peran komunikasi antar pribadi dalam voluntary counselling and

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu
pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada
umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat
dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan
kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama atau sama
makna (Effendy, 1990:9). Sama makna yang dimaksudkan adalah selain mengerti bahasa
yang digunakan dalam suatu percakapan kita juga harus mengerti makna dari bahan yang
dipercakapkan. Jika selama percakapan berlangsung tercapai kesamaan makna tersebut,
maka percakapan itu bisa dikatakan komunikatif.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh komunikator kepada komunikan. Pikiran bisa merupakan gagasan,
informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa
keyakinan, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, kegairahan, dan sebagainya yang
timbul dari lubuk hati. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap (Effendy, 1990:11),
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai
media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, gesture,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung dapat menterjemahkan
pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang sebagai media pertama. Pentingnya peranan media sekunder
dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan.
Akan tetapi, para ahli komunikasi mengakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi
bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif saja.
Selanjutnya, ada lima faktor yang mempengaruhi proses komunikasi menurut
William G. Scott (Suprapto, 2006:7), yakni:
1. The Act (Perbuatan)
Perbuatan komunikasi menginginkan pemakaian lambang-lambang yang dapat
dimengerti secara baik dan hubungan-hubungan yang dilakukan oleh manusia. Pada
umumnya lambang-lambang tersebut dinyatakan dengan bahasa atau dalam keadaan
tertentu tanda-tanda lain dapat pula dipergunakan.
2. The Scene (Adegan)
Adegan sebagai salah satu faktor dalam komunikasi ini menekankan
hubungannya dengan lingkungan komunikasi. Adegan ini menjelaskan apa yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan, simbol apa yang digunakan, dan arti dari apa yang dikatakan. Dengan kata
lain, dengan menggunakan simbol apa sesuatu itu dapat dikomunikasikan.
3. The Agent (Pelaku)
Individu-individu yang mengambil bagian dalam hubungan komunikasi disebut
pelaku komunikasi. Pengirim (komunikator) dan penerima (komunikan) yang terlibat di
dalamnya adalah contoh pelaku komunikasi tersebut. Dan peranannya seringkali saling
menggantikan dalam situasi komunikasi yang berkembang.
4. The Agency (Perantara)
Alat-alat yang dipergunakan dalam komunikasi dapat membangun terwujudnya
perantara itu (the agency). Alat-alat itu selain dapat berwujud komunikasi lisan, tatap
muka, dapat juga alat komunikasi tertulis, seperti surat perintah, memo, buletin, nota,
surat tugas dan jenis lainnya.
5. The Purpose (Tujuan)
Menurut Grace dalam Thoha (Suprapto, 2006:8) ada empat macam tujuan
tersebut:
 Tujuan Fungsional (The Functional Goals), ialah tujuan yang secara pokok
bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi atau lembaga.
 Tujuan Manipulasi (The Manipulative Goals), tujuan ini dimaksudkan untuk
menggerakkan orang-orang yang mau menerima ide-ide yang disampaikan baik
sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan sikapnya sendiri.
 Tujuan Keindahan (The Aesthetics Goals), tujuan ini bermaksud untuk
menciptakan tujuan-tujuan yang bersifat kreatif. Komunikasi ini dipergunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk memungkinkan seseorang mampu mengungkapkan perasaan tadi dalam
kenyataan.
 Tujuan Keyakinan (The Confidence Goals), tujuan ini bermaksud untuk
meyakinkan atau mengembangkan keyakinan orang-orang pada lingkungan.
Wilbur Schramm (Effendy, 1990:13) menyatakan bahwa komunikasi akan
berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan
(frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences
and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.
Menurut Schramm, bidang
pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika
bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan,
komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama
dengan komunikator akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
II.2. Teori Komunikasi Antarpribadi
Menurut Dean C. Barnlund (Liliweri, 1991:12), mengemukakan bahwa
komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang atau
tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak
berstruktur. Ada juga definisi lain menurut Rogers dalam Depari (Liliweri, 1991:12),
mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke
mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Pendapat lain dari
Tan (Liliweri, 1991:12), mengatakan bahwa interpersonal communication (komunikasi
antar pribadi) adalah komunikasi tatap muka antar dua orang atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu de Vito (Liliweri, 1991:12), komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. De Vito juga
mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi mengandung ciri-ciri; 1) keterbukaan
atau opennes; 2) empati atau empathy; 3) dukungan atau support; 4) rasa positif atau
positivenes; dan 5) kesamaan atau equality.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi antarpribadi, dalam perjalanannya
antara komunikasi antarpribadi kepada sebuah konsep diri sebaiknya kita memberikan
sedikit pemaparan tentang ciri komunikasi antarpribadi yang efektif menurut de Vito:
1. Keterbukaan (Opennes)
Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi
antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita,
yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang
umum agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita, sehingga
komunikasi akan mudah dilakukan. Kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan
kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang
terhadap segala sesuatu yang dikatakannya.
