35 istilah tersebut karena perseroan merupakan badan hukum yang

advertisement
35
istilah tersebut karena perseroan merupakan badan hukum yang diatur dalam UU
PT.
Ketika perseroan tidak melakukan TJSL sesuai dengan ketentuan UU PT
dan UU TJSL sudah selayaknya diberikan sanksi.Akan tetapi dalam peraturan ini
belum dijelaskan secara jelas mengenai sanksi terkait perseroan yang tidak
melaksanakan TJSL. Sehinggga harus mempertimbangkan perundang-undangan
yang terkait dengan TJSL. Sehingga analisis terkait pengaturan TJSL dalam UU
PT, UU TJSL, UU PM dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sumber daya alam untuk mencapai kepastian hukum dalam penegakannya dan
dapat mencegah kerusakan lingkungan dan sekitarnya.
3.2 Ketentuan Yang mengatur Sanksi Kepada Perusahaan Yang Tidak
Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pengaturan sanksi yang diberikan kepada peraturan yang terkait, ternyata
masih ada peraturan yang belum mengatur
tentang sanksi, yang tidak
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam peraturan tersebut.
Kepastian hukum terkait pemberian sanksi terkait tidak dilaksanakan TJSL oleh
perusahaan, sangatlah penting sehingga perlunya bentuk sanksi yang tepat untuk
mengaturnya.
Selanjutnya, akibat
tidak diatur secara jelas tentang sanksi hukum
perusahaan yang tidak melaksankan tanggung jawab sosial perusahaan , maka
sebagai dasar hukum dalam pemberian sanksi terhadap tidak dilaksanakannya
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah sebagai berikut :
36
1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Pasar Modal
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Pelindungan dan
Pengelolaan lingkungan Hidup
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
Hidup
Secara
konseptual,
CSR
merupakan
sebuah
pendekatan
dimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian operasi bisnis mereka dan juga interaksi
mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder)
berdasarkan prinsip
kemitraan dan sukarela. Sehingga ketika perusahaan tidak melaksanakan CSR tidak
akan mendapat sanksi hukum melainkan hanya sanksi moral saja
yang diberikan
kepada perusahaan.
Konsep
yang
dilakukan
pelaku
usaha
lain
di
Indonesia,
menjadi
permasalahan yang sangat besar ketika Pemerintah mengimplementasikan CSR
menjadi TJSL sesuai dengan regulasi di indonesia. Pembentukan undang-undang
yang melibatkan regulasi terkait TJSL dalam UU PT dan juga PP TJSL tidak lagi
menggunakan CSR melainkan TJSL ini disesuaikan dengan bisnis yang berlaku
dinegara indonesia. Sehingga hal ini membuat perdebatan para pelaku usaha di
indonesia dengan Pemerintah, karena memberlakukan CSR menjadi TJSL yang
artinya bukan lagi hanya sekedar sumbangan sukarela (voluntary) dalam
melaksanakan CSR, melainkan suatu kewajiban setiap perusahaan.
37
Penerapan TJSL merupakan tanggung jawab dengan dasar hukum yang
tercantum dalam UU PT yaitu pasal 74 dan diperjelas di dalam PP TJSL .Sehingga
penerapan TJSL merupakan kebijakan hukum dalam pembentukan perundangperundangan yang mengatur dan menerapkan TJSL yang disertai sanksi hukum.
Sehingga pengaturan TJSL merupakan suatu kewajiban hukum di indonesia yang
lebih memilki kepastian hukum daripada CSR yang hanya bersifat sukarela. 32
Karena selama ini masyarakat mengalami kerugian dan perusakan lingkungan oleh
perusahaan terutama dalam pengelolaan sumber daya alam,
tanpa ada upaya
hukum yang mengatur pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang berada
dilingkungan masyarakat.
