Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 PENGARUH PASSIVE LEADERSHIP TERHADAP BEHAVIORAL INCIVILITY DENGAN EXPERIENCED WORKPLACE INCIVILITY SEBAGAI VARIABEL MEDIASI PADA KANTOR DINAS PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH WINDA TRI ULANDARI1, NASHRILLAH ANIS2 1,2) Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala e-mail: [email protected] ABSTRACT The aims of this study are to investigate the effect of store environment, hedonic consumption tendency and positive emotion on impulse buying. The consumers of Matahari Hermes Palace Mall Banda Aceh is taken as a sample in this study. The method of this study employed questionnaires as an instrument. Total sampling is applied as the study’s convenience technique. Hierarchical Linear Modeling methods of analysis are used to determine the influence of the variables involved. The result of this study indicates that store environment, and hedonic consumption tendency have positive effect on impulse buying, store environment, and hedonic consumption tendency have positive effect on positive emotion, and positive emotion has positive effect on impulse buying. The study also shows that store environment, hedonic consumption tendency influential significantly against positive emotion nor against impulse buying. In addition obtained results that positive emotion has full/perfect mediated the effect of store environment, hedonic consumption tendency to impulse buying. Keyword : Passive Leadership, Experienced Workplace incivility, Behavioral Incivility. PENDAHULUAN Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang peranan manusia dalam organisasi maupun perusahaan, baik terhadap sesama karyawan maupun hubungan antara atasan dan bawahan. Menurut T. Hani Handoko (2001), manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi yang tujuannya adalah untuk memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Keberhasilan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi juga tidak terlepas dari pengaruh dan perilaku pimpinan dalam mengembangkan karyawannya. Keefektifan karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka tergantung pada pengaruh yang mereka terima dari pemimpin mereka. Pemimpin yang sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampu menjadi pendorong bagi bawahannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang 58 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kinerja karyawannya, serta memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif bagi karyawannya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan arahan dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan disini sangat penting dan besar dampaknya terhadap karyawan, namun tidak hanya itu saja diperlukan hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan. Pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang disukai oleh bawahannya, demikian juga sebaliknya bawahan akan termotivasi sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dan tujuan organisasi yang diinginkan dapat tercapai. Gaya kepemimpinan itu sendiri diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya (Nawawi, 2003). Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000). Perilaku atau gaya kepemimpinan setiap orang pasti berbeda-beda sesuai dengan kepribadian pemimpin tersebut, hal inilah yang dapat mempengaruhi prestasi dan kinerja karyawan yang nantinya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dari perusahaan tersebut. Namun tidak semua pemimpin mampu mendorong atau memotivasi karyawannya ke arah yang positif. Terdapat pemimpin yang mengharapkan karyawan melakukan pekerjaannya dengan baik berdasarkan tanggung jawab yang diberikan, namun tanpa pengawasan dan tidak berperan aktif dalam mengarahkan karyawan dalam melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan karyawan tanpa arah, dan koordinasi yang jelas serta memaksa karyawan untuk membuat perencanaan sendiri dalam mengimplementasikannya, dan menilainya menurut apa yang mereka rasakan tepat tanpa adanya suatu standar yang jelas. Gaya kepemimpinan ini bisa disebut dengan kepemimpinan yang pasif. Kepemimpinan pasif melibatkan pola kelambanan yang ditunjukkan oleh seseorang dalam posisi otoritas (DeRue et al., 2011). Contoh kepemimpinan pasif meliputi