48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1. Mutu FORNAS 2013 berdasarkan kriteria dalam pemilihan obat menurut WHO belum sepenuhnya baik dengan hasil sebagai berikut: a. Persentase obat FORNAS 2013 yang terdapat dalam DOEN 2013 adalah 54,5% dan termasuk kategori tidak bermutu karena persentasenya ≤ 55%. b. Persentase obat FORNAS 2013 yang merupakan sediaan senyawa tunggal adalah 95,3% dan termasuk kategori bermutu karena persentasenya berada dalam skala antara 76-100%. c. Persentase obat FORNAS yang tertulis dalam nama generik/INN adalah 100% dan termasuk kategori bermutu karena persentasenya berada dalam skala antara 76-100%. Walaupun FORNAS 2013 telah 100% tertulis dalam nama generik dan 95,3% telah tertulis dalam sediaan senyawa tunggal, namun penambahan sebanyak 45,5% zat aktif dalam sediaan baru memiliki ketidaksesuaian yang signifikan. Ketidaksesuaian jumlah sediaan dalam FORNAS 2013 terhadap DOEN 2013 mempengaruhi mutu FORNAS 2013 karena tidak mengacu dan tidak konsisten sepenuhnya pada DOEN 2013. 2. Obat-obat dalam FORNAS 2013 yang tidak terdapat dalam DOEN 2013 tercatat mendapatkan penambahan 225 zat aktif dalam 454 sediaan. a. Penambahan tersebut tersebar dalam 24 kelas terapi dari 29 kelas terapi yang ada, kecuali kelas terapi: (1) Antiseptik dan desinfektan, (2) Obat dan Bahan untuk Gigi, (3) Larutan Dialisis Peritoneal, (4) Oksitosik, (5) Relaksan Otot Perifer dan Penghambat Kolitesterase. 49 b. Kesesuaian FORNAS 2013 belum sepenuhnya baik karena persentase obat FORNAS 2013 yang terdapat dalam DOEN 2013 adalah 54,5% dan termasuk kategori tidak sesuai karena persentasenya rendah dan ≤ 55%. Persentase obat FORNAS 2013 yang merupakan sediaan senyawa tunggal adalah 95,3% termasuk kategori sesuai karena persentasenya berada dalam skala antara 76100%, dan persentase obat FORNAS yang tertulis dalam nama generik/INN adalah 100% termasuk kategori sesuai karena persentasenya berada dalam skala antara 76-100%. Proses dan kriteria seleksi pemilihan obat-obatan DOEN ke dalam FORNAS tidak di publikasikan sehingga ada potensi konflik kepentingan yang terlibat di dalamnya, karena praktisi yang mewakili semua perhimpunan klinis berada di Tim Ahli Komisi Nasional Penyusunan FORNAS 2013. Ketidaksesuaian FORNAS 2013 dengan DOEN 2013 terkait temuan dalam proses penyusunan FORNAS 2013 yang tidak transparan dan akuntabel. DOEN 2013 sebagai acuan dalam pengembangan FORNAS 2013 tidak memiliki mandat resmi yaitu Surat Keputusan Penetapan Komite Nasional Revisi dan Penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional, sehingga kedudukan DOEN 2013 dianggap lemah karena tidak melalui proses revisi yang merupakan salah satu faktor penting dalam proses pengelolaan, pengembangan dan evaluasi suatu Daftar Obat Esensial Nasional. Komite Nasional Revisi dan Penyusunan DOEN tidak memenuhi kaidah-kaidah dalam memilih obat-obatan berdasarkan kriteria WHO sehingga proses seleksi tidak obyektif dan berdasarkan bukti. Dalam proses penyusunan, Komite Nasional Penyusunan FORNAS 2013 juga dibentuk dengan komposisi penetapan Tim Ahli, Tim Evaluasi dan Tim Pelaksana yang tidak memenuhi kaidah dalam kriteria Komite Farmasi dan Terapi yang baik. Tanpa memenuhi syarat kriteria berbasis bukti, keputusan 50 pemilihan dan penetapan obat-obatan dalam pengembangan suatu daftar Obat Esensial dapat diambil dengan muatan konflik kepentingan dari Tim Ahli dan Tim Evaluasi. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Bagi Kementerian Kesehatan ; a. Agar memenuhi kaidah atau komponen- komponen dalam menyusun Formularium Nasional yang memenuhi kriteria yang disarankan WHO dan mengacu sepenuhnya kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk revisi FORNAS selanjutnya. b. Agar melakukan penguatan terhadap susunan anggota dengan penambahan jumlah personil Tim Evaluasi pada Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional pada revisi selanjutnya untuk menghindari konflik kepentingan dari Tim Ahli dan Tim Evaluasi dalam perumusan Formularium Nasional yang transparan dan akuntabel guna melaksanakan kebijakan obat yang tepat. 2. Bagi Rumah Sakit ; a. Agar menggunakan Daftar Obat Esensial Nasional dan memenuhi kriteria yang disarankan WHO sebagai acuan untuk menyusun Formularium Rumah Sakit. b. Bagi Rumah Sakit yang telah memiliki Formularium Rumah Sakit agar melakukan monitoring dan evaluasi Formularium Rumah Sakit secara berkala dengan mengacu sepenuhnya pada Daftar Obat Esensial Nasional berdasarkan kriteria yang disarankan oleh WHO. 51 3. Bagi peneliti lain dapat melakukan : a. Penelitian kesesuaian Formularium Nasional dengan formularium yang digunakan di Institusi atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan. b. Penelitian tentang proses Penyusunan Formularium Nasional. c. Penelitian kepatuhan penggunaan Formularium Nasional pada implementasi Jaminan Kesehatan Nasional.