BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh karena itu sangat penting bagi klinisi untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan selama perawatan dental. Anestesi lokal merupakan metode yang paling efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan ketidaknyamanan pasien selama prosedur perawatan restoratif dan bedah (Schwartz, 2012). Anestesi lokal didefinisikan sebagai teknik yang dapat menyebabkan hilangnya sensasi dari area yang terbatas dari tubuh yang disebabkan oleh penurunan eksitasi pada akhiran saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer (Balaji, 2009). Sifat penting dari anestesi lokal adalah mampu menghasilkan proses kehilangan sensasi tanpa menginduksi hilangnya kesadaran, ini adalah salah satu hal yang membedakan anestesi lokal dari anestesi umum (Malamed, 2004) sehingga pasien akan tetap sadar (Ghorpade, 2006). Anestesi lokal terdiri dari gugus aromatik dan amin tersier yang berikatan dengan suatu kelompok yang merupakan ester atau amida. Satu ujung molekul tersebut bersifat lipofilik yang memungkinkan anestesi lokal menembus membran lipid akson saraf, pada lingkungan yang relatif alkali di sekitar saraf. Bagian dalam saraf relatif asam dan dapat menimbulkan pelepasan anestesi lokal dalam 1 2 bentuk ionisasi. Pelepasan bentuk ionisasi ini menghambat saluran natrium dalam membran sel saraf dan mencegah pertukaran ion yang penting pada penghantaran normal rangsangan listrik sepanjang akson. Semakin besar kemampuan pengikatan protein suatu agen anestesi lokal, maka akan semakin lama pula kerjanya (Boulton and Blogg, 1994). Setiap anestesi lokal memiliki sifat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, yang akan mempengaruhi onset dan durasi anestesi lokal (Ehrenfeld, 2010). Faktor yang mempengaruhi onset dan durasi anestesi lokal adalah pH jaringan, pKa obat, waktu difusi obat dari ujung jarum menuju saraf, morfologi saraf, konsentrasi obat dan kelarutan lipid (Haas, 2002). Onset anestesi lokal merupakan periode deposisi anestesi lokal menuju batang otak untuk menghambat konduksi saraf (Logothetis, 2012). Durasi anestesi lokal adalah periode masih efektifnya suatu anestesi lokal yang dipengaruhi oleh aktivitas protein-binding, karena reseptor anestesi sepanjang membran sel saraf merupakan protein (Gmyrek, 2013). PKa merupakan faktor utama yang mempengaruhi onset anestesi lokal, (Logothetis, 2012) didefinisikan sebagai pH dimana separuh dari obat dalam bentuk ionisasi dan separuhnya lagi dalam bentuk non-ionisasi, yaitu dalam kondisi yang seimbang (Kaye et al, 2012; Matthes et al, 2013). Nilai pKa yang lebih rendah meningkatkan penetrasi jaringan dan memperpendek onset anestesi lokal karena memiliki lebih banyak partikel non-ionisasi (basa) (Logothetis, 2012). Lidokain memiliki nilai pKa 7,7 dan pH 6,8 namun pada penambahan vasokonstriktor, pH turun menjadi 4,2 (Malamed, 2004). Lokasi administrasi juga 3 mempengaruhi onset aksi anestesi lokal. Onset blok saraf lebih cepat pada batang saraf yang memiliki diameter lebih kecil (Logothetis, 2012). Anestesi lokal sering tidak bekerja pada jaringan yang terinfeksi, disebabkan karena cenderung memiliki lingkungan yang lebih asam dan mengurangi pH jaringan. Konsekuensinya akan mengurangi jumlah partikel anestesi lokal yang tidak terionisasi, menyebabkan melambatnya onset, atau anestesi yang tidak efektif (Logothetis, 2012). Menurut Miller (2010) pemberian injeksi blok nervus alveolar inferior pada gigi mandibula yang terinfeksi memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Durasi anestesi lokal dipengaruhi oleh protein binding, vaskularitas