BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kenakalan Remaja Definisi kenakalan remaja menurut Arif Gunawan (2011) bisa disebut dengan istilah juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada peeriode remaja, sedangkan delinquent brasal dari bahasa latin delinquere yang berarati terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, durjana, dan lain-lain. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas dari perilaku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum-hukum pidana. Fuhrmann, (Arif Gunawan, 2011) menyebutkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (2007) menjelaskan bahwa kenakalan remaja adalah suatu tentang perilaku 10 yang luas, mulai dari segala jenis perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah) , status pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga melakukan tindakan kriminal (seperti mencuri). Kartono (2006) mendefinisikan kenakalan remaja mengacu pada sebuah rentang luas dari tingkah laku yang laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status sampai kriminal. Pengertian kenakalan remaja akhir-akhir ini mulai bergeser. Hal tersebut karena adanya perilaku remaja mengarah kepada tindak kejahatan (kriminalitas). Sebagai contoh, bentuk kenakalan remaja pada masa lalu hanya terbatas pada tindakan-tindakan kecil seperti kabur dari rumah, menipu orang tua dan tindakan-tindakan kecil lainnya. Namun saat ini bentuk kenakalan remaja sudah semakin memperihatinkan mulai dari pencurian sampai penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja. Sarwono (2012) mendefinisikan remaja adalah sebagai periode transisi masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku yang susah diatur, mudah terrangsang perasaannya dll. Menurut Arif Gunawan (2011), masa remaja adalah sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya sering kali tidak terlalau jelas. Pubertas yang dahulu di anggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidal lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorikan remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan 11 kesuksesan dan ketenaran para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu sehingga sering kali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Arif Gunawan, (2011), mengatakan bahwa sebagai periode yang paling penting masa remaja ini memiliki karakteristik yang khas jika dibanding dengan periodeperiode perkembangan lainnya adalah sebagai berikut: a) Masa remaja adalah periode yang penting Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak langsung dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa ini. b) Masa remaja adalah masa peralihan Periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan sifat-sifat kekanakkanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan sikap-sikap baru untuk menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku sebelumnya. c) Masa remaja adalah periode perubahan Perubahan yang terjadi pada periode ini berlangsung secara cepat, perubahan fisik yang cepat membawa konsekuensi terjadinya perubahan sikap dan perilaku yang juga cepat. d) Masa remaja adalah usia bermasalah Pada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak pria maupun wanita. Hal ini disebabkan oleh dua alasan yaitu : (1) Pada saat anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru, sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya 12 sendiri. (2) Karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak untuk dibantu oleh orang tua atau guru, sehingga menimbulakan kegagalan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. e) Masa remaja adalah masa pencarian diri Pada periode ini konformitas terhadap teman sebaya memiliki peran penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian, berbicara, dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya. f) Masa remaja adalah usia yang ditakutkan Masa remaja ini sering kali ditakuti oleh individu itu sendiri dan lingkungan. Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja. g) Masa remaja adalah masa yang tidak realistis Remaja memiliki kecendurungan untuk melihat hidup secara kurang realistis mereka memendang dirinya dan orang lain sebagaimana mereka inginkan dan bukannya sebagai dia sendiri. h) Masa remaja adalah ambang dari masa dewasa Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa seringkali tidak cukup sehingga mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau symbol yang berhubungan dengan status 13 orang dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obatobatan terlarang, bahkan melakukan hubungan seksual. Menurut Kartono (2003), remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu yaitu: a) Perbedaan struktur intelektual Pada umumnya intelegensi mereka tidak berbeda dengan intelegensi remaja normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi dari pada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang ambisius biasanya meeka kurang mampu memperhitungkan perilaku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri. b) Perbedaan fisik dan psikis Remaja yang nakal lebih idiot secara moral dan memiliki perbedaan ciri karakteristik jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agesif. c) Ciri Karakteristik Individual Remaja yang nakal mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang seperti : 14 1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan. 2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional. 3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan dan tidak bertanggung jawab secara sosial. 4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang asa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya. 5) Pada umumnya mereka sangat implusif dan suka tantangan dan bahaya. 