pengaruh passive leadership terhadap behavioral incivility dengan

advertisement
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
PENGARUH PASSIVE LEADERSHIP TERHADAP
BEHAVIORAL INCIVILITY DENGAN EXPERIENCED
WORKPLACE INCIVILITY SEBAGAI VARIABEL MEDIASI
PADA KANTOR DINAS PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH
WINDA TRI ULANDARI1, NASHRILLAH ANIS2
1,2)
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
The aims of this study are to investigate the effect of store environment, hedonic
consumption tendency and positive emotion on impulse buying. The consumers of Matahari
Hermes Palace Mall Banda Aceh is taken as a sample in this study. The method of this
study employed questionnaires as an instrument. Total sampling is applied as the study’s
convenience technique. Hierarchical Linear Modeling methods of analysis are used to
determine the influence of the variables involved. The result of this study indicates that
store environment, and hedonic consumption tendency have positive effect on impulse
buying, store environment, and hedonic consumption tendency have positive effect on
positive emotion, and positive emotion has positive effect on impulse buying. The study also
shows that store environment, hedonic consumption tendency influential significantly
against positive emotion nor against impulse buying. In addition obtained results that
positive emotion has full/perfect mediated the effect of store environment, hedonic
consumption tendency to impulse buying.
Keyword : Passive Leadership, Experienced Workplace incivility, Behavioral Incivility.
PENDAHULUAN
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang peranan manusia dalam organisasi maupun perusahaan, baik
terhadap sesama karyawan maupun hubungan antara atasan dan bawahan. Menurut
T. Hani Handoko (2001), manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk
meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi yang tujuannya
adalah untuk memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Keberhasilan
sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi juga tidak terlepas dari
pengaruh dan perilaku pimpinan dalam mengembangkan karyawannya. Keefektifan
karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka tergantung pada pengaruh yang
mereka terima dari pemimpin mereka.
Pemimpin yang sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampu menjadi
pendorong bagi bawahannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang
58
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kinerja karyawannya, serta
memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif bagi karyawannya untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan arahan dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh
karena itu, gaya kepemimpinan disini sangat penting dan besar dampaknya terhadap
karyawan, namun tidak hanya itu saja diperlukan hubungan timbal balik antara
atasan dan bawahan. Pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang disukai oleh
bawahannya, demikian juga sebaliknya bawahan akan termotivasi sehingga dapat
meningkatkan kinerjanya dan tujuan organisasi yang diinginkan dapat tercapai.
Gaya kepemimpinan itu sendiri diartikan sebagai perilaku atau cara yang
dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap,
dan perilaku organisasinya (Nawawi, 2003). Gaya kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000). Perilaku
atau gaya kepemimpinan setiap orang pasti berbeda-beda sesuai dengan kepribadian
pemimpin tersebut, hal inilah yang dapat mempengaruhi prestasi dan kinerja
karyawan yang nantinya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dari perusahaan
tersebut.
Namun tidak semua pemimpin mampu mendorong atau memotivasi
karyawannya ke arah yang positif. Terdapat pemimpin yang mengharapkan
karyawan melakukan pekerjaannya dengan baik berdasarkan tanggung jawab yang
diberikan, namun tanpa pengawasan dan tidak berperan aktif dalam mengarahkan
karyawan dalam melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin
melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan karyawan tanpa arah, dan
koordinasi yang jelas serta memaksa karyawan untuk membuat perencanaan sendiri
dalam mengimplementasikannya, dan menilainya menurut apa yang mereka
rasakan tepat tanpa adanya suatu standar yang jelas. Gaya kepemimpinan ini bisa
disebut dengan kepemimpinan yang pasif.
Kepemimpinan pasif melibatkan pola kelambanan yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam posisi otoritas (DeRue et al., 2011). Contoh kepemimpinan pasif
meliputi perilaku seperti menghindari keputusan, mengabaikan masalah di tempat
kerja, dan tidak memperkuat perilaku yang sesuai dalam organisasi. Seorang
pemimpin dikatakan pasif apabila si pemimpin membiarkan karyawan bekerja
59
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
sendiri tanpa pengawasan yang secara berkelanjutan, dan pemimpin juga memberi
kewenangan sepenuhnya kepada karyawan terkait masalah pengambilan keputusan
dalam pekerjaannya. Kepemimpinan pasif meliputi Management By Exception
Passive (MBEP) dan kepemimpinan laissez-faire.
Management By Exception Passive adalah pemimpin menunggu masalah itu
ada lalu baru ada keinginan untuk memperbaiki (Bass, Bernard, 2008). Sehingga
pemimpin seperti ini tidak berfokus pada pencegahan masalah melainkan perbaikan
masalah, dimana pencegahan akan lebih efisien karena organisasi tidak perlu
menghadapi masalah yang berisiko tinggi.
Laissez-faire berasal dari bahasa prancis yang berarti “tinggalkan itu sendiri”.
Menurut Heidjrachman dan Husnan dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz
(2014), Gaya kepemimpinan ini lebih banyak menekankan keputusan kelompok
dan memperbolehkan kelompok yang memimpin dalam menentukan tujuan dan
metode mereka yang akan dicapai. Dalam beberapa situasi, gaya kepemimpinan
Laissez-faire dapat membiarkan orang-orang merasa kehilangan dan frustasi karena
kurangnya bimbingan dari atasan, sehingga karyawan sering kesulitan dalam
melakukan atau menyelesaikan pekerjaannya ketika dihadapkan pada jenis
pemimpin seperti ini. Sehingga perilaku karyawan dapat terpengaruhi akibat dari
kepemimpinan yang pasif yang menyebabkan karyawan berprilaku seenaknya.
Pemimpin pasif pada umumnya tidak mengambil langkah-langkah proaktif
untuk menghargai perilaku yang positif, sehingga karyawan yang berperilaku baik
dan tidak dihargai, menjadi tidak memiliki keinginan untuk mengulangi perilaku
baiknya. Dengan begitu pemimpin pasif dapat berefek pada perilaku karyawan yang
menyimpang, seperti perilaku ketidaksopanan (behavioral incivility). Perilaku
ketidaksopanan adalah perilaku manusia yang tidak sesuai dengan tingkah laku
yang seharusnya dan tidak sesuai dengan peraturan dari sebuah organisasinya.
Beberapa contoh perilaku yang menunjukkan ketidaksopanan ialah seperti datang
telat ke tempat kerja, pulang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan,
mempengaruhi rekan kerja untuk tidak hadir pada acara kantor, keinginan bawah
sadar untuk menyakiti rekan kerja, tidak ada di kantor saat jam kerja, dan lain
sebagainya.
60
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Andersson & Pearson (1999) mengemukakan teori pembelajaran sosial
(Bandura, 1977) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) yang dapat
mempengaruhi karyawan lain melalui karyawan yang berperilaku tidak sopan,
misalnya ketika seorang karyawan melihat karyawan yang lain bersikap tidak sopan
namun tidak ditegur oleh atasannya, maka karyawan tersebut akan berani untuk
melakukan hal yang sama dan hal ini akan menyebar ke karyawan lainnya. Perilaku
ini disebut dengan experienced workplace incivility (pengalaman berperilaku tidak
sopan ditempat kerja). Hal ini yang menyebabkan banyak karyawan yang
berperilaku tidak sopan ketika pemipin mereka bersifat pasif, ketika karyawan
sudah terbiasa berperilaku tidak sopan maka hal ini akan menjadi kebiasaan yang
akan terus dilakukan berdasarkan dari pengalamannya atau disebut juga
pengalaman berperilaku tidak sopan.
Banyak perusahan-perusahaan yang didalamnya terdapat beberapa bidang
yang dibidang tersebut mereka hanya mengerjakan tugas-tugas menurut dari
bidangnya masing-masing. Dalam satu bidang terdapat kepala bidang dan beberapa
karyawan. Ada karyawan yang hanya melakukan tugas-tugasnya saat didepan
pemimpin mereka, mereka bukan hanya tidak mengerjakan tugasnya namun sering
juga mengganggu karyawan lainnya yang sedang mengerjakan tugas masingmasing. Belum lagi ketika mereka dihadapkan dengan pemimpin yang bersifat pasif
yang kurang memperdulikan kondisi karyawan-karyawannya, membuat mereka
cenderung malas, padahal tugas-tugas yang diberikan itu adalah sebuah tanggung
jawab yang dapat menghasilkan gaji mereka dan juga menjadi pembelajaran yang
dapat membuat mereka menjadi lebih baik dan lebih maju lagi dalam karir untuk
kedepannya.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Passive Leadership
Passive Leadership (Kepemimpinan Pasif) yaitu perilaku seorang
pemimpin/atasan yang menghindari pengambilan keputusan, mengabaikan masalah
di tempat kerja, gagal menjadi panutan bagi karyawannya, dan lain sebagainya
Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014). Pemimpin yang pasif menampilkan
model gaya kepemimpinan yang apatis, acuh tak acuh, dan lainnya. Pemimpin pasif
61
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
cenderung untuk mendefinisikan dan menjelaskan yang membuat karyawanan
mempunyai ekspektasi yang tinggi untuk menilai dirinya. Pemimpin pasif pada
umumnya tidak mengambil langkah-langkah yang proaktif untuk memimpin
sebuah perusahaan. (Andersson & Pearson, 1999).