lokasi injeksi dan adanya vasokonstriktor. Penambahan vasokonstriktor ke dalam anestesi lokal akan menurunkan sifat vasodilator dari anestesi lokal dengan cara mengkontriksikan pembuluh darah disekitar lokasi injeksi, sehingga durasi anestesi lokal akan meningkat. Salah satu contoh vasokonstriktor adalah adrenalin (Logothetis, 2012). Anestesi lokal dapat dikombinasikan dengan adrenalin untuk memperpanjang durasi aksinya (Balasubramanian, 2008). Adrenalin memiliki sifat tidak stabil sehingga memerlukan penambahan asam sebagai bahan pengawet untuk menstabilkan larutan dan mencegah oksidasi (Logothetis, 2012). Natrium bisulfit merupakan antioksidan yang paling sering digunakan dalam produk anestesi lokal (Malamed, 2004). Penambahan bahan pengawet natrium bisulfit akan menghasilkan ketahanan mencapai 18 bulan karena sifat antioksidan yang dikandungnya, namun kerugian yang dihasilkannya adalah akan 4 menyebabkan penurunan pH larutan anestesia menjadi 3,3-5,5 sehingga akan mengurangi efisiensinya dan memperlambat onset anestesi lokal (Logothetis, 2012). Lidokain HCl merupakan anestesi lokal yang banyak dipergunakan dalam kedokteran gigi dan merupakan standard dalam perbandingan dengan anestesi lokal yang lain (Padhye et al, 2009; Hassan et al, 2011). Menurut Mitchell (2006) lidokain 2% dengan adrenalin 1:80.000 merupakan larutan anestesi lokal yang paling sering digunakan. Terdapat dua metode anestesi yang utama digunakan dalam kedokteran gigi yaitu anestesi infiltrasi dan anestesi blok (Robinson dan Bird, 2013). Ketika larutan anestesi diinjeksikan superfisial pada membran mukosa, akan berdifusi dalam segala arah, dinamakan anestesi infiltrasi, sedangkan anestesi blok, larutan dideposisikan pada area yang lebih dalam, dekat dengan cabang saraf utama. Anestesi akan mencapai pada seluruh regio yang disuplai oleh saraf dan cabangnya (Ghorpade, 2006). Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang perbedaan rerata antara onset anestesi lokal lidokain HCl 2% dan anestesi lokal lidokain HCl 2% dengan adrenalin 1: 80.000 pada blok nervus alveolaris inferior metode Fisher. 5 B. Rumusan Masalah Permasalahan yang timbul adalah, apakah terdapat perbedaan onset anestesi lokal lidokain HCl 2% dan anestesi lokal lidokain HCl 2% dengan adrenalin 1:80.000 pada blok nervus alveolaris inferior metode Fisher. C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang onset anestesi lokal lidokain HCl 2% dibandingkan dengan anestesi lokal lidokain HCl 2% dengan adrenalin 1:80.000 pada blok nervus alveolaris inferior metode Fisher di RSGM Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian yang serupa tentang onset lidokain HCl adalah: 1. Comparison of Efficacy of 4% Articaine with 1:100.000 Adrenaline to that of 2% Lignocaine with 1:80.000 Adrenaline in Exodontia Cases (Padhye et al, 2009). 2. Efficacy of 4% articaine hydrochloride and 2% lignocaine hydrochloride in the extraction of maxillary premolars for orthodontic reasons (Hassan et al, 2011). D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan onset anestesi lokal lidokain HCl 2% dan anestesi lokal lidokain HCl 2% dengan adrenalin 1:80.000 pada blok nervus alveolaris inferior metode Fisher. 6 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Hasil penilitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu khususnya bagi kedokteran gigi 2. Memberikan informasi mengenai perbedaan onset anestesi lokal lidokain HCl 2% dan anestesi lokal lidokain HCl 2% dengan adrenalin 1:80.000 pada blok nervus alveolaris inferior metode Fisher 3. Menjadi panduan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut