e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) PENGARUH METODE HILL CLIMBING (PENDAKIAN BUKIT) BERBANTUAN LKS TERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD GUGUS 1 KARANGASEM TAHUN PELAJARAN 2013/2014 I Putu Aurora1, Desak Putu Parmiti 2, Ni Nyoman Kusmariyatni3 1,3 Jurusan PGSD, 2Jurusan TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara kelas yang dibelajarkan dengan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus I Karangasem. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas V di Sekolah Dasar No. 3 Seraya Tengah sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V di Sekolah Dasar No. 1 Seraya Tengah sebagai kelas kontrol. Data hasil belajar matematika dikumpulkan melalui tes hasil belajar yang kemudian dianalisis secara statistik deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata skor hasil belajar matematika yang dicapai kelas eksperimen adalah 23,25 atau 77,5% dengan kategori tinggi. Sementara rata-rata skor yang dicapai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 18,50 atau 61,7% dengan kategori cukup. Berdasarkan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode Hill climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Kata Kunci : Metode Hill Climbing (Pendakian Bukit), LKS terstruktur, dan hasil belajar Abstract This study aimed at knowing the differences in math learning outcomes between the Math class which was taught by Hill Climbing method with structured worksheet with the class which was taught by conventional method on the fifth grade students of SD Gugus I Karangasem. This study was a quasi experimental study. The population was the fifth grade students of SD No. 3 Seraya Tengah as the experiment group and the fifth grade students of SD No. 1 Seraya Tengah as the control group. The data was collected through the test’s outcomes which were analyzed descriptive statistically and t-test. The result of the study shows that the average score of Math learning outcomes on the experiment class was 23,25 or 77,5% with high category. While the average score of control group which was taught by conventional method was 18,50 of 61,7% with adequate category .Based on the hypothesis’ test, it can be concluded that there were significant differences between the class who was taught by Hill Climbing method with structured worksheet with the class which was taught by conventional method. Keywords : Hill Climbing Method, Structured Worksheet, Students’ Learning Outcomes e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah bahkan sampai di perguruan tinggi, tentunya mempunyai potensi besar dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi. Potensi ini bisa terwujud jika pendidikan matematika mampu menjadikan siswa yang cakap dalam penguasaan konsep-konsep matematika. Namun sampai saat ini, matematika termasuk mata pelajaran yang masih dianggap sangat sulit, menakutkan, bahkan membosankan bagi siswa. Anggapan tentang matematika yang sulit, menakutkan, dan membosankan mungkin tidak berlebihan dan memang begitu kenyataannya. Mata pelajaran matematika mempunyai sifat yang abstrak dan untuk memahami konsep yang baru dalam matematika diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya. Pemahaman konsep itu dapat dimulai dengan mengenalkan benda-benda konkret dalam setiap pembelajaran matematika khususnya di jenjang sekolah dasar. Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu bagian dari pembelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran matematika menekankan proses bagaimana siswa memperoleh pengetahuan daripada menekankan pada produk. Pemahaman konsep matematika ini akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa akan dapat ditingkatkan jika komponen pembelajaran digunakan secara seutuhnya, seperti halnya penerapan metode pembelajaran yang tepat dan dapat didukung dengan konsep lain. Menurut pengamatan, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih kurang dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terdapat beberapa ilmu dasar yang mendukung yang salah satunya adalah ilmu matematika, di mana matematika sebagai salah satu bagian dari pendidikan memiliki peran yang sangat besar bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh pola pikir matematika yang esensial bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Peran matematika dapat kita lihat dalam berbagai sektor kehidupan manusia, seperti komputerisasi, transportasi, komunikasi, ekonomi/perdagangan dan ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Pentingnya peranan matematika dalam kehidupan dan pengembangan pengetahuan, sudah sepantasnya konsep-konsep matematika harus dilakukan dari dasar dan dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi karena matematika bersifat hierarki. Berdasarkan hasil observasi di tujuh sekolah dasar Gugus 1 Karangasem dapat dilihat bahwa nilai matematkia siswa kelas V di tujuh SD tersebut masih dibawah rata – rata kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dapat diketahui bahwa kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika adalah 65 dan nilai matematika ke tujuh SD tersebut masih dibawah rata – rata KKM. Hasil belajar yang rendah disebabkan oleh beberapa permasalahan yaitu: Pembelajaran masih didominasi oleh guru (teacher centered), guru masih melakukan pembelajaran dengan menjelaskan teori tanpa menjelaskan langkah untuk mendapatkan hasil akhir, perhatian siswa terhadap pembelajaran masih sangat kurang dan sebagian besar siswa masih pasif. Ini disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan guru kurang menarik dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir menemukan sendiri konsep yang diajarkan, kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran matematika. e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Degeng (2001:1) menyatakan pada abad XXI pelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) melainkan berpusat pada siswa (student centered). Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pelajaran, sehingga siswa tidak dapat lagi menganggap guru sebagai sumber pengetahuan tetapi sebagai kawan dalam belajar. Hal ini diperkuat oleh Trianto (dalam Paramitasari, 2012:5) yang menyatakan hakikat belajar adalah siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama, dan merevisinya apabila aturanaturan tersebut tidak sesuai lagi. Salah satu model pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan paham konstruktifistik adalah model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru dalam artian siswa hanya menerima materi pelajaran tanpa berusaha mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, kurangnya perhatian guru terhadap interaksi siswa dalam kelompok belajar, keterbatasan waktu sehingga menimbulkan siswa lebih banyak diam, sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berjalan efektif. Untuk menanggulanggi kekurangpedulian siswa terhadap mata pelajaran matematika, dianjurkan guru memperluas dan memperlihatkan semangat yang tinggi dengan menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk baru. Beberapa masalah tersebut perlu ditangani dengan cepat dan tepat mengingat pemahaman konsep di sekolah dasar menjadi dasar pemahaman konsep ditingkat yang lebih tinggi. Salah satu metode untuk memecahkan masalah diatas adalah metode Hill Climbing (pendakian bukit). Metode ini sangat tepat digunakan. Kelebihan menggunakan metode Hill Climbing adalah masalah yang ditemukan saat pembelajaran akan terselesaikan secara bertahap sehingga siswa akan mengerti cara menyelesaikan masalah yang mereka temukan sampai akhirnya tidak ada lagi masalah yang belum terselesaikan. Metode Hill Climbing (pendakian bukit) di dalam memecahkan masalah prosesnya diawali dengan menyelesaikan submasalah terdekat, kemudian menuju submasalah yang berikutnya yang terdekat. Begitu seterusnya hingga tidak ada lagi submasalah yang belum terpecahkan, dan pemberian LKS terstruktur tersebut untuk memecahkan masalah secara terstruktur atau tahap demi tahap, tidak hanya langsung memperoleh hasil akhir. LKS terstruktur adalah lembar kerja yang dirancang untuk membimbing siswa dalam suatu program kerja dengan sedikit bantuan guru untuk mencapai sasaran yang dituju dalam pembelajaran tersebut. LKS terstruktur dilengkapi dengan petunjuk dan pengarahan tetapi tidak dapat menggantikan peranan guru. Artinya, secara keseluruhan guru masih memegang peranan dalam pelaksanaan dan perencanaan mengajar yang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu menyangkut kegiatan utama seperti memberi rangsangan, bimbingan, pengarahan serta dorongan. Materi ajar disusun secara sistematis kemudian disertai dengan contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang lebih sukar. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) Berbantuan LKS Tertruktur Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD Gugus 1 Karangasem. METODE Populasi menurut Agung (2011:45) adalah “keseluruhan subjek dalam penelitian”, dan Sugiyono (2010:215) mengatakan “populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan subjek atau objek dalam penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus 1 Karangasem diantaranya SD Negeri 1 Seraya tengah, SD Negeri 2 Seraya Tengah, SD Negeri 3 e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Seraya Tengah, SD Negeri 4 Seraya Tengah, SD Negeri 5 Seraya Tengah, SD Negeri 6 Seraya Tengah, dan SD Negeri 7 Seraya Tengah. Sampel ialah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan tehnik tertentu” (Agung, 1999:58). Di Desa Seraya Tengah terdapat 7 SD, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian di semua SD tersebut, maka dibutuhkan sampel yang akan mewakili ketujuh SD tersebut. Sampel kelas dilakukan dengan teknik random sampling. Random sampling hanya dilakukan pada kelas yang memiliki kemampuan akademik yang setara saja. Dari populasi yang terdiri dari kelas V di tujuh SD Gugus 1 Karangasem dipilih 2 kelas untuk dijadikan sampel penelitian yang dapat mewakili semua populasi dan yang dianggap memiliki kesetaraan yang telah diuji dengan analisis varian satu jalur (ANAVA A) untuk menjadi kelas ekperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol maka peneliti menggunakan teknik random sampling. Setelah melakukan pengundian terpilih 2 sekolah yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu SD Negeri 1 Seraya Tengah dan SD Negeri 3 Seraya Tengah. Kemudian dilakukan pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas control. Berdasarkan pengundian yang telah dilakukan, maka SD Negeri 3 Seraya Tengah sebagai kelompok eksperimen yang mendapat perlakukan model pembelajaran Hill Climbing (Pendakian Bukit) dan SD Negeri 1 Seraya Tengah sebagai kelompok kontrol yang mendapat perlakuan model pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat tes. Perangkat tes yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes pilihan ganda dengan satu jawaban benar. Tes ini terdiri dari 40 butir tes objektif pilihan ganda yang akan diujicobakan untuk mendapatkan 30 butir soal yang dapat diterima atau digunakan sebagai instrumen penelitian. Setiap item soal disertai dengan empat alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh siswa (alternatif a, b, c, dan d) setiap item diberi skor 1 bila siswa menjawab dengan benar dan siswa yang menjawab salah diberi skor 0. Kemudian skor setiap item dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil matematika. Selanjutnya dilakukan uji validitas butir dengan rumus korelasi point biserial. Hasil rpbi dikonsultasikan dengan rpbi tabel dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil analisis, 39 butir soal yang diuji dinyatakan valid dan 1 butir soal yang dinyatakan tidak valid. Tahapan kedua yakni 39 butir soal yang sudah valid diuji reliabilitas dengan menggunakan Kuder Richadson 20 (KR-20). Berdasarkan pada perhitungan dengan rumus tersebut, diperoleh reliabilitas tes 0,897, Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa derajat reabilitas tes sangat tinggi (sangat baik). Analisis ketiga adalah tingkat kesukaran. Butir yang dianjurkan sebagai tes standar adalah butir yang memiliki IKB antara 0,25 – 0,75. Hasil perhitungan dengan rumus IKB menunjukkan bahwa 39 soal memenuhi persyaratan IKB yang ditetapkan. Analisis terakhir adalah daya beda. Butir yang dianjurkan sebagai tes standar adalah butir yang memiliki IDB 0,15 – 0,75. Berdasarkan pada perhitungan dengan rumus tersebut, diperoleh IDB sebesar 0,26, sehingga dapat dikatakan analisis 39 butir soal memenuhi persyaratan IDB yang telah ditetapkan Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan, maka diperoleh 34 butir tes yang dapat diterima sebagai tes matematika yang digunakan pada post test. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif yang dicari adalah mean, median, modus dan standar deviasi. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran data dengan chi-kuadrat dan uji homogenitas varians dengan uji-F. dan uji-t. digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Rumus uji-t yang digunakan adalah polled varians (n1 ≠ n2 dan varians homogen dengan db = n1 + n2 – 2). e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar matematika, data dianalisis dengan analisis deskriptif agar dapat diketahui Mean (M), median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi. Rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Hasil Belajar Matematika Statistik Deskriptif Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 23,25 23,37 23,51 16,491 4,061 18,50 18,38 18,36 11,894 3,449 Mean (M) Median (Md) Modus (Mo) Varians Standar deviasi Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui mean kelompok eksperimen lebih besar daripada mean kelompok kontrol. Kemudian data hasil belajar matematika kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 1. belajar matematikan kelompok kontrol yang telah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik Kelompok Kontrol. Gambar 1. Grafik Poligon Kelompok Eksperimen. Skor Data Nilai mean (rata-rata), modus dan median didistribusikan pada kurva poligon dan diperoleh bentuk kurva juling negatif karena Mo > Md > M. Ini berarti sebagian besar skor yang diperoleh cenderung tinggi. Jika nilai rata-rata dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Sembilan, hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen berada pada kategori sangat tinggi. Distribusi frekuensi data hasil Poligon Skor Data Nilai mean (rata-rata), modus dan median didistribusikan pada kurva poligon dan diperoleh bentuk kurva juling positif karena M > Md > Mo. Ini berarti sebagian besar skor yang diperoleh cenderung rendah. Jika nilai rata-rata dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Sembilan, hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol berada pada kategori cukup. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian benar-benar berdistribusi normal. Hasil uji normalitas sebaran data e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) χ2 didapatkan harga hasil post test kelompok eksperimen sebesar 0,5779 dan hitung χ2 dengan derajat kebebasan (dk) = 3 tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 7,815 . Hal ini berarti χ 2 hitung hasil post test kelompok eksperimen lebih kecil dari χ tabel (4,353 < 7,815). Sehingga data hasil post test kelompok eksperimen berdistribusi normal. 2 Sedangkan χ 2 hitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 6,7418 dan χ tabel hasil posttest kelompok kontrol dengan derajat kebebasan (dk) = 3 pada taraf signifikansi 5% 2 adalah 7,815. Hal ini berarti χ hitung hasil post-test kelompok kontrol lebih kecil dari 2 χ2 tabel (4,287< 7,815). Sehingga data hasil post test kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas didapatkan harga Fhitung sebesar 1,386 sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 27 , dbpenyebut = 33, pada taraf signifikansi 5% adalah 1,84 Hal ini berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel (1,386 < 1,84) sehingga dapat dinyatakan bahwa varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan hasil analisis uji prasyarat hipotesis, diperoleh bahwa data hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen, sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik uji-t dengan rumus polled varians. Kriteria pengujian adalah H1 diterima jika thitung > ttabel. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 – 3. Hasil perhitungn uji-t dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji-t Kelas Kelas eksperimen Kelas kontrol Mean 23,25 18,50 Varians 16,491 11,894 n 28 34 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, didapatkan thitung sebesar 5,026. Sedangkan ttabel dengan db = 60 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (5,026 > 2,000) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode hill climbing (pendakian bukit) berbantuan lks terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus 1 Karangasem. Db t hitung t tabel Kesimpulan 60 5,026 2,000 H1 diterima PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang dicapai dengan metode hill climbing (pendakian bukit) berbantuan LKS terstruktur berbeda dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berbagai metode pembelajaran yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran tentunya memiliki tujuan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peran dari guru sangatlah penting dalam pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang ada yaitu metode Hill Climbing (Pendakian e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Bukit) berbantuan LKS Terstruktur yang diterapkan untuk mata pelajaran matematika. Kelebihan menggunakan metode Hill Climbing adalah masalah yang ditemukan saat pembelajaran akan terselesaikan secara bertahap sehingga siswa akan mengerti cara menyelesaikan masalah yang mereka temukan sampai akhirnya tidak ada lagi masalah yang belum terselesaikan dan dengan dibantu oleh LKS terstruktur untuk memecahkan masalah secara terstruktur atau tahap demi tahap, tidak hanya langsung memperoleh hasil akhir. Materi ajar disusun secara sistematis kemudian disertai dengan contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang lebih sukar. Berdasarkan hasil analisis data secara deskriptif dapat diketahui bahwa ratarata skor yang dicapai kelas eksperimen adalah 23,25 sedangkan rata-rata skor yang dicapai kelas kontrol adalah 18,50. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol. Selain itu pada kelas eksperimen, nilai modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), sehingga memiliki kurva juling negatif yang artinya sebagian besar skor cenderung tinggi (terlihat pada gambar 4.1). Sementara pada kelas kontrol, mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo), sehingga kurva juling positif yang artinya sebagian skor cenderung rendah (terlihat pada gambar 4.2). berdasarkan hasil analisis deskriptif yang diperoleh tersebut, dapat diketahui bahwa skor hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada skor hasil belajar kelas kontrol. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh t hitung = 5,026 dan t tabel = 2,000 untuk db = 60 dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut mengandung arti bahwa adanya perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan dengan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan pula bahwa hasil belajar matematika dengan penerapan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur lebih baik daripada hasil belajar matematika pada siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Keadaan yang diperoleh tersebut juga didukung oleh hasil penelitian dari peneliti lain. Putra (2009) pada penelitiannya yang berjudul “Implementasi Strategi Heruistik dengan Metode Pendakian Bukit (Hill Cimbing) sebagai Upaya Meningkatkan Manajemen Diri dan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII C1 SMP Negeri Singarja”. Hasil penelitian ini adalah terjadi peningkatan pada manajemen diri dan kemampuan memecahkan masalah Matematika siswa. Hasil yang diperoleh tersebut disebabkan oleh Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran metakognitif berbantuan complete sentence dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkahlangkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. beberapa kelebihan yang dimiliki metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur yang tidak dimiliki model pembelajaran konvensional. Metode Hill Climbing (pendakian bukit) di dalam memecahkan masalah prosesnya diawali dengan menyelesaikan submasalah terdekat, kemudian menuju submasalah yang berikutnya yang terdekat. Begitu seterusnya hingga tidak ada lagi submasalah yang belum terpecahkan, dan dengan dibantu oleh LKS terstruktur untuk memecahkan masalah secara terstruktur atau tahap demi tahap, tidak hanya langsung memperoleh hasil akhir. Materi ajar disusun secara sistematis kemudian disertai dengan contoh soal dan soal-soal mulai dari yang mudah sampai yang lebih sukar. Selain beberapa kelebihan tersebut, ada beberapa manfaat lain yang ditemukan pada saat pelaksanaan pembelajaran di e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) kelas eksperimen. Siswa menjadi lebih aktif dan cenderung untuk melakukan komunikasi dengan siswa lain. Hal tersebut disebabkan karena siswa dilibatkan langsung dalam menentukan keputusan terhadap permasalahan yang diberikan dalam kelompok belajarnya. Secara umum siswa juga tidak memiliki waktu untuk diam saja dan tidak terkesan membosankan yang dapat menyebabkan siswa mengantuk. Siswa kelas V di SD 3 Seraya Tengah sangat antusias dalam memerima pembelajaran yang menggunakan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur karena siswa menginginkan suasana baru dalam belajar khususnya matematika. Selain itu siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang biasa mereka lakukan dimana guru yang berperan aktif dalam pembelajaran dan siswa akan menjawab pertanyaan jika diminta oleh guru serta siswa hanya mencatat dan mengerjakan berbagai soal latihan, sehingga siswa menjadi pasif dan cenderung membosankan. Berbeda dengan SD 3 Seraya Tengah, di SD 1 Seraya Tengah yaitu di kelas V diterapkan model pembelajaran konvensional yang dalam kegiatan belajarnya lebih banyak mengarah pada metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Pada saat pembelajaran siswa cenderung pasif dan terkesan bosan dengan situasi belajar seperti itu, sehingga membuat beberapa siswa menunjukkan ekspresi mengantuk saat belajar. Walaupun demikian, metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur juga memiliki sejumlah hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan yang terlihat yaitu pertama sulitnya membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen, karena siswa cenderung memilih teman yang biasa diajak bermain. Hal ini menyebabkan guru melakukan pendekatan persuasif agar siswa membentuk kelompok yang selama ini jarang menjadi kelompok belajarnya. Siswa yang dikelompokkan secara heterogen memiliki kesempatan untuk menjadi lebih akrab melalui proses interaksi dalam memecahkan masalah matematika yang dihadapi. Kedua, banyak siswa yang ingin mendapatkan bimbingan dari guru sehingga guru menjadi sibuk untuk membimbing siswa, tetapi siswa harus tetap menemukan sendiri konsep-konsep dan gagasan yang ada dalam pikirannya. Ketiga, adanya siswa yang masih malu bertanya kepada guru sehingga guru harus memberikan motivasi dan mendiagnosa kesulitan siswa dengan memberi beberapa pertanyaan. Hambatan-hambatan itu muncul karena siswa perlu beradaptasi dengan cara belajar yang baru pada pertemuan pertama. Hambatan-hambatan tersebut berkurang pada setiap pertemuan dan mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Berkurangnya hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pembelajaran karena dilakukan suatu strategi baru agar hambatan tersebut tidak terulang kembali. Strategistrategi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah (1) melakukan pendekatan persuasif kepada siswa agar membentuk kelompok secara heterogen, (2) memberikan pernyataanpernyataan yang dapat memotivasi siswa mengeluarkan gagasannya, (3) memberikan beberapa pertanyaan yang dapat mendiagnosa kesulitan belajar yang dihadapi siswa, (4) membiasakan siswa belajar dalam kelompok, (5) memberikan petunjuk yang mudah diikuti siswa, (6) membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS Terstruktur dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di jenjang sekolah dasar sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang disajikan pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelas yang dibelajarkan e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) dengan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur dengan kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari analisis uji hipotesis terhadap hasil belajar matematika yang menunjukkan bahwa harga t hitung = 5,026 > harga t tabel = 2,000, pada taraf signifikansi 5% untuk db = 60. Rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang mengikuti metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur adalah 23,25. Sementara rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional adalah 18,50. Berdasarkan hal tersebut, metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus I di Karangasem. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat Bagi siswa karena merupakan pengalaman belajar matematika dengan menggunakan metode Hill Climbing (pendakian bukit) yang menyenangkan dapat mendorong keinginan siswa untuk menyenangi matematika agar hasil belajar siswa menjadi meningkat. Selain itu dirapkan hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi guru dan sekolah karena penelitian ini akan memberikan pengalaman yang bermanfaat dalam merancang pembelajaran, selain itu dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan model pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, diharapkan juga bagi sekolah untuk dapat meningkatkan kualitas belajar matematika siswa di SD Gugus 1 Karangasem, dan untuk peneliti lain diharapkan melalui penelitian ini akan dapat menambah pengalaman bagi peneliti lain dalam menghadapi situasi dan kondisi proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi peneliti lain mengenai penerapan metode Hill Climbing (pendakian Bukit) dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Kepada guru Sekolah Dasar di Gugus I Karangasem diharapkan untuk dapat menerapkan metode Hill Climbing (Pendakian Bukit) berbantuan LKS terstruktur dalam pembelajaran matematika, karena metode ini terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Siswa semestinya harus lebih aktif dalam menemukan sendiri pengetahuannya dan guru berperan memberikan motivasi kepada siswa dan memfasilitasi kegiatan belajar siswa. Jika siswa menemukan sendiri pengetahuannya dalam kelompok belajar, maka pembelajaran menjadi lebih efektif dan hasil belajar siswa khususnya matematika dapat tercapai secara optimal dan maksimal. Kepada kepala sekolah, hendaknya memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan/meningkatkan karier dan keprofesionalan guru agar muncul cara yang kreatif dan inovatif dalam kegiatan mengajar di sekolah. Kepada peneliti lain diharapkan untuk mendalami berbagai situasi dan kondisi serta berbagai metode pembelajaran, sehingga nantinya kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya. Peneliti lain juga diharapkan bersedia menyebarluaskan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam pembelajaran matematika khususnya di jenjang sekolah dasar. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A Gede. 2011. Penelitian Pendidikan. UNDIKSHA Metodologi Singaraja: Degeng, I Nyoman. 2001. Landasan dan Wawasan Kependidikan. Universitas Negeri Malang. Indraswati, 2009. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan LKS Terstruktur untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa pada Pokok Bahasan Geometi Siswa Kelas VII Semester II SMP Negeri 1 Juwiring. Skripsi (tidak diterbitkan). Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Pujawan. 2010. Lks Terstruktur. Tersedia pada http://matematikablendedlearning. (diunggah pada tanggal 4 juni 2012) Ramadhan, Rizki Alex. 2011. “Metode Pengumpulan Data”. Tersedia pada wordpress.com/2011/03/17/pentingny a-metode-data/. (diunggah pada tanggal 5 juni 2012) Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. -------.2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.