2. Empati (Empathy)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi
atau peranan orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional ataupun
intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Dukungan (Support)
Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari
pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada
dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat
dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan.
4. Rasa Positif (positivnes)
Jika setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang
positif, maka lebih mudah melanjutkan percakapan yang selanjutnya. Rasa positif
menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang
mengganggu jalinan interaksi.
5. Kesamaan (Equality)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antarpribadi pun lebih kuat, apabila
memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, kesamaan sikap, kesamaan
usia, kesamaan idiologi dan sebagainya.
Komunikasi antarpribadi merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap
memperhatikan kedinamisannya, komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut (Hardjana, 2003:86):
1. Komunikasi antarpribadi adalah verbal dan nonverbal
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya,
selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau
dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan
keadaan penerima pesannya.
2. Komunikasi antarpribadi mencakup perilaku tertentu
Ada tiga perilaku dalam komunikasi antarpribadi, yakni:
a. Perilaku spontan (spontaneus behavior) adalah perilaku yang dilakukan karena
desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Artinya, perilaku itu
terjadi begitu saja.
b. Perilaku menurut kebiasaan (script behavior) adalah perilaku yang kita pelajari dari
kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti
orang. Misalnya: ucapan “selamat datang” pada teman yang datang.
c. Perilaku sadar (contrived behavior) adalah perilaku yang dipilih karena dianggap
sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya,
dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, dan situasi serta kondisi yang ada.
3. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berproses pengembangan
Komunikasi antarpribadi berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihakpihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan cara pesan
disampaikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal,
berlanjut makin mendalam, dan berakhir dengan saling kenal yang amat mendalam, tetapi
bisa juga putus sampai akhirnya saling melupakan.
4. Komunikasi antarpribadi mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi
Kemungkinan umpan balik (feed back) dalam komunikasi antarpribadi besar
sekali. Dalam komunikasi ini, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan
menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan penerima pesan
Universitas Sumatera Utara
terjadi interaksi (interaction) yang satu mempengaruhi yang lain, dan kedua-duanya
saling mempengaruhi dan memberi serta menerima dampak.
Dari sini terjadilah
koherensi dalam komunikasi baik antara pesan yang disampaikan dan umpan balik yang
diberikan, maupun dalam keseluruhan komunikasi.
5. Komunikasi antarpribadi berjalan menurut peraturan tertentu
Agar berjalan baik, maka komunikasi antarpribadi hendaknya mengikuti
peraturan (rules) tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsik dan ada yang ekstrinsik.
Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur
cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan peraturan ekstrinsik adalah
peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.
6. Komunikasi antarpribadi adalah kegiatan aktif
Komunikasi antarpribadi bukan hanya komunikasi dari pengirim kepada penerima
pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima
pesan. Komunikasi ini bukan sekedar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulusrespons, tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan penyampaian
tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak.
7. Komunikasi antarpribadi saling mengubah
Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dapat
saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan,
dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama. Oleh sebab itu, komunikasi ini
merupakan wahana untuk saling belajar dan mengembangkan wawasan, pengetahuan,
dan kepribadian.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Hardjana (2003:91) juga menyatakan agar komunikasi antarpribadi
berhasil, kita perlu memiliki kecakapan (skill) komunikasi antarpribadi baik sosial
maupun behavioral. Kecakapan sosial adalah kecakapan pada tingkat pemahaman
(kognitif), yang meliputi:
a. Empati (empathy), kecakapan untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain
tanpa meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi bahan
komunikasi.
b. Perspektif sosial (social perspective), kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan
perilaku yang dapat diambil orang yang berkomunikasi dengan dirinya. Dengan
demikian kita dapat meramalkan perilaku apa yang sebaiknya diambil dan dapat
menyiapkan tanggapan kita yang tepat dan efektif.
c. Kepekaan (sensitivity) terhadap peraturan atau standar yang berlaku dalam
komunikasi antarpribadi. Dengan kepekaan itu kita dapat menetapkan perilaku mana
yang diteima dan perilaku mana yang ditolak oleh rekan yang berkomunikasi dengan
kita.
d. Pengetahuan akan situasi pada waktu berkomunikasi. Pengetahuan akan situasi dan
keadaan orang merupakan pegangan bagaimana kita harus berperilaku dalam situasi
itu. Berdasarkan pengetahuan akan situasi, kita dapat menetapkan kapan dan
bagaimana masuk dalam percakapan, menilai isi dan cara berkomunikasi pihak yang
berkomunikasi dengan kita, dan selanjutnya mengolah pesan yang kita terima.
e. Memonitor diri (self-monitoring), kecakapan memonitor diri membantu kita menjaga
ketepatan perilaku dan jeli memperhatikan pengungkapan diri orang yang
berkomunikasi dengan kita.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kecakapan behavioral merupakan kecakapan pada tingkat perilaku,
yang meliputi:
1. Keterlibatan interaktif (interactive involvement), yang menentukan keikutsertaan dan
partisipasi kita dalam komunikasi dengan orang lain, meliputi:
a. Sikap tanggap (responsiveness), dengan sikap ini kita dengan cepat akan
membaca situasi sosial di mana kita berada dan tahu apa yang harus dikatakan,
dilakukan, kapan dikatakan dan dilakukan, serta bagaimana dikatakan dan
dilakukan.
b. Sikap perseptif (perceptiveness), dengan kecakapan ini kita dibantu untuk
memahami bagaimana orang yang berkomunikasi dengan kita mengartikan
perilaku kita dan tahu bagaimana kita mengartikan perilakunya.
c. Sikap penuh perhatian (attentiveness), kecakapan ini membantu kita untuk
menyadari faktor-faktor yang menciptakan situasi di mana kita berada.
2. Manajemen interaksi (interaction management), kecakapan itu membantu kita
mampu mengambil tindakan-tindakan yang berguna bagi kita untuk mencapai tujuan
komunikasi kita. Misalnya, kapan mengambil inisiatif untuk mengawali topik baru,
dan kapan mengikuti saja topik yang dikemukakan orang lain.
3. Keluwesan perilaku (behavioral flexibility), kecakapan ini membantu kita untuk
melaksanakan berbagai kemungkinan perilaku yang dapat diambil untuk mencapai
tujuan komunikasi.
4. Mendengarkan (listening), kecakapan ini membantu kita untuk dapat mendengarkan
orang yang berkomunikasi dengan kita tidak hanya isi, tetapi juga perasaan,
keprihatinan, dan kekhawatiran yang menyertainya. Sehingga kita menjadi rekan
Universitas Sumatera Utara
komunikasi yang baik karena membuat orang tersebut merasa diterima, dan kita dapat
menanggapinya dengan baik.
5. Gaya sosial (social style), kecakapan ini membantu kita dapat berperilaku menarik,
khas, dan dapat diterima oleh orang yang berkomunikasi dengan kita.
6. Kecemasan komunikasi (communication anxiety), dengan kecakapan ini kita dapat
mengatasi rasa takut, bingung, dan kacau pikiran, tubuh gemetar, dan rasa demam
panggung yang muncul dalam komunikasi dengan orang lain.
II.3. Teori Pengungkapan Diri (Self Disclosure)
Membuka diri adalah sebuah cara untuk memperoleh informasi tentang orang
lain. Kita ingin agar kita mampu memprediksikan pemikiran dan tindakan-tindakan
orang-orang yang sudah kita kenal. Membuka diri juga merupakan satu cara untuk
mempelajari tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Sekali seseorang
terikat di dalam keterbukaan diri, secara tidak langsung orang lain juga akan mengungkap
informasi pribadinya. Hal ini disebut juga sebagai norma timbal balik, maksudnya kita
bisa melihat adanya umpan balik dalam proses ini. Adanya saling keterbukaan dalam
sebuah hubungan bisa mempererat kepercayaan dan membantu setiap orang untuk saling
memahami. Kita juga bisa merasa bahwa hubungan dan diri kita menjadi lebih baik
ketika orang lain mau menerima atau mendengarkan apa yang kita katakan pada mereka.
Menurut Morton (Dayaksini, et al, 2003:87) pengungkapan diri merupakan
kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di
dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu
melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh
Universitas Sumatera Utara
pendengar seperti jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu
mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang kita sukai atau
hal-hal yang kita sukai atau kita benci.
Pengungkapan ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap,
perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang
bersangkutan. Kedalaman dari pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan
orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan kita
menyenangkan dan membuat kita merasa aman serta dapat membangkitkan semangat
maka kemungkinan bagi kita untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada
beberapa orang tertentu kita dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya,
seperti pernyataan de Vito (Dayaksini, et al, 2003:88).
Seperti yang dijelaskan dalam teori self-disclosure atau bisa diartikan sebagai
teori keterbukaan diri, yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui ataupun
tidak mengetahui tentang dirinya maupun orang lain. Teori ini dilihat sebagai suatu
strategi yang sangat berguna untuk berbagi informasi dengan orang lain. Berbagi
informasi dengan orang lain yang mungkin belum pernah dikenal atau ditemui, bisa
beresiko dan menyebabkan kerapuhan hati bagi seseorang ketika sedang berbagi
informasi.