Behavioral Incivility
Behavioral Incivility (perilaku ketidaksopanan) didefinisikan oleh
Andersson dan Pearson (1999) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014)
ialah intensitas rendah tindakan yang menyimpang seperti kasar dan tidak sopan
dan perilaku tidak verbal diberlakukan terhadap anggota organisasi lainnya dengan
maksud jelas untuk menyakiti. Hal ini membedakan diri dari konstruksi lainnya
pada beberapa dimensi. Pertama, didefinisikan sebagai perilaku dengan intensitas
rendah. Andersson dan Pearson jelas menyatakan bahwa bentuk-bentuk perlakuan
buruk dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap karyawan terhadap
organisasi. Sebaliknya, beberapa perilaku yang buruk tidak ditentukan
intensitasnya, meskipun intensitas dapat disimpulkan dari definisinya sebagai alat
pengukurannya. Kedua, yang membedakan perilaku intimidasi dari perilaku
ketidaksopanan adalah pernyataan yang menegaskan bahwa ketidaksopanan adalah
memiliki maksud yang ambigu.
Experienced Workplace Incivility
Andersson dan Pearson (1999) dalam Crystal M.Harold and Brian C. Holtz
(2014) mengemukakan ketidaksopanan kerja sebagai intensitas rendah perilaku
menyimpang dengan maksud ambigu membahayakan target, melanggar kerja
norma untuk saling menghormati. Perilaku tidak sopan yang bersifat kasar dan tidak
sopan, menampilkan kurangnya perilaku yang diperhatikan oleh orang lain. Mereka
mengkonseptualisasikan ini sebagai bentuk spesifik dari penyimpangan karyawan
(Robinson & Bennett, 1995), yang pada gilirannya merupakan bagian dari perilaku
karyawan antisosial (Giacolone & Greenberg, 1997).
Andersson dan Pearson (1999) menjelaskan bahwa jenis ketidaksopanan
umumnya akan terus berkembang kecuali sampai pihak memilih untuk
mengabaikan
ketidaksopanan
dan
melepaskan
62
diri
dari
berpengalaman
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
ketidaksopanan tempat kerja. Atau, berpengalaman melakukan hal yang tidak sopan
dapat meningkat ke titik bahwa individu jelas berniat untuk menyakiti satu sama
lain, di mana titik fenomena akan melampaui domain yang dapat mengakibatkan
ketidaksopan. Semakin banyaknya ketidaksopanan perilaku didalam organisasi
maka dapat mempengaruhi rekan kerja untuk mengikuti perilaku ketidaksopanan.
Maka dari itu pengaruh dari pemimpin atau supervisor sangat besar terhadap
perilaku ketidaksopanan. Semakin hari dibiarkan maka seluruh karyawan organisasi
dapat mencontohnya dan berani untuk bertindak untuk melakukan perilaku seperti
itu. Hal inilah yang disebut dengan Experienced Workplace Incivility (pengalaman
berperilaku tidak sopan ditempat kerja).
Pengaruh Passive Leadership Terhadap Behavioral Incivility
Crystal M.Harold and Brian C. Holtz (2014) mengemukakan bahwa
behavioral incivility dipengaruhi oleh passive leadership yang dapat membuat
perilaku ketidaksopanan terjadi. Passive leadership memiliki pengaruh yang besar
pada pegawainya, karena passive leadership merupakan sifat seorang pemimpin
yang kurang peduli terhadap pegawainya. Keadaan ini mengkibatkan pegawai
berperilaku menyimpang, seperti datang telat ketempat kerja, berada diluar jam
kerja saat jam kantor bukan dalam hal tugas dinas, mengganggu pegawai lainnya
dan lain sebagainya. Passive leadership dapat mengakibatkan para pegawai
berperilaku tidak sopan yang tanpa disengaja oleh pegawainya. Oleh karena iu dpat
disimpulkan hipotesisnya adalah:
H1: Passive Leadership berpengaruh terhadap Behavioral Incivility
Pengaruh Passive Leadership terhadap Experienced Workplace
Incivility
Berdasarkan hipotesis pertama, jika memang ada hubungan antara
kepemimpinan pasif dan ketidaksopanan perilaku, maka berdasarkan teori
pembelajaran sosial dari (Bandura, 1977) yang dapat mempengaruhi karyawan lain
melalui karyawan yang tidak sopan. Maka dari itu pengaruh dari pemimpin,
supervisor dan rekan kerja sangat besar pengaruhnya terhadap pengalaman prilaku
ketidaksopanan di tempat kerja. Semakin hari dibiarkan maka seluruh karyawan
63
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
organisasi dapat mencotohnya dan berani untuk melakukan prilaku yang diluar
konteks norma-norma yang ada. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya
sebagai berikut:
H2: Passive Leadership berpengaruh terhadap Experienced Workplace Incivility
Pengaruh Experienced Workplace Incivility Terhadap Behavioral Incivility
Andersson dan Pearson (1999) mengacu pada teori interaksionis sosial
untuk
memberikan kerangka rinci
untuk
mendukung hubungan
antara
berpengalaman ketidaksopanan tempat kerja dan perilaku ketidaksopanan.
Meskipun ketidaksopanan dimulai ketika seorang individu (misalnya, karyawan,
pelanggan, atau supervisor) terlibat dalam perilaku tidak sopan, atribusi yang dibuat
untuk pengaruh tindakan tidak baik dan cara orang lain untuk meresponnya.
Karyawan yang sudah berpengalaman (lebih dari dua kali) melakukan tindakan
ketidaksopanan ditempat kerja jelas akan membentuk pemikiran pegawai lainnya
bahwa perilaku tersebut dapat ditoleransi di tempat kerjanya. Hal ini jelas akan
berefek pada perilaku ketidaksopanan pada pegawai yang baru ingin
melakukannya. Oleh karena itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut:
H3: Experienced Workplace Incivility berpengaruh terhadap Behavioral incivility
PengaruhPassive Leadership terhadap
oleh Experienced Workplace Incivility
Behavioral Incivility Dimediasikan
Seperti telah dibahas sebelumnya, (Andersson & Pearson, 1999)
menunjukkan bahwa akan ada hubungan yang positif antara mengalami
ketidaksopanan dan ketidaksopanan perilaku (Hipotesis 3). Ketika dipertimbangkan
dalam hubungannya dengan hipotesis kedua, kemungkinan jalan lain pengaruh
kepemimpinan muncul. Yakni, kepemimpinan pasif dapat mengarahkan efek
langsung
pada
ketidaksopanan
perilaku
melalui
pengaruhnya
terhadap
berpengalaman ketidaksopanan tempat kerja. Pemimpin pasif diperkirakan akan
mengalami tingkat yang lebih tinggi dari ketidaksopanan. Data dari Porath dan
Pearson (2010) menunjukkan bahwa mayoritas karyawan yang mengalami
ketidaksopanan merespon dengan ketidaksopanan sendiri. Seorang karyawan yang
bekerja untuk seorang pemimpin pasif akan lebih mungkin untuk mengalami
64
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
ketidaksopanan, yang pada gilirannya, akan meningkatkan kemungkinan bahwa
karyawan akan terlibat dalam ketidaksopanan perilaku dirinya sendiri. Oleh karena
itu dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut:
H4: Passive Leadership berpengaruh terhadap Behavioral Incivility melalui
Experienced Workplace Incivility.
METODE PENELITIAN
Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota
Banda Aceh, dimana dalam penelitian populasi sebanyak 1450 pegawai pada 12
kantor dinas pemerintah kota Banda Aceh yang terdiri dari Dinas Pengelolaan
Keuangan Dan Aset Daerah, Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan, Pemuda, Dan
Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Dan Informatika,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil, Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, Koperasi Dan Usaha Kecil
Menengah (UKM), Dinas Kelautan, Perikanan, Dan Pertanian, Dinas Kebersihan
Dan Keindahan Kota, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Banda Aceh.
Sampel
Dikarenakan semua populasi dari penelitian ini teridentifikasi maka desain
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu
besarnya peluang, atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek
sampel diketahui (Sekaran, 2009). Jenis probability sampling yang dipilih adalah
stratified random sampling karena mengambil sampel dengan memperhatikan
golongan dari pegawai.
