PRODUK MAKANAN YANG MENGANDUNG PROTEIN SUSU SAPI: SEBUAH SURVEI PASAR Madya Periode 15 Juli – 12 Agustus 2009 Arifianto 20070702 Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009 0 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Alergi makanan merupakan masalah kesehatan yang kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Masalah ini terjadi pada 6% anak-anak dan tiga sampai empat persen dewasa. Pada bayi dan anak, alergi makanan menjadi cukup serius karena berkaitan dengan asupan nutrisi yang adekuat untuk mencapai pertumbuhan optimal.1 Salah satu bentuk alergi makanan tersering pada bayi anak adalah alergi susu sapi. Beberapa protein yang terkandung di dalamnya dibuktikan berperan dalam reaksi alergi, dengan berbagai mekanisme, baik yang diperantarai IgE maupun non IgE.1,2 Tata laksana masalah ini adalah dengan melakukan penghindaran (avoidance) terhadap semua bahan makanan yang mengandung protein susu sapi, yang dilakukan oleh ibu yang menyusui bayi/anaknya dan bayi/anak yang minum susu formula. Orangtua perlu mempunyai pengetahuan untuk membedakan produk makanan yang mengandung protein susu sapi atau tidak.3 2. Masalah 1. Bayi dan anak dengan alergi susu sapi melakukan penghindaran terhadap susu sapi, tetapi masih mengkonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi. 2. Ibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi tetap mengkonsumsi makanan yang mengandung protein susu sapi. 3. Orangtua tidak memahami bahwa konsumsi produk makanan yang mengandung protein susu sapi dapat mencetuskan alergi, meskipun sudah melakukan penghindaran terhadap susu sapi. 4. Produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar belum tentu mengikuti peraturan labelisasi pangan yang berlaku. 3. Pertanyaan Penelitian 1. Apa saja produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar di Jakarta? 2. Apakah produk makanan yang beredar sudah memenuhi ketentuan labelisasi pangan yang ditetapkan di Indonesia? 1 3. Apakah produk-produk makanan ini harus dihindari oleh ibu yang sedang menyusui anak dengan alergi susu sapi? 4. Apakah produk-produk ini harus dihindari oleh bayi dan anak dengan alergi susu sapi? 4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui produk-produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar di pasaran. 2. Tujuan Khusus a. Mengevaluasi komposisi produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar di pasaran di wilayah Jakarta. b. Mengevaluasi kepatuhan pembuatan makanan yang mengandung protein susu sapi berdasarkan peraturan labelisasi pangan yang berlaku. 5. Manfaat Penelitian 1. Bidang pendidikan Memperoleh pengalaman dalam membuat penelitian sederhana dan melatih daya pikir kreatif dan analitik. 2. Pengabdian Masyarakat Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar, agar dapat dihindari oleh anak dengan alergi susu sapi dan ibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi. 3. Pengembangan Penelitian Menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Reaksi simpang terhadap makanan mencakup reaksi alergi dan non alergi. Alergi makanan melibatkan reaksi imunologis, baik diperantarai oleh IgE ataupun non IgE. Sedangkan reaksi simpang non alergi terdiri atas intoleransi makanan (misalnya defisiensi enzim seperti intoleransi laktosa) dan keracunan makanan.4 Alergi makanan diperkirakan terjadi pada 6% sampai 8% anak-anak berusia di bawah tiga tahun. Susu adalah salah satu jenis alergi makanan tersering, dengan protein susu sapi sebagai bentuknya yang paling banyak. Alergi protein susu sapi terjadi khususnya pada bayi hingga usia satu tahun. Insidensnya berkisar antara 2% sampai 5% pada bayi yang mendapatkan susu formula, dan 0,4% sampai 2,1% pada bayi yang mendapatkan ASI. Kondisi ini kadang disalahartikan dengan intoleransi susu/laktosa.2,4 Perbedaannya telah dijelaskan di atas dan dapat dilihat dalam gambar di bawah. Reaksi simpang susu sapi Alergi susu sapi - Diperantarai IgE - Intoleransi susu sapi masalah sistem imun reaksi terhadap protein susu Antibodi IgE Sel mast dan basofil - intoleransi laktosa defisiensi enzim laktase Diperantarai non IgE - Mekanisme belum jelas Kemungkinan diperantarai sel Th1 Gambar 1. Perbedaan antara alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa2 Patofisiologi alergi protein susu sapi dapat dibedakan menjadi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) dan non IgE. Alergi yang diperantarai IgE terjadi jika antigen terikat dengan antibodi IgE yang terikat sel mast, sehingga mediator inflamasi seperti histamin dilepaskan dan terjadilah reaksi alergi. Reaksi ini dinamakan hipersensitivitas tipe I. Reaksi yang diperantarai non IgE disebabkan multifaktor, dengan melibatkan 3 kompleks imun antibodi IgA atau IgG (hipersensitivitas tipe III) dan stimulasi langsung sel T oleh antigen protein susu (hipersensitivitas tipe IV). Interaksi ini menyebabkan pelepasan sitokin dan produksi antibodi meningkat, sehingga terjadi kaskade inflamasi.3 Gejala-gejala yang timbul menyerupai reaksi alergi pada anak besar dan dewasa, meliputi manifestasi kulit seperti urtikaria, ruam, pruritus, dan gejala saluran napas seperti mengi dan batuk. Perbedaan manifestasi klinis yang disebabkan oleh perantara IgE dan non IgE dijelaskan dalam tabel di bawah.3 Tabel 1. Manifestasi klinis alergi protein susu dan diagnosis bandingnya3 Tipe reaksi Manifestasi Diagnosis banding Rinokonjungtivitis Penyebab primer dari saluran napas Diperantarai IgE Saluran napas Asma (mengi, batuk) Edema laring Otitis media dengan efusi Kulit Gastrointestinal Dermatitis atopi Alergi makanan Urtikaria Alergi polutan lingkungan Angioedema Atopi primer Sindrom alergi oral Alergi makanan atau lingkungan Mual dan muntah Infeksi, pengosongan lambung yang lambat, malrotasi, penyakit seliak, fibrosis kistik Kolik, diare Diperantarai non IgE Saluran napas Hemosiderosis pulmonal (sindrom Heiner) Kulit Ruam kontak Alergi makanan atau lingkungan Dermatitis atopi Atopi primer Refluks gastroesofageal Refluks fisiologis, pengosongan kambung yang lambat, penyakit seliak, fibrosis kistik Gastontestinal Enteropati transien Enteropati protein-losing Sindrom enterokolitis Fisura ani Gagal tumbuh Hiperkalsemia, penyakit Hirschprung, hipotiroid, gangguan fungsional Anemia (tanpa kolitis) Banyak kemungkinan Kolitis, konstipasi Lain-lain Tidak diklasifikasikan Artritis Purpura Henoch-Schonlein 4 Diagnosis alergi protein susu sapi ditegakkan dengan double-blind placebocontrolled food challenge (DBPCFC) sebagai baku emasnya. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah skin-prick testing (SPT), pemeriksaan kadar IgE serum, dan uji tempel (patch test). Kombinasi SPT dan pengukuran kadar IgE serum menghasilkan nilai prediksi positif sebesar 95% untuk menegakkan diagnosis alergi protein susu sapi, sehingga DBPCFC harus dilakukan.3 Sistem imun mayoritas individu mampu mengenali protein susu sapi sebagai suatu hal yang tidak membahayakan dan dapat mentoleransinya. Individu dengan alergi mempunyai hipersensitivitas terhadap protein susu dan berakibat pada respon inflamasi.2 Komposisi protein dalam susu manusia maupun sapi disebutkan dalam tabel di bawah. Tabel 2. Komposisi protein utama dalam air susu manusia dan sapi2 Protein Manusia (mg/mL) Sapi (mg/mL) α-laktalbumin 2,2 1,2 α-s1-kasein 0 11,6 α-s2-kasein 0 3,0 β-kasein 2,2 9,6 κ-kasein 0,4 3,6 γ-kasein 0 1,6 imunoglobulin 0,8 0,6 laktoferin 1,4 0,3 β-laktoglobulin 0 3,0 lisozim 0,5 trace albumin serum 0,4 0,4 dll 0,8 0,6 Perbandingan protein kasein:whey di dalam susu sapi adalah 80:20. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rasio ini menentukan tingkat alergenisitasnya. Penelitian yang dilakukan terhadap tikus ini memodifikasi rasio kasein:whey menjadi 40:60 dan menunjukkan alergenisitas berkurang. Dalam praktiknya, penelitian semacam ini menjadi dasar untuk membuat formula yang tepat bagi bayi dengan alergi protein susu sapi.5 Tata laksana utama alergi protein susu sapi adalah menghindarkan alergen, sambil menjaga asupan nutrisi seimbang bagi bayi dan ibunya.1-4 Hal yang sering dilakukan pada bayi yang mendapatkan susu formula (tidak mendapatkan ASI) adalah menghentikan susu 5 sapi, dan menggantinya dengan susu yang lain. Tetapi bayi tetap mengkonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi, sehingga manifestasi alergi timbul kembali. Ibu yang menyusui bayinya juga tidak menyadari bahwa protein susu sapi yang dikonsumsinya dapat masuk ke dalam ASI, dan menimbulkan reaksi alergi. Ibu sebenarnya dapat terus menyusui sambil menghindari semua bentuk protein susu sapi, dan bahkan sumber protein lainnya seperti kedelai. Untuk itu perlu diketahui produkproduk pangan yang mengandung protein susu sapi, sehingga dapat dihindari oleh bayi dengan alergi protein susu sapi maupun ibu yang menyusuinya. Daftar produk pangan yang harus dihindari terdapat dalam tabel di bawah. Tabel 3. Sumber protein susu sapi3,4,6 Produk pangan yang mengandung protein susu sapi Susu (dalam semua bentuk, termasuk condensed, derivative, dry, evaporated, rendah lemak, tanpa lemak, malted, milkfat, powder, skimmed, susu kambing dan dari hewan lainnya), hidrolisat protein susu Buttermilk Cream, half and half cream, evaporated or condensed milk Butter, margarin, milk solids, curds Whey (dalam semua bentuk) Laktosa, laktoferin, laktulosa Kaseinat, kasein, hidrolisat kasein Laktalbumin, laktalbumin fosfat Keju, yogurt, sour cream Produk pangan yang mungkin mengandung protein susu sapi Daging olahan komersial Sayur-sayuran yang diberi krim Sop kaleng Permen, coklat Roti, hamburger, hotdog Minuman ringan, tepung tinggi protein Kue, biskuit, nougat, nondairy creamer Salad dressings Perasa brown sugar, perasa karamel, perasa alami Selain menghindari alergen di atas, pilihan susu pada bayi yang mendapatkan susu formula adalah extensively hydrolysed formulas (EHFs) sapi dan formula berbasis asam amino bagi bayi yang terbukti alergi protein susu. Formula protein terhidrolisis ekstensif 6 menggabungkan hidrolisat kasein atau whey yang diambil dari susu sapi, sehingga masih potensial mencetuskan alergi. Efektivitasnya dalam menghindari reaksi alergi mencapai 90%. Formula berbasis asam amino menunjukkan efektivitas mencapai 99%, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain EHFs. Penggunaan formula berbasis kedelai sebagai alternatif pada alergi protein susu sapi tidak dianjurkan, karena sebagian anak dengan alergi susu sapi juga terbukti alergi terhadap protein kedelai.3 Waktu yang tepat untuk kembali memaparkan protein susu sapi adalah 2 minggu (atau sampai 4 minggu pada kasus eksim atopik atau kolitis alergik) setelah eliminasi diet pada ibu menyusui atau setelah mengganti dengan EHFs pada bayi dengan susu formula, jika terdapat perbaikan gejala. Panduan lain lebih umum menyebutkan protein susu sapi dapat kembali diperkenalkan pada usia 1 tahun, dan jika terdapat toleransi, boleh dipaparkan tiap 3 bulan.3,7 7 BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan metode survei terhadap produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang ditemukan di pasaran di Jakarta. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di beberapa supermarket di Jakarta selama bulan Agustus 2009. Populasi target dan populasi terjangkau Populasi target adalah seluruh produk makanan komersial yang mengandung protein susu sapi yang beredar di wilayah Jakarta. Populasi terjangkau adalah produk makanan komersial yang mengandung protein susu sapi yang ada di supermarket besar di wilayah Jakarta Timur. Sampel dan besar sampel Sampel adalah seluruh produk makanan komersial yang mengandung protein susu sapi yang dapat dikumpulkan dan diobservasi oleh peneliti dalam kurun waktu penelitian. 8 BAB IV HASIL PENELITIAN Survei pasar yang kami lakukan mendapatkan cukup banyak produk makanan komersial yang mengandung protein susu sapi. Produk-produk ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) makanan yang dikonsumsi oleh ibu (yang sedang menyusui anak dengan alergi susu sapi) dan (2) makanan (MPASI) yang dikonsumsi oleh bayi/anak dengan alergi susu sapi. Daftar yang ada disajikan dalam tabel-tabel di bawah. Tabel 4. Makanan yang mengandung protein susu sapi yang harus dihindari oleh ibu menyusui anak dengan alergi susu sapi No. Nama produk Kategori Protein susu sapi yang dikandung Produsen 1. Mio stick wafer rasa vanila Biskuit/wafer Tepung whey PT. Ultra Prima Abadi 2. Chocho wafer stik rasa stroberi Biskuit/wafer Tepung whey PT. Dolphin 3. Rocky XXX-tra wafer stik rasa coklat Biskuit/wafer Whey PT. Dolphin 4. Good Time assorted cookies aneka rasa Biskuit/wafer Whey PT. Arnott’s Indonesia 5. Peptisol Makanan cair Konsentrat whey, susu skim Kalbe Farma 6. Entrasol Makanan cair Konsentrat whey, susu skim Kalbe Farma 7. Diabetasol Makanan cair Konsentrat whey, susu skim Kalbe Farma 8. Ensure Makanan cair Natrium kaseinat, protein whey PT. Abbott Indonesia 9. Glucerna CS Makanan cair Natrium kaseinat, protein whey PT. Abbott Indonesia 10. Maxcreamer Krimer Whey Indofood 11. Indocreamer Krimer Whey Indofood 12. Haan Ice Cream rasa coklat, stroberi, vanila Bubuk instan Susu bubuk full krim, bubuk whey Haan 13. Astra stik wafer coklat Biskuit/wafer Susu bubuk, whey PT. Arnott’s Indonesia 14. Loacker Biskuit Susu skim, whey Loacker 15. Nestle Milo Sereal Susu bubuk skim, bubuk whey Nestle 9 Produk-produk yang disebutkan dalam tabel 4 menyimpulkan jenis biskuit, wafer, makanan cair, krimer, es krim, dan sereal mengandung protein susu sapi. Masih ada produk-produk lain yang belum disebutkan, seperti produk coklat, mentega, keju, yogurt, dan sirup yang mengandung protein susu sapi. Fakta ini menunjukkan banyaknya produk pangan di pasaran yang harus dicermati secara hati-hati oleh ibu yang menyusui bayi/anak dengan alergi susu sapi. Produk yang harus dihindari oleh bayi/anak dengan alergi protein susu sapi disebutkan dalam tabel 5. Tabel 5. Makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi yang harus dihindari oleh bayi/anak dengan alergi susu sapi No. Nama produk Kategori Protein susu sapi yang dikandung Produsen 1. Milna Bubur Bayi Penambah Berat Badan semua rasa Bubur bayi (bubuk instan) Protein whey Kalbe Nutritionals 2. Milna Toddler Biskuit rasa coklat dan keju Biskuit untuk 1-5 tahun Konsentrat protein whey Kalbe Nutritionals 3. Promina Bubur Khusus for Gaining Weight Bubur bayi Protein whey Indofood 4. Gizi Kita Gizi Tabur 2-5 tahun Bubuk tabur (sprinkles) Protein whey Sari Husada 5. Pediasure Makanan cair Natrium kaseinat, protein whey caseinat Abbott 6. SGM