3.2.1 Bentuk Sanksi Terkait Tidak Dilaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan oleh Perseroan Terbatas
Secara teoritis
pemerintah seharusnya menciptakan prakondisi yang
memadai agar perusahaan dapat beroperasi dengan kepastian hukum yang benar.
sehingga dalam hal ini, berbagi regulasi yang ada tidak hanya memberi batasan
kinerja minimal bagi perseroan, melainkan juga harus memberikan perlindungan
kepada perseroan yang telah melakukan TJSL. Sehingga dalam hal ini, ketika
regulasi yang dibuat oleh pemerintah itu telah melindungi kepentingan perseroan,
maka dengan itu pemerintah juga harus memberikan kewajiban kepada perseroan
untuk memperhatikan keadaan sosial dan lingkungan yang ada disekitar
32
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 53/PUU-VI/2008 tentang judicial
review pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hal 93.
38
perseroan.Sehingga perseroan yang tidak melaksanakan kewajibannya maka sudah
seharusnya dikenakan sanksi.
Pengaturan sanksi tidak dilaksanakannya TJSL oleh perseroan khususnya
yang bergerak dibidang sumber daya alam di indonesia tidak diatur secara lengkap
dan jelas. Dalam UU PT dan juga
PP TJSL yang mengatur tentang sistem
pelaksanaan TJSL di indonesia masih melimpahkan ketentuan sanksi berdasarkan
dengan
peraturan
perundang-undangan.
Karena
perusahaan
yang
tidak
melaksanakan CSR yang tidak mengelola sumber daya alam hanya dikenai sanksi
administratif, sehingga tidak ada alasan pemberat untuk memberikan sanksi pidana
atau juga perdata.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan sumber daya alam dan juga etika dalam kegiatan
usaha.Ternyata masih ada peraturan yang lain yang mengatur sanksi tidak
dilaksanakannya TJSL yang telah memberikan efek jera kepada perusahaan yang
bergerak dibidang sumber daya alam seperti yang telah terjadi pada perusahaan.
Pengertian sanksi adalah suatu tanggungan (hukuman, tindakan) untuk
memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang
(anggran
dasar,
perkumpulan).
Dalam
kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
membedakan sanksi itu menjadi dua, yaitu imbalan negatif dan juga imbalan
positif.Selanjutnya sanksi dalam imbalan positif dapat diberikan kepada perseroan
yang
bergerak
dibidang
sumber
daya
alam
yang
telah
melaksanakan
TJSL.Sedangkan imbalan negatif berupa pembebasan atau penderitaan yang
39
ditentukan dalam hukum, sedangkan imbalan positif berupa hadiah atau anugrah
yang ditemukan dalam hukum.
Dalam imbalan postif tersebut berupa penghargaan yang diwujudkan dengan
pemberian intensif pajak.Sehingga dengan adanya intensif pajak bagi perseroan
yang telah melakukan TJSL maka dapat memotivasi perseroan untuk melakukan
TJSL dengan mengurangi pajak yang dibebankan kepada perseroan.Selain itu,
imbalan negatif yaitu berupa pembebasan dan penderitaan hukum yang telah
dtentukan oleh hukum.Penentuan sanksi yang tepat terkait tidak dilaksnakannya
TJSL oleh perusahaan terutama yang bergerak dibidang sumber daya alam harus
memperhatikan jenis-jenis pertanggungjawaban hukum yang diterapkan diindonesia
agar memperoleh sanksi yang tepat.
Pertanggungjawaban hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang
Nomor 40 tahun 2007 Tentang tanggung sosial dan lingkungan
pasal 74 UU PT
yang
secara
baru,
diundang-undang
tersebut
tidak
tercantum
spesifik
pertanggungjawaban hukum yang seperti apa yang akan dibebankan kepada
perusahaan. Namun demikian, dalam undang-undang itu pula dijelaskan bahwa
perusahaan dapat dipertanggungjawbakan secara hukum melalui peraturan
perundang-undangan terkait, seperti : undang-undang pasar modal , Undangundang Pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, undang-undang Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Seperti halnya, pemberian sanksi pidana,
perdata dan juga administrasi.
40
3.3 Sarana Penerapan Sanksi
Negara hukum merupakan istilah yang meskipun kelihatannya sederhana
namun megandung muatan sejarah pemikiran yang relatif panjang. Negara hukum
adalah negara yang berbentuk dari (2) suku kata yaitu negara dan hukum. Padahal
kata ini menunjukkkan bentuk dan sifat yang saling mengisi antar negara disuatu
pihak dan hukum dipihak lain.