Dalam menentukan jumlah sampel, penulis menggunakan pendekatan
rumus Slovin (Suliyanto, 2006). Dengan menggunakan tingkat kelonggaran
pengambilan sampel sebesar 9%, maka jumlah karyawan yang menjadi sampel
minimal yang diambil dapat dicari dengan jumlah populasi dibagi hasil perkalian
jumlah populasi dengan tingkat kelonggaran ditambah 1, sehingga jumlah sampel
yang didapatkan adalah sebanyak 114 responden.
65
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan penelitian ini,
peneliti menggunakan kuisioner (angket) yang diberikan secara pribadi kepada
responden guna sebagai alat untuk mengumpulkan data dan informasi yang terkait.
Kuisioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang
akan dijawab oleh responden, biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan
jelas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validitas
Variabel endogen dalam penelitian ini adalah behavioral incivility, dimana
untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah dikembangkan menjadi 6 item
pertanyaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel endogen memiliki 6
item pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik. Hal ini dilihat dari nilai
eigen 4,941 dengan muatan faktor yang memiliki interval 0,882 hingga 0,934.
Varians yang dapat dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 82,348%.
Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Samplig Adequency pada variabel endogen
sebesar 0,847 dan hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu
0,00 (p<0,01).
Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah experienced workplace
incivility, dimana untuk mengukur konstruk dari variabel tersebut telah
dikembangkan menjadi 7 item pertanyaan. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel mediasi (experienced workplace incivility) memiliki 7 item
pertanyaan yang menunjukkan korelasi yang baik, artinya semua item pertanyaan
menunjukkan korelasi yang baik. Hal ini dilihat dari nilai eigen 5,714 dengan
muatan faktor yang memiliki interval 0,813 hingga 0,917. Varians yang dapat
dijelaskan (variance explained) pada faktor sebesar 79,864%. Nilai KaiserMeyerOlkin Measure of Samplig Adequency pada variabel mediasi sebesar 0,899
dan hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu 0,000
(p<0,01).
66
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah passive leadership. Untuk
mengukur konstruk dari variabel tersebut telah dikembangkan dengan 6 item
pertanyaan, yang mana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 6 item pertanyaan
berkorelasi dengan baik terhadap konstruk. Hasil uji menunjukkan semua item yang
terlibat dalam muatan faktor tersebut memiliki korelasi terhadap konstruk sehingga
dapat menjadi suatu pengukuran yang tepat. Hal ini dilihat dari nilai Eigen (5,138)
yang lebih besar dari pada dengan muatan faktor loading (loading factor) yang
memiliki interval 0,739 hingga 0,899. Varians yang dapat dijelaskan (variance
explained) pada faktor adalah 73,395%. Nilai Kaiser-MeyerOlkin Measure of Sampling Adequency pada variabel eksogen sebesar 0,898 dan
hasil uji Barlett’s Test of Sphercity menunjukkan signifikan yaitu 0,000 (p<0,01).
Reliabilitas
Reliabilitas untuk mengukur apakah instrument (kuisioner) dari penelitian ini
dapat dipercaya/handal atau tidak sebagai hasil penelitian yang baik maka perlu
dilakukan uji reliabilitas. Suatu konstruk atau variabel dikatakan handal apabila
nilai Cronbach Alphanya > 0,60 menurut Malhotra (2003). Berikut hasil pengujian
reliabilitas.
Tabel 1. Reliabilitas
No.
1.
2.
3.
Variabel
Passive Leadership
Behavioral Incivility
Experienced Workplace
Incivility
Jumlah
Item
7
6
7
Cronbach’s
Alpha
Ketrerangan
Hitung Standar
0,939
0,60
Handal
0,957
0,60
Handal
0,962
0,60
Handal
Dari hasi uji reliabilitas yang ditunjukkan pada Tabel 1, diperoleh nilai
Cronbach’s alpha masing-masing sebesar 0,939, 0,957, dan 0,962. Dengan
demikian seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel penelitian ini reliabel
(handal), karena telah memenuhi Cronbanch’s Alpha dengan nilai alpha yang lebih
dari 0,60.
Regresi
67
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Tabel 2. Analisis Pengaruh Passive Leadership terhadap Experienced Workplace
Incivility
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std.
Beta
Model
Error
1
(Constant)
,351
,209
Passive Leadership
,655
,060
,717
a.Dependent Variable: Experienced Workplace Incivility
t
1,683
10,874
Sig.
