Menjaga Lisan

advertisement
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
Hifzhul Lisaan
Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA
Keutamaan Menjaga Lisan(Hifzul Lisaan)
Baiknya keberislaman seseorang bisa dilihat dan diketahui diantaranya dari ucapannya. Satu
waktu Rasulullah saw pernah ditanya: “Keislamanan bagaimana yang utama? Beliau
menjawab: siapa yang perkataan dan perbuatannya menjadikan orang Islam selamat (tidak
terganggu).
(HR. Bukhari dan Muslim). Betapa
pentingnya menjaga lisan, ia diumpamakan bagai icon dari beragam amal perbuatan
seseorang. Rasulullah bersabda
: “Setiap kali
manusia memasuki pagi hari maka seluruh anggota tubuh merendahkan lisan dan berkata
kepadanya: takutlah kepada Allah dalam bersama kami, karena kami tergantung kepadamu,
jika kamu baik kami ikut baik, dan jika kamu menyimpang kami jadi menyimpang juga”
. (HR. At-Tirmidzi).
1/6
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
Dalam hadits lain Rasulullah menegaskan diantara kesempurnaan iman dan islam seseorang
adalah menjaga lisan dari perkataan keji dan munkar. Sabdanya berbunyi: “Diantara sifat orang
mukmin adalah ia menjaga lisannya dari membahas aib seseorang dan perkataan kotor”.
(HR. At Tirmidzi). Rasulullah juga bersabda:
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau berdiam”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Membiasakan berkata baik atau berdiam dari perkataan buruk menjadi sifat Mukmin sejati.
Sebaliknya, perkataan buruk memiliki efek dan tempat yang buruk dalam Islam. Perkataan yang
mencela, mencaci dan sejenisnya tidak hanya dibenci oleh manusia secara fitrah, tetapi juga
disalahkan oleh Malaikat. Satu waktu Rasulullah sedang berkumpul bersama para Sahabat,
tiba-tiba datang seseorang mencaci Abu Bakar. Abu Bakar diam dan tidak merespon.
Kemudian ia kembali mencaci, Abu Bakar tetap diam dan tidak merespon. Ketiga kali ia kembali
mencaci, dan Abu Bakar meresponnya. Maka Rasulullah beranjak meninggalkan majelis. Abu
Bakar mengikuti Rasulullah dan bertanya: “Apakah engkau marah kepadaku wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab: “Malaikat telah turun dari langit, menyalahkan perkataan orang tadi,
namun saat engkau mengomentarinya datanglah setan, dan aku tidak mendatangi tempat jika
di sana setan hadir”.
(HR. Abu Dawud).
Menjaga lisan menjadi perbuatan yang amat mulia dalam islam. Karena itu siapa mampu
menjaga lisannya, ia berpeluang besar mendapat jaminan rumah di Surga Allah SWT. Sahal
bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menjamin
untukku (menjaga) antara dua jenggotnya dan antara dua kakinya, niscaya aku jamin untuknya
surga.”
(HR. Bukhari).
Sebagaimana hati, sejauh mana penjagaan dan pengendalian terhadap lisan, itu menjadi
ukuran baikatau buruknya amal seseorang. Maka, antara hati dan lisan saling berkaitan dan
mempengaruhi amal perbuatan. Rasulullah saw bersabda: “Tidak lurus iman seseorang hingga
2/6
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang hingga lurus lisannya”.
(HR. Ahmad).
Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berugkap kecuali dengan baik, menjauhi perkataan
buruk dan kotor, menggossip (ghibah), fitnah dan adu domba.Menjaga lisan merupakan
perkara yang tidak boleh dianggap remeh, karena setiap manusia akan dimintai
pertanggungjawaban atas setiap perkataannya. Firman Allah berbunyi:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir”.
(QS. Qaaf: 18).
Adab-adab berbicara dalam Islam:
a. Tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang bisa mendatangkan kebaikan dan
manfaat atau mencegah keburukan bagi dirinya atau orang lain.
b. Mencari waktu yang tepat, sebagaimana kata hikmah: “Setiap tempat dan waktu ada
pembicaraannya tersendiri”
c. Memilih bahasa yang digunakan. Bahasa bisa menjadi tanda dan cermi bagi akal dan
adab seseorang
d. Tidak berlebihan dalam memuji dan mencela. Belebihan dalam memuji adalah bentuk
dari riya’ dan mencari muka, dan berlebihan dalam mencela adalah bentuk dari permusuhan
dan balas dendam.
3/6
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
e. Tidak menyenangkan manusia dengan cara mengucapkan apa-apa yang membuat
Allah SWT murka. Sabda Rasulullah saw berbunyi: “Siapa yang membuat manusia senang
dengan melakukan perkara yang mendatangkan amarah Allah SWT, maka ia dan urusannya
akan diserahkan kepada manusia, dan siapa yang membuat manusia marah karena ia
melakukan perkara yang membuat Allah ridha, maka Allah akan menjamin baginya
perlindungan dari perlakuan manusia”.
(HR.
At-Tirmidzi).
f. Tidak mengobral janji-janji yang sangat sulit ditepati. Allah SWT berfirman: “"Wah
ai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan”.
(QS. As Shaff:2-3).
g. Tidak berbicara keji dan kotor, dan tidak menyimak orang yang berbicara keji dan kotor.
h. Menyibukkan lisan untuk berzikir.
Bagaimana dengan gosip atau ngomongin aib orang atau dalam bahasa agama disebut ghib
ah
?
Dalam kondisi tertentu
ghibah
diperbolehkan.
Gosip atau dalam bahasa Islam adalah ghibah pada dasarnya merupakan diantara penyakit
lisan yang sangat berbahaya, sehingga Allah SWT mengumpamakan siapa yang menjelekkan
4/6
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
dan membicarakan aib seseorang dengan memakan bangkai saudaranya sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari
prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Hujurat: 12).
Rasulullah pernah menerangkan maksud dari ghibah: “Apakah kalian mengetahui apa itu
ghibah? Sahabat menjawab: Allah dan rasulNya yang mengetahui itu. Rasul bersabda: engkau
menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia benci. Sahabat bertanya: Jika pada dirinya
benar apa yang aku katakan. Rasul menjawab: jika yang engkau sebutkan benar-benar ada
pada dirinya, itulah ghibah, dan jika apa yang engkau sebutkan tidak ada pada dirinya itu
adalah kedustaanmu atasnya”.
(HR.
Muslim).
Ghibah menghantarkan kepada permusuhan, terputusnya hubungan silaturahim, menanam
benih kebencian dan iri hati.
Ghibah bisa merusak ibadah seorang Muslim. Muslim
yang berpuasa namun melakukan
ghibah,
pahala puasanya akan lenyap, begitu juga dengan ibadah lainnya. Diriwayatkan bahwa dua
orang perempuan berpuasa pada zaman Rasul saw membicarakan aib seseorang. Rasulullah
mengetahui hal itu dan berkata tentang mereka:
“Mereka berpuasa dari apa yang dihalalkan, tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan”.
(HR. Ahmad). Maksudnya mereka berdua berpuasa dari makan dan minum yang hukum
awalnya adalah halal, tetapi ketika membicarakan aib seseorang yang haram dilakukan, Allah
SWT tidak menerima ibadah puasa tersebut, seakan mereka membatalkannya.
Namun demikian ada beberapa kondisi seseorang diperbolehkan menyebut aib seseorang,
5/6
Menjaga Lisan
Written by Admin
Jumat, 24 Januari 2014
meski dalam batasan yang diperlukan. Kondisi tersebut:
1. Dalam rangka menyampaikan dakwaan perlakuan zalim kepada hakim.
2. Untuk merubah kemunkaran dan mengarahkan seseorang yang berbuat munkar
kepada kebaikan, agar ia kembali ke jalan yang benar dan enggan mengulangi keburukan. Hal
ini boleh dilakukan jika cara menasehati dan upaya menutupi kemungkaran tidak lagi memberi
pengaruh baginya untuk merubah perbuatannya.
3. Berbuat dosa dan kemunkaran secara terang-terangan. Siapa yang melakukan
kemunkaran secara terang-terangan, maka boleh dilaporkan agar ia tercegah
melakukannya.Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Ghibah tidak boleh dilakukan kecuali tentang
tiga orang; orang fasik yang berbuat dosa secara terang-terangan, orang yang menyebarkan
bid’ah dan pemimpin yang sewenang-wenang.
4. Dalam rangka menjelaskan seseorang. Jika ada orang yang tidak bisa dikenal kecuali
dengan menyebut julukan, misalnya fulan si buta, fulan si hitam, dan lainnya. Itu boleh
dilakukan karena tujuan untuk mengenal seseorang, tetapi tidak boleh jika bertujuan menghina
dan meremehkan.
Wallahu a’lam.
6/6
Download