perilaku seperti menghindari keputusan, mengabaikan masalah di tempat kerja, dan tidak memperkuat perilaku yang sesuai dalam organisasi. Seorang pemimpin dikatakan pasif apabila si pemimpin membiarkan karyawan bekerja 59 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 sendiri tanpa pengawasan yang secara berkelanjutan, dan pemimpin juga memberi kewenangan sepenuhnya kepada karyawan terkait masalah pengambilan keputusan dalam pekerjaannya. Kepemimpinan pasif meliputi Management By Exception Passive (MBEP) dan kepemimpinan laissez-faire. Management By Exception Passive adalah pemimpin menunggu masalah itu ada lalu baru ada keinginan untuk memperbaiki (Bass, Bernard, 2008). Sehingga pemimpin seperti ini tidak berfokus pada pencegahan masalah melainkan perbaikan masalah, dimana pencegahan akan lebih efisien karena organisasi tidak perlu menghadapi masalah yang berisiko tinggi. Laissez-faire berasal dari bahasa prancis yang berarti “tinggalkan itu sendiri”. Menurut Heidjrachman dan Husnan dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014), Gaya kepemimpinan ini lebih banyak menekankan keputusan kelompok dan memperbolehkan kelompok yang memimpin dalam menentukan tujuan dan metode mereka yang akan dicapai. Dalam beberapa situasi, gaya kepemimpinan Laissez-faire dapat membiarkan orang-orang merasa kehilangan dan frustasi karena kurangnya bimbingan dari atasan, sehingga karyawan sering kesulitan dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaannya ketika dihadapkan pada jenis pemimpin seperti ini. Sehingga perilaku karyawan dapat terpengaruhi akibat dari kepemimpinan yang pasif yang menyebabkan karyawan berprilaku seenaknya. Pemimpin pasif pada umumnya tidak mengambil langkah-langkah proaktif untuk menghargai perilaku yang positif, sehingga karyawan yang berperilaku baik dan tidak dihargai, menjadi tidak memiliki keinginan untuk mengulangi perilaku baiknya. Dengan begitu pemimpin pasif dapat berefek pada perilaku karyawan yang menyimpang, seperti perilaku ketidaksopanan (behavioral incivility). Perilaku ketidaksopanan adalah perilaku manusia yang tidak sesuai dengan tingkah laku yang seharusnya dan tidak sesuai dengan peraturan dari sebuah organisasinya. Beberapa contoh perilaku yang menunjukkan ketidaksopanan ialah seperti datang telat ke tempat kerja, pulang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, mempengaruhi rekan kerja untuk tidak hadir pada acara kantor, keinginan bawah sadar untuk menyakiti rekan kerja, tidak ada di kantor saat jam kerja, dan lain sebagainya. 60 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Andersson & Pearson (1999) mengemukakan teori pembelajaran sosial (Bandura, 1977) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) yang dapat mempengaruhi karyawan lain melalui karyawan yang berperilaku tidak sopan, misalnya ketika seorang karyawan melihat karyawan yang lain bersikap tidak sopan namun tidak ditegur oleh atasannya, maka karyawan tersebut akan berani untuk melakukan hal yang sama dan hal ini akan menyebar ke karyawan lainnya. Perilaku ini disebut dengan experienced workplace incivility (pengalaman berperilaku tidak sopan ditempat kerja). Hal ini yang menyebabkan banyak karyawan yang berperilaku tidak sopan ketika pemipin mereka bersifat pasif, ketika karyawan sudah terbiasa berperilaku tidak sopan maka hal ini akan menjadi kebiasaan yang akan terus dilakukan berdasarkan dari pengalamannya atau disebut juga pengalaman berperilaku tidak sopan. Banyak perusahan-perusahaan yang didalamnya terdapat beberapa bidang yang dibidang tersebut mereka hanya mengerjakan tugas-tugas menurut dari bidangnya masing-masing. Dalam satu bidang terdapat kepala bidang dan beberapa karyawan. Ada karyawan yang hanya melakukan tugas-tugasnya saat didepan pemimpin mereka, mereka bukan hanya tidak mengerjakan tugasnya namun sering juga mengganggu karyawan lainnya yang sedang mengerjakan tugas masingmasing. Belum lagi ketika mereka dihadapkan dengan pemimpin yang bersifat pasif yang kurang memperdulikan kondisi karyawan-karyawannya, membuat mereka cenderung malas, padahal tugas-tugas yang diberikan itu adalah sebuah tanggung jawab yang dapat menghasilkan gaji mereka dan juga menjadi pembelajaran yang dapat membuat mereka menjadi lebih baik dan lebih maju lagi dalam