33
Sehinggga dari peraturan tersebut pertanggungjawaban hukum yang tidak
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat digolongkan kedalam 3
sanksi hukum yaitu :
3.3.1 Sanksi Pidana
Moeljadno dalam bukunya tentang azas-azas hukum pidana memberikan
defenisi tindak pidana sebagai berikut :
“ perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana,
barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. 34
Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh M.sudrajat Basir juga
memberikan komentar bahwa wujud atau sifat perbuatan-perbuatan pidana adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan
yang telah merugikan masyarakat. Sehingga perbuatan akan menjadi suatu tindak
pidana apabila perbuatan tersebut:
33
Majda El Muthaj, dimensi-dimensi HAM mengurai HAK ekonomi Sosial dan Budaya, Raja Grafindo
Persada,jakarta,2008, hal 46-47
34
Moeljadno, azas-azas hukum pidana, bina aksara,jakarta,1980, hal 1
41
a. Melawan hukum
b. Merugikan masyarakat
c. Dilarang oleh aturan pidana
d. Pelakunya diancam dengan pidana 35
Pertanggungjawaban pidana dimaksud untuk menentukan seorang terdakwa
dipertangungjawbakan atas suatu tindak pidana terjadi atau tidak.Terkait dengan
pertanggungjawaban pidana dengan TJSL dengan tidak dilaksanakannya TJSL oleh
perseroan, haruslah memenuhi unsur tindak pidana. Dalam hal ini sesuai dengan
pasal 1 KUHP menjelaskan bahwa “ setiap perbuatan pidana mengharuskan adanya
aturan hukum yang mengatur terlebih dahulu. Dalam hukum pidana, tidak mengenal
perseroan melainkan korporasi. Korporasi yang saat ini telah memilik kekuatan
besar dalam produksi mampu dan dapat menghasilkan keuntungan yang sebesarbesarnya.
Sanksi yang tidak dilaksanakannya TJSL pada pasal 74 ayat (3) UU PT dan
juga pasal 7 PP TJSL, dalam pasal 74 ayat (3) UU PT dan pasal 7 PP TJSL yang
menyatakan “ bahwa sanksi diatur
dalam peraturan perundang-undangan”
merupakan suatu rumusan yang tidak pasti atau masih umum
dan tidak diatur
secara tegas peraturan yang ditunjuk dari ketentuan perundang-undangan yang
sudah dijelaskan. Sehingga dalam penerapan hukumnya bisa dilakukan dengan
sewenang-wenang oleh para penegak hukum.36
35
Sudrajad Basir M, Tindak-Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, remadja karya, Bandung, 1986,hal 2
Pasal 74 ayat (3) undang-undang perseroan terbatas tentang tannggung jawab sosial dan
lingkungan tentang peraturan sanksi bagi perseroan
36
42
Selanjutnya, pengaturan sanksi yang diberikan kepada peraturan yang terkait
harus memiliki kesamaan dalam subyek norma, perilaku yang sama dan sanksi
hukum yang sama. Apabila ketiga
faktor tesebut sudah terpenuhi dan ada
kesamaan dengan UU PT dan UU TJSL maka implementasi
sanksi dapat
dilkasanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Istilah TJSL tidak dikenal didalam UUPM tetapi dalam
pengimplementasiannya dikenal sebagai tangunggung jawab sosial Perusahaan.(
selanjutnya disebut TJSP ) Ketentuan TJSP dalam UU PM menjelaskan TJSP
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para penanam modal.
Ketika para penanam modal tidak melaksanakan kewajibannya maka akan dikenai
sanksi, tetapi dalam UU PM mengenai sanksi Pidana tidak diatur secara jelas ketika
tidak melakukan tanggung jawab sosial Perusahaan.
Perusahaan selama ini awal dari perusakan lingkungan, mengelola sumber
daya alam hanya dengan kepentingan sendiri dan mencari keuntungan yang
sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan lingkungan disekitar perusahaan itu
berdiri.Selama ini perusahaan melibatkan masyarakat hanya untuk mencari simpatik
dari masyarakat.Perusahaan hanya memberikan sumbangan, santunan, pemeberian
sembako. Padahal hal ini tidak akan merubah dan mengembalikan kondisi
lingkungan seperti semula sebelum perusahaan itu didirikan. Tanggung jawab
perusahaan memberikan konsep yang sangat berbeda dengan hanya memberikan
sumbangan
kepada
masyarakat
dengan
hanya
sukarela
(voluntary)
demi
masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang bersih. Sebagaimana dalam pasal
68 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan:
43
Berdasarkan pasal 68 undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup menjelaskan bahwa , setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b.menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c.menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.37
Perusahaan sebagai salah satu pelaku dari kegiatan bisnis adalah sebagai
badan hukum.Artinya perusahaan dibentuk berdasarkan undang-undang tertentu,
disahkan dengan aturan hukum atau aturan legal. Karena itu keberadaannya dijamin
dan sah demi hukum. Itu berarti perusahaan bentukan manusia, yang eksistensinya
diatur undang-undang yang sah.
Penerapan jalur Pidana dengan sanksi pidana diterapkan apabila ternyata
perusahaan yang bersangkutan melakukan perbuatan melawan hukum dengan
sengaja karena kealpaannya melakukan pencemaran perusakan lingkungan hidup
dan dengan sengaja melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti halnya membuang zat,energi dan komponen yang lain yang
37
berbahaya
Pasal 68 undang-undang perlindungan dan pengeloalaan , tentang kewajiban dari perseroan
terbatas.
44
sehingga menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum dan nyawa orang lain.
Berdasarkan ketentuan pasal 74 ayat (3) yang menjelaskan bahwa “
perseroan yang yang tidak melaksanakan kewajban dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Sehingga dengan adanya ketentuan pasal 74 ayat
(3) ini perusahaan khususnya yang bergerak di bidang dan atau berkaitan dengan
sumber daya alam harus melaksanakan tangggung jawab sosialnya kepada
masyarakat. Sehingga mengenai pelangggaran CSR pun mengacu kepada undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan Hidup ( UUPLH )
yaitu pada pasal 41 ayat (1) yang menyatakan “ barang siapa yang melawan hukum
dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan Hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.dan selanjutnya, pasal 42 ayat (1)
menyatakan “ barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang
melakukan pencemaran da/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan
pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.
Hal ini di ketahui, karena perusahaan yang mengelola sumber daya alam akan
kemungkinan besar merusak lingkungan. Hal ini menjadi alasan sebagai dasar
hukum
untuk
memberi
sanksi
pidana
terhadap
perusahaan
yang
tidak
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengeloaan lingkungan hidup yang tertulis dalam pasal 116 ayat (1) dan (2) dan
45
pasal 117 dan pasal 118 menyebutkan : “ apabila tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi
pidana dijatuhkan kepada :
a. Badan usaha, dan atau
b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau
orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Dan ayat (2) menjelaskan apabila dtindak pidana lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan oleh orang,yang berdasarkan hubungan kerja atau
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha,
sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak
pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara
sendiri atau bersama-sama. Selanjutnya pada pasal 117 juga menjelaskan jika
tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana dan
denda diperberat dengan sepertiga, dan pasal 118 menjelaskan bahwa terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi
pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili didalam dan diluar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
38
Selanjutnya juga dijelaskan masalah saksi pidana yang didapatkan oleh
perusahaan yang tidak melakukan TJSL seperti halnya perseroan
38
yang sudah
Pasal 117,116,118 , undang-undang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup tentang sanksi
pidana dan yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan perseroan
46
merusak lingkungan masyarakat dan juga tidak melaksanakan TJSL sesuai dengan
ketentuan UUPT dan PP TJSL. Pada pasal 114 undang-undang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan Hidup menjelaskan bahwa” setiap
penanggung jawab
usaha dan/ atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyak Rp
1000.000.000,00 ( satu miliiar rupiah ).
