ac.id/index.php/
jkb/article. Diakses pada Juli 2011
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010).
Metodologi Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta
Rakhmawati, Asniya, dan Dieny, F. D.
(2013). Hubungan Obesitas Dengan
Kejadian Gangguan Siklus Menstruasi
Pada
Wanita
Dewasa
Muda.
Semarang: Journal of Nutrition
College
Riskedas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2013. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sari, Eka. J. (2014). Gambaran Gangguan
(Dysmenore, Amenore, Oligomenore)
Pada Mhasiswi Tingkat I AKBID
Griya Husada Surabaya 2013.
Surabaya: Jurnal Griya Husada
Sediaoetama, A. D. (2012). Ilmu Gizi.
Jakarta: Dian Rakyat
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeda.
Supariasa, I. D, et, al. (2012). Penilaian
Status Gizi. Jakarta : EGC
Paath, E.F. (2005). Gizi dalam Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: Buku Kedokteran
ECG
Proverawati, Atikah, dan Asfuah, Siti.
(2009). Buku Ajar Gizi Untuk
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Yahya, Najibah. (2010). Kesehatan
Reproduksi Pranikah. Jakarta: Tiga
Kelana
Download