PNEUMATOLOGI AMOS YONG DAN REFLEKSI MISIOLOGI (Perspektif Pentakosta/Kharismatik Indonesia) Junifrius Gultom1 Abstraksi Pemikiran pneumatologis Amos Yong dapat dikatakan mewakili teolog Pentakosta yang progresif, produktif, di mana pemikirannya menjadi pionir cara berteologi Pentakosta yang bersifat dialogis dan ekumenis, bahkan mampu menariknya hingga pada diskursus agama-agama. Pemikiran Amos Yong terkait dengan dialog agama-agama dari perspektif penumatologis, dengan pendekatan yang lebih dialogis ketimbang apologetis. Hal ini merupakan terobosan dari kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok Pentakosta/Kharismatik pada umumnya, di mana mereka tidak pernah tertarik untuk mengkaitkan pneumatologi dengan diskursus teologi agama-agama, melainkan berkutat pada persoalan Baptisan Roh Kudus dan pengembangan karunia Roh Kudus yang sering disebut sebagai “anugerah kedua”. Dalam pneumatologinya, Yong menawarkan menawarkan tiga kriteria; divine presence, divine absence dan divine activity, yang dapat memampukan gereja untuk discern kehadiran dan pekerjaan Allah. Yong juga menekankan bahwa Roh Kudus akan memampukan orang-orang Kristen menginternalisasi “the hospitality of God” dengan menolong kita untuk berinteraksi secara positif sebagai host dalam dunia yang pluralis secara agama. Sekalipun pertumbuhan gereja dianggap penting, namun demikian misi eklesiologi harus di bawah konsep missio Dei, yaitu misi yang berfokus pada peningkatan dan kemajuan Kerajaan Allah, ketimbang Pertumbuhan Gereja. Hal ini dikarenakan gereja bukanlah Kerajaan Allah, tetapi agenda dari Kerajaan Allah, sehingga misi tidak berpusat pada gereja. Gereja berpartisipasi dalam misi Allah di dunia. Pneumatology of Amos Yong and Missiology Reflection (Perspective of Indonesia Pentacostal/Charismatic) Abstract Amos Yong’s pneumatology could represent of progressive and productive Pentacostal theologian, whose thought became pioneer to make theology of pentacostal with ecumenical and dialogue manner, even brought it to the Religion discourse. Amos Yong’s thought was concerned to religions dialogue with pneumatology perspective, preffering dialogue approach to apologetics. This was a breakthrough of Pentacostal/Charismatics’ customs, which they had never 1 Dosen STT Bethel Petamburan, Jakarta interested to correlate pneumatology with theology of religions discourses, yet kept focus on issues of Baptism with Holy Spirit or spiritual gifts, which so-called “second blessing”. In Yong’s pneumatology offered three criterions; divine presence, divine absence and divine activity, which enable church to discern the presence and work of God. Yong also emphasized that Holy Spirit will enable christians to internalize “the hospitality of God” by helping us to interact positively as host in religiously pluralistic world. Although the church growth was considered to be important, yet mission of church must be under the concept of missio Dei, which focused on enhancing or improving God’s Kingdom. Mission is not churchcentered, because church is not God’s Kingdom. Church is participated in God’s mission throughout the world. Pentakostalisme PENDAHULUAN Penulis mengangkat topik mengenai Pneumatologi Amos Yong karena bagi penulis Amos Yong, dan Sains; Disabilitas, dan Dialog Budha dan Kristen. PEMIKIRAN AMOS