UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERAWATAN LUKA ULKUS KAKI DIABETIKUM MENGGUNAKAN MADU PADA PASIEN DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIA-N) SULASTRI 0906629712 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERAWATAN LUKA ULKUS KAKI DIABETIKUM MENGGUNAKAN MADU PADA PASIEN DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan SULASTRI 0906629712 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 ii Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Krya ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Sulastri NPM : 0906629712 Tanda Tangan: Tanggal ~'J : 10 Juli 2014 Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 iii Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang, serta pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah akhir ners yang judul Analisis Perawatan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Menggunakan Madu pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dapat selesai tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman islamiah seperti sekarang ini. Karya ilmiah akhir ners ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners keperawatan, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini menemui berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat dukungan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini tepat waktu. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin menghaturkan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dra Junaiti Sahar, M.App. Sc., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed selaku pembimbing dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners. Terimakasih untuk motivasi, masukan dan bimbingan yang telah ibu berikan sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. 3. Ibu Fajar Tri Wulayanti, S.Kp., M.Kep, Sp.Kep Anak, IBCLC selaku pembimbing akademik selama mahasiswa menjalani pendidikan program sarjana dan profesi di FIK UI sekaligus Koordinator MA PKKMP dan KIAN serta Penanggung Jawab Profesi/ Sekretaris Program Studi Ners-FIK UI 4. Ibu Ns. Siti Anisah S.Kp, ETN selaku pembimbing klinik selama berdinas di RSPAD Gatot Soebroto sekaligus penguji karya ilmiah akhir ners yang telah membimbing selama proses pembelajaran di RS. v Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 5. Ibunda Karsiyem selaku orang tua dan Mas Dwi Susanto selaku kakak kandung, mas Eko Lestari dan seluruh keluarga besar di Salatiga. Terimakasih atas doa, kasih sayang, materi, dan motivasi yang kalian berikan. Dukungan kalian menyadarkan saya untuk tidak bermalasmalasan dan tetap bekerja keras. 6. Terimakasih kepada seluruh perawat Lantai 6 PU RSPAD Gatot Soebroto atas bimbingan selama praktek. 7. Terimakasih Wahyu Hikmah Fadhilah atas dukungan, motivasi, hiburan, dan bersedia menjadi tempat berkeluh kesah ketika sedang merasa bosan dan penat. 8. Sahabat saya Eno, Fay, Zia, Pur, Puput, Nissa, Layya, Nia, terimakasih telah mau berbagi, mengingatkan dan menguatkan, serta seluruh angkatan 2009. 9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Demikian yang bisa saya sampaikan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian. Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran membangun sangat saya harapkan. Depok, Juli 2014 Penulis vi Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 BALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sulastri NPM : 0906629712 Program Studi : Ilmu Keperawatan Fakultas : TImu Keperawatan Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti­ Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: AnaIisis Perawatan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Menggunakan Madu pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Berserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih mediakanlformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat: Depok Pada tanggal: 10 Juli 2014 Yang menyatakan: ( Sulastri ) Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 vii ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Sulastri : Profesi Ilmu Keperawatan : Analisis Perawatan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Menggunakan Madu pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Wilayah perkotaan merupakan pusat segala aktivitas sosial, pemerintahan, maupun ekonomi yang dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup seseorang. DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak menular yang banyak ditemukan di wilayah perkotaan. Seorang individu dengan DM memiliki risiko yang tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Tanpa perawatan yang baik, ulkus kaki diabetikum dapat menyebabkan infeksi meluas dan dilakukan amputasi. Penggunaan madu dalam perawatan luka ulkus kaki diabetikum sudah banyak terbukti sangat baik karena madu memiliki berbagai sifat antara antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan kadar osmotik tinggi sehingga baik untuk penyembuhan luka serta madu dapat meminimalisir bau yang muncul dari luka a. Evaluasi hasil intervensi pada luka klien tidak tercium aroma tidak sedang, jumlah slough berkurang, dan tanda-tanda inflamasi tidak menghilang. Kata kunci: Kota, DM tipe 2, Gaya Hidup, Ulkus kaki diabetikum, perawatan luka dengan madu viii Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 ABSTRACT Name Study Programs Tittle : Sulastri : Clinical Stage (Ners Program) : Analysis of Wound Care Diabetic Ulcers Using Honey in Patients With Type 2 DM in the Army Central Hospital Gatot Subroto The urban area is the center of all governance, economic, and social activities, that may affect change a person's lifestyle. Type 2 diabetes is one of the non-communicable diseases that are found in urban areas. An individual with diabetes have an increased risk of diabetic foot ulcers. Without good care, diabetic foot ulcers can lead to widespread infection and amputation. The use of honey in wound care diabetic foot ulcer has been proven to be very good because honey has various components such as antimicrobial, antioxidant, anti-inflammatory, and high levels of osmotic, so honey be good for wound healing. Besides that, honey can minimize arising malodors from a wound. Evaluation of the results of the intervention on the client does not smell malodor of the wound, reduced the amount of slough, and no inflammatory signs disappeared. Keywords: urban, DM tipe 2, lifestyle, diabetic foot ulcer, honey for wound care ix Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv KATA PENGANTAR .............................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................ vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT........................................................................................................... ix DAFTAR ISI............................................................................................................x DAFTAR SKEMA............................................................................................... xiv DAFTAR TABEL..................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi BAB 1 PENDAHULUAN.. ....................................................................................1 1.1. Latar Belakang. ................................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah. ....................................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian.. .......................................................................................... 8 1.3.1. Tujuan Umum............................................................................................ 8 1.3.2. Tujuan Khusus........................................................................................... 8 1.4. Manfaat Penelitian.. ......................................................................................... 9 1.4.1. Keilmuan. .................................................................................................. 9 1.4.2. Aplikatif..................................................................................................... 9 BAB 2 TINJAUAN TEORI.................................................................................10 2.1. Keperawatan kesehatan masalah perkotaan. ................................................. 10 2.1.1. Konsep masyarakat urban........................................................................ 10 2.1.2. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat................................. 10 2.2. Diabetes Melitus............................................................................................. 12 2.2.1. Definisi DM............................................................................................. 12 2.2.2. Klasifikasi dan Diagnosa DM. ................................................................ 12 2.2.3. Tanda dan Gejala DM. ............................................................................ 14 2.2.4. Patogenesis DM....................................................................................... 16 2.2.5. Faktor Risiko DM.................................................................................... 17 2.2.6. Penatalaksanaan DM ............................................................................... 18 2.2.7. Komplikasi DM....................................................................................... 21 2.3. Ulkus Kaki Diabetikum. ................................................................................ 24 2.3.1. Definisi Ulkus Kaki Diabetikum ............................................................ 24 2.3.2. Klasifikasi Ulkus Diabetikum. ............................................................... 24 2.3.3. Diagnosis Ulkus Kaki Diabetikum......................................................... 26 2.3.4. Patogenesis Ulkus kaki Diabetikum........................................................ 29 2.3.5. Faktor Risiko Ulkus Diabetikum............................................................. 30 2.3.6. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum ........................................................ 31 2.4. Proses penyembuhan luka ............................................................................. 35 2.5. Peranan Sitokinin dan faktor pertumbuhan dalam penyembuhan luka......... 31 2.6. Perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu ........................................... 38 2.6.1. Kandungan madu .................................................................................... 38 2.6.2. Efek penggunaan madu dalam proses penyembuhan luka. .................... 39 x Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA.........................................42 3.1. Pengkajian. ..................................................................................................... 42 3.1.1. Data dan riwatat kesehatan. .................................................................... 42 3.1.2. Pengkajian Fisik. ..................................................................................... 43 3.1.3. Laboratorium ........................................................................................... 48 3.1.4. Diagnostik. .............................................................................................. 49 3.2. Masalah dan Intervensi keperawatan. ............................................................ 51 3.3. Implementasi dan Evaluasi ............................................................................ 53 BAB 4 ANALISIS MASALAH ………..............................................................56 4.1. Analisis Keperawatan Kesehatan Masalah perkotaan terkait kasus. ............. 56 4.2. Analisis Asuhan Keperawatan kasus. ............................................................ 57 4.3. Analisis Intervensi: perawatan luka menggunakan madu .............................. 65 4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ...................................................................... 69 BAB 5 PENUTUP.................................................................................................71 7.1. Kesimpulan .................................................................................................... 71 7.2 Saran.............................................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................73 xi Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 DAFTAR GAMBAR Gb. 2.1 Wagner Classification of foot...............................................................25 Gb. 2.2 Ulcus Diabetikum berdasarkan Univesity of Texas………………….26 xii Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria Diagnosa DM............................................................................13 Tabel 2.2 Status nutrisi berdasarkan IMT ..............................................................19 Tabel 2.3 kebutuhan kalori klien DM ....................................................................19 Tabel 2.4 Agen-agen antihiperglikemik.................................................................20 Tabel 2.5 Insulin.....................................................................................................21 Tabel 2.6 Interpretasi hasil ABI .............................................................................29 Tabel 2.7 Pedoman Pemilihan dressing managemen luka.....................................32 Tabel 2.8 Ringkasan sitokin, asal, dan fungsinya ..................................................37 Tabel 3.1 hasil pemeriksaan laboratorium .............................................................47 xiii Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis Data Lampiran 2 Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 3 Catatan Perkembangan Pasien Lampiran 4 Leaflet Nutrisi Lampiran 5 Leaflet perawatan luka Lampiran 6 Foto hasil perawatan luka dengan madu pada penelitian lain xiv Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mengartikan sehat sebagai kondisi sejahtera mencakup fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan. Menurut Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) No 36 Tahun 2009 pasal 1 kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktifsecara sosial dan ekonomis. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sehat tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan, tetapi kesehatan merupakan kondisi sejahtera mencakup fisik, mental, sosial dan spiritual yang memungkinkan seseorang hidup produktif. Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang baik di negara maju maupun negara berkembang, baik di daerah rural maupun di daerah urban. Saat ini kesehatan menjadi mahal harganya saat seseorang dalam kondisi sakit. Mahalnya pengobatan dan pelayanan kesehatan menjadi alasan utama betapa mahalnya sehat itu. Angka kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia meningkat dari 41,7 persen pada tahun 1995 menjadi 49,9 persen pada tahun 2001, dan 59,5 persen pada tahun 2007. Meningkatnya angka kematian akibat PTM di negara berkembang salah satunya dipicu oleh mahalnya biaya pengobatan (Metropostonline, 27 September 2011). Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi secara global pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh penyakit tidak menular terutama penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), paru-paru kronis (12%), dan Diabetes Mellitus (DM) (3%). Kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 29 % terdapat pada usia di bawah 60 tahun dan hampir 80% terjadi di negara berkembang. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat PTM Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 2 diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, hal ini seiring dengan meningkatnya populasi global yang mencapai 70% pada tahun 2030. Selain itu, peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun adalah DM. DM adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) akibat penurunan sekresi insulin oleh pangkreas, berkurangnya sensitivitas insulin, atau keduanya (Goldenberg & Punthakee, 2013). Peningkatan prevalensi diabetes dinegara berkembang berhubungan dengan peningkatan kemakmuran yang diikuti oleh peningkatan pendapatan perkapita (Mihardja, Soetrisno, Soegondo, 2013). Peningkatan kehidupan sosial-ekonomi memberikan pengaruh pada gaya hidup seseorang (Ramachandran, Snehalatha, Shetty, & Nanditha, 2012). Diabetes merupakan masalah global yang berkembang dari perubahan sosial-budaya, bertambahnya usia, lamanya obesitas, meningkatnya urbanisasi, perubahan diet, menurunnya aktivitas fisik dan gaya hidup tidak sehat (Ginter & Simko, 2012; Purnamasari, 2009). Perubahan sosial-budaya kebarat-baratan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari menjamurnya bisnis makanan cepat saji didaerah perkotaan. Hal ini berimbas pada perubahan diet masyarakat perkotaan. Pola makan dikota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan sayuran beralih ke pola makan kebarat-baratan dengan komposisi makanan terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan sedikit serat (Suyono,2009). Pola makan ini berisiko tinggi untuk menyebabkan obesitas/kelebihan berat badan yang meningkatkan risiko resistensi insulin (Purnamasari & Soegondo, 2009). Kejadian DM juga dikaitkan dengan meningkatnya urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 3 Masalah kesehatan yang terjadi didaerah perkotaan salah satunya dipengaruhi oleh demografi yakni kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk seringkali diikuti dengan padatnya tempat tinggal, jalanan, serta persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga sering memicu timbulnya konflik dan menjadi stresor dalam kehidupan. Masalah-masalah terkait kepadatan penduduk tersebut berpengaruh pada tingkat kesehatan baik fisik, mental, dan sosial (kemenkes, 2012). Ramachandran, Snehalatha, Shetty, & Nanditha (2012) mengatakan Indonesia memiliki tingkat urbanisasi yang cukup tertinggi (50%) setelah Singapura, Korea, Malaysia, dan Filipina. Kesibukan juga menjadi salah satu masalah di daerah urban yang menjadi faktor meningkatnya kejadian DM didaerah urban. Kesibukan membuat seseorang memiliki sedikit waktu untuk olahraga atau sekedar refreshing. Kesibukan membuat kehidupan masyarakat perkotaan menjadi monoton. Aktivitas lebih banyak dihabiskan untuk bekerja didepan komputer dari pagi sampai sore atau bahkan malam. Bagi para pebisnis seringnya mendapat undangan dari kolega bisnis untuk jamuan “dinner” ataupun “lunch” menjadi faktor risiko kejadian DM di Indonesia (Suyono, 2009). Secara epidemiologi, terjadi peningkatan prevalensi DM secara global, yaitu 2,8% tahun 2000 menjadi 4,4% pada tahun 2004 (Diabetes Care, 2004). Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Depkes, 2004). Sementara berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penderita DM pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penderita diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 % untuk daerah urban dan 7,2 % di rural. Hal ini juga didukung hasil proyeksi oleh Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 4 selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Umpierrez et al (2002) dalam Houlden, Capes, Clement, & Miller (2013) melaporkan lebih dari 2000 orang dewasa di United States terdaftar sebagai pasien di RS, 26% memiliki riwayat DM dan 12% tidak mengetahui mempunyai riwayat DM pada saat masuk RS. Di Indonesia terjadi peningkatan kasus rawat inap DM tahun 2009 sebesar 2,25% menjadi 2,38% tahun 2010 (Depkes, 2012). Prevalensi pasien DM yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto pertanggal 30 Maret 2013 -16 Juni 2014 mencapai 7,87% dari total pasien yang masuk sejumlah 1296 orang (Buku Register lantai 6 PU). Pasien rawat inap datang dengan berbagai komplikasi seperti CKD (Cronic Kidney Disease), hipoglikemi, hiperglikemi, KAD (Ketoasidosis Diabetikum), hipertensi, masalah jantung, dan ulkus diabetik. Komplikasi DM dapat terjadi baik itu pada tingkat makrovaskular maupun mikrovaskular (Waspadji, 2009). Pada tingkat mikrovaskular dapat berupa kelainan pada retina mata, glomerolus ginjal, saraf, dan otot jantung (kardiomiopati). Serta komplikasi makrovaskuler berupa terganggunya peredaran darah cerebral, jantung, dan pembuluh darah perifer (kaki/tungkai). Gangguan pembuluh darah perifer ini akan menyebabkan peredaran darah pada tungkai tidak adekuat yang berakibat terjadinya masalah-masalah pada kaki penderita diabetes. Masalah ini meliputi gangguan kenyamanan yaitu kaki terasa nyeri, penurunan sensasi pada kaki/baal, terbentuknya kalus, kurangnya rentang gerak sendi, keringat berlebih yang menyebabkan kulit kering, yang pada akhirnya jika masalah-masalah ini tidak teratasi dengan baik maka akan muncul ulkus/gangren. Pada pasien diabetes proses penyembuhan luka berlangsung lama serta mudah untuk terinfeksi sehingga sangat berisiko untuk dilakukan amputasi (Chadwick et al., 2013). Ulkus pada kaki diabetik (Diabetic foot ulcer/DFU) merupakan kerusakan integritas kulit yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada pembuluh darah Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 5 perifer sehingga jaringan tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat. DFU bersifat kronik sehingga dapat berdampak jangka panjang mempengaruhi angka kesakitan, kematian, dan kualitas kehidupan seseorang. Saat ini di United Kingdom (UK) 5-7% penderita DM mengalami DFU (Chadwick et al., 2013). Sedangkan di RSPAD Gatot Soebroto kejadian DFU pada pasien DM mencapai 35,29% (Buku Register lantai 6 PU). United States (US) melaporkan bahwa sekitar 85% amputasi yang terjadi pada DM diawali oleh ulcer (Chadwick et al., 2013). Angka kematian seiring dengan angka kejadian amputasi yaitu 50-65% dalam lima tahun terakhir, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian malignancy/keganasan (Muller, Bartelink, & Wim, 2002 dalam Chadwick et al., 2013). Perawatan yang tidak efektif dan keterlambatan perawatan memicu terjadinya infeksi pada luka kaki diabetes, sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, amputasi bahkan kematian (Chadwick et al., 2013). Studi yang dilakukan oleh Prompers et al, (2008) di Eropa menemukan bahwa 58% pasien datang ke foot clinic dengan ulkus baru yang telah terinfeksi (Chadwick et al., 2013). Perawatan yang tepat pada luka dapat mengatasi infeksi dan mencegah perburukan dari komplikasi. salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi dengan mengganti balutan setiap hari. Terdapat berbagai jenis wound dressing untuk perawatan luka antara lain alginates, foams, honey, hydrocolloids, hydrogels, dan polyurethane film (Wound International, 2013). Penggunaan berbagai jenis wound dressing disesuaikan dengan jenis luka, selain itu juga dilihat dari segi ekonomi penderita. Penggunaan alginates, foams, hydrocolloids, hydrogels, dan polyurethane film mungkin akan lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan honey/madu. Sekarang ini, madu banyak digunakan untuk perawatan luka terutama pada luka yang terdapat slough dan eksudat dengan tanda-tanda infeksi (Chadwick et al., 2013). Hal ini dikarenakan madu memiliki karakteristik melembabkan area luka Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 6 sehingga madu sebagai agen autolitik debridement dengan mengaktivasi plasminogen menjadi plasmin (Robson, 2002 dalam Acton & Dunwoody, 2008). Sifat asam yang terkadung dalam madu (pH 3,9) membuat beberapa bakteri tidak dapat hidup dan akan lisis (Molan, 2010).Serta sifat osmotik pada madu menyebabkan aliran getah bening/lymph meningkat ke area luka (Molan, 2011). Madu juga efektif untuk mengatasi luka antara lain ulkus pada kaki, ulkus karena tekanan, luka bakar, luka operasi, gangren/nekrotik, dan luka kanker (white & Molan, 2005; Molan, 2006; whitw & Acton, 2006; Emsen, 2007; Gethin & Cowman, 2008 dalam Acton & Dunwoody, 2008). Hal-hal tersebut mungkin karena madu mempunyai 5 kegunaan dalam proses penyembuhan luka antara lain antimicrobial, antiinflamasi, membantu pelepasan slough dan jaringan nekrotik, memberikan kelembaban pada daerah luka, dan mengurangi bau yang dihasilkan dari luka (Acton & Dunwoody, 2008). Berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait dengan manfaat tanaman atau bahan-bahan alam yang berguna untuk penyembuhan luka diabetes antara lain dengan menggunakan ekstrak pepaya dan getah pepaya yang meningkatkan granulasi, hidroxyproline, dan peningkatan kolagen pada area luka yang meningkatkan proses penyembuhan luka (Sudhakar & Thenavai (2014); Nayak, Pereira, dan Maharaj (2007)). Penelitian yang dilakukan oleh Mun'im, Azizah, dan Fimani (2010) menggunakan rebusan daun sirih yang mengandung tanin, flavonoid, dan eugenol sebagai cairan pembersih luka ulkus diabetikum memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Selain itu nanas juga dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan luka. Kandungan Bromelain (enzyme protease) terbukti efektif sebagai antiinflamasi dan imunomodulator (Dahlia, (2013)). Beberapa penelitian diatas baru diaplikasikan pada tikus. Bahan alam yang sudah banyak di gunakan untuk manusia adalah madu. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik mengangkat kasus DM sebagai tema Karya Ilmiah Akhir Ners yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 7 pendidikan Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Unversitas Indonesia. Dalam KIA-N ini, penulis akan memaparkan hal yang berkaitan dengan masalah DM sesuai dengan kondisi pasien kelolaan penulis selama menjalani praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan di Lantai 6 Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dengan dikaitkan dengan masalah kesehatan perkotaan sekaligus analisis terhadap satu intervensi, yakni perawatan luka ulkus diabetik dengan madu yang dilakukan secara kontinyu kepada pasien selama ia dirawat di ruang 611 Lantai 6 Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. 1.2. Perumusan Masalah DM merupakan masalah global yang berkembang dari perubahan sosial-budaya, bertambahnya usia, lamanya obesitas, meningkatnya urbanisasi, perubahan diet, menurunnya aktivitas fisik dan gaya hidup tidak sehat (Ginter & Simko, 2012; Purnamasari, 2009).Peningkatan prevalensi DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta orang (Depkes, 2004). Berbagai komplikasi di tingkat makrovaskular maupun mikrovaskular dapat terjadi salah satunya gangguan pembuluh darah perifer (kaki/tungkai) yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetikum (Waspadji, 2009). Perawatan yang tidak efektif dan keterlambatan perawatan memicu terjadinya infeksi pada luka kaki diabetes, sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, amputasi bahkan kematian (Chadwick et al., 2013). United States (US) melaporkan bahwa sekitar 85% amputasi yang terjadi pada DM diawali oleh ulcer (Chadwick et al., 2013). Angka kematian seiring dengan angka kejadian amputasi yaitu 50-65% dalam lima tahun terakhir, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian malignancy/keganasan (Muller, Bartelink, & Wim, 2002 dalam Chadwick et al., 2013). Prevalensi pasien DM yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto pertanggal 30 Maret 2013 - 16 juni 2014 mencapai 7,87% dari total pasien yang masuk sejumlah 1296 orang (Buku Register lantai 6 PU). Pasien rawat inap datang dengan berbagai komplikasi seperti CKD (Cronic Kidney Disease), hipoglikemi, Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 8 hiperglikemi, KAD (Ketoasidosis Diabetikum), hipertensi, masalah jantung, dan ulkus diabetik. Sedangkan prevalensi DFU di RSPAD Gatot Soebroto mencapai 35,29% (Buku Register lantai 6 PU). Berbagai penelitian menggunakan bahanbahan alami untuk perawatan luka ulkus diabetikum meliputi penggunaan ekstrak pepaya, getah pepaya, rebusan daun sirih, dan enzim pada nanas (Sudhakar & Thenavai (2014); Nayak, Pereira, dan Maharaj (2007); Mun'im, Azizah, dan Fimani (2010); Dahlia, (2013)). Selain itu madu juga banyak digunakan dalam berbagai penelitian perawatan luka ulkus diabetikum karena mengandung antibakterial, anti-inflamasi, bersifat lembab sehingga disebut sebagai agen autolitik, dan mengurangi bau yang dihasilkan dari luka (Acton & Dunwoody, 2008). Melihat fenomena yang ditemukan dan berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait perawatan luka dengan menggunakan madu dan tingginya angka kejadian ulkus diabetes di ruang perawatan umum lantai 6 RSPAD maka peneliti tertarik untuk mengaplikasikan dan mengevaluasi perawatan ulkus diabetikum dengan menggunakan madu. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk menganalisis tindakan perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu pada kasus kelolaan klien DM tipe 2 dengan ulkus diabetikum wagner stage 3 di ruang 611 Lantai 6 Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Menjelaskan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan 1.3.2.2. Menjelaskan patogenesis penyakit DM & ulkus diabetikum 1.3.2.3. Menjelaskan penatalaksanaan DM & ulkus diabetikum 1.3.2.4. Menjelaskan konsep keperawatan pada pasien DM & ulkus diabetikum 1.3.2.5. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasienDM & ulkus diabetikum di Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 9 1.3.2.6. Menganalisis kasus pasien DM berdasarkan konsep keperawatan masyarakat perkotaan 1.3.2.7. Menganalisis perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu pada kasus pasien DM tipe 2 dengan ulkus diabetikum 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Aplikatif 1.4.1.1. Memberikan masukan bagi perawat untuk melakukan perawatan luka dengan madu 1.4.1.2. Memberikan informasi bagi seluruh tenaga kesehatan terkait perawatan luka diabetik dengan madu 1.4.2. Manfaat Keilmuan 1.4.2.1. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang aplikatif terhadap keperawatan terkait masalah DM tipe 2 dengan ulkus diabetik serta bagaimana perawatan luka yang dapat diaplikasikan 1.4.2.2. Hasil penulisan juga dapat memberikan informasi bagi staf akademik dan mahasiswa dalam rangka pengembangan proses belajar mengajar khususnya keperawatan medikal bedah, kekhususan endokrin terkait DM dan perawatan luka Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 10 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan 2.1.1 Konsep masyarakat urban Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Delaune& Ladner, 2011). Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan masyarakat perkotaan adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dalam sebuah wilayah yang menjadi pusat pemukiman, pemerintahan, pusat pelayanan sosial, dan berbagai kegiatan ekonomi kecuali pertanian. Melihat definisi kawasan perkotaan diatas dapat jelas terllihat bahwa perkotaan merupakan pusat segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat. Banyak kemudahan-kemudahan yang ada di perkotaan seperti mudahnya akses ke tempat pelayanan kesehatan, kemudahan transportasi. Kemudahan-kemudahan inilah yang menyebabkan semua aktivitas terpusat di perkotaan. Selain itu kegiatan ekonomi suatu wilayah juga terpusat di perkotaan. Bisa di bilang perkotaan merupakan pusat segala-galanya. Alasan-alasan tersebut akhirnya memikat orangorang didaerah untuk melakukan urbanisasi dari daerah masing-masing ke perkotaan-perkotaan. Populasi perkotaan yang semakin padat akibat banyaknya urban akan menimbulkan berbagai masalah di perkotaan salah satunya masalah kesehatan. 2.1.2 Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat Anderson & McFarlane (2007) mengatakan empat faktor dasar yang mempengaruhi kesehatan suatu masyarakat meliputi; Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 11 1. Lingkungan Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, sosial, dan psikologis. Kesehatan akan dipengaruhi oleh lingkungan fisik salah satunya adalah kebersihan udara yang dihirup. Perkotaan identik dengan polusi yang dihasilkan dari asap kendaraan kendaraan yang berlalu lalang serta limbah asap pabrik di kawasan industri. Seperti kita tahu, udara adalah kebutuhan vital bagi manusia dan udara pun merupakan agen yang langsung masuk ke tubuh manusia sehingga udara ini memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi perekonomian suatu masyarakat. Semakin miskin individu atau masyarakat maka akses untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik akan semakin sulit. Contohnya manusia membutuhkan makanan dengan proporsi gizi seimbang untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan status kesehatannya. Lingkungan psikologis meliputi kondisi jiwa atau mental. Lingkungan psikologis yang mempengaruhi kesehatan anatara lain kondisi stres dan depresi yang sering terjadi di perkotaan. 2. Perilaku atau Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup disini lebih menekankan pada perilaku hidup sehat atau tidak sehat yang terjadi sejalan dengan perkembangan kota. Transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya hidup pada masyarakat tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan. Misalnya adalah aktivitas wanita karir yang semakin padat sejalan dengan perkembangan kota seringkali menimbulkan efek tidak memiliki waktu untuk menyajikan makanan sehat bagi keluarga. Ibu-ibu ini seringkali lebih suka dengan hal-hal praktis misalnya makan dengan membeli makanan cepat saji. Padahal di Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 12 satu sisi makanan cepat saji tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan obes. 3. Heredity/ keturunan Faktor genetik berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik. Faktor hereditas sulit untuk diintervensi karena hal ini merupakan bawaan dari lahir. 4. Health Care Sevices/pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan disini adalah pelayanan kesehatan utama dan intregatif antara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Semakin mudah akses individu/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan maka derajat kesehatan masyarakat akan semakin baik. 2.2 Diabetes Melitus 2.2.1 Definisi DM Diabetes melitus diartikan sebagai gangguan metabolik yang di tandai dengan tingginya kadar glukosa darah/hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan sekresi hormon insulin, resistensi insulin, atau keduanya (Goldenberg & Punthakee, 2013; Kaku, 2010). Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Beare, 2002). 2.2.2 Klasifikasi dan Diagnosa DM Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, dan diabetes gestasional (Goldenberg & Punthakee, 2013). DM tipe 1 adalah gangguan metabolik ditandai dengan hiperglikemia akibat insufisiensi insulin absolut karena rusaknya sel pangkreas disebabkan oleh proses autoimun dan faktor genetik (Ekoe, Punthakee, Ransom, Prebtani, & Goldenberg, 2013). DM tipe 1 juga disebut sebagai diabetes melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes melitus [IDDM]) (Smeltzer & Beare, 2002). DM tipe 2 adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin (Goldenberg & Punthakee, 2013). DM tipe 2 juga disebut Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 13 sebagai diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes melitus [NIDDM]) (Smeltzer & Beare, 2002). DM gestasional adalah suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil (Purnama & Adam, 2009; Goldenberg & Punthakee, 2013). Diagnosa DM dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah laboratorium. Sampel darah dapat berasal dari darah vena maupun kapiler dengan kriteria hasil sesuai dengan tabel 1. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang sudah terpercaya. PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosa DM menjadi dua bagian berdasarkan ada atau tidaknya gejala khasnya DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas pada DM diantaranya lemes, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritis vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM pada pemeriksaa glukosa darah abnormal satu kali sudah cukup menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, setidaknya pemeriksaan glukosa darah abnormal harus ditemukan dalam dua kali pemeriksaan (Purnamasari, 2009). Pemeriksaan pada seseorang yang tidak memiliki risiko DM dapat dilakukan setiap tahun sekali jika hasinya negatif, tetapi dapat dilakukan secepatnya ketika terdapat tanda dan gejala klinis yang muncul. Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM No 1 2 3 4 Pemeriksaan Glukosa darah sewaktu (GDS)* Glukosa darah puasa (GDP)* Glukosa darah 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)* HbA1C ( hemoglobin glikosilat) (sumber Goldenberg & Punthakee, 2013) kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl ≥ 6,5% Keterangan: 1. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada sepanjang hari dengan tidak memperhatikan waktu makan terakhir 2. Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan yang dilakukan minimal setelah puasa (tidak mendapat asupan kalori) setidaknya 8 jam Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 14 3. TTGO dilakukan sesuai standar WHO dengan memberikan beban glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air. Cara pelaksanaan TTGO 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (cukup karbohidrat) 2. Berpuasa setidaknya 8 jam sebelum pemeriksaan (boleh minum air putih) 3. Diperiksa gula darah puasa 4. Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit 5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah diberikan beban 75gram glukosa 6. Diperiksa glukosa darah 2 jam setelah diberikan beban 75gram glukosa 7. Selama proses pemeriksaan klien tetap istirahat dan tidak merokok. 2.2.3 Tanda dan Gejala DM Diabetes melitus memiliki tanda dan gejala yang khas yang sering disebut dengan triase DM (poliuria, polidipsi, dan polifagia). Selain tanda gejala khas, tanda gejala klinik lain meliputi kelelahan, kesemutan, luka yang sulit sembuh, dan mata kabur. a. Poliuria Ginjal memiliki ambang batas reabsorbsi glukosa darah (160/180 mg/dl). Pada individu dengan diabetes melitus konsentrasi glukosa plasma yang tinggi akan difiltrasi dan diekskresikan bersama urin, dalam urin terdapat kandungan glukosa (glukosuria), ekskresi ini diikuti oleh pengeluaran elektrolit dan cairan yang berlebihan (diuresis osmotik). Glukosa ini mempunyai sifat mengikat cairan sehingga semakin tinggi glukosa semakin banyak cairan yang akan di ekskresikan (poliuria). b. Polidispsia Tingginya kadar glukosa plasma menyebabkan adanya diuresis osmosis yang menyebabkan tekanan osmotik intravaskular meningkat. Peningkatan tekanan Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 15 osmotik akan di respon oleh osmoreseptor untuk mengirimkan sinyal kepada hipotalamus untuk memunculkan sensasi haus. Rasa haus terjadi bila nilai osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg (Tambayong, 2000). Selain itu sensasi haus juga dapat dihasilkan karena penurunan perfusi ke ginjal yang merangsang pelepasan renin, yang akhirnya akan menimbulkan angiotensin II. Angiotensi II melepaskan substrat neural untuk menimbulkan sensasi haus. c. Polifagia Starvasi seluler juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat dan menyediakan subtract bagi tubuh untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis menyebabkan kadar asam organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer ph menurun. Pernafasan kusmall dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Adanya starvasi seluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus menerus (polifagi). d. Luka pada kulit yang lama sembuh Starvasi seluler juga menyebabkan penggunaan protein dan asam amino untuk menghasilkan glukosa /glukoneogenesis dalam hati. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein. Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsure nitrogen sebagai pemecah protein tidak dapat digunakan kembali dan diubah menjadi urea yang akan dieksresikan melaui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak saat terjadi luka. e. Penurunan berat badan tanpa penyebab pasti Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang ada untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas/keton. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah. f. Mudah terserang infeksi Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 16 Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cedera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapatkan peningkatan pasokan nutrisi. kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur (Sujono, 2008). 2.2.4 Patogenesis DM Diabetes mellitus tipe 2 selalu dihubungkan dengan defisiensi atau insulin resistensi insulin. Insulin dihasilkan untuk mengatur kadar glukosa darah agar berada dalam batas normal. Sekresi insulin dikenal dengan berbentuk biphasic (dalam dua fase).Fase pertama (acute insulin secretion response), sekresi insulin ini terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta dan berakhir sangat cepat.Sintesin insulin terjadi di reticulum endoplasma sel beta. Pada fase pertama kadar insulin sangat tinggi hal ini di lakukan untuk mengantisipasi peningkatan kadar glukosa pospandrial sehingga kadar glukosa tetap dalam batas fisiologis. Setelah fase pertama berakhir, maka fase kedua akan mengambil alih dengan meningkatkan jumlah insulin dan akan sampai puncaknya berdasarkan kadar glukosa pada akhir fase pertama. Fase kedua ini berlangsung lebih lama untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Ketidakadekuatan insulin (resistensi) pada saat fase pertama maka fase kedua akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin. Kompensasi sel beta pangkreas dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan pada sel tersebut yang pada akhirnya dekompensasinya adalah berkurangnya sekresi insulin atau tidak dapat mensekresikan sama sekali. Tanda awal terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini dapat dilihat dari adanya intoleransi glukosa terganggu pada pemeriksaan TTGO (Manaf, 2009). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 17 2.2.5 Faktor Risiko DM Suyono (2009) menyebutkan bahwa individu yang memiliki risiko tinggi terkana diabetes mellitus meliputi berumur > 40 tahun, obesitas, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia, selain itu Kaku (2010) menambahkan faktor risiko antara lain makan berlebih (overeating), tingkat aktivitas yang rendah, dan stres. Hasil analisis dari penelitian yang di lakukan oleh Wicaksono (2011) dalam penelitiannya terkait faktor-faktor penyebab DM tipe 2 menunjukkan beberapa variabel yang diteliti menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik yaitu usia, aktivitas olahraga, dan riwayat keluarga sedangkan jenis kelamin, status gizi, riwayat hipertensi, riwayat dislipidemia, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis tidak memiliki kemaknaan hubungan secara statistik. a. Usia Individu mengalami peneurunan fisiologi yang secara dramatis pada usia diatas 40 tahun. Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pangkreas untuk memproduksi insulin (Sujono & Sukarmin, 2008). b. Obesitas Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan (Sugondo, 2009). Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pangkreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pangkreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. c. Riwayat keluarga DM Perkembangan diabetes mellitus tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga dengan DM. Abnormalitas genetik dikaitkan dengan sistem regulasi metabolisme glukosa meliputi abnormalitas gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen reseptor insulin (Kaku, 2010). 30% kejadian DM terjadi pada individu yang memiliki riwayat keluarga sebelumnya (Kaku, 2010). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 18 d. Tingkat aktivitas yang rendah Aktivitas memiliki hubungan dengan tekanan darah dan distribusi lemak tubuh yang dapat menurunkan risiko kejadian sindrom metabolik. Selain itu aktivitas fisik yang cukup dapat mengurangi berat badan mencegah terjadinya obesitas yang menjadi salah satu faktor risiko DM. Dalam penelitiannya individu yang melakukan aktifitas fisik <3 x sehari memiliki risiko lebih besar mengalami DM tipe 2 dibandingkan dengan individu yang melakukan latihan fisik secara rutin (Wicaksono, 2011). e. Stres Faktor risiko DM yang banyak terjadi salah satunya kondisi stres.Stres ini tidak hanya sebatas pada stres psikologis tetapi juga stres fisik.respon stres yang berkaitan dengan resistensi insulin adalah peningkatan kortisol. 2.2.6 Penatalaksanaan DM Lima pilar penatalaksanaan DM meliputi penyuluhan (edukasi), perencanaan makan (diet), latihan fisik, pengobatan medis, dan pemantauan (monitoring). a. Penyuluhan (edukasi) Penyuluhan merupakan hal pertama yang harus sebagai penatalaksanan DM. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman individu terkait apa yang sedang dialaminya. Pemahaman yang baik akan meningkatkan tingkat kepatuhan pada penatalaksaan DM yang lain. Penyuluhan ini terdiri dari beberapa tahapan meliputi 1. Memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan individu pada penyakitnya. Pendidikan kesehatan meliputi pengertian, etiologi, komplikasi, diet, pencegahan dan penatalaksanaan. 2. Mengubah sikap terhadap diet, pengobatan, dan olahraga 3. Mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan 4. Meningkatkan kualitas hidup penderita DM b. Perencanaan makan (diet) Penatalaksanaan diet bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan berat badan ideal, memberikan semua unsur makanan sesuai kebutuhan energi, Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 19 mencegah fluktuasi kadar glukosa darah sepanjang hari, dan menurunkan lemak jika terdapat indikasi peningkatan kadar lemak dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2009). Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan resistensi insulin.Salah satu hal yang harus dilakukan pada individu dengan DM yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dapat membuat program untuk menurunkan berat badannya. BB ideal = (TB cm -100) x 1 kg atau IMT = BB (kg) TB (m)2 Tabel 2.2 Status Nutrisi berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh) Status Kurang Normal Berlebih Obesitas Pria < 17 17-23 23-27 > 27 Wanita < 18 18-25 25-27 > 27 Sumber: Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI 2003 Jumlah kalori yang dibutuhkan berdasarkan status nutrisi dan tingkat aktivitas penderita DM Tabel 3 Kebutuhan Kalori klien DM (kalori/kgBB ideal) Status Sumber: Berlebih Normal Kurang Kerja santai 25 30 35 Aktivitas sedang 30 35 40 Aktivitas berat 35 40 40-50 Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI 2003 Perencanaan makan klien DM harus dilakukan berdasarkan tepat 3 J (jumlah, jenis, dan jam). Jumlah kalori yang dibutuhkan dapat dilihat berdasarkan tabel diatas.Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi karena pembatasan makanan.Terdapat jenis-jenis makan yang harus di hindari, Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 20 dibatasi, dan yang diperbolehkan.Individu dengan DM harus benar-benar memperhatikan hal ini.Kemudian selanjutnya yaitu tepat jam. Pengaturan jarak makan disepanjang hari akan membuat pangkreas dapat melakukan fungsinya lebih teratur (3 kali makan besar, 2 kali snack dalam sehari). c. Latihan fisik Prinsip latihan fisik pada klien DM adalah FITT (Frekuensi, Intensitas, Time, dan Tipe).Frekuensi yang teratur dalam melakukan latihan fisik dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin.Latihan tidak perlu dilakukan dan intensitas yang berat. Hal ini akan berisiko klien mengalami kelelahan. Jadi lakukan latihan fisik dengan intensitas ringan sampan sedang dalam waktu berkisar antara 30-60 menit.Tipe latihan fisik ini adalah untuk meningkatkan endurance seperti jogging, senam, berenang, bersepeda, dan jalan santai. d. Pengobatan medis Pengobatan DM dapat dilakukan dengan menggunakan obat anti hiperglikemik dan insulin. Obat anti hiperglikemik yang diberikan mempunyai dua cara kerja yaitu sebagai pemicu sekresi insulin oleh sel beta pangkreas dan sebagai peningkat sensitifitas insulin. Pemberian agen-agen anti hiperglikemik dan insulin ini harus diwaspadai pemberian anti hiperglikemik tanpa disertai asupan kalori yang cukup akan menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Tabel 2.4 agen-agen anti hiperglikemik oral Cara kerja Pemicu sekresi insulin Agen anti- Waktu Frekuensi hiperglikemik paruh pemberian (jam) Glipizid 2-4 2x sehari Gliburid Pemicu Metformin sensitifitas insulin Rosiglitazone Pioglitazone Tipe insulin Dosis Awal (mg) 2,5 10 1 atau 2 x 5,0 sehari 2,5 2-3 kali 1000 sehari Sekali 4,0 sehari Sekali 30 3-4 3-7 Dosis toksisitas Rumatan (mg) 5-40 Gastrointestinal, kulit, hematologik 2,5-20 Gastrointestinal, kulit, hematologik 1500Asidosis laktat 1700 4-8 edema Ukuran tablet (mg) 5, 10 30-45 30 edema Efek terhdap glukosa darah (dalam jam sesudah pemberian) Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 1,25-5 500, 850 4,0 21 kerja singkat (Short Acting) - Actrapid - Humulin R Kerja cepat (Rapid Acting) -Novorapid -Humulog -Apidra Kerja sedang (intermediet acting) -Monotard -Insulatard -Humulin Kerja panjang (Long Acting) -Ultra lente Awitan 0.5-1 puncak 2-3 Akhir 4-6 5-15 menit 1 4 2-3 4-8 12-16 6 16-18 24 Tabel 2.5 Insulin e. Pemantauan (monitoring) Pemantauan kadar glukosa darah sebaiknya dilakukan secara mandiri. Pada individu yang menggunakan insulin pemeriksaan 2-4 kali sehari. Pemeriksaan biasanya dilakukan sebelum penyuntikan insulin serta pada malam hari sebelum tidur. Hasil yang didapat dari pemeriksaan digunakan untuk mengubah atau menentukan seberapa banyak insulin ayang akan di gunakan. Hal ini sangat berguna untuk mencegah kejadian hipoglikemia saat penyuntikan insulin yang terlalu banyak. Pada individu yang tidak menggunakan suntikan insulin pemeriksaan dapat dilakukan minimal 2-3 kali seminggu (Smeltzer & Bare, 2009). 2.2.7 Komplikasi DM 2.2.7.1 Komplikasi Akut Tiga komplikasi akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan kadar gula dalam darah antara lain hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (Smelzer & Bare, 2002). Hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah sangat turun dibawah 50-60 mg/dl. Hipoglikemia sering terjadi pada saat penderita diabetes pada saat pemberian insulin yang berlebih ditambah dengan jumlah asupan makanan yang sangat kurang.Hipoglikemia ini dapat terjadi kapan saja baik pagi, siang maupun malam hari. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 22 Komplikasi kronik selanjutnya adalah diabetes ketoasidosis. Diabetes ketoasidosis merupakan kondisi dimana kadar glukosa darah sangat tinggi dan kadar insulin sangat rendah. Klien ini akan mengalami glikosuria parah, peningkatan lipolisis, penurunan lipogenesis, serta peningkatan oksidasi lemak bebas yang disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma akan menyebabkan ketosis serta peningkatan beban ion hydrogen yang menyebabkan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria menyebabkan dieresis osmotik yang mengakibatkan tubuh kehilangan banyak cairan sehingga akan terjadi dehidrasi. Jika hal ini dibiarkan dan berlangsung lama maka hal parah yang akan terjadi syok, penurunan suplai oksigen ke otak yang akan berujung pada koma ataupun kematian (Prince & Wilson, 2006). Berbeda dengan diabetes ketoasidosis, sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik adalah keadaan dimana glukosa darah sangat tinggi (hiperglikemia) lebih dari 600 mg/dl yang tidak disertai dengan adanya keton (Prince & Wilson, 2006). Proses ketiadaan badan keton ini belum diketahui dengan jelas, tetapi hal ini diperkirakan karena jumlah asam lemak bebas yang lebih rendah diperkirakan menjadi alasan tidak terjadinya ketogenesis (Soewondo, 2009). Hiperosmolar terjadi dalam waktu beberapa hari, hal ini disebabkan karena kondisi glikosuria. Pada kondisi ini air yang dikeluarkan akan lebih banyak, sehingga dalam intravaskular terjadi peningkatan osmolaritas (kadar glukosa plasma yang berlebih tidak seimbang dengan jumlah cairan intravaskular). 2.2.7.2 Komplikasi Kronik Angka kematian diabetes mellitus yang disebabkan oleh komplikasi jangka panjang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup klien DM. komplikasi yang sering terjadi adalah CKD (Cronic Kidney Disease) atau gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, dan infeksi. Komplikasi kronik atau jangka panjang dikelompokkan menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular (Smeltzer & bare, 2002). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 23 Komplikasi makrovaskular merupakan komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah besar. Komplikasi ini antara lain aterosklerotik. Aterosklerotik ini diduga disebabkan oleh adanya gangguan biokimia yang terjadi akibat insufisiensi insulin. Gangguan biokimia yang terjadi antara lain (1) penimbunan sarbitol pada intima vaskular (2) hiperlipoproteinemia (3) kelainan pembekuan darah (Price & Wilson, 2006). Gangguan biokimia yang terjadi akan menyebabkan penyumbatan vaskular. Apabila penyumbatan ini terjadi pada pembuluh darah perifer maka akan terjadi insufisiensi vaskular perifer yang akan menyebabkan gangren pada ekstremitas atau insufisiensi serebral akan menyebabkan stroke. Tidak hanya itu, jika penyumbatan ini terjadi pada arteri koroner akan mengakibatkan angina dan infark miokardium. Komplikasi mikrovaskular yang berakibat fatal terjadi pada gangguan fungsi kapiler terutama pada mikro sirkulasi retina mata dan ginjal (Smeltzer & Barew, 2002). Komplikasi retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan pembuluh darah kecil pada retina.Perubahan mikrovaskular ini ditandai dengan penebalan membran basalis kapiler yang mengelilingi sel-sel endotel kapiler. Penebalan ini diduga akibat reaksi biokimia yang terjadi karena kondisi hiperglikemia sehingga membrane basalis ini akan menebal menjadi dua kali. Kondisi ini akan menyebabkan adanya lesi pada retina, aneurisma pembuluh darah, ataupun perdarahan (hemoragi). Komplikasi mikrovaskular yang selanjutnya adalah nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada klien diabetes yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 mg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan (Hendromartono, 2009). Nefropati diabetik diawali dari hipertropi dan hiperfiltrasi nefron akibat kadar glukosa plasma yang melebihi ambang batas penyaringan. Konsekuensi dari hiperfungsi nefron ini akan menyebabkan terjadinya kelainan struktur (penebalan membrane basalis). Pada tahap ini laju filtrasi cenderung meningkat atau bisa juga Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 24 tetap sebagai kompensasi. Ketika terjadi dekompensasi laju filtrasi akan sangat turun dan laju ekskresi albumin akan meningkat. Saat inilah banyak penderita diabetes harus menjalani dialisa. Neuropati diabetik ditandai berkurangnya kecepatan konduksi saraf akibat serabut saraf dan kepadatan serat saraf yang hilang secara progresif (Unger, 2007).Neuropati diabetikum mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf baik saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal (Smeltzer & Bare, 2002). Proses neuropati diabetik berawal dari kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan. Dalam kondisi hiperglikemia berkepanjangan akan teraktivasi jalur poliol, enzin aldose reductase (AR) mengubah glukosa menjadi sarbitol, selanjutnya sarbitol akan diubah menjadi fruktosa oleh sarbitol dehidrogenase. Akumulasi sarbitol dan fruktase dalam sel saraf akan menyebabkan hipertonik intraseluler sehingga menyebabkan edema sel saraf. Kondisi ini akan merusak mitokondria sehingga akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase sehingga kadar Na dalam sel berlebihan yang menyebabkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel, sehingga terjadi gangguan penyampaian sinyal pada saraf. Terganggunya penyampaian sinyal saraf menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya ulkus kaki diabetikum (Subekti, 2009). 2.3 Ulkus Kaki diabetikum/ Diabetic Foot Ulcer 2.3.1 Definisi Ulkus Kaki Diabetikum Ulkus adalah hilangnya lapisan kulit epidermis dan dermis yang dihasilkan dari kerusakn barrier/pertahanan kulit akibat erosi/gesekan dapat mencaai jaringan subkutan (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). 2.3.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum Berbagai macam pengklasifikasian derajat ulkus digunakan oleh ahli. Sumpio, Schroeder, & Blume (2005) dan Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) mengatakan bahwa pengklasifikasian derajat ulkus yang populer dan mudah diaplikasikan adalah Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 25 metode pengklasifikasian berdasarkan wagner dan Texas University. Berikut gambar dan penjelasan dari berbagai grade : Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classification of foot ulcers) Grade 0 : terdapat selulitis dengan tidak tampak lesi terbuka Grade 1 : ulkus pada daerah superfisial Grade 2: ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint capsule) Grade 3 : terdapat infeksi (abses atau osteomyelitis) Grade 4 : terdapat gangren pada punggung kaki Grade 5 : gangren menyeluruh pada permukaan kaki Gb.2.1Wagner Classification of foot ulcers Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan University of Texas (University of Texas diabetic wound classification system) Grade 0 : preulseratif atau area luka yang akan sembuh Grade 1: luka superfisial sampai dengan epidermis atau dermis, tetapi belum mencapai tendon, capsule, atau tulang Grade 2: kedalaman luka sampai pada tendon atau capsule tetapi belum sampai tulang Grade 3 : kedalam luka sampai pada tulang atau sendi Stage A : luka bersih tanpa infeksi Stage B : luka infeksi non-iskemik Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 26 Stage C : luka non infeksi iskemik Stage D : luka infeksi iskemik Gb.2.2 Ukus diabetikum berdasarkan University of Texas 2.3.3 Diagnosis Ulkus Kaki Diabetikum 2.3.3.1 Riwayat Klien DM yang datang dengan adanya ulkus sebaiknya dilakukan pengkajian riwayat adanya ulkus sebelumnya, lama diagnosa DM, adanya tanda-tanda neuropati atau gangguan sirkulasi pembuluh perifer, riwayat amputasi sebelumnya, atau adanya komplikasi DM seperti retinopati, penyakit jantung dan ginjal (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Pengkajian yang tepat dan menyeluruh dapat mengurangi risiko amputasi pada kaki yang mengalami ulkus. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 27 dan gejala neuropati (rasa nyeri pada kaki seperti terbakar, tidak berasa, rasa tebal pada kaki, perasaan panas dan dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa terhadap suhu dan getar, produksi keringat menurun, kulit kering dan pecahpecah, kaki terasa lebih hangat). Tanda dan gejala gangguan aliran darah perifer (kaki pucat saat diangkat ke atas, luka pada kaki dan jari-jari, kulit kering dan bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut yang menipis). Selain itu juga harus diperhatikan adanya tanda-tanda kelainan yang dijumpai pada kaki diabetes (jari bengkok, penonjolan tulang metatarsal ke arah plantar, kulit mudah luka akibat gesekan dengan alas kaki, sendi menjadi kurang stabil). 2.3.3.2 Pengkajian luka ulkus Pengkajian luka meliputi lokasi, luas, kedalaman, bentuk, kondisi dasar luka, kondisi sekitar/batas luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Kondisi luka seperti ada atau tidak adanya slough atau jaringan granulasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan untuk manajement perawatan luka yang akan dilakukan. Selain itu tanda-tanda infeksi juga harus diperhatikan seperti kemerahan, hangat, tekstur tenderness (lembut), adanya sekresi purulen, atau demam (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). 2.3.3.3 Pengkajian Neurologi Pengkajian neurologi digunakan untuk mendeteksi apakah pada pasien diabetes telah terjadi neuropati perifer atau belum. Pemriksaaan dilakukan dengan menggunakan benang-benang halus atau dapat juga menggunakan garputala. Benang-benang ini di gosok-gosokkan pada permukaan kaki, dan di evaluasi apakah pasien merasakan apa yang dilakukan oleh pemeriksa. Selain itu jika menggunakan garpu tala, getaran yang dihasikan ditempel di kulit dan dievaluasi. Jika pasien tidak merasaka adanya getaran tersebut maka di duga pasien telah mengalami neuropati perifer (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). 2.3.3.4 Laboratorium Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 28 Pemeriksaan kultur jaringan diperlukan untuk melihat penyebab infeksi luka. Pemeriksaan kultur tidak dapat dilakukan terlalu sering/setiap hari karena ini hanya akan menambah risiko infeksi pada luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). 2.3.3.5 Radiologi Dalam beberapa kasus untuk mengetahui kedalaman luka tidaklah mudah jika terdapat banyak slough atau eksudat/pus yang menutupi luka. X-ray sangat membantu untuk memudahkan pengkajian terhadap kedalaman luka serta untuk melihat ada atau tidaknya infeksi pada tulang, fraktur, subluxatio/dislokasi sendi (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). 2.3.3.6 Pengkajian Lain Gangguan sirkulasi perifer menjadi salah satu faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetikum. ABI (Ankle Brakhial Indeks) merupakan tindakan non invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) (dorsalis pedis/tibia posterior) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle (dorsalis pedis/tibia posterior) dibagi tekanan sistolik brachial. Tabel 2.6 interpretasi hasil ABI Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 29 ABI >1.30 0.90-1.30 0.60-0.89 0.40-0.59 <0.40 Sumber: Lipsky, B.A et al. 2012 interpretasi kalsifikasi arteri, penekanan pembuluh darah normal iskemia ringan obstruksi vascular obstruksi vaskular berat pada 2.3.4 Patogenesis Ulkus Diabetikum Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropati charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus. Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki. 2.3.5 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang dengan diabetes melitus memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Adapun Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 30 faktor risiko tersebut antara lain laki-laki, klien dengan kontrol glukosa yang buruk, sudah mengalami diabtes melitus > 10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami komplikasi kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Klien diabetes mudah terkena penyakit arterosklerosis. Mengenal faktor risiko yang dapat menyebabkan ulkus pada kaki diabetik merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebagai upaya pencegahan. Faktor risiko tersebut antara lain gangguan saraf, kelainan bentuk kaki, peningkatan tekanan/beban pada kaki, kelainan tulang-tulang kaki, gangguan pembuluh darah, riwayat luka pada kaki, kelainan pertumbuhan kuku, tingkat pendidikan dan lingkungan sosial, dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai (Darmowidjojo, 2009). Dua faktor penting yang berperan penting dalam kejadian ulkus kaki diabetikum antara lain gaya gesekan dan gaya tekanan. Gaya gesekan terjadi akibat adanya sentuhan kulit dengan permukaan benda seperti sepatu saat berjalan. Sedangkan gaya tekanan terjadi akibat proporsi berat badan, semakin tinggi berat badan maka tekanan yang dihasilkan oleh kaki akan semakin tinggi pula. Hal ini ditambah dengan kelainan-kelainan yang terdapat pada kaki diabetikum serperti adanya kalus, bentuk kaki yang menonjol, tulang jari kaki atau kaki yang miring sehingga akan memudahkan untuk terjadi sobekan pada permukaan kulit kaki. Tekanan dan gesekan pada kulit akan merusak integritas jaringan kulit yang awalnya lesi pra-ulkus (perdarahan dalam kalus, kulit melepuh, lecet dll). Jika hal ini tidak disadari oleh klien makan luka akan menjadi luas dan melebar sehingga sangat berisiko untuk terjadinya infeksi sehingga harus diamputasi. 2.3.6 Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetikum Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk memastikan kontrol Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 31 glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka dan debridemen, mengurangi bebab tekanan (offloading), serta kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian balutan, serta tindakan operasi/bedahuntuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). 2.3.6.1 Debridemen Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbas dari jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat pertumbuhan jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum ini salah satunya dengan debridemen. Deberidement berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda asing serta dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Debridemen tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan. Metode lain yang dilakukan adalah debridement dengan menggunakan balutan basahkering (wet to dry dressing); debridement menggunakan enzim seperti kolagen sebagai salep; dan ada juga autolitik debridemen menggunakan dengan menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture retaining dressing) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Dari berbagai macam debridemen, debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk : 1. mengevakuasi bakteri kontaminasi, 2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, 3. Menghilangkan jaringan kalus, 4. mengurangi risiko infeksi lokal. 2.3.6.2 Balutan/Dressing Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 32 dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma. Beberapa faktor yang harus perhatikan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 33 Tabel 2.7 pedoman pemilihan dressing managemen luka Jenis luka Tujuan terapeutik Peran dressing Nekrotik, hitam, kering Membuang jaringan mati, jangan dilakukan debridemen jika ada dugaan insufisiensi vaskular, jaga tetap kering dan tetap lakukan pengkajian terkait vaskularisasi Membuang slough Mempertahankan luka yang bersih untuk proses granulasi Hidrasi luka Memicu autolitik debridement Membuang slough Mempertahankan luka yang bersih untuk proses granulasi Managemen eksudat Menyerab kelebihan cairan Mencegah luka terjadi maserasi kulit Memicu autolitik debridement Granulasi, bersih, merah, kering-eksudat sedikit Meningkatkan granulasi Mempersiapkan luka yang bersih untuk epitelisasi Pertahankan kelembaban Lindungi jaringan baru Membersihkan luka Granulasi, bersih, merah, eksudat sedikitsedang Epitelisasi, merah, pink, tanpa-sedikit eksudat Managemen eksudat Mempersiapkan luka yang bersih untuk epitelisasi Mempersiapkan epitelisasi dan maturasi luka Pertahankan kelembaban Lindungi jaringan baru Memberihkan luka Pelindung luka jika dibutuhkan Slough, kuning, coklat, hitam atau abu-abu, Kering dan sedikit eksudat Slough, kuning, coklat, hitam atau abu-abu Eksudat sedang-banyak Rehidrasi luka Mengontrol kelembaban Memicu autolitik debridement Melindungi jaringan baru Pilihan perawatan Wound bed preparation Debridemen bedah Debridemen bedah jika dibutuhkan untuk membersihkan luka Debridemen bedah jika dibutuhkan untuk membersihkan luka Gunakan pengaman Primary dressing Secondary dressing Hidrogel Madu Polyurethane dressing Hidrogel Madu Polyurethane film dressing Low adherent (silicon) dressing Balutan pengumpul eksudat atau polyurethane film dressing Dressing penyerab/ absorbent dressing (alginate/foam) Pada luka yang dalam pergunakan jenis rongga, tali, atau pita Hidrogel Low adherent (silicon) dressing Pada luka yang dalam pergunakan jenis rongga, tali, atau pita Absorbent dressing (alginate/foam) Hydrocolloid (tipis) Poliurethane film dressing Beri bantalan/pengisi atau balutan penampung, Hindari balutan yang dapat menyebabkan oklusi dan maserasi. Plaster dapat digunakan dengan memperhatikan alergi Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 film 34 2.3.6.3 Mengurangi beban (offloading) Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi luka akibat beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pad pendderita DM luka menjadi sulit untuk sembuh. Salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Prinsip dari berbagai metode yang dipakai adalah untuk mengurangi tekanan dan memberikan tekanan yang merata tidak hanya pada tumit dan ujung kaki. 2.3.6.4 Penalatalaksanaan dengan operasi (Surgical Manajement) 1. Penutupan luka (Skin Graft) Skin graft adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ketempat lain, dan di butuhkan revaskularisasi untuk menjamin kelangsungsan hidup kulit yang di pindahkan tersebut. Luka ulkus yang terlihat tendon, ligamen dan tulang membutuhkan penatalaksanaan skin graft (Attinger, Ducic, Zelen (2012) dalam Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Skin graft dapat diambil dari kulit sendiri maupun donor. Bagian kulit yang biasa digunakan untuk skin graft adalah kulit bagian vastus lateralis dan rektus abdominis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013) 2. Revascularization surgery Revaskularisasi dapat menurunkan risiko amputasi pada klien dengan iskemik perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi bypass grafting tau endovaskular techniques (angioplasty dengan atau tanpa stent). Komplikasi yang harus diperhatikan dalam melakukan revaskularisasi berkaitan dengan adanya trombolisis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 35 3. Amputasi Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Pasien DM dnegan ulkus kaki 4060% mengalami amputasi ekstremitas bawah (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Amputasi pada diabetes ini menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan kemandiriannya (Wounds International, 2013). Indikasi amputasi meliputi 1. Iskemik jaringan yang tidak dapat di atasi dengan tindakan revaskularisasi 2. Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak terukur 3. Terdapatnya ulkus yang semakn memburuk sehingga tindakan pemotongan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien. 2.4 Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan proses yang terus menerus terjadi dari proses inflamasi sampai terjadi perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel, endotel, trombosit dan fibroblas keluar bersama-sama dari tempatnya dan berinteraksi memulihkan kerusakan.Patofisiologi dari luka tersebut meliputi hemostatis/perdarahan, inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Bryant & Nix, 2007). a. Fase Hemostatis Fase hemostastis terjadi saat pertama kali luka terjadi. Hemostatis tubuh akan memerintahkan pembuluh darah melakukan vasokonstriksi. Aktivasi platelet dan agregasi bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Selain itu, adanya luka akan mengaktivasi faktor pembekuan darah. Protrombin akan di ubah menjadi thrombin yang akan digunakan untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Hemostatis dilakukan untuk menginisiasi penutupan luka, mencegah perdarahan dan kehilangan cairan, serta mencegah kontaminasi bakteri pada luka yang terbuka. b. Fase Inflamasi Adaptasi tubuh saat terjadi luka melalui dua respon yaitu tingkat vascular dan selular.Rusaknyasel merangsang respon vascular untuk mengeluarkan mediator kimia seperti histamine, serotonin, komplemen, dan kinin. Hisatamin Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 36 dan prostaglandin akan mendilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas daerah yang rusak. Peningkatan aliran darah meningkatkan suplai nutrient dan oksigen yang sangat berguna untuk proses penyembuhan. Selain itu, transportasi leukosit kedaerah luka sehingga meningkatkan fagositosit pathogen dan debris. Fase ini kondisi luka merah, edema, hangat, atau terdapat eksudat. Fase ini terjadi 3 sampai 4 hari. c. Fase Proliferasi/rekonstruksi Fase rekonstruksi dimulai 2-3 hari setelah injury dan berakhir 2-3 minggu.Fase ini terdiri dari terbentuknya kolagen, angionesesis, pertumbuhan jaringan granulasi, dan perlekatan luka (wound contraction).Kolagen merupakan protein yang penting dalam pembentukan jaringan baru. Pada awalnya kolagen ini berbentuk seperti gel yang akan terus berkembang menjadi lebih kenyal terdiri dari benang-benang dan dalam beberapa bulan akan tumbuh sangat kuat menghubungkan kulit yang terluka. Proses perbaikan jaringan dimulai dari tumbuhnya jaringan baru yang sangat rapuh (granulasi). Jaringan granulasi ini berwarna merah.Epitelisasi diawali oleh tumbuhnya jaringan epitel dari batas luka ke bagian dalam luka. Proses selanjutnya yaitu terjadinya pemadatan dengan aksi miofibroblas yang akan menutup luka. Fase ini terjadi 6-12 hari setelah injury. d. Fase Maturasi Maturasi adalah fase akhir dari penyembuhan luka.Fase ini dimulai 21 hari setelah luka sampai 1-2 tahun atau lebih tergantung dari kedalaman dan luas luka.Selama fase ini jaringan skar mengalami remodeling (mengurangi tumpukan kolagen melalui lisis dan debridement). 2.5 Peran Sitokinin dan faktor pertumbuhan (Growth Factor) dalam penyembuhan luka Sitokinin bersama faktor pertumbuhan luka seperti platelet derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF) aktif dalam proses penyembuhan luka. Beberapa macam sitokinin yang terlibat dalam proses penyembuhan luka yaitu Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 37 TNF-α, interleukin-1 (IL 1), IL 6, IL 8 dan transforming growth factor-β1 (TGFβ1). PDGF pada konsentrasi rendah akan menginduksi sintesis dan sekresi, sedangkan pada konsentrasi tinggi merupakan inhibitor pertumbuhan karena menghambat ekspresi reseptor PDGF. TGF β juga menstimulasi daya kemotaksis fibroblas, inhibisi produksi kolagen dan fibronektin, menghambat degradasi kolagen karena peningkatan atau penurunan inhibitor proteas. Pada inflamasi kronis TGF β terlibat dalam pertumbuhan fibrosis. Dalam keseimbangan antara deposisi dan degradasi fibrin fungsi sitokinin keseluruhan dapat menggeser keseimbangan tersebut ke arah residu fibrin. Pada deposisi matrik ekstraseluler, sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor pertumbuhan dan sitokinin yaitu PGDF, FGF, TGF β dan IL 1, IL 4, imuno globulin GI ((Ig GI) yang diproduksi oleh leukosit dan limfosit pada saat sintesis kolagen. pada proses remodeling faktor pertumbuhan seperti PGDF, FGF, TGF β dan IL 1, TNF akan menstimulasi sintesis kolagen serta jaringan ikat lain yang selajutnya memodulasi sintesis dan aktifasi metaloproitenase. Metaloproteinase terdiri atas interstitial kolagenase dan gelatinase, diproduksi oleh beberapa macam sel yaitu fibroblas, makrofag, neutrofil, sel sinovial, dan beberapa sel epitel. untuk mensekresikannya perlu stimulus PDGF, FGF, IL 1, TNF alfa, sel fagosit, dan stres fisik. Tabel 2.8 Ringkasan Sitokin, Asal, Dan Fungsinya Sitokin PDGF Asal sel trombosit makrofag sel endotel TGF-alfa makrofag limfosit T keratinosit trombosit limfosit T makrofag sel endotel keratinosit trombosit makrofag makrofag TGF-beta EGF FGF Fungsi kemotaksis mitogen fibroblas stimulator angiogenesis stimulator kontraksi luka mitogen keratinosit dan fibroblas stimulator migrasi keratinosit kemotaksis sel stimulator angiogenesis dan fibroplasia mitogen keratinosit dan fibroblas stimulator migrasi keratinosit kemotaktik dan mitogen fibroblas, keratinosit, Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 38 Keratinocyte growth factor TNF sel mast limfosit T sel endotel Fibroblast stimulaot angigenesis stimulator migrasi, diferensiasi dan proliferasi keratinosit makrofag mengaktifkan makrofag sel mast mitogen fibroblast limfosit T stimulator angiogenesis Interleukin makrofag IL-1 menginduksi demam dan pelepasan (IL)-1, IL-2, sel mast hormon adrenokortikotropik, memperkuat IL-6, dan IL- keratinosit TNF-alfa, mengaktifkan granulosit dan sel 8 limfosit T endotel dan stimulator hemotopoiesis IL-2 mengakatifkan makrofag, sel T dan lymphokine-activated killer cells; stimulator diferensiasi sel B aktif; stimulator proliferasi sel B dan T aktif, dan menginduksi demam IL-6 menginduksi demam dan meningkatkan pelepasan reaktan fase akut oleh hepar IL-8 meningkatkan adesi neutrofil, kemotaksis, dan pelepasan granul Thromboxane menghancurkan sel-sel vasokonstriksi A2 luka 2.6 Perawatan luka ulkus diabetik dengan madu 2.6.1 Kandungan madu Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, magnesium, kalsium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terkandung dalam madu adalah thiamin (B1), ribovlafin (B12), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. sedangkan enzim yang penting terkandung dalam madu adalah enzim diatase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah karbohidrat komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yangsederhana (monosakarida). Enzim invertase adalah enzim yang memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam peroksida. enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat tersebut berguna untuk proses metabolisme tubuh. Asam utama yang terdapat dalam madu adalah glutamat. sementara itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat. (Suranto, 2004). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 39 2.6.2 Efek Penggunaan Madu dalam Proses Penyembuhan Luka Penggunaan madu pada perawatan luka terbukti efektif. Penelitian pada 33 klien yang dirawat dengan madu, 29 menunjukkan kesuksesan ditandai dengan proses penyembuhan yang baik, dan rata-rata rawat 5-6 minggu. 3 orang tidak menunjukkan hasil yang baik karena klien mengalami imunodefisiensi. Beberapa penelitian telah dilakukan antara lain Molan (1998); Mattew & Binnington (2002); Molan (2011); Al-Waili, Salom, & Al-Ghamdi (2011); Acton & Dunwoody (2008); Rooster, Declereq, & Bogaert (2008), madu memiliki efektifitas yang baik pada penyembuhan luka ditandai dengan luka menjadi lebih bersih, tanda-tanda infeksi menghilang, inflamasi, bengkak, dan nyeri cepat berkurang, bau berkurang, slough dan jaringan nekrotik berkurang, granulasi dan epitelisasi meningkat serta penyembuhan luka minimal skar/jaringan parut. a. Antibakterial Berbagai penelitian mengatakan bahwa madu memiliki efek antibiotik berikut akan dijelaskan kandungan madu sebagai agen antibakterial 1. Efek osmotik Madu terdiri dari campuran 84% gula dengan kadar air 15-20 % sehingga sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya kandungan air dan interaksi air dengan gula tersebut akan membuat bakteri tidak dapat hidup (Acton & Dunwoody, 2008).. Tidak ada bakteri yang dapat hidup pada kadar air kurang dari 17%. 2. Aktivitas Hidrogen Peroksida Selain efek osmotik madu mengandung zat lain yang dapat membunuh bakteri yaitu hidrogen peroksida. Kelenjar hipofaring madu mensekresi enzim gkukosa oksidase yang akan beraksi dengan glukosa bila ada air dan memproduksi hidrogen peroksida. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu sekitar 1 mmol/1000 kali lebih kecil jumlahnya daripada larutan hidrogen peroksida 3% yang biasa dipakai untuk antiseptik. Meski konsentrasinya lebih kecil, efektivitasnya tetap baik sebagai pembunuh kuman. Efek samping hidrogen peroksida seperti merusak jaringan akan diatasi madu dengan zat anti oksidan dan enzim-enzim lainnya. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 40 3. Sifat Asam Madu Ciri khas madu bersifat asam dengan pH 3,2-4,5 cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang berkembang rata-rata pada pH 7,27,4. sifat asam yang terkadung dalam madu (pH 3,9) membuat beberapa bakteri tidak dapat hidup dan akan lisis (Molan, 2010) 4. Faktor Fitokimia Beberapa jenis madu juga ditemukan zat antibiotik. Zat tersebut disebut faktor non-peroksida. Madu yang selama ini telah diteliti memiliki faktor tersebut adalah madu manuka (leptospermum scoparium) berasal dari Selandia Baru. 5. Aktivitas Fagositosis dan Meningkatkan Limfosit Fagositosis adalah mekanisme "membunuh" kuman oleh sel yang di sebut fagosit, sedangkan limfosit adalah sel darah putih yang besar peranannya dalam mengusir kuman. Penelitian terbaru memperlihatkan madu dapat meningkatkan pembelahan sel limfosit artinya memperbanyak pasukan sel darah putih tubuh. Selain itu madu juga meningkatkan produksi sel monosit yang dapat mengeluarkan sitokin TNF-alfa, interlaukin 1, dan interleukin 6 yang mengaktifkan respon daya tubuh terhadap infeksi. Kandungan glukosa dan keasaman madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit dalam menghancurkan bakteri. Madu memiliki aktfitas antibakteri yang berbeda. Survey pada madu Selandia Baru yang berasal dari 16 sumber nektar berbeda menentukan 36% dari total sampel punya akktivitas antibakteri yang rendah atau tidak terdeteksi. Penelitian lain pada 340 sampel madu Australia dari 78 sumber nektar menemukan 68,5% sampel punya aktivitas antibakteri dibawah nilai yang dapat di prediksi. Beberapa hal yang membuat efek antibakteri madu berbeda-beda adalah kandungan hidrogen peroksida dan non-peroksida seperti vitamin C, ion logam enzim katalase, dan juga ketahanan madu terhadap suhu dan sensitifitas enzim terhdap cahaya Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 41 b. Debridemen/autolitik Madu memiliki karakteristik melembabkan area luka sehingga madu disebut juga sebagai agen autolitik debridement (Robson, 2002 dalam Acton & Dunwoody, 2008).Cara kerjanya dengan mengaktivasi plasminogen menjadi plasmin. Selanjutnya plasmin akan mengkatalisis benang-benang fibrin yang selanjutnya akan menghancurkan slough dan memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi adanya jaringan nekrotik (Molan, 2011). Autolitik debridemen menggunakan madu dapat mengurangi terbentuknya skar dan keropeng (Al-Waili, Salom, & Al-Ghamdi (2011). c. Anti-inflamasi Sifat osmotik pada madu menyebabkan aliran getah bedah/lymph menjadi meningkat ke area luka (Molan, 2011). Selain itu tingginya kadar glukosa meningkatkan glukolisis yang menghasilkan sumber energi bagi makrofag. Semakin banyak macrofag semakin banyak pula bakteri dan benda asing yang di lisiskan, sehingga hal ini akan menurunkan gejala inflamasi. d. Penyembuhan luka Madu mengandung vitamin c tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum vitamin yang baik untuk sintesis kolagen (Molan, 2011).Sifat osmosis pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga leukosit akan akan merangsang pelepasan Sitokin dan growth factor sehingga lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena sifatnya yang osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh.Dibandingkan dengan perawatan dengan normal salin, perawatan dengan madu lebih efekti untuk meningkatkan granulasi dan epitelisasi. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 42 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1. Pengkajian 3.1.1. Data dan Riwayat kesehatan Klien adalah Tn.Y (No RM 435594), laki-laki berusia 46 tahun, sudah menikah.Lahir pada tanggal 02 Februari 1968.Klien masuk ruang rawat lantai 6 PU pada tanggal 06 Mei 2014 dengan diagnosa ulkus pedis DM tipe 2 dan anenima pada CKD.Selama pengkajian, sumber informasi berasal dari klien, keluarga, perawat dan rekam medis klien. Diagnosa DM sejak 2008.Riwayat hipertensi 2008, serangan stroke pertama tahun 2008. Sebelumnya klien sudah pernah di rawat di RS saat diagnosa DM, kemudian saat serangan stroke. Klien rajin mengikuti program fisioterapi sehingga awalnya klien tidak bisa jalan karena serangan stroke, setelah diterapi kurang lebih 4 tahun klien bisa berjalan walupun tidak senormal dulu dan tetap tidak bisa bekerja seperi dulu. Klien mengatakan dulu pernah menggunakan insulin dan rutin meminum obat antihiperglikemik. Sudah hampir 2 tahun ini klien tidak lagi minum obat anti hiperglikemik karena menganggap DMnya sudah sembuh karena setiap di cek gula darah dalam rentang nomal (<200 gr/dl). Ulkus pedis dekstra di kaki klien berawal dari saat klien dibonceng naik sepeda motor dan tergores punggung kakinya saat akan turun. Awalnya luka hanya goresan sedikit, tetapi makin hari luka itu bukan sembuh malah mulai memerah, bengkak, dan akhirnya melepuh. Awalnya tidak selebar yang sekarang (11 x 8,5 cm). Sejak tiga hari sebelum masuk RS luka telah dirawat oleh tetangganya. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 43 Saat bangun tidur klien tiba-tiba merasa sesak napas dan merasa sangat lemas sekali. klien dibawa ke RS didekat rumah, saat di cek glukosa darahnya sangat tinggi yakni 455 gr/dl akhirnya klien di rujuk ke RSPAD Gatot Soebroto. 3.1.2. Pengkajian Fisik 1. Aktivitas/Istirahat Sejak serangan stroke pertama kali klien sudah tidak bekerja lagi dan hanya beraktivitas di rumah.Aktivitas klien selama ± 4 tahun yang lalu mulai mengalami keterbatasan akibat serangan stroke ditambah sudah hampir 3 hari yang lalu terdapat luka di punggung kaki sebelah kanan sehingga aktivitas fisik tambah berkurang.Aktivitas di waktu luang diisi dengan menonton televisi, duduk-duduk santai, dan aktivitas paling jauh adalah main ke tetangga sebelah rumah. Selama di rumah sakit aktivitas klien lebih banyak berbaring di tempat tidur.Makan, minum, mandi, dan berganti pakaian dibantu oleh keluarga (istri).Terdapat perubahan pada bentuk ruas-ruas jari kaki sedikit menekuk kebawah (depresi).Kaki dan tangan kanan klien tidak terlalu kuat dengan rentang gerak yang terbatas.Massa/tonus otot di ekstremitas kanan kurang.Klien mengalami hemiparese dekstra. Hasil pengkajian kekuatan otot didapatkan nilai 3333 5555 3333 5555 Selama perawatan di RS klien mengatakan bisa tidur seperti biasa, akan tetapi sering merasa terganggu saat dibangunkan tengah malam unutk diberikan obat. Perasaan bosan terkadang ada, tapi tetap harus semangat melihat istrinya semangat merawat dan berusaha memberikan yang terbaik untuknya. 2. Sirkulasi Klien memiliki riwayat hipertensi.Pemeriksaan EKG menunjukkan tidak ada masalah pada jantung.Hasil pemeriksaan darah 150/90 mmHg, Nadi 89 x/menit, kuat, irama reguler di arteri radialis. Pemeriksaan jantung didapatkan S1 dan S2 normal, tidak ada gallops ataupun murmur. Pemeriksaan fisik paru didapatkan, Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 44 inspeksi dada tampak simetris, pengembangan dada maksimal.Auskultasi didapatkan suara paru vesikular, tidak ada ronkhi, weezing, maupun krekels. Status hidrasi klien tampak bermasalah, CRT <3, warna punggung kuku sedikit pucat, warna lidah pink pucat, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, turgor kulit cenderung normal, kulit kering bersisik, terlebih dibagian tungkai, tidak ada asites, tidak ada distensi vena jugularis, nilai JVP 5±2 cmH 2O, diaporesis tidak ada. Berdasarkan hasil laboratorium tanggal 06 mei 2014 klien cenderung mengalami anemia kadar Hb 6,6 g/dl, Ht 30%, dan jumlah eritrosit 2,1 juta/ul. Pemeriksaan ekstremitas kaki didapatkan ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, tidak ada neuropati, teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta terdapat edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI (angkle brachial indeks) didapatkan nilai 0,93 (Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik posterior). Klien mengatakan kakinya kadang-kadang merasa kesemutan dan kebas.Klien juga berpikir kenapa luka yang tadinya kecil malah melebar.Pemeriksaan human sign negative.Tidak ada varises.Penyebaran rambut pada ekstremitas tidak merata. 3. Integritas Ego Saat ini klien terlihat cemas, mudah tersinggung, dan tidak sabar.Awalnya klien dan keluarga mengatakan mendapat perawatan kelas II karena istrinya adalah PNS golongan IIIA.Setelah beberapa hari di rawat klien tampak lebih terbuka baik dengan perawat. Status klien di rumah adalah sebagai kepala keluarga.Klien merasa sedih karena penyakitnya, klien tidak bisa memberikan nafkah keluarga.Klien merasa beruntung karena biaya perawatan ditanggung oleh asuransi kesehatan istrinya, sehingga tidak terlalu memberatkan finansial keluarga. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 45 Klien bersuku jawa. Selama ini klien meyakini ketika sedang ada luka tidak diperbolehkan makan-makanan yang amis seperti telur, ikan, dan daging karena akan membuat lukanya menjadi basah dan lama sembuhnya. Selama di rawat di RS klien tidak melakukan ibadah. 4. Eliminasi Pola BAB klien sebelum di RS rutin setiap hari sekali pada pagi hari dengan karakteristik feses kuning kecoklatan dan lembek. BAB terakhir adalah sebelum klien dibawa ke RS yaitu pada tanggal 5 mei 2014. Tidak ada riwayat perdarahan, tidak ada hemoroid. Palpasi abdomen tidak teraba massa, lunak, permukaan datar, tidak ada nyeri tekan, bising usus 6 x/menit. Pola BAK klien sebelum di RS sering apalagi pada malam hari. Selama di RS klien menggunakan kateter. Jumlah urin tampung per 24 jam adalah 1700 cc (tanggal 7 mei 2014). Karakteristik urin berwarna kuning keruh, dan pekat.Klien tidak menggunakan diuretik. 5. Makanan/cairan Pada hari pertama masuk (06/05/2014) klien di berikan diit susu cair. Klien mengatakan ada rasa mual, selera makan tidak berkurang, cepat haus, dan klien tidak memiliki alergi makanan.Saat ini klien terpasang NGT (naso gastric tube) yang digunakan untuk mengalirkan isi lambung.Pada hari kedua (07/05/2014) selang NGT telah dicabut.Klien mendapat diit nasi biasa dan snack.Klien tidak mengalami gangguan menelan.Terjadi penurunan BB dari 60 kg 2 bulan lalu, menjadi 50 kg.Tinggi badan klien 165 cm. Hasil pengukuran status nutrisi IMT klien adalah 18.3 yang berarti dalam batas normal. 6. Higiene Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 46 Kondisi klien yang imobilisasi dan bergantung pada orang lain tidak membuat klien menjadi bau badan, klien tetap mandi lap setiap pagi. Kondisi rambut tidak berminyak dan tidak ada ketombe.Selama ini aktivitas hygiene dibantu oleh istri. 7. Neurosensori Klien mengatakan sering merasa pusing.Merasa kesemutan dan kebas di bagian kaki apalagi telapak kaki frekuensi terjadinya kadang-kadang. Saat ini klien masih memiliki gejala sisa stroke seperti hemiparese dekstra, berbicara pelo, area wajah sebelah kiri seperti tertarik. Tidak ada kejang, penurunan pendengan maupun penglihatan. Hasil pemeriksaan menunjukkan orientasi klien terhadap tempat, orang , dan waktu masih baik. Tidak ada gangguan pada memori saat ini dan yang lalu. 8. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri dan ketidaknyaman dikaitkan dengan adanya luka.Saat dilakukan balutan luka, klien mengatakan nyeri dengan intensitas yang tidak dapat disebutkan oleh klien.Terlihat wajah klien meringis dan menarik bagian kaki saat terkena bagian luka.Nyeri ini dapat hilang dengan tarik napas dalam. 9. Pernapasan Saat dilakukan pengkajian, klien tidak mengatakan sesak namuk sesak sesekali muncul.Saat ini klien terpasang nasal kanul dengan oksigen 3 liter/menit.frekuensi pernapasan klien saat ini adalah 18 x/menit, tidak ada napas cuping hidung. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. Klien memiliki riwayat merokok sampai 1 pack perhari.Sejak terkena stroke 5 tahun yang lalu klien telah berhenti merokok. 10. Keamanan Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 47 Klien imobilisasi di tempat tidur.Semua aktivitas dibantu.Saat ini klien mendapatkan transfusi PRC (Packet Red Cell).Tidak ada riwayat alergi.Integritas kulit terganggu.Klien mengalami hemiparesis dekstra. 11. Interaksi sosial Klien berusia 46 tahun, sudah tidak bekerja.Interaksi sosial terbatas pada keluarga dan tetangga sekitar rumah.Klien tinggal di sebuah perumahan bersama istri dan 2 anaknya.Sistem pendukung berasal dari saudara klien, anak dan istrinya.Selama di rawat di RS beberapa orang datang untuk menjenguk.Interaksi dengan perawat ruangan juga baik.Sedikit kendala interaksi yang dialami klien adalah suaranya yang belum jelas akibat gejala sisa stroke. 12. Penyuluhan dan pembelajaran Bahasa dominan klien adalah bahasa Indonesia, klien juga dapat berbahasa jawa.Kline dapat membaca dan menulis, pendidikan terakhhir adalah SMA.Klien telah mengetahui tentang penyakitnya. Hal yang dibutuhkan adalah pemahaman yang salah tentang nutrisi untuk proses penyembuhan luka, perawatan kaki diabetikum, dan prinsip perawatan luka ulkus saat diputuskan untuk melakukan perawatan secara mandiri, serta penyuntikan insulin (klien dan keluarga pernah menggunakan insulin tetapi sudah lama tidak dilakukan). 3.1.3 Laboratorium Tabel 3.1 hasil pemeriksaan laboratorium Tanggal Jenis pemeriksaan 06/05/2014 Pemeriksaan AGD: Tanggal Nilai Satuan Nilai Normal pH 7.79 7.35-7.45 pCO2 20.0 mmHg 33-44 pO2 118.3 mmHg 71-104 Bikarbonat (HCO2) 31.3 mmol/L 22-29 Kelebihan basa (BE) 14.8 mmol/L -2-2 Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 48 Saturasi O2 99.6 % 94-98 Hemogloblin 6.6 g/dL 12.0-15.0 Hematokrit 30 % 36-46 Eritrosit 2.1 Juta/µL 4.3-6.0 Leukosit 13000 µL 4800-10800 Trombosit 564000 µL 150-400 ribu Ureum 177 mg/dL 20-50 Kreatinin 1.3 mg/dL 0.60-1.2 Glukosa darah sewaktu 455 mg/dL <200 Natrium 113 mEq/L 132-147 Kalium 4,8 mEq/L 3,30-5,40 Klorida 100 mEq/L 94,0-111,0 Aseton Negatif Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan kimia klinik: 7/05/2014 Pemeriksaan hematologi Hemogloblin 7,4 g/dL 12.0-15.0 Hematokrit 20 % 36-46 Eritrosit 2,3 Juta/µL 4.3-6.0 Leukosit 147900 µL 4800-10800 Trombosit 326000 µL 150-400 ribu Besi (Feron) 161 µg/dL 70-200 TIBC 206 µg/dL 253-435 Bilirubin total 0,5 mg/dl <1,5 SGOT 101 µ/L <35 SGPT 53 µ/L <40 Protein Total 4,4 g/dl 6-8,5 Albumin 2,5 g/dl 3,5-5,0 Globulin 1,9 g/dl 2,5-3,5 Kalsium 6,8 mg/ dL 8,6-10,3 Magnesium 2,52 mEq/L 1,8-3,0 Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal Pemeriksan kimia klinik Tanggal Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 49 Fosfor 3,7 mEq/L 2,5-5,0 Natrium 131 mEq/L 132-147 Kalium 4,0 mEq/L 3,30-5,40 Klorida 98 mEq/L 94,0-111,0 Immunoserologi: >1200 mg/mL 20-2500 Kalsium 6,6 mg/ dL 8,6-10,3 GDS 158 mg/dl <200 HbA1C 8,3 % 5,7-6,4 Hemogloblin 5,9 g/dL 12.0-15.0 Hematokrit 17 % 36-46 Eritrosit 1,9 Juta/µL 4.3-6.0 Leukosit 9000 µL 4800-10800 Trombosit 244000 µL 150-400 ribu Kalsium 6,9 mg/ dL 8,6-10,3 Magnesium 2,11 mEq/L 1,8-3,0 GDS 198 mg/dl <200 Natrium 120 mEq/L 132-147 Kalium 3,9 mEq/L 3,30-5,40 Klorida 105 mEq/L 94,0-111,0 Feritin 8/05/2014 Kimia klinik : Hematologi: 9/05/2014 Kimia klinik 3.1.4. Diagnostik Hasil radiografi thorax tanggal 6 Mei 2014: Jantung kesan membesar Aorta dan mediatinum superior baik Thrakhea ditengah Kedua hilus tak menebal Tampak infiltrate minimal di parakardial kanan Sinus kostofrenikus bilateral baik Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 50 Diafragma kanan lebih tinggi Kesan: Kardiomegali Imfiltrat minimal di parakardial kanan Diafragma kanan letak tinggi →proses subdiafragma Hasil radiografi pedis kanan Kedudukan tulang-tulang pedis baik Tak tampak lesi litik, lesi blatik, fraktur, atau destruksi Tak tampak gambaran emfisema sub kutis Tak tampak penebalan jaringan lunak Densitas tulang menurun Tampak gambaran opak disekitar pedis (kasa?) Kesan: Osteoporosis Tak tampak tanda osteomielitis 3.2 Masalah dan Intervensi keperawatan Masalah keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Masalah keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang profesi perawat. Tiga masalah keperawatan utama pada kasus ini meliputi kekurangan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, dan risiko perluasan infeksi. Masalah keperawatan yang pertama adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. NIKNOK (2012) mendefinisikan kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, interstisial, atau intrasel. Masalah ini ditegakkan berdasarkan data yang muncul pada klien meliputi klien mengatakan selalu Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 51 merasa haus dan sekarang sangat lemas. Data objektif yang dapat sebagai berikut haluaran urin (±1900 cc/24jam), CRT < 3 detik, bibir kering, Ht 30% (menurun), GDS 455, gr/dl suhu tubuh 37,50 C, TD 150/90 mmHg (tinggi), nadi 89 x/menit, kuat, reguler dan turgor kulit masih normal. Klien datang dengan kondisi lemas, klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya klien BAB cair berwarna hitam, jumlah tidak terlalu banyak. Intervensi yang dilakukan meliputi kontrol hiperglikemi, rehidrasi adekuat, dan pemantauan status cairan. Kontrol hiperglikemi dilakukan dengan cara pemberian insulin. Intervensi ini bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal sehingga mengurangi diuresis osmotik. Selain itu rehidrasi dilakukan dengan memberikan terapi cairan isotonik serta transfusi darah. Intervensi ini bertujuan untuk penggantian cairan yang hilang sehingga meminimalkan terjadinya syok. Tidak hanya itu, pemantauan status cairan seperti pulsasi nadi, capillary refil, tekanan darah, pernapasan, turgor kulit, dan mukosa mulut dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok lebih awal sehingga segera mendapatkan pertolongan. Satu hal yang tidka kalah penting yang harus dilakukan adalah balance cairan. Balance cairan bertujuan untuk menghitung cairan yang keluar dan masuk, sehingga dapat di ketahui apakah klien membutuhkan penggantian cairan seberapa banyak untuk menggantikan cairan yang hilang. Masalah keperawatan yang kedua yaitu Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh hipermetabolisme b.d pada defisiensi infeksi. insulin, penurunan NIKNOK intake (2012) oral, dan mendefinisikan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebagai suatu kondisi dimana asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data yang didapat meliputi klien mengatakan mual dan ingin muntah sehingga tidak nafsu makan. Pengkajian nutrisi dengan rumus ABCD (Antropometri, Biokimia, clinica/klinis, dan Diet) didapatkan (A) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila 25 cm (normal); (B) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl; leukosit 1300 /ul; Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 52 aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4 gr/dl; (C) Penurunan berat badan (10 kg dalam 2 bulan), membran mukosa pucat, tonus otot menurun, dan konjungtiva mata anemis; (D) sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi lambung, melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak. Intervensi yang dilakukan meliputi manajemen obat/farmakologi anti hiperglikemik, memberikan nutrisi yang adekuat untuk mencegah penurunan berat badan secara cepat serta meminimalkan terjadinya hipoglikemia post pemberian obat anti hiperglikemik, mengidentifikasi makanan kesukaan dan menghidangkan makanan selagi hangat, serta kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi gejala simpotatik gastrointestinal. Intervensi yang dilakukan bertujuan meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel, sehingga kadarnya tidak terlalu tinggi di sistem vaskular. Selain itu asupan kalori yang adekuat dapat mengurangi risiko kekurangan nutrisi dan berat badan. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu risiko perluasan infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan terinfeksi. Risiko perluasas infeksi ini ditegakkan karena kondisi klien tidak lagi berisiko mengalami infeksi tetapi infeksi sudah terjadi/aktual terjadi sehingga diagnosa yang diangkat adalah risiko perluasan infeksi. Masalah ini ditegakkan berdasarkan data adanya luka ulkus diabetikum wagner grade 3, pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, teraba hangat, warna merah di sekitar luka, terdapat edema di pedis dekstra dan hasil laboratorium menunjukkan nilai leukosit meningkat menjadi 13000 /ul, GDS 455 g/dl. Intervensi yang dilakukan terbagi menjadi dua hal yang utama yaitu kontrol infeksi dan proteksi terhadap infeksi. Kontrol infeksi bertujuan untuk menurunkan insidensi, durasi dan prevalensi penyakit, risiko transmisi, efek infeksi yang dilakukan melalui tindakan intervensi meliputi pemenuhan lingkungan yang bersih, five moment dengan hand hygiene yang benar, kontrol lingkungan, kontrol Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 53 penggunaan alat medis dan kolaborasi pemberian antibiotik untuk menekan agen infeksius. Sedangkan proteksi terhadap infeksi bertujuan untuk pencegahan dan pendeteksi dini adanya infeksi atau perluasan infeksi yang dilakukan melalui tindakan, meliputi monitoring tanda dan gejala infeksi, perawatan luka dengan madu, dan monitoring luka setiap hari. 3.3 Implementasi dan Evaluasi Masalah keperawatan pertama yang muncul adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Implementasi dilakukan sejak tanggal 7 Mei 2014. Masalah kekurangan volume cairan di targetkan teratasi setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam ditandai dengan hidrasi adekuat tidak ada tanda-tanda dehidrasi. Implementasi pertama dilakukan sejak klien berada di IGD. Hal yang dilakukan dan menjadi planing untuk dilakukan di ruang rawat adalah pemberian insulin 20 unit dan pemberian Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl 0,9% per 12 jam. Intervensi ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah yang cepat dan menggantikan cairan yang hilang akibat diuresis osmotik. Selanjutnya intervensi yang dilakukan di ruang rawat meliputi meliputi monitoring tanda-tanda dehidrasi, monitoring pengeluaran abnormal seperti muntah, kolaborasi pemberian Nacl 0,9% per 8 jam sebagai maintenace cairan. Pada hari pertama di rawat tanggal 7 mei 2014, klien dipuasakan tidak mendapat asupan makanan. Pada awalnya klien benar-benar tidak minum karena mereka menganggap puasa sama dengan tidak boleh makan dan minum. Padahal yang dimaksud puasa disini adalah tidak boleh makan tetapi boleh minum. Puasa didukung juga dengan pemasangan NGT yang bertujuan untuk mengalirkan residu lambung dan mengevaluasi apakah terjadi perdarahan di gastrointestinal. Hal ini dilakukan karena kadar hb klien yang rendah yakni 6,6 gr/dl. Setelah diedukasi dan penjelasan dinerikan, klien mau minum walaupun masih sedikit. Klien menunggu untuk mendapat kepastian dari dokter. Balance cairan tidak lupa dilakukan setiap hari. pada hari pertama didapatkan balance cairan Tn Y negatif -117 cc. Klien tetap dimotivasi untuk meningkatkan asupan oral agar terjadi keseimbangan Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 54 cairan. Pada hari ketiga yakni tanggal 9 Mei 2014, balance cairan Tn Y sudah seimbang antara yang dikeluarkan dengan yang masuk walaupun berlebih 50 cc namun ini masih dalam rentang normal. Masalah keperawatan kedua adalah kebutuhan tubuh b.d penurunan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari intake oral, defisiensi insulin, dan hipermetabolisme pada infeksi. Masalah keperawatan ini ditargetkan dapat teratasi setelah dilakukan intervensi selama 4 x 24 jam dengan kriteria hasil kadar glukosa normal, asupan kalori cukup ditandai dengan makanan yang diberikan dapat habis, dan tidak terjadi penurunan berat badan. Implementasi pertama di mulai pada tanggal 8 Mei 2014. Implementasi yang dilakukan meliputi dimulainya diit biasa dengan memberikan makanan selagi hangat. Pada hari pertama klien mengeluhkan mual sehingga tidak nafsu untuk makan. Pemberian makan selagi hangat bertujuan untuk menurunkan tingkat mual, karena efek hangat dari makanan merelakskan otot-otot gastrointestinal. Selain itu perawat juga mengidentifikasi makanan kesukaan klien ataupun makanan apa yang sedang ingin di konsumsi klien. Tetapi pada hari pertama ini klien tidak sedang ingin makan yang lain. akhirnya perawat memberikan motivasi dan penjelasan akibat dan kegunaan makanan yang di konsumsi. Hasilnya klien mau makan tetapi sedikit dengan sebelumya telah diberikan obat sucralfat untuk melapisi lambung. Sebelum makan klien telah mendapat insulin. Karena makanan tdak dihabiskan sehingga perawat terus memantau adanya tanda-tanda hipoglikemi yang mungki terjadi seperti penurunan kesadaran, kulit dingin, pulsasi meningkat, rasa lapar, iritabilitas, ansietas, kepala pusing, penglihatan kabur, dan gemetaran. Pemberian insulin bertujuan untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel sehingga kadar glukosa plasma dalam nilai normal dan tidak terjadi kelaparan dalam sel. Edukasi yang diberikan juga mengenai bagaimana penyuntikan insulin. Infeksi juga dapat menyebabkan hipermetabolisme yang dapat menggangu metabolisme tubuh. hal yang dilakukan adalah dengan memberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan dan mengontrol infeksi tersebut. Kekurangan dari implementasi yang dilakukan adalah tidak mengukur berat badan setiap hari. hal ini dikarenakan klien Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 55 tidak mampu berdiri selain karena lemas, hemiparese dekstra, dan adanya luka di pedis dekstra. Masalah keperawatan ketiga adalah risiko perluasan infeksi berhubungan dengan kerusakan interitas kulit terinfeksi. Masalah keperawatan ini ditargetkan dapat teratasi setelah dilakukan intervensi selama 4 x 24 jam dengan kriteria hasil tidak terjadi perluasan infeksi/infeksi berkurang ditandai dengan leukosit menurun, jumlah slough berkurang, tidak terjadi perburukan luka dan menunjukkan perilaku untuk mencegah infeksi. Implementasi dilakukan sejak pertama di rawat. Implementasi yang dilakukan meliputi menjaga kebersihan lingkungan dengan mengganti linen setiap hari, melakukan five moment dengan hand hygiene yang benar. Hand hygiene tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi juga dilakukan oleh penunggu dan pengunjung oleh karena itu perawat mengevaluasi hand hygiene yang dilakukan oleh penunggu dan pengunjung selanjutnya perawat memberikan edukasi cara melakukan hand hygiene dengan benar. Pencegahan infeksi juga dilakukan dengan mengontrol alat medis yang digunakan seperti infus dan kateter yang memiliki risiko tinggi terhadap kejadian infeksi. Tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah dengan memberikan obat antibiotik sesuai dengan jadwal pemberian obat. Pada saat pertama masuk jumlah leukosit klien diatas normal (13000 ul) yang menandakan adanya infeksi. Kemudian pada klien ini juga mengalami kenaikan suhu 37,60C. Pada hari ketiga perawatan jumlah leukosit menurun menjadi 9000ul (normal). Implementasi untuk mengurangi perluasan infeksi pada luka dilakukan dengan topikal alami yaitu madu dan mengganti balutan 1-2 kali sehari. Prinsip tindakan yang dilakukan dalam 4 hari perawatan ini adalah pengurangan atau meminimalkan infeksi karena saat pertama klien datang pada luka tampak slough yang menutupi semua permukaan luka dan terdapat bau khas yang keluar dari luka tersebut saat dibuka. Pada hari sabtu tanggal 10 Mei 2014 jumlah slough yang minimal, tidak tercium bau khas saat balutan di buka. Selain itu juga tidak ada tanda-tanda perburukan luka seperti Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 56 BAB 4 ANALISIS MASALAH 4.1. Analisa Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan Terkait Kasus Klien adalah Tn Y (46 tahun). Klien berasal dari suku jawa, sejak kecil tinggal di Jawa Timur, tetapi setalah dia lulus pendidikan diplomanya klien pindah merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Dewasa ini banyak warga daerah yang pergi kekota untuk mencari pekerjaan. Mereka mengadu nasib di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini sesuai dengan arti dari perkotaan itu sendiri yaitu wilayah dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Stanhope & Lancaster, 2004). Berbagai fasilitas dan kemudahan banyak ditawarkan di kota-kota besar seperti kemudahan transportasi, pelayanan kesehatan, dan akses pendidikan dengan fasilitas yang lengkap semakin meningkatkan minat warga desa untuk pindah tinggal di daerah kota. Perpindahan ini bukannya tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Berbagai masalah-masalah yang diakibatkan oleh urbanisasi yang besar-besaran, salah satunya adalah masalah kesehatan. Berbagai kesibukan seperti aktivitas bisnis, pemerintahan, perkantoran, perkuliahan merupakan beberapa aktivitas yang sering kita lihat di daerah perkotaan. Pekerjaan yang menumpuk, menambah jam kerja (lembur), stresor dari rekan, atasan, dosen, dan diri sendiri, selalu mewarnai berbagai aktivitas tersebut. Jika diperhatikan kegiatan-kegiatan diatas bersifat monoton selalu seperti itu rutinitas yang terjadi dari hari ke hari. Hal ini membuat kehidupannya terfokus dengan apa yang ada sekarang sehingga jarang melakukan refreshing maupun aktivitas olahraga. Jikapun ada frekuensinya tidak terlalu banyak. Klien Tn Y sebelumnya pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta sejak tahun 1989. Seperti itulah hal sama yang dirasakan Tn Y. Sejak muda selalu fokus dengan pekerjaan dan jarang memperhatikan kebutuhan untuk olahraga dan refreshing. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 57 Klien berfikir hal-hal tersebut dapat dilakukan nanti jika apa yang diinginkan sudah tercapai ataupun jika ada waktu. Yang terpikir oleh klien selama bekerja adalah bagaimana caranya dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan memperoleh prestasi yang bagus baik selama di dunia perkuliahan maupun di dunia kerja. Dalam memenuhi tugas baik di perkuliahan maupun pekerjaan klien Tn Y tidak jarang ditemani berbagai cemilan seperti aneka kripik, kacang, kue, gorengan, kopi, soft drink, atau apapun yang dapat dimakan dan membuatnya tetap terjaga. Selama bekerja klien sering mendapat jamuan makan siang maupun makan malam bersama rekan-rekan kerjanya. Klien Tn Y menyukai makanan yang manis, makanan bersantan (makanan padang), dan tidak terlalu suka sayuran. Klien yang tidak suka sayuran ini mengganti dengan menyukai buah. Klien menyukai buah pisang. Hampir setiap hari klien konsumsi pisang. Sluik, Boeing, Li, Kaaks, Johnsen et al (2013) mengatakan gaya hidup seseorang berhubungan erat dalam kejadian DM. Gaya hidup yang dimaksud adahah konsumsi makanan tinggi lemak (margarine dan butter), kue, cookies, dan soft drink meningkatkan kejadian DM. Selain itu kurangnya aktivitas dan merokok juga menjadi faktor risiko kejadian DM. 4.2. Analisa Asuhan Keperawatan Kasus Tn Y (46 tahun) masuk RS dengan diagnosa medis ulkus pedis dekstra pada DM tipe 2, Anemia pada CKD. Suyono (2009) mengatakan usia >40 tahun memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan usia dibawah 40. Bertambahnya usia dikaitkan dengan penurunan fungsi yang terjadi sesuai dengan teori penuaan wear and tear yang menyatakan bahwa organ tubuh semakin lama digunakan akan mengalami kerusakan. Tidak terkecuali dengan fungsi organ pangkreas, fungsi endokrin pangreas dalam menghasilkan insulin akan semakin menurun seiring bertambahnya usia (Sujono & Sukarmin, 2008). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 58 Sebelum sakit berat badan klien berada dalam rentang 65-70 kg. Berdasarkan perhitungan IMT berat badan Tn Y termasuk dalam kategori berlebih (23,8925,73). Kategori obesitas berdasarkan depkes apabila nilai IMT lebih dari 27. Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pangkreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pangkreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. Berdasarkan pengkajian Tn Y tidak memiliki anggota keluarga dengan riwayat DM. Penelitian Adji (2011) mengatakan bahwa 67% penderita DM tidak memiliki riwayat keluarga dengan DM. Penelitian lain mengatakan pola makan memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM (Sumangkut, Supit, dan Onibala, 2013). Hal ini dikarenakan kejadian tingginya kadar glukosa dalam darah tidak hanya disebabkan oleh abnormalitas genetik yang berkaitan dengan sistem regulasi metabolisme glukosa (abnormalitas gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen reseptor insulin) tetapi juga disebabkan karena peningkatan beban kerja pangkreas, stres fisik (infeksi pangkreas) maupun stres psikologis (kaitannya dengan kortisol) pada pangkreas. Peningkatan beban kerja pangkreas sering dijelaskan dalam mekanisme terjadinya sindrom metabolik kaitannya dengan resistensi insulin. Dalam kondisi normal pangkreas akan menghasilkan insulin dalam dua fase. Fase pertama untuk terjadi segera setelah ada rangsangan pada sel beta, kemudian cepat berakhir dan muncullah fase dua yang akan mensekresikan insulin dalam waktu yang lebih lama untuk mempertahankan kadar insulin agar tetap dalam batas fisiologis tubuh. Pada seseorang yang mengkonsumsi makanan berlebih, pangkreas ini akan berkerja terus-terusan, awalnya pangkreas akan melakukan kompensasi. Saat terjadi kompensasi ini jumlah insulin yang dihasilkan akan berlebih, sehingga memungkinkan sel akan mengalami resistensi terhadap insulin. Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama pangkreas akan mengalami kegagalan dalam melakukan kompensasi. Akhirnya insulin yang dihasilkan akan sangat Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 59 berkurang/insufisiensi. Hal inilah yang mungkin terjadi pada klien Tn Y, saat mudanya klien mengatakan sering ngemil agar tetap terjaga sehingga dapat menyelesaikan baik tugas perkuliahan maupun pekerjaannya. Hal ini juga didukung dengan penelitian Sumangkut, Supit, dan Onibala (2013) yang mengatakan konsumsi makanan secara tidak baik akan menyebabkan DM. jenis makanan yang dimaksud adalah banyak mengandung gula dan dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah seperti cake, tart, dodol, dan kue-kue yang terlalu manis, minuman sirup, minuman bersoda, es teh manis dan susu kental manis, frekuensi makan yang tidak teratur pada responden penderita DM tipe-2 dan kebiasaan makan yang tidak tepat waktu di karenakan kesibukkan pekerjaan masing-masing dan sering makan tidak terkontrol. Lima pilar penatalaksanaan DM meliputi penyuluhan (edukasi), perencanaan makan (diet), latihan fisik, pengobatan medis, dan pemantauan (monitoring). Berdasarkan hasil pengkajian dari kelima pilar penatalaksanaan DM ini tidak ada yang benar-benar dilakukan oleh Tn Y. Dalam hal pengetahuan atau edukasi. Keluarga mengetahui apa itu DM, tanda dan gejala, dan komplikasinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Keban, Purnomo, dan Mustofa (2013) tingkat pengetahuan tentang DM sebanding dengan tingkat kepatuhan dalam pengobatan DM. Dalam hal perencanaan makan, klien sering mengalami kesulitan untuk mengontrol untuk tidak makan dan ngemil terus-terusan karena klien sering merasakan lapar walaupun setelah makan. Klien mengatakan jarang melakukan latihan fisik/olahraga hal ini karena keterbatasan ruang geraknya akibat gejala sisa stroke. Satu hal yang sudah tidak dilakukan selama beberapa tahun belakangan ini adalah konsumsi obat anti hiperglikemik dan melakukan kontrol/cek kadar gula. Hal ini dilakukan karena terakhir mengecek kadar glukosa darahnya sudah normal. Klien beranggapan bahwa jika kadar glukosa sudah normal berarti dirinya sudah sembuh dari penyakit DM. Penatalaksanaan yang tidak efektif meningkatkan risiko klien mengalami berbagai komplikasi dari DM. Komplikasi akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 60 kadar gula dalam darah antara lain hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (Smelzer & Bare, 2002).Komplikasi kronik atau jangka panjang dikelompokkan menjadi komplikasi makrovaskular (aterosklerosis) dan mikrovaskular (retinopati, nefropati, gangguan sistem sirkulasi perifer, dan neuropati) (Smeltzer &Bare, 2002). Komplikasi yang banyak terjadi adalah terkait mikrovaskular yang bermuara pada terjadinya ulkus diabetikum, The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang dengan DM memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Adapun faktor risiko tersebut antara lain laki-laki, klien dengan kontrol glukosa yang buruk, sudah mengalami diabtes melitus > 10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami komplikasi kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Jika dikaitkan dengan hasil penelitian Sumpio, Schroeder, & Blume(2005) faktor risiko terjadinya ulkus dapat ditemukan di klien Tn Y. Tn Y telah mengami DM selama 7 tahun dengan kontrol glukosa darah yang buruk, selain itu klien juga telah mengalami stroke dan gangguan ginjal (penurunan nilai GFR 50,2 ml/menit/1,73m2CKD stage 3). Dua hal yang mendasari terjadinya ulkus diabetikum adalah terjadinya gaya gesek ataupun gaya tekan pada permukaan kulit klien dengan DM. Pada kasus ini ulkus pedis yang dialami oleh Tn Y berasal dari gesekan saat beliau turun dari membonceng naik sepeda motor anaknya. Awalnya luka itu hanya kecil dan berupa goresan, tetapi semakin hari goresan itu semakin merah, membengkak, dan akhirnya melepuh. Berdasarkan hasil pengkajian klien tidak memiliki riwayat ulkus sebelumnya, tanda yang muncul pada klien adalah kakinya sering merasa tebal saat menginjak tanah, produksi keringat menurun, kadang terasa panas, kulit kering pecah-pecah, dan distribusi rambut kaki menipis. Hasil rontgen pedis yang dilakukan di RSPAD tidak menunjukan adanya osteomielitis. Osteomielitis merupakan infeksi yang terjadi di tulang merupakan salah satu kriteria untuk dilakukan amputasi. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 61 Pengkajian luka didapatkan ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-), teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI sinistra (angkle brachial indeks) nilai 0,93 (Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik dorsalis pedis 140 mmHg). Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari berbagai multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini meliputi debridement, ganti balutan/dressing, mengurangi beban (offloading), dan tindakan bedah (skin graft, revaskulasrisasi/bypass, dan amputasi) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Perawatan yang sudah dilakukan pada luka ulkus diabetikum Tn Y meliputi proteksi terhadap infeksi dengan mengganti balutan dengan madu, mengurangi beban dengan menginstirahatkan klien di tempat tidur (bed rest), dan tindakan debridemen mekanik di ruang bedah. Fokus utama masalah keperawatan yang ditegakkan terkait adanya ulkus diabetikum dalam kasus Tn Y ini adalah pengendalian agar tidak terjadi perluasan infeksi. Perawatan luka dengan madu berdasarkan berbagai penelitian sangat baik karena sifat madu yang lembab, memiliki osmotik yang baik, mengandung zat anti bakteri, dan sebagai agen autolitik/ auto debridemen. Saat perawatan luka dilakukan perawat juga senantiasa melihat dan mengamati adanya tanda-tanda infeksi. Perawatan luka dilakukan 1 kali sehari. Selalnjutnya masalah keperawatan lain yang dialami oleh Tn Y adalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dan kekurangan cairan. Masalah keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Kadar gula darah yang tinggi /hiperglikemia, membuat konsentrasi darah lebih pekat (viskositas darah meningkat). Peningkatan konsentrasi zat akan menyebabkan hiperosmolaritas/kelebihan tekanan osmotic pada plasma sel. Tekanan osmotic Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 62 merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi zat cair. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa. Reabrbsorsi glukosa di ginjal dapat meningkat hingga 225 mg/menit. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotic) yang disebut poliuria. Besarnya volume urin yang keluar bersamaan dengan air maka menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena cairan intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (Corwin, 2008). Manfistasi klinis yang muncul pada klien meliputi klien mengatakan selalu merasa haus dan sekarang sangat lemas. Data objektif yang dapat sebagai berikut haluaran urin (±1900 cc/24jam), CRT < 3 detik, bibir kering, Ht 30% (menurun), GDS 455, gr/dl suhu tubuh 37,50 C, TD 150/90 mmHg (tinggi), nadi 89 x/menit, kuat, reguler dan turgor kulit masih normal. Klien datang dengan kondisi lemas, klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya klien BAB cair berwarna hitam, jumlah tidak terlalu banyak. Intervensi yang dilakukan meliputi kontrol hiperglikemi, rehidrasi adekuat, dan pemantauan status cairan. Kontrol hiperglikemi dilakukan dengan cara pemberian insulin. Intervensi ini bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal sehingga mengurangi diuresis osmotik. Selain itu rehidrasi dilakukan dengan memberikan terapi cairan isotonik serta transfusi darah. Intervensi ini bertujuan untuk penggantian cairan yang hilang sehingga meminimalkan terjadinya syok. Tidak hanya itu, pemantauan status cairan seperti pulsasi nadi, capillary refil, tekanan darah, pernapasan, turgor kulit, dan mukosa mulut dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok lebih awal sehingga segera mendapatkan pertolongan. Satu hal yang tidka kalah penting yang harus dilakukan adalah balance cairan. Balance cairan bertujuan untuk menghitung cairan yang Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 63 keluar dan masuk, sehingga dapat di ketahui apakah klien membutuhkan penggantian cairan seberapa banyak untuk menggantikan cairan yang hilang. Stepherd (2011) mengatakan bahwa pengkajian status hidrasi dan tanda dehidrasi oleh perawat dapat mengoptimalkan hidrasi pada klien dengan masalah keperawatan defisit volume cairan. Pengkajian meliputi kondisi klinis klien, mereviewbalance cairan menggunakan tabel, dan me-reviewkimia darah. Kondisi klinis yang muncul antara lain. kondisi klinis yang mungkin muncul pada klien dengan ketidakadekuatan volume cairan antara lain kesulitan berbicara, pusing, sensasi haus, mulut dan membran mulut kering, dan bibir pecah-pecah (McMillen and Pitcher, 2010; Scales and Pilsworth, 2008 dalam Nursing Practice Review, www.nursing.net 19 Juni 2011). Observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, dan pernapasan menjadi indikator terjadinya kekurangan cairan dalam tubuh. selain itu pengkajian Capilary refill time (CRT), elastisitas kulit, berat badan, dan pengeluaran urin (urin normal 0,5-2 cc/kg bb/jam) juga dapat dilakukan. Pemantauan balance cairan menggunakan tabel dapat didelegasikan kepada keluarga. Hal ini disebabkan ketidakakuratan perawat dalam melakukan bance cairan dikarenakan masalah kurangnya waktu dan pendokumentasian yang tidak tepat oleh perawat karena keluarga lupa jumlah baik yang masuk maupun yang keluar karena sudah dilakukan beberapa waktu lalu (Stepherd, 2011). Agar balance cairan adekuat, pendokumentasian harus dilakukan segera setelah klien mendapatkan asupan makanan ataupun mengeluarkan eksresi baik uriin, feses, maupun muntah. While, Scales & Pilsworth (2008) dalam Nursing Practice Review, www.nursing.net 19 Juni 2011) mengatakan pemantauan kimia darah (sodium (Na), pottasium (K), clorida (Cl), bikarbonat, dan blood urea nitrogen (BUN) berguna untuk menentukan penggantian cairan yang dibutuhkan oleh tubuh. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 64 berbeda dengan Vivanti et al (2008) pemantauan kimia darah baru bermanfaat setelah terjadi dehidrasi yang parah. Intervensi yang harus ditambahkan untuk mengatasi masalah keperawatan defisit volume cairan pada klien dengan DM adalah pemberian suntikan insulin ( http://www.rnspeak.com posted on May 12, 2011). Masalah defisit volume cairan ini akan teratas dengan baik dalam waktu 2x24 jam apabila dilakukan intervensi seperti diatas (Nursing Practice Review, www.nursing.net 19 Juni 2011). Masalah keperawatan selanjutnya adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme pada infeksi. Insulin berguna untuk memobilisasi glukosa dari pembuluh darah menuju sel yang akan digunakan untuk metabolisme sehingga dapat menghasilkan energi. Resistensi ataupun defisiesi yang terjadi pada klien DM sering diibaratkan dengan istilah “kelaparan di lumbung padi”. Istilah ini muncul karena sel-sel tubuh pada penderita DM mengalami kelaparan karena glukosa sulit masuk kedalam sel. Padahal disekeliling sel kaya akan glukosa. Kondisi ini disebut starvasi seluler. Starvasi seluler berdampak pada beberapa hal, antara lain peningkatan pemecahan glikogen untuk menghasilkan energi yang dilakukan oleh sel-sel otot. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot yang bermuara pada penurunan berat badan, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.Proses infeksi memiliki hubungan dengan kejadian malnutrisi (Katona & Katona-Apte,2008). Proses infeksi memicu terjadinya peningkatan aktivitas sel imun yang membutuhkan banyak protein. Peningkatan kebutuhan protein dikompensasi melalui mekanisme glukoneogenesis. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak saat terjadi luka. Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data yang didapat meliputi klien mengatakan mual dan ingin muntah sehingga tidak nafsu makan. Pengkajian nutrisi dengan rumus ABCD (Antropometri, Biokimia, clinica/klinis, dan Diet) Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 65 didapatkan (A) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila 25 cm (normal); (B) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl; leukosit 1300 /ul; aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4 gr/dl; (C) Penurunan berat badan (10 kg dalam 2 bulan), membran mukosa pucat, tonus otot menurun, dan konjungtiva mata anemis; (D) sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi lambung, melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak. Intervensi yang dilakukan meliputi manajemen obat/farmakologi anti hiperglikemik, memberikan nutrisi yang adekuat untuk mencegah penurunan berat badan secara cepat serta meminimalkan terjadinya hipoglikemia post pemberian obat anti hiperglikemik, mengidentifikasi makanan kesukaan dan menghidangkan makanan selagi hangat, serta kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi gejala simpotatik gastrointestinal. Intervensi yang dilakukan bertujuan meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel, sehingga kadarnya tidak terlalu tinggi di sistem vaskular. Selain itu asupan kalori yang adekuat dapat mengurangi risiko kekurangan nutrisi dan berat badan. 4.3. Analisa Intervensi: Perawatan Luka menggunakan madu Klien Tn Y (46 tahun) datang dengan ulkus pedis dekstra. Berdasarkan klasifikasi wagner (Wagner Classification of foot ulcers) luka pada Tn Y adalah wagner stage 3 hal ini karena ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint capsule)dengan tanda-tanda infeksi (Sumpio, Schroeder, & Blume (2005) Sigh, Pai, & Yuhhui (2013); Oyibo, et al (2001)). Hasil pengkajian pada luka ulkus diabetikum didapatkan Riwayat: klien belum pernah mengalami ulkus kaki diabetikum sebelumnya, diagnosa DM sejak 7 tahun yang lalu, mobilitas terbatas. Kondisi luka: ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka membentuk kantung dengan kedalaman ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-), teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI sinistra (angkle brachial Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 66 indeks) nilai 0,93 (Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik dorsalis pedis 140 mmHg). Pemerikaan neurologi: dengan menggesek-gesekkan ujung tissue dan menuliskan angka, klien diminta untuk menebak angka berapa yang dituliskan, dan klien masih merasakan sensasi saat di gesek-gesekkan tissue di permukaan kulit bagian ekstreitas bawah. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi gangguan neuropati pada klien Tn Y. Pemeriksaan laboratorium: melakukan kultur luka dengan melakukan swab pada luka. Hasil kultur tidak terdokumentasikan oleh peneliiti. Pemeriksaan rontgen dilakukan untuk melihat apakah infeksi sudah mengenai tulang atau belum. Hasil rontgen pedis dinyatakan bahwa tidak ditemukan osteomielitis pada Tn Y. Intervensi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berfokus pada perawatan luka dengan madu pada klien ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 pada DM tipe 2. Madu banyak digunakan dalam berbagai penelitian selain madu lebih murah madu memiliki sifat lembab/moist yang sangat baik untuk penyembuhan luka, selain itu madu juga memiliki sifat yang asam dan mengandung zat (hidrogen peroxida) yang berfungsi sebagai agen antimikroba (Molan, 2005). Karena sedikitnya kandungan air dalam madu, madu memiliki sifat osmotik madu disebut sebagai anti inflamasi. Sifat unik madu yang lain yaitu dapat mengurangi bau yang dihasilkan oleh bakteri yang ada pada lukaa. Untuk mendapatkan energi bakteri pada luka ini akan memetabolisme asam amino dengan sisa produk metabolisme adalah amonia, amine, dan sulphur. Komponen-komponen inilah yang menyebabkan luka mengeluarkan bau yang khas. Pada luka yang di beri madu, madu memberikan glukosa sehingga komponen-komponen yang menyebabkan bau tidak perlu tersintesis (Molan, 2005). Berikut beberapa studi kasus yang dilakukan oleh Acton & Dunwoody (2008) pada sejumlah klien dengan ulkus. Kasus pertama penelitian dilakukan pada wanita (80 tahun) dengan ulkus pada tangan kiri yang sudah terjadi sejak 1 bulan dengan 90% luka tertutup jaringan nekrotik. Setelah 5 hari perawatan dengan madu dikombinasikan dengan hidrofiber (ganti balutan satu kali sehari) sebagian Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 67 besar jaringan nekrotik sudah terangkat dari luka (lampiran foto Gb.3). Klien membatalkan tindakan debridemen bedah. Kasus kedua pada laki-laki (46 tahun) dengan spina bifida, imobilisasi, cronic pressure ulcer grade 4 pada ischium kiri, tampak osteomielitis dengan kerusakan tulang, dan Hb rendah. perwatan luka menggunakan madu dan sorbion. Sorbion dipilih karena jumlah eksudat yang terlalu bayak. Sorbion hanya di gunakan 24-36 jam setelah itu perawatan murni dengan madu. Setelah 8 minggu madu berhasil membuat luka menjadi tidak bau serta slough dan jaringan nekrosis sempurna terangkat (lampiran foto Gb.4). kasus ke tiga wanita (61 tahun) dengan DM tipe 2. Klien mengalami infeksi pada lukanya dan tidak dapat mentolerir rasa nyeri yang dirasakan. Klien mendapatkan terapi sevredol, tramadol, dan gabapentin agen analgesik. Dari hasil kultur didapatkan luka terinfeksi staphylococcus. setelah dilakukan perawatan dengan madu kombinasi dengan N-A ultra, 17 hari setelah perawatan klien mengurangi penggunaan analgesik. 6 minggu setelah perawaratan klien benar-benar melepas penggunaan analgesik. Setelah perawatan 6 minggu jumlah bakteri sangat berkurang, tidak ada inflamasi, nyeri berkurang, dan menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka (lampiran foto Gb.5). kasus ke empat laki-laki (86 tahun) dengan DM tipe 2 ulkus pada tulang malleous dengan maserasi/perlunakan, kulit yang rapuh, bau menyengat, dan berwarna hijau (hasil kultur menunjukkan kolonisasi pseudomonas). Klien juga merasakan nyeri yang masih bisa ditahan tanpa penggunan analgesik. berdasarkan hasil yang didapat setelah 16 hari perawatan madu dengan kombinasi sorbion Sachet S tidak ditemukan lagi aroma yang menyengat, warna hijau karena kolonisasi psudomonas hilang, maserasi dan eksudat berkurang (lampiran foto Gb.6). Intervensi yang dilakukan peneliti pada klien Tn T (46 tahun) ulkus pedis dekstra wagner grade 3, luka dipenuhi slough, terdapat jaringan nekrotik di pinggiran Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 68 luka, dan tercium aroma yang tidak sedap saat balutan dibuka. Selain itu pada luka terdapat eksudat, jumlah minimal warna kuning. Perawatan luka yang dilakukan hanya dengan menggunakan madu yang dioles pada luka dan diratakan pada kassa. Intervensi dilakukan selama 5 hari, dengan mengganti balutan setiap hari. hasil yang didapat dari 4 hari merawat luka Tn Y yaitu jumlah slough berkurang sampai dengan 40 %. Yang tertinggal adalah slough yang berada di bagian pinggir-pinggir area luka. Hari ketiga perawatan sudah tidak tercium aroma tidak sedap dari luka. Penggantian balutan dilakukan 1 kali sehari. Berdasarkan Raymond & Sudjatmiko (2012) rerata persentase reduksi area yang belum tertutup epitel pada luka dengan penggantianbalutan madu tiap hari dan tiap 2 hari, berdasarkan uji statistik didapatkan berbeda secara bermakna.Sehingga dipilihlah penggantian balut madu setiap hari. Madu yang digunakan dalam asuhan keperawatan ini adalah jenis madu asli dengan brand “Madu Nusantara”. Madu ini selain mempunyai nilai ekonomis rendah juga memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan madu yang di gunakan di luar negeri (manuka honey). Berdasarkan Diah, Sundoro, & Sudjatmiko (2012) Madu Nusantara memiliki spektrum aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa, S. Aureus dan MRSA yang sebanding dengan madu Manuka, namun perlu diberikan dalam konsentrasi lebih besar untuk mencapai efektivitas antibakterial yang sebanding dengan madu Manuka. Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, magnesium, kalsium, alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terkandung dalam madu adalah thiamin (B1), ribovlafin (B12), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. sedangkan enzim yang penting terkandung dalam madu adalah enzim diatase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase.Asam utama yang terdapat dalam madu adalah glutamat. sementara itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat (Suranto, 2004). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 69 Dalam proses penyembuhan luka selain madu memiliki sifat antibakterial, kandungan vitamin C dan kinerja enzim peroksidase berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi sel. Enzim peroksidase ini mekatalis/memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Berbagai penelitian mengatakan untuk penyembuhan luka dibutuhkan lingkungan yang lembab dan mendapat sirkulasi O2yang baik. Madu mengandung vitamin c tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum vitamin yang baik untuk sintesis kolagen (Molan, 2011). Sifat osmosis pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga leukosit akan akan merangsang pelepasan Sitokin dan growth factor sehingga lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena sifatnya yang osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh.Dibandingkan dengan perawatan dengan normal salin, perawatan dengan madu lebih efektif untuk meningkatkan granulasi dan epitelisasi. 4.4. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Mahasiswa tentunya menemui kendala dalam melakukan perawatan pada Tn Y. Kendala yang dirasakan pertama adalah rasa kurang percaya keluarga terhadap perawat karena masih berstatus sebagai mahasiswa, kendala dalam faktor budaya yakti terkait makanan, dan yang terakhir adalah kendala hak otonomi klien yang dapat memutuskan untuk menyelesaikan serangkaian perawatan di RS. Hal yang dilakukan oleh mahasiwa dalam menghadapi kendala pertama masalah trust dan mistrust adalah dengan menunjukkan kerja yang profesional dan pendekatan kepada klien dan keluarga. Berperan dan ikut andil dalam semua tindakan yang dilakukan oleh perawat ruangan dan dokter dalam merawat klien. Membantu memenuhi kebutuhan dasar klien seperti mengganti diapers, mandi, makan dan merapikan tempat tidur. Serta berkomunikasi teraputik kepada klien Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 70 dan keluarga. Pada perawatan hari kedua, klien dan keluarga lebih terbuka dan menerima asuhan keperawatan mahasiswa. Kendala budaya yang dihadapi terkait makanan. Klien memiliki kepercayaan bahwa mengonsumsi telur, ikan, daging, susu, dan sumber protein lain saat ada luka membuat luka menjadi basah dan akan sulit sembuh. Hal yang dilakukan mahasiswa adalah dengan berdiskusi terkait nutrisi yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka. setelah dilakukan diskusi klien dan keluarga mengerti dan dan menyetakan tidak ragu lagi untuk mengonsumsi makanan tinggi protein. Kendala terkait dengan hak otonomi klien, hal yang dilakukan adalah memberikan sesuai dengan yang dikehendaki klien tetapi perawat dapat mengantisipasi salah satunya dengan melakukan discharge planning sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien. Discharge planning yang dilakukan dengan mengajarkan bagaimana cara perawatan terhadap luka, tanda-tanda infeksi dan pentingnya untuk kontrol sesuai dengan jadwal yang diberikan. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 71 BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 5.1.1 Wilayah perkotaan merupakan pusat segala aktivitas seperti pemukiman, perkantoran, pemerintahan, sosial, maupun ekonomi (bisnis) yang akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. 5.1.2 Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang banyak terjadi di wilayah perkotaan akibat gaya hidup 5.1.3 Klien dengan diabetes melitus berisiko mengalami komplikasi salah satunya ulkus kaki diabetikum 5.1.4 Penatalaksanaan diabetes melitus harus dilaksanakan dengan baik untuk mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat akut maupun kronik 5.1.5 Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dapat dilakukan dengan debridemen, balutan (dressing), mengurangi beban (offloading), tindakan penutupan luka (skin graft), revaskularisasi (bypass) dan amputasi kaki. 5.1.6 Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dengan balutan dilakukan untuk mengurangi infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. 5.1.7 Perawatan ulkus kaki diabetikum dengan madu dilakukan karena madu memiliki berbagai sifat yang dapat mempercepat penyembuhan luka. sifat madu antara lain anti-mikroba, antibiotik, anti-oksidan, moist/lembab yang dapat berperan sebagai agen autolitik, agen yang dapat mengurangi aroma tidak sedap yang dihasilkan oleh luka dan memiliki osmotik yang tinggi sehingga sangat baik untuk proses penyembuhan luka. 5.1.8 Efektivitas perawatan luka dengan madu ditandai dengan hilangnya aroma tidak sedap dari luka, berkurangnya slough, dan hilangnya tanda-tanda infeksi (inflamasi). Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 72 5.2 SARAN 5.2.1 Rumah sakit Saran untuk RS selaku pemberi pelayanan kesehatan dapat mengimplementasikan hasil penelitian ini di ruang rawat. serta rumah sakit dapat memberikan perawatan holistik dengan memberikan penkes kepada klien sesuai dengan kebutuhan. 5.2.2 Pendidikan Saran untuk pendidikan untuk terus memberikan tugas karya ilmiah diakhir periode, agar mahasiswa terbiasa melakukan penelitian sederhana seperti ini sehingga ketika mahasiswa sudah lulus dan menjadi perawat terbiasa untuk melakukan ini kepada pasien yang dirawat yang pada akhirnya akan memperbanyak evidence based terkait teori-teori yang ada. 5.2.3 Penelitian selanjutnya Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian dengan membandingkan keefektifitasan perawatan luka dengan madu dengan bahan alami lain. Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 73 DAFTAR PUSTAKA Acton, C., & Dunwoody, G.(2008).The use of medical grade honey in clinical practice. British Journal of Nursing, 2008, vol 17 No 20 Aji, H. (2011). Gambaran klinis dan laboratoris pada anak DM tipe 1. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26, No. 4, Agustus 2011. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang Al-Fady, M.F.(2014). Perbedaan efektifitas perawatan luka menggunakan madu da sofratule terhadap proses penyembuhan lukadiabeteik pada klien DM di wilayah kerja puskesmas Rambipuji Jember. http://hdl.handle.net/123456789/15500. diunduh tanggal 5 juli 23.00 wib Al-Waili, N.S., Salom, K., & Al-Ghamdi, A, A.(2011).Honey for wound healing, ulcer, and burn; data supporting its use in clinical practice. The scientific journal (2011) 11, 766-787 DOI 10.1100/tsw.2011.78 Anderson. E. T & McFalane. J. (2007). Community as partner (theory and practice in nursing. Philadelphia: Lippincott Anonim. skin integrity and wound healing, preventing and management of pressure ulcers .http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/i_nurse/classes_stud/BSN %20%284year%29%20Program/Full%20time%20study/Third%20year/Inte grate%20Nursing%20Practicum/26.%20Skin%20Integrity%20and%20Wou nd%20Care%20Preventing%20and%20Management%20of%20Pressure%2 0Ulcers.htm di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib Anonym. Wild honey: Difference wild honey and farm http://lovetheprimlook.blogspot.com/2014/02/wild-honey.html honey. diunduh pada 27 juni 2014 jam 11.00 wib Badan Pusat Statistik Nasional. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indo nesia_2010-2035.pdf diunduh pada 2 juli 2014 jam 15.10 wib Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 74 Chadwick, P., Edmonds, M., McCardle, J., & Armstrong, D.(2013). Interntional best practice guidlines: wound management in diabetic foot ulcers. Wound international, 2013. www.woundsinternational.com Darmowidjojo et al.(20). Hidup sehat dengan diabetes: panduan bagi penyandang diabetes , keluarga, dan petugas kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Delaune, S. C. & Ladner, P.K. (2011). Fundamental of nursing: standards & practice. 4 Ed. USA: Delmar cengage learning Diah, A., Sundoro, A., & Sudjatmiko, G. (2012). Wound healing experimental: antibacterial activity of indonesian local honey against strains of P. Aeruginosa, S, Aureus, dan MRSA. Jurnal Plastik Rekonstruksi. www.JPRJournal.com Dworatzek, P.D., et al. (2013).Nutrition Therapy. canadian diabetes journal 37 (2013) s45-s55 Ekoe, J-M., Punthakee, Z., Ransom, T., Prebtani, A., & Goldenberg, R.(2013) Screaning for type 1 and type 2 diabetes. Clinical Practice Guidelines. Canadian Journal of Diabetes 37 (2013) S12-S15 Goldenberg, R. & Punthakee, Z. Definition classification and diagnosis of diabetes, prediabetes, and metabolic disorder syndrome. Canadian journal of diabetes 37 (2013) S8-S11 Hooulden, R., Capes, S., Clement, M., & Miller, D. (2013) .In-Hospital management of diabetes. Canadian Journal Diabetes 37 (2013) S77-S81 http://www.nhsgrampian.org/guidelines/diabetes/topics/Figu1UnivOfTexaClasSys tForDiabFo.html http://www.nhsgrampian.org/guidelines/diabetes/topics/Table1IDSAGuidelines.ht ml di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib https://www.atrainceu.com/course-module/1473406-57_assessment-of-woundsmodule-07 di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib Kaku, K. (2010) Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. Japan Medical Association of Journal 53 (1):41-46. 2010 Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 75 Katona, P., & Katona-Apte, J. (2008).The interaction between nutrition and infection. Clinical Practice published 4 April 2008. http://cid.oxfordjournals.org/content/46/10/1582.full.pdf+html diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 jam 10.55 WIB Keban, S.A., Purnomo, L.B., dan Mustofa. (2013).Evaluasi hasil edukasi farmasis pada klien diabetes melitus tipe 2 di RS Dr Sardjito Yogjakarta. Ilmu farmasi. Fakultas Farmasi Universitas pancasila http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/2009211057136904063920May20 13.pdf diunduh pada tanggal 5 juli 2014 jam 14.17 wib Kilham, Crist (2012). Manuka honey: topical aid for enhancement and healing. http://www.foxnews.com/health/2012/02/28/manuka-honey-topical-aid-forskin-enhancement-and-healing/ diunduh tanggal 5 juli 2014 jam 24.00 wib Lipsky, B.A et al. (2012) infectious diseases society of America clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections. IDSA Guideline for diabetic foot infection. CID 2012:54 maddocks, S.E., Lopez, M.S., Rowlands, R.S. & Cooper, R.A. (2011). Manuka honey inhibits the development of Streptococcus pyogenes biofilms and causes reduced expression of two fibronectin binding proteins . http://mic.sgmjournals.org/content/early/2012/01/31/mic.0.0539590.abstract. diunduh tanggal 5 juli 2014 jam 24.00 wib Medialink. Fluid, Electrolite, and acid-base balance. http://www.mineralmed.com.pt/documentos/pdf/1ee47801-cbe9-49ce-89275317467f7ea6.pdf. diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 jam 12.20 Metropostonline, 27 september 2011 jam 19.54 wib. Diabetes penyebab kematian terbesar ke-3 di Indonesia. http://www.metropostonline.com/2011/10/diabetes-penyebab-kematianterbesar-ke.html. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 13.00 WIB Molan, P.C.(1998). a brief review of the use of honey as a clinical dressing" the evidence for honey promoting wound healing". the australian journal of wound management 6 (4) 148-158 (1998) Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 76 Molan, P.C.The evidance and the rationale for the use of honey as wound healing. wound practice and research vol 19 (2011) Oyibo, S. O., et al. (2001) .A comparison of two type diabetic foot ulcer classification systems.: the wagner and the university of Texas wound classification systems. Diabetic care vo 24 numb 1 January 2001 Power Indonesia. How to choose native honey. http://www.freshhoneyherbs.com/eng/articles/bagaimana_memilih_madu_asli.html diunduh pada 27 juni 2014 jam 11.00 wib Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Ed. 6. Vol 2. Jakarta: EGC Pusat Data dan Informasi Depkes RI. Buletin Jendela: Data dan informasi penyakit tidak menular. ISSN 2088:270x semester http://www.depkes.go.id/downloads/BULETIN%20PTM.pdf II-2012. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 17.00 WIB Raymond, B & Sudjatmiko, G.(2012). Wound healing experimental: standardization of honey aplication on acute partial thickness wound. . Jurnal Plastik Rekonstruksi. www.JPRJournal.com Rosenberg, L., Torre, J., Paletta, C, Talavera, F, Stadelmann, W., Slenkovich, N, et al. wound healing, growht factor may 2012 (online) available from URL http://www.emedicine.com/plastic/topic457.htm Shepherd A (2011) Measuring and managing fluid balance. Nursing Times; 107: 28, 12-16. http://www.nursingtimes.net/Journals/1/Files/2011/8/1/Fluid%20balanceCor r.pdf.pdf diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 jam 12.20 Silvercrest Center for Nursing and Rehabilitation http://www.silvercrest.org/silvercrest_wound_care.php di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib Singh, S., Pai, D.R., & Yuhhui, C. Diabetic foot ulcer-Diagnosis and management. Clinical research on foot & ankle 1: 120. Doi:10.4172/2329910X.1000120 Skin graft http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3401/1/08E00894.pdf Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 77 Sluik, D., et al. Lifestyle factor and mortality risk in individuals with diabetes mellitus: are the associations different from those in individuals without diabetes?. Journal of Diabetologia. 2013. DOI 10.1007/s00125-013-3074-y Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar: keperawatan medikal-bedah brunner & suddarth. Ed 8, vol 2, Jakarta: EGC Sumangkut, S. Supit, W., & Onibala, F.(2013). Hubungan pola makan dengan kejadian penyakit DM tipe 2 di poli interna BLU RSUP PROF DR R.D. Kandou Mando. Ejournal keperawatan (eKP) Vol 1 No 1 Agustus 2013. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran. Universitas Samratulangi Manado. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2235/1792 Sumpio, B. E., Schroeder, S.M., & Blume, P.A. (2005). Etiology and management of foot ulceration dalam The wound management manual oleh Bok Y lee. Singapura: The McGraw-Hill Companies Surantono, A.(2004).Khasiat dan manfaat madu herbal. Depok: PT angromedia pustaka. Ebook.http://books.google.co.id/books?id=_SXMyIahpk8C&printsec=front cover&dq=madu&hl=en&sa=X&ei=TIm1UOFLc2IuATCsoHoAQ&ved=0 CCIQ6AEwBA#v=onepage&q=madu&f=false Tambayong, D.(2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC Unger, J.(2007). Diabetes management in primary care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a wolters kluwer UURI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1. http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan. pdf. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 11.00 WIB WHO. Preamble to the Constitution of the World Health Organization as adopted by the International Health Conference, New York, 19-22 June, 1946. http://www.who.int/about/definition/en/print.html. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 11.00 WIB Wicaksono , R. P. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2: Studi kasus di poliklinik penyakit dalam Rs Dr Karyadi. Artikel hasil Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 78 penelitian Karya Ilmiah. Sarjana kedokteran-Fakultas Ilmu kedokteran Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/37123/1/Radio_P.W.pdf di unduh pada tanggal 3 juli 2014 Universitas Indonesia Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Analisis Data Data DS: mengatakan haus dan lemah DO: Haluaran urin (±1900 cc/24jam) GDS 455 gr/dl CRT < 3 detik Bibir kering Ht 30% (menurun) Suhu tubuh 37,50 C Urin lebih pekat warna kuning keruh , Status mental compos mentis TD 150/90 mmHg (tinggi) Nadi 89 x/menit, kuat, reguler Turgor kulit normal DS: mengatakan mual, ingin muntah DO: A (Antropometri) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila 25 cm (normal) B (Biokimia) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl; leukosit 1300 /ul; aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4 gr/dl C (clinical): Penurunan berat badan (10 kg dalam 2 bulan) Membran mukosa pucat Tonus otot menurun Konjungtiva mata anemis Etiologi hiperglikem ia glikosuria Volume urin Masalah Keperawatan Kekurangan volume cairan Osmolalitas urin Diuresis osmotik poliuri a Kekurangan volume cairan Defisiensi insulin Penurunan intake oral Glukosa vaskular ↑ infeksi Hipermetabolisme Kekurangan glukosa tingkat sel Glikolisis & lipolisis ↑ Penurunan BB Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh D (Diet): sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi lambung, melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak. DS: kemaren sempat panas badannya, penyakit kronis DM DO: Kerusakan integritas kulit yang luka ulkus diabetikum wagner grade 3 pedis dekstra tampak luka dengan slough bau sedang ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm tepi luka nekrotik tidak ada neuropati, teraba hangat warna merah di sekitar luka terdapat edema di pedis dekstra Leukosit 13000 /ul Hb 6,6 g/dl, GDS 455 g/dl Hiperglikemi penurunan sistem imunitas Suplai O2 & nutrien ke jaringan berkurang neuropati Gangguan vaskuler Penurunan sensori Gesekan atau tekanan Luka Penyembu han lama Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Risiko infeksi Risiko perluasan infeksi RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn. Y Diagnosa medis : Ulkus Pedis dekstra, hiperglikemia pada DM tipe 2, Anemiapada CKD stage 2, Diagnosa keperawatan : 1. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme pada infeksi 3. Risiko perluasan infeksi b.d kerusakan integritas jaringan kulit 1. Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan b.d hiperglikemia yang menyebabkan diuresis osmotik Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 jam, masalah kekurangan volume cairan dapat teratasi Kriteria hasil: Hidrasi adekuat ditandai dengan tanda vital dalam nilai yang normal, palpasi denyut arteri kuat, turgor kulit dan pengisian kapiler membaik dan terjadi keseimbangan elektrolit. Intervensi keperawatan No Intervensi 1 Rasional kaji penyebab, intensitas dan durasi Membantu dalam memperkirakan dari adanya muntah dan jumlah kehilangan cairan. Gejala pengeluaran urin yang berlebih yang dirasakan mungkin dapat berbeda dari jam maupun dalam sehari. Adanya infeksi dapat menyebabkan deman dan peningkatan metabolisme sehingga Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 memungkinkan iwl (insensibl water loss) meningkat 2 monitoring tanda vital Hipovolemia ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah penurunan tekanan darah dan pola pernapasan misal pernapasan peningkatan denyut jantung. kussmaul, bau napas aseton kualitas dan kecepatan Keparahan hipovolemia ditandai dengan penurunan tekanan sistolik pernapasan; penggunaan otot sebesar 10 mmhg saat pengukuran bantu napas, kejadian gagal napas berbaring ke pengukuran (apnea), dan munculnya sianosis duduk/berdiri. suhu dan kelembaban/warna kulit Kompensasi adannya alkalosis pada ketoasidosis dengan mengeluarkan co2 melalui pernapasan. Kompensasi kondisi hiperglikemia dan asidosis menyebabkan perubahan pola pernapasan. Kegagalan kompensasi menyebabkan terjadinya sianosis dan kelemahan. Proses infeksi seperti munculnya demam, menggigil, dan diaforesis memiliki risiko terjadinya dehidrasi. 3 4 kaji pulsasi perifer, capillary refill, indikator level hidrasi dan keadekuatan turgor kulit, dan membran mukosa. volume sirkulasi monitor balance cairan (Intake & memperkirakan penggantian volume Output) yang dibutuhkan, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi 5 Pertahankan asupan cairan sesuai manajemen hidrasi/volume sirkulasi batas toleransi 6 Ajurkan penggunaan kateter keakuratan pengukuran jumlah urin 7 kolaborasi pemberian terapi cairan caiaran isotonik berfungsi untuk Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 8 isotonik mengganti cairan yang hilang kolaborasi pemberian transfusi meningkatkan Hb dan mengganti darah darah yang hilang melalui perdarahan gastrointestinal 9 2. manajemen hiperglikemi Diagnosa keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme pada infeksi Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 4 x 24 jam ketidakseimbangan nutrisi pada pasien dapat teratasi Kriteria hasil: Tidak terjadi penurunan berat badan. Penggunaan glukosa oleh sel adekuat ditandai dengan kadar glukosa plasma dalam nilai normal. Asupan kalori sesuai dengan yang dibutuhkan Intevensi : No Intervensi Rasional 1 kaji program diet sehari-hari identifikasi kekurangan dan perbedaan bandngkan dengan intake saat ini dari terapi yang dibutuhkan auskultasi suara bowel/ bising usus. hiperglikemia dan gangguan Laporkan nyeri pada abdomen, keseimbangan cairan dan elektrolit mual dan muntah. anjurkan NPO dapat menurunkan motilitas/fungsi jika diindikasikan lambung, dapat digunakan sebagai 2 pertimbangan intake yang harus diberikan. 3 berikan cairan yang berisi nutrisi rute oral lebih baik jika klien sudah dan elektrolit sesuai toleransi klien, menunjukkan kembalinya fungsi bowel selanjutnya dapat diproses menjadi lebih padat/solid Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 4 identifikasi makanan kesukaan kesukaan terhadap suatu makanan memberikan motivasi untuk meningkatkan asupan oral 5 observasi tanda hipoglikemi seperti saaat karbohidrat mulai dimetabolisme penurunan kesadaran, kulit dingin, lagi (kadar glukosa turun) setelah pulsasi meningkat, rasa lapar, pemberian insulin, hipoglikemia dapat iritabilitas, ansietas, kepala pusing, terjadi. Jika klien dalam keaadaan penglihatan kabur, dan gemetaran koma, kondisi hipoglikemia akan terjadi tanpa adanya tanda yang muncul sehingga harus benar-benar di awasi dan mendapatkan protokol penangan secara cepat. 6 monitoring kadar glukosa darah analisa dengan menggunakan serum menggunakan finger stick testing glukosa lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan glukosa dalam urin. Kadar glukosa dalam urin tidak cukup mendeteksi fluktuasi glukosa dalam pembuuh darah karena hal ini juga dipengaruhi oleh fungsi ginjal. 7 kolaborasi: pemberian insulin pemberian insulin memfasilitrasi reguler sliding scale kelipatan 5 metabolisme karbohidrat dan mengurangi insiden hipoglikemia. Sliding scle digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat 8 3. kolaborasi pemberian medikasi medikasi berguna untuk mengatasi sesuai indikasi gejala yang dirasakan. Diagnosa keperawatan: Risiko perluasan infeksi b.d kerusakan integritas jaringan kulit terinfeksi Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Tujun : setalah dilakukan intervensi keperawatan selama 4x24 jam tidak terjadi perluasan infeksi Kriteria hasil: Tidak terjadi perluasan infeksi/infeksi berkurang ditandai dengan leukosit dalam batas normal, jumlah slough berkurang, tidak terjadi perburukan luka Menunjukkan perilaku untuk mencegah infeksi Intervensi No Intervensi Rasional Kontrol Infeksi 1 bersihkan lingkungan setelah memutus rantai infeksi dipakai pasien lain (ganti linen) 2 membatasi pengunjung bila mengurangi risiko infeksi yanng berasal diperlukan dari lingkungan luar RS intruksikan kepada pengunjung dan memutus rantai infeksi baik dari penunggu untuk melakukan pengunjung/penunggu ke pasien maupun kebersihan tangan 6 benar dari pasien ke pengunjung//penunggu 4 kebersihan tangan 5 moment memutus rantai infeksi 5 pertahankan lingkungan dan alat memutus rantai infeksi 3 yang aseptik selama melakukan tindakan 6 ganti IV line setelah penggunaan mengurangi risiko penggunaan alat 3x24 jam atau jika ada tanda medis menjadi media infeksi flebitis (bengkak, merah, nyeri) dan kateter intermitten 7x24 jam atau jika ada indikasi infeksi saluran kemih 7 kolaborasi pemberian antibiotik sebagai agen untuk melindungi dari infeksi Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 proteksi terhadap infeksi 1 2 3 monitoring tanda dan gejala infeksi pasien mungkin datang sudah dengan sistemik dan lokal infeksi sehingga terus pantau monitoring pemeriksaan peningkatan leukosit sebagai salah satu laboratorium indikator terjadinya infeksi berikan perawatan pada area sekitar perawatan luka secara teratur dapat luka (1-2 kali sehari) mengurangi kejadian infeksi dan mencegah perluasan 4 lakukan monitoring dan perbaikan amupun perburukan kondisi pemeriksaan luka setiap hari luka diamati dari luas, kedalaman, warna, ada tidaknya eksudat, slough, jaringan nekrotik, edema, kemerahan, dan suhu sekitar luka Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 CATATAN PERKEMBANGAN Nama Pasien : Tn. Yahman Diagnosa medis : Ulkus Pedis dekstra, hiperglikemia pada DM tipe 2, Anemia pada CKD stage 2 Ruang perawatan : kamar 611 Lantai 6 PU RSPAD Gatot Soebroto Hari/ Tanggal Rabu, Implementasi Memperkenalkan diri bahwa akan SOAP Subjektif: 07/05/14 merawat klien selama satu minggu ke lemes (+), sedikit pusing, mual (+) shift depan nyeri (+) saat dibersihkan lukanya, pagi Melalukan hand hygiene tidak dapat mengidentifikasi skala Monitoring tanda-tanda infeksi pada nyeri, belum pernah diajarkan luka (awasi jika ada kemerahan, suhu bagaimaa langkah-langkah cuci hangat di sekitar luka, edema, bau, tangan, BAB hitam sebelum masuk adanya pus, warna luka, laboratorium; RS. leukosit) Melakukan pengkajian terhadap luka Melakukan cuci tangan sebelum perawatan luka Melakukan perawatan luka Menginstruksikan tarik napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri Memberikan oil pada kulit kaki sekitar luka Menganti linen Mengajarkan kebersihan tangan 6 benar kepada penunggu klien Monitoring kemungkinan pengeluaran cairan (melena atau muntah) Monitoring tanda-tanda dehidrasi Objektif: Muka meringis, mengikuti instruksi tarik napas dalam, selanjutnya klien melakukan sendiri tanpa instruksi Pengkajian terhadap luka ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, eksudat sedikt, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-), teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI sinistra (angkle Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 (TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT, brachial indeks) nilai 0,93 (Tekanan turgor kulit, kelembaban kulit) sistolik brachial 150 mmHg, dan Kolaborasi: memberikan terapi cairan Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl 0,9% tekanan sistolik dorsalis pedis 140 mmHg). per 12 jam Kolaborasi: pemberian medikasi untuk mengurangni gejala gastrointestinal (sucralfat, omeperazole )dan pemberian antibiotik (ceftriaxone, metronidazole) Memasang NGT untuk mengalirkan isi lambung sesuai instruksi Edukasi boleh minum walaupun puasa Kolaborasi pemberian transfusi darah 184 cc golongan darah O Melakukan balance cairan klasifikasi luka: wagner 3 kulit sekitar tampak mengelupas, dan kering. leukosit 13000 µL TD 150/90 mmHg, N: 89 x/mnt, RR 20 x/mnt, terpasang nasal kanul 2 l/mnt, Suhu 37,60C, kulit sedikit lembab, CRT <3detik, bibir kering, klien sedang di puasakan, terpasang Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl 0,9% per 12 jam Hb 6,6 gr/dl , transfusi PRC 184 cc gol darah O Balance cairan output/8 jam : urin 800 cc, IWL 200 cc. Input/8 jam: transfusi 184 cc, Nacl 3% per 24 jam 166 cc/8 jam, Nacl 0.9% per 12 jam 333 cc/8 jam, oral 200 cc. BC= I-O= 883-1000= -117 cc Analisis: Risiko perluasan infeksi Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Kekurangan volume cairan Planning: 1. Lakukan tindakan kontrol dan proteksi infeksi 2. Ganti balutan 12-24 jam sekali atau sesuai indikasi. 3. Support luka dengan moist 4. Konsul ke bdah vaskular/plastik 5. Rehidrasi 6. Balance cairan 7. Lanjutkan transfusi target Hb 10 gr/dl 8. Lanjutkan medikasi antibiotik dan pengurang gejala gastrointestinal kamis, Melalukan hand hygiene subjektif: 08/04/14 Monitoring tanda-tanda infeksi pada lemes (+), sedikit pusing, mual (+), shift luka (awasi jika ada kemerahan, suhu minta lepas NGT tidak nyaman, pagi hangat di sekitar luka, edema, bau, tangannya perih di bagian infus. adanya pus, warna luka, laboratorium; leukosit) objektif: Melakukan pengkajian terhadap luka Pengkajian terhadap luka Melakukan cuci tangan sebelum ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 perawatan luka di pedis dekstra, tampak luka dengan Melakukan perawatan luka slough berkurang, bau berkurang, Memberikan oil pada kulit kaki ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka sekitar luka meluas di bawah kulit dengan kedalam Menganti linen ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati Mengganti iv line karena flebitis Monitoring tanda-tanda dehidrasi (TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT, turgor kulit, kelembaban kulit) (-), teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI dekstra (angkle brachial indeks) nilai Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Kolaborasi: memberikan terapi cairan Nacl 0,9% per 8 jam Kolaborasi: pemberian medikasi 1,07(Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, sistolik tibia posterior dekstra 140) untuk mengurangni gejala gastrointestinal (sucralfat, omeperazole )dan pemberian antibiotik (ceftriaxone, metronidazole) Melepas NGT Pasien mulai diet biasa Pemberian insulin 6-6-0 Mengajarkan penyuntikan insulin Memberikan makan selagi hangat dan memotivasi untuk menghabiskan makanan selama mendapat insulin Memantau tanda-tanda hipoglikemia Melakukan finger stick test menggunakan one touch Melakukan balance cairan leukosit meningkat menjadi 14790 µL (tgl 07/05/2014) Hb 7,4 gr/dl (naik dari hari pertama) Tangan kanan tempat penusukan iv line bengkak, merah, dan hangat. TD 150/100 mmHg, N: 80 x/mnt, RR 17 x/mnt, terpasang nasal kanul 2 l/mnt, Suhu 370C, kulit sedikit lembab, CRT <3detik, bibir kering, terpasang Nacl 0,9% per 8 jam NGT telah dilepas, klien dapat makan lewat oral diit biasa. Diit yang dberikan dimakan habis. Tanda-tada hipoglikemia penurunan kesadaran (-), kulit dingin (-), pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-), iritabilitas (-), ansietas (-), kepala pusing (-), penglihatan kabur (-), dan gemetaran(-). Hasil pemeriksaan GDS menggunakan one touch 240 gr/dl Balance cairan Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 output/8 jam : urin 1000 cc, IWL 200 cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8 jam 500 cc/8 jam, oral susu 400 cc air putih 250 cc. BC= I-O= 11501200 = -50 cc Analisis: Risiko perluasan infeksi Kekurangan volume cairan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Planning: 1. Lakukan tindakan kontrol dan proteksi infeksi 2. Ganti balutan 12-24 jam sekali atau sesuai indikasi. 3. Support luka dengan moist 4. Rehidrasi 5. Balance cairan 6. Dinas siang: transfusi darah, darah sudah ada di bank darah 7. Lanjutkan medikasi antibiotik dan pengurang gejala gastrointestinal 8. Monitoring tanda hipoglikemi, motivasi menghasbiskan makan setelah penyuntikan insulin Jumat, Melalukan hand hygiene subjektif: 09/05/14 Monitoring tanda-tanda infeksi suhu lemes (+), pusing (+), mual (-), shift perdarahan (-), BAB hitam (-) diare (- siang tubuh dan leukosit Memberikan oil pada kulit kaki ), muntah (-), mengatakan dokter Monitoring tanda-tanda dehidrasi bedah sudah ganti balutan akan (TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT, direncanakan untuk di bersihkan di turgor kulit, kelembaban kulit) ruang operasi. Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Kolaborasi: memberikan terapi cairan Nacl 0,9% per 8 jam objektif: TD 140/90 mmHg, N: 86 x/mnt, RR Kolaborasi pemberian transfusi darah 18 x/mnt, nasal kanul dilepas, sesak Pemberian insulin 4-4-0 (-), Suhu 35,80C, kulit sedikit Memandu dan mengawasi lembab, CRT <3detik, bibir lembab, penyuntikan insulin oleh keluarga Memberikan makan selagi hangat dan terpasang Nacl 0,9% per 8 jam Hb 6,9 gr/dl memotivasi untuk menghabiskan Leukosit 9000 µl makanan selama mendapat insulin Hasil pemeriksaan GDS 198 gr/dl Memantau tanda-tanda hipoglikemia Tanda-tada hipoglikemia penurunan Mengambil pemeriksaan darah GDS kesadaran (-), kulit dingin (-), Melakukan balance cairan pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-), Kolaborasi: pemberian medikasi iritabilitas (-), ansietas (-), kepala untuk mengurangi gejala pusing (-), penglihatan kabur (-), dan gastrointestinal (sucralfat, gemetaran(-). omeperazole )dan pemberian Makanan dihabiskan antibiotik (ceftriaxone, metronidazole) Transfusi diberikan PRC 184 cc golongan darah O Balance cairan output/8 jam : urin 950 cc, IWL 200 cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8 jam 500 cc/8 jam, oral air putih 700 cc. BC= I-O= 1200-1150 = +50 cc Analisis: Risiko perluasan infeksi Kekurangan volume cairan (teratasi) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Planning: 1. Lakukan tindakan kontrol dan Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 proteksi infeksi 2. Maintenance cairan 3. Balance cairan 4. lanjutkan transfusi darah 5. Lanjutkan medikasi antibiotik dan pengurang gejala gastrointestinal 6. Monitoring tanda hipoglikemi, motivasi menghabiskan makan setelah penyuntikan insulin sabtu, Melalukan hand hygiene notes: ganti balutan sudah dilalukan pada shift pagi. Subjektif: 10/05/14 Kolaborasi: memberikan terapi cairan lemas (-), pusing (-), mual (-), tidak shift ada keluhan, mengatakan mulut lebih malam Nacl 0,9% per 8 jam Kolaborasi pemberian transfusi darah segar. Mengambil pemeriksaan darah GDS Melakukan balance cairan Objektif: Kolaborasi: pemberian medikasi Hb 8,5 gr/dl (tgl 09/05/14) untuk mengurangi gejala Leukosit 7900 ul (tgl 09/05/14) gastrointestinal (sucralfat, GDS 156 gr/dl (tgl 09/05/14) omeperazole )dan pemberian Tanda-tanda hipoglikemia antibiotik (ceftriaxone, metronidazole Melakukan cuci tangan sebelum perawatan luka penurunan kesadaran (-), kulit dingin (-), pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-), iritabilitas (-), ansietas (-), kepala Melakukan pengkajian terhadap luka pusing (-), penglihatan kabur (-), dan Melakukan perawatan luka dengan gemetaran(-). madu (asisten dokter vaskular) Membantu kebersihan oral (oral hygiene) Memberikan suntikan insulin 4-4-0 Memotivasi untuk menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh Pengkajian luka ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough lebih banyak berkurang, bau tidak ada, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 ahli gizi cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-), teraba hangat, hiperpigmentasi sekitar luka, serta edema sangat berkurang di pedis dekstra. Balance cairan: output/8 jam : urin 700 cc, IWL 100 cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8 jam 500 cc/8 jam, oral air putih 400 cc. BC= I-O= 900-800 = +100 cc Analisis: Risiko perluasan infeksi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Planning: 1. Lakukan tindakan kontrol dan proteksi infeksi 2. Maintenance cairan 3. Balance cairan 4. lanjutkan transfusi darah Hb target 10 gr/dl 5. Lanjutkan medikasi antibiotik dan pengurang gejala gastrointestinal 6. Monitoring tanda hipoglikemi, motivasi menghabiskan makan setelah penyuntikan insulin senin, pasien menjalani debridement di ruang 19/05/14 operasi selasa, Melalukan hand hygiene 20/05/14 Melakukan TTV Melakukan pengkajian terhadap luka subjektif: keluhan (-), mau pulang saja, rawat jalan, Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Melakukan cuci tangan sebelum perawatan luka Melakukan perawatan luka Memberikan oil pada kulit kaki objektif: TD 130/80 mmHg, Nadi 85 x/menit, RR 17 x/menit, suhu 360C Pengkajian luka sekitar luka ulkus kaki diabetikum wagner grade Menganti linen 2 di pedis dekstra, slough (-), bau (-), Kolaborasi: pemberian medikasi ukuran luka ± 14 x 9,5 cm, tepi luka untuk mengurangni gejala nekrotik (-), neuropati (-), tampak gastrointestinal (sucralfat, tendon didasar luka, hiperpigmentasi omeperazole) dan pemberian disekitar luka, suhu sama dengan antibiotik (ceftriaxone, metronidazole) kulit sekitar, edem jari-jari pedis Memberikan suntikan insulin 3 unit dekstra. Memotivasi untuk menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh ahli gizi Memantau tanda hipoglikemia Tanda-tanda hipoglikemia penurunan kesadaran (-), kulit dingin (-), pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-), iritabilitas (-), ansietas (-), kepala pusing (-), penglihatan kabur (-), dan gemetaran(-). GDS 146 gr/dl Analisis: Risiko infeksi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Planning: Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 1. Lakukan tindakan kontrol dan proteksi infeksi 2. Lanjutkan medikasi antibiotik 3. motivasi menghabiskan makan setelah penyuntikan insulin 4. pantau tanda-tanda hipoglikemi 5. discharge planning perawatan luka rabu, discharge planning perawatan luka 21/05/14 mengucapkan salam kontrak waktu mengevaluasi pengetahuan keluarga Subjektif: menyetujui untuk belajar bagaimana perawatan luka keluarga mengerti “sudah paham terkait perawatan luka karena setiap hari memperhatikan memberikan reinforcement positif bagaimana cara perawatan yang atas pengetahuan keluarga yang dilakukan” benar menjelaskan hal-hal yang harus di Objektif: ketahui untuk perawatan luka menyebutkan kembali sesuai di leaflet ― alat-alat yang perlu disiapkan alat-alat yang perlu disiapkan ― persiapan yang harus dilakukan persiapan yang harus dilakukan ― prosedur/langkah-langkah prosedur/langkah-langkah ― kapan harus dibawa ke tenaga kapan harus dibawa ke tenaga medis yang berkompeten (tanda- medis yang berkompeten (tanda- tanda infeksi) tanda infeksi) nutrisi untuk proses penyembuhan luka mengevaluasi kembali cuci tangan 6 nutrisi untuk proses penyembuhan luka faktor pendukung: benar istri tingkat pendidikan S1, anak melakukan evaluasi terkait bekerja di apotek RS swasta pemahaman keluarga Analisis: Defisit pengetahuan terkait proses perawatan luka Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Planning: lakukan perawatan luka sesuai yang sudah diajarkan 1 kali sehari menjaga kebersihan tangan saat akan melakukan perawatan luka kontrol ke dokter sesuai yang sudah dijadwalkan jika terjadi infeksi segera hubungi petugas kesehatan kontrol glukosa darah (penyuntikan insulin) waspadai hipoglikemia saat penyuntikan insulin jika tidak diikuti asupan makanan yang adekuat konsumsi obat sesuai jadwal, habiskan antibiotik Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Asupan nutrisi yang Nutrisi Penyembuhan Luka seimbang, terutama protein bagus untuk penyembuhan luka Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI 2014 NUTRISI UNTUK PENYEMBUHAN LUKA Pentingnya asupan gizi yang baik pada pasien dengan luka/pasca operasi merupakan pondasi untuk proses penyembuhan lebih cepat. Nutrisi yang baik akan memfasilitasi peyembuhan, dan menghambat atau b ahkan meng hind ari keadaan malnutrisi (Williams dan Leaper 2000). Dukungan nutrisi sangat penting bagi perawatan pasien mengingat kebutuhan pasien akan nutrisi bervariasi, maka dibutuhkan diet (pengaturan makan). JENIS-JENIS Protein Mineral Protein dan asam amino baik untuk pembentukan sel baru sehingga sel yang rusak dapat segera diganti dengan sel yang abru sehingga akan mempercepat penyembuhan luka. Sumber: keju, kacang-kacangan, putih telur, ikan gabus, dan ikan lele. Seng juga memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan bakteri, dan terlibat dalam respon imun Lemak Sebagai pelarut vitamin (A,D,E,&K) yang berfungsi dalam pembentukan sel baru. Sumber makanan minyak bunga matahari, minyak zaitun, alpukat, salmon, tuna Vitamin Vitamin A pembentukan kolagen dan pembelahan sel B-komplek membantu menghasilkan energy dari metabolism karbohidrat Vitamin C terlibat dalam pembentukan serat kolagen dan memperkuat jaringan baru. Vitamin K pembentukan thrombin untuk menghentikan perdarahan Karbohidrat Sebagai sumber energy bagi tubuh, karena saat fase penyembuhan luka dibutuhkan energy yang cukup. Jika asupan karbohidrat kurang maka tubuh akan memecah protein dalam tubuh. Padahal protein sangat penting untuk proses pembentukan sel baru. Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Sumber makanan: daging merah (sapi,kambing) ikan dan hasil laut, kacangkacangan, susu Zat Besi/Fe , jika terjadi kekuranngan fe maka berpengaruh terhadap penundaan penyembuhan luka. Sumber makanan : ikan dan hasil laut, daging merah, kacang, telur PERAWATAN LUKA ULKUS DIABETIKUM CUCI TANGAN Perawatan luka yang baik akan mempercepat penyembuhan luka… FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI 2014 Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 PERAWATAN LUKA ULKUS TUJUAN PERAWATAN LUKA Membersihkan luka Mencegah infeksi Mempercepat penyembuhan luka 3. Mencuci tangan 6 benar TANDA-TANDA INFEKSI PADA LUKA 4. Memakai sarung tangan bersih 1. Kulit sekeliling menjadi panas/hangat 5. Melepas balutan kasa (jika lengket lembabkan dengan Nacl 0,9%) 2. Terasa amat nyeri di area luka 3. Kulit sekeliling menjadi lebih merah 4. Area luka menjadi bengkak 5. Adanya nanah 6. Luka berwarna hijau 7. Muncul aroma yang menyengat 6. Ambil kassa secukupnya dan basahi dengan Nacl 0,9%, gunakan untuk membersihkan daerah luka (jika bagian kassa sudah kotor, ganti dengan kassa baru) 7. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi 8. Ganti sarung tangan HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PERAWATAN LUKA Menjaga kebersihan tangan (6 benar) dan peralatan yang akan digunakan (mensterilkan jika tidak ada merebut peralatan yang akan digunakan pada air mendidih) Mempersiapkan peralatan yang di butuhkan (kom kecil pinset, sarung tangan, NacL 0,9% atau air steril lain, kassa, madu, plester) LANGKAH-LANGKAH 1. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan 2. Meletakkan di dekat jangkaun 9. Oleskan madu pada permukaan yang sudah dibersihkan 10. Lumuri kassa baru dengan menggunakan madu JIKA DITEMUKAN TANDA-TANDA INFEKSI DI ATAS SEGERA HUBUNGI 11. Tempelkan kassa di permukaan luka PETUGAS KESEHATAN/KE RUMAH SAKIT 12. Kemudian tutup dengan kassa kering sampai tertutup rapi UNTUK MENDAPAT PERTOLONGAN DAN 13. Berikan plaster untuk merekatkan kassa 14. Bereskan alat dengan desinfektan (bias menggunakan pemutih pakaian) 15. Lepas sarung tangan 16. Cuci tangan menggunakan sabun (6 langkah) Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 PERAWATAN LEBIH LANJUT Lampiran hasil penelitian Acton & Dunwoody (2008) Gb. 4.1 Gb. 4.2 Gb. 4.3 Gb. 4.4 Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama Lengkap : Sulastri Nama Panggilan : Sulas Tempat, Tanggal lahir: Semarang, 31 Juli 1990 Alamat Asal : Perum Telaga Pasiraya Blok A12 No 10, RT/RW 02/13, Ds sukasari, Kec. Serang Baru, Cikarang-Bekasi Nomor Telepon : 085693698840 Email : [email protected] Jenis kelamin : Perempuan Status Marital : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam TB/BB : 165 cm/ 47 kg Status kesehatan : sangat baik Riwayat pendidikan dan pelatihan Periode 1997-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2013 Sekolah/Institusi/Universitas SDN Cukilan 3, Semarang SMPN 3 Suruh, Semarang SMAN 1 Cikarang Utara Universitas Indonesia 2013-2014 Universitas Indonesia Jurusan IPA Ilmu Keperawatan Ilmu Keperawatan Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014 Jenjang S1 Ners