39
Dari penjelasan diatas pemidanaan perusahaan dengan alasan pemberat
dengan dasar perusakan lingkungan sangat jelas siapa dan sanksi apa yang di
dapat oleh perseroan terutama yang mengelola sumber daya alam yang sampai
merusak lingkungan masyarakat dan mengalami kerugian. Sehingga perseroan
dapat dikenakan sanksi yang telah dijelaskan sebelumnya dan siapa penanggung
jawab perusahaan
yang akan bertanggung jawab atas kejadian perusakan
lingkungan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 116 ayat (1) a. Maka dari itu
perseroan dapat dikenakan sanksi pidana dengan dasar hukum pasal 116,117 dan
118 siapa dan apa sanksi yang didapat oleh perseroan terhadap tidak
dialksanakannya TJSL. Kegiatan penegak hukum pidana terhadap suatu tindak
Pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila : aparat yang berwenang telah
menjatuhkan
sanksi
administrasi
dan
telah
menindak
pelanggar
dengan
menjatuhkan suatu sanksi administrasi tersebut. Namun ternyata tidak mampu
menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau antara perusahaan yang melakukan
pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi
pelanggaran.
39
Pasal 114 tentang sanksi pidana dan denda yang di terima oleh perseroan
47
3.3.2 Sanksi Perdata
Dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah diatur berbagai penyelesaian sengketa
lingkungan Hidup. Sengketa lingkungan hidup yang dilakukan antar pihak dapat
diselesaikan melalui dua jalur yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Sebagaimana diatur dalam pasal 74 ayat
( 3) bahwa dalam penerapan sanksi diatur dalam perundang-undangan, karena
dalam undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang
mengacu kepada pasal 74.
Sebagaimana diatur dalam pasal 84 ayat (3) undang-undang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup mengatakan “ gugatan pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesain sengketa diluar pengadilan yang dipilih
diinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa 40.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
pada dasarnya tidak
berlaku
untuk tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 pasal 85 ayat (1) undang-undang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mengatakan “ penyelesaian
sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan
mengenai :
a. Bentuk dan besarnya ganti rugi
40
Pasal 84 ayat (1) undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tentang
penyelesaian sengketa lingkungan hidup
48
b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan
c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan dan/atau
d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak nnegatif terhadap lingkungan
hidup41
Penyelesaian sengketa
lingkungan hidup ini melalui perundingan antara
pihak yang berkepentingan yaitu yang merugikan dan yang dirugikan. Dalam hal ini
lebih dikenal dengan istilah negosiasi yaitu para pihak dapat berunding secara
langsung tanpa dibantu pihak ketiga
Selain negoisasi adalah mediasi, dimana dalam hal penyelesaian sengketa
melibatkan orang ketiga yaitu mediator, baik yang memiliki kewenangan mengambil
keputusan maupun yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2008 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 85 ayat ( 3) bahhwa “ dalam
penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator atau arbiter dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Dari penjelasan diatas, bahwa dalam ketentuan pasal 85 ayat (1) mengenai
ganti rugi, Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud Kerugian
adalah kondisi di mana sesorang tidak mendapatkan keuntungan dari apa yang
telah mereka keluarkan (modal). Kerugian dalam hukum dapat dipisahkan menjadi
dua (2) bagian yaitu :
41
Pasal 85 ayat (1) undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tentang ganti
rugi atas perusakan lingkungan hidup
49
1. Kerugian materil yaitu kerugian yang nyata-nyata diderita oleh pemohon
2. Kerugian immateril yaitu kerugian atas mamnfaat yang kemungkinan akan
diterima olleh pemohon dikemudian hari atau kerugian dari kehilangan
keuntungan yang mungkin diterima oleh pemohon dikemudian hari.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dalam hal seseorang
melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum maka dia berkewajiban membayar
ganti rugi akan perbuatannya tersebut. Pedoman selanjutnya mengenai ganti
kerugian dalam PMH kita bisa dalam Pasal 1372 ayat (2) KUHPerdata yang isinya:
“Dalam menilai suatu dan lain, Hakim harus memperhatikan berat ringannya
penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak,
dan pada keadaan.
