Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daya saing sebuah perusahaan dapat dicapai melalui akumulasi daya
saing perusahaan dalam ekonomi global (Hitt et al, 2001). Untuk mencapai
hal tersebut, sebuah perusahaan harus terus menerus melihat dunia sebagai
pasarnya, sedangkan ekonomi global sendiri merupakan ekonomi dimana
barang, jasa, orang-orang, keahlian dan gagasannya bergerak dengan bebas
lintas batas-batas geografis, sehingga memperluas dan membuat lingkungan
persaingan perusahaan semakin kompleks (Murtha, 1998 dalam Hitt et al,
2001). Sedangkan globalisasi adalah penyebaran inovasi ekonomi ke seluruh
dunia dan penyesuaian politis, serta budaya yang menyertai penyebaran
tersebut (Hitt et al, 2001).
Adanya globalisasi tersebut telah memberikan
dua kemungkinan, yaitu perubahan tersebut sebagai peluang emas bagi
perusahaan yang siap bersaing dan
di sisi lain perubahan tersebut
sebagai ancaman atau predator bagi perusahaan yang tidak memiliki daya
saing.
Morissan (2007) menjelaskan bahwa perusahaan yang berorientasi
pada pasar harus memfokuskan perhatian pada upaya untuk mempertahankan
hubungan dengan pelanggan yang disebut dengan relationship marketing.
Iklan merupakan setiap bentuk komunikasi non personal mengenai suatu
organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang
diketahui (Ralph, 1967 dalam Morissan, 2007). Saat ini iklan dan promosi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial
masyarakat modern. Iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi,
baik bagi produsen maupun konsumen. Jenis periklanan yang beragam telah
membantu memberikan manfaat bagi proses ekonomi yang berbeda-beda.
Periklanan telah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari produk atau jasa
yang diiklankan.
Hal ini tercermin dari sejumlah kasus yang menggambarkan
kemampuan iklan untuk meningkatkan volume penjualan, seperti PT.
Unilever secara konsisten telah melakukan upaya-upaya periklanan agar
2
produk-produknya menjadi pilihan pertama masyarakat. Hal ini telah
membawa produk Unilever menjadi merek dengan belanja iklan terbesar di
Indonesia. Untuk tahun 2006, misalnya iklan Clear telah menghabiskan dana
belanja iklan hampir Rp. 300 miliar. Sementara untuk merek lainnya seperti
Rinso telah menghabiskan dana belanja iklan hampir Rp. 140 miliar. Dengan
upaya kampanye periklanan yang massif seperti itu, merek-merek Unilever
tersebut akhirnya mampu terus-menerus menjadi pemimpin pasar di kategori
produknya.
Kegiatan periklanan telah dimulai sejak abad ke-XVIII dan mulai
menjadi industri modern sejak tiga dekade terakhir di abad XX. Hal tersebut
juga dipicu dengan lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA) di tahun
1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968 (Alif,
2000).
Dalam kenyataannya, industri periklanan Indonesia memang terus
berkembang. Hal ini didukung oleh pembangunan infrastruktur sejak
pemerintahan Orde Baru. Pemerintah telah berusaha menyatukan Indonesia
melalui siaran TV dan radio yang direncanakan dapat menjangkau sebagian
besar pelosok Indonesia. Hal ini diperlukan agar birokrasi pemerintahan dapat
terbentuk secara merata dan masyarakat mendukung kebijakan pemerintah.
Hal ini ditandai dengan peluncuran Satelit Palapa di tahun 1977 yang
menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga (setelah Amerika dan Kanada)
yang memiliki satelit komunikasi. Peluncuran Satelit Palapa tersebut telah
membuat siaran TVRI dapat disaksikan di banyak tempat di pelosok
Nusantara.
Pada periode awal kehadiran media televisi, yaitu program ”Mana
Suka Siaran Niaga” yang menampilkan iklan-iklan yang ternyata telah
menarik perhatian masyarakat. Tampilnya iklan berbagai produk di televisi-sekalipun saat itu masih didominasi oleh iklan TV buatan luar negeri telah
mendorong posisi Indonesia menjadi pasar penting bagi produk-produk
mancanegara yang berasal dari Amerika, Jepang, maupun Eropa Barat.
Dalam perkembangan tersebut selanjutnya semakin diperkuat dengan
munculnya berbagai televisi swasta seperti RCTI (1989), SCTV (1990), TPI
3
(1991), ANTV (1993), dan IVM atau INDOSIAR (1995). Pasca lengsernya
pemerintahan Orde Baru semakin memperbanyak lahirnya berbagai televisi
swasta baru, baik yang mengudara secara nasional maupun lokal (ATVLI,
2006), seperti yang dimuat pada Gambar 1.
Deli TV
Manado TV
Bunaken TV
Cakra TV
Emu TV
TV Pin
Pal TV
Lombok TV
1962
1989
1990
1991
1993
1995
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 1. Perkembangan stasiun TV di Indonesia
Pertumbuhan belanja iklan nasional yang semakin pesat dan didukung
pula oleh perkembangan industri media tersebut berdampak kepada
pertumbuhan perekonomian nasional yang memiliki rataan sebesar 6-7% per
tahun. Kondisi ini membawa Indonesia menjadi pasar potensial bagi berbagai
perusahaan periklanan asing untuk masuk ke Indonesia. Beberapa Chairman
dan CEO perusahaan periklanan global seperti Allen Rosenshine (BBDO
Worldwide), Charlotte Beers dan Sherly Lazarus (Ogilvy and Mather
Worldwide), J. Brendan Ryan (Foote Cone Belding/FCB Worldwide), Bob
Schemetteree (Euro RSCG Worldwide), dan Bob Wiesendanger (TBWA)
datang secara langsung ke Indonesia untuk membangun bisnis periklanannya.
Tak hanya perusahaan periklanan global yang bermarkas di Madison VanueNew York,
beberapa perusahaan periklanan global lainnya dari Jepang,
seperti Hakuhodo, Dentsu dan Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis juga
ikut masuk untuk berebut kue iklan nasional yang pertumbuhannya dari tahun
ke tahun sangat menggiurkan.
4
dalam jutaan
35,000,000
30,000,000
25,000,000
MGZ
NPP
TV
20,000,000
17
%
15
%
36
%
32
%
15,000,000
37
%
10,000,000
5,000,000
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber : Nielsen Media Research, 2007
Gambar 2. Perkembangan belanja iklan nasional
Daya tarik perusahaan periklanan global tersebut untuk melakukan
investasi di luar negara asalnya semakin menguat ketika melihat pertumbuhan
pendapatan belanja iklan (billing) yang terus membesar di luar negara
tersebut. Data majalah Cakram memperlihatkan di tahun 1997 bahwa DDB
Needham memperoleh 65% dari total billing dari luar AS. Demikian juga
dengan Lowe (61%), Bates (57%) dan Grey Advertising (55%). Kondisi
tersebut mendorong berbagai perusahaan periklanan global untuk masuk ke
Indonesia. Selain itu, daya tarik pertumbuhan belanja iklan Indonesia cukup
besar, sehingga peluang periklanan makin terbuka ketika sejumlah paket
deregulasi memungkinkan investor asing menanamkan sahamnya secara
langsung di Indonesia (Alif, 2000).
Berbagai perusahaan periklanan global tersebut pada dasarnya pada
saat masuk di Indonesia, secara rataan sudah memiliki captive market klienklien global yang juga beroperasi di Indonesia, sehingga berbagai perusahaan
periklanan global tersebut rata-rata sudah memiliki keunggulan kompetitif
dibanding perusahaan periklanan lokal.
5
Dwi Sapta Advertising adalah salah satu perusahaan periklanan lokal
di Jakarta yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang ’pribumi’
di tengah persaingan yang ketat dengan dominasi perusahaan periklanan
multinasional seperti Lowe, Ogilvy, JWT, AdForce, Dentsu, Saatchi &
Saatchi, Leo Burnett, dan lain-lain. Sejak awal didirikan pada tahun 1981
menjadi cikal bakal dari sebuah usaha jasa fotografi, sehingga Dwi Sapta
Advertising mampu bertahan dan berkembang. Meski harus bersaing dengan
puluhan perusahaan periklanan nasional yang sudah besar dan mapan seperti
Matari, Fortune, Artek dan Hotline, Dwi Sapta Advertising sekaligus harus
bersaing melawan raksasa-raksasa perusahaan periklanan global yang relatif
jauh lebih kuat, baik dari segi finansial, Sumber Daya Manusia (SDM) dan
teknologi produksi, hingga jaringan klien internasional (Palupi dan Teguh,
2006).
Situasi persaingan yang ketat dan harus dihadapi oleh Dwi Sapta
Advertising di dalam melawan para kompetitornya, baik berasal dari sesama
perusahaan periklanan lokal maupun global, telah mendorong pihak
manajemen perusahaan untuk selalu meningkatkan kemampuan kreatif
iklannya yang disertai dengan penerapan strategi pemasaran lebih tepat yang
sesuai dengan perkembangan situasi kompetisi yang terjadi di industri
periklanan.
Kondisi persaingan bisnis periklanan dan kemampuan bertahan,
terutama mempertahankan klien-klien yang sudah dimiliki, maka Dwi Sapta
Advertising juga harus mampu merebut klien-klien baru untuk menambah
sumber pendapatan billing iklan perusahaan. Upaya mempertahankan klienklien yang sudah dimiliki biasanya akan lebih difokuskan dengan
menekankan kekuatan strategi kreatif iklan yang dihasilkan dan layanan
prima yang diberikan dalam memahami, serta memenuhi berbagai kebutuhan
klien. Sementara upaya untuk memperoleh atau merebut klien-klien baru
biasanya dilakukan dengan menyusun strategi pemasaran perusahaan untuk
memperoleh kesempatan pitching (tender proyek) yang diberikan oleh para
calon klien maupun penunjukkan secara langsung dari klien baru tersebut atas
dasar citra reputasi perusahaan yang telah dimiliki oleh Dwi Sapta
Advertising.
6
Saat ini, mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta Advertising secara
operasional dalam menyusun strategi pemasaran didasarkan pada 2 (dua)
pertimbangan, yaitu :
1.
Kebijakan Dasar Perusahaan (KDP), yang berisi tentang gambaran dan
arahan manajemen perusahaan berupa visi dan misi perusahaan, tujuan
dan target yang ingin dicapai, serta gambaran proses bisnis yang ingin
diterapkan dalam mencapai tujuan dan target tersebut.
2.
Pemetaan Situasi Pasar (PSP), yang merupakan hasil kajian dan analisis
tentang faktor-faktor internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor-faktor eksternal perusahaan (peluang dan ancaman).
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta
Advertising
tersebut
dalam
menghadapi
persaingan
global,
maka
permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana bentuk kondisi faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki Dwi
Sapta Advertising dalam menghadapi situasi persaingan pasar periklanan
di Jakarta ?
2.
Bentuk strategi pemasaran apakah yang tepat menurut situasi dan kondisi
yang dimiliki oleh
Dwi Sapta Advertising dalam memenangkan
persaingan periklanan di Jakarta ?
3.
Bagaimana strategi pemasaran yang telah dipilih dari hasil analisa dan
membandingkannya dengan alternatif strategi lain melalui metode
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ?
C. Tujuan
1.
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki Dwi
Sapta Advertising dalam upaya persaingan periklanan di Jakarta.
2.
Menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat dilakukan oleh Dwi
Sapta Advertising.
3.
Merekomendasikan strategi pemasaran
yang dipilih Dwi Sapta
Advertising dalam memenangkan persaingan.
Download