Hubungan antara Konformitas Negatif Teman Sebaya dengan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kenakalan Remaja
Definisi kenakalan remaja menurut Arif Gunawan (2011) bisa disebut dengan
istilah juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda,
ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada peeriode remaja, sedangkan
delinquent brasal dari bahasa latin delinquere yang berarati terabaikan, mengabaikan,
yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar
aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, durjana, dan lain-lain. Juvenile delinquency
atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu
rentang yang luas dari perilaku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran
status hingga tindak kriminal.
Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma hukum-hukum pidana. Fuhrmann, (Arif Gunawan,
2011) menyebutkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu tindakan anak muda yang
dapat merusak dan menganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Santrock (2007) menjelaskan bahwa kenakalan remaja adalah suatu tentang perilaku
10
yang luas, mulai dari segala jenis perilaku yang tidak dapat diterima secara
sosial
(seperti bertindak berlebihan
di sekolah) , status pelanggaran
(seperti
melarikan diri dari rumah), hingga melakukan tindakan kriminal (seperti mencuri).
Kartono (2006) mendefinisikan kenakalan remaja mengacu pada sebuah rentang luas
dari tingkah laku yang laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran
status sampai kriminal. Pengertian kenakalan remaja akhir-akhir ini mulai bergeser.
Hal tersebut karena adanya perilaku remaja mengarah kepada tindak kejahatan
(kriminalitas). Sebagai contoh, bentuk kenakalan remaja pada masa lalu hanya
terbatas pada tindakan-tindakan kecil seperti kabur dari rumah, menipu orang tua dan
tindakan-tindakan kecil lainnya. Namun saat ini bentuk kenakalan remaja sudah
semakin memperihatinkan mulai dari pencurian sampai penyalahgunaan narkoba
dikalangan remaja.
Sarwono (2012) mendefinisikan remaja adalah sebagai periode transisi masa
kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang
menunjukkan tingkah laku yang susah diatur, mudah terrangsang perasaannya dll.
Menurut Arif Gunawan (2011), masa remaja adalah sebuah periode dalam kehidupan
manusia yang batasannya usia maupun peranannya sering kali tidak terlalau jelas.
Pubertas yang dahulu di anggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidal lagi
valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorikan remaja, sebab usia
pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal
belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan
11
kesuksesan dan ketenaran para remaja juga sering menganggap diri mereka serba
mampu sehingga sering kali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan
mereka.
Arif Gunawan, (2011), mengatakan bahwa sebagai periode yang paling penting
masa remaja ini memiliki karakteristik yang khas jika dibanding dengan periodeperiode perkembangan lainnya adalah sebagai berikut:
a) Masa remaja adalah periode yang penting
Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak langsung
dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa ini.
b) Masa remaja adalah masa peralihan
Periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan sifat-sifat kekanakkanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan sikap-sikap baru untuk
menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku sebelumnya.
c) Masa remaja adalah periode perubahan
Perubahan yang terjadi pada periode ini berlangsung secara cepat, perubahan
fisik yang cepat membawa konsekuensi terjadinya perubahan sikap dan perilaku
yang juga cepat.
d) Masa remaja adalah usia bermasalah
Pada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak
pria maupun wanita. Hal ini disebabkan oleh dua alasan yaitu : (1) Pada saat
anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru,
sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya
12
sendiri. (2) Karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak untuk
dibantu oleh orang tua atau guru, sehingga menimbulakan kegagalan dalam
menyelesaikan persoalan tersebut.
e) Masa remaja adalah masa pencarian diri
Pada periode ini konformitas terhadap teman sebaya memiliki peran
penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian,
berbicara, dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya.
f) Masa remaja adalah usia yang ditakutkan
Masa remaja ini sering kali ditakuti oleh individu itu sendiri dan
lingkungan. Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai
perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja.
g) Masa remaja adalah masa yang tidak realistis
Remaja memiliki kecendurungan untuk melihat hidup secara kurang
realistis mereka memendang dirinya dan orang lain sebagaimana mereka inginkan
dan bukannya sebagai dia sendiri.
h) Masa remaja adalah ambang dari masa dewasa
Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara
hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan menciptakan impresi
bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan
berperilaku seperti orang dewasa seringkali tidak cukup sehingga mereka mulai
untuk memperhatikan perilaku atau symbol yang berhubungan dengan status
13
orang dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obatobatan terlarang, bahkan melakukan hubungan seksual.