,095
,000
Menurut Hair, et. al., (2006) jika dalam penskalaan digunakan skala likert,
maka untuk koefisien korelasi digunakan nilai standardized coefficients, di mana
nilai konstantanya tidak perlu diinterpretasikan. Dari hasil output SPSS tersebut
dapat dibuat garis persamaan linear adalah sebagai berikut:
Z = 0,717X
Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi
Passive Leadership (X) bernilai positif (0,717) artinya ketika passive leadership
terhadap pegawai meningkat, maka experienced workplace incivility para pegawai
akan meningkat.
Tabel 3. Analisi Pengaruh Passive Leadership terhadap Behavioral Incivility dengan
Experienced Workplace Incivility Sebagai Variabel Pemediasi
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
B
Std.
Error
,003
,259
,818
,075
-,302
,188
,249
,077
,870
,084
Model
1
(Constant)
Passive Leadership
2
(Constant)
Passive Leadership
Experienced
Workplace Incivility
a. Dependent Variable: Behavioral Incivility
Standardized
Coefficients
Beta
,719
,218
,698
t
,013
10,941
-1,607
3,233
10,343
Sig.
,990
,000
,111
,002
,000
Dari tabel tersebut (model 2) dapat dibuat garis persamaan linear adalah
sebagai berikut:
Y = 0,719X
Maka dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil
nilai standardized coefficients tidak terdapat nilai konstanta, hanya terdapat nilai
68
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
koefisien regresi. Koefisien regresi passive leadership (X) bernilai positif (0,719)
artinya ketika passive leadership meningkat, maka akan menyebabkan
meningkatnya behavioral incivility.
Selanjutnya untuk model 3 pada tabel 4.14 dapat dibentuk garis persamaan
linier sebagai berikut:
Y = 0,218X + 0,698Z
Dimana persamaan tersebut menjelaskan bahwa koefisien regresi
experienced workplace incivility (Z) bernilai positif 0,698 artinya semakin tinggi
experienced workplace incivility yang dimiliki oleh pegawai, maka akan semakin
tinggi behavioral incivility.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Passive leadership dan experienced workplace incivility merupakan prediktor
behavioral incivility pada pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh.
Diantara kedua variabel tersebut, experienced workplace incivility memiliki
pengaruh yang lebih dominan terhadap tercapainya behavioral incivility
(perilaku ketidaksopanan) pada pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda
Aceh, seperti pada pernyataan memperolok-olok seseorang di tempat kerja,
datang terlambat ke tempat kerja, dan keluar kantor saat jam kerja dengan
bukan dalam hal tugas dinas.
2.
Passive leadership merupakan prediktor experienced workplace incivility pada
pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan dari indikator passive leadership yaitu tidak ikut campur hingga
masalah sampai serius, menunggu sesuatu menjadi salah sebelum mengambil
tindakan, memiliki keyakinan yang kuat bahwa “jika tidak rusak, jangan
diperbaiki”, dan menghindari membuat keputusan, melemparkannya kepada
bawahan.
3.
Experienced workplace incivility memediasi secara parsial pengaruh passive
leadership terhadap behavioral incivility pegawai Kantor Dinas Pemerintah
Kota Banda Aceh.
69
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan oleh penulis
adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa passive leadership berpengaruh
signifikan terhadap behavioral incivility dan experienced workplace incivility.
Passive leadership merupakan sifat pemimpin yang tidak baik untuk bisa di
terapkan pada Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh. Karena para
pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh lebih sering melakukan
perilaku ketidaksopanan. Oleh karena itu supaya para pegawai dapat
mengurangi perilaku ketidksopanan lebih baik para pemimpin untuk dapat
menurunkan sifat pasifnya agar lebih aktif dan dapat memperhatikan perilaku
dari setiap karyawannya. Pemimpin pasif yang dalam teorinya merupakan
kepemimpinan laissez-faire yang dapat diterapkan pada perusahaan yang
pemimpin dan karyawannya memiliki pendidikan akhir dan pengalaman yang
sama, maka si pemimpin pasif dapat membiarkan karyawannya untuk
mengambil keputusan sendiri dalam perusahaannya.
2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa experienced workplace incivility
(berpengalaman perilaku tidak sopan di tempat kerja) dapat memperkuat
pengaruhnya antara passive leadership dan behavioral incivility pada Kantor
Dinas Pemerintah Kota Banda Aceh, oleh karena itu diharapkan pada pegawai
untuk tidak melakukan perilaku ketidaksopanan yang dapat mempengaruhi
pegawai lain di tempat kerja. Dan diharapkan kepada pemimpin dari setiap
bidangnya agar lebih memperhatikan perilaku dari setiap anggotanya yang
sudah mulai menyimpang, agar PNS di kota Banda Aceh tidak lagi banyak
melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga dapat meningkatkan kinerja
mereka untuk terwujudnya pelayanan publik yang baik untuk melayani
masyarakat kota Banda Aceh.
REFERENSI
Abdurrahman. M (2002) Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Afzalur Rahman (1991) Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Terj.
Annas Siddik. Jakarta: Bumi Aksara
70
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Al-Buraey, Muhammad A (1986) Islam Landasan Alternatif Administratif
Pembangunan. Jakarta : Rajawali
Al-Hufiy, Ahmad Muhammad (2003) Keteladanan Akhlak Rasulullah. Jakarta:
Pustaka Setia.
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa (1986) Tafsir al-Maraghi, Juz 25, terj. K. Ansori
Umar Sitanggal, dkk. Semarang: Toha Puta
Al-Syaibani, Muhammad A (1997) Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang
Alwi, Hasan dkk (2003) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Andersson, L. M., & Pearson, C. M (1999) Tit For Tat? The Spiraling Effect Of
Incivility in The Workplace. Academy of Management Review, Vol. 24, 452–
471.
Arikunto, S (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Avolio, B. J., Bass, B. M., & Jung, D. I (1999) Re-Examining The Components of
Transformational And Transactional Leadership Using The Multifactor
Leadership Questionnaire. Journal of Occupational and Organizational
Psychology, Vol. 72, 441–462.
Bandura, A. 1965. Influence Of Models’ Reinforcement Contingencies on The
Acquisition Of Imitative Responses. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol.1, 589–595.
Bandura, A (1977) Social learning theory. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall.
Baron, R.M. and Kenny, D.A (1986) The Moderator-Mediator Variable Distinction
in Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical
Considerations. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 51 (6):
1173-1182
Bass, B. M (1998) Transformational Leadership: Industrial, Military, and
Educational Impact. NJ: Erlbaum.
Bass, B. M., & Avolio, B. J (1994) Improving Organizational Effectiveness
Through Transformational Leadership. CA: Sage Publications.
71
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Bass, B. M., & Avolio, B. J (1995) MLQ Multifactor Leadership Questionnaire for
research: permission set. Redwood City. CA: Mindgarden.
Bass, B. M., & Avolio, B. J (1997) Full Range Leadership Development: Manual
For The Multifactor Leadership Questionnaire. Palo Alto: Mindgarden.
Bass, B. M., Avolio, B. J., & Atwater, L (1996) The Transformational And
Transactional Leadership of Men and Women. Applied Psychology: An
International Review, Vol. 45, 5–34.
Cortina, L. M (2008) Unseen Injustice: Incivility Asmodern Discrimination in
Organizations. Academy of Management Review, Vol.33, 55–75.
Den Hartog, D. N., Van Muijen, J. J., & Koopman, P. L (1997) Transactional
Versus Transformational Leadership: An Analysis Of The MLQ. Journal of
Occupational and Organizational Psychology, Vol. 70, 19–34.
De Rue, D. S., Nahrgang, J. D., Wellman, N., & Humphrey, S. E (2011) Trait And
Behavioral Theories Of Leadership: A Metaanalytic Test Of Their Relative
Validity. Personnel Psychology, Vol. 64, 7–52.
Donals R.Cooper & Pamela S.Schindler (2006) Bussines Research Methods 9th
Edition. McGraw-Hill International Edition.
Dunford, Richard W (1995) Organizational Behaviour: An Organisational Analysis
Perspective. Sydney: Addison-Wesley Publishing Company.
Echols, John M. & Shadily Hasan (1993) Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:
Gramedia
Ghozali, Imam (2005) Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Ghozali, Imam (2011) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: BP Universitas Diponegoro
Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H (2000)
Organizations: Behavior, Structure, Processes. Boston: Irwin McGraw- Hill.
Greenberg, J., & Baron, R (2009) Behavior in Organizations (9th ed.). India:
Pearson Prentice Hall Publication.
Hair, dkk (2006) Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey : Pearson
Education
72
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Hendri, Almahdy Indra (2008) Analisis Leadership Behaviors Pada Industri
Manufaktur. Jurnal Ilmiah PASTI. Vol. 6
Hinkin, T. R., & Schriesheim, C. A (2008) An Examination Of “Nonleadership”:
From Laissez-Faire Leadership To Leader Reward Omission and Punishment
Omission. Journal of Applied Psychology, Vol. 93, 1234–1248.
Hoy, W.K. and Miskel, C.G (2008) Educational Administration: Theory, Research,
and Practice (8th ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Imam Muslim, Shahih Muslim (1992) Juz III, Beirut: darKutul Ilmiyah.
Khan, Abdul Wahid (2002) Rasulullah di Mata Sarjana Barat. Yogyakarta: Mitra
Pustaka
La Monica (1986) dalam buku Gillies (1994) Gaya Kepemimpinan. Jakarta:
Erlangga.
Lewin, K (1936) A Dynamic Theory of Personality. New York: McGraw- Hill.
Malhotra, N. K (2003) Marketing Research: An Applied Orientation 3nd Edition.
New Jersey: Pearson Education Inc.
Mantja, William (2007) Manajemen Pembinaan Profesional Berwawasan
Pengembangan Sumber Daya Manusia: Suatu Kajian Konseptual Historik
dan Empirik. Malang: IKIP Malang.
Margono (2004) Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Munawir, E.K. Imam (2002) Asas-Asas Kepemimpinan Dalam Islam. Surabaya:
Usaha Nasional
Nasir, Mohammad (1999) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nawawi, Hadari (1993) Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajahmada
University press
Neuman, J. H., & Baron, R. A (1998) Workplace Violence and Workplace
Aggression: Evidence Concerning Specific Forms, Potential Causes, and
Preferred Targets. Journal of Management, Vol. 24, 391–419.
Pearson, C. M., & Porath, C. L (2004) On Incivility, Its Impact, and Directions For
Future Research In R. W. Griffin, & A. M. O’Leary-Kelly (Eds.), The dark
Side of Organizational Behavior. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
73
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Pemerintah Kota Banda Aceh. Badan kepegawaian, Pendidikan
dan Pelatihan.
Melalui
(http://bkpp.bandaacehkota.go.id/dat
a-komskpd.html).
Diakses 23 Februari 2016.
Porath, C. L., & Pearson, C. M (2010) The Cost of Bad Behavior. Organizational
Dynamics, Vol. 39, 64–71.
Porath, C. L., & Pearson, C. M (2013) The Price Of Incivility: Lack Of Respect
Hurts Morale—and The Bottom Line. Harvard Business Review, January–
February, 115–121.
Robinson, S. L., & O’Leary-Kelly, A. M (1998) The Influence of Work Groups On
The Antisocial Behavior Of Employees. Academy of Management Journal,
Vol. 41, 658–672.
Salancik, G. J., & Pfeffer, J (1978) A Social Information Processing Approach To
Attitudes and Task Design. Administrative Science Quarterly, Vol. 23, 224–
253.
Sekaran (2006) Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat.
Shiddiqi, Nourouzzaman (1996) Jeramjeram Peradaban Muslim. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Smyth, John. (Ed.). 1989. Critical Perspectives on Educational Leadership.
London: The Palmer Press.
Sugiono (2002) Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Sugiono (2009) Metode Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta
Sugiyono (2001) Metode Penelitian Administrasi. Bandung: ALFABETA
Sukanto (1987) Gaya Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta
Sulyanto (2006) Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi
Sumarsono (2007) Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sweeney, P.D. and McFarlin, D.B (2002) Organizational Behavior: Solutions for
Management. New York: McGraw-Hill/Irwin.
T. Hani Handoko (2001) Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Jogyakarta.
74
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen
Vol. 1, No. 1, November 2016: 58-75
Ullmann, Stephen (1997) Pengantar Kepemimpinan Dasar. Terjemahan
Sumarsono. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Untung, Slamet (2005) Muhammad Sang Pendidik. Semarang: CV. Pustaka Rizky
Putra
Watkins, Peter (1992) A Critical Review of Leadership Concpets and Research: The
Implication for Educational Administration. Geelong: Deakin University
Press.
Weber, M (1991) The Nature of Social Action. In W. G. Runciman (Ed.), Weber:
Selections In Translation. Cambridge: Cambridge University Press.
William, C. M (2007) Principle of Management (Creative Edge.). USA: SouthWestern Cengage Learning.
Williams, C. R (2009) Principle of Management (5th ed.). USA: SouthWestern
Cengage Learning.
Yuki, Gary A (1989) Leadership in Organizations 2nd Ed. New Jersey: PrenticeHall International, Inc.
Yusuf, Ali Anwar (2002) Wawasan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
75
Download