Johari window atau lebih lanjut disebut juga jendela Johari, nama ini berasal dari
para penemunya, yakni Joseph Luft dan Harry Ingham. Teori ini adalah salah satu model
yang paling berguna untuk menggambarkan proses interaksi antar manusia. Sebuah
“jendela” berkaca empat yang membagi kewaspadaan pribadi ke dalam empat jenis yang
berbeda, seperti yang diwakili oleh keempat kuadrannya; terbuka, buta, tersembunyi dan
Universitas Sumatera Utara
tidak dikenal. Garis-garis yang membagi keempat kuadran tersebut terlihat seperti bidang
jendela, yang dapat bergeser ketika sebuah interaksi mengalami kemajuan.
Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Jendela
Johari. Dalam gambar Jendela Johari berikut ini diungkapkan tingkat keterbukaan dan
tingkat kesadaran diri kita (Rakhmat, 1997:108).
Kita ketahui
Tidak kita ketahui
Orang lain tahu (publik)
1. Terbuka
2. Buta
Orang lain tidak tahu (privat)
3. Tersembunyi
4. Tidak Dikenal
Johari melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar manusia terdapat
empat kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela).
•
Jendela 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seseorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka.
•
Jendela 2, melukiskan bidang buta,masalah hubungan antara kedua pihak yang
hanya diketahui orang lain, tapi tidak diketahui diri sendiri.
•
Jendela 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua
pihak diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain.
•
Jendela 4, bidang tidak dikenal, di mana kedua pihak sama-sama tidak
mengetahui masalah hubungan di antara mereka.
Menurut Powell (Dayaksini, et al, 2003:89) terdapat tingkatan-tingkatan yang
berbeda dalam pengungkapan diri, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Basa-basi, merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal,
walaupun terdapat keterbukaan di antara individu, tetapi tidak terjadi hubungan
antarpribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopanan.
2. Membicarakan orang lain, yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang
orang lain atau hal-hal yang di luar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi
lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.
3. Menyatakan gagasan atau pendapat, pada tingkat ini sudah mulai dijalin hubungan
yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
4. Perasaan, setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi
perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu berbedabeda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antarpribadi yang sungguhsungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan
perasaan-perasaan yang mendalam.
5. Hubungan puncak, pada tingkat ini pengungkapan diri telah dilakukan secara
mendalam, individu yang menjalin hubungan antarpribadi dapat menghayati perasaan
yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati
haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
Selanjutnya Derlega dan Grzelak (Dayaksini, et al, 2003:90) mengungkapkan ada
lima fungsi pengungkapan diri, yang meliputi:
1. Ekspresi (expression)
Dalam kehidupan ini terkadang kita mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan,
baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk membuang semua
kekesalan itu biasanya kita akan merasa senang bila bercerita pada seorang teman yang
Universitas Sumatera Utara
sudah kita percaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini kita mendapat kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan kita.
2. Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang kita
hadapi kepada orang lain, kita berharap agar dapat memperoleh penjelasan dan
pemahaman orang lain akan masalah yang kita hadapi, sehingga pikiran kita akan
menjadi lebih jernih dan kita dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
3. Keabsahan sosial (social validation)
Setelah kita selesai membicarakan masalah yang sedang kita hadapi, biasanya
pendengar kita akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut. Sehingga
dengan demikian, kita akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang
kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya.
4. Kendali sosial (social control)
Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang
keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang
akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya.
5. Perkembangan hubungan (relationship development)
Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta saling
mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan
sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.
Pengungkapan diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya
penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat menimbulkan kerugian material.
Untuk itu, kita harus mempelajari secara cermat konsekuensi-konsekuensinya sebelum
Universitas Sumatera Utara
memutuskan untuk melakukan pengungkapan diri. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri menurut de Vito (Dayaksini, et al,
2003:91) :
a. Motivasi melakukan pengungkapan diri
Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap
hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak hanya
bersangkutan dengan diri kita saja, tetapi juga bersangkutan dengan orang lain. Kadangkadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai perasaan orang lain.
b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri
Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan keadaan
lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat.
Misalnya, bila kita ingin mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa
melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.
c. Timbal balik dari orang lain
Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk
melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita tidak melakukan
pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan orang tersebut tidak menyukai
keterbukaan yang kita lakukan.
II.4. Konsep Diri
Konsep diri menurut definisi William D. Brooks (Rakhmat, 1997:99) adalah
“those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived
from experiences and our interaction with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan
Universitas Sumatera Utara
dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi,
sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif, tetapi juga
penilaian kita tentang diri kita. Seperti yang diungkapkan oleh Anita Taylor et al
(Rakhmat, 1997:100) bahwa konsep diri adalah “all you think and feel about, the entire
complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”. Jadi, konsep diri meliputi apa
yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita.
Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri, yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self
image), dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem). Keduanya, menurut
Wiliam D. Brooks dan Phillip Emmert (Rakhmat, 1999:100) berpengaruh besar pada
pola komunikasi interpersonal.
Universitas Sumatera Utara
Download