Menurut Kartono (2003), remaja nakal mempunyai karakteristik umum yang
sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu yaitu:
a) Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya intelegensi mereka tidak berbeda dengan intelegensi remaja
normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda
biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas
prestasi dari pada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechler). Mereka kurang
toleran terhadap hal-hal yang ambisius biasanya meeka kurang mampu
memperhitungkan perilaku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan
menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.
b) Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal lebih idiot secara moral dan memiliki perbedaan ciri
karakteristik jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal.
Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap
lebih agesif.
c) Ciri Karakteristik Individual
Remaja yang nakal mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang
seperti :
14
1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,
bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa
depan.
2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.
3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga
tidak
mampu
mengenal
norma-norma
kesusilaan
dan
tidak
bertanggung jawab secara sosial.
4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang
merangsang asa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya
resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.
5) Pada umumnya mereka sangat implusif dan suka tantangan dan
bahaya.
6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.
7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka
menjadi liar dan jahat.
2.1.1 Bentuk Kenakalan Remaja
Menurut Sarwono (2002) membagi bentuk kenakalan remaja menjadi 4 bentuk
yaitu :
1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian,
perkosaan, perampokan, dll.
15
2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi : pencurian, pencopetan,
pemerasan, dll.
3) Kenakalan sosial yang menimbulkan korban di pihak orang lain : pelacuran,
penyalahgunaan obat terlarang, seks bebas, dll.
4) Kenakalan remaja yang melawan status sosial dan aturan : status anak sebagai
pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah guru
dan orang tua.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Santrock (2007) mengungkapkan faktor-faktor timbulnya kenakalan remaja
antara lain :
a) Identitas negatif.
b) Pengendalian diri rendah.
c) Usia.
d) Jenis kelamin.
e) Rendahnya harapan bagi pendidikan.
f) Pengaruh teman sebaya
g) Status ekonomi rendah.
h) Peran orang tua.
i) Kualitas lingkunagn rumah.
16
2.1.3 Aspek-aspek Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2006) Aspek-aspek perilaku kenakalan remaja perilaku
Juvenile delinquency (Kenakalan Remaja) di bagi menjadi empat yaitu:
a) Kenakalan Terisolir
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya
remaja tidak menderita kerusakan psikologis.
b) Kenakalan Neurotik
Pada umumnya remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan cukup serius
antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa
c) Kenakalan Psikopatik
Delikuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan
umum dan segi keamanan mereka merupakan oknum kriminal yang paling
berbahaya.
d) Kenakalan Defek Moral
Defect (defec, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang.
Delikuensi defek moral mempunyai cirri-ciri yaitu selalu melakukan tindakan sosial
waluapun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan namun ada disfungsi pada
intelegensinya. Kelemahan para remaja delikuen tipe ini adalah mereka tidak mmapu
mengenal dan memehami tingkah lakunya yang jahat juga tidak mampu
mengendalikan dan mengaturnya mereka selalu ingin melakukan perbuatan
kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaan sangat terganggu, sikapnya
sangat dingin tanpa afeksi jadi kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.
17
2.2 Konformitas Teman Sebaya
Konformitas memiliki berbagai definisi yang di kemukakan oleh beberapa
tokoh. Cialdini & Goldstein, (Sears, dkk, 2009) mengemukakan konformitas adalah
tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan
perilaku orang lain. Meyrs (2012) menjelaskan bahwa konformitas adalah perubahan
perilaku atau kepercayaan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok. Zebua &
Nurdjayadi (2001) menjelaskan bahwa konformitas adalah kecenderungan seseorang
menerima dan mengikuti norma yang dibuat kelompoknya. Konformitas berarti
tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk
mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok. Baron dan Byrne (2005)
mengemukakan konformitas adalah di mana individu mengubah perilakunya dengan
menganut pada norma sosial yang ada, menerima ide-ide atau aturan yang
menunjukkan bagaimana individu harus berperilaku dalam situasi tertentu.
Kim & Markus, (Sears, dkk, 2009) mengemukakan bahwa pengalaman
konformitas sehari-hari dibentuk oleh konteks kultural. Dalam konteks kultural aspek
positif dalm konfrmitas lebih ditekakan . Konformitas dinggap bukan sebagai respon
terhadap desakan sosial tetapai sebagai cara untuk menjalin hubungan dengan orang
lain untuk memenuhi kewajiban moral. Martin & Hewstone (Sears, dkk, 2009)
menjelaskan bahwa orang melakukan konformitas karena beberapa alasan
diantaranya adalah dua alasan penting yakni ingin melakukan hal yang benar dan
yang disukai. Orang cenderung mau di pengaruhi oleh komunikasi persuasif dari
orang yang berpengetahuan luas, dan dapat dipercaya atau yang kita suka. Forsyth
18
(Sears, dkk, 2009) mengatakan bahwa konformitas dipegaruhi oleh kekuatan ikatan
antara individu dengan kelompok. Comitment (komitmen) adalah semua kekuatan,
positif atau negatif, yang membuat individu tetap berhubungan atau tetap setia dalam
kelompok.
Sears, dkk, (2009), mengatakan bahwa alasan konformitas adalah perilaku
orang lain yang sering memberikan informasi yang bermanfaat yang disebut
informational influence ( pengaruh informasi). Semakin besar kepercayaan kita
kepada informasi dan opini kelompok semakin mungkin kita menyesuaikan diri
dengan kelompok itu. Segala sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu pada
kebenaran kelompok kemungkinan juga akan menaikkan tingkat konformitas.
Menurut Wall, dkk. (Santrock, 2002) menyatakan bahwa dengan tekanan teman
sebaya konformitas dapat bersifat positif dan negatif. Bentuk konformitas negatif
adalah menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok orang lain.
Sedangkan bentuk konformitas positif yaitu konformitas yang dilakukan berdasarkan
keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti temanteman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota suatu klik.
Santrock (2007) menjelaskan bahwa teman sebaya atau peers adalah anakanak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih
sama. Interaksi di antara teman-teman sebaya ini berusia sama memiliki peran yang
unik . Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun
sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri
komposisi masyarakatnya . Bagaimanapun seseorang dapat belajar menjadi seorang
19
petarung yang baik hanya jika berada diantara kawan yang sesuai. Salah satu fungsi
terpenting dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai
dunia di luar keluarga. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan ini lebih
baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari
hal ini di rumah tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua
atau lebih muda.
Santrock (2012) mengemukakan bahwa standart teman sebaya serta pengaruh
klik & crowds menjadi semakin penting selama masa remaja. Teman sebaya memilki
peran yang sangat kuat dalam kehidupan remaja dibandingkan orang lain. (Brown
dkk, Santrock, 2012)
Hartup, (Santrock, 2007) mengatakan meskipun pengalaman bersama teman
sebaya memiliki pengaruh yang penting bagi perkembangan anak-anak pengaruh ini
dapat bervariasi tergantung dari pengukurannya, perumusan hasil yang diperoleh
serta lintas perkembangan yang di lewati .Teman-teman sebaya dan kelompok teman
sebaya merupakan konsep global. Konsep ini dapat dipergunakan untuk memahami
pengaruh kawan sebaya sejauh yang dimaksud adalah, “kondisi situasi”, dan jenis
situasi tertentu di mana anak berpartisipasi seperti, kenakalan, klik, asosiasi orangorang di lingkungan tempat tinggal, jaringan sahabat, dan kelompok aktivitas.
(Santrock, 2007).
Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat
dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan
menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Perilaku konformitas
20
yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman sebaya
mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2007).
2.2.1 Faktor-faktor yang Menpengaruhi Konformitas
Sears, dkk, (2009) menyebutkan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi
konformitas, yaitu:
a) Ukuran Kelompok
Konformitas biasanya meningkat apabila ukuran kelompok meningkat
setidaknya sampai titik tertentu.
b) Keseragaman Kelompok
Seseorang yang berhadapan dengan mayoritas yang kompak akan cenderung
untuk ikut mneyesuaikan diri dengan mayoritas itu. Tetapi jika kelompok itu tidak
kompak, maka ada penurunan konformitas. Penurunan konformitas yang dramatis
akibat ketidakkompakan disebabkan oleh oleh beberapa faktor yaitu: 1) Tingkat
keyakinan atau kepercayaan terhadap kebenaran mayoritas akan turun bila terjadi
perselisihan dalam kelompok itu. Fakta bahwa ada orang yang tidak sepakat dengan
kelompok menunjukan bahwa ada kemungkinan mayoritas adalah salah. Situasi ini
mengurangi kepercayaan kepada opini kelompok dan karenanya mengurangi
konformitas. 2) Ada anggota lain dari kelompok yang mungkin memperkuat
pandangan yang diyakini seseorang. Hal ini akan mereduksi konformitas orang itu. 3)
Keengganan untuk tampak menonjol seseorang akan yang berpendapat berbeda akan
tampak menonjol. Tetapi jika ada orang lain yang juga berpendapat beda maka orang
21
tersebut tidak akan tampak terlalu menonjol disbanding dengan dia saja yang
berbeda.
c) Komitmen kepada kelompok
Konformitas dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antara individu dengan
kelompok. Commitment (Komitment) adalah semua kekuatan, positif atau negative,
yang membuat individu tetap berhubungan atau tetap setia dalam kelompok.
Kekuatan positif ysng menarik individu masuk kelompok adalah rasa suka terhadap
anggota kelompok, percaya bahwa kelompok itu mengejar tujuan yang luhur, merasa
anggota kelompok itu bekerja sama dengan baik, dan mengharapkan keuntungan dari
keanggotaannya dalam kelompok. Kelompok dengan semangat tinggi di mana
anggota-anggotanya senang bekerja sama dan percaya bahwa mereka kompak sebagai
tim, akan lebih mudah untuk menimbulkan konformitas ketimbang kelompok yang
tidak kompak. Kekuatan negatif yang membuat seseorang tidak akan meninggalkan
kelompok juga akan meningkatkan komitmen. Semakin besar komitmen seseorang
terhadap kelompok, semakin besar tekanan ke arah konformitas terhadap standart
kelompok.
d) Keinginan Individuasi
Orang-orang berbeda-beda dalam kesediaan mereka untuk melakukan hal-hal
yang berbeda secara mencolok dengan orang lain. Beberapa orang lebih suka melebur
dalam kelompok dan mengikuti opini kelompok, sebagian lainnya memilih tampil
beda.
22
2.2.2 Jenis Konformitas
Menurut Nail & dkk (Myers, 2012) terdapat tiga jenis konformitas, yaitu
compliance, obedience, acceptance.
a) Compliance ( pemenuhan)
Individu berperilaku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara
pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku tersebut.
b) Obedience ( kepatuhan)
Pemenuhan dengan perintah langsung.
c) Acceptance ( penerimaan)
Menyakini dan juga melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh tekanan
sosial.
2.2.3 Aspek-aspek Konformitas
Menurut Baron dan Bayne (2005) aspek konformitas di bagi menjadi 2 yaitu :
a) Aspek Normatif
Aspek ini disebut juga pengaruh sosial normatif aspek ini mnegungkapkan
adanya perbedaan atau penyesuaian presepsi, keyakinan, maupun tindakan individu
sebagai akibat dari pemenuhan penghargaan positif kelompok agar memperoleh
persetujuan, di sukai dan terhindar dari penolakan.
b) Aspek Informatif
Aspek ini disebut juga pengaruh sosial informatif, aspek ini mengungkap
adanya perubahan atau penyesuaian presepsi, keyakinan maupun perilaku individu
23
sebagai akibat adanya kepercayaan terhadap informasi yang dianggap bermanfaat
yang berasal dari kelompok.
Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya
ciri-ciri yang khas. Sears (1999) mengatakan bahwa konformitas remaja ditandai
dengan adanya tiga hal sebagai berikut:
a) Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan
ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok
acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh
manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap
anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari
keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin
kompak kelompok tersebut.
b) Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki
tekanan kuat.
Sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat
kelompok.
c) Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela
melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya
tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan tersebut dapat di pengaruhi
oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau
24
Hukuman.Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan
tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui
ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin
besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 2)
Harapan Orang Lain Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya
karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila
permintaan
diajukan
secara
langsung.
Harapan-harapan
orang
lain
dapat
menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara
untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi
yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga
ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.
2.3. Penelitian yang Relevan
Penelitian Halimah (2013) tentang Hubungan Konformitas Teman Sebaya
Dengan Kenakalan Remaja pada siswa kelas XII SMA PGRI 2 Sindang Indramayu,
menyimpulkan bahwa terdapat Hubungan yang signifikan antara Konformitas teman
sebaya dengan kenaklan remaja. Dengan r parsial r= 0,340 , p = 0,000<0,05
Penelitian Endaka Pradana Adhityawan (2010) tentang hubungan konformitas
terhadap kelompok teman sebaya dengan kenakalan remaja Siswa SMU Kolombo
Yogyakarta. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan positif dan
signifikan antara konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan kenakalan
pada remaja (rxy=0.719, p = 0,000 /p<0,05).
25
Penelitian Herio Rizki Dewinda (2007) tentang Konformitas Teman Sebaya
dengan Kenakalan Remaja pada siswa-siswi SLTA, bermukim di kawasan DIY dan
masih tinggal serumah dengan orang tua. Metode analisis data yang dilakukan untuk
menguji terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan Kenakalan
Remaja. Hasil analisis tersebut menunjukkan korelasi sebesar r = 2,418 dengan p =
0,599 (p > 0,05). hal ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak adanya hubungan yang
signifikan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan pada remaja SLTA.
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang di rumuskan dalam penelitian ini adalah bahwa “Terdapat
hubungan yang
signifikan antara konformitas negatif teman sebaya dengan
kenakalan remaja sisawa kelas VIII SMP Negeri 07 Salatiga”.
26
Download