6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya. 7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat. 2.1.1 Bentuk Kenakalan Remaja Menurut Sarwono (2002) membagi bentuk kenakalan remaja menjadi 4 bentuk yaitu : 1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan, perampokan, dll. 15 2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi : pencurian, pencopetan, pemerasan, dll. 3) Kenakalan sosial yang menimbulkan korban di pihak orang lain : pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, seks bebas, dll. 4) Kenakalan remaja yang melawan status sosial dan aturan : status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah guru dan orang tua. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja Santrock (2007) mengungkapkan faktor-faktor timbulnya kenakalan remaja antara lain : a) Identitas negatif. b) Pengendalian diri rendah. c) Usia. d) Jenis kelamin. e) Rendahnya harapan bagi pendidikan. f) Pengaruh teman sebaya g) Status ekonomi rendah. h) Peran orang tua. i) Kualitas lingkunagn rumah. 16 2.1.3 Aspek-aspek Kenakalan Remaja Menurut Kartono (2006) Aspek-aspek perilaku kenakalan remaja perilaku Juvenile delinquency (Kenakalan Remaja) di bagi menjadi empat yaitu: a) Kenakalan Terisolir Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya remaja tidak menderita kerusakan psikologis. b) Kenakalan Neurotik Pada umumnya remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan cukup serius antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa c) Kenakalan Psikopatik Delikuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. d) Kenakalan Defek Moral Defect (defec, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delikuensi defek moral mempunyai cirri-ciri yaitu selalu melakukan tindakan sosial waluapun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan namun ada disfungsi pada intelegensinya. Kelemahan para remaja delikuen tipe ini adalah mereka tidak mmapu mengenal dan memehami tingkah lakunya yang jahat juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaan sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. 17 2.2 Konformitas Teman Sebaya Konformitas memiliki berbagai definisi yang di kemukakan oleh beberapa tokoh. Cialdini & Goldstein, (Sears, dkk, 2009) mengemukakan konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Meyrs (2012) menjelaskan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok. Zebua & Nurdjayadi (2001) menjelaskan bahwa konformitas adalah kecenderungan seseorang menerima dan mengikuti norma yang dibuat kelompoknya. Konformitas berarti tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok. Baron dan Byrne (2005) mengemukakan konformitas adalah di mana individu mengubah perilakunya dengan menganut pada norma sosial yang ada, menerima ide-ide atau aturan yang menunjukkan bagaimana individu harus berperilaku dalam situasi tertentu. Kim & Markus, (Sears, dkk, 2009) mengemukakan bahwa pengalaman konformitas sehari-hari dibentuk oleh konteks kultural. Dalam konteks kultural aspek positif dalm konfrmitas lebih ditekakan . Konformitas dinggap bukan sebagai respon terhadap desakan sosial tetapai sebagai cara untuk menjalin hubungan dengan orang lain untuk memenuhi kewajiban moral. Martin & Hewstone (Sears, dkk, 2009) menjelaskan bahwa orang melakukan konformitas karena beberapa alasan diantaranya adalah dua alasan penting yakni ingin melakukan hal yang benar dan yang disukai. Orang cenderung mau di pengaruhi oleh komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas, dan dapat dipercaya atau yang kita suka. Forsyth 18 (Sears, dkk, 2009) mengatakan bahwa konformitas dipegaruhi oleh kekuatan ikatan antara individu dengan kelompok. Comitment (komitmen) adalah semua kekuatan, positif atau negatif, yang membuat individu tetap berhubungan atau tetap setia dalam kelompok. Sears, dkk, (2009), mengatakan bahwa alasan konformitas adalah perilaku orang lain yang sering memberikan informasi yang bermanfaat yang disebut informational influence ( pengaruh informasi). Semakin besar kepercayaan kita kepada informasi dan opini kelompok semakin mungkin kita menyesuaikan diri dengan kelompok itu. Segala sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu pada kebenaran kelompok kemungkinan juga akan menaikkan tingkat konformitas. Menurut Wall, dkk. (Santrock, 2002) menyatakan bahwa dengan tekanan teman sebaya konformitas dapat bersifat positif dan negatif. Bentuk konformitas negatif adalah menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas positif yaitu konformitas yang dilakukan berdasarkan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti temanteman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota suatu klik. Santrock (2007) menjelaskan bahwa teman sebaya atau peers adalah anakanak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Interaksi di antara teman-teman sebaya ini berusia sama memiliki peran yang unik . Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakatnya . Bagaimanapun seseorang dapat belajar menjadi seorang 19 petarung yang baik hanya jika berada diantara kawan yang sesuai. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan ini lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini di rumah tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. Santrock (2012) mengemukakan bahwa standart teman sebaya serta pengaruh klik & crowds menjadi semakin penting selama masa remaja. Teman sebaya memilki peran yang sangat kuat dalam kehidupan remaja dibandingkan orang lain. (Brown dkk, Santrock, 2012) Hartup, (Santrock, 2007) mengatakan meskipun pengalaman bersama teman sebaya memiliki pengaruh yang penting bagi perkembangan anak-anak pengaruh ini dapat bervariasi tergantung dari pengukurannya, perumusan hasil yang diperoleh serta lintas perkembangan yang di lewati .Teman-teman sebaya dan kelompok teman sebaya merupakan konsep global. Konsep ini dapat dipergunakan untuk memahami pengaruh kawan sebaya sejauh yang dimaksud adalah, “kondisi situasi”, dan jenis situasi tertentu di mana anak berpartisipasi seperti, kenakalan, klik, asosiasi orangorang di lingkungan tempat tinggal, jaringan sahabat, dan kelompok aktivitas. (Santrock, 2007). Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Perilaku konformitas 20 yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2007). 2.2.1 Faktor-faktor yang Menpengaruhi Konformitas Sears, dkk, (2009) menyebutkan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas, yaitu: a) Ukuran Kelompok Konformitas biasanya meningkat apabila ukuran kelompok meningkat setidaknya sampai titik tertentu. b) Keseragaman Kelompok Seseorang yang berhadapan dengan mayoritas yang kompak akan cenderung untuk ikut mneyesuaikan diri dengan mayoritas itu. Tetapi jika kelompok itu tidak kompak, maka ada penurunan konformitas. Penurunan konformitas yang dramatis akibat ketidakkompakan disebabkan oleh oleh beberapa faktor yaitu: 1) Tingkat keyakinan atau kepercayaan terhadap kebenaran mayoritas akan turun bila terjadi perselisihan dalam kelompok itu. Fakta bahwa ada orang yang tidak sepakat dengan kelompok menunjukan bahwa ada kemungkinan mayoritas adalah salah. Situasi ini mengurangi kepercayaan kepada opini kelompok dan karenanya mengurangi konformitas. 2) Ada anggota lain dari kelompok yang mungkin memperkuat pandangan yang diyakini seseorang. Hal ini akan mereduksi konformitas orang itu. 3) Keengganan untuk tampak menonjol seseorang akan yang berpendapat berbeda akan tampak menonjol. Tetapi jika ada orang lain yang juga berpendapat beda maka orang 21 tersebut tidak akan tampak terlalu menonjol disbanding dengan dia saja yang berbeda. c) Komitmen kepada kelompok Konformitas dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antara individu dengan kelompok. Commitment (Komitment) adalah semua kekuatan, positif atau negative, yang membuat individu tetap berhubungan atau tetap setia dalam kelompok. Kekuatan positif ysng menarik individu masuk kelompok adalah rasa suka terhadap anggota kelompok, percaya bahwa kelompok itu mengejar tujuan yang luhur, merasa anggota kelompok itu bekerja sama dengan baik, dan mengharapkan keuntungan dari keanggotaannya dalam kelompok. Kelompok dengan semangat tinggi di mana anggota-anggotanya senang bekerja sama dan percaya bahwa mereka kompak sebagai tim, akan lebih mudah untuk menimbulkan konformitas ketimbang kelompok yang tidak kompak. Kekuatan negatif yang membuat seseorang tidak akan meninggalkan kelompok juga akan meningkatkan komitmen. Semakin besar komitmen seseorang terhadap kelompok, semakin besar tekanan ke arah konformitas terhadap standart kelompok. d) Keinginan Individuasi Orang-orang berbeda-beda dalam kesediaan mereka untuk melakukan hal-hal yang berbeda secara mencolok dengan orang lain. Beberapa orang lebih suka melebur dalam kelompok dan mengikuti opini kelompok, sebagian lainnya memilih tampil beda. 22 2.2.2 Jenis Konformitas Menurut Nail & dkk (Myers, 2012) terdapat tiga jenis konformitas, yaitu compliance, obedience, acceptance. a) Compliance ( pemenuhan) Individu berperilaku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku tersebut. b) Obedience ( kepatuhan) Pemenuhan dengan perintah langsung. c) Acceptance ( penerimaan) Menyakini dan juga melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh tekanan sosial. 2.2.3 Aspek-aspek Konformitas Menurut Baron dan Bayne (2005) aspek konformitas di bagi menjadi 2 yaitu : a) Aspek Normatif Aspek ini disebut juga pengaruh sosial normatif aspek ini mnegungkapkan adanya perbedaan atau penyesuaian presepsi, keyakinan, maupun tindakan individu sebagai akibat dari pemenuhan penghargaan positif kelompok agar memperoleh persetujuan, di sukai dan terhindar dari penolakan. b) Aspek Informatif Aspek ini disebut juga pengaruh sosial informatif, aspek ini mengungkap adanya perubahan atau penyesuaian presepsi, keyakinan maupun perilaku individu 23 sebagai akibat adanya kepercayaan terhadap informasi yang dianggap bermanfaat yang berasal dari kelompok. Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1999) mengatakan bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut: a) Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut. b) Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat. Sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. c) Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan tersebut dapat di pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau 24 Hukuman.Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 2) Harapan Orang Lain Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul. 2.3. Penelitian yang Relevan Penelitian Halimah (2013) tentang Hubungan Konformitas Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja pada siswa kelas XII SMA PGRI 2 Sindang Indramayu, menyimpulkan bahwa terdapat Hubungan yang signifikan antara Konformitas teman sebaya dengan kenaklan remaja. Dengan r parsial r= 0,340 , p = 0,000<0,05 Penelitian Endaka Pradana Adhityawan (2010) tentang hubungan konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan kenakalan remaja Siswa SMU Kolombo Yogyakarta. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan kenakalan pada remaja (rxy=0.719, p = 0,000 /p<0,05). 25 Penelitian Herio Rizki Dewinda (2007) tentang Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja pada siswa-siswi SLTA, bermukim di kawasan DIY dan masih tinggal serumah dengan orang tua. Metode analisis data yang dilakukan untuk menguji terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan Kenakalan Remaja. Hasil analisis tersebut menunjukkan korelasi sebesar r = 2,418 dengan p = 0,599 (p > 0,05). hal ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak adanya hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan pada remaja SLTA. 2.4 Hipotesis Hipotesis yang di rumuskan dalam penelitian ini adalah bahwa “Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas negatif teman sebaya dengan kenakalan remaja sisawa kelas VIII SMP Negeri 07 Salatiga”. 26