YONG mewakili teolog Pentakosta yang progresif, produktif, dan buah-buah Discerment of the Spirit2 pemikirannya menjadi pionir cara Salah satu “terobosan” sekaligus berteologi Pentakosta yang bersifat “keberanian” yang dilakukan oleh dialogis bahkan Yong dalam pemikirannya adalah mampu menariknya hingga pada terkait dengan dialog agama-agama diskursus agama-agama. Amos Yong dari perspektif pneumatologi, selain adalah dialognya dan Dekan ekumenis, dan J. Rodman dengan sains. Williams Professor of Theology di Pendekatanya lebih bersifat dialogis Regent University’s Divinity dan pendeta Assemblies of God. School of ketimbang apologetik. Mengapa saya pada the katakan demikian, karena selama ini Ia terlahir orang-orang Pentakosta/Kharismatik sebagai seorang Malaysia dari orang tidak tua China. Pada usia 10 tahun, Yong, mengkaitkan pneumatologi dengan bersama orang tuanya, berimigrasi ke diskursus pernah teologi tertarik untuk agama-agama, Amerika (California). Yong adalah penulis yang sangat kompeten untuk isu-isu Pentakostal Global; 2 Amos Yong, Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to Christian Theology of Religions (Sheffield, England: Sheffield Academic Press, 2000) tetapi kepada pendekatan konservatif berisi kuaitas-kualitas particular dan yang norma-norma melulu percakapan “anugerah berkutat tentang kedua” pada pekerjaan yang disebut harus diakui dan dihormati untuk kebaikannya yang telah diciptakan adalah untuk baptisan Roh Kudus dan manifestasi- dialami. Dengan kategori ini, Yong manifestasi Roh Kudus di dalam menyimpulkan bahwa Roh ALLAH konteks gereja lokal dan kaitannya (dalam Trinitas) yang keberadaan- dengan Nya adalah persekutuan dapat secara spiritualitas privat dan individualistik. universal hadir pada semua orang, Dengan dasar Trinitarian, Yong kebudayaan, dan tempat-tempat meletakkan pneumatologinya dengan hingga tingkat mana menggunakan tiga kategori umum ciptaan secara autentik pengalaman (akan sebagai kesatuan dalam kepelbagaian disinggung juga hal ini di bawah ini) dan kepelbagaian di dalam kesatuan.3 agamawi yaitu: kehadiran ilahi, aktifitas ilahi Dalam komunitas pendekatannya, dialami Amos dan absensi (ketidakhadiran) ilahi. Ia melihat bahwa mem-frame teologi membangun hal ini di atas dasar agama-agama sebagai suatu subset pernyataan Donald Gelpi bahwa dari doktrin ALLAH secara generik “pengalaman masa kini dari realitas merupakan ALLAH Kristen dimulai pada suatu optimistik. Demikian pula, mem- perjumpaan Hembusan frame-nya dengan kategori-kategori Kudus (the Holy Breath) yang kristologi secara defensif memang disadari” dengan klaim bahwa semua bisa pengalaman esensial agama-agama lain, tetapi sedikit merupakan bersifat Roh.” Kemudian efektif dalam keterlibatan yang lebih Yong ofensif dengan secara mengembangkan kategori saja sesuatu yang membungkam yang mengakui over klaim segi kehadiran Roh ALLAH itu sebagai “pengalaman kita akan relasional, dan melalui ini, kategori dari ALLAH, dimediasi oleh kehadiran Roh ALLAH. Berkat pekerjaan Firman dan Roh, semua hal-hal yang 3 Joe Davis, Engaging Amos Yong’s Foundational Pneumatology and Theology of Discernment from Latino Pentecostal Perspectives. Lihat: http://love2justice.wordpress.com/2013/05/2 6/engaging-amos-yongs-foundationalpneumatology-and-theology-ofdiscernment-from-latino-pentecostalperspectives partikularitas inkarnasional ALLAH secara positif sebagai host dalam (Yoh. 1:14), dan keseimbangannya dunia yang pluralis secara agama. Aktivitas ilahi dijelaskan sebagai akan aspek universalitas dari Roh yang dicurahkan kepada semua force fields iman, pengharapan dan 4 kasih yang diciptakan Roh Kudus absennya yang memampukan umat manusia diskursus Roh di dalam teologi beranjak dari hubungan-hubungan Barat, yang manusia (baca: flesh, Kis. 2:17). Yong mengkiritik yang berpengaruh pada teralienasi, terluka dan kecurigaan kepada spirits dalam destruktif menuju hubungan yang agama-agama lain. Yong kemudian rekonsiliatif, mempercayai bahwa Roh sebenarnya menyembuhkan dan menyelamatkan. bisa saja telah memperluas kehadiran Oleh karenanya aktifitas universal dan aktifitas ALLAH di dalam dari agama-agama non-Kristen. Namun, mengintegrasikan untuk tidak mengaburkannya dengan lingkungannya dalam suatu cara roh-roh yang destruktif dan demonik, sedemikian rupa sehingga ia dapat maka menjadi autentik bagi dirinya sendiri Yong menawarkan mencoba tiga untuk kriteria-seperti dan saling Roh menjadi membangun, adalah untuk sesuatu pelayanan kepada dalam yang disebutkan di atas-yaitu divine hubungan-hubungannya presence, divine absence dan divine orang lain. Namun, Yong menyadari activity yang dapat memampukan bahwa ideal semacam itu bersifat gereja untuk discern kehadiran dan eskatologi walau disela oleh Roh pekerjaan ALLAH atau menolak Kudus, maka ciptaan menghadapi yang demonik atau destruktif itu. divine absence dan belum dapat Yong juga menekankan bahwa Roh terwujud di sini dan sekarang karena Kudus akan memampukan orang- penolakan manusia kepada tujuan- orang Kristen menginternalisasi “the tujuan hospitality mengekspresikan kebebasannya yang of God” dengan menolong kita untuk berinteraksi ilahi destruktif, ketidakadilan, dengan mereka, yang ketidakadilanalianasi, dan 4 Craig Ott, et al., Encountering Theology of Mision. Biblical Foundations, Historical Developments, and Contemporary Issues. (Grand Rapids, MI: Baker Books, 2010), 308-09 penindasan-penindasan. Ini yang kemudian disebutnya sebagai wujud meyakini bahwa agama tersebut dari pekerjaan demonic spirits. dapat diakui sebagai memberitakan Problem Untuk Orang-orang Injili, Tidak Bagi Pentakostal/ Kharismatik Secara pribadi merasa tertantang oleh pemikiran Yong ini. Yang menarik adalah, Yong kemudian mengemukakan proses tiga rangkapsemacam screening-yang dapat men discern apakah Roh ALLAH sungguh-sungguh ada hadir di dalam agama-agama, termasuk kekristenan yaitu pertama, kriteria eksperiensialfenomenologi. Kedua, kriteria etismoral; ketiga, soteriologikal teologis. Kriteria yang pertama merujuk kepada bentuk-bentuk aestetik berupa symbol-simbol, dan ritualritual. Kriteria pengalaman- pengalaman rohani yang fenomenal itu akan dilihat melahirkan sejauhmana suatu ia bentuk-bentuk tindakan-tindakan etis yang holistik, hubungan-hubungan komunal yang terpelihara dan diperkuat, maka untuk sementara dapat dikatakan bahwa Roh ALLAH yang universal itu memang sungguh hadir di agama tersebut. Namun, krusial pada menjadi kriteria titik ketiga, menyangkut aspek soteriologi. Yong berita yang keselamatan ketika ia terbukti membawa tandatanda yang bersifat praksis yaitu keadilan, kasih, keberpihakan kepada kaum marjinal dan tindakan-tindakan lainnya yang bersifat liberatif. Bila tidak, Yong menyebutnya, situasi itu sebagai divine absence. Dan dalam situasi ini, maka sesungguhnya dengan agama sedang roh-roh itu bersekutu yang demonik, walaupun kelihatannya menampilkan kehebatan Dengan bersifat pemahaman fenomenal. seperti ini, maka bukan tidak mungkin orangorang Pentakostal/Kharismatik yang mengklaim penuh Roh Kudus itu, sesungguhnya bersekutu dengan roh yang denomik dan destruktif— karena Yesus telah mengatakan, “dari buahnyalah kamu mengenal mereka”—bila tidak menunjukkan tanda-tanda praksis seperti di atas, dan dengan sendirinya menjadi tidak relevan untuk membicarakan peran soteriologisnya. Diskursus misi dalam kaitannya dengan Spirit/spirits pada konteks Asia telah lama disadari karena memang Asia (dan juga Afrika) bernama segala bentuk kepercayaan serta moderat maksudnya, Yung lebih budaya besar yang inheren dengan memilih pendekatan yang holistik, dunia roh. Namun, tampaknya orang- yang orang Injili sendiri lebih memilih pembacaan Alkitab Barat dengan untuk memasukkannya di dalam presuposisi Pencerahan dan ekstrim bingkai “Bible in the Context,” pembacaan yang dualistik Kosuke karena kekuatiran mereka akan “roh Koyama yang membutakan kita dari yang lain,” yang bukan dimaksudkan kebenaran-kebenaran oleh Alkitab. 5 Pneumatologi Yong sejarah ini masih sulit diterima oleh orang- Theology yang me-reduce ayat-ayat orang Injili karena dianggap suatu Alkitab kepada sekedar politis. proyek ambisius yang dapat mendomestifikasi (meminjam istilah Bagi Hwang 6 adalah negara-negara dimana hidup Yung. menghindari dan ekstrim utama penafsiran orang-orang Kharismatik Lebih sendiri, dari Minjung Pentakosta/ pengetahuan men- dunia roh, lebih kepada genre-genre dan seperti power encounter, exorcism Roh dan healing movement. Tampaknya Kudus. Saya teringat bagaimana untuk mewujudkan genre-genre ini reaksi keras orang-orang Injili dan ditingkat Ortodoks-dengan melakukan walk Pentakosta/ Kharismatik tidak terlalu out-atas presentasi dan dramatisasi pusing kontekstualisasi sinkretisme. Lesslie Newbigin) sinkretisme-kan resiko Injil, kekristenan depersonalisasikan dari Spirit oleh praktis, orang-orang dengan Di isu awal sekitar pelayanan seorang teolog wanita muda asal Yonggi Cho, Korea, banyak orang- Korea, Dr. Chung Hyun Kyung pada orang Injili menuduhnya sesat karena pertemuan WCC di Canberra 1991. pneumatologinya serta ajaran- ajarannya umum terlalu Pandangan yang lebih moderat secara dari orang-orang Injili ini pernah sinkretis, yang memcampur adukkan diajukan oleh seorang teolog yang pneumatologi Taoism, 6 5 Lihat: Bong Rin Ro, Bible in Asia Context, 1982; Paul G. Hiebert, Anhtropological Insights for Missionaries, 1985 Alkitab Shamanism dan dengan Faith Hwang Yung, Mangoes or Bananas? The Quest for an Authentic Asian Christian Theology. Biblical Theology in an Asian Context. (Oxford, UK., Regnum, 1997), 224-225 Movement Theology. Namun, belakangan, tuduhan-tuduhan itu pengetahuannya akan agama-agama Timur bersama dengan kuasa-kuasa makin mereda, bahkan pemikiran- adikrotinya, pemikiran pneumatologi Yonggi Cho Buddhisme, telah menjadi subjek yang secara Jepang seperti Soka Gakkai. Ia rutin symposium merujuk “evil spirit world” dalam Internasional Teologi Yonggi Cho, buku itu dimana berada di bawah oleh para ahli-ahli dari seluruh dunia, kuasa dan otoritas ALLAH yang baik para pengkritik Cho, hingga maha kuasa. diangkat pada Maka yang mendukungnya. Allan Anderson dalam esainya sebagaimana yoga, agama-agama sebenarnya Kharismatik pada Pentakosta/ (Neo-Pentakosta) Pentecostal merupakan pihak yang lebih “bisa 7 diajak dialog” terkait dengan usaha- Cho, usaha kontekstualisasi dunia roh berhasil kepada agama-agama Asia. Paling teologi tidak untuk tingkat pengembangan kontekstual di dalam tulisan-tulisan pengetahuan dan kesadaran akan dan pelayanannya. Didukung oleh dunia Roh/roh itu sendiri. Memang, beberapa disertasi (di Birmingham masih “terganjal” oleh masalah yang dan di Fuller) mengenai tema-tema terkait dengan soteriologi. Sebab, seperti Korean Church Growth and bagaimanapun, Yonggi Cho, dan atas dasar buku Cho Pentakosta/ Fourth menyakini bahwa akhirnya roh-roh berjudul, “Contextual Theology of David Yonggi Cho,” menyimpulkan bahwa sebenarnya telah mengembangkan suatu Dimension, Anderson orang-orang Kharismatik menyatakan untuk jangkauan tertentu pada pesan Pentakostal Cho merupakan dimenangkan kepada Kristus. One suatu teologi kontekstual yang telah more beradaptasi pernyataan yang sering dilontarkan dan mentransformasi kepercayaan person lain masih harus for Christ adalah situasi-situasi budaya dan agama . . . oleh Konsep Cho dalam buku Fourth Kharismatik dan keyakinan mereka Dimension akan pekerjaan Roh Kudus seperti dikaitkan dengan pada 7 Asia Journal of Pentecostal Studies 7:1 (2004), 101-123 orang-orang masa membawa Kisah para Pentakosta/ Rasul tenung yang untuk meninggalkan praktek-praktek majik kontekstualisasi pesan Kristen pada mereka dan mengikut Roh yang dunia disembah orang-orang Kristen. pemetaan Sementara itu, orang-orang Injili roh, dikuasai kemudian kemungkinan pengembangan yang terhadapnya. dialogis dan berbasis penghayatan kerja ALLAH masa kini yang lebih dinamis. Peter Wagner melihat bahwa orang-orang adalah people of prayer dan bahwa mereka percaya ALLAH mempunyai kuasa atas Setan, penyakit, kemiskinan dan alienasi. Pada tahun 1980an, orangorang Pentakosta/Kharismatik dan Para Penggagas Gelombang Ketiga mengutarakan pendekatan spiritual mereka kepada pelayanan dan misi. Mereka kemudian menggagas ide peperangan rohani (spiritual walfare) yang berfokus pada identifikasi rohroh dimana mereka percaya bahwa mengendalikan yang roh-roh dilakukan untuk peperangan Penginjilan dan Dialog Antar Agama/Iman Orang- orang Pentakosta/ Kharismatik lebih Pentakosta/Kharismatik daerah-daerah berbasis praksis, karena kesetiaan mereka pada sola scriptura-nya. untuk oleh sendiri tampaknya “sudah mengunci” dinamis, dimaksudkan kawasan-kawasan yang menjadi penentang bagi Injil8 . Maka, pada Pentakosta/Kharismatik, Karena discernment of the Spirit Amos Yong dalam rangka dialog agama-agama maka, isu yang krusial adalah bagaimana orang-orang Pentakosta/ Kharismatik memahaminya di dalam kerangka semangat mereka akan pemberitaan Injil? Bagaimanapun, mengakui berubah konteks telah kita harus yang terus menantang kita memikirkan ulang akan pola-pola pendekatan kita terhadap Alkitab dan pendekatan misi kita. Stephen B. Bevans dan Roger P. Schroeder benar berkata, “ … berada di dalam misi artinya berubah secara berkesinambungan sebagaimana Injil berhadapan dengan konteks-konteks yang baru dan beragam. Namun perubahan seperti itu, bukanlah semena-mena, namun selalu ada hal8 Michael Pocock, et al., The Changing Face of World Missions. Engaging Contemporary Issues and Trends. (Grand Rapids, MI: Baker Books, 2005), 188 hal tertentu yang bersifat konstan yang-meskipun berbeda hal-hal itu muatannya-selalu bisa hadir sebagai suatu kerangka kerja dengan sosial membuat orang-orang Injili mana sungkan untuk dialog dengan Gereja mengidentifikasikan dirinya sendiri dan sekitar mana 9 pesan Injil mengambil bentuknya.” Dalam kepercayaan- kepercayaan/agama lain. Namun Indonesia, saya lebih menyetujui pandangan dimana kenyataan pluralis agama, yang seimbang bahwa penginjilan suku, ras dan bahasa membuat dialog dan dialog dapat diberlangsungkan menjadi suatu keniscayaan. Penulis seperti pandangan Lessie Newbigin, sendiri menyetujui pemikiran bahwa Johannes Nissen, dan David J. Bosh. Penginjilan dilakukan konteks mengembangkan dan Dialog sekaligus. dapat Tidak ada Studi historis dan hermeneutik dari Misi PB dan Misi yang pertentangan. Penginjilan seharusnya dilakukan oleh Johannes Nissen 10 tidak meniadakan dialog, dan dialog menunjukkan seharusnya referensi tak mengorbankan bahwa apapun di ada PB yang penginjilan. Namun bagaimana hal mendukung itu dapat dilakukan? Ini terkait yang meng-kristen-kan orang lain. dengan apa definisi kita tentang PB secara hermeneutik menentang a dialog dan apa definisi kita tentang triumphant evangelization paradigm. penginjilan. Kristeninasi Kelompok Injili dan Ekumenikal merupakan cara-cara tidak dan suatu penginjilan proselitisasi konsep yang telah cukup lama ada di dalam manipulatif dan tidak sesuai dengan perdebatan-perdebatan Alkitab. pada khususnya pertemuan-pertemuan WCC Pemberitaan seharusnya konsern dan IMC. Orang-orang Ekumenikal keselamatan cenderung pengampunan-Nya terlalu menekankan Dialog, sementara orang-orang Injili Kristus cenderung tersebut kepada proyek dan Injil pada ALLAH dan melalui Yesus membiarkan mengambil orang keputusan. penyelamatan jiwa. Keutamaan (the Pelayanan diakonal sosial gereja primacy) penginjilan atas aksi-aksi tidak boleh dipergunakan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang 9 Stephen B. Bevans dan Roger P. Schroeder, Constants in Context: A Theology of Mission for Today (Maryknoll, NY.: Orbis, 2004), 72. 10 Johannes Nissen, New Testament and Mission Historical and Hermeneutical Perspectives (2006) dari kepercayaan lain merubah sosial dan ekonomi. Namun, ia telah agamanya. Aksi sosial gereja harus secara penuh memberitakan Injil dan murni dengan sebagai solidaritas panggilan kemanusiaan bagi sebagai demikian pekerjaannya sebagai misionaris telah selesai. teladan Yesus. Namun Newbigin menjelaskan Maka kemudian benar apa yang bahwa penginjilan adalah suatu dikatakan oleh Newbigin 11 , bahwa keharusan dan Kristus mempunyai penginjilan tidak sekedar membawa tempat yang unik di dalam sejarah orang-orang menjadi Kristen. Sukses dan tak dapat disamakan dengan misi tidak dapat diukur baik oleh dewa-dewa Pertumbuhan Gereja, dan bukan pula juruselamat agama lain. Maka karena oleh masyarakat, Injil adalah kebenaran, ia harus penyakit-penyakit dibagikan secara universal. Ia tak menyediakan pendididkan, dapat sekedar opini privat. Ketika memanusiakan menghapuskan sosial, kesembuhan, ekonomi. contoh dan pengembangan Newbigin Rasul mengajukan sharekan, juruselamat- kita memberi kesempatan kepada mereka untuk yang memahami kebenaran dengan cara orang-orang mereka sendiri, memahami siapa diri Kristen di Roma bahwa ia telah mereka karena mereka dapat kisah menyelesaikan di sejati dimana mereka merupakan dari bagian di dalamnya. Inilah suatu Yerusalem hingga Adriatik dan ia tempat yang paling penting dari tidak “mempunyai lagi tempat untuk kebutuhan akan pemahaman yang bekerja di sana” (Rom. 15:23). benar Dengan pernyataan ini, Paulus mau Newbigin. menegaskan bahwa ia diberitakan, menaklukkan semua orang mengatakan seluruh Paulus kita dan kepada pekerjaannya kawasan mulai tidak terhadap Maka, Injil menurut dimana pertanyaan Injil tentang di makna sejarah manusia –sejarah wilayah-wilayah itu, juga bukan universal dan kisah personal dari tiap telah manusia-diajukan. mengatasi masalah-masalah Newbigin menegaskan bahwa Kristus adalah 11 Lessie Newbigin, The Gospel in a Pluralistic Society, (Grand Rapids, MK: William Eerdmans & Geneva: WCC,1989), 121-125, 158, 182. the clue of history. Ia menolak proyek Yesus Sejarah-nya Schweitzer, teologi pluralisme Paul dalam Yesus Kristus, tetapi ia tidak Knitter exclusivist dalam pengetrtian, tidak dan John menyangkal Hick ke-pusat-an yang Yesus menyangkal kemungkinan keselamatan dari orang-orang non- Kristus. kontribusi Christian. Ia juga inclusivist dalam esensial dari Kristen untuk dialog pengertian bahwa ia menolak untuk sederhananya menceritakan kisah, membatasi kisa Yesus, kisah Alkitab. Jika ALLAH kepada jemaat Kristen, orang Kristen menshare kisah yang tetapi ia menolak inklusifisme yang merupakan kisah menganggap menyelamatkan dunia, Oleh karena itu, yang maka ia pekerjaan Kristen bahwa sebagai anugerah agama sarana-sarana bukan berarti tidak respek kepada keselamatan. Ia kisah-kisah pengertian mengakui pada agama-agama/ non pluralist bahwa kepercayaan-kepercayaan lain, yang, pekerjaan barangkali, lebih baik dan sempurna. dalam kehidupan semau manusia, Ia menuturkan kisah itu dengan tetapi ia menolak pluralism yang sederhananya menyangkal sebagai seseorang anugerah dalam ALLAH di keunikan dan yang dipilih dan dipanggil ALLAH decisiveness dari apa yang ALLAH untuk menjadi bagian dari kelompok telah yang Kristus. dipercayakan Bukanlah bisnis kisah kita itu. untuk kerjakan Penulis di dalam Yesus mempertimbangkan mempertobatkan orang lain. Tetapi bahwa pandangan komprehensif dari hanya pekerjaan Roh Kudus ALLAH Newbigin mengenai penginjilan dan yang dapat menjamah orang-orang dialog sangat cocok dengan konteks sehingga mereka dapat menerima Indonesia. kisah itu. Indonesia Penulis, oleh karena itu, setuju Jika mengadopsi tercapai. dengan menghadirkan Kekristenan di dan mempraktekkan ini, dua gol akan dengan pandangan Newbigin terkait hubungan gereja-gereja Pertama, ia kehadiran akan Kristen dengan agama-agama dunia, yaitu yang penuh damai di Indonesia. exclusivist dalam arti ia menegaskan Kedua, ia mendorong orang-orang keunikan kebenaran pengwahyuan di Kristen untuk tetap confident terhadap Injil. pertama sukses menambah gedung gereja merupakan poin kritikal bagi gereja/ atau gereja lokal. Tetapi saya tidak orang Pentakostal dan Injili yang bermaksud untuk mengatakan bahwa mengadopsi suatu penