universitas indonesia analisis perawatan luka ulkus kaki diabetikum

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERAWATAN LUKA ULKUS KAKI DIABETIKUM
MENGGUNAKAN MADU PADA PASIEN DM TIPE 2 DI
RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
(KIA-N)
SULASTRI
0906629712
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERAWATAN LUKA ULKUS KAKI DIABETIKUM
MENGGUNAKAN MADU PADA PASIEN DM TIPE 2 DI
RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
Keperawatan
SULASTRI
0906629712
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014
ii
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Krya ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Sulastri
NPM
: 0906629712
Tanda Tangan:
Tanggal
~'J
: 10 Juli 2014
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
iii
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang,
serta pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah akhir ners yang judul Analisis
Perawatan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Menggunakan Madu pada
Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
dapat selesai tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman
jahiliyah ke zaman islamiah seperti sekarang ini.
Karya ilmiah akhir ners ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Ners keperawatan, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini menemui berbagai hambatan dan
kesulitan. Namun berkat dukungan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini tepat waktu. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini saya ingin menghaturkan rasa hormat dan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra Junaiti Sahar, M.App. Sc., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed selaku pembimbing dalam penyusunan
karya ilmiah akhir ners. Terimakasih untuk motivasi, masukan dan
bimbingan yang telah ibu berikan sehingga saya dapat menyelesaikan
karya ilmiah akhir ners ini.
3. Ibu Fajar Tri Wulayanti, S.Kp., M.Kep, Sp.Kep Anak, IBCLC selaku
pembimbing akademik selama mahasiswa menjalani pendidikan
program sarjana dan profesi di FIK UI sekaligus Koordinator MA
PKKMP dan KIAN serta Penanggung Jawab Profesi/ Sekretaris
Program Studi Ners-FIK UI
4. Ibu Ns. Siti Anisah S.Kp, ETN selaku pembimbing klinik selama
berdinas di RSPAD Gatot Soebroto sekaligus penguji karya ilmiah
akhir ners yang telah membimbing selama proses pembelajaran di RS.
v
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
5. Ibunda Karsiyem selaku orang tua dan Mas Dwi Susanto selaku kakak
kandung, mas Eko Lestari dan seluruh keluarga besar di Salatiga.
Terimakasih atas doa, kasih sayang, materi, dan motivasi yang kalian
berikan. Dukungan kalian menyadarkan saya untuk tidak bermalasmalasan dan tetap bekerja keras.
6. Terimakasih kepada seluruh perawat Lantai 6 PU RSPAD Gatot
Soebroto atas bimbingan selama praktek.
7. Terimakasih Wahyu Hikmah Fadhilah atas dukungan, motivasi,
hiburan, dan bersedia menjadi tempat berkeluh kesah ketika sedang
merasa bosan dan penat.
8. Sahabat saya Eno, Fay, Zia, Pur, Puput, Nissa, Layya, Nia, terimakasih
telah mau berbagi, mengingatkan dan menguatkan, serta seluruh
angkatan 2009.
9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu.
Demikian yang bisa saya sampaikan semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan kalian. Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu
kritik dan saran membangun sangat saya harapkan.
Depok, Juli 2014
Penulis
vi
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
BALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Sulastri
NPM
: 0906629712
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: TImu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti­
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: AnaIisis Perawatan Luka Ulkus
Diabetikum Dengan Menggunakan Madu pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Berserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
mediakanlformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama saya tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat: Depok Pada tanggal: 10 Juli 2014 Yang menyatakan: (
Sulastri
)
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
vii
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Sulastri
: Profesi Ilmu Keperawatan
: Analisis Perawatan Luka Ulkus Diabetikum Dengan Menggunakan
Madu pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto
Wilayah perkotaan merupakan pusat segala aktivitas sosial, pemerintahan, maupun ekonomi yang
dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup seseorang. DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang banyak ditemukan di wilayah perkotaan. Seorang individu dengan DM
memiliki risiko yang tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Tanpa perawatan yang baik, ulkus
kaki diabetikum dapat menyebabkan infeksi meluas dan dilakukan amputasi. Penggunaan madu
dalam perawatan luka ulkus kaki diabetikum sudah banyak terbukti sangat baik karena madu
memiliki berbagai sifat antara antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan kadar osmotik tinggi
sehingga baik untuk penyembuhan luka serta madu dapat meminimalisir bau yang muncul dari
luka a. Evaluasi hasil intervensi pada luka klien tidak tercium aroma tidak sedang, jumlah slough
berkurang, dan tanda-tanda inflamasi tidak menghilang.
Kata kunci: Kota, DM tipe 2, Gaya Hidup, Ulkus kaki diabetikum, perawatan luka dengan madu
viii
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name
Study Programs
Tittle
: Sulastri
: Clinical Stage (Ners Program)
: Analysis of Wound Care Diabetic Ulcers Using Honey in Patients
With Type 2 DM in the Army Central Hospital Gatot Subroto
The urban area is the center of all governance, economic, and social activities, that may affect
change a person's lifestyle. Type 2 diabetes is one of the non-communicable diseases that are
found in urban areas. An individual with diabetes have an increased risk of diabetic foot ulcers.
Without good care, diabetic foot ulcers can lead to widespread infection and amputation. The use
of honey in wound care diabetic foot ulcer has been proven to be very good because honey has
various components such as antimicrobial, antioxidant, anti-inflammatory, and high levels of
osmotic, so honey be good for wound healing. Besides that, honey can minimize arising malodors
from a wound. Evaluation of the results of the intervention on the client does not smell malodor of
the wound, reduced the amount of slough, and no inflammatory signs disappeared.
Keywords: urban, DM tipe 2, lifestyle, diabetic foot ulcer, honey for wound care
ix
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR SKEMA............................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL..................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.. ....................................................................................1
1.1. Latar Belakang. ................................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah. ....................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian.. .......................................................................................... 8
1.3.1. Tujuan Umum............................................................................................ 8
1.3.2. Tujuan Khusus........................................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian.. ......................................................................................... 9
1.4.1. Keilmuan. .................................................................................................. 9
1.4.2. Aplikatif..................................................................................................... 9
BAB 2 TINJAUAN TEORI.................................................................................10
2.1. Keperawatan kesehatan masalah perkotaan. ................................................. 10
2.1.1. Konsep masyarakat urban........................................................................ 10
2.1.2. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat................................. 10
2.2. Diabetes Melitus............................................................................................. 12
2.2.1. Definisi DM............................................................................................. 12
2.2.2. Klasifikasi dan Diagnosa DM. ................................................................ 12
2.2.3. Tanda dan Gejala DM. ............................................................................ 14
2.2.4. Patogenesis DM....................................................................................... 16
2.2.5. Faktor Risiko DM.................................................................................... 17
2.2.6. Penatalaksanaan DM ............................................................................... 18
2.2.7. Komplikasi DM....................................................................................... 21
2.3. Ulkus Kaki Diabetikum. ................................................................................ 24
2.3.1. Definisi Ulkus Kaki Diabetikum ............................................................ 24
2.3.2. Klasifikasi Ulkus Diabetikum. ............................................................... 24
2.3.3. Diagnosis Ulkus Kaki Diabetikum......................................................... 26
2.3.4. Patogenesis Ulkus kaki Diabetikum........................................................ 29
2.3.5. Faktor Risiko Ulkus Diabetikum............................................................. 30
2.3.6. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum ........................................................ 31
2.4. Proses penyembuhan luka ............................................................................. 35
2.5. Peranan Sitokinin dan faktor pertumbuhan dalam penyembuhan luka......... 31
2.6. Perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu ........................................... 38
2.6.1. Kandungan madu .................................................................................... 38
2.6.2. Efek penggunaan madu dalam proses penyembuhan luka. .................... 39
x
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA.........................................42
3.1. Pengkajian. ..................................................................................................... 42
3.1.1. Data dan riwatat kesehatan. .................................................................... 42
3.1.2. Pengkajian Fisik. ..................................................................................... 43
3.1.3. Laboratorium ........................................................................................... 48
3.1.4. Diagnostik. .............................................................................................. 49
3.2. Masalah dan Intervensi keperawatan. ............................................................ 51
3.3. Implementasi dan Evaluasi ............................................................................ 53
BAB 4 ANALISIS MASALAH ………..............................................................56
4.1. Analisis Keperawatan Kesehatan Masalah perkotaan terkait kasus. ............. 56
4.2. Analisis Asuhan Keperawatan kasus. ............................................................ 57
4.3. Analisis Intervensi: perawatan luka menggunakan madu .............................. 65
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ...................................................................... 69
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................71
7.1. Kesimpulan .................................................................................................... 71
7.2 Saran.............................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................73
xi
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gb. 2.1 Wagner Classification of foot...............................................................25
Gb. 2.2 Ulcus Diabetikum berdasarkan Univesity of Texas………………….26
xii
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosa DM............................................................................13
Tabel 2.2 Status nutrisi berdasarkan IMT ..............................................................19
Tabel 2.3 kebutuhan kalori klien DM ....................................................................19
Tabel 2.4 Agen-agen antihiperglikemik.................................................................20
Tabel 2.5 Insulin.....................................................................................................21
Tabel 2.6 Interpretasi hasil ABI .............................................................................29
Tabel 2.7 Pedoman Pemilihan dressing managemen luka.....................................32
Tabel 2.8 Ringkasan sitokin, asal, dan fungsinya ..................................................37
Tabel 3.1 hasil pemeriksaan laboratorium .............................................................47
xiii
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis Data
Lampiran 2 Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 Catatan Perkembangan Pasien
Lampiran 4 Leaflet Nutrisi
Lampiran 5 Leaflet perawatan luka
Lampiran 6 Foto hasil perawatan luka dengan madu pada penelitian lain
xiv
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
World Health Organization (WHO) mengartikan sehat sebagai kondisi sejahtera
mencakup fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit dan
kecacatan. Menurut Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) No 36 Tahun
2009 pasal 1 kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktifsecara sosial dan ekonomis. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa sehat tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan, tetapi kesehatan
merupakan kondisi sejahtera mencakup fisik, mental, sosial dan spiritual yang
memungkinkan seseorang hidup produktif.
Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang baik di negara maju maupun negara
berkembang, baik di daerah rural maupun di daerah urban. Saat ini kesehatan
menjadi mahal harganya saat seseorang dalam kondisi sakit. Mahalnya
pengobatan dan pelayanan kesehatan menjadi alasan utama betapa mahalnya sehat
itu. Angka kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia
meningkat dari 41,7 persen pada tahun 1995 menjadi 49,9 persen pada tahun
2001, dan 59,5 persen pada tahun 2007. Meningkatnya angka kematian akibat
PTM di negara berkembang salah satunya dipicu oleh mahalnya biaya pengobatan
(Metropostonline, 27 September 2011).
Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi secara global
pada tahun 2008, 63% diantaranya disebabkan oleh penyakit tidak menular
terutama penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), paru-paru kronis (12%),
dan Diabetes Mellitus (DM) (3%). Kematian akibat penyakit tidak menular sekitar
29 % terdapat pada usia di bawah 60 tahun dan hampir 80% terjadi di negara
berkembang. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat PTM
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
2
diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, hal ini seiring dengan
meningkatnya populasi global yang mencapai 70% pada tahun 2030. Selain itu,
peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat
perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern,
pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.
Salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun adalah DM. DM adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) akibat penurunan sekresi insulin oleh
pangkreas, berkurangnya sensitivitas insulin, atau keduanya (Goldenberg &
Punthakee, 2013). Peningkatan prevalensi diabetes dinegara berkembang
berhubungan dengan peningkatan kemakmuran yang diikuti oleh peningkatan
pendapatan perkapita (Mihardja, Soetrisno, Soegondo, 2013). Peningkatan
kehidupan sosial-ekonomi memberikan pengaruh pada gaya hidup seseorang
(Ramachandran, Snehalatha, Shetty, & Nanditha, 2012). Diabetes merupakan
masalah global yang berkembang dari perubahan sosial-budaya, bertambahnya
usia, lamanya obesitas, meningkatnya urbanisasi, perubahan diet, menurunnya
aktivitas fisik dan gaya hidup tidak sehat (Ginter & Simko, 2012; Purnamasari,
2009).
Perubahan sosial-budaya kebarat-baratan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat
dari menjamurnya bisnis makanan cepat saji didaerah perkotaan. Hal ini berimbas
pada perubahan diet masyarakat perkotaan. Pola makan dikota-kota telah bergeser
dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan sayuran
beralih ke pola makan kebarat-baratan dengan komposisi makanan terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam, dan sedikit serat (Suyono,2009). Pola
makan ini berisiko tinggi untuk menyebabkan obesitas/kelebihan berat badan yang
meningkatkan risiko resistensi insulin (Purnamasari & Soegondo, 2009).
Kejadian DM juga dikaitkan dengan meningkatnya urbanisasi. Urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
3
Masalah kesehatan yang terjadi didaerah perkotaan salah satunya dipengaruhi oleh
demografi yakni kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk seringkali diikuti
dengan padatnya tempat tinggal, jalanan, serta persaingan untuk mendapatkan
pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga sering memicu timbulnya konflik
dan menjadi stresor dalam kehidupan. Masalah-masalah terkait kepadatan
penduduk tersebut berpengaruh pada tingkat kesehatan baik fisik, mental, dan
sosial (kemenkes, 2012). Ramachandran, Snehalatha, Shetty, & Nanditha (2012)
mengatakan Indonesia memiliki tingkat urbanisasi yang cukup tertinggi (50%)
setelah Singapura, Korea, Malaysia, dan Filipina.
Kesibukan juga menjadi salah satu masalah di daerah urban yang menjadi faktor
meningkatnya kejadian DM didaerah urban. Kesibukan membuat seseorang
memiliki sedikit waktu untuk olahraga atau sekedar refreshing. Kesibukan
membuat kehidupan masyarakat perkotaan menjadi monoton. Aktivitas lebih
banyak dihabiskan untuk bekerja didepan komputer dari pagi sampai sore atau
bahkan malam. Bagi para pebisnis seringnya mendapat undangan dari kolega
bisnis untuk jamuan “dinner” ataupun “lunch” menjadi faktor risiko kejadian DM
di Indonesia (Suyono, 2009).
Secara epidemiologi, terjadi peningkatan prevalensi DM secara global, yaitu 2,8%
tahun 2000 menjadi 4,4% pada tahun 2004 (Diabetes Care, 2004). Diperkirakan
bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Depkes, 2004). Sementara berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta
(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penderita DM pada tahun 2003 sebanyak
13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada
2030 akan ada 20,1 juta penderita diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 %
untuk daerah urban dan 7,2 % di rural. Hal ini juga didukung hasil proyeksi oleh
Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
4
selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta
pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035.
Umpierrez et al (2002) dalam Houlden, Capes, Clement, & Miller (2013)
melaporkan lebih dari 2000 orang dewasa di United States terdaftar sebagai pasien
di RS, 26% memiliki riwayat DM dan 12% tidak mengetahui mempunyai riwayat
DM pada saat masuk RS. Di Indonesia terjadi peningkatan kasus rawat inap DM
tahun 2009 sebesar 2,25% menjadi 2,38% tahun 2010 (Depkes, 2012). Prevalensi
pasien DM yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto pertanggal 30 Maret 2013 -16
Juni 2014 mencapai 7,87% dari total pasien yang masuk sejumlah 1296 orang
(Buku Register lantai 6 PU). Pasien rawat inap datang dengan berbagai
komplikasi seperti CKD (Cronic Kidney Disease), hipoglikemi, hiperglikemi,
KAD (Ketoasidosis Diabetikum), hipertensi, masalah jantung, dan ulkus diabetik.
Komplikasi DM dapat terjadi baik itu pada tingkat makrovaskular maupun
mikrovaskular (Waspadji, 2009). Pada tingkat mikrovaskular dapat berupa
kelainan pada retina mata, glomerolus ginjal, saraf, dan otot jantung
(kardiomiopati). Serta komplikasi makrovaskuler berupa terganggunya peredaran
darah cerebral, jantung, dan pembuluh darah perifer (kaki/tungkai). Gangguan
pembuluh darah perifer ini akan menyebabkan peredaran darah pada tungkai tidak
adekuat yang berakibat terjadinya masalah-masalah pada kaki penderita diabetes.
Masalah ini meliputi gangguan kenyamanan yaitu kaki terasa nyeri, penurunan
sensasi pada kaki/baal, terbentuknya kalus, kurangnya rentang gerak sendi,
keringat berlebih yang menyebabkan kulit kering, yang pada akhirnya jika
masalah-masalah ini tidak teratasi dengan baik maka akan muncul ulkus/gangren.
Pada pasien diabetes proses penyembuhan luka berlangsung lama serta mudah
untuk terinfeksi sehingga sangat berisiko untuk dilakukan amputasi (Chadwick et
al., 2013).
Ulkus pada kaki diabetik (Diabetic foot ulcer/DFU) merupakan kerusakan
integritas kulit yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada pembuluh darah
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
5
perifer sehingga jaringan tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat. DFU
bersifat kronik sehingga dapat berdampak jangka panjang mempengaruhi angka
kesakitan, kematian, dan kualitas kehidupan seseorang. Saat ini di United
Kingdom (UK) 5-7% penderita DM mengalami DFU (Chadwick et al., 2013).
Sedangkan di RSPAD Gatot Soebroto kejadian DFU pada pasien DM mencapai
35,29% (Buku Register lantai 6 PU). United States (US) melaporkan bahwa
sekitar 85% amputasi yang terjadi pada DM diawali oleh ulcer (Chadwick et al.,
2013). Angka kematian seiring dengan angka kejadian amputasi yaitu 50-65%
dalam lima tahun terakhir, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian
malignancy/keganasan (Muller, Bartelink, & Wim, 2002 dalam Chadwick et al.,
2013).
Perawatan yang tidak efektif dan keterlambatan perawatan memicu terjadinya
infeksi pada luka kaki diabetes, sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang
serius, amputasi bahkan kematian (Chadwick et al., 2013). Studi yang dilakukan
oleh Prompers et al, (2008) di Eropa menemukan bahwa 58% pasien datang ke
foot clinic dengan ulkus baru yang telah terinfeksi (Chadwick et al., 2013).
Perawatan yang tepat pada luka dapat mengatasi infeksi dan mencegah
perburukan dari komplikasi. salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah
perluasan infeksi dengan mengganti balutan setiap hari.
Terdapat berbagai jenis wound dressing untuk perawatan luka antara lain
alginates, foams, honey, hydrocolloids, hydrogels, dan polyurethane film (Wound
International, 2013). Penggunaan berbagai jenis wound dressing disesuaikan
dengan jenis luka, selain itu juga dilihat dari segi ekonomi penderita. Penggunaan
alginates, foams, hydrocolloids, hydrogels, dan polyurethane film mungkin akan
lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan honey/madu.
Sekarang ini, madu banyak digunakan untuk perawatan luka terutama pada luka
yang terdapat slough dan eksudat dengan tanda-tanda infeksi (Chadwick et al.,
2013). Hal ini dikarenakan madu memiliki karakteristik melembabkan area luka
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
6
sehingga madu sebagai agen autolitik debridement dengan mengaktivasi
plasminogen menjadi plasmin (Robson, 2002 dalam Acton & Dunwoody, 2008).
Sifat asam yang terkadung dalam madu (pH 3,9) membuat beberapa bakteri tidak
dapat hidup dan akan lisis (Molan, 2010).Serta sifat osmotik pada madu
menyebabkan aliran getah bening/lymph meningkat ke area luka (Molan, 2011).
Madu juga efektif untuk mengatasi luka antara lain ulkus pada kaki, ulkus karena
tekanan, luka bakar, luka operasi, gangren/nekrotik, dan luka kanker (white &
Molan, 2005; Molan, 2006; whitw & Acton, 2006; Emsen, 2007; Gethin &
Cowman, 2008 dalam Acton & Dunwoody, 2008). Hal-hal tersebut mungkin
karena madu mempunyai 5 kegunaan dalam proses penyembuhan luka antara lain
antimicrobial, antiinflamasi, membantu pelepasan slough dan jaringan nekrotik,
memberikan kelembaban pada daerah luka, dan mengurangi bau yang dihasilkan
dari luka (Acton & Dunwoody, 2008).
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait dengan manfaat tanaman atau
bahan-bahan alam yang berguna untuk penyembuhan luka diabetes antara lain
dengan menggunakan ekstrak pepaya dan getah pepaya yang meningkatkan
granulasi, hidroxyproline, dan peningkatan kolagen pada area luka yang
meningkatkan proses penyembuhan luka (Sudhakar & Thenavai (2014); Nayak,
Pereira, dan Maharaj (2007)). Penelitian yang dilakukan oleh Mun'im, Azizah,
dan Fimani (2010) menggunakan rebusan daun sirih yang mengandung tanin,
flavonoid, dan eugenol sebagai cairan pembersih luka ulkus diabetikum memiliki
pengaruh yang signifikan dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Selain
itu nanas juga dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan luka. Kandungan
Bromelain (enzyme
protease) terbukti
efektif
sebagai
antiinflamasi
dan
imunomodulator (Dahlia, (2013)). Beberapa penelitian diatas baru diaplikasikan
pada tikus. Bahan alam yang sudah banyak di gunakan untuk manusia adalah
madu.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik mengangkat kasus DM sebagai tema
Karya Ilmiah Akhir Ners yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
7
pendidikan Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Unversitas Indonesia. Dalam
KIA-N ini, penulis akan memaparkan hal yang berkaitan dengan masalah DM
sesuai dengan kondisi pasien kelolaan penulis selama menjalani praktik profesi
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan di Lantai 6 Perawatan Umum
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dengan dikaitkan dengan
masalah kesehatan perkotaan sekaligus analisis terhadap satu intervensi, yakni
perawatan luka ulkus diabetik dengan madu yang dilakukan secara kontinyu
kepada pasien selama ia dirawat di ruang 611 Lantai 6 Perawatan Umum Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
1.2. Perumusan Masalah
DM merupakan masalah global yang berkembang dari perubahan sosial-budaya,
bertambahnya usia, lamanya obesitas, meningkatnya urbanisasi, perubahan diet,
menurunnya aktivitas fisik dan gaya hidup tidak sehat (Ginter & Simko, 2012;
Purnamasari, 2009).Peningkatan prevalensi DM di Indonesia diperkirakan pada
tahun 2030 mencapai 21,3 juta orang (Depkes, 2004). Berbagai komplikasi di
tingkat makrovaskular maupun mikrovaskular dapat terjadi salah satunya
gangguan pembuluh darah perifer (kaki/tungkai) yang akan berkembang menjadi
ulkus kaki diabetikum (Waspadji, 2009). Perawatan yang tidak efektif dan
keterlambatan perawatan memicu terjadinya infeksi pada luka kaki diabetes,
sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, amputasi bahkan kematian
(Chadwick et al., 2013). United States (US) melaporkan bahwa sekitar 85%
amputasi yang terjadi pada DM diawali oleh ulcer (Chadwick et al., 2013). Angka
kematian seiring dengan angka kejadian amputasi yaitu 50-65% dalam lima tahun
terakhir, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian malignancy/keganasan
(Muller, Bartelink, & Wim, 2002 dalam Chadwick et al., 2013).
Prevalensi pasien DM yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto pertanggal 30
Maret 2013 - 16 juni 2014 mencapai 7,87% dari total pasien yang masuk sejumlah
1296 orang (Buku Register lantai 6 PU). Pasien rawat inap datang dengan
berbagai komplikasi seperti CKD (Cronic Kidney Disease), hipoglikemi,
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
8
hiperglikemi, KAD (Ketoasidosis Diabetikum), hipertensi, masalah jantung, dan
ulkus diabetik. Sedangkan prevalensi DFU di RSPAD Gatot Soebroto mencapai
35,29% (Buku Register lantai 6 PU). Berbagai penelitian menggunakan bahanbahan alami untuk perawatan luka ulkus diabetikum meliputi penggunaan ekstrak
pepaya, getah pepaya, rebusan daun sirih, dan enzim pada nanas (Sudhakar &
Thenavai (2014); Nayak, Pereira, dan Maharaj (2007); Mun'im, Azizah, dan
Fimani (2010); Dahlia, (2013)). Selain itu madu juga banyak digunakan dalam
berbagai penelitian perawatan luka ulkus diabetikum karena mengandung antibakterial, anti-inflamasi, bersifat lembab sehingga disebut sebagai agen autolitik,
dan mengurangi bau yang dihasilkan dari luka (Acton & Dunwoody, 2008).
Melihat fenomena yang ditemukan dan berbagai penelitian yang telah dilakukan
terkait perawatan luka dengan menggunakan madu dan tingginya angka kejadian
ulkus diabetes di ruang perawatan umum lantai 6 RSPAD maka peneliti tertarik
untuk mengaplikasikan dan mengevaluasi perawatan ulkus diabetikum dengan
menggunakan madu.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk menganalisis
tindakan perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu pada kasus kelolaan klien
DM tipe 2 dengan ulkus diabetikum wagner stage 3 di ruang 611 Lantai 6
Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Menjelaskan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
1.3.2.2. Menjelaskan patogenesis penyakit DM & ulkus diabetikum
1.3.2.3. Menjelaskan penatalaksanaan DM & ulkus diabetikum
1.3.2.4. Menjelaskan konsep keperawatan pada pasien DM & ulkus diabetikum
1.3.2.5. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasienDM & ulkus diabetikum di
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
9
1.3.2.6. Menganalisis kasus pasien DM berdasarkan konsep keperawatan
masyarakat perkotaan
1.3.2.7. Menganalisis perawatan luka ulkus diabetikum dengan madu pada kasus
pasien DM tipe 2 dengan ulkus diabetikum
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Aplikatif
1.4.1.1. Memberikan masukan bagi perawat untuk melakukan perawatan luka
dengan madu
1.4.1.2. Memberikan informasi bagi seluruh tenaga kesehatan terkait perawatan
luka diabetik dengan madu
1.4.2. Manfaat Keilmuan
1.4.2.1. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang
aplikatif terhadap keperawatan terkait masalah DM tipe 2 dengan ulkus
diabetik serta bagaimana perawatan luka yang dapat diaplikasikan
1.4.2.2. Hasil penulisan juga dapat memberikan informasi bagi staf akademik dan
mahasiswa dalam rangka pengembangan proses belajar mengajar
khususnya keperawatan medikal bedah, kekhususan endokrin terkait DM
dan perawatan luka
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
10
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan
2.1.1 Konsep masyarakat urban
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa
identitas bersama (Delaune& Ladner, 2011). Kawasan perkotaan (urban) adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sehingga dapat
disimpulkan masyarakat perkotaan adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi dalam sebuah wilayah yang menjadi pusat pemukiman, pemerintahan,
pusat pelayanan sosial, dan berbagai kegiatan ekonomi kecuali pertanian.
Melihat definisi kawasan perkotaan diatas dapat jelas terllihat bahwa perkotaan
merupakan pusat segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat. Banyak
kemudahan-kemudahan yang ada di perkotaan seperti mudahnya akses ke tempat
pelayanan kesehatan, kemudahan transportasi. Kemudahan-kemudahan inilah