Kemudian, dalam buku yang sama Prof. Rosa Agustina juga menerangkan
bahwa kerugian dalam Perbuatan Melawan Hukum menurut KUHPerdata,
Pemohon dapat meminta kepada si pelaku untuk mengganti kerugian yang nyata
telah dideritanya (Materil) maupun keuntungan yang akan diperoleh di kemudian hari
(Immateril).42 Dalam menetukan kerugian immateril ini akan ditentukan oleh hakim..
Karena dalam hal ini sangat sulit menentukan kerugian immateril seperti dalam
penetapan kerugian materil
yang nyata dan bisa dihitung berapa yang harus
dikeluarkan piihak yang merugikan salah satu pihak. Karena kerugian materil masih
akan terjadi dikemudian hari yang kita tahu kapan akan terjjadi, tepai sudah ahrus
dianggarkan para pihak yang bersangkutan. Namun guna memberikan suatu
pedoman dalam pemenuhan gugatan Immateril maka Mahkamah Agung dalam
42
Prof. Agustina.Rosa. perbuatan melawan hukum. eratama
50
Putusan perkara Peninjauan Kembali No. 650/PK/Pdt/1994 menerbikan pedoman
yang isinya “Berdasarkan Pasal 1370, 1371, 1372 KUHPerdata ganti kerugian
immateril
hanya
dapat
diberikan
dalam
hal-hal
tertentu
saja
seperti
perkara Kematian, luka berat dan penghinaan”.
3.3.3 Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat dijatuhkan oleh
pejabat pemerintah tanpa melalui pengadilan terhadap seserorang atau kegiatan
usaha yang melanggar ketentuan hukum yang tidak melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan.
Contoh dari pelanggaran hukum yang tidak melakukan tanggung jawab
sosial dan lingkungan adalah menjalankan kegiatan usahanya tanpa izin usaha yang
diperlukan, kegiatan usaha misalkan industri.
Pertanggungjawaban
administrasi
merupakan
salah
satu
bentuk
pertanggungjawaban hukum. selain pertanggungjawaban pidana dan perdata.
Karena hukum administrasi merupakan instrumen yuridis yang memungkinkan
pemerintah dapat mengendalikan kehidupan masyarakat dan memungkinkan
masyarakat berpartisipasi dalam pengendalian tersebut dengan tujuan terdapatnya
suatu perlindungan hukum.43 Pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah tersebut
untuk melarang tindakan-tindakan yang dilakukan tanpa izin. Sehingga sangat perlu
pengendalian terhadap tindakan yang sangat bertentangan dengan peraturan
43
Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia, Malang, 2004, hal 5.
51
perundang-undangan yang terkait dengan izin. Sehingga sebelum pemerintah
memberikan izin tersebut , seharusnya perseroan harus mematuhi syarat-syarat
yang diberikan oleh pemerintah kepada perseroan.salah satunya yaitu persyaratan
untuk mencegah bahaya lingkungan yang termasuk dalam tujuan sistem perizinanan
sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat (1) undang-undang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bahwa “ setiap usaha dan atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
44
Selain itu,
perseroan juga harus menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dalam hubungannya dengan TJSL maka ketentuan yang dimaksud dalam
UU PT dan PP TJSL.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan
Perlindungan dan
lingkungan Hidup memuat empat jenis sanksi hukum administrasi
sebagaimana tercantum dalam pasal 76 ayat (2) yaitu teguran tertulis, paksaan
Pemerintah,, pembekuan ijin lingkungan dan pencabutan ijin lingkungan45.
Sedangkan dalam ketentuan undang-undang nomor 25 tahun 2009 Tentang Pasar
modal memuat tiga jenis sanksi hukum administrasi sebagaimana tercantum dalam
pasal 34 ayat
(1) yaitu peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, dan
pembekuan atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau pasilitas penanam modal.
44
46
Pasal 22 ayat (1) undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perseroan harus
memiliki amdal
45
Pasal 76 ayat (2) undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tentang sanksi
hukum administrasi
46
Pasal 34 ayat (1) undang-undang pasar modal, tentang sanksi hukum administrasi
Download