pengaruh metode hill climbing (pendakian bukit)

advertisement
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH METODE HILL CLIMBING (PENDAKIAN BUKIT)
BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS V SD GUGUS 1 KARANGASEM
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
I Putu Aurora1, Desak Putu Parmiti 2, Ni Nyoman Kusmariyatni3
1,3
Jurusan PGSD, 2Jurusan TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara
kelas yang dibelajarkan dengan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS
terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional
siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus I Karangasem. Jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimen semu. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas V di Sekolah Dasar No.
3 Seraya Tengah sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V di Sekolah Dasar No. 1
Seraya Tengah sebagai kelas kontrol. Data hasil belajar matematika dikumpulkan melalui
tes hasil belajar yang kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dan uji-t. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata skor hasil belajar matematika yang dicapai
kelas eksperimen adalah 23,25 atau 77,5% dengan kategori tinggi. Sementara rata-rata
skor yang dicapai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
konvensional adalah 18,50 atau 61,7% dengan kategori cukup. Berdasarkan pengujian
hipotesis dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang
signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode Hill climbing (Pendakian Bukit)
berbantuan LKS terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
konvensional.
Kata Kunci : Metode Hill Climbing (Pendakian Bukit), LKS terstruktur, dan hasil belajar
Abstract
This study aimed at knowing the differences in math learning outcomes between the Math
class which was taught by Hill Climbing method with structured worksheet with the class
which was taught by conventional method on the fifth grade students of SD Gugus I
Karangasem. This study was a quasi experimental study. The population was the fifth
grade students of SD No. 3 Seraya Tengah as the experiment group and the fifth grade
students of SD No. 1 Seraya Tengah as the control group. The data was collected
through the test’s outcomes which were analyzed descriptive statistically and t-test. The
result of the study shows that the average score of Math learning outcomes on the
experiment class was 23,25 or 77,5% with high category. While the average score of
control group which was taught by conventional method was 18,50 of 61,7% with
adequate category .Based on the hypothesis’ test, it can be concluded that there were
significant differences between the class who was taught by Hill Climbing method with
structured worksheet with the class which was taught by conventional method.
Keywords : Hill Climbing Method, Structured Worksheet, Students’ Learning Outcomes
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat
sekolah dasar sampai tingkat sekolah
menengah bahkan sampai di perguruan
tinggi, tentunya mempunyai potensi besar
dalam mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas untuk menghadapi era
globalisasi. Potensi ini bisa terwujud jika
pendidikan matematika mampu menjadikan
siswa yang cakap dalam penguasaan
konsep-konsep matematika. Namun sampai
saat ini, matematika termasuk mata pelajaran
yang
masih
dianggap
sangat
sulit,
menakutkan, bahkan membosankan bagi
siswa. Anggapan tentang matematika yang
sulit, menakutkan, dan membosankan
mungkin tidak berlebihan dan memang begitu
kenyataannya. Mata pelajaran matematika
mempunyai sifat yang abstrak dan untuk
memahami konsep yang baru dalam
matematika
diperlukan
prasyarat
pemahaman
konsep
sebelumnya.
Pemahaman konsep itu dapat dimulai
dengan mengenalkan benda-benda konkret
dalam setiap pembelajaran matematika
khususnya di jenjang sekolah dasar.
Pemahaman konsep matematika
merupakan
salah
satu
bagian
dari
pembelajaran matematika. Dalam proses
pembelajaran
matematika
menekankan
proses bagaimana siswa memperoleh
pengetahuan daripada menekankan pada
produk. Pemahaman konsep matematika ini
akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa akan dapat ditingkatkan jika
komponen pembelajaran digunakan secara
seutuhnya, seperti halnya penerapan metode
pembelajaran yang tepat dan dapat didukung
dengan konsep lain.