yang menyebabkan semua aktivitas terpusat di perkotaan. Selain itu kegiatan
ekonomi suatu wilayah juga terpusat di perkotaan. Bisa di bilang perkotaan
merupakan pusat segala-galanya. Alasan-alasan tersebut akhirnya memikat orangorang didaerah untuk melakukan urbanisasi dari daerah masing-masing ke
perkotaan-perkotaan. Populasi perkotaan yang semakin padat akibat banyaknya
urban akan menimbulkan berbagai masalah di perkotaan salah satunya masalah
kesehatan.
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
Anderson & McFarlane (2007) mengatakan empat faktor dasar yang
mempengaruhi kesehatan suatu masyarakat meliputi;
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
11
1. Lingkungan
Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, sosial, dan psikologis.
Kesehatan akan dipengaruhi oleh lingkungan fisik salah satunya adalah
kebersihan udara yang dihirup. Perkotaan identik dengan polusi yang
dihasilkan dari asap kendaraan kendaraan yang berlalu lalang serta
limbah asap pabrik di kawasan industri. Seperti kita tahu, udara adalah
kebutuhan vital bagi manusia dan udara pun merupakan agen yang
langsung masuk ke tubuh manusia sehingga udara ini memiliki peranan
yang besar dalam mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan
lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi perekonomian suatu
masyarakat. Semakin miskin individu atau masyarakat maka akses untuk
mendapatkan derajat kesehatan yang baik akan semakin sulit. Contohnya
manusia membutuhkan makanan dengan proporsi gizi seimbang untuk
menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan status kesehatannya.
Lingkungan psikologis meliputi kondisi jiwa atau mental. Lingkungan
psikologis yang mempengaruhi kesehatan anatara lain kondisi stres dan
depresi yang sering terjadi di perkotaan.
2. Perilaku atau Gaya Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan
dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya hidup disini lebih menekankan pada perilaku hidup sehat atau tidak
sehat yang terjadi sejalan dengan perkembangan kota. Transisi dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi
perubahan
gaya
hidup
pada
masyarakat
tersebut
yang
akan
mempengaruhi derajat kesehatan. Misalnya adalah aktivitas wanita karir
yang semakin padat sejalan dengan perkembangan kota seringkali
menimbulkan efek tidak memiliki waktu untuk menyajikan makanan
sehat bagi keluarga. Ibu-ibu ini seringkali lebih suka dengan hal-hal
praktis misalnya makan dengan membeli makanan cepat saji. Padahal di
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
12
satu sisi makanan cepat saji tidak baik untuk kesehatan karena dapat
menyebabkan obes.
3. Heredity/ keturunan
Faktor genetik berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal ini karena ada
beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik. Faktor hereditas sulit
untuk diintervensi karena hal ini merupakan bawaan dari lahir.
4. Health Care Sevices/pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan disini adalah pelayanan kesehatan utama dan
intregatif antara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Semakin
mudah akses individu/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan maka
derajat kesehatan masyarakat akan semakin baik.
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi DM
Diabetes melitus diartikan sebagai gangguan metabolik yang di tandai dengan
tingginya kadar glukosa darah/hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan
sekresi hormon insulin, resistensi insulin, atau keduanya (Goldenberg &
Punthakee, 2013; Kaku, 2010). Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Smeltzer & Beare, 2002).
2.2.2 Klasifikasi dan Diagnosa DM
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
dan diabetes gestasional (Goldenberg & Punthakee, 2013). DM tipe 1 adalah
gangguan metabolik ditandai dengan hiperglikemia akibat insufisiensi insulin
absolut karena rusaknya sel pangkreas disebabkan oleh proses autoimun dan
faktor genetik (Ekoe, Punthakee, Ransom, Prebtani, & Goldenberg, 2013). DM
tipe 1 juga disebut sebagai diabetes melitus tergantung insulin (Insulin dependent
diabetes melitus [IDDM]) (Smeltzer & Beare, 2002). DM tipe 2 adalah gangguan
metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh
resistensi insulin (Goldenberg & Punthakee, 2013). DM tipe 2 juga disebut
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
13
sebagai diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes
melitus [NIDDM]) (Smeltzer & Beare, 2002). DM gestasional adalah suatu
intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil
(Purnama & Adam, 2009; Goldenberg & Punthakee, 2013).
Diagnosa DM dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah laboratorium.
Sampel darah dapat berasal dari darah vena maupun kapiler dengan kriteria hasil
sesuai dengan tabel 1. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik
yang sudah terpercaya. PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia)
membagi alur diagnosa DM menjadi dua bagian berdasarkan ada atau tidaknya
gejala khasnya DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia,
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas
pada DM diantaranya lemes, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritis vulva (wanita). Apabila ditemukan
gejala khas DM pada pemeriksaa glukosa darah abnormal satu kali sudah cukup
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM,
setidaknya pemeriksaan glukosa darah abnormal harus ditemukan dalam dua kali
pemeriksaan (Purnamasari, 2009). Pemeriksaan pada seseorang yang tidak
memiliki risiko DM dapat dilakukan setiap tahun sekali jika hasinya negatif, tetapi
dapat dilakukan secepatnya ketika terdapat tanda dan gejala klinis yang muncul.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM
No
1
2
3
4
Pemeriksaan
Glukosa darah sewaktu (GDS)*
Glukosa darah puasa (GDP)*
Glukosa darah 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi
Glukosa Oral)*
HbA1C ( hemoglobin glikosilat)
(sumber Goldenberg & Punthakee, 2013)
kadar glukosa darah
≥ 200 mg/dl
≥ 126 mg/dl
≥ 200 mg/dl
≥ 6,5%
Keterangan:
1. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
sepanjang hari dengan tidak memperhatikan waktu makan terakhir
2. Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan yang dilakukan minimal
setelah puasa (tidak mendapat asupan kalori) setidaknya 8 jam
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
14
3. TTGO dilakukan sesuai standar WHO dengan memberikan beban
glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (cukup karbohidrat)
2. Berpuasa setidaknya 8 jam sebelum pemeriksaan (boleh minum air
putih)
3. Diperiksa gula darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum
dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah diberikan beban 75gram glukosa
6. Diperiksa glukosa darah 2 jam setelah diberikan beban 75gram glukosa
7. Selama proses pemeriksaan klien tetap istirahat dan tidak merokok.
2.2.3 Tanda dan Gejala DM
Diabetes melitus memiliki tanda dan gejala yang khas yang sering disebut dengan
triase DM (poliuria, polidipsi, dan polifagia). Selain tanda gejala khas, tanda
gejala klinik lain meliputi kelelahan, kesemutan, luka yang sulit sembuh, dan
mata kabur.
a. Poliuria
Ginjal memiliki ambang batas reabsorbsi glukosa darah (160/180 mg/dl). Pada
individu dengan diabetes melitus konsentrasi glukosa plasma yang tinggi akan
difiltrasi dan diekskresikan bersama urin, dalam urin terdapat kandungan
glukosa (glukosuria), ekskresi ini diikuti oleh pengeluaran elektrolit dan cairan
yang berlebihan (diuresis osmotik). Glukosa ini mempunyai sifat mengikat
cairan sehingga semakin tinggi glukosa semakin banyak cairan yang akan di
ekskresikan (poliuria).
b. Polidispsia
Tingginya kadar glukosa plasma menyebabkan adanya diuresis osmosis yang
menyebabkan tekanan osmotik intravaskular meningkat. Peningkatan tekanan
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
15
osmotik akan di respon oleh osmoreseptor untuk mengirimkan sinyal kepada
hipotalamus untuk memunculkan sensasi haus. Rasa haus terjadi bila nilai
osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg (Tambayong, 2000). Selain itu
sensasi haus juga dapat dihasilkan karena penurunan perfusi ke ginjal yang
merangsang pelepasan renin, yang akhirnya akan menimbulkan angiotensin II.
Angiotensi II melepaskan substrat neural untuk menimbulkan sensasi haus.
c. Polifagia
Starvasi seluler juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan
meningkat dan menyediakan subtract bagi tubuh untuk proses ketogenesis
yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis menyebabkan
kadar asam organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali
tubuh untuk buffer ph menurun. Pernafasan kusmall dirangsang untuk
mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Adanya starvasi seluler akan
meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan
dengan munculnya rasa ingin makan terus menerus (polifagi).
d. Luka pada kulit yang lama sembuh
Starvasi seluler juga menyebabkan penggunaan protein dan asam amino untuk
menghasilkan glukosa /glukoneogenesis dalam hati. Perubahan ini berdampak
juga pada penurunan sintesis protein. Proses glukoneogenesis yang
menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh
karena unsure nitrogen sebagai pemecah protein tidak dapat digunakan
kembali dan diubah menjadi urea yang akan dieksresikan melaui urin. Depresi
protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap
infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak saat terjadi luka.
e. Penurunan berat badan tanpa penyebab pasti
Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang ada untuk dibongkar
menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak
bebas/keton. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan
otot, dan rasa mudah lelah.
f. Mudah terserang infeksi
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
16
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme
dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme tersebut sangat cocok
dengan daerah kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi
mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cedera. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapatkan peningkatan pasokan nutrisi. kondisi
ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri
dan jamur (Sujono, 2008).
2.2.4 Patogenesis DM
Diabetes mellitus tipe 2 selalu dihubungkan dengan defisiensi atau insulin
resistensi insulin. Insulin dihasilkan untuk mengatur kadar glukosa darah agar
berada dalam batas normal. Sekresi insulin dikenal dengan berbentuk biphasic
(dalam dua fase).Fase pertama (acute insulin secretion response), sekresi insulin
ini terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta dan berakhir sangat
cepat.Sintesin insulin terjadi di reticulum endoplasma sel beta. Pada fase pertama
kadar insulin sangat tinggi hal ini di lakukan untuk mengantisipasi peningkatan
kadar glukosa pospandrial sehingga kadar glukosa tetap dalam batas fisiologis.
Setelah fase pertama berakhir, maka fase kedua akan mengambil alih dengan
meningkatkan jumlah insulin dan akan sampai puncaknya berdasarkan kadar
glukosa pada akhir fase pertama. Fase kedua ini berlangsung lebih lama untuk
mempertahankan kadar glukosa darah.
Ketidakadekuatan insulin (resistensi) pada saat fase pertama maka fase kedua
akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin. Kompensasi
sel beta pangkreas dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan pada sel
tersebut yang pada akhirnya dekompensasinya adalah berkurangnya sekresi
insulin atau tidak dapat mensekresikan sama sekali. Tanda awal terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 ini dapat dilihat dari adanya intoleransi glukosa terganggu
pada pemeriksaan TTGO (Manaf, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
17
2.2.5 Faktor Risiko DM
Suyono (2009) menyebutkan bahwa individu yang memiliki risiko tinggi terkana
diabetes mellitus meliputi berumur > 40 tahun, obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan,
dislipidemia, selain itu Kaku (2010) menambahkan faktor risiko antara lain makan
berlebih (overeating), tingkat aktivitas yang rendah, dan stres. Hasil analisis dari
penelitian yang di lakukan oleh Wicaksono (2011) dalam penelitiannya terkait
faktor-faktor penyebab DM tipe 2 menunjukkan beberapa variabel yang diteliti
menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik yaitu usia, aktivitas
olahraga, dan riwayat keluarga sedangkan jenis kelamin, status gizi, riwayat
hipertensi, riwayat dislipidemia, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengonsumsi
makanan dan minuman manis tidak memiliki kemaknaan hubungan secara
statistik.
a. Usia
Individu mengalami peneurunan fisiologi yang secara dramatis pada usia
diatas 40 tahun. Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi
endokrin pangkreas untuk memproduksi insulin (Sujono & Sukarmin, 2008).
b. Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang
tidak normal atau berlebihan (Sugondo, 2009). Obesitas mengakibatkan sel-sel
beta pangkreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap
penurunan produksi insulin. Hipertropi pangkreas disebabkan karena
peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
c. Riwayat keluarga DM
Perkembangan diabetes mellitus tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga
dengan DM. Abnormalitas genetik dikaitkan dengan sistem regulasi
metabolisme
glukosa
meliputi
abnormalitas
gen
glukokinase,
gen
mitokondrial, dan gen reseptor insulin (Kaku, 2010). 30% kejadian DM terjadi
pada individu yang memiliki riwayat keluarga sebelumnya (Kaku, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
18
d. Tingkat aktivitas yang rendah
Aktivitas memiliki hubungan dengan tekanan darah dan distribusi lemak
tubuh yang dapat menurunkan risiko kejadian sindrom metabolik. Selain itu
aktivitas fisik yang cukup dapat mengurangi berat badan mencegah terjadinya
obesitas yang menjadi salah satu faktor risiko DM. Dalam penelitiannya
individu yang melakukan aktifitas fisik <3 x sehari memiliki risiko lebih besar
mengalami DM tipe 2 dibandingkan dengan individu yang melakukan latihan
fisik secara rutin (Wicaksono, 2011).
e. Stres
Faktor risiko DM yang banyak terjadi salah satunya kondisi stres.Stres ini
tidak hanya sebatas pada stres psikologis tetapi juga stres fisik.respon stres
yang berkaitan dengan resistensi insulin adalah peningkatan kortisol.
2.2.6 Penatalaksanaan DM
Lima pilar penatalaksanaan DM meliputi penyuluhan (edukasi), perencanaan
makan (diet), latihan fisik, pengobatan medis, dan pemantauan (monitoring).
a. Penyuluhan (edukasi)
Penyuluhan merupakan hal pertama yang harus sebagai penatalaksanan DM.
Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
individu terkait apa yang sedang dialaminya. Pemahaman yang baik akan
meningkatkan tingkat kepatuhan pada penatalaksaan DM yang lain.
Penyuluhan ini terdiri dari beberapa tahapan meliputi
1. Memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan
individu pada penyakitnya. Pendidikan kesehatan meliputi pengertian,
etiologi, komplikasi, diet, pencegahan dan penatalaksanaan.
2. Mengubah sikap terhadap diet, pengobatan, dan olahraga
3. Mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan
4. Meningkatkan kualitas hidup penderita DM
b. Perencanaan makan (diet)
Penatalaksanaan diet bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan berat
badan ideal, memberikan semua unsur makanan sesuai kebutuhan energi,
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
19
mencegah fluktuasi kadar glukosa darah sepanjang hari, dan menurunkan
lemak jika terdapat indikasi peningkatan kadar lemak dalam tubuh (Smeltzer
& Bare, 2009).
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan
resistensi insulin.Salah satu hal yang harus dilakukan pada individu dengan
DM yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dapat membuat
program untuk menurunkan berat badannya.
BB ideal = (TB cm -100) x 1 kg
atau
IMT = BB (kg)
TB (m)2
Tabel 2.2 Status Nutrisi berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh)
Status
Kurang
Normal
Berlebih
Obesitas
Pria
< 17
17-23
23-27
> 27
Wanita
< 18
18-25
25-27
> 27
Sumber:
Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI 2003
Jumlah kalori yang dibutuhkan berdasarkan status nutrisi dan tingkat aktivitas
penderita DM
Tabel 3 Kebutuhan Kalori klien DM (kalori/kgBB ideal)
Status
Sumber:
Berlebih
Normal
Kurang
Kerja
santai
25
30
35
Aktivitas
sedang
30
35
40
Aktivitas
berat
35
40
40-50
Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI 2003
Perencanaan makan klien DM harus dilakukan berdasarkan tepat 3 J (jumlah,
jenis, dan jam). Jumlah kalori yang dibutuhkan dapat dilihat berdasarkan tabel
diatas.Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi karena
pembatasan makanan.Terdapat jenis-jenis makan yang harus di hindari,
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
20
dibatasi, dan yang diperbolehkan.Individu dengan DM harus benar-benar
memperhatikan hal ini.Kemudian selanjutnya yaitu tepat jam. Pengaturan
jarak makan disepanjang hari akan membuat pangkreas dapat melakukan
fungsinya lebih teratur (3 kali makan besar, 2 kali snack dalam sehari).
c. Latihan fisik
Prinsip latihan fisik pada klien DM adalah FITT (Frekuensi, Intensitas, Time,
dan Tipe).Frekuensi yang teratur dalam melakukan latihan fisik dapat
membantu meningkatkan sensitivitas insulin.Latihan tidak perlu dilakukan dan
intensitas yang berat. Hal ini akan berisiko klien mengalami kelelahan. Jadi
lakukan latihan fisik dengan intensitas ringan sampan sedang dalam waktu
berkisar antara 30-60 menit.Tipe latihan fisik ini adalah untuk meningkatkan
endurance seperti jogging, senam, berenang, bersepeda, dan jalan santai.
d. Pengobatan medis
Pengobatan
DM
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
obat
anti
hiperglikemik dan insulin. Obat anti hiperglikemik yang diberikan mempunyai
dua cara kerja yaitu sebagai pemicu sekresi insulin oleh sel beta pangkreas dan
sebagai peningkat sensitifitas insulin. Pemberian agen-agen anti hiperglikemik
dan insulin ini harus diwaspadai pemberian anti hiperglikemik tanpa disertai
asupan kalori yang cukup akan menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
Tabel 2.4 agen-agen anti hiperglikemik oral
Cara kerja
Pemicu
sekresi
insulin
Agen
anti- Waktu Frekuensi
hiperglikemik paruh pemberian
(jam)
Glipizid
2-4
2x sehari
Gliburid
Pemicu
Metformin
sensitifitas
insulin
Rosiglitazone
Pioglitazone
Tipe insulin
Dosis
Awal
(mg)
2,5
10
1 atau 2 x 5,0
sehari
2,5
2-3 kali 1000
sehari
Sekali
4,0
sehari
Sekali
30
3-4
3-7
Dosis
toksisitas
Rumatan
(mg)
5-40
Gastrointestinal,
kulit,
hematologik
2,5-20
Gastrointestinal,
kulit,
hematologik
1500Asidosis laktat
1700
4-8
edema
Ukuran
tablet
(mg)
5, 10
30-45
30
edema
Efek terhdap glukosa darah
(dalam jam sesudah pemberian)
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
1,25-5
500,
850
4,0
21
kerja singkat (Short Acting)
- Actrapid
- Humulin R
Kerja cepat (Rapid Acting)
-Novorapid
-Humulog
-Apidra
Kerja sedang (intermediet acting)
-Monotard
-Insulatard
-Humulin
Kerja panjang (Long Acting)
-Ultra lente
Awitan
0.5-1
puncak
2-3
Akhir
4-6
5-15 menit
1
4
2-3
4-8
12-16
6
16-18
24
Tabel 2.5 Insulin
e. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan kadar glukosa darah sebaiknya dilakukan secara mandiri.
Pada individu yang menggunakan insulin pemeriksaan 2-4 kali sehari.
Pemeriksaan biasanya dilakukan sebelum penyuntikan insulin serta pada
malam hari
sebelum tidur. Hasil yang didapat dari pemeriksaan
digunakan untuk mengubah atau menentukan seberapa banyak insulin
ayang akan di gunakan. Hal ini sangat berguna untuk mencegah kejadian
hipoglikemia saat penyuntikan insulin yang terlalu banyak. Pada
individu yang tidak menggunakan suntikan insulin pemeriksaan dapat
dilakukan minimal 2-3 kali seminggu (Smeltzer & Bare, 2009).
2.2.7 Komplikasi DM
2.2.7.1 Komplikasi Akut
Tiga komplikasi akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan kadar gula dalam
darah antara lain hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik
hiperosmolar non ketotik (Smelzer & Bare, 2002). Hipoglikemia adalah kondisi
dimana kadar glukosa darah sangat turun dibawah 50-60 mg/dl. Hipoglikemia
sering terjadi pada saat penderita diabetes pada saat pemberian insulin yang
berlebih
ditambah
dengan
jumlah
asupan
makanan
yang
sangat
kurang.Hipoglikemia ini dapat terjadi kapan saja baik pagi, siang maupun malam
hari.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
22
Komplikasi kronik selanjutnya adalah diabetes ketoasidosis. Diabetes ketoasidosis
merupakan kondisi dimana kadar glukosa darah sangat tinggi dan kadar insulin
sangat rendah. Klien ini akan mengalami glikosuria parah, peningkatan lipolisis,
penurunan lipogenesis, serta peningkatan oksidasi lemak bebas yang disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan
keton dalam plasma akan menyebabkan ketosis serta peningkatan beban ion
hydrogen yang menyebabkan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria
menyebabkan dieresis osmotik yang mengakibatkan tubuh kehilangan banyak
cairan sehingga akan terjadi dehidrasi. Jika hal ini dibiarkan dan berlangsung lama
maka hal parah yang akan terjadi syok, penurunan suplai oksigen ke otak yang
akan berujung pada koma ataupun kematian (Prince & Wilson, 2006).
Berbeda dengan diabetes ketoasidosis, sindrom hiperglikemik hiperosmolar non
ketotik adalah keadaan dimana glukosa darah sangat tinggi (hiperglikemia) lebih
dari 600 mg/dl yang tidak disertai dengan adanya keton (Prince & Wilson, 2006).
Proses ketiadaan badan keton ini belum diketahui dengan jelas, tetapi hal ini
diperkirakan karena jumlah asam lemak bebas yang lebih rendah diperkirakan
menjadi alasan tidak terjadinya ketogenesis (Soewondo, 2009). Hiperosmolar
terjadi dalam waktu beberapa hari, hal ini disebabkan karena kondisi glikosuria.
Pada kondisi ini air yang dikeluarkan akan lebih banyak, sehingga dalam
intravaskular terjadi peningkatan osmolaritas (kadar glukosa plasma yang berlebih
tidak seimbang dengan jumlah cairan intravaskular).
2.2.7.2 Komplikasi Kronik
Angka kematian diabetes mellitus yang disebabkan oleh komplikasi jangka
panjang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup
klien DM. komplikasi yang sering terjadi adalah CKD (Cronic Kidney Disease)
atau gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, dan infeksi. Komplikasi kronik atau
jangka panjang dikelompokkan menjadi
komplikasi
makrovaskular dan
mikrovaskular (Smeltzer & bare, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
23
Komplikasi makrovaskular merupakan komplikasi yang terjadi pada pembuluh
darah besar. Komplikasi ini antara lain aterosklerotik. Aterosklerotik ini diduga
disebabkan oleh adanya gangguan biokimia yang terjadi akibat insufisiensi
insulin. Gangguan biokimia yang terjadi antara lain (1) penimbunan sarbitol pada
intima vaskular (2) hiperlipoproteinemia (3) kelainan pembekuan darah (Price &
Wilson, 2006). Gangguan biokimia yang terjadi akan menyebabkan penyumbatan
vaskular. Apabila penyumbatan ini terjadi pada pembuluh darah perifer maka
akan terjadi insufisiensi vaskular perifer yang akan menyebabkan gangren pada
ekstremitas atau insufisiensi serebral akan menyebabkan stroke. Tidak hanya itu,
jika penyumbatan ini terjadi pada arteri koroner akan mengakibatkan angina dan
infark miokardium.
Komplikasi mikrovaskular yang berakibat fatal terjadi pada gangguan fungsi
kapiler terutama pada mikro sirkulasi retina mata dan ginjal (Smeltzer & Barew,
2002). Komplikasi retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan pembuluh darah
kecil pada retina.Perubahan mikrovaskular ini ditandai dengan penebalan
membran basalis kapiler yang mengelilingi sel-sel endotel kapiler. Penebalan ini
diduga akibat reaksi biokimia yang terjadi karena kondisi hiperglikemia sehingga
membrane
basalis ini akan menebal menjadi dua kali. Kondisi ini akan
menyebabkan adanya lesi pada retina, aneurisma pembuluh darah, ataupun
perdarahan (hemoragi).
Komplikasi mikrovaskular yang selanjutnya adalah nefropati diabetik. Nefropati
diabetik adalah sindrom klinis pada klien diabetes yang ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 mg/menit) pada minimal dua
kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan (Hendromartono, 2009).
Nefropati diabetik diawali dari hipertropi dan hiperfiltrasi nefron akibat kadar
glukosa plasma yang melebihi ambang batas penyaringan. Konsekuensi dari
hiperfungsi nefron ini akan menyebabkan terjadinya kelainan struktur (penebalan
membrane basalis). Pada tahap ini laju filtrasi cenderung meningkat atau bisa juga
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
24
tetap sebagai kompensasi. Ketika terjadi dekompensasi laju filtrasi akan sangat
turun dan laju ekskresi albumin akan meningkat. Saat inilah banyak penderita
diabetes harus menjalani dialisa.
Neuropati diabetik ditandai berkurangnya kecepatan konduksi saraf akibat serabut
saraf dan kepadatan serat saraf yang hilang secara progresif (Unger,
2007).Neuropati diabetikum mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang
semua tipe saraf baik saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal (Smeltzer &
Bare, 2002). Proses neuropati diabetik berawal dari kondisi hiperglikemia yang
berkepanjangan. Dalam kondisi hiperglikemia berkepanjangan akan teraktivasi
jalur poliol, enzin aldose reductase (AR) mengubah glukosa menjadi sarbitol,
selanjutnya sarbitol akan diubah menjadi fruktosa oleh sarbitol dehidrogenase.
Akumulasi sarbitol dan fruktase dalam sel saraf akan menyebabkan hipertonik
intraseluler sehingga menyebabkan edema sel saraf. Kondisi ini akan merusak
mitokondria sehingga akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC
akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase sehingga kadar Na dalam sel berlebihan
yang menyebabkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel, sehingga
terjadi gangguan penyampaian sinyal pada saraf. Terganggunya penyampaian
sinyal saraf menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya ulkus kaki
diabetikum (Subekti, 2009).
2.3 Ulkus Kaki diabetikum/ Diabetic Foot Ulcer
2.3.1 Definisi Ulkus Kaki Diabetikum
Ulkus adalah hilangnya lapisan kulit epidermis dan dermis yang dihasilkan dari
kerusakn barrier/pertahanan kulit akibat erosi/gesekan dapat mencaai jaringan
subkutan (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).
2.3.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Berbagai macam pengklasifikasian derajat ulkus digunakan oleh ahli. Sumpio,
Schroeder, & Blume (2005) dan Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) mengatakan bahwa
pengklasifikasian derajat ulkus yang populer dan mudah diaplikasikan adalah
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
25
metode pengklasifikasian berdasarkan wagner dan Texas University.
Berikut
gambar dan penjelasan dari berbagai grade :
Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classification of foot ulcers)
Grade 0
: terdapat selulitis dengan tidak tampak lesi terbuka
Grade 1
: ulkus pada daerah superfisial
Grade 2: ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint capsule)
Grade 3
: terdapat infeksi (abses atau osteomyelitis)
Grade 4
: terdapat gangren pada punggung kaki
Grade 5
: gangren menyeluruh pada permukaan kaki
Gb.2.1Wagner
Classification of foot
ulcers
Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan University of Texas (University of
Texas diabetic wound classification system)
Grade 0
: preulseratif atau area luka yang akan sembuh
Grade 1: luka superfisial sampai dengan epidermis atau dermis, tetapi belum
mencapai tendon, capsule, atau tulang
Grade 2: kedalaman luka sampai pada tendon atau capsule tetapi belum sampai
tulang
Grade 3
: kedalam luka sampai pada tulang atau sendi
Stage A
: luka bersih tanpa infeksi
Stage B
: luka infeksi non-iskemik
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
26
Stage C
: luka non infeksi iskemik
Stage D
: luka infeksi iskemik
Gb.2.2 Ukus diabetikum berdasarkan University of Texas
2.3.3 Diagnosis Ulkus Kaki Diabetikum
2.3.3.1 Riwayat
Klien DM yang datang dengan adanya ulkus sebaiknya dilakukan pengkajian
riwayat adanya ulkus sebelumnya, lama diagnosa DM, adanya tanda-tanda
neuropati atau gangguan sirkulasi pembuluh perifer, riwayat amputasi
sebelumnya, atau adanya komplikasi DM seperti retinopati, penyakit jantung dan
ginjal (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).
Pengkajian yang tepat dan menyeluruh dapat mengurangi risiko amputasi pada
kaki yang mengalami ulkus. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
27
dan gejala neuropati (rasa nyeri pada kaki seperti terbakar, tidak berasa, rasa tebal
pada kaki, perasaan panas dan dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa
terhadap suhu dan getar, produksi keringat menurun, kulit kering dan pecahpecah, kaki terasa lebih hangat). Tanda dan gejala gangguan aliran darah perifer
(kaki pucat saat diangkat ke atas, luka pada kaki dan jari-jari, kulit kering dan
bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut yang menipis). Selain itu juga
harus diperhatikan adanya tanda-tanda kelainan yang dijumpai pada kaki diabetes
(jari bengkok, penonjolan tulang metatarsal ke arah plantar, kulit mudah luka
akibat gesekan dengan alas kaki, sendi menjadi kurang stabil).
2.3.3.2 Pengkajian luka ulkus
Pengkajian luka meliputi lokasi, luas, kedalaman, bentuk, kondisi dasar luka,
kondisi sekitar/batas luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013; Sumpio, Schroeder, &
Blume, 2005). Kondisi luka seperti ada atau tidak adanya slough atau jaringan
granulasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan untuk manajement perawatan
luka yang akan dilakukan. Selain itu tanda-tanda infeksi juga harus diperhatikan
seperti kemerahan, hangat, tekstur tenderness (lembut), adanya sekresi purulen,
atau demam (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).
2.3.3.3 Pengkajian Neurologi
Pengkajian neurologi digunakan untuk mendeteksi apakah pada pasien diabetes
telah terjadi neuropati perifer atau belum. Pemriksaaan dilakukan dengan
menggunakan benang-benang halus atau dapat juga menggunakan garputala.
Benang-benang ini di gosok-gosokkan pada permukaan kaki, dan di evaluasi
apakah pasien merasakan apa yang dilakukan oleh pemeriksa. Selain itu jika
menggunakan garpu tala, getaran yang dihasikan ditempel di kulit dan dievaluasi.
Jika pasien tidak merasaka adanya getaran tersebut maka di duga pasien telah
mengalami neuropati perifer (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).
2.3.3.4 Laboratorium
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
28
Pemeriksaan kultur jaringan diperlukan untuk melihat penyebab infeksi luka.
Pemeriksaan kultur tidak dapat dilakukan terlalu sering/setiap hari karena ini
hanya akan menambah risiko infeksi pada luka (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013;
Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).
2.3.3.5 Radiologi
Dalam beberapa kasus untuk mengetahui kedalaman luka tidaklah mudah jika
terdapat banyak slough atau eksudat/pus yang menutupi luka. X-ray sangat
membantu untuk memudahkan pengkajian terhadap kedalaman luka serta untuk