Bubur Susu Bayi 8+ Bubur susu Konsentrat protein whey, susu bubuk skim Sari Husada 7. Nestle Cerelac Bubur susu “Dapat mengandung sekelumit protein susu” (tidak dijelaskan) Nestle 8. Milna Biskuit Bayi 6+ Biskuit bayi “may contain traces of dairy” Kalbe Nutritionals Tidak semua bubur susu, bubur bayi, dan biskuit bayi mengandung protein susu sapi. Beberapa yang mengandung protein tersebut disebutkan di atas. Produk-produk yang mengandung susu skim atau bubuk susu saja tidak dimasukkan dalam tabel. Beberapa produk tidak jelas menyebutkan kandungan protein susu sapi, dengan mencantumkan “dapat mengandung sekelumit protein susu” atau “may contain traces of dairy”. 10 BAB V DISKUSI Survei yang telah dilakukan menunjukkan banyaknya produk makanan yang mengandung protein susu sapi di pasaran. Namun tidak semua konsumen, khususnya ibuibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi, memahami jenis-jenis protein susu sapi. Sehingga mereka tidak mampu memilih makanan, terutama jenis cemilan, yang tidak mengandung protein ini. Kelompok ini akan mengalami kebingungan, karena mereka tidak memberikan susu formula sama sekali pada bayi dan anaknya, tetapi manifestasi alergi susu sapi tetap timbul. Golongan ibu-ibu yang memberikan susu formula pada bayi dan anaknya juga mengalami kebingungan yang sama, karena mereka telah beralih ke susu EHFs, tetapi keluhan alergi susu sapi tidak hilang. Kelompok ini tidak menyadari bahwa MPASI yang mereka berikan berupa biskuit dan bubur bayi ternyata mengandung susu skim, whey, dan/atau kasein. Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan alergi susu sapi harus mendapatkan informasi mengenai kandungan makanan dengan protein susu sapi dan melakukan penghindaran terhadapnya. Di Amerika Serikat (AS), produk makanan yang dianggap mengandung alergen terikat pada aturan labelisasi yang ditetapkan dalam the Food Allergen Labeling and Consumer Protection Act (FALCPA) tahun 2004, dan berlaku pada produk-produk pangan yang diberi label mulai 1 Januari 2006. Aturan ini mewajibkan peletakan kata “mengandung” yang diikuti oleh nama sumber makanan alergen dalam daftar kandungan (ingredients) dengan ukuran huruf seragam (misalnya: “mengandung susu dan gandum”). Cara lain adalah meletakkan nama alergen dalam daftar kandungan dengan sumber makanannya (misalnya: “perasa alami [telur, kedelai]”). Peraturan ini juga membahas mengenai jenis makanan spesifik yang harus ditulis dan sanksi hukum yang akan dikenakan bagi para pelanggar. Jenis makanan yang disebutkan adalah susu, telur, kacangkacangan, tree nuts, ikan, shellfish, kedelai, dan gandum.6,8 Aturan serupa ini belum ada di Indonesia. Peraturan perundangan yang ada, antara lain Peraturan Pemerintah no.69 tahun 1999 tentang “Label dan Iklan Pangan”, dalam pasal 32 menyebutkan jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu produk pangan, maka label tersebut wajib memuat ukuran takaran saji, jumlah sajian per kemasan, kandungan energi per takaran saji, kandungan protein per sajian, kandungan karbohidrat per sajian, kandungan lemak per sajian, dan persentase dari angka kecukupan gizi (AKG) 11 yang dianjurkan. Semua produk yang sudah disebutkan di atas secara umum memenuhi aturan ini. Peraturan ini tidak menjelaskan mengenai kandungan bahan berisiko alergen.9 Pentingnya memastikan keamanan suatu produk pangan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.28 tahun 2004 mengenai “Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan”, yang antara lain mengatur sanitasi dalam rantai produksi, menghindari pencemaran pangan, pedoman ritel, pelarangan penambahan bahan berbahaya, dan peraturan kemasan serta uji mutu. Masih belum ada pembahasan mengenai labelisasi peringatan kandungan bahan berisiko alergen.10 Peraturan lain terkait pangan yang berlaku adalah Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.06.1.52.6635 tentang “Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan Pangan” tertanggal 27 Agustus 2007.11 Masih belum ada peraturan serupa FALCPA yang berlaku di Indonesia. Sehingga orangtua yang mempunyai anak dengan alergi susu sapi harus membekali dirinya dengan pengetahuan mengenai makanan-makanan yang sudah dijelaskan di atas. Untuk mengatasi terbatasnya asupan nutrisi anak akibat penghindaran berbagai sumber makanan, orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter dan dietitian, untuk mengetahui makanan apa saja yang dapat mengganti kebutuhan berbagai nutrien yang hilang.3 12 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan 1. Banyak produk makanan jadi yang tersedia di pasaran mengandung protein susu sapi. 2. Sebagian besar produk tersebut sudah mencantumkan kandungan protein susu sapi, seperti whey dan kasein, namun sebagian kecil tidak jelas menyebutkan kandungan susu sapinya, padahal berpotensi untuk mengandung protein susu sapi. 3. Orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi belum tentu mempunyai pengetahuan mengenai kandungan protein susu sapi ini. 4. Eliminasi diet protein susu sapi adalah tata laksana alergi protein susu sapi, dengan tetap memperhatikan makanan lain yang dapat menggantikan kebutuhan akan protein ini. 5. Ibu dapat tetap menyusui bayi dengan alergi susu sapi, dan bayi/anak yang mendapatkan susu formula dapat menggunakan formula terhidrolisis ekstensif (EHFs). 6. Pemerintah belum mempunyai peraturan yang mewajibkan pencantuman kewaspadaan alergi pada kemasan makanan. 2. Saran 1. Edukasi terhadap orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi agar mengetahui sumber makanan apa saja yang mengandung protein susu sapi. 2. Mendorong pemerintah untuk dapat menyusun peraturan labelisasi makanan yang potensial mengandung alergen, agar konsumen dengan alergi makanan tertentu dapat menghindarinya. 13 DAFTAR PUSTAKA 1. Benhamou AH, Tempia MGS, Belli DC, Eigenmann PA. An overview of cow’s milk allergy in children. Swiss Med Wkly 2009;139(21-22):300-7. 2. Crittenden RG, Bennett LE. Cow’s milk allergy: a complex disorder. J Am Coll Nutr 2005;24(6):582S-91S. 3. Brill H. Approach to milk protein allergy in infants. Can Fam Physician 2008;54:1258-64. 4. Connolly MV. Special diets. Dalam: Duggan C, Watkins JB, Walker WA, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2008. h. 801-3. 5. Lara-Villoslada F, Olivares M, Xaus J. The balance between caseins and whey proteins in cow’s milk determines its allergenicity. J Dairy Sci 2005;88:1654-60. 6. How to read a label for a milk-free diet. The Food Allergy and Anaphylaxis Network. 2009. Diunduh dari www.foodallergy.org tanggal 20 Agustus 2009. 7. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E, Koletzko S, et al. Guidelines for the diagnosis and management of cow's milk protein allergy in infants. Arch Dis Child 2007;92:902-8. 8. Food labels list food allergens to help you avoid an allergic reaction: here are the top eight food allergies listed. Mayo Clinic Staff. Diakses dari www.mayoclinic.com tanggal 20 Agustus 2009. 9. Presiden Republik Indonesia. Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999. 10. Presiden Republik Indonesia. Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004. 11. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan Pangan. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.6635 tahun 2007. 14