Menurut
pengamatan,
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
di
kelas
penggunaan model pembelajaran yang
bervariatif masih kurang dan guru cenderung
menggunakan model konvesional pada
setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal
ini
mungkin
disebabkan
kurangnya
penguasaan guru terhadap model-model
pembelajaran
yang
ada,
padahal
penguasaan
terhadap
model-model
pembelajaran sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru,
dan sangat sesuai dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi terdapat beberapa ilmu dasar yang
mendukung yang salah satunya adalah ilmu
matematika, di mana matematika sebagai
salah satu bagian dari pendidikan memiliki
peran yang sangat besar bagi pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas. Hal
ini disebabkan oleh pola pikir matematika
yang esensial bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Peran matematika dapat kita
lihat dalam berbagai sektor kehidupan
manusia, seperti komputerisasi, transportasi,
komunikasi, ekonomi/perdagangan dan ilmu
pengetahuan alam dan teknologi. Pentingnya
peranan matematika dalam kehidupan dan
pengembangan
pengetahuan,
sudah
sepantasnya konsep-konsep matematika
harus dilakukan dari dasar dan dilanjutkan
ketingkat yang lebih tinggi karena matematika
bersifat hierarki.
Berdasarkan hasil observasi di tujuh
sekolah dasar Gugus 1 Karangasem dapat
dilihat bahwa nilai matematkia siswa kelas V
di tujuh SD tersebut masih dibawah rata –
rata kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dapat
diketahui bahwa kriteria ketuntasan minimal
(KKM) untuk mata pelajaran matematika
adalah 65 dan nilai matematika ke tujuh SD
tersebut masih dibawah rata – rata KKM.
Hasil belajar yang rendah disebabkan
oleh
beberapa
permasalahan
yaitu:
Pembelajaran masih didominasi oleh guru
(teacher centered), guru masih melakukan
pembelajaran dengan menjelaskan teori
tanpa
menjelaskan
langkah
untuk
mendapatkan hasil akhir, perhatian siswa
terhadap pembelajaran masih sangat kurang
dan sebagian besar siswa masih pasif. Ini
disebabkan karena pembelajaran yang
dilakukan guru kurang menarik dan kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir menemukan sendiri konsep yang
diajarkan, kurangnya penggunaan media
dalam pembelajaran matematika.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Degeng (2001:1) menyatakan pada
abad XXI pelajaran tidak lagi berpusat pada
guru (teacher centered) melainkan berpusat
pada siswa (student centered). Guru hanya
berperan sebagai fasilitator dalam pelajaran,
sehingga siswa tidak dapat lagi menganggap
guru sebagai sumber pengetahuan tetapi
sebagai kawan dalam belajar. Hal ini
diperkuat oleh Trianto (dalam Paramitasari,
2012:5) yang menyatakan hakikat belajar
adalah siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama, dan merevisinya apabila aturanaturan tersebut tidak sesuai lagi. Salah satu
model pembelajaran yang inovatif dan sesuai
dengan paham konstruktifistik adalah model
pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan permasalahan di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
masih didominasi oleh guru dalam artian
siswa hanya menerima materi pelajaran
tanpa
berusaha
mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya, kurangnya
perhatian guru terhadap interaksi siswa
dalam kelompok belajar, keterbatasan waktu
sehingga menimbulkan siswa lebih banyak
diam, sehingga proses belajar mengajar tidak
dapat berjalan efektif. Untuk menanggulanggi
kekurangpedulian siswa terhadap mata
pelajaran matematika, dianjurkan guru
memperluas dan memperlihatkan semangat
yang tinggi dengan menyajikan bahan
pembelajaran dalam bentuk baru. Beberapa
masalah tersebut perlu ditangani dengan
cepat dan tepat mengingat pemahaman
konsep di sekolah dasar menjadi dasar
pemahaman konsep ditingkat yang lebih
tinggi. Salah satu metode untuk memecahkan
masalah diatas adalah metode Hill Climbing
(pendakian bukit). Metode ini sangat tepat
digunakan. Kelebihan menggunakan metode
Hill Climbing adalah masalah yang ditemukan
saat pembelajaran akan terselesaikan secara
bertahap sehingga siswa akan mengerti cara
menyelesaikan masalah yang mereka
temukan sampai akhirnya tidak ada lagi
masalah yang belum terselesaikan. Metode
Hill Climbing (pendakian bukit) di dalam
memecahkan masalah prosesnya diawali
dengan menyelesaikan submasalah terdekat,
kemudian
menuju
submasalah
yang
berikutnya yang terdekat. Begitu seterusnya
hingga tidak ada lagi submasalah yang
belum terpecahkan, dan pemberian LKS
terstruktur tersebut untuk memecahkan
masalah secara terstruktur atau tahap demi
tahap, tidak hanya langsung memperoleh
hasil akhir. LKS terstruktur adalah lembar
kerja yang dirancang untuk membimbing
siswa dalam suatu program kerja dengan
sedikit bantuan guru untuk mencapai sasaran
yang dituju dalam pembelajaran tersebut.
LKS terstruktur dilengkapi dengan petunjuk
dan
pengarahan
tetapi
tidak
dapat
menggantikan peranan guru. Artinya, secara
keseluruhan guru masih memegang peranan
dalam pelaksanaan dan perencanaan
mengajar
yang
sudah
dipersiapkan
sebelumnya yaitu menyangkut kegiatan
utama
seperti
memberi
rangsangan,
bimbingan, pengarahan serta dorongan.
Materi ajar disusun secara sistematis
kemudian disertai dengan contoh soal dan
soal-soal mulai dari yang mudah sampai
yang lebih sukar.
Berdasarkan uraian diatas, perlu
dilakukan penelitian dengan judul: Pengaruh
Metode Hill Climbing (Pendakian Bukit)
Berbantuan LKS Tertruktur Terhadap Hasil
Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD
Gugus 1 Karangasem.
METODE
Populasi menurut Agung (2011:45)
adalah
“keseluruhan
subjek
dalam
penelitian”,
dan
Sugiyono
(2010:215)
mengatakan “populasi diartikan sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa populasi merupakan keseluruhan
subjek atau objek dalam penelitian yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas V SD di Gugus 1 Karangasem
diantaranya SD Negeri 1 Seraya tengah, SD
Negeri 2 Seraya Tengah, SD Negeri 3
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Seraya Tengah, SD Negeri 4 Seraya Tengah,
SD Negeri 5 Seraya Tengah, SD Negeri 6
Seraya Tengah, dan SD Negeri 7 Seraya
Tengah. Sampel ialah sebagian dari populasi
yang diambil, yang dianggap mewakili
terhadap seluruh populasi dan diambil
dengan menggunakan tehnik tertentu”
(Agung, 1999:58). Di Desa Seraya Tengah
terdapat 7 SD, sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan penelitian di semua SD
tersebut, maka dibutuhkan sampel yang akan
mewakili ketujuh SD tersebut. Sampel kelas
dilakukan dengan teknik random sampling.
Random sampling hanya dilakukan pada
kelas yang memiliki kemampuan akademik
yang setara saja. Dari populasi yang terdiri
dari kelas V di tujuh SD Gugus 1
Karangasem dipilih 2 kelas untuk dijadikan
sampel penelitian yang dapat mewakili
semua populasi dan yang dianggap memiliki
kesetaraan yang telah diuji dengan analisis
varian satu jalur (ANAVA A) untuk menjadi
kelas ekperimen dan kelas kontrol. Untuk
menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol maka peneliti menggunakan teknik
random sampling. Setelah melakukan
pengundian terpilih 2 sekolah yang akan
dijadikan sampel penelitian yaitu SD Negeri 1
Seraya Tengah dan SD Negeri 3 Seraya
Tengah. Kemudian dilakukan pengundian
untuk menentukan kelas eksperimen dan
kelas control. Berdasarkan pengundian yang
telah dilakukan, maka SD Negeri 3 Seraya
Tengah sebagai kelompok eksperimen yang
mendapat perlakukan model pembelajaran
Hill Climbing (Pendakian Bukit) dan SD
Negeri 1 Seraya Tengah sebagai kelompok
kontrol yang mendapat perlakuan model
pembelajaran konvensional.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perangkat tes.
Perangkat tes yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah tes pilihan ganda
dengan satu jawaban benar. Tes ini terdiri
dari 40 butir tes objektif pilihan ganda yang
akan diujicobakan untuk mendapatkan 30
butir soal yang dapat diterima atau digunakan
sebagai instrumen penelitian. Setiap item
soal disertai dengan empat alternatif jawaban
yang dapat dipilih oleh siswa (alternatif a, b,
c, dan d) setiap item diberi skor 1 bila siswa
menjawab dengan benar dan siswa yang
menjawab salah diberi skor 0. Kemudian skor
setiap item dijumlahkan dan jumlah tersebut
merupakan skor variabel hasil matematika.
Selanjutnya dilakukan uji validitas butir
dengan rumus korelasi point biserial. Hasil rpbi
dikonsultasikan dengan rpbi tabel dengan taraf
signifikansi 5%. Berdasarkan hasil analisis,
39 butir soal yang diuji dinyatakan valid dan 1
butir soal yang dinyatakan tidak valid.
Tahapan kedua yakni 39 butir soal yang
sudah valid diuji reliabilitas dengan
menggunakan Kuder Richadson 20 (KR-20).
Berdasarkan pada perhitungan dengan
rumus tersebut, diperoleh reliabilitas tes
0,897, Berdasarkan hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa derajat reabilitas tes
sangat tinggi (sangat baik).
Analisis
ketiga
adalah
tingkat
kesukaran. Butir yang dianjurkan sebagai tes
standar adalah butir yang memiliki IKB antara
0,25 – 0,75. Hasil perhitungan dengan rumus
IKB menunjukkan bahwa 39 soal memenuhi
persyaratan IKB yang ditetapkan. Analisis
terakhir adalah daya beda. Butir yang
dianjurkan sebagai tes standar adalah butir
yang memiliki IDB 0,15 – 0,75. Berdasarkan
pada perhitungan dengan rumus tersebut,
diperoleh IDB sebesar 0,26, sehingga dapat
dikatakan analisis 39 butir soal memenuhi
persyaratan IDB yang telah ditetapkan
Berdasarkan hasil analisis secara
keseluruhan, maka diperoleh 34 butir tes
yang dapat diterima sebagai tes matematika
yang digunakan pada post test.
Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis statistik deskriptif yang dicari adalah
mean, median, modus dan standar deviasi.
Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji
normalitas sebaran data dengan chi-kuadrat
dan uji homogenitas varians dengan uji-F.
dan uji-t. digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian. Rumus uji-t yang digunakan
adalah polled varians (n1 ≠ n2 dan varians
homogen dengan db = n1 + n2 – 2).
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL.
Untuk memperoleh gambaran tentang
hasil belajar matematika, data dianalisis
dengan analisis deskriptif agar dapat
diketahui Mean (M), median (Md), Modus
(Mo), dan standar deviasi. Rangkuman hasil
analisis deskriptif disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar Matematika
Statistik Deskriptif
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
23,25
23,37
23,51
16,491
4,061
18,50
18,38
18,36
11,894
3,449
Mean (M)
Median (Md)
Modus (Mo)
Varians
Standar deviasi
Berdasarkan tabel tersebut di atas,
diketahui mean kelompok eksperimen lebih
besar daripada mean kelompok kontrol.
Kemudian data hasil belajar matematika
kelompok eksperimen dapat disajikan ke
dalam bentuk grafik poligon seperti pada
Gambar 1.
belajar matematikan kelompok kontrol yang
telah mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran konvensional disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Grafik
Kelompok Kontrol.
Gambar 1. Grafik Poligon
Kelompok Eksperimen.
Skor
Data
Nilai mean (rata-rata), modus dan
median didistribusikan pada kurva poligon
dan diperoleh bentuk kurva juling negatif
karena Mo > Md > M. Ini berarti sebagian
besar skor yang diperoleh cenderung tinggi.
Jika nilai rata-rata dikonversikan ke dalam
Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala
Sembilan, hasil belajar matematika siswa
kelompok eksperimen berada pada kategori
sangat tinggi. Distribusi frekuensi data hasil
Poligon
Skor
Data
Nilai mean (rata-rata), modus dan median
didistribusikan pada kurva poligon dan
diperoleh bentuk kurva juling positif karena M
> Md > Mo. Ini berarti sebagian besar skor
yang diperoleh cenderung rendah. Jika nilai
rata-rata dikonversikan ke dalam Penilaian
Acuan Patokan (PAP) Skala Sembilan, hasil
belajar matematika siswa kelompok kontrol
berada pada kategori cukup.
Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan
uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan
untuk membuktikan bahwa frekuensi data
hasil penelitian benar-benar berdistribusi
normal. Hasil uji normalitas sebaran data
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
χ2
didapatkan harga
hasil post test
kelompok eksperimen sebesar 0,5779 dan
hitung
χ2
dengan derajat kebebasan (dk) = 3
tabel
pada taraf signifikansi 5% adalah 7,815 . Hal
ini berarti χ
2
hitung
hasil post test kelompok
eksperimen lebih kecil dari χ tabel (4,353 <
7,815). Sehingga data hasil post test
kelompok eksperimen berdistribusi normal.
2
Sedangkan χ
2
hitung
hasil post-test kelompok
kontrol adalah 6,7418 dan χ tabel hasil posttest kelompok kontrol dengan derajat
kebebasan (dk) = 3 pada taraf signifikansi 5%
2
adalah 7,815. Hal ini berarti χ hitung hasil
post-test kelompok kontrol lebih kecil dari
2
χ2
tabel (4,287< 7,815). Sehingga data hasil
post test kelompok kontrol berdistribusi
normal.
Uji
homogenitas varians dilakukan
terhadap varians pasangan antar kelompok
eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan
adalah uji F dengan kriteria data homogen
jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil
perhitungan uji homogenitas didapatkan
harga Fhitung sebesar 1,386 sedangkan Ftabel
dengan dbpembilang = 27 , dbpenyebut = 33, pada
taraf signifikansi 5% adalah 1,84 Hal ini
berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel (1,386 <
1,84) sehingga dapat dinyatakan bahwa
varians data hasil post-test kelompok
eksperimen dan kontrol adalah homogen.
Berdasarkan
hasil
analisis
uji
prasyarat hipotesis, diperoleh bahwa data
hasil
belajar
matematika
kelompok
eksperimen dan kontrol adalah normal dan
homogen, sehingga pengujian hipotesis
penelitian dengan uji-t dapat dilakukan.
Uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan statistik uji-t dengan rumus
polled varians. Kriteria pengujian adalah H1
diterima jika thitung > ttabel. Pengujian dilakukan
pada taraf signifikansi 5% dengan derajat
kebebasan (dk) = n1 + n2 – 3. Hasil
perhitungn uji-t dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji-t
Kelas
Kelas eksperimen
Kelas kontrol
Mean
23,25
18,50
Varians
16,491
11,894
n
28
34
Berdasarkan
hasil
perhitungan
tersebut di atas, didapatkan thitung sebesar
5,026. Sedangkan ttabel dengan db = 60 pada
taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
thitung lebih besar dari ttabel (5,026 > 2,000)
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan terdapat perbedaan hasil belajar
matematika yang signifikan antara kelas
yang dibelajarkan dengan metode hill
climbing (pendakian bukit) berbantuan lks
terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran konvensional
pada siswa kelas V SD Gugus 1
Karangasem.
Db
t hitung
t tabel
Kesimpulan
60
5,026
2,000
H1 diterima
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hasil belajar matematika siswa yang
dicapai dengan metode hill climbing
(pendakian bukit) berbantuan LKS terstruktur
berbeda dengan siswa yang belajar dengan
model pembelajaran konvensional. Berbagai
metode pembelajaran yang dipakai dalam
kegiatan pembelajaran tentunya memiliki
tujuan agar dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Peran dari guru sangatlah penting
dalam pemilihan model pembelajaran yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran
agar sesuai dengan karakteristik belajar
siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang
ada yaitu metode Hill Climbing (Pendakian
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Bukit) berbantuan LKS Terstruktur yang
diterapkan untuk mata pelajaran matematika.
Kelebihan
menggunakan
metode
Hill
Climbing adalah masalah yang ditemukan
saat pembelajaran akan terselesaikan secara
bertahap sehingga siswa akan mengerti cara
menyelesaikan masalah yang mereka
temukan sampai akhirnya tidak ada lagi
masalah yang belum terselesaikan dan
dengan dibantu oleh LKS terstruktur untuk
memecahkan masalah secara terstruktur
atau tahap demi tahap, tidak hanya langsung
memperoleh hasil akhir. Materi ajar disusun
secara sistematis kemudian disertai dengan
contoh soal dan soal-soal mulai dari yang
mudah sampai yang lebih sukar.
Berdasarkan hasil analisis data
secara deskriptif dapat diketahui bahwa ratarata skor yang dicapai kelas eksperimen
adalah 23,25 sedangkan rata-rata skor yang
dicapai kelas kontrol adalah 18,50. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil
belajar matematika siswa pada kelas
eksperimen lebih besar daripada rata-rata
skor hasil belajar matematika siswa pada
kelas kontrol. Selain itu pada kelas
eksperimen, nilai modus lebih besar dari
median dan median lebih besar dari mean
(Mo>Md>M), sehingga memiliki kurva juling
negatif yang artinya sebagian besar skor
cenderung tinggi (terlihat pada gambar 4.1).
Sementara pada kelas kontrol, mean lebih
besar dari median dan median lebih besar
dari modus (M>Md>Mo), sehingga kurva
juling positif yang artinya sebagian skor
cenderung rendah (terlihat pada gambar 4.2).
berdasarkan hasil analisis deskriptif yang
diperoleh tersebut, dapat diketahui bahwa
skor hasil belajar pada kelas eksperimen
lebih tinggi daripada skor hasil belajar kelas
kontrol.
Hasil
uji
hipotesis
dengan
menggunakan uji-t diperoleh t hitung = 5,026
dan
t tabel = 2,000 untuk db = 60 dengan
taraf signifikansi 5%. Ini berarti H0 ditolak dan
H1 diterima. Hal tersebut mengandung arti
bahwa adanya perbedaan hasil belajar
matematika yang signifikan antara kelas yang
dibelajarkan dengan metode Hill Climbing
(Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur
dengan kelas yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran konvensional. Hal ini
menunjukkan pula bahwa hasil belajar
matematika dengan penerapan metode Hill
Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS
terstruktur lebih baik daripada hasil belajar
matematika pada siswa yang menerapkan
model pembelajaran konvensional. Keadaan
yang diperoleh tersebut juga didukung oleh
hasil penelitian dari peneliti lain. Putra (2009)
pada
penelitiannya
yang
berjudul
“Implementasi Strategi Heruistik dengan
Metode Pendakian Bukit (Hill Cimbing)
sebagai Upaya Meningkatkan Manajemen
Diri dan Kemampuan Memecahkan Masalah
Matematika Siswa Kelas VIII C1 SMP Negeri
Singarja”. Hasil penelitian ini adalah terjadi
peningkatan pada manajemen diri dan
kemampuan
memecahkan
masalah
Matematika siswa.
Hasil
yang
diperoleh
tersebut
disebabkan oleh Perbedaan yang signifikan
antara siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran metakognitif
berbantuan complete sentence dan siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran
konvensional
disebabkan
karena perbedaan perlakuan pada langkahlangkah
pembelajaran
dan
proses
penyampaian materi. beberapa kelebihan
yang dimiliki metode Hill Climbing (Pendakian
Bukit) berbantuan LKS terstruktur yang tidak
dimiliki model pembelajaran konvensional.
Metode Hill Climbing (pendakian bukit) di
dalam memecahkan masalah prosesnya
diawali dengan menyelesaikan submasalah
terdekat, kemudian menuju submasalah yang
berikutnya yang terdekat. Begitu seterusnya
hingga tidak ada lagi submasalah yang
belum terpecahkan, dan dengan dibantu oleh
LKS terstruktur untuk memecahkan masalah
secara terstruktur atau tahap demi tahap,
tidak hanya langsung memperoleh hasil
akhir. Materi ajar disusun secara sistematis
kemudian disertai dengan contoh soal dan
soal-soal mulai dari yang mudah sampai
yang lebih sukar.
Selain beberapa kelebihan tersebut,
ada beberapa manfaat lain yang ditemukan
pada saat pelaksanaan pembelajaran di
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
kelas eksperimen. Siswa menjadi lebih aktif
dan cenderung untuk melakukan komunikasi
dengan siswa lain. Hal tersebut disebabkan
karena siswa dilibatkan langsung dalam
menentukan
keputusan
terhadap
permasalahan
yang
diberikan
dalam
kelompok belajarnya. Secara umum siswa
juga tidak memiliki waktu untuk diam saja dan
tidak terkesan membosankan yang dapat
menyebabkan siswa mengantuk.
Siswa kelas V di SD 3 Seraya Tengah
sangat
antusias
dalam
memerima
pembelajaran yang menggunakan metode
Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan
LKS terstruktur karena siswa menginginkan
suasana baru dalam belajar khususnya
matematika. Selain itu siswa terlibat secara
langsung dalam proses pembelajaran.
Berbeda halnya dengan model pembelajaran
konvensional yang biasa mereka lakukan
dimana guru yang berperan aktif dalam
pembelajaran dan siswa akan menjawab
pertanyaan jika diminta oleh guru serta siswa
hanya mencatat dan mengerjakan berbagai
soal latihan, sehingga siswa menjadi pasif
dan cenderung membosankan.
Berbeda dengan
SD 3 Seraya
Tengah, di SD 1 Seraya Tengah yaitu di
kelas V diterapkan model pembelajaran
konvensional yang dalam kegiatan belajarnya
lebih banyak mengarah pada metode
ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Pada saat pembelajaran siswa cenderung
pasif dan terkesan bosan dengan situasi
belajar seperti itu, sehingga membuat
beberapa siswa menunjukkan ekspresi
mengantuk saat belajar.
Walaupun demikian, metode Hill
Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS
terstruktur juga memiliki sejumlah hambatan
dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan
yang terlihat yaitu pertama sulitnya membagi
siswa menjadi beberapa kelompok yang
heterogen, karena siswa cenderung memilih
teman yang biasa diajak bermain. Hal ini
menyebabkan guru melakukan pendekatan
persuasif agar siswa membentuk kelompok
yang selama ini jarang menjadi kelompok
belajarnya. Siswa yang dikelompokkan
secara heterogen memiliki kesempatan untuk
menjadi lebih akrab melalui proses interaksi
dalam memecahkan masalah matematika
yang dihadapi. Kedua, banyak siswa yang
ingin mendapatkan bimbingan dari guru
sehingga guru menjadi sibuk untuk
membimbing siswa, tetapi siswa harus tetap
menemukan sendiri konsep-konsep dan
gagasan yang ada dalam pikirannya. Ketiga,
adanya siswa yang masih malu bertanya
kepada
guru
sehingga
guru
harus
memberikan motivasi dan mendiagnosa
kesulitan siswa dengan memberi beberapa
pertanyaan. Hambatan-hambatan itu muncul
karena siswa perlu beradaptasi dengan cara
belajar yang baru pada pertemuan pertama.
Hambatan-hambatan tersebut berkurang
pada setiap pertemuan dan mengalami
peningkatan ke arah yang lebih baik.
Berkurangnya
hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pembelajaran karena
dilakukan suatu strategi baru agar hambatan
tersebut tidak terulang kembali. Strategistrategi yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut adalah (1)
melakukan pendekatan persuasif kepada
siswa agar membentuk kelompok secara
heterogen, (2) memberikan pernyataanpernyataan yang dapat memotivasi siswa
mengeluarkan gagasannya, (3) memberikan
beberapa
pertanyaan
yang
dapat
mendiagnosa kesulitan belajar yang dihadapi
siswa, (4) membiasakan siswa belajar dalam
kelompok, (5) memberikan petunjuk yang
mudah diikuti siswa, (6) membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam proses
pembelajaran.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa metode Hill Climbing (Pendakian
Bukit) berbantuan LKS Terstruktur dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika
di jenjang sekolah dasar sebagai upaya
untuk meningkatkan hasil belajar siswa
menjadi lebih baik.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan yang disajikan pada bab IV,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar matematika yang
signifikan antara kelas yang dibelajarkan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dengan metode Hill Climbing (Pendakian
Bukit) berbantuan LKS terstruktur dengan
kelas yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat
dilihat dari analisis uji hipotesis terhadap hasil
belajar matematika yang menunjukkan
bahwa harga t hitung = 5,026 > harga t tabel =
2,000, pada taraf signifikansi 5% untuk db =
60. Rata-rata skor hasil belajar matematika
siswa yang mengikuti metode Hill Climbing
(Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur
adalah 23,25. Sementara rata-rata skor hasil
belajar siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional adalah 18,50.
Berdasarkan hal tersebut, metode Hill
Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS
terstruktur berpengaruh terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas V Sekolah Dasar
Gugus I di Karangasem.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat Bagi siswa karena merupakan
pengalaman belajar matematika dengan
menggunakan metode
Hill Climbing
(pendakian bukit) yang menyenangkan dapat
mendorong
keinginan
siswa
untuk
menyenangi matematika agar hasil belajar
siswa menjadi meningkat. Selain itu dirapkan
hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi guru
dan sekolah karena penelitian ini akan
memberikan pengalaman yang bermanfaat
dalam merancang pembelajaran, selain itu
dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pemilihan model pembelajaran dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa, diharapkan
juga bagi sekolah untuk dapat meningkatkan
kualitas belajar matematika siswa di SD
Gugus 1 Karangasem, dan untuk peneliti lain
diharapkan melalui penelitian ini akan dapat
menambah pengalaman bagi peneliti lain
dalam menghadapi situasi dan kondisi proses
pembelajaran dan menambah wawasan bagi
peneliti lain mengenai penerapan metode Hill
Climbing
(pendakian
Bukit)
dalam
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut. Kepada guru Sekolah Dasar di
Gugus I Karangasem diharapkan untuk dapat
menerapkan
metode
Hill
Climbing
(Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur
dalam pembelajaran matematika, karena
metode ini terbukti berpengaruh terhadap
hasil belajar matematika siswa. Siswa
semestinya
harus
lebih
aktif
dalam
menemukan sendiri pengetahuannya dan
guru berperan memberikan motivasi kepada
siswa dan memfasilitasi kegiatan belajar
siswa. Jika siswa menemukan sendiri
pengetahuannya dalam kelompok belajar,
maka pembelajaran menjadi lebih efektif dan
hasil belajar siswa khususnya matematika
dapat tercapai secara optimal dan maksimal.
Kepada
kepala
sekolah,
hendaknya
memberikan kesempatan kepada guru-guru
untuk mengembangkan/meningkatkan karier
dan keprofesionalan guru agar muncul cara
yang kreatif dan inovatif dalam kegiatan
mengajar di sekolah. Kepada peneliti lain
diharapkan untuk mendalami berbagai situasi
dan
kondisi
serta berbagai
metode
pembelajaran, sehingga nantinya kekurangan
yang terdapat dalam penelitian ini dapat
diperbaiki dalam penelitian selanjutnya.
Peneliti lain juga diharapkan bersedia
menyebarluaskan
pengetahuan
yang
diperoleh selama perkuliahan ke dalam
pembelajaran matematika khususnya di
jenjang sekolah dasar.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A Gede. 2011.
Penelitian Pendidikan.
UNDIKSHA
Metodologi
Singaraja:
Degeng, I Nyoman. 2001. Landasan dan
Wawasan Kependidikan. Universitas
Negeri Malang.
Indraswati,
2009.
Penerapan
Model
Pembelajaran Learning Cycle “5E”
Berbantuan LKS Terstruktur untuk
Meningkatkan Kemampuan Kognitif
Siswa pada Pokok Bahasan Geometi
Siswa Kelas VII Semester II SMP
Negeri 1 Juwiring. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen dalam
Pendidikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha Press.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Pujawan. 2010. Lks Terstruktur. Tersedia
pada http://matematikablendedlearning.
(diunggah pada tanggal 4 juni 2012)
Ramadhan, Rizki Alex. 2011. “Metode
Pengumpulan Data”. Tersedia pada
wordpress.com/2011/03/17/pentingny
a-metode-data/.
(diunggah
pada
tanggal 5 juni 2012)
Sugiyono.
2008.
Metode
Penelitian
Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
-------.2012. Statistik Pendidikan Teknik
Analisis Data Kuantitatif. Singaraja:
Universitas
Pendidikan
Ganesha
Press.
Trianto.
2010.
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana.
Download