melihat ada atau tidaknya infeksi pada tulang, fraktur, subluxatio/dislokasi sendi
(Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).
2.3.3.6 Pengkajian Lain
Gangguan sirkulasi perifer menjadi salah satu faktor risiko terjadinya ulkus kaki
diabetikum. ABI (Ankle Brakhial Indeks) merupakan tindakan non invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial.
Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan
manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan
dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal
tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) (dorsalis pedis/tibia posterior) sama atau
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial).
Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle
(dorsalis pedis/tibia posterior) dibagi tekanan sistolik brachial.
Tabel 2.6 interpretasi hasil ABI
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
29
ABI
>1.30
0.90-1.30
0.60-0.89
0.40-0.59
<0.40
Sumber: Lipsky, B.A et al. 2012
interpretasi
kalsifikasi arteri, penekanan
pembuluh darah
normal
iskemia ringan
obstruksi vascular
obstruksi vaskular berat
pada
2.3.4 Patogenesis Ulkus Diabetikum
Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati
perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat
terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi
pada neuroartropati charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris.
Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan
sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya
ulkus. Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada
serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat
menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes
cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan
adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris
yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi
nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom
yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan
terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris
dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot. Gangguan vaskuler
perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang
bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di
samping
menjadi
penyebab
terjadinya
ulkus
juga
mempersulit
proses
penyembuhan ulkus kaki.
2.3.5 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum
The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang dengan
diabetes melitus memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Adapun
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
30
faktor risiko tersebut antara lain laki-laki, klien dengan kontrol glukosa yang
buruk, sudah mengalami diabtes melitus > 10 tahun, atau klien DM yang telah
mengalami komplikasi kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio,
Schroeder, & Blume, 2005). Klien diabetes mudah terkena penyakit
arterosklerosis.
Mengenal faktor risiko yang dapat menyebabkan ulkus pada kaki diabetik
merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebagai upaya pencegahan.
Faktor risiko tersebut antara lain gangguan saraf, kelainan bentuk kaki,
peningkatan tekanan/beban pada kaki, kelainan tulang-tulang kaki, gangguan
pembuluh darah, riwayat luka pada kaki, kelainan pertumbuhan kuku, tingkat
pendidikan dan lingkungan sosial, dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai
(Darmowidjojo, 2009).
Dua faktor penting yang berperan penting dalam kejadian ulkus kaki diabetikum
antara lain gaya gesekan dan gaya tekanan. Gaya gesekan terjadi akibat adanya
sentuhan kulit dengan permukaan benda seperti sepatu saat berjalan. Sedangkan
gaya tekanan terjadi akibat proporsi berat badan, semakin tinggi berat badan maka
tekanan yang dihasilkan oleh kaki akan semakin tinggi pula. Hal ini ditambah
dengan kelainan-kelainan yang terdapat pada kaki diabetikum serperti adanya
kalus,
bentuk kaki yang menonjol, tulang jari
kaki atau kaki yang miring
sehingga akan memudahkan untuk terjadi sobekan pada permukaan kulit kaki.
Tekanan dan gesekan pada kulit akan merusak integritas jaringan kulit yang
awalnya lesi pra-ulkus (perdarahan dalam kalus, kulit melepuh, lecet dll). Jika hal
ini tidak disadari oleh klien makan luka akan menjadi luas dan melebar sehingga
sangat berisiko untuk terjadinya infeksi sehingga harus diamputasi.
2.3.6 Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetikum
Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari
multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk memastikan kontrol
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
31
glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka dan debridemen, mengurangi
bebab tekanan (offloading), serta kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan
penggantian balutan, serta tindakan operasi/bedahuntuk mencegah komplikasi dan
mempercepat proses penyembuhan (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).
2.3.6.1 Debridemen
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbas dari jaringan
mati/nekrotik serta material yang menghambat pertumbuhan jaringan baru. Luka
tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus,
fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang Penatalaksanaan ulkus
kaki diabetikum ini salah satunya dengan debridemen. Deberidement berfungsi
untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda asing serta dapat
mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka (Sumpio, Schroeder, & Blume,
2005). Debridemen tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan. Metode
lain yang dilakukan adalah debridement dengan menggunakan balutan basahkering (wet to dry dressing); debridement menggunakan enzim seperti kolagen
sebagai salep; dan ada juga autolitik debridemen menggunakan dengan
menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture retaining
dressing) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Dari berbagai macam debridemen,
debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
1. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
3. Menghilangkan jaringan kalus,
4. mengurangi risiko infeksi lokal.
2.3.6.2 Balutan/Dressing
Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada kelembaban luka (moist
wound healing). Kondisi luka yang lembab dan bersih dapat merangsang
percepatan proses granulasi (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005). Tindakan
dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat
penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
32
dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma. Beberapa faktor
yang harus perhatikan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan
biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,
seperti:
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
33
Tabel 2.7 pedoman pemilihan dressing managemen luka
Jenis luka
Tujuan terapeutik
Peran dressing
Nekrotik, hitam, kering
Membuang jaringan mati, jangan
dilakukan debridemen jika ada
dugaan insufisiensi vaskular, jaga
tetap kering dan tetap lakukan
pengkajian terkait vaskularisasi
Membuang slough
Mempertahankan luka yang bersih
untuk proses granulasi
Hidrasi luka
Memicu autolitik debridement
Membuang slough
Mempertahankan luka yang bersih
untuk proses granulasi
Managemen eksudat
Menyerab kelebihan cairan
Mencegah luka terjadi maserasi kulit
Memicu autolitik debridement
Granulasi,
bersih,
merah, kering-eksudat
sedikit
Meningkatkan granulasi
Mempersiapkan luka yang bersih
untuk epitelisasi
Pertahankan kelembaban
Lindungi jaringan baru
Membersihkan luka
Granulasi,
bersih,
merah, eksudat sedikitsedang
Epitelisasi,
merah,
pink,
tanpa-sedikit
eksudat
Managemen eksudat
Mempersiapkan luka yang bersih
untuk epitelisasi
Mempersiapkan epitelisasi dan
maturasi luka
Pertahankan kelembaban
Lindungi jaringan baru
Memberihkan luka
Pelindung luka jika
dibutuhkan
Slough, kuning, coklat,
hitam atau abu-abu,
Kering dan sedikit
eksudat
Slough, kuning, coklat,
hitam atau abu-abu
Eksudat sedang-banyak
Rehidrasi luka
Mengontrol kelembaban
Memicu autolitik debridement
Melindungi jaringan baru
Pilihan perawatan
Wound
bed
preparation
Debridemen bedah
Debridemen bedah
jika
dibutuhkan
untuk
membersihkan luka
Debridemen bedah
jika
dibutuhkan
untuk
membersihkan luka
Gunakan pengaman
Primary dressing
Secondary dressing
Hidrogel
Madu
Polyurethane
dressing
Hidrogel
Madu
Polyurethane
film
dressing
Low
adherent
(silicon) dressing
Balutan pengumpul
eksudat
atau
polyurethane
film
dressing
Dressing penyerab/
absorbent dressing
(alginate/foam)
Pada luka yang
dalam pergunakan
jenis rongga, tali,
atau pita
Hidrogel
Low
adherent
(silicon) dressing
Pada luka yang
dalam pergunakan
jenis rongga, tali,
atau pita
Absorbent dressing
(alginate/foam)
Hydrocolloid (tipis)
Poliurethane
film
dressing
Beri
bantalan/pengisi atau
balutan penampung,
Hindari balutan yang
dapat menyebabkan
oklusi dan maserasi.
Plaster
dapat
digunakan dengan
memperhatikan
alergi
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
film
34
2.3.6.3 Mengurangi beban (offloading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi luka akibat beban
dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pad pendderita DM luka menjadi sulit untuk
sembuh. Salah satu hal yang sangat penting dalam perawatan kaki diabetik adalah
mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi
kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable
cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory (Sigh, Pai, &
Yuhhui, 2013). Prinsip dari berbagai metode yang dipakai adalah untuk
mengurangi tekanan dan memberikan tekanan yang merata tidak hanya pada tumit
dan ujung kaki.
2.3.6.4 Penalatalaksanaan dengan operasi (Surgical Manajement)
1. Penutupan luka (Skin Graft)
Skin graft adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit
dari satu tempat ketempat lain, dan di butuhkan revaskularisasi untuk
menjamin kelangsungsan hidup kulit yang di pindahkan tersebut. Luka ulkus
yang terlihat tendon, ligamen dan tulang membutuhkan penatalaksanaan skin
graft (Attinger, Ducic, Zelen (2012) dalam Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013).
Skin graft dapat diambil dari kulit sendiri maupun donor. Bagian kulit yang
biasa digunakan untuk skin graft adalah kulit bagian vastus lateralis dan rektus
abdominis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013)
2. Revascularization surgery
Revaskularisasi dapat menurunkan risiko amputasi pada klien dengan iskemik
perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi bypass grafting tau endovaskular
techniques (angioplasty dengan atau tanpa stent). Komplikasi yang harus
diperhatikan dalam melakukan revaskularisasi berkaitan dengan adanya
trombolisis (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
35
3. Amputasi
Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai macam telah
gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Pasien DM dnegan ulkus kaki 4060% mengalami amputasi ekstremitas bawah (Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013).
Amputasi pada diabetes ini menyebabkan seseorang menjadi cacat dan
kehilangan kemandiriannya (Wounds International, 2013). Indikasi amputasi
meliputi
1. Iskemik jaringan yang tidak dapat di atasi dengan tindakan revaskularisasi
2. Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak terukur
3. Terdapatnya ulkus yang semakn memburuk sehingga tindakan pemotongan
menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.
2.4 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan proses yang terus menerus terjadi dari proses
inflamasi sampai terjadi perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel, endotel,
trombosit dan fibroblas keluar bersama-sama dari tempatnya dan berinteraksi
memulihkan
kerusakan.Patofisiologi
dari
luka
tersebut
meliputi
hemostatis/perdarahan, inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Bryant & Nix, 2007).
a. Fase Hemostatis
Fase hemostastis terjadi saat pertama kali luka terjadi. Hemostatis tubuh akan
memerintahkan pembuluh darah melakukan vasokonstriksi. Aktivasi platelet
dan agregasi bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Selain itu, adanya
luka akan mengaktivasi faktor pembekuan darah. Protrombin akan di ubah
menjadi thrombin yang akan digunakan untuk mengubah fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin. Hemostatis dilakukan untuk menginisiasi penutupan
luka, mencegah perdarahan dan kehilangan cairan, serta mencegah
kontaminasi bakteri pada luka yang terbuka.
b. Fase Inflamasi
Adaptasi tubuh saat terjadi luka melalui dua respon yaitu tingkat vascular dan
selular.Rusaknyasel merangsang respon vascular untuk mengeluarkan
mediator kimia seperti histamine, serotonin, komplemen, dan kinin. Hisatamin
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
36
dan prostaglandin akan mendilatasi pembuluh darah sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas daerah yang rusak.
Peningkatan aliran darah meningkatkan suplai nutrient dan oksigen yang
sangat berguna untuk proses penyembuhan. Selain itu, transportasi leukosit
kedaerah luka sehingga meningkatkan fagositosit pathogen dan debris. Fase
ini kondisi luka merah, edema, hangat, atau terdapat eksudat. Fase ini terjadi
3 sampai 4 hari.
c. Fase Proliferasi/rekonstruksi
Fase rekonstruksi dimulai 2-3 hari setelah injury dan berakhir 2-3
minggu.Fase ini terdiri dari terbentuknya kolagen, angionesesis, pertumbuhan
jaringan granulasi, dan perlekatan luka (wound contraction).Kolagen
merupakan protein yang penting dalam pembentukan jaringan baru. Pada
awalnya kolagen ini berbentuk seperti gel yang akan terus berkembang
menjadi lebih kenyal terdiri dari benang-benang dan dalam beberapa bulan
akan tumbuh sangat kuat menghubungkan kulit yang terluka. Proses perbaikan
jaringan dimulai dari tumbuhnya jaringan baru yang sangat rapuh (granulasi).
Jaringan granulasi ini berwarna merah.Epitelisasi diawali oleh tumbuhnya
jaringan epitel dari batas luka ke bagian dalam luka. Proses selanjutnya yaitu
terjadinya pemadatan dengan aksi miofibroblas yang akan menutup luka. Fase
ini terjadi 6-12 hari setelah injury.
d. Fase Maturasi
Maturasi adalah fase akhir dari penyembuhan luka.Fase ini dimulai 21 hari
setelah luka sampai 1-2 tahun atau lebih tergantung dari kedalaman dan luas
luka.Selama fase ini jaringan skar mengalami remodeling (mengurangi
tumpukan kolagen melalui lisis dan debridement).
2.5 Peran Sitokinin dan faktor pertumbuhan (Growth Factor) dalam
penyembuhan luka
Sitokinin bersama faktor pertumbuhan luka seperti platelet derived growth factor
(PDGF), fibroblast growth factor (FGF) aktif dalam proses penyembuhan luka.
Beberapa macam sitokinin yang terlibat dalam proses penyembuhan luka yaitu
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
37
TNF-α, interleukin-1 (IL 1), IL 6, IL 8 dan transforming growth factor-β1 (TGFβ1). PDGF pada konsentrasi rendah akan menginduksi sintesis dan sekresi,
sedangkan pada konsentrasi tinggi merupakan inhibitor pertumbuhan karena
menghambat ekspresi reseptor PDGF. TGF β juga menstimulasi daya kemotaksis
fibroblas, inhibisi produksi kolagen dan fibronektin, menghambat degradasi
kolagen karena peningkatan atau penurunan inhibitor proteas. Pada inflamasi
kronis TGF β terlibat dalam pertumbuhan fibrosis.
Dalam keseimbangan antara deposisi dan degradasi fibrin fungsi sitokinin
keseluruhan dapat menggeser keseimbangan tersebut ke arah residu fibrin. Pada
deposisi matrik ekstraseluler, sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor
pertumbuhan dan sitokinin yaitu PGDF, FGF, TGF β dan IL 1, IL 4, imuno
globulin GI ((Ig GI) yang diproduksi oleh leukosit dan limfosit pada saat sintesis
kolagen. pada proses remodeling faktor pertumbuhan seperti PGDF, FGF, TGF β
dan IL 1, TNF akan menstimulasi sintesis kolagen serta jaringan ikat lain yang
selajutnya memodulasi sintesis dan aktifasi metaloproitenase. Metaloproteinase
terdiri atas interstitial kolagenase dan gelatinase, diproduksi oleh beberapa macam
sel yaitu fibroblas, makrofag, neutrofil, sel sinovial, dan beberapa sel epitel. untuk
mensekresikannya perlu stimulus PDGF, FGF, IL 1, TNF alfa, sel fagosit, dan
stres fisik.
Tabel 2.8 Ringkasan Sitokin, Asal, Dan Fungsinya
Sitokin
PDGF
Asal sel
trombosit
makrofag
sel endotel
TGF-alfa
makrofag
limfosit T
keratinosit
trombosit
limfosit T
makrofag
sel endotel
keratinosit
trombosit
makrofag
makrofag
TGF-beta
EGF
FGF
Fungsi
kemotaksis
mitogen fibroblas
stimulator angiogenesis
stimulator kontraksi luka
mitogen keratinosit dan fibroblas
stimulator migrasi keratinosit
kemotaksis sel
stimulator angiogenesis dan fibroplasia
mitogen keratinosit dan fibroblas
stimulator migrasi keratinosit
kemotaktik dan mitogen fibroblas, keratinosit,
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
38
Keratinocyte
growth factor
TNF
sel mast
limfosit T
sel endotel
Fibroblast
stimulaot angigenesis
stimulator migrasi, diferensiasi dan proliferasi
keratinosit
makrofag
mengaktifkan makrofag
sel mast
mitogen fibroblast
limfosit T
stimulator angiogenesis
Interleukin
makrofag
IL-1 menginduksi demam dan pelepasan
(IL)-1, IL-2, sel mast
hormon adrenokortikotropik, memperkuat
IL-6, dan IL- keratinosit
TNF-alfa, mengaktifkan granulosit dan sel
8
limfosit T
endotel dan stimulator hemotopoiesis
IL-2 mengakatifkan makrofag, sel T dan
lymphokine-activated killer cells; stimulator
diferensiasi sel B aktif; stimulator proliferasi
sel B dan T aktif, dan menginduksi demam
IL-6 menginduksi demam dan meningkatkan
pelepasan reaktan fase akut oleh hepar
IL-8 meningkatkan adesi neutrofil, kemotaksis,
dan pelepasan granul
Thromboxane menghancurkan sel-sel vasokonstriksi
A2
luka
2.6 Perawatan luka ulkus diabetik dengan madu
2.6.1 Kandungan madu
Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, magnesium, kalsium,
alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terkandung dalam
madu adalah thiamin (B1), ribovlafin (B12), asam askorbat (C), piridoksin (B6),
niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. sedangkan enzim yang
penting terkandung dalam madu adalah enzim diatase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah
karbohidrat
komplek
(polisakarida)
menjadi
karbohidrat
yangsederhana
(monosakarida). Enzim invertase adalah enzim yang memecah molekul sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang
membantu oksidasi glukosa menjadi asam peroksida. enzim peroksidase
melakukan proses oksidasi metabolisme. Semua zat tersebut berguna untuk proses
metabolisme tubuh. Asam utama yang terdapat dalam madu adalah glutamat.
sementara itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam
butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat. (Suranto,
2004).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
39
2.6.2 Efek Penggunaan Madu dalam Proses Penyembuhan Luka
Penggunaan madu pada perawatan luka terbukti efektif. Penelitian pada 33 klien
yang dirawat dengan madu, 29 menunjukkan kesuksesan ditandai dengan proses
penyembuhan yang baik, dan rata-rata rawat 5-6 minggu. 3 orang tidak
menunjukkan hasil yang baik karena klien mengalami imunodefisiensi. Beberapa
penelitian telah dilakukan antara lain Molan (1998); Mattew & Binnington
(2002);
Molan (2011); Al-Waili, Salom, & Al-Ghamdi (2011); Acton &
Dunwoody (2008); Rooster, Declereq, & Bogaert (2008),
madu memiliki
efektifitas yang baik pada penyembuhan luka ditandai dengan luka menjadi lebih
bersih, tanda-tanda infeksi menghilang, inflamasi, bengkak, dan nyeri cepat
berkurang, bau berkurang, slough dan jaringan nekrotik berkurang, granulasi dan
epitelisasi meningkat serta penyembuhan luka minimal skar/jaringan parut.
a. Antibakterial
Berbagai penelitian mengatakan bahwa madu memiliki efek antibiotik berikut
akan dijelaskan kandungan madu sebagai agen antibakterial
1. Efek osmotik
Madu terdiri dari campuran 84% gula dengan kadar air 15-20 % sehingga
sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya kandungan air dan interaksi air
dengan gula tersebut akan membuat bakteri tidak dapat hidup (Acton &
Dunwoody, 2008).. Tidak ada bakteri yang dapat hidup pada kadar air kurang
dari 17%.
2. Aktivitas Hidrogen Peroksida
Selain efek osmotik madu mengandung zat lain yang dapat membunuh bakteri
yaitu hidrogen peroksida. Kelenjar hipofaring madu mensekresi enzim
gkukosa oksidase yang akan beraksi dengan glukosa bila ada air dan
memproduksi hidrogen peroksida. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu
sekitar 1 mmol/1000 kali lebih kecil jumlahnya daripada larutan hidrogen
peroksida 3% yang biasa dipakai untuk antiseptik. Meski konsentrasinya lebih
kecil, efektivitasnya tetap baik sebagai pembunuh kuman. Efek samping
hidrogen peroksida seperti merusak jaringan akan diatasi madu dengan zat anti
oksidan dan enzim-enzim lainnya.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
40
3. Sifat Asam Madu
Ciri khas madu bersifat asam dengan pH 3,2-4,5 cukup rendah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri yang berkembang rata-rata pada pH 7,27,4. sifat asam yang terkadung dalam madu (pH 3,9) membuat beberapa
bakteri tidak dapat hidup dan akan lisis (Molan, 2010)
4. Faktor Fitokimia
Beberapa jenis madu juga ditemukan zat antibiotik. Zat tersebut disebut faktor
non-peroksida. Madu yang selama ini telah diteliti memiliki faktor tersebut
adalah madu manuka (leptospermum scoparium) berasal dari Selandia Baru.
5. Aktivitas Fagositosis dan Meningkatkan Limfosit
Fagositosis adalah mekanisme "membunuh" kuman oleh sel yang di sebut
fagosit, sedangkan limfosit adalah sel darah putih yang besar peranannya
dalam mengusir kuman. Penelitian terbaru memperlihatkan madu dapat
meningkatkan pembelahan sel limfosit artinya memperbanyak pasukan sel
darah putih tubuh. Selain itu madu juga meningkatkan produksi sel monosit
yang dapat mengeluarkan sitokin TNF-alfa, interlaukin 1, dan interleukin 6
yang mengaktifkan respon daya tubuh terhadap infeksi. Kandungan glukosa
dan keasaman madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit dalam
menghancurkan bakteri. Madu memiliki aktfitas antibakteri yang berbeda.
Survey pada madu Selandia Baru yang berasal dari 16 sumber nektar berbeda
menentukan 36% dari total sampel punya akktivitas antibakteri yang rendah
atau tidak terdeteksi. Penelitian lain pada 340 sampel madu Australia dari 78
sumber nektar menemukan 68,5% sampel punya aktivitas antibakteri dibawah
nilai yang dapat di prediksi.
Beberapa hal yang membuat efek antibakteri madu berbeda-beda adalah
kandungan hidrogen peroksida dan non-peroksida seperti vitamin C, ion
logam enzim katalase, dan juga ketahanan madu terhadap suhu dan sensitifitas
enzim terhdap cahaya
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
41
b. Debridemen/autolitik
Madu memiliki karakteristik melembabkan area luka sehingga madu disebut
juga sebagai agen autolitik debridement (Robson, 2002 dalam Acton &
Dunwoody, 2008).Cara kerjanya dengan mengaktivasi plasminogen menjadi
plasmin. Selanjutnya plasmin akan mengkatalisis benang-benang fibrin yang
selanjutnya akan menghancurkan slough dan memperlancar aliran darah
sehingga dapat mengurangi adanya jaringan nekrotik (Molan, 2011). Autolitik
debridemen menggunakan madu dapat mengurangi terbentuknya skar dan
keropeng (Al-Waili, Salom, & Al-Ghamdi (2011).
c. Anti-inflamasi
Sifat osmotik pada madu menyebabkan aliran getah bedah/lymph menjadi
meningkat ke area luka (Molan, 2011). Selain itu tingginya kadar glukosa
meningkatkan glukolisis yang menghasilkan sumber energi bagi makrofag.
Semakin banyak macrofag semakin banyak pula bakteri dan benda asing yang
di lisiskan, sehingga hal ini akan menurunkan gejala inflamasi.
d. Penyembuhan luka
Madu mengandung vitamin c tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan
serum vitamin yang baik untuk sintesis kolagen (Molan, 2011).Sifat osmosis
pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat
nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka, tetapi juga
leukosit akan akan merangsang pelepasan Sitokin dan growth factor sehingga
lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena sifatnya yang
osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga
tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh.Dibandingkan dengan
perawatan dengan normal salin, perawatan dengan madu lebih efekti untuk
meningkatkan granulasi dan epitelisasi.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
42
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1. Pengkajian
3.1.1. Data dan Riwayat kesehatan
Klien adalah Tn.Y (No RM 435594), laki-laki berusia 46 tahun, sudah
menikah.Lahir pada tanggal 02 Februari 1968.Klien masuk ruang rawat lantai 6
PU pada tanggal 06 Mei 2014 dengan diagnosa ulkus pedis DM tipe 2 dan
anenima pada CKD.Selama pengkajian, sumber informasi berasal dari klien,
keluarga, perawat dan rekam medis klien.
Diagnosa DM sejak 2008.Riwayat hipertensi 2008, serangan stroke pertama tahun
2008. Sebelumnya klien sudah pernah di rawat di RS saat diagnosa DM,
kemudian saat serangan stroke. Klien rajin mengikuti program fisioterapi
sehingga awalnya klien tidak bisa jalan karena serangan stroke, setelah diterapi
kurang lebih 4 tahun klien bisa berjalan walupun tidak senormal dulu dan tetap
tidak bisa bekerja seperi dulu.
Klien mengatakan dulu pernah menggunakan insulin dan rutin meminum obat
antihiperglikemik. Sudah hampir 2 tahun ini klien tidak lagi minum obat anti
hiperglikemik karena menganggap DMnya sudah sembuh karena setiap di cek
gula darah dalam rentang nomal (<200 gr/dl).
Ulkus pedis dekstra di kaki klien berawal dari saat klien dibonceng naik sepeda
motor dan tergores punggung kakinya saat akan turun. Awalnya luka hanya
goresan sedikit, tetapi makin hari luka itu bukan sembuh malah mulai memerah,
bengkak, dan akhirnya melepuh. Awalnya tidak selebar yang sekarang (11 x 8,5
cm). Sejak tiga hari sebelum masuk RS luka telah dirawat oleh tetangganya.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
43
Saat bangun tidur klien tiba-tiba merasa sesak napas dan merasa sangat lemas
sekali. klien dibawa ke RS didekat rumah, saat di cek glukosa darahnya sangat
tinggi yakni 455 gr/dl akhirnya klien di rujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.
3.1.2. Pengkajian Fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Sejak serangan stroke pertama kali klien sudah tidak bekerja lagi dan hanya
beraktivitas di rumah.Aktivitas klien selama ± 4 tahun yang lalu mulai mengalami
keterbatasan akibat serangan stroke ditambah sudah hampir 3 hari yang lalu
terdapat luka di punggung kaki sebelah kanan sehingga aktivitas fisik tambah
berkurang.Aktivitas di waktu luang diisi dengan menonton televisi, duduk-duduk
santai, dan aktivitas paling jauh adalah main ke tetangga sebelah rumah.
Selama di rumah sakit aktivitas klien lebih banyak berbaring di tempat
tidur.Makan, minum, mandi, dan berganti pakaian dibantu oleh keluarga
(istri).Terdapat perubahan pada bentuk ruas-ruas jari kaki sedikit menekuk
kebawah (depresi).Kaki dan tangan kanan klien tidak terlalu kuat dengan rentang
gerak yang terbatas.Massa/tonus otot di ekstremitas kanan kurang.Klien
mengalami hemiparese dekstra. Hasil pengkajian kekuatan otot didapatkan nilai
3333 5555
3333 5555
Selama perawatan di RS klien mengatakan bisa tidur seperti biasa, akan tetapi
sering merasa terganggu saat dibangunkan tengah malam unutk diberikan obat.
Perasaan bosan terkadang ada, tapi tetap harus semangat melihat istrinya
semangat merawat dan berusaha memberikan yang terbaik untuknya.
2. Sirkulasi
Klien memiliki riwayat hipertensi.Pemeriksaan EKG menunjukkan tidak ada
masalah pada jantung.Hasil pemeriksaan darah 150/90 mmHg, Nadi 89 x/menit,
kuat, irama reguler di arteri radialis. Pemeriksaan jantung didapatkan S1 dan S2
normal, tidak ada gallops ataupun murmur. Pemeriksaan fisik paru didapatkan,
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
44
inspeksi dada tampak simetris, pengembangan dada maksimal.Auskultasi
didapatkan suara paru vesikular, tidak ada ronkhi, weezing, maupun krekels.
Status hidrasi klien tampak bermasalah, CRT <3, warna punggung kuku sedikit
pucat, warna lidah pink pucat, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, turgor
kulit cenderung normal, kulit kering bersisik, terlebih dibagian tungkai, tidak ada
asites, tidak ada distensi vena jugularis, nilai JVP 5±2 cmH 2O, diaporesis tidak
ada. Berdasarkan hasil laboratorium tanggal 06 mei 2014 klien cenderung
mengalami anemia kadar Hb 6,6 g/dl, Ht 30%, dan jumlah eritrosit 2,1 juta/ul.
Pemeriksaan ekstremitas kaki didapatkan ulkus kaki diabetikum wagner grade 3
di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5
cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik,
tidak ada neuropati, teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta terdapat
edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI (angkle brachial indeks) didapatkan
nilai 0,93 (Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik posterior).
Klien mengatakan kakinya kadang-kadang merasa kesemutan dan kebas.Klien
juga berpikir kenapa luka yang tadinya kecil malah melebar.Pemeriksaan human
sign negative.Tidak ada varises.Penyebaran rambut pada ekstremitas tidak merata.
3. Integritas Ego
Saat ini klien terlihat cemas, mudah tersinggung, dan tidak sabar.Awalnya klien
dan keluarga mengatakan mendapat perawatan kelas II karena istrinya adalah PNS
golongan IIIA.Setelah beberapa hari di rawat klien tampak lebih terbuka baik
dengan perawat.
Status klien di rumah adalah sebagai kepala keluarga.Klien merasa sedih karena
penyakitnya, klien tidak bisa memberikan nafkah keluarga.Klien merasa
beruntung karena biaya perawatan ditanggung oleh asuransi kesehatan istrinya,
sehingga tidak terlalu memberatkan finansial keluarga.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
45
Klien bersuku jawa. Selama ini klien meyakini ketika sedang ada luka tidak
diperbolehkan makan-makanan yang amis seperti telur, ikan, dan daging karena
akan membuat lukanya menjadi basah dan lama sembuhnya. Selama di rawat di
RS klien tidak melakukan ibadah.
4. Eliminasi
Pola BAB klien sebelum di RS rutin setiap hari sekali pada pagi hari dengan
karakteristik feses kuning kecoklatan dan lembek. BAB terakhir adalah sebelum
klien dibawa ke RS yaitu pada tanggal 5 mei 2014. Tidak ada riwayat perdarahan,
tidak ada hemoroid. Palpasi abdomen tidak teraba massa, lunak, permukaan datar,
tidak ada nyeri tekan, bising usus 6 x/menit.
Pola BAK klien sebelum di RS sering apalagi pada malam hari. Selama di RS
klien menggunakan kateter. Jumlah urin tampung per 24 jam adalah 1700 cc
(tanggal 7 mei 2014). Karakteristik urin berwarna kuning keruh, dan pekat.Klien
tidak menggunakan diuretik.
5. Makanan/cairan
Pada hari pertama masuk (06/05/2014) klien di berikan diit susu cair. Klien
mengatakan ada rasa mual, selera makan tidak berkurang, cepat haus, dan klien
tidak memiliki alergi makanan.Saat ini klien terpasang NGT (naso gastric tube)
yang digunakan untuk mengalirkan isi lambung.Pada hari kedua (07/05/2014)
selang NGT telah dicabut.Klien mendapat diit nasi biasa dan snack.Klien tidak
mengalami gangguan menelan.Terjadi penurunan BB dari 60 kg 2 bulan lalu,
menjadi 50 kg.Tinggi badan klien 165 cm. Hasil pengukuran status nutrisi IMT
klien adalah 18.3 yang berarti dalam batas normal.
6. Higiene
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
46
Kondisi klien yang imobilisasi dan bergantung pada orang lain tidak membuat
klien menjadi bau badan, klien tetap mandi lap setiap pagi. Kondisi rambut tidak
berminyak dan tidak ada ketombe.Selama ini aktivitas hygiene dibantu oleh istri.
7. Neurosensori
Klien mengatakan sering merasa pusing.Merasa kesemutan dan kebas di bagian
kaki apalagi telapak kaki frekuensi terjadinya kadang-kadang. Saat ini klien masih
memiliki gejala sisa stroke seperti hemiparese dekstra, berbicara pelo, area wajah
sebelah kiri seperti tertarik. Tidak ada kejang, penurunan pendengan maupun
penglihatan. Hasil pemeriksaan menunjukkan orientasi klien terhadap tempat,
orang , dan waktu masih baik. Tidak ada gangguan pada memori saat ini dan
yang lalu.
8. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri dan ketidaknyaman dikaitkan dengan adanya luka.Saat dilakukan balutan
luka, klien mengatakan nyeri dengan intensitas yang tidak dapat disebutkan oleh
klien.Terlihat wajah klien meringis dan menarik bagian kaki saat terkena bagian
luka.Nyeri ini dapat hilang dengan tarik napas dalam.
9. Pernapasan
Saat dilakukan pengkajian, klien tidak mengatakan sesak namuk sesak sesekali
muncul.Saat ini klien terpasang nasal kanul dengan oksigen 3 liter/menit.frekuensi
pernapasan klien saat ini adalah 18 x/menit, tidak ada napas cuping hidung. Tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan. Klien memiliki riwayat merokok sampai 1
pack perhari.Sejak terkena stroke 5 tahun yang lalu klien telah berhenti merokok.
10. Keamanan
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
47
Klien imobilisasi di tempat tidur.Semua aktivitas dibantu.Saat ini klien
mendapatkan transfusi PRC (Packet Red Cell).Tidak ada riwayat alergi.Integritas
kulit terganggu.Klien mengalami hemiparesis dekstra.
11. Interaksi sosial
Klien berusia 46 tahun, sudah tidak bekerja.Interaksi sosial terbatas pada keluarga
dan tetangga sekitar rumah.Klien tinggal di sebuah perumahan bersama istri dan 2
anaknya.Sistem pendukung berasal dari saudara klien, anak dan istrinya.Selama di
rawat di RS beberapa orang datang untuk menjenguk.Interaksi dengan perawat
ruangan juga baik.Sedikit kendala interaksi yang dialami klien adalah suaranya
yang belum jelas akibat gejala sisa stroke.
12. Penyuluhan dan pembelajaran
Bahasa dominan klien adalah bahasa Indonesia, klien juga dapat berbahasa
jawa.Kline dapat membaca dan menulis, pendidikan terakhhir adalah SMA.Klien
telah mengetahui tentang penyakitnya. Hal yang dibutuhkan adalah pemahaman
yang salah tentang nutrisi untuk proses penyembuhan luka, perawatan kaki
diabetikum, dan prinsip perawatan luka ulkus saat diputuskan untuk melakukan
perawatan secara mandiri, serta penyuntikan insulin (klien dan keluarga pernah
menggunakan insulin tetapi sudah lama tidak dilakukan).
3.1.3 Laboratorium
Tabel 3.1 hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal
Jenis pemeriksaan
06/05/2014
Pemeriksaan AGD:
Tanggal
Nilai
Satuan
Nilai Normal
pH
7.79
7.35-7.45
pCO2
20.0
mmHg
33-44
pO2
118.3
mmHg
71-104
Bikarbonat (HCO2)
31.3
mmol/L
22-29
Kelebihan basa (BE)
14.8
mmol/L
-2-2
Jenis pemeriksaan
Nilai
Satuan
Nilai Normal
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
48
Saturasi O2
99.6
%
94-98
Hemogloblin
6.6
g/dL
12.0-15.0
Hematokrit
30
%
36-46
Eritrosit
2.1
Juta/µL
4.3-6.0
Leukosit
13000
µL
4800-10800
Trombosit
564000
µL
150-400 ribu
Ureum
177
mg/dL
20-50
Kreatinin
1.3
mg/dL
0.60-1.2
Glukosa darah sewaktu
455
mg/dL
<200
Natrium
113
mEq/L
132-147
Kalium
4,8
mEq/L
3,30-5,40
Klorida
100
mEq/L
94,0-111,0
Aseton
Negatif
Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan
kimia
klinik:
7/05/2014
Pemeriksaan hematologi
Hemogloblin
7,4
g/dL
12.0-15.0
Hematokrit
20
%
36-46
Eritrosit
2,3
Juta/µL
4.3-6.0
Leukosit
147900
µL
4800-10800
Trombosit
326000
µL
150-400 ribu
Besi (Feron)
161
µg/dL
70-200
TIBC
206
µg/dL
253-435
Bilirubin total
0,5
mg/dl
<1,5
SGOT
101
µ/L
<35
SGPT
53
µ/L
<40
Protein Total
4,4
g/dl
6-8,5
Albumin
2,5
g/dl
3,5-5,0
Globulin
1,9
g/dl
2,5-3,5
Kalsium
6,8
mg/ dL
8,6-10,3
Magnesium
2,52
mEq/L
1,8-3,0
Jenis pemeriksaan
Nilai
Satuan
Nilai Normal
Pemeriksan kimia klinik
Tanggal
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
49
Fosfor
3,7
mEq/L
2,5-5,0
Natrium
131
mEq/L
132-147
Kalium
4,0
mEq/L
3,30-5,40
Klorida
98
mEq/L
94,0-111,0
Immunoserologi:
>1200
mg/mL
20-2500
Kalsium
6,6
mg/ dL
8,6-10,3
GDS
158
mg/dl
<200
HbA1C
8,3
%
5,7-6,4
Hemogloblin
5,9
g/dL
12.0-15.0
Hematokrit
17
%
36-46
Eritrosit
1,9
Juta/µL
4.3-6.0
Leukosit
9000
µL
4800-10800
Trombosit
244000
µL
150-400 ribu
Kalsium
6,9
mg/ dL
8,6-10,3
Magnesium
2,11
mEq/L
1,8-3,0
GDS
198
mg/dl
<200
Natrium
120
mEq/L
132-147
Kalium
3,9
mEq/L
3,30-5,40
Klorida
105
mEq/L
94,0-111,0
Feritin
8/05/2014
Kimia klinik :
Hematologi:
9/05/2014
Kimia klinik
3.1.4. Diagnostik
Hasil radiografi thorax tanggal 6 Mei 2014:
Jantung kesan membesar
Aorta dan mediatinum superior baik
Thrakhea ditengah
Kedua hilus tak menebal
Tampak infiltrate minimal di parakardial kanan
Sinus kostofrenikus bilateral baik
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
50
Diafragma kanan lebih tinggi
Kesan:
Kardiomegali
Imfiltrat minimal di parakardial kanan
Diafragma kanan letak tinggi →proses subdiafragma
Hasil radiografi pedis kanan
Kedudukan tulang-tulang pedis baik
Tak tampak lesi litik, lesi blatik, fraktur, atau destruksi
Tak tampak gambaran emfisema sub kutis
Tak tampak penebalan jaringan lunak
Densitas tulang menurun
Tampak gambaran opak disekitar pedis (kasa?)
Kesan:
Osteoporosis
Tak tampak tanda osteomielitis
3.2 Masalah dan Intervensi keperawatan
Masalah keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Masalah keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan
kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang profesi perawat. Tiga masalah keperawatan utama pada kasus ini
meliputi kekurangan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh, dan risiko perluasan infeksi.
Masalah keperawatan yang pertama adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik. NIKNOK (2012) mendefinisikan kekurangan volume cairan adalah
penurunan cairan intravaskuler, interstisial, atau intrasel. Masalah ini ditegakkan
berdasarkan data yang muncul pada klien meliputi klien mengatakan selalu
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
51
merasa haus dan sekarang sangat lemas. Data objektif yang dapat sebagai berikut
haluaran urin (±1900 cc/24jam), CRT < 3 detik, bibir kering, Ht 30% (menurun),
GDS 455, gr/dl suhu tubuh 37,50 C, TD 150/90 mmHg (tinggi), nadi 89 x/menit,
kuat, reguler dan turgor kulit masih normal. Klien datang dengan kondisi lemas,
klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya klien BAB cair berwarna
hitam, jumlah tidak terlalu banyak.
Intervensi yang dilakukan meliputi kontrol hiperglikemi, rehidrasi adekuat, dan
pemantauan status cairan. Kontrol hiperglikemi dilakukan dengan cara pemberian
insulin. Intervensi ini bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah mendekati
normal sehingga mengurangi diuresis osmotik. Selain itu rehidrasi dilakukan
dengan memberikan terapi cairan isotonik serta transfusi darah. Intervensi ini
bertujuan untuk penggantian cairan yang hilang sehingga meminimalkan
terjadinya syok. Tidak hanya itu, pemantauan status cairan seperti pulsasi nadi,
capillary refil, tekanan darah, pernapasan, turgor kulit, dan mukosa mulut
dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok lebih awal sehingga segera
mendapatkan pertolongan. Satu hal yang tidka kalah penting yang harus dilakukan
adalah balance cairan. Balance cairan bertujuan untuk menghitung cairan yang
keluar dan masuk, sehingga dapat di ketahui apakah klien membutuhkan
penggantian cairan seberapa banyak untuk menggantikan cairan yang hilang.
Masalah keperawatan yang kedua yaitu Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
hipermetabolisme
b.d
pada
defisiensi
infeksi.
insulin,
penurunan
NIKNOK
intake
(2012)
oral,
dan
mendefinisikan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebagai suatu kondisi
dimana asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data yang didapat meliputi klien
mengatakan mual dan ingin muntah sehingga tidak nafsu makan. Pengkajian
nutrisi dengan rumus ABCD (Antropometri, Biokimia, clinica/klinis, dan Diet)
didapatkan (A) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila 25 cm (normal);
(B) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl; leukosit 1300 /ul;
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
52
aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4 gr/dl; (C) Penurunan berat badan
(10 kg dalam 2
bulan), membran mukosa pucat, tonus otot menurun, dan
konjungtiva mata anemis; (D) sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi
lambung, melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak.
Intervensi
yang
dilakukan
meliputi
manajemen
obat/farmakologi
anti
hiperglikemik, memberikan nutrisi yang adekuat untuk mencegah penurunan berat
badan secara cepat serta meminimalkan terjadinya hipoglikemia post pemberian
obat anti hiperglikemik, mengidentifikasi makanan kesukaan dan menghidangkan
makanan selagi hangat, serta kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi gejala
simpotatik gastrointestinal. Intervensi yang dilakukan bertujuan meningkatkan
penggunaan glukosa oleh sel, sehingga kadarnya tidak terlalu tinggi di sistem
vaskular. Selain itu asupan kalori yang adekuat dapat mengurangi risiko
kekurangan nutrisi dan berat badan.
Masalah keperawatan yang ketiga yaitu risiko perluasan infeksi berhubungan
dengan kerusakan integritas jaringan terinfeksi. Risiko perluasas infeksi ini
ditegakkan karena kondisi klien tidak lagi berisiko mengalami infeksi tetapi
infeksi sudah terjadi/aktual terjadi sehingga diagnosa yang diangkat adalah risiko
perluasan infeksi. Masalah ini ditegakkan berdasarkan data adanya luka ulkus
diabetikum wagner grade 3, pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau
sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan kedalam ±
2.5 cm, tepi luka nekrotik, teraba hangat, warna merah di sekitar luka, terdapat
edema di pedis dekstra dan hasil laboratorium menunjukkan nilai leukosit
meningkat menjadi 13000 /ul, GDS 455 g/dl.
Intervensi yang dilakukan terbagi menjadi dua hal yang utama yaitu kontrol
infeksi dan proteksi terhadap infeksi. Kontrol infeksi bertujuan untuk menurunkan
insidensi, durasi dan prevalensi penyakit, risiko transmisi, efek infeksi yang
dilakukan melalui tindakan intervensi meliputi pemenuhan lingkungan yang
bersih, five moment dengan hand hygiene yang benar, kontrol lingkungan, kontrol
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
53
penggunaan alat medis dan kolaborasi pemberian antibiotik untuk menekan agen
infeksius. Sedangkan proteksi terhadap infeksi bertujuan untuk pencegahan dan
pendeteksi dini adanya infeksi atau perluasan infeksi yang dilakukan melalui
tindakan, meliputi monitoring tanda dan gejala infeksi, perawatan luka dengan
madu, dan monitoring luka setiap hari.
3.3 Implementasi dan Evaluasi
Masalah keperawatan pertama yang muncul adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik. Implementasi dilakukan sejak tanggal 7 Mei 2014. Masalah kekurangan
volume cairan di targetkan teratasi setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam
ditandai dengan hidrasi adekuat tidak ada tanda-tanda dehidrasi. Implementasi
pertama dilakukan sejak klien berada di IGD. Hal yang dilakukan dan menjadi
planing untuk dilakukan di ruang rawat adalah pemberian insulin 20 unit dan
pemberian Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl 0,9% per 12 jam. Intervensi ini
dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah yang cepat dan
menggantikan cairan yang hilang akibat diuresis osmotik. Selanjutnya intervensi
yang dilakukan di ruang rawat meliputi
meliputi monitoring tanda-tanda
dehidrasi, monitoring pengeluaran abnormal seperti muntah, kolaborasi
pemberian Nacl 0,9% per 8 jam sebagai maintenace cairan. Pada hari pertama di
rawat tanggal 7 mei 2014, klien dipuasakan tidak mendapat asupan makanan.
Pada awalnya klien benar-benar tidak minum karena mereka menganggap puasa
sama dengan tidak boleh makan dan minum. Padahal yang dimaksud puasa disini
adalah tidak boleh makan tetapi boleh minum. Puasa didukung juga dengan
pemasangan NGT yang bertujuan untuk mengalirkan residu lambung dan
mengevaluasi apakah terjadi perdarahan di gastrointestinal. Hal ini dilakukan
karena kadar hb klien yang rendah yakni 6,6 gr/dl. Setelah diedukasi dan
penjelasan dinerikan, klien mau minum walaupun masih sedikit. Klien menunggu
untuk mendapat kepastian dari dokter. Balance cairan tidak lupa dilakukan setiap
hari. pada hari pertama didapatkan balance cairan Tn Y negatif -117 cc. Klien
tetap dimotivasi untuk meningkatkan asupan oral agar terjadi keseimbangan
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
54
cairan. Pada hari ketiga yakni tanggal 9 Mei 2014, balance cairan Tn Y sudah
seimbang antara yang dikeluarkan dengan yang masuk walaupun berlebih 50 cc
namun ini masih dalam rentang normal.
Masalah keperawatan kedua adalah
kebutuhan
tubuh
b.d
penurunan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
intake
oral,
defisiensi
insulin,
dan
hipermetabolisme pada infeksi. Masalah keperawatan ini ditargetkan dapat
teratasi setelah dilakukan intervensi selama 4 x 24 jam dengan kriteria hasil kadar
glukosa normal, asupan kalori cukup ditandai dengan makanan yang diberikan
dapat habis, dan tidak terjadi penurunan berat badan. Implementasi pertama di
mulai pada tanggal 8 Mei 2014. Implementasi yang dilakukan meliputi
dimulainya diit biasa dengan memberikan makanan selagi hangat. Pada hari
pertama klien mengeluhkan mual sehingga tidak nafsu untuk makan. Pemberian
makan selagi hangat bertujuan untuk menurunkan tingkat mual, karena efek
hangat dari makanan merelakskan otot-otot gastrointestinal. Selain itu perawat
juga mengidentifikasi makanan kesukaan klien ataupun makanan apa yang sedang
ingin di konsumsi klien. Tetapi pada hari pertama ini klien tidak sedang ingin
makan yang lain. akhirnya perawat memberikan motivasi dan penjelasan akibat
dan kegunaan makanan yang di konsumsi. Hasilnya klien mau makan tetapi
sedikit dengan sebelumya telah diberikan obat sucralfat untuk melapisi lambung.
Sebelum makan klien telah mendapat insulin. Karena makanan tdak dihabiskan
sehingga perawat terus memantau adanya tanda-tanda hipoglikemi yang mungki
terjadi seperti penurunan kesadaran, kulit dingin, pulsasi meningkat, rasa lapar,
iritabilitas, ansietas, kepala pusing, penglihatan kabur, dan gemetaran. Pemberian
insulin bertujuan untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel sehingga
kadar glukosa plasma dalam nilai normal dan tidak terjadi kelaparan dalam sel.
Edukasi yang diberikan juga mengenai bagaimana penyuntikan insulin. Infeksi
juga dapat menyebabkan hipermetabolisme yang dapat menggangu metabolisme
tubuh. hal yang dilakukan adalah dengan memberikan asupan nutrisi sesuai
kebutuhan dan mengontrol infeksi tersebut. Kekurangan dari implementasi yang
dilakukan adalah tidak mengukur berat badan setiap hari. hal ini dikarenakan klien
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
55
tidak mampu berdiri selain karena lemas, hemiparese dekstra, dan adanya luka di
pedis dekstra.
Masalah keperawatan ketiga adalah risiko perluasan infeksi berhubungan dengan
kerusakan interitas kulit terinfeksi. Masalah keperawatan ini ditargetkan dapat
teratasi setelah dilakukan intervensi selama 4 x 24 jam dengan kriteria hasil tidak
terjadi perluasan infeksi/infeksi berkurang ditandai dengan leukosit menurun,
jumlah slough berkurang, tidak terjadi perburukan luka dan menunjukkan perilaku
untuk mencegah infeksi. Implementasi dilakukan sejak pertama di rawat.
Implementasi yang dilakukan meliputi menjaga kebersihan lingkungan dengan
mengganti linen setiap hari, melakukan five moment dengan hand hygiene yang
benar. Hand hygiene tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi juga
dilakukan oleh penunggu dan pengunjung oleh karena itu perawat mengevaluasi
hand hygiene yang dilakukan oleh penunggu dan pengunjung selanjutnya perawat
memberikan edukasi cara melakukan hand hygiene dengan benar. Pencegahan
infeksi juga dilakukan dengan mengontrol alat medis yang digunakan seperti infus
dan kateter yang memiliki risiko tinggi terhadap kejadian infeksi. Tindakan
kolaborasi yang dilakukan adalah dengan memberikan obat antibiotik sesuai
dengan jadwal pemberian obat. Pada saat pertama masuk jumlah leukosit klien
diatas normal (13000 ul) yang menandakan adanya infeksi. Kemudian pada klien
ini juga mengalami kenaikan suhu 37,60C. Pada hari ketiga perawatan jumlah
leukosit menurun menjadi 9000ul (normal).
Implementasi untuk mengurangi perluasan infeksi pada luka dilakukan dengan
topikal alami yaitu madu dan mengganti balutan 1-2 kali sehari. Prinsip tindakan
yang dilakukan dalam 4 hari perawatan ini adalah pengurangan atau
meminimalkan infeksi karena saat pertama klien datang pada luka tampak slough
yang menutupi semua permukaan luka dan terdapat bau khas yang keluar dari
luka tersebut saat dibuka. Pada hari sabtu tanggal 10 Mei 2014 jumlah slough
yang minimal, tidak tercium bau khas saat balutan di buka. Selain itu juga tidak
ada tanda-tanda perburukan luka seperti
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
56
BAB 4
ANALISIS MASALAH
4.1. Analisa Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan Terkait Kasus
Klien adalah Tn Y (46 tahun). Klien berasal dari suku jawa, sejak kecil tinggal di
Jawa Timur, tetapi setalah dia lulus pendidikan diplomanya klien pindah merantau
ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Dewasa ini banyak warga daerah yang pergi
kekota untuk mencari pekerjaan. Mereka mengadu nasib di beberapa kota besar di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan arti dari perkotaan itu sendiri yaitu wilayah
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
(Stanhope & Lancaster, 2004).
Berbagai fasilitas dan kemudahan banyak
ditawarkan di kota-kota besar seperti kemudahan transportasi, pelayanan
kesehatan, dan akses pendidikan dengan fasilitas yang lengkap semakin
meningkatkan minat warga desa untuk pindah tinggal di daerah kota. Perpindahan
ini bukannya tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Berbagai
masalah-masalah yang diakibatkan oleh urbanisasi yang besar-besaran, salah
satunya adalah masalah kesehatan.
Berbagai
kesibukan
seperti
aktivitas
bisnis,
pemerintahan,
perkantoran,
perkuliahan merupakan beberapa aktivitas yang sering kita lihat di daerah
perkotaan. Pekerjaan yang menumpuk, menambah jam kerja (lembur), stresor dari
rekan, atasan, dosen, dan diri sendiri, selalu mewarnai berbagai aktivitas tersebut.
Jika diperhatikan kegiatan-kegiatan diatas bersifat monoton selalu seperti itu
rutinitas yang terjadi dari hari ke hari. Hal ini membuat kehidupannya terfokus
dengan apa yang ada sekarang sehingga jarang melakukan refreshing maupun
aktivitas olahraga. Jikapun ada frekuensinya tidak terlalu banyak. Klien Tn Y
sebelumnya pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta sejak tahun 1989.
Seperti itulah hal sama yang dirasakan Tn Y. Sejak muda selalu fokus dengan
pekerjaan dan jarang memperhatikan kebutuhan untuk olahraga dan refreshing.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
57
Klien berfikir hal-hal tersebut dapat dilakukan nanti jika apa yang diinginkan
sudah tercapai ataupun jika ada waktu. Yang terpikir oleh klien selama bekerja
adalah bagaimana caranya dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan
memperoleh prestasi yang bagus baik selama di dunia perkuliahan maupun di
dunia kerja.
Dalam memenuhi tugas baik di perkuliahan maupun pekerjaan klien Tn Y tidak
jarang ditemani berbagai cemilan seperti aneka kripik, kacang, kue, gorengan,
kopi, soft drink, atau apapun yang dapat dimakan dan membuatnya tetap terjaga.
Selama bekerja klien sering mendapat jamuan makan siang maupun makan malam
bersama rekan-rekan kerjanya. Klien Tn Y menyukai makanan yang manis,
makanan bersantan (makanan padang), dan tidak terlalu suka sayuran. Klien yang
tidak suka sayuran ini mengganti dengan menyukai buah. Klien menyukai buah
pisang. Hampir setiap hari klien konsumsi pisang. Sluik, Boeing, Li, Kaaks,
Johnsen et al (2013) mengatakan gaya hidup seseorang berhubungan erat dalam
kejadian DM. Gaya hidup yang dimaksud adahah konsumsi makanan tinggi lemak
(margarine dan butter), kue, cookies, dan soft drink meningkatkan kejadian DM.
Selain itu kurangnya aktivitas dan merokok juga menjadi faktor risiko kejadian
DM.
4.2. Analisa Asuhan Keperawatan Kasus
Tn Y (46 tahun) masuk RS dengan diagnosa medis ulkus pedis dekstra pada DM
tipe 2, Anemia pada CKD. Suyono (2009) mengatakan usia >40 tahun memiliki
risiko lebih tinggi dibandingkan usia dibawah 40. Bertambahnya usia dikaitkan
dengan penurunan fungsi yang terjadi sesuai dengan teori penuaan wear and tear
yang menyatakan bahwa organ tubuh semakin lama digunakan akan mengalami
kerusakan. Tidak terkecuali dengan fungsi organ pangkreas, fungsi endokrin
pangreas
dalam
menghasilkan
insulin
akan
semakin
menurun
seiring
bertambahnya usia (Sujono & Sukarmin, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
58
Sebelum sakit berat badan klien berada dalam rentang 65-70 kg. Berdasarkan
perhitungan IMT berat badan Tn Y termasuk dalam kategori berlebih (23,8925,73). Kategori obesitas berdasarkan depkes apabila nilai IMT lebih dari 27.
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pangkreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pangkreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
Berdasarkan pengkajian Tn Y tidak memiliki anggota keluarga dengan riwayat
DM. Penelitian Adji (2011) mengatakan bahwa 67% penderita DM tidak memiliki
riwayat keluarga dengan DM. Penelitian lain mengatakan pola makan memiliki
hubungan yang erat dengan kejadian DM (Sumangkut, Supit, dan Onibala, 2013).
Hal ini dikarenakan kejadian tingginya kadar glukosa dalam darah tidak hanya
disebabkan oleh abnormalitas genetik yang berkaitan dengan sistem regulasi
metabolisme glukosa (abnormalitas gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen
reseptor insulin) tetapi juga disebabkan karena peningkatan beban kerja
pangkreas, stres fisik (infeksi pangkreas) maupun stres psikologis (kaitannya
dengan kortisol) pada pangkreas.
Peningkatan beban kerja pangkreas sering dijelaskan dalam mekanisme terjadinya
sindrom metabolik kaitannya dengan resistensi insulin. Dalam kondisi normal
pangkreas akan menghasilkan insulin dalam dua fase. Fase pertama untuk terjadi
segera setelah ada rangsangan pada sel beta, kemudian cepat berakhir dan
muncullah fase dua yang akan mensekresikan insulin dalam waktu yang lebih
lama untuk mempertahankan kadar insulin agar tetap dalam batas fisiologis tubuh.
Pada seseorang yang mengkonsumsi makanan berlebih, pangkreas ini akan
berkerja terus-terusan, awalnya pangkreas akan melakukan kompensasi. Saat
terjadi kompensasi ini jumlah insulin yang dihasilkan akan berlebih, sehingga
memungkinkan sel akan mengalami resistensi terhadap insulin. Jika kondisi ini
berlangsung dalam waktu yang lama pangkreas akan mengalami kegagalan dalam
melakukan kompensasi. Akhirnya insulin yang dihasilkan akan sangat
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
59
berkurang/insufisiensi. Hal inilah yang mungkin terjadi pada klien Tn Y, saat
mudanya klien mengatakan sering ngemil agar tetap terjaga sehingga dapat
menyelesaikan baik tugas perkuliahan maupun pekerjaannya. Hal ini juga
didukung dengan penelitian Sumangkut, Supit, dan Onibala (2013) yang
mengatakan konsumsi makanan secara tidak baik akan menyebabkan DM. jenis
makanan yang dimaksud adalah banyak mengandung gula dan dapat
meningkatkan kadar glukosa dalam darah seperti cake, tart, dodol, dan kue-kue
yang terlalu manis, minuman sirup, minuman bersoda, es teh manis dan susu
kental manis, frekuensi makan yang tidak teratur pada responden penderita DM
tipe-2 dan kebiasaan makan yang tidak tepat waktu di karenakan kesibukkan
pekerjaan masing-masing dan sering makan tidak terkontrol.
Lima pilar penatalaksanaan DM meliputi penyuluhan (edukasi), perencanaan
makan (diet), latihan fisik, pengobatan medis, dan pemantauan (monitoring).
Berdasarkan hasil pengkajian dari kelima pilar penatalaksanaan DM ini tidak ada
yang benar-benar dilakukan oleh Tn Y. Dalam hal pengetahuan atau edukasi.
Keluarga mengetahui apa itu DM, tanda dan gejala, dan komplikasinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Keban, Purnomo, dan Mustofa (2013)
tingkat pengetahuan tentang DM sebanding dengan tingkat kepatuhan dalam
pengobatan DM. Dalam hal perencanaan makan, klien sering mengalami kesulitan
untuk mengontrol untuk tidak makan dan ngemil terus-terusan karena klien sering
merasakan lapar walaupun setelah makan. Klien mengatakan jarang melakukan
latihan fisik/olahraga hal ini karena keterbatasan ruang geraknya akibat gejala sisa
stroke. Satu hal yang sudah tidak dilakukan selama beberapa tahun belakangan ini
adalah konsumsi obat anti hiperglikemik dan melakukan kontrol/cek kadar gula.
Hal ini dilakukan karena terakhir mengecek kadar glukosa darahnya sudah
normal. Klien beranggapan bahwa jika kadar glukosa sudah normal berarti dirinya
sudah sembuh dari penyakit DM.
Penatalaksanaan yang tidak efektif meningkatkan risiko klien mengalami berbagai
komplikasi dari DM. Komplikasi akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
60
kadar gula dalam darah antara lain hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan
sindrom
hiperglikemik
hiperosmolar
non
ketotik
(Smelzer
&
Bare,
2002).Komplikasi kronik atau jangka panjang dikelompokkan menjadi komplikasi
makrovaskular (aterosklerosis) dan mikrovaskular (retinopati, nefropati, gangguan
sistem sirkulasi perifer, dan neuropati) (Smeltzer &Bare, 2002). Komplikasi yang
banyak terjadi adalah terkait mikrovaskular yang bermuara pada terjadinya ulkus
diabetikum,
The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang dengan DM
memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Adapun faktor risiko
tersebut antara lain laki-laki, klien dengan kontrol glukosa yang buruk, sudah
mengalami diabtes melitus > 10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami
komplikasi kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio, Schroeder, &
Blume, 2005). Jika dikaitkan dengan hasil penelitian
Sumpio, Schroeder, &
Blume(2005) faktor risiko terjadinya ulkus dapat ditemukan di klien Tn Y. Tn Y
telah mengami DM selama 7 tahun dengan kontrol glukosa darah yang buruk,
selain itu klien juga telah mengalami stroke dan gangguan ginjal (penurunan nilai
GFR 50,2 ml/menit/1,73m2CKD stage 3).
Dua hal yang mendasari terjadinya ulkus diabetikum adalah terjadinya gaya gesek
ataupun gaya tekan pada permukaan kulit klien dengan DM. Pada kasus ini ulkus
pedis yang dialami oleh Tn Y berasal dari gesekan saat beliau turun dari
membonceng naik sepeda motor anaknya. Awalnya luka itu hanya kecil dan
berupa goresan, tetapi semakin hari goresan itu semakin merah, membengkak, dan
akhirnya melepuh. Berdasarkan hasil pengkajian klien tidak memiliki riwayat
ulkus sebelumnya, tanda yang muncul pada klien adalah kakinya sering merasa
tebal saat menginjak tanah, produksi keringat menurun, kadang terasa panas, kulit
kering pecah-pecah, dan distribusi rambut kaki menipis. Hasil rontgen pedis yang
dilakukan di RSPAD tidak menunjukan adanya osteomielitis. Osteomielitis
merupakan infeksi yang terjadi di tulang merupakan salah satu kriteria untuk
dilakukan amputasi.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
61
Pengkajian luka didapatkan ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 di pedis
dekstra, tampak luka dengan slough, bau sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka
meluas di bawah kulit dengan kedalam ± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-),
teraba hangat, warna merah di sekitar luka, serta edema di pedis dekstra.
Pemeriksaan ABI sinistra (angkle brachial indeks) nilai 0,93 (Tekanan sistolik
brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik dorsalis pedis 140 mmHg).
Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim dari berbagai
multidisiplin
ilmu.
Penatalaksanaan
ini
meliputi
debridement,
ganti
balutan/dressing, mengurangi beban (offloading), dan tindakan bedah (skin graft,
revaskulasrisasi/bypass, dan amputasi) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Perawatan
yang sudah dilakukan pada luka ulkus diabetikum Tn Y meliputi proteksi
terhadap infeksi dengan mengganti balutan dengan madu, mengurangi beban
dengan menginstirahatkan klien di tempat tidur (bed rest), dan tindakan
debridemen mekanik di ruang bedah.
Fokus utama masalah keperawatan yang ditegakkan terkait adanya ulkus
diabetikum dalam kasus Tn Y ini adalah pengendalian agar tidak terjadi perluasan
infeksi. Perawatan luka dengan madu berdasarkan berbagai penelitian sangat baik
karena sifat madu yang lembab, memiliki osmotik yang baik, mengandung zat
anti bakteri, dan sebagai agen autolitik/ auto debridemen. Saat perawatan luka
dilakukan perawat juga senantiasa melihat dan mengamati adanya tanda-tanda
infeksi. Perawatan luka dilakukan 1 kali sehari. Selalnjutnya masalah keperawatan
lain yang dialami oleh Tn Y adalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh dan kekurangan cairan.
Masalah
keperawatan
kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
hiperglikemia yang menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Kadar gula darah
yang tinggi /hiperglikemia, membuat konsentrasi darah lebih pekat (viskositas
darah
meningkat).
Peningkatan
konsentrasi
zat
akan
menyebabkan
hiperosmolaritas/kelebihan tekanan osmotic pada plasma sel. Tekanan osmotic
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
62
merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi zat
cair. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan
ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa. Reabrbsorsi
glukosa di ginjal dapat meningkat hingga 225 mg/menit. Kelebihan ini kemudian
menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi
molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah
besar air (diuresis osmotic) yang disebut poliuria. Besarnya volume urin yang
keluar bersamaan dengan air maka menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena cairan intrasel akan berdifusi keluar
sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (Corwin,
2008).
Manfistasi klinis yang muncul pada klien meliputi klien mengatakan selalu
merasa haus dan sekarang sangat lemas. Data objektif yang dapat sebagai berikut
haluaran urin (±1900 cc/24jam), CRT < 3 detik, bibir kering, Ht 30% (menurun),
GDS 455, gr/dl suhu tubuh 37,50 C, TD 150/90 mmHg (tinggi), nadi 89 x/menit,
kuat, reguler dan turgor kulit masih normal. Klien datang dengan kondisi lemas,
klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya klien BAB cair berwarna
hitam, jumlah tidak terlalu banyak.
Intervensi yang dilakukan meliputi kontrol hiperglikemi, rehidrasi adekuat, dan
pemantauan status cairan. Kontrol hiperglikemi dilakukan dengan cara pemberian
insulin. Intervensi ini bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah mendekati
normal sehingga mengurangi diuresis osmotik. Selain itu rehidrasi dilakukan
dengan memberikan terapi cairan isotonik serta transfusi darah. Intervensi ini
bertujuan untuk penggantian cairan yang hilang sehingga meminimalkan
terjadinya syok. Tidak hanya itu, pemantauan status cairan seperti pulsasi nadi,
capillary refil, tekanan darah, pernapasan, turgor kulit, dan mukosa mulut
dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok lebih awal sehingga segera
mendapatkan pertolongan. Satu hal yang tidka kalah penting yang harus dilakukan
adalah balance cairan. Balance cairan bertujuan untuk menghitung cairan yang
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
63
keluar dan masuk, sehingga dapat di ketahui apakah klien membutuhkan
penggantian cairan seberapa banyak untuk menggantikan cairan yang hilang.
Stepherd (2011) mengatakan bahwa pengkajian status hidrasi dan tanda dehidrasi
oleh perawat dapat mengoptimalkan hidrasi pada klien dengan masalah
keperawatan defisit volume cairan. Pengkajian meliputi kondisi klinis klien, mereviewbalance cairan menggunakan tabel, dan me-reviewkimia darah. Kondisi
klinis yang muncul antara lain. kondisi klinis yang mungkin muncul pada klien
dengan ketidakadekuatan volume cairan antara lain kesulitan berbicara, pusing,
sensasi haus, mulut dan membran mulut kering, dan bibir pecah-pecah (McMillen
and Pitcher, 2010; Scales and Pilsworth, 2008 dalam Nursing Practice Review,
www.nursing.net 19 Juni 2011). Observasi tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, nadi, dan pernapasan menjadi indikator terjadinya kekurangan cairan dalam
tubuh. selain itu pengkajian Capilary refill time (CRT), elastisitas kulit, berat
badan, dan pengeluaran urin (urin normal 0,5-2 cc/kg bb/jam) juga dapat
dilakukan.
Pemantauan balance cairan menggunakan tabel dapat didelegasikan kepada
keluarga. Hal ini disebabkan ketidakakuratan perawat dalam melakukan bance
cairan dikarenakan masalah kurangnya waktu dan pendokumentasian yang tidak
tepat oleh perawat karena keluarga lupa jumlah baik yang masuk maupun yang
keluar karena sudah dilakukan beberapa waktu lalu (Stepherd, 2011). Agar
balance cairan adekuat, pendokumentasian harus dilakukan segera setelah klien
mendapatkan asupan makanan ataupun mengeluarkan eksresi baik uriin, feses,
maupun muntah.
While,
Scales
&
Pilsworth
(2008)
dalam
Nursing
Practice
Review,
www.nursing.net 19 Juni 2011) mengatakan pemantauan kimia darah (sodium
(Na), pottasium (K), clorida (Cl), bikarbonat, dan blood urea nitrogen (BUN)
berguna untuk menentukan penggantian cairan yang dibutuhkan oleh tubuh.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
64
berbeda dengan Vivanti et al (2008) pemantauan kimia darah baru bermanfaat
setelah terjadi dehidrasi yang parah.
Intervensi yang harus ditambahkan untuk mengatasi masalah keperawatan defisit
volume cairan pada klien dengan DM adalah pemberian suntikan insulin (
http://www.rnspeak.com posted on May 12, 2011). Masalah defisit volume cairan
ini akan teratas dengan baik dalam waktu 2x24 jam apabila dilakukan intervensi
seperti diatas (Nursing Practice Review, www.nursing.net 19 Juni 2011).
Masalah keperawatan selanjutnya adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
b.d
defisiensi
insulin,
penurunan
intake
oral,
dan
hipermetabolisme pada infeksi. Insulin berguna untuk memobilisasi glukosa dari
pembuluh darah menuju sel yang akan digunakan untuk metabolisme sehingga
dapat menghasilkan energi. Resistensi ataupun defisiesi yang terjadi pada klien
DM sering diibaratkan dengan istilah “kelaparan di lumbung padi”. Istilah ini
muncul karena sel-sel tubuh pada penderita DM mengalami kelaparan karena
glukosa sulit masuk kedalam sel. Padahal disekeliling sel kaya akan glukosa.
Kondisi ini disebut starvasi seluler. Starvasi seluler berdampak pada beberapa hal,
antara lain peningkatan pemecahan glikogen untuk menghasilkan energi yang
dilakukan oleh sel-sel otot. Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot
yang bermuara pada penurunan berat badan, kelemahan otot, dan rasa mudah
lelah.Proses infeksi memiliki hubungan dengan kejadian malnutrisi (Katona &
Katona-Apte,2008). Proses infeksi memicu terjadinya peningkatan aktivitas sel
imun yang membutuhkan banyak protein. Peningkatan kebutuhan protein
dikompensasi melalui mekanisme glukoneogenesis. Depresi protein akan
berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya
pengembalian jaringan yang rusak saat terjadi luka.
Masalah keperawatan ini ditegakkan berdasarkan data yang didapat meliputi klien
mengatakan mual dan ingin muntah sehingga tidak nafsu makan. Pengkajian
nutrisi dengan rumus ABCD (Antropometri, Biokimia, clinica/klinis, dan Diet)
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
65
didapatkan (A) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila 25 cm (normal);
(B) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl; leukosit 1300 /ul;
aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4 gr/dl; (C) Penurunan berat badan
(10 kg dalam 2
bulan), membran mukosa pucat, tonus otot menurun, dan
konjungtiva mata anemis; (D) sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi
lambung, melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak.
Intervensi
yang
dilakukan
meliputi
manajemen
obat/farmakologi
anti
hiperglikemik, memberikan nutrisi yang adekuat untuk mencegah penurunan berat
badan secara cepat serta meminimalkan terjadinya hipoglikemia post pemberian
obat anti hiperglikemik, mengidentifikasi makanan kesukaan dan menghidangkan
makanan selagi hangat, serta kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi gejala
simpotatik gastrointestinal. Intervensi yang dilakukan bertujuan meningkatkan
penggunaan glukosa oleh sel, sehingga kadarnya tidak terlalu tinggi di sistem
vaskular. Selain itu asupan kalori yang adekuat dapat mengurangi risiko
kekurangan nutrisi dan berat badan.
4.3. Analisa Intervensi: Perawatan Luka menggunakan madu
Klien Tn Y (46 tahun) datang dengan ulkus pedis dekstra. Berdasarkan klasifikasi
wagner (Wagner Classification of foot ulcers) luka pada Tn Y adalah wagner
stage 3 hal ini karena ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi
(joint capsule)dengan tanda-tanda infeksi (Sumpio, Schroeder, & Blume (2005)
Sigh, Pai, & Yuhhui (2013); Oyibo, et al (2001)). Hasil pengkajian pada luka
ulkus diabetikum didapatkan
Riwayat: klien belum pernah mengalami ulkus kaki diabetikum sebelumnya,
diagnosa DM sejak 7 tahun yang lalu, mobilitas terbatas. Kondisi luka: ulkus kaki
diabetikum wagner grade 3 di pedis dekstra, tampak luka dengan slough, bau
sedang, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka membentuk kantung dengan kedalaman ±
2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-), teraba hangat, warna merah di sekitar
luka, serta edema di pedis dekstra. Pemeriksaan ABI sinistra (angkle brachial
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
66
indeks) nilai 0,93 (Tekanan sistolik brachial 150 mmHg, dan tekanan sistolik
dorsalis pedis 140 mmHg). Pemerikaan neurologi: dengan menggesek-gesekkan
ujung tissue dan menuliskan angka, klien diminta untuk menebak angka berapa
yang dituliskan, dan klien masih merasakan sensasi saat di gesek-gesekkan tissue
di permukaan kulit bagian ekstreitas bawah. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi
gangguan neuropati pada klien Tn Y. Pemeriksaan laboratorium: melakukan
kultur
luka
dengan
melakukan
swab
pada
luka.
Hasil
kultur
tidak
terdokumentasikan oleh peneliiti. Pemeriksaan rontgen dilakukan untuk melihat
apakah infeksi sudah mengenai tulang atau belum. Hasil rontgen pedis dinyatakan
bahwa tidak ditemukan osteomielitis pada Tn Y.
Intervensi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berfokus pada perawatan
luka dengan madu pada klien ulkus kaki diabetikum wagner grade 3 pada DM
tipe 2. Madu banyak digunakan dalam berbagai penelitian selain madu lebih
murah madu memiliki sifat lembab/moist yang sangat baik untuk penyembuhan
luka, selain itu madu juga memiliki sifat yang asam dan mengandung zat
(hidrogen peroxida) yang berfungsi sebagai agen antimikroba (Molan, 2005).
Karena sedikitnya kandungan air dalam madu, madu memiliki sifat osmotik madu
disebut sebagai anti inflamasi. Sifat unik madu yang lain yaitu dapat mengurangi
bau yang dihasilkan oleh bakteri yang ada pada lukaa. Untuk mendapatkan energi
bakteri pada luka ini akan memetabolisme asam amino dengan sisa produk
metabolisme adalah amonia, amine, dan sulphur. Komponen-komponen inilah
yang menyebabkan luka mengeluarkan bau yang khas. Pada luka yang di beri
madu, madu memberikan glukosa sehingga komponen-komponen
yang
menyebabkan bau tidak perlu tersintesis (Molan, 2005).
Berikut beberapa studi kasus yang dilakukan oleh Acton & Dunwoody (2008)
pada sejumlah klien dengan ulkus. Kasus pertama penelitian dilakukan pada
wanita (80 tahun) dengan ulkus pada tangan kiri yang sudah terjadi sejak 1 bulan
dengan 90% luka tertutup jaringan nekrotik. Setelah 5 hari perawatan dengan
madu dikombinasikan dengan hidrofiber (ganti balutan satu kali sehari) sebagian
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
67
besar jaringan nekrotik sudah terangkat dari luka (lampiran foto Gb.3). Klien
membatalkan tindakan debridemen bedah.
Kasus kedua pada laki-laki (46 tahun) dengan spina bifida, imobilisasi, cronic
pressure ulcer grade 4 pada ischium kiri, tampak osteomielitis dengan kerusakan
tulang, dan Hb rendah. perwatan luka menggunakan madu dan sorbion. Sorbion
dipilih karena jumlah eksudat yang terlalu bayak. Sorbion hanya di gunakan 24-36
jam setelah itu perawatan murni dengan madu. Setelah 8 minggu madu berhasil
membuat luka menjadi tidak bau serta slough dan jaringan nekrosis sempurna
terangkat (lampiran foto Gb.4).
kasus ke tiga wanita (61 tahun) dengan DM tipe 2. Klien mengalami infeksi pada
lukanya dan tidak dapat mentolerir rasa nyeri yang dirasakan. Klien mendapatkan
terapi sevredol, tramadol, dan gabapentin agen analgesik. Dari hasil kultur
didapatkan luka terinfeksi staphylococcus. setelah dilakukan perawatan dengan
madu kombinasi dengan N-A ultra, 17 hari setelah perawatan klien mengurangi
penggunaan analgesik. 6 minggu setelah perawaratan klien benar-benar melepas
penggunaan analgesik. Setelah perawatan 6 minggu jumlah bakteri sangat
berkurang, tidak ada inflamasi, nyeri berkurang, dan menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan luka (lampiran foto Gb.5).
kasus ke empat laki-laki (86 tahun) dengan DM tipe 2 ulkus pada tulang malleous
dengan maserasi/perlunakan, kulit yang rapuh, bau menyengat, dan berwarna
hijau (hasil kultur menunjukkan kolonisasi pseudomonas). Klien juga merasakan
nyeri yang masih bisa ditahan tanpa penggunan analgesik. berdasarkan hasil yang
didapat setelah 16 hari perawatan madu dengan kombinasi sorbion Sachet S tidak
ditemukan lagi aroma yang menyengat, warna hijau karena kolonisasi
psudomonas hilang, maserasi dan eksudat berkurang (lampiran foto Gb.6).
Intervensi yang dilakukan peneliti pada klien Tn T (46 tahun) ulkus pedis dekstra
wagner grade 3, luka dipenuhi slough, terdapat jaringan nekrotik di pinggiran
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
68
luka, dan tercium aroma yang tidak sedap saat balutan dibuka. Selain itu pada
luka terdapat eksudat, jumlah minimal warna kuning. Perawatan luka yang
dilakukan hanya dengan menggunakan madu yang dioles pada luka dan diratakan
pada kassa. Intervensi dilakukan selama 5 hari, dengan mengganti balutan setiap
hari. hasil yang didapat dari 4 hari merawat luka Tn Y yaitu jumlah slough
berkurang sampai dengan 40 %. Yang tertinggal adalah slough yang berada di
bagian pinggir-pinggir area luka. Hari ketiga perawatan sudah tidak tercium
aroma tidak sedap dari luka. Penggantian balutan
dilakukan 1 kali sehari.
Berdasarkan Raymond & Sudjatmiko (2012) rerata persentase reduksi area yang
belum tertutup epitel pada luka dengan penggantianbalutan madu tiap hari dan
tiap 2 hari, berdasarkan uji statistik didapatkan berbeda secara bermakna.Sehingga
dipilihlah penggantian balut madu setiap hari.
Madu yang digunakan dalam asuhan keperawatan ini adalah jenis madu asli
dengan brand “Madu Nusantara”. Madu ini selain mempunyai nilai ekonomis
rendah juga memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan madu yang di
gunakan di luar negeri (manuka honey). Berdasarkan Diah, Sundoro, &
Sudjatmiko (2012) Madu Nusantara memiliki spektrum aktivitas antibakteri
terhadap P. aeruginosa, S. Aureus dan MRSA yang sebanding dengan madu
Manuka, namun perlu diberikan dalam konsentrasi lebih besar untuk mencapai
efektivitas antibakterial yang sebanding dengan madu Manuka.
Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, magnesium, kalsium,
alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Vitamin-vitamin yang terkandung dalam
madu adalah thiamin (B1), ribovlafin (B12), asam askorbat (C), piridoksin (B6),
niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. sedangkan enzim yang
penting terkandung dalam madu adalah enzim diatase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase.Asam utama yang terdapat dalam madu adalah
glutamat. sementara itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah asam
asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan
piruvat (Suranto, 2004).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
69
Dalam proses penyembuhan luka selain madu memiliki sifat antibakterial,
kandungan vitamin C dan kinerja enzim peroksidase berperan sebagai antioksidan
dan dapat melindungi sel. Enzim peroksidase ini mekatalis/memecah H2O2
menjadi H2O dan O2. Berbagai penelitian mengatakan untuk penyembuhan luka
dibutuhkan lingkungan yang lembab dan mendapat sirkulasi O2yang baik. Madu
mengandung vitamin c tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum vitamin
yang baik untuk sintesis kolagen (Molan, 2011).
Sifat osmosis pada madu memperlancar peredaran darah, sehingga area luka
mendapat nutrisi yang adekuat. Tidak hanya nutrisi yang sampai ke area luka,
tetapi juga leukosit akan akan merangsang pelepasan Sitokin dan growth factor
sehingga lebih cepat terbentuk granulasi dan epitelisasi. Selain itu karena sifatnya
yang osmosis, saat balutan dengan madu dilepas tidak terjadi perlengketan
sehingga tidak merusak jaringan baru yang sudah tumbuh.Dibandingkan dengan
perawatan dengan normal salin, perawatan dengan madu lebih efektif untuk
meningkatkan granulasi dan epitelisasi.
4.4. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan
Mahasiswa tentunya menemui kendala dalam melakukan perawatan pada Tn Y.
Kendala yang dirasakan pertama adalah rasa kurang percaya keluarga terhadap
perawat karena masih berstatus sebagai mahasiswa, kendala dalam faktor budaya
yakti terkait makanan, dan yang terakhir adalah kendala hak otonomi klien yang
dapat memutuskan untuk menyelesaikan serangkaian perawatan di RS.
Hal yang dilakukan oleh mahasiwa dalam menghadapi kendala pertama masalah
trust dan mistrust adalah dengan menunjukkan kerja yang profesional dan
pendekatan kepada klien dan keluarga. Berperan dan ikut andil dalam semua
tindakan yang dilakukan oleh perawat ruangan dan dokter dalam merawat klien.
Membantu memenuhi kebutuhan dasar klien seperti mengganti diapers, mandi,
makan dan merapikan tempat tidur. Serta berkomunikasi teraputik kepada klien
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
70
dan keluarga. Pada perawatan hari kedua, klien dan keluarga lebih terbuka dan
menerima asuhan keperawatan mahasiswa.
Kendala budaya yang dihadapi terkait makanan. Klien memiliki kepercayaan
bahwa mengonsumsi telur, ikan, daging, susu, dan sumber protein lain saat ada
luka membuat luka menjadi basah dan akan sulit sembuh. Hal yang dilakukan
mahasiswa adalah dengan berdiskusi terkait nutrisi yang dibutuhkan untuk proses
penyembuhan luka. setelah dilakukan diskusi klien dan keluarga mengerti dan dan
menyetakan tidak ragu lagi untuk mengonsumsi makanan tinggi protein.
Kendala terkait dengan hak otonomi klien, hal yang dilakukan adalah memberikan
sesuai dengan yang dikehendaki klien tetapi perawat dapat mengantisipasi salah
satunya dengan melakukan discharge planning sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi klien. Discharge planning yang dilakukan dengan mengajarkan bagaimana
cara perawatan terhadap luka, tanda-tanda infeksi dan pentingnya untuk kontrol
sesuai dengan jadwal yang diberikan.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
71
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Wilayah perkotaan merupakan pusat segala aktivitas seperti pemukiman,
perkantoran, pemerintahan, sosial, maupun ekonomi (bisnis) yang akan
mempengaruhi gaya hidup seseorang.
5.1.2 Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang banyak
terjadi di wilayah perkotaan akibat gaya hidup
5.1.3 Klien dengan diabetes melitus berisiko mengalami komplikasi salah satunya
ulkus kaki diabetikum
5.1.4 Penatalaksanaan diabetes melitus harus dilaksanakan dengan baik untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat akut maupun kronik
5.1.5 Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dapat dilakukan dengan debridemen,
balutan (dressing), mengurangi beban (offloading), tindakan penutupan luka
(skin graft), revaskularisasi (bypass) dan amputasi kaki.
5.1.6 Penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dengan balutan dilakukan untuk
mengurangi infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.
5.1.7 Perawatan ulkus kaki diabetikum dengan madu dilakukan karena madu
memiliki berbagai sifat yang dapat mempercepat penyembuhan luka. sifat
madu antara lain anti-mikroba, antibiotik, anti-oksidan, moist/lembab yang
dapat berperan sebagai agen autolitik, agen yang dapat mengurangi aroma
tidak sedap yang dihasilkan oleh luka dan memiliki osmotik yang tinggi
sehingga sangat baik untuk proses penyembuhan luka.
5.1.8 Efektivitas perawatan luka dengan madu ditandai dengan hilangnya aroma
tidak sedap dari luka, berkurangnya slough, dan hilangnya tanda-tanda
infeksi (inflamasi).
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
72
5.2 SARAN
5.2.1 Rumah sakit
Saran
untuk
RS
selaku
pemberi
pelayanan
kesehatan
dapat
mengimplementasikan hasil penelitian ini di ruang rawat. serta rumah sakit
dapat memberikan perawatan holistik dengan memberikan penkes kepada
klien sesuai dengan kebutuhan.
5.2.2 Pendidikan
Saran untuk pendidikan untuk terus memberikan tugas karya ilmiah
diakhir periode, agar mahasiswa terbiasa melakukan penelitian sederhana
seperti ini sehingga ketika mahasiswa sudah lulus dan menjadi perawat
terbiasa untuk melakukan ini kepada pasien yang dirawat yang pada
akhirnya akan memperbanyak evidence based terkait teori-teori yang ada.
5.2.3 Penelitian selanjutnya
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian
dengan membandingkan keefektifitasan perawatan luka dengan madu
dengan bahan alami lain.
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
73
DAFTAR PUSTAKA
Acton, C., & Dunwoody, G.(2008).The use of medical grade honey in clinical
practice. British Journal of Nursing, 2008, vol 17 No 20
Aji, H. (2011). Gambaran klinis dan laboratoris pada anak DM tipe 1. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, Vol. 26, No. 4, Agustus 2011. Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang
Al-Fady, M.F.(2014). Perbedaan efektifitas perawatan luka menggunakan madu
da sofratule terhadap proses penyembuhan lukadiabeteik pada klien DM di
wilayah kerja puskesmas Rambipuji Jember.
http://hdl.handle.net/123456789/15500. diunduh tanggal 5 juli 23.00 wib
Al-Waili, N.S., Salom, K., & Al-Ghamdi, A, A.(2011).Honey for wound healing,
ulcer, and burn; data supporting its use in clinical practice. The scientific
journal (2011) 11, 766-787 DOI 10.1100/tsw.2011.78
Anderson. E. T & McFalane. J. (2007). Community as partner (theory and
practice in nursing. Philadelphia: Lippincott
Anonim. skin integrity and wound healing, preventing and management of
pressure
ulcers
.http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/i_nurse/classes_stud/BSN
%20%284year%29%20Program/Full%20time%20study/Third%20year/Inte
grate%20Nursing%20Practicum/26.%20Skin%20Integrity%20and%20Wou
nd%20Care%20Preventing%20and%20Management%20of%20Pressure%2
0Ulcers.htm di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib
Anonym.
Wild
honey:
Difference
wild
honey
and
farm
http://lovetheprimlook.blogspot.com/2014/02/wild-honey.html
honey.
diunduh
pada 27 juni 2014 jam 11.00 wib
Badan Pusat Statistik Nasional. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indo
nesia_2010-2035.pdf diunduh pada 2 juli 2014 jam 15.10 wib
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
74
Chadwick, P., Edmonds, M., McCardle, J., & Armstrong, D.(2013). Interntional
best practice guidlines: wound management in diabetic foot ulcers. Wound
international, 2013. www.woundsinternational.com
Darmowidjojo et al.(20). Hidup sehat dengan diabetes: panduan bagi
penyandang diabetes , keluarga, dan petugas kesehatan. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Delaune, S. C. & Ladner, P.K. (2011). Fundamental of nursing: standards &
practice. 4 Ed. USA: Delmar cengage learning
Diah, A., Sundoro, A., & Sudjatmiko, G. (2012). Wound healing experimental:
antibacterial activity of indonesian local honey against strains of P.
Aeruginosa, S, Aureus, dan MRSA. Jurnal Plastik Rekonstruksi.
www.JPRJournal.com
Dworatzek, P.D., et al. (2013).Nutrition Therapy. canadian diabetes journal 37
(2013) s45-s55
Ekoe, J-M., Punthakee, Z., Ransom, T., Prebtani, A., & Goldenberg, R.(2013)
Screaning for type 1 and type 2 diabetes. Clinical Practice Guidelines.
Canadian Journal of Diabetes 37 (2013) S12-S15
Goldenberg, R. & Punthakee, Z. Definition classification and diagnosis of
diabetes, prediabetes, and metabolic disorder syndrome. Canadian journal
of diabetes 37 (2013) S8-S11
Hooulden, R., Capes, S., Clement, M., & Miller, D. (2013) .In-Hospital
management of diabetes. Canadian Journal Diabetes 37 (2013) S77-S81
http://www.nhsgrampian.org/guidelines/diabetes/topics/Figu1UnivOfTexaClasSys
tForDiabFo.html
http://www.nhsgrampian.org/guidelines/diabetes/topics/Table1IDSAGuidelines.ht
ml di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib
https://www.atrainceu.com/course-module/1473406-57_assessment-of-woundsmodule-07 di unduh tanggal 26 Juni 2014 jam 1.26 wib
Kaku, K. (2010) Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy.
Japan Medical Association of Journal 53 (1):41-46. 2010
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
75
Katona, P., & Katona-Apte, J. (2008).The interaction between nutrition and
infection. Clinical Practice published 4 April 2008.
http://cid.oxfordjournals.org/content/46/10/1582.full.pdf+html diunduh pada
tanggal 5 Juli 2014 jam 10.55 WIB
Keban, S.A., Purnomo, L.B., dan Mustofa. (2013).Evaluasi hasil edukasi
farmasis pada klien diabetes melitus tipe 2 di RS Dr Sardjito Yogjakarta.
Ilmu farmasi. Fakultas Farmasi Universitas pancasila
http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/2009211057136904063920May20
13.pdf diunduh pada tanggal 5 juli 2014 jam 14.17 wib
Kilham, Crist (2012). Manuka honey: topical aid for enhancement and healing.
http://www.foxnews.com/health/2012/02/28/manuka-honey-topical-aid-forskin-enhancement-and-healing/ diunduh tanggal 5 juli 2014 jam 24.00 wib
Lipsky, B.A et al. (2012) infectious diseases society of America clinical practice
guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections. IDSA
Guideline for diabetic foot infection. CID 2012:54
maddocks, S.E., Lopez, M.S., Rowlands, R.S. & Cooper, R.A. (2011). Manuka
honey inhibits the development of Streptococcus pyogenes biofilms and
causes reduced expression of two fibronectin binding proteins .
http://mic.sgmjournals.org/content/early/2012/01/31/mic.0.0539590.abstract. diunduh tanggal 5 juli 2014 jam 24.00 wib
Medialink. Fluid, Electrolite, and acid-base balance.
http://www.mineralmed.com.pt/documentos/pdf/1ee47801-cbe9-49ce-89275317467f7ea6.pdf. diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 jam 12.20
Metropostonline, 27 september 2011 jam 19.54 wib. Diabetes penyebab kematian
terbesar
ke-3
di
Indonesia.
http://www.metropostonline.com/2011/10/diabetes-penyebab-kematianterbesar-ke.html. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 13.00 WIB
Molan, P.C.(1998). a brief review of the use of honey as a clinical dressing" the
evidence for honey promoting wound healing". the australian journal of
wound management 6 (4) 148-158 (1998)
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
76
Molan, P.C.The evidance and the rationale for the use of honey as wound healing.
wound practice and research vol 19 (2011)
Oyibo, S. O., et al. (2001) .A comparison of two type diabetic foot ulcer
classification systems.: the wagner and the university of Texas wound
classification systems. Diabetic care vo 24 numb 1 January 2001
Power Indonesia. How to choose native honey. http://www.freshhoneyherbs.com/eng/articles/bagaimana_memilih_madu_asli.html diunduh pada
27 juni 2014 jam 11.00 wib
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses
penyakit. Ed. 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Pusat Data dan Informasi Depkes RI. Buletin Jendela: Data dan informasi
penyakit
tidak
menular.
ISSN
2088:270x
semester
http://www.depkes.go.id/downloads/BULETIN%20PTM.pdf
II-2012.
diunduh
tanggal 15 Juni 2014 jam 17.00 WIB
Raymond, B & Sudjatmiko, G.(2012). Wound healing experimental:
standardization of honey aplication on acute partial thickness wound. .
Jurnal Plastik Rekonstruksi. www.JPRJournal.com
Rosenberg, L., Torre, J., Paletta, C, Talavera, F, Stadelmann, W., Slenkovich, N,
et al. wound healing, growht factor may 2012 (online) available from URL
http://www.emedicine.com/plastic/topic457.htm
Shepherd A (2011) Measuring and managing fluid balance. Nursing Times; 107:
28, 12-16.
http://www.nursingtimes.net/Journals/1/Files/2011/8/1/Fluid%20balanceCor
r.pdf.pdf diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 jam 12.20
Silvercrest
Center
for
Nursing
and
Rehabilitation
http://www.silvercrest.org/silvercrest_wound_care.php di unduh tanggal 26
Juni 2014 jam 1.26 wib
Singh, S., Pai, D.R., & Yuhhui, C. Diabetic foot ulcer-Diagnosis and
management. Clinical research on foot & ankle 1: 120. Doi:10.4172/2329910X.1000120
Skin graft http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3401/1/08E00894.pdf
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
77
Sluik, D., et al. Lifestyle factor and mortality risk in individuals with diabetes
mellitus: are the associations different from those in individuals without
diabetes?. Journal of Diabetologia. 2013. DOI 10.1007/s00125-013-3074-y
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar: keperawatan medikal-bedah
brunner & suddarth. Ed 8, vol 2, Jakarta: EGC
Sumangkut, S. Supit, W., & Onibala, F.(2013). Hubungan pola makan dengan
kejadian penyakit DM tipe 2 di poli interna BLU RSUP PROF DR R.D.
Kandou Mando. Ejournal keperawatan (eKP) Vol 1 No 1 Agustus 2013.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran. Universitas
Samratulangi Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2235/1792
Sumpio, B. E., Schroeder, S.M., & Blume, P.A. (2005). Etiology and management
of foot ulceration dalam The wound management manual oleh Bok Y lee.
Singapura: The McGraw-Hill Companies
Surantono, A.(2004).Khasiat dan manfaat madu herbal. Depok: PT angromedia
pustaka.
Ebook.http://books.google.co.id/books?id=_SXMyIahpk8C&printsec=front
cover&dq=madu&hl=en&sa=X&ei=TIm1UOFLc2IuATCsoHoAQ&ved=0
CCIQ6AEwBA#v=onepage&q=madu&f=false
Tambayong, D.(2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Unger, J.(2007). Diabetes management in primary care. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, a wolters kluwer
UURI
No
36
Tahun
2009
tentang
kesehatan
pasal
1.
http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan.
pdf. diunduh tanggal 15 Juni 2014 jam 11.00 WIB
WHO. Preamble to the Constitution of the World Health Organization as adopted
by the International Health Conference, New York, 19-22 June, 1946.
http://www.who.int/about/definition/en/print.html. diunduh tanggal 15 Juni
2014 jam 11.00 WIB
Wicaksono , R. P. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM
tipe 2: Studi kasus di poliklinik penyakit dalam Rs Dr Karyadi. Artikel hasil
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
78
penelitian Karya Ilmiah. Sarjana kedokteran-Fakultas Ilmu kedokteran
Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/37123/1/Radio_P.W.pdf
di unduh pada tanggal 3 juli 2014
Universitas Indonesia
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Analisis Data
Data
DS: mengatakan haus dan lemah
DO:
 Haluaran urin (±1900 cc/24jam)
 GDS 455 gr/dl
 CRT < 3 detik
 Bibir kering
 Ht 30% (menurun)
 Suhu tubuh 37,50 C
 Urin lebih pekat warna kuning keruh , Status mental compos mentis
 TD 150/90 mmHg (tinggi)
 Nadi 89 x/menit, kuat, reguler
 Turgor kulit normal
DS: mengatakan mual, ingin muntah
DO:
 A (Antropometri) BB 50 kg, TB 165 cm, IMT 18,3 (normal), Lila
25 cm (normal)
 B (Biokimia) Hb 6,6 g/dl; Ht 30%; albumin 2,5 g/dl; GDS 455 d/dl;
leukosit 1300 /ul; aseton (negatif); HbA1c 8,5%; Protein total 4,4
gr/dl
 C (clinical):
 Penurunan berat badan (10 kg dalam 2 bulan)
 Membran mukosa pucat
 Tonus otot menurun
 Konjungtiva mata anemis
Etiologi
hiperglikem
ia
glikosuria
Volume urin
Masalah Keperawatan
Kekurangan volume
cairan
Osmolalitas urin
Diuresis osmotik
poliuri
a
Kekurangan volume cairan
Defisiensi
insulin
Penurunan
intake oral
Glukosa
vaskular ↑
infeksi
Hipermetabolisme
Kekurangan
glukosa
tingkat sel
Glikolisis &
lipolisis ↑
Penurunan BB
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
 D (Diet): sedang dipuasakan untuk dilakukan irigiasi lambung,
melihat apakah ada perdarahan di lambung atau tidak.
DS: kemaren sempat panas badannya, penyakit kronis DM
DO:
 Kerusakan integritas kulit yang
 luka ulkus diabetikum wagner grade 3
 pedis dekstra
 tampak luka dengan slough
 bau sedang
 ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di bawah kulit dengan
kedalam ± 2.5 cm
 tepi luka nekrotik
 tidak ada neuropati,
 teraba hangat
 warna merah di sekitar luka
 terdapat edema di pedis dekstra
 Leukosit 13000 /ul Hb 6,6 g/dl, GDS 455 g/dl
Hiperglikemi
penurunan
sistem
imunitas
Suplai O2 & nutrien
ke jaringan berkurang
neuropati
Gangguan
vaskuler
Penurunan
sensori
Gesekan atau
tekanan
Luka
Penyembu
han lama
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Risiko infeksi
Risiko perluasan
infeksi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien
: Tn. Y
Diagnosa medis
: Ulkus Pedis dekstra, hiperglikemia pada DM tipe 2,
Anemiapada CKD stage 2,
Diagnosa keperawatan :
1. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan
hipermetabolisme pada infeksi
3. Risiko perluasan infeksi b.d kerusakan integritas jaringan
kulit
1.
Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan b.d hiperglikemia yang
menyebabkan diuresis osmotik
Tujuan
: setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 jam, masalah
kekurangan volume cairan dapat teratasi
Kriteria hasil:

Hidrasi adekuat ditandai dengan tanda vital dalam nilai yang normal,
palpasi denyut arteri kuat, turgor kulit dan pengisian kapiler
membaik dan terjadi keseimbangan elektrolit.
Intervensi keperawatan
No Intervensi
1
Rasional
kaji penyebab, intensitas dan durasi  Membantu dalam memperkirakan
dari adanya muntah dan
jumlah kehilangan cairan. Gejala
pengeluaran urin yang berlebih
yang dirasakan mungkin dapat
berbeda dari jam maupun dalam
sehari. Adanya infeksi dapat
menyebabkan deman dan peningkatan
metabolisme sehingga
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
memungkinkan iwl (insensibl water
loss) meningkat
2
monitoring tanda vital
 Hipovolemia ditandai dengan adanya
 penurunan tekanan darah
penurunan tekanan darah dan
 pola pernapasan misal pernapasan
peningkatan denyut jantung.
kussmaul, bau napas aseton
 kualitas dan kecepatan
Keparahan hipovolemia ditandai
dengan penurunan tekanan sistolik
pernapasan; penggunaan otot
sebesar 10 mmhg saat pengukuran
bantu napas, kejadian gagal napas
berbaring ke pengukuran
(apnea), dan munculnya sianosis
duduk/berdiri.
 suhu dan kelembaban/warna kulit  Kompensasi adannya alkalosis pada
ketoasidosis dengan mengeluarkan
co2 melalui pernapasan.
 Kompensasi kondisi hiperglikemia
dan asidosis menyebabkan perubahan
pola pernapasan. Kegagalan
kompensasi menyebabkan terjadinya
sianosis dan kelemahan.
 Proses infeksi seperti munculnya
demam, menggigil, dan diaforesis
memiliki risiko terjadinya dehidrasi.
3
4
kaji pulsasi perifer, capillary refill,
indikator level hidrasi dan keadekuatan
turgor kulit, dan membran mukosa.
volume sirkulasi
monitor balance cairan (Intake &
memperkirakan penggantian volume
Output)
yang dibutuhkan, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi
5
Pertahankan asupan cairan sesuai
manajemen hidrasi/volume sirkulasi
batas toleransi
6
Ajurkan penggunaan kateter
keakuratan pengukuran jumlah urin
7
kolaborasi pemberian terapi cairan
caiaran isotonik berfungsi untuk
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
8
isotonik
mengganti cairan yang hilang
kolaborasi pemberian transfusi
meningkatkan Hb dan mengganti darah
darah
yang hilang melalui perdarahan
gastrointestinal
9
2.
manajemen hiperglikemi
Diagnosa keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
defisiensi insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme pada infeksi
Tujuan
: setelah dilakukan perawatan selama 4 x 24 jam ketidakseimbangan
nutrisi pada pasien dapat teratasi
Kriteria hasil:

Tidak terjadi penurunan berat badan.

Penggunaan glukosa oleh sel adekuat ditandai dengan kadar glukosa
plasma dalam nilai normal.

Asupan kalori sesuai dengan yang dibutuhkan
Intevensi :
No Intervensi
Rasional
1
kaji program diet sehari-hari
identifikasi kekurangan dan perbedaan
bandngkan dengan intake saat ini
dari terapi yang dibutuhkan
auskultasi suara bowel/ bising usus.
hiperglikemia dan gangguan
Laporkan nyeri pada abdomen,
keseimbangan cairan dan elektrolit
mual dan muntah. anjurkan NPO
dapat menurunkan motilitas/fungsi
jika diindikasikan
lambung, dapat digunakan sebagai
2
pertimbangan intake yang harus
diberikan.
3
berikan cairan yang berisi nutrisi
rute oral lebih baik jika klien sudah
dan elektrolit sesuai toleransi klien,
menunjukkan kembalinya fungsi bowel
selanjutnya dapat diproses menjadi
lebih padat/solid
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
4
identifikasi makanan kesukaan
kesukaan terhadap suatu makanan
memberikan motivasi untuk
meningkatkan asupan oral
5
observasi tanda hipoglikemi seperti
saaat karbohidrat mulai dimetabolisme
penurunan kesadaran, kulit dingin,
lagi (kadar glukosa turun) setelah
pulsasi meningkat, rasa lapar,
pemberian insulin, hipoglikemia dapat
iritabilitas, ansietas, kepala pusing,
terjadi. Jika klien dalam keaadaan
penglihatan kabur, dan gemetaran
koma, kondisi hipoglikemia akan
terjadi tanpa adanya tanda yang muncul
sehingga harus benar-benar di awasi
dan mendapatkan protokol penangan
secara cepat.
6
monitoring kadar glukosa darah
analisa dengan menggunakan serum
menggunakan finger stick testing
glukosa lebih akurat dibandingkan
dengan menggunakan glukosa dalam
urin. Kadar glukosa dalam urin tidak
cukup mendeteksi fluktuasi glukosa
dalam pembuuh darah karena hal ini
juga dipengaruhi oleh fungsi ginjal.
7
kolaborasi: pemberian insulin
pemberian insulin memfasilitrasi
reguler sliding scale kelipatan 5
metabolisme karbohidrat dan
mengurangi insiden hipoglikemia.
Sliding scle digunakan untuk
menentukan dosis insulin yang tepat
8
3.
kolaborasi pemberian medikasi
medikasi berguna untuk mengatasi
sesuai indikasi
gejala yang dirasakan.
Diagnosa keperawatan: Risiko perluasan infeksi b.d kerusakan integritas jaringan
kulit terinfeksi
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Tujun
: setalah dilakukan intervensi keperawatan selama 4x24 jam tidak terjadi
perluasan infeksi
Kriteria hasil:

Tidak terjadi perluasan infeksi/infeksi berkurang ditandai dengan
leukosit dalam batas normal, jumlah slough berkurang, tidak terjadi
perburukan luka

Menunjukkan perilaku untuk mencegah infeksi
Intervensi
No Intervensi
Rasional
Kontrol Infeksi
1
bersihkan lingkungan setelah
memutus rantai infeksi
dipakai pasien lain (ganti linen)
2
membatasi pengunjung bila
mengurangi risiko infeksi yanng berasal
diperlukan
dari lingkungan luar RS
intruksikan kepada pengunjung dan
memutus rantai infeksi baik dari
penunggu untuk melakukan
pengunjung/penunggu ke pasien maupun
kebersihan tangan 6 benar
dari pasien ke pengunjung//penunggu
4
kebersihan tangan 5 moment
memutus rantai infeksi
5
pertahankan lingkungan dan alat
memutus rantai infeksi
3
yang aseptik selama melakukan
tindakan
6
ganti IV line setelah penggunaan
mengurangi risiko penggunaan alat
3x24 jam atau jika ada tanda
medis menjadi media infeksi
flebitis (bengkak, merah, nyeri) dan
kateter intermitten 7x24 jam atau
jika ada indikasi infeksi saluran
kemih
7
kolaborasi pemberian antibiotik
sebagai agen untuk melindungi dari
infeksi
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
proteksi terhadap infeksi
1
2
3
monitoring tanda dan gejala infeksi
pasien mungkin datang sudah dengan
sistemik dan lokal
infeksi sehingga terus pantau
monitoring pemeriksaan
peningkatan leukosit sebagai salah satu
laboratorium
indikator terjadinya infeksi
berikan perawatan pada area sekitar
perawatan luka secara teratur dapat
luka (1-2 kali sehari)
mengurangi kejadian infeksi dan
mencegah perluasan
4
lakukan monitoring dan
perbaikan amupun perburukan kondisi
pemeriksaan luka setiap hari
luka diamati dari luas, kedalaman, warna,
ada tidaknya eksudat, slough, jaringan
nekrotik, edema, kemerahan, dan suhu
sekitar luka
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien
: Tn. Yahman
Diagnosa medis
: Ulkus Pedis dekstra, hiperglikemia pada DM tipe 2,
Anemia pada CKD stage 2
Ruang perawatan
: kamar 611 Lantai 6 PU RSPAD Gatot Soebroto
Hari/
Tanggal
Rabu,
Implementasi
 Memperkenalkan diri bahwa akan
SOAP
Subjektif:
07/05/14
merawat klien selama satu minggu ke
lemes (+), sedikit pusing, mual (+)
shift
depan
nyeri (+) saat dibersihkan lukanya,
pagi
 Melalukan hand hygiene
tidak dapat mengidentifikasi skala
 Monitoring tanda-tanda infeksi pada
nyeri, belum pernah diajarkan
luka (awasi jika ada kemerahan, suhu
bagaimaa langkah-langkah cuci
hangat di sekitar luka, edema, bau,
tangan, BAB hitam sebelum masuk
adanya pus, warna luka, laboratorium;
RS.
leukosit)
 Melakukan pengkajian terhadap luka
 Melakukan cuci tangan sebelum
perawatan luka
 Melakukan perawatan luka
 Menginstruksikan tarik napas dalam
untuk mengurangi rasa nyeri
 Memberikan oil pada kulit kaki
sekitar luka
 Menganti linen
 Mengajarkan kebersihan tangan 6
benar kepada penunggu klien
 Monitoring kemungkinan pengeluaran
cairan (melena atau muntah)
 Monitoring tanda-tanda dehidrasi
Objektif:
 Muka meringis, mengikuti instruksi
tarik napas dalam, selanjutnya klien
melakukan sendiri tanpa instruksi
 Pengkajian terhadap luka
ulkus kaki diabetikum wagner grade
3 di pedis dekstra, tampak luka
dengan slough, bau sedang, eksudat
sedikt, ukuran luka ± 11 x 8.5 cm,
luka meluas di bawah kulit dengan
kedalam ± 2.5 cm, tepi luka
nekrotik, neuropati (-), teraba
hangat, warna merah di sekitar luka,
serta edema di pedis dekstra.
Pemeriksaan ABI sinistra (angkle
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
(TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT,
brachial indeks) nilai 0,93 (Tekanan
turgor kulit, kelembaban kulit)
sistolik brachial 150 mmHg, dan
 Kolaborasi: memberikan terapi cairan
Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl 0,9%
tekanan sistolik dorsalis pedis 140
mmHg).
per 12 jam
 Kolaborasi: pemberian medikasi
untuk mengurangni gejala
gastrointestinal (sucralfat,
omeperazole )dan pemberian
antibiotik (ceftriaxone, metronidazole)
 Memasang NGT untuk mengalirkan
isi lambung sesuai instruksi
 Edukasi boleh minum walaupun puasa
 Kolaborasi pemberian transfusi darah
184 cc golongan darah O
 Melakukan balance cairan
klasifikasi luka: wagner 3
kulit sekitar tampak mengelupas,
dan kering.
leukosit 13000 µL
 TD 150/90 mmHg, N: 89 x/mnt, RR
20 x/mnt, terpasang nasal kanul 2
l/mnt, Suhu 37,60C, kulit sedikit
lembab, CRT <3detik, bibir kering,
klien sedang di puasakan, terpasang
Nacl 0,3% per 24 jam dan Nacl
0,9% per 12 jam
 Hb 6,6 gr/dl , transfusi PRC 184 cc
gol darah O
 Balance cairan
output/8 jam : urin 800 cc, IWL 200
cc. Input/8 jam: transfusi 184 cc,
Nacl 3% per 24 jam 166 cc/8 jam,
Nacl 0.9% per 12 jam 333 cc/8 jam,
oral 200 cc. BC= I-O= 883-1000=
-117 cc
Analisis:
Risiko perluasan infeksi
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Kekurangan volume cairan
Planning:
1. Lakukan tindakan kontrol dan
proteksi infeksi
2. Ganti balutan 12-24 jam sekali atau
sesuai indikasi.
3. Support luka dengan moist
4. Konsul ke bdah vaskular/plastik
5. Rehidrasi
6. Balance cairan
7. Lanjutkan transfusi target Hb 10
gr/dl
8. Lanjutkan medikasi antibiotik dan
pengurang gejala gastrointestinal
kamis,
 Melalukan hand hygiene
subjektif:
08/04/14  Monitoring tanda-tanda infeksi pada
lemes (+), sedikit pusing, mual (+),
shift
luka (awasi jika ada kemerahan, suhu
minta lepas NGT tidak nyaman,
pagi
hangat di sekitar luka, edema, bau,
tangannya perih di bagian infus.
adanya pus, warna luka, laboratorium;
leukosit)
objektif:
 Melakukan pengkajian terhadap luka
 Pengkajian terhadap luka
 Melakukan cuci tangan sebelum
ulkus kaki diabetikum wagner grade 3
perawatan luka
di pedis dekstra, tampak luka dengan
 Melakukan perawatan luka
slough berkurang, bau berkurang,
 Memberikan oil pada kulit kaki
ukuran luka ± 11 x 8.5 cm, luka
sekitar luka
meluas di bawah kulit dengan kedalam
 Menganti linen
± 2.5 cm, tepi luka nekrotik, neuropati
 Mengganti iv line karena flebitis
 Monitoring tanda-tanda dehidrasi
(TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT,
turgor kulit, kelembaban kulit)
(-), teraba hangat, warna merah di
sekitar luka, serta edema di pedis
dekstra. Pemeriksaan ABI dekstra
(angkle brachial indeks) nilai
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
 Kolaborasi: memberikan terapi cairan
Nacl 0,9% per 8 jam
 Kolaborasi: pemberian medikasi
1,07(Tekanan sistolik brachial 150
mmHg, sistolik tibia posterior dekstra
140)
untuk mengurangni gejala
gastrointestinal (sucralfat,
omeperazole )dan pemberian
antibiotik (ceftriaxone, metronidazole)
 Melepas NGT
 Pasien mulai diet biasa
 Pemberian insulin 6-6-0
 Mengajarkan penyuntikan insulin
 Memberikan makan selagi hangat dan
memotivasi untuk menghabiskan
makanan selama mendapat insulin
 Memantau tanda-tanda hipoglikemia
 Melakukan finger stick test
menggunakan one touch
 Melakukan balance cairan
leukosit meningkat menjadi 14790 µL
(tgl 07/05/2014)
 Hb 7,4 gr/dl (naik dari hari pertama)
 Tangan kanan tempat penusukan iv
line bengkak, merah, dan hangat.
 TD 150/100 mmHg, N: 80 x/mnt,
RR 17 x/mnt, terpasang nasal kanul
2 l/mnt, Suhu 370C, kulit sedikit
lembab, CRT <3detik, bibir kering,
terpasang Nacl 0,9% per 8 jam
 NGT telah dilepas, klien dapat
makan lewat oral diit biasa. Diit
yang dberikan dimakan habis.
 Tanda-tada hipoglikemia penurunan
kesadaran (-), kulit dingin (-),
pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-),
iritabilitas (-), ansietas (-), kepala
pusing (-), penglihatan kabur (-), dan
gemetaran(-).
 Hasil pemeriksaan GDS
menggunakan one touch 240 gr/dl
 Balance cairan
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
output/8 jam : urin 1000 cc, IWL
200 cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8
jam 500 cc/8 jam, oral susu 400 cc
air putih 250 cc. BC= I-O= 11501200 = -50 cc
Analisis:
Risiko perluasan infeksi
Kekurangan volume cairan
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Planning:
1. Lakukan tindakan kontrol dan
proteksi infeksi
2. Ganti balutan 12-24 jam sekali atau
sesuai indikasi.
3. Support luka dengan moist
4. Rehidrasi
5. Balance cairan
6. Dinas siang: transfusi darah, darah
sudah ada di bank darah
7. Lanjutkan medikasi antibiotik dan
pengurang gejala gastrointestinal
8. Monitoring tanda hipoglikemi,
motivasi menghasbiskan makan
setelah penyuntikan insulin
Jumat,
 Melalukan hand hygiene
subjektif:
09/05/14  Monitoring tanda-tanda infeksi suhu
lemes (+), pusing (+), mual (-),
shift
perdarahan (-), BAB hitam (-) diare (-
siang
tubuh dan leukosit
 Memberikan oil pada kulit kaki
), muntah (-), mengatakan dokter
 Monitoring tanda-tanda dehidrasi
bedah sudah ganti balutan akan
(TD, nadi, RR, Suhu tubuh, CRT,
direncanakan untuk di bersihkan di
turgor kulit, kelembaban kulit)
ruang operasi.
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
 Kolaborasi: memberikan terapi cairan
Nacl 0,9% per 8 jam
objektif:
 TD 140/90 mmHg, N: 86 x/mnt, RR
 Kolaborasi pemberian transfusi darah
18 x/mnt, nasal kanul dilepas, sesak
 Pemberian insulin 4-4-0
(-), Suhu 35,80C, kulit sedikit
 Memandu dan mengawasi
lembab, CRT <3detik, bibir lembab,
penyuntikan insulin oleh keluarga
 Memberikan makan selagi hangat dan
terpasang Nacl 0,9% per 8 jam
 Hb 6,9 gr/dl
memotivasi untuk menghabiskan
 Leukosit 9000 µl
makanan selama mendapat insulin
 Hasil pemeriksaan GDS 198 gr/dl
 Memantau tanda-tanda hipoglikemia
 Tanda-tada hipoglikemia penurunan
 Mengambil pemeriksaan darah GDS
kesadaran (-), kulit dingin (-),
 Melakukan balance cairan
pulsasi meningkat (-), rasa lapar (-),
 Kolaborasi: pemberian medikasi
iritabilitas (-), ansietas (-), kepala
untuk mengurangi gejala
pusing (-), penglihatan kabur (-), dan
gastrointestinal (sucralfat,
gemetaran(-).
omeperazole )dan pemberian
 Makanan dihabiskan
antibiotik (ceftriaxone, metronidazole)  Transfusi diberikan PRC 184 cc
golongan darah O
 Balance cairan
output/8 jam : urin 950 cc, IWL 200
cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8 jam
500 cc/8 jam, oral air putih 700 cc.
BC= I-O= 1200-1150 = +50 cc
Analisis:
Risiko perluasan infeksi
Kekurangan volume cairan (teratasi)
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Planning:
1. Lakukan tindakan kontrol dan
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
proteksi infeksi
2. Maintenance cairan
3. Balance cairan
4. lanjutkan transfusi darah
5. Lanjutkan medikasi antibiotik dan
pengurang gejala gastrointestinal
6. Monitoring tanda hipoglikemi,
motivasi menghabiskan makan
setelah penyuntikan insulin
sabtu,
 Melalukan hand hygiene
notes:
ganti balutan sudah dilalukan pada shift pagi.
Subjektif:
10/05/14  Kolaborasi: memberikan terapi cairan
lemas (-), pusing (-), mual (-), tidak
shift
ada keluhan, mengatakan mulut lebih
malam
Nacl 0,9% per 8 jam
 Kolaborasi pemberian transfusi darah
segar.
 Mengambil pemeriksaan darah GDS
 Melakukan balance cairan
Objektif:
 Kolaborasi: pemberian medikasi
 Hb 8,5 gr/dl (tgl 09/05/14)
untuk mengurangi gejala
 Leukosit 7900 ul (tgl 09/05/14)
gastrointestinal (sucralfat,
 GDS 156 gr/dl (tgl 09/05/14)
omeperazole )dan pemberian
 Tanda-tanda hipoglikemia
antibiotik (ceftriaxone, metronidazole
 Melakukan cuci tangan sebelum
perawatan luka
penurunan kesadaran (-), kulit dingin
(-), pulsasi meningkat (-), rasa lapar
(-), iritabilitas (-), ansietas (-), kepala
 Melakukan pengkajian terhadap luka
pusing (-), penglihatan kabur (-), dan
 Melakukan perawatan luka dengan
gemetaran(-).
madu (asisten dokter vaskular)
 Membantu kebersihan oral (oral
hygiene)
 Memberikan suntikan insulin 4-4-0
 Memotivasi untuk menghabiskan
makanan yang telah disediakan oleh
 Pengkajian luka
ulkus kaki diabetikum wagner grade
3 di pedis dekstra, tampak luka
dengan slough lebih banyak
berkurang, bau tidak ada, ukuran
luka ± 11 x 8.5 cm, luka meluas di
bawah kulit dengan kedalam ± 2.5
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
ahli gizi
cm, tepi luka nekrotik, neuropati (-),
teraba hangat, hiperpigmentasi
sekitar luka, serta edema sangat
berkurang di pedis dekstra.
 Balance cairan:
output/8 jam : urin 700 cc, IWL 100
cc. Input/8 jam: Nacl 0.9% per 8 jam
500 cc/8 jam, oral air putih 400 cc.
BC= I-O= 900-800 = +100 cc
Analisis:
Risiko perluasan infeksi
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Planning:
1. Lakukan tindakan kontrol dan
proteksi infeksi
2. Maintenance cairan
3. Balance cairan
4. lanjutkan transfusi darah Hb target
10 gr/dl
5. Lanjutkan medikasi antibiotik dan
pengurang gejala gastrointestinal
6. Monitoring tanda hipoglikemi,
motivasi menghabiskan makan
setelah penyuntikan insulin
senin,
pasien menjalani debridement di ruang
19/05/14
operasi
selasa,
 Melalukan hand hygiene
20/05/14  Melakukan TTV
 Melakukan pengkajian terhadap luka
subjektif:
keluhan (-), mau pulang saja, rawat
jalan,
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
 Melakukan cuci tangan sebelum
perawatan luka
 Melakukan perawatan luka
 Memberikan oil pada kulit kaki
objektif:
 TD 130/80 mmHg, Nadi 85 x/menit,
RR 17 x/menit, suhu 360C
 Pengkajian luka
sekitar luka
ulkus kaki diabetikum wagner grade
 Menganti linen
2 di pedis dekstra, slough (-), bau (-),
 Kolaborasi: pemberian medikasi
ukuran luka ± 14 x 9,5 cm, tepi luka
untuk mengurangni gejala
nekrotik (-), neuropati (-), tampak
gastrointestinal (sucralfat,
tendon didasar luka, hiperpigmentasi
omeperazole) dan pemberian
disekitar luka, suhu sama dengan
antibiotik (ceftriaxone, metronidazole)
kulit sekitar, edem jari-jari pedis
 Memberikan suntikan insulin 3 unit
dekstra.
 Memotivasi untuk menghabiskan
makanan yang telah disediakan oleh
ahli gizi
 Memantau tanda hipoglikemia
 Tanda-tanda hipoglikemia
penurunan kesadaran (-), kulit dingin
(-), pulsasi meningkat (-), rasa lapar
(-), iritabilitas (-), ansietas (-), kepala
pusing (-), penglihatan kabur (-), dan
gemetaran(-).
 GDS 146 gr/dl
Analisis:
Risiko infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Planning:
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
1. Lakukan tindakan kontrol dan
proteksi infeksi
2. Lanjutkan medikasi antibiotik
3. motivasi menghabiskan makan
setelah penyuntikan insulin
4. pantau tanda-tanda hipoglikemi
5. discharge planning perawatan luka
rabu,
discharge planning perawatan luka
21/05/14 
mengucapkan salam

kontrak waktu

mengevaluasi pengetahuan keluarga

Subjektif:

menyetujui untuk belajar
bagaimana perawatan luka

keluarga mengerti “sudah paham
terkait perawatan luka
karena setiap hari memperhatikan
memberikan reinforcement positif
bagaimana cara perawatan yang
atas pengetahuan keluarga yang
dilakukan”
benar


menjelaskan hal-hal yang harus di
Objektif:
ketahui untuk perawatan luka
menyebutkan kembali sesuai di leaflet
― alat-alat yang perlu disiapkan
 alat-alat yang perlu disiapkan
― persiapan yang harus dilakukan
 persiapan yang harus dilakukan
― prosedur/langkah-langkah
 prosedur/langkah-langkah
― kapan harus dibawa ke tenaga
 kapan harus dibawa ke tenaga
medis yang berkompeten (tanda-
medis yang berkompeten (tanda-
tanda infeksi)
tanda infeksi)
nutrisi untuk proses penyembuhan
luka


mengevaluasi kembali cuci tangan 6
 nutrisi untuk proses penyembuhan
luka
faktor pendukung:
benar
istri tingkat pendidikan S1, anak
melakukan evaluasi terkait
bekerja di apotek RS swasta
pemahaman keluarga
Analisis:
Defisit pengetahuan terkait proses
perawatan luka
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Planning:
 lakukan perawatan luka sesuai yang
sudah diajarkan 1 kali sehari
 menjaga kebersihan tangan saat akan
melakukan perawatan luka
 kontrol ke dokter sesuai yang sudah
dijadwalkan
 jika terjadi infeksi segera hubungi
petugas kesehatan
 kontrol glukosa darah (penyuntikan
insulin)
 waspadai hipoglikemia saat
penyuntikan insulin jika tidak diikuti
asupan makanan yang adekuat
 konsumsi obat sesuai jadwal,
habiskan antibiotik
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Asupan
nutrisi yang
Nutrisi
Penyembuhan
Luka
seimbang,
terutama
protein
bagus untuk
penyembuhan
luka
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
FAKULTAS ILMU
KEPERAWATAN UI
2014
NUTRISI UNTUK
PENYEMBUHAN LUKA
Pentingnya asupan gizi yang baik pada
pasien dengan luka/pasca operasi
merupakan pondasi untuk proses
penyembuhan lebih cepat.
Nutrisi yang baik akan memfasilitasi
peyembuhan, dan menghambat atau
b ahkan meng hind ari keadaan
malnutrisi (Williams dan Leaper
2000).
Dukungan nutrisi sangat penting bagi
perawatan pasien mengingat
kebutuhan pasien akan nutrisi
bervariasi, maka dibutuhkan diet
(pengaturan makan).
JENIS-JENIS
Protein
Mineral
Protein dan asam amino baik untuk pembentukan sel baru sehingga sel yang rusak
dapat segera diganti dengan sel yang abru
sehingga akan mempercepat penyembuhan luka. Sumber: keju, kacang-kacangan,
putih telur, ikan gabus, dan ikan lele.
Seng juga memiliki efek penghambatan
pada pertumbuhan bakteri, dan terlibat
dalam respon imun
Lemak
Sebagai pelarut vitamin (A,D,E,&K) yang
berfungsi dalam pembentukan sel baru.
Sumber makanan minyak bunga matahari,
minyak zaitun, alpukat, salmon, tuna
Vitamin
Vitamin A
pembentukan kolagen dan
pembelahan sel
B-komplek
membantu menghasilkan
energy dari metabolism
karbohidrat
Vitamin C
terlibat dalam pembentukan serat kolagen dan
memperkuat jaringan baru.
Vitamin K
pembentukan thrombin untuk menghentikan perdarahan
Karbohidrat
Sebagai sumber energy bagi tubuh,
karena saat fase penyembuhan luka
dibutuhkan energy yang cukup. Jika
asupan karbohidrat kurang maka
tubuh akan memecah protein dalam
tubuh. Padahal protein sangat penting
untuk proses pembentukan sel baru.
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Sumber makanan: daging merah
(sapi,kambing) ikan dan hasil laut, kacangkacangan, susu
Zat Besi/Fe , jika terjadi kekuranngan fe
maka berpengaruh terhadap penundaan
penyembuhan luka.
Sumber makanan : ikan dan hasil laut,
daging merah, kacang, telur
PERAWATAN
LUKA ULKUS
DIABETIKUM
CUCI TANGAN
Perawatan
luka yang
baik akan
mempercepat
penyembuhan
luka…
FAKULTAS ILMU
KEPERAWATAN UI
2014
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
PERAWATAN LUKA ULKUS
TUJUAN PERAWATAN
LUKA

Membersihkan luka

Mencegah infeksi

Mempercepat penyembuhan luka
3. Mencuci tangan 6 benar
TANDA-TANDA INFEKSI PADA LUKA
4. Memakai sarung tangan bersih
1.
Kulit sekeliling menjadi panas/hangat
5. Melepas balutan kasa (jika lengket lembabkan dengan Nacl 0,9%)
2.
Terasa amat nyeri di area luka
3.
Kulit sekeliling menjadi lebih merah
4.
Area luka menjadi bengkak
5.
Adanya nanah
6.
Luka berwarna hijau
7.
Muncul aroma yang menyengat
6. Ambil kassa secukupnya dan basahi dengan Nacl 0,9%, gunakan untuk membersihkan daerah luka (jika bagian kassa
sudah kotor, ganti dengan kassa baru)
7. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi
8. Ganti sarung tangan
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM PERAWATAN LUKA


Menjaga kebersihan tangan (6
benar) dan peralatan yang akan
digunakan (mensterilkan jika tidak
ada merebut peralatan yang akan
digunakan pada air mendidih)
Mempersiapkan peralatan yang di
butuhkan (kom kecil pinset, sarung tangan, NacL 0,9% atau air
steril lain, kassa, madu, plester)
LANGKAH-LANGKAH
1.
Mempersiapkan peralatan yang
dibutuhkan
2.
Meletakkan di dekat jangkaun
9. Oleskan madu pada permukaan yang
sudah dibersihkan
10. Lumuri kassa baru dengan menggunakan madu
JIKA DITEMUKAN TANDA-TANDA INFEKSI DI ATAS SEGERA HUBUNGI
11. Tempelkan kassa di permukaan luka
PETUGAS KESEHATAN/KE RUMAH SAKIT
12. Kemudian tutup dengan kassa kering
sampai tertutup rapi
UNTUK MENDAPAT PERTOLONGAN DAN
13. Berikan plaster untuk merekatkan
kassa
14. Bereskan alat dengan desinfektan (bias
menggunakan pemutih pakaian)
15. Lepas sarung tangan
16. Cuci tangan menggunakan sabun (6
langkah)
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
PERAWATAN LEBIH LANJUT
Lampiran hasil penelitian Acton & Dunwoody (2008)
Gb. 4.1
Gb. 4.2
Gb. 4.3
Gb. 4.4
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap
: Sulastri
Nama Panggilan
: Sulas
Tempat, Tanggal lahir: Semarang, 31 Juli 1990
Alamat Asal
: Perum Telaga Pasiraya Blok A12 No 10, RT/RW 02/13,
Ds sukasari, Kec. Serang Baru, Cikarang-Bekasi
Nomor Telepon
: 085693698840
Email
: [email protected]
Jenis kelamin
: Perempuan
Status Marital
: Belum menikah
Warga Negara
: Indonesia
Agama
: Islam
TB/BB
: 165 cm/ 47 kg
Status kesehatan
: sangat baik
Riwayat pendidikan dan pelatihan
Periode
1997-2003
2003-2006
2006-2009
2009-2013
Sekolah/Institusi/Universitas
SDN Cukilan 3, Semarang
SMPN 3 Suruh, Semarang
SMAN 1 Cikarang Utara
Universitas Indonesia
2013-2014
Universitas Indonesia
Jurusan
IPA
Ilmu
Keperawatan
Ilmu
Keperawatan
Analisis perawatan ..., Sulastri, FIK UI, 2014
Jenjang
S1
Ners
Download