karir untuk kedepannya. KAJIAN KEPUSTAKAAN Passive Leadership Passive Leadership (Kepemimpinan Pasif) yaitu perilaku seorang pemimpin/atasan yang menghindari pengambilan keputusan, mengabaikan masalah di tempat kerja, gagal menjadi panutan bagi karyawannya, dan lain sebagainya Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014). Pemimpin yang pasif menampilkan model gaya kepemimpinan yang apatis, acuh tak acuh, dan lainnya. Pemimpin pasif 61 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 cenderung untuk mendefinisikan dan menjelaskan yang membuat karyawanan mempunyai ekspektasi yang tinggi untuk menilai dirinya. Pemimpin pasif pada umumnya tidak mengambil langkah-langkah yang proaktif untuk memimpin sebuah perusahaan. (Andersson & Pearson, 1999). Behavioral Incivility Behavioral Incivility (perilaku ketidaksopanan) didefinisikan oleh Andersson dan Pearson (1999) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) ialah intensitas rendah tindakan yang menyimpang seperti kasar dan tidak sopan dan perilaku tidak verbal diberlakukan terhadap anggota organisasi lainnya dengan maksud jelas untuk menyakiti. Hal ini membedakan diri dari konstruksi lainnya pada beberapa dimensi. Pertama, didefinisikan sebagai perilaku dengan intensitas rendah. Andersson dan Pearson jelas menyatakan bahwa bentuk-bentuk perlakuan buruk dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap karyawan terhadap organisasi. Sebaliknya, beberapa perilaku yang buruk tidak ditentukan intensitasnya, meskipun intensitas dapat disimpulkan dari definisinya sebagai alat pengukurannya. Kedua, yang membedakan perilaku intimidasi dari perilaku ketidaksopanan adalah pernyataan yang menegaskan bahwa ketidaksopanan adalah memiliki maksud yang ambigu. Experienced Workplace Incivility Andersson dan Pearson (1999) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) mengemukakan ketidaksopanan kerja sebagai intensitas rendah perilaku menyimpang dengan maksud ambigu membahayakan target, melanggar kerja norma untuk saling menghormati. Perilaku tidak sopan yang bersifat kasar dan tidak sopan, menampilkan kurangnya perilaku yang diperhatikan oleh orang lain. Mereka mengkonseptualisasikan ini sebagai bentuk spesifik dari penyimpangan karyawan (Robinson & Bennett, 1995), yang pada gilirannya merupakan bagian dari perilaku karyawan antisosial (Giacolone & Greenberg, 1997). Andersson dan Pearson (1999) menjelaskan bahwa jenis ketidaksopanan umumnya akan terus berkembang kecuali sampai pihak memilih untuk mengabaikan ketidaksopanan dan melepaskan 62 diri dari berpengalaman Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 ketidaksopanan tempat kerja. Atau, berpengalaman melakukan hal yang tidak sopan dapat meningkat ke titik bahwa individu jelas berniat untuk menyakiti satu sama lain, di mana titik fenomena akan melampaui domain yang dapat mengakibatkan ketidaksopan. Semakin banyaknya ketidaksopanan perilaku didalam organisasi maka dapat mempengaruhi rekan kerja untuk mengikuti perilaku ketidaksopanan. Maka dari itu pengaruh dari pemimpin atau supervisor sangat besar terhadap perilaku ketidaksopanan. Semakin hari dibiarkan maka seluruh karyawan organisasi dapat mencontohnya dan berani untuk bertindak untuk melakukan perilaku seperti itu. Hal inilah yang disebut dengan Experienced Workplace Incivility (pengalaman berperilaku tidak sopan ditempat kerja). Pengaruh Passive Leadership Terhadap Behavioral Incivility Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) mengemukakan bahwa behavioral incivility dipengaruhi oleh passive leadership yang dapat membuat perilaku ketidaksopanan terjadi. Passive leadership memiliki pengaruh yang besar pada pegawainya, karena passive leadership merupakan sifat seorang pemimpin yang kurang peduli terhadap pegawainya. Keadaan ini mengkibatkan pegawai berperilaku menyimpang, seperti datang telat ketempat kerja, berada diluar jam kerja saat jam kantor bukan dalam hal tugas dinas, mengganggu pegawai lainnya dan lain sebagainya. Passive leadership dapat mengakibatkan para pegawai berperilaku tidak sopan yang tanpa disengaja oleh pegawainya. Oleh karena iu dpat disimpulkan hipotesisnya adalah: H1: Passive Leadership berpengaruh terhadap Behavioral Incivility Pengaruh Passive Leadership terhadap Experienced Workplace Incivility Berdasarkan hipotesis pertama, jika memang ada hubungan antara kepemimpinan pasif dan ketidaksopanan perilaku, maka berdasarkan teori pembelajaran sosial dari (Bandura, 1977) yang dapat mempengaruhi karyawan lain melalui karyawan yang tidak sopan. Maka dari itu pengaruh dari pemimpin, supervisor dan rekan kerja sangat besar pengaruhnya terhadap pengalaman prilaku ketidaksopanan di tempat kerja. Semakin hari dibiarkan maka seluruh karyawan 63 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 organisasi dapat mencotohnya dan berani untuk melakukan prilaku yang diluar konteks norma-norma yang ada. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut: H2: Passive Leadership berpengaruh terhadap Experienced Workplace Incivility Pengaruh Experienced Workplace Incivility Terhadap Behavioral Incivility Andersson dan Pearson (1999) mengacu pada teori interaksionis sosial untuk memberikan kerangka rinci untuk mendukung hubungan antara berpengalaman ketidaksopanan tempat kerja dan perilaku ketidaksopanan. Meskipun ketidaksopanan dimulai ketika seorang individu (misalnya, karyawan, pelanggan, atau supervisor) terlibat dalam perilaku tidak sopan, atribusi yang dibuat untuk pengaruh tindakan tidak baik dan cara orang lain untuk meresponnya. Karyawan yang sudah berpengalaman (lebih dari dua kali) melakukan tindakan ketidaksopanan ditempat kerja jelas akan membentuk pemikiran pegawai lainnya bahwa perilaku tersebut dapat ditoleransi di tempat kerjanya. Hal ini jelas akan berefek pada perilaku ketidaksopanan pada pegawai yang baru ingin melakukannya. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut: H3: Experienced Workplace Incivility berpengaruh terhadap Behavioral incivility PengaruhPassive Leadership terhadap oleh Experienced Workplace Incivility Behavioral Incivility Dimediasikan Seperti telah dibahas sebelumnya, (Andersson & Pearson, 1999) menunjukkan bahwa akan ada hubungan yang positif antara mengalami ketidaksopanan dan ketidaksopanan perilaku (Hipotesis 3). Ketika dipertimbangkan dalam hubungannya dengan hipotesis kedua, kemungkinan jalan lain pengaruh kepemimpinan muncul. Yakni, kepemimpinan pasif dapat mengarahkan efek langsung pada ketidaksopanan perilaku melalui pengaruhnya terhadap berpengalaman ketidaksopanan tempat kerja. Pemimpin pasif diperkirakan akan mengalami tingkat yang lebih tinggi dari ketidaksopanan. Data dari Porath dan Pearson (2010) menunjukkan bahwa mayoritas karyawan yang mengalami ketidaksopanan merespon dengan ketidaksopanan sendiri. Seorang karyawan yang bekerja untuk seorang pemimpin pasif akan lebih mungkin untuk mengalami 64 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 ketidaksopanan, yang pada gilirannya, akan meningkatkan kemungkinan bahwa karyawan akan terlibat dalam ketidaksopanan perilaku dirinya sendiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut: H4: Passive Leadership berpengaruh terhadap Behavioral Incivility melalui Experienced Workplace Incivility. METODE PENELITIAN Populasi Populasi penelitian adalah seluruh Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh, dimana dalam penelitian populasi sebanyak 1450 pegawai pada 12 kantor dinas pemerintah kota Banda Aceh yang terdiri dari Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah, Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan, Pemuda, Dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Dan Informatika, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Dinas Kelautan, Perikanan, Dan Pertanian, Dinas Kebersihan Dan Keindahan Kota, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Banda Aceh. Sampel Dikarenakan semua populasi dari penelitian ini teridentifikasi maka desain sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu besarnya peluang, atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel diketahui (Sekaran, 2009). Jenis probability sampling yang dipilih adalah stratified random sampling karena mengambil sampel dengan memperhatikan golongan dari pegawai. Dalam menentukan jumlah sampel, penulis menggunakan pendekatan rumus Slovin (Suliyanto, 2006). Dengan menggunakan tingkat kelonggaran pengambilan sampel sebesar 9%, maka jumlah karyawan yang menjadi sampel minimal yang diambil dapat dicari dengan jumlah populasi dibagi hasil perkalian jumlah populasi dengan tingkat kelonggaran ditambah 1, sehingga jumlah sampel yang didapatkan adalah sebanyak 114 responden. 65 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Teknik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan penelitian ini, peneliti menggunakan kuisioner (angket) yang diberikan secara pribadi kepada responden guna sebagai alat untuk mengumpulkan data dan informasi yang terkait. Kuisioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan dijawab oleh responden, biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas. HASIL DAN PEMBAHASAN Validitas Variabel endogen dalam penelitian ini adalah behavioral incivility, dimana untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah dikembangkan menjadi 6 item pertanyaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel endogen memiliki 6 item pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik. Hal ini dilihat dari nilai eigen 4,941 dengan muatan faktor yang memiliki interval 0,882 hingga 0,934. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 82,348%. Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Samplig Adequency pada variabel endogen sebesar 0,847 dan hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu 0,00 (p<0,01). Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah experienced workplace incivility, dimana untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah dikembangkan menjadi 7 item pertanyaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel mediasi (experienced workplace incivility) memiliki 7 item pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik, artinya semua item pertanyaan menunjukkan korelasi yang baik. Hal ini dilihat dari nilai eigen 5,714 dengan muatan faktor yang memiliki interval 0,813 hingga 0,917. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 79,864%. Nilai KaiserMeyerOlkin Measure of Samplig Adequency pada variabel mediasi sebesar 0,899 dan hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu 0,000 (p<0,01). 66 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah passive leadership. Untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah dikembangkan dengan 6 item pertanyaan, yang mana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 item pertanyaan berkorelasi dengan baik terhadap konstruk. Hasil uji menunjukkan semua item yang terlibat dalam muatan faktor tersebut memiliki korelasi terhadap konstruk sehingga dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai Eigen (5,138) yang lebih besar dari pada dengan muatan faktor loading (loading factor) yang memiliki interval 0,739 hingga 0,899. Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor adalah 73,395%. Nilai Kaiser-MeyerOlkin Measure of Sampling Adequency pada variabel eksogen sebesar 0,898 dan hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu 0,000 (p<0,01). Reliabilitas Reliabilitas untuk mengukur apakah instrument (kuisioner) dari penelitian ini dapat dipercaya/handal atau tidak sebagai hasil penelitian yang baik maka perlu dilakukan uji reliabilitas. Suatu konstruk atau variabel dikatakan handal apabila nilai Cronbach Alphanya > 0,60 menurut Malhotra (2003). Berikut hasil pengujian reliabilitas. Tabel 1. Reliabilitas No. 1. 2. 3. Variabel Passive Leadership Behavioral Incivility Experienced Workplace Incivility Jumlah Item 7 6 7 Cronbach’s Alpha Ketrerangan Hitung Standar 0,939 0,60 Handal 0,957 0,60 Handal 0,962 0,60 Handal Dari hasi uji reliabilitas yang ditunjukkan pada Tabel 1, diperoleh nilai Cronbach’s alpha masing-masing sebesar 0,939, 0,957, dan 0,962. Dengan demikian seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel penelitian ini reliabel (handal), karena telah memenuhi Cronbanch’s Alpha dengan nilai alpha yang lebih dari 0,60. Regresi 67 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Tabel 2. Analisis Pengaruh Passive Leadership terhadap Experienced Workplace Incivility Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Beta Model Error 1 (Constant) ,351 ,209 Passive Leadership ,655 ,060 ,717 a.Dependent Variable: Experienced Workplace Incivility t 1,683 10,874 Sig. ,095 ,000 Menurut Hair, et. al., (2006) jika dalam penskalaan digunakan skala likert, maka untuk koefisien korelasi digunakan nilai standardized coefficients, di mana nilai konstantanya tidak perlu diinterpretasikan. Dari hasil output SPSS tersebut dapat dibuat garis persamaan linear adalah sebagai berikut: Z = 0,717X Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi Passive Leadership (X) bernilai positif (0,717) artinya ketika passive leadership terhadap pegawai meningkat, maka experienced workplace incivility para pegawai akan meningkat. Tabel 3. Analisi Pengaruh Passive Leadership terhadap Behavioral Incivility dengan Experienced Workplace Incivility Sebagai Variabel Pemediasi Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error ,003 ,259 ,818 ,075 -,302 ,188 ,249 ,077 ,870 ,084 Model 1 (Constant) Passive Leadership 2 (Constant) Passive Leadership Experienced Workplace Incivility a. Dependent Variable: Behavioral Incivility Standardized Coefficients Beta ,719 ,218 ,698 t ,013 10,941 -1,607 3,233 10,343 Sig. ,990 ,000 ,111 ,002 ,000 Dari tabel tersebut (model 2) dapat dibuat garis persamaan linear adalah sebagai berikut: Y = 0,719X Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil nilai standardized coefficients tidak terdapat nilai konstanta, hanya terdapat nilai 68 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 koefisien regresi. Koefisien regresi passive leadership (X) bernilai positif (0,719) artinya ketika passive leadership meningkat, maka akan menyebabkan meningkatnya behavioral incivility. Selanjutnya untuk model 3 pada tabel 4.14 dapat dibentuk garis persamaan linier sebagai berikut: Y = 0,218X + 0,698Z Dimana persamaan tersebut menjelaskan bahwa koefisien regresi experienced workplace incivility (Z) bernilai positif 0,698 artinya semakin tinggi experienced workplace incivility yang dimiliki oleh pegawai, maka akan semakin tinggi behavioral incivility. PENUTUP Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Passive leadership dan experienced workplace incivility merupakan prediktor behavioral incivility pada pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. Diantara kedua variabel tersebut, experienced workplace incivility memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap tercapainya behavioral incivility (perilaku ketidaksopanan) pada pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh, seperti pada pernyataan memperolok-olok seseorang di tempat kerja, datang terlambat ke tempat kerja, dan keluar kantor saat jam kerja dengan bukan dalam hal tugas dinas. 2. Passive leadership merupakan prediktor experienced workplace incivility pada pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan dari indikator passive leadership yaitu tidak ikut campur hingga masalah sampai serius, menunggu sesuatu menjadi salah sebelum mengambil tindakan, memiliki keyakinan yang kuat bahwa “jika tidak rusak, jangan diperbaiki”, dan menghindari membuat keputusan, melemparkannya kepada bawahan. 3. Experienced workplace incivility memediasi secara parsial pengaruh passive leadership terhadap behavioral incivility pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. 69 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa passive leadership berpengaruh signifikan terhadap behavioral incivility dan experienced workplace incivility. Passive leadership merupakan sifat pemimpin yang tidak baik untuk bisa di terapkan pada Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. Karena para pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh lebih sering melakukan perilaku ketidaksopanan. Oleh karena itu supaya para pegawai dapat mengurangi perilaku ketidksopanan lebih baik para pemimpin untuk dapat menurunkan sifat pasifnya agar lebih aktif dan dapat memperhatikan perilaku dari setiap karyawannya. Pemimpin pasif yang dalam teorinya merupakan kepemimpinan laissez-faire yang dapat diterapkan pada perusahaan yang pemimpin dan karyawannya memiliki pendidikan akhir dan pengalaman yang sama, maka si pemimpin pasif dapat membiarkan karyawannya untuk mengambil keputusan sendiri dalam perusahaannya. 2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa experienced workplace incivility (berpengalaman perilaku tidak sopan di tempat kerja) dapat memperkuat pengaruhnya antara passive leadership dan behavioral incivility pada Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh, oleh karena itu diharapkan pada pegawai untuk tidak melakukan perilaku ketidaksopanan yang dapat mempengaruhi pegawai lain di tempat kerja. Dan diharapkan kepada pemimpin dari setiap bidangnya agar lebih memperhatikan perilaku dari setiap anggotanya yang sudah mulai menyimpang, agar PNS di kota Banda Aceh tidak lagi banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka untuk terwujudnya pelayanan publik yang baik untuk melayani masyarakat kota Banda Aceh. REFERENSI Abdurrahman. M (2002) Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih. Bandung: Remaja Rosda Karya. Afzalur Rahman (1991) Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Terj. Annas Siddik. Jakarta: Bumi Aksara 70 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Al-Buraey, Muhammad A (1986) Islam Landasan Alternatif Administratif Pembangunan. Jakarta : Rajawali Al-Hufiy, Ahmad Muhammad (2003) Keteladanan Akhlak Rasulullah. Jakarta: Pustaka Setia. Al-Maraghi, Ahmad Mustofa (1986) Tafsir al-Maraghi, Juz 25, terj. K. Ansori Umar Sitanggal, dkk. Semarang: Toha Puta Al-Syaibani, Muhammad A (1997) Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang Alwi, Hasan dkk (2003) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Andersson, L. M., & Pearson, C. M (1999) Tit For Tat? The Spiraling Effect Of Incivility in The Workplace. Academy of Management Review, Vol. 24, 452– 471. Arikunto, S (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Avolio, B. J., Bass, B. M., & Jung, D. I (1999) Re-Examining The Components of Transformational And Transactional Leadership Using The Multifactor Leadership Questionnaire. Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 72, 441–462. Bandura, A. 1965. Influence Of Models’ Reinforcement Contingencies on The Acquisition Of Imitative Responses. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.1, 589–595. Bandura, A (1977) Social learning theory. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall. Baron, R.M. and Kenny, D.A (1986) The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 51 (6): 1173-1182 Bass, B. M (1998) Transformational Leadership: Industrial, Military, and Educational Impact. NJ: Erlbaum. Bass, B. M., & Avolio, B. J (1994) Improving Organizational Effectiveness Through Transformational Leadership. CA: Sage Publications. 71 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Bass, B. M., & Avolio, B. J (1995) MLQ Multifactor Leadership Questionnaire for research: permission set. Redwood City. CA: Mindgarden. Bass, B. M., & Avolio, B. J (1997) Full Range Leadership Development: Manual For The Multifactor Leadership Questionnaire. Palo Alto: Mindgarden. Bass, B. M., Avolio, B. J., & Atwater, L (1996) The Transformational And Transactional Leadership of Men and Women. Applied Psychology: An International Review, Vol. 45, 5–34. Cortina, L. M (2008) Unseen Injustice: Incivility Asmodern Discrimination in Organizations. Academy of Management Review, Vol.33, 55–75. Den Hartog, D. N., Van Muijen, J. J., & Koopman, P. L (1997) Transactional Versus Transformational Leadership: An Analysis Of The MLQ. Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 70, 19–34. De Rue, D. S., Nahrgang, J. D., Wellman, N., & Humphrey, S. E (2011) Trait And Behavioral Theories Of Leadership: A Metaanalytic Test Of Their Relative Validity. Personnel Psychology, Vol. 64, 7–52. Donals R.Cooper & Pamela S.Schindler (2006) Bussines Research Methods 9th Edition. McGraw-Hill International Edition. Dunford, Richard W (1995) Organizational Behaviour: An Organisational Analysis Perspective. Sydney: Addison-Wesley Publishing Company. Echols, John M. & Shadily Hasan (1993) Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia Ghozali, Imam (2005) Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Ghozali, Imam (2011) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H (2000) Organizations: Behavior, Structure, Processes. Boston: Irwin McGraw- Hill. Greenberg, J., & Baron, R (2009) Behavior in Organizations (9th ed.). India: Pearson Prentice Hall Publication. Hair, dkk (2006) Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education 72 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Hendri, Almahdy Indra (2008) Analisis Leadership Behaviors Pada Industri Manufaktur. Jurnal Ilmiah PASTI. Vol. 6 Hinkin, T. R., & Schriesheim, C. A (2008) An Examination Of “Nonleadership”: From Laissez-Faire Leadership To Leader Reward Omission and Punishment Omission. Journal of Applied Psychology, Vol. 93, 1234–1248. Hoy, W.K. and Miskel, C.G (2008) Educational Administration: Theory, Research, and Practice (8th ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Imam Muslim, Shahih Muslim (1992) Juz III, Beirut: darKutul Ilmiyah. Khan, Abdul Wahid (2002) Rasulullah di Mata Sarjana Barat. Yogyakarta: Mitra Pustaka La Monica (1986) dalam buku Gillies (1994) Gaya Kepemimpinan. Jakarta: Erlangga. Lewin, K (1936) A Dynamic Theory of Personality. New York: McGraw- Hill. Malhotra, N. K (2003) Marketing Research: An Applied Orientation 3nd Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Mantja, William (2007) Manajemen Pembinaan Profesional Berwawasan Pengembangan Sumber Daya Manusia: Suatu Kajian Konseptual Historik dan Empirik. Malang: IKIP Malang. Margono (2004) Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Munawir, E.K. Imam (2002) Asas-Asas Kepemimpinan Dalam Islam. Surabaya: Usaha Nasional Nasir, Mohammad (1999) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nawawi, Hadari (1993) Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajahmada University press Neuman, J. H., & Baron, R. A (1998) Workplace Violence and Workplace Aggression: Evidence Concerning Specific Forms, Potential Causes, and Preferred Targets. Journal of Management, Vol. 24, 391–419. Pearson, C. M., & Porath, C. L (2004) On Incivility, Its Impact, and Directions For Future Research In R. W. Griffin, & A. M. O’Leary-Kelly (Eds.), The dark Side of Organizational Behavior. San Francisco, CA: Jossey-Bass. 73 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Pemerintah Kota Banda Aceh. Badan kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan. Melalui (http://bkpp.bandaacehkota.go.id/dat a-komskpd.html). Diakses 23 Februari 2016. Porath, C. L., & Pearson, C. M (2010) The Cost of Bad Behavior. Organizational Dynamics, Vol. 39, 64–71. Porath, C. L., & Pearson, C. M (2013) The Price Of Incivility: Lack Of Respect Hurts Morale—and The Bottom Line. Harvard Business Review, January– February, 115–121. Robinson, S. L., & O’Leary-Kelly, A. M (1998) The Influence of Work Groups On The Antisocial Behavior Of Employees. Academy of Management Journal, Vol. 41, 658–672. Salancik, G. J., & Pfeffer, J (1978) A Social Information Processing Approach To Attitudes and Task Design. Administrative Science Quarterly, Vol. 23, 224– 253. Sekaran (2006) Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Shiddiqi, Nourouzzaman (1996) Jeramjeram Peradaban Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Smyth, John. (Ed.). 1989. Critical Perspectives on Educational Leadership. London: The Palmer Press. Sugiono (2002) Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Sugiono (2009) Metode Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta Sugiyono (2001) Metode Penelitian Administrasi. Bandung: ALFABETA Sukanto (1987) Gaya Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta Sulyanto (2006) Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi Sumarsono (2007) Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sweeney, P.D. and McFarlin, D.B (2002) Organizational Behavior: Solutions for Management. New York: McGraw-Hill/Irwin. T. Hani Handoko (2001) Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Jogyakarta. 74 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75 Ullmann, Stephen (1997) Pengantar Kepemimpinan Dasar. Terjemahan Sumarsono. Yogyakarta: Pustaka Belajar Untung, Slamet (2005) Muhammad Sang Pendidik. Semarang: CV. Pustaka Rizky Putra Watkins, Peter (1992) A Critical Review of Leadership Concpets and Research: The Implication for Educational Administration. Geelong: Deakin University Press. Weber, M (1991) The Nature of Social Action. In W. G. Runciman (Ed.), Weber: Selections In Translation. Cambridge: Cambridge University Press. William, C. M (2007) Principle of Management (Creative Edge.). USA: SouthWestern Cengage Learning. Williams, C. R (2009) Principle of Management (5th ed.). USA: SouthWestern Cengage Learning. Yuki, Gary A (1989) Leadership in Organizations 2nd Ed. New Jersey: PrenticeHall International, Inc. Yusuf, Ali Anwar (2002) Wawasan Islam. Bandung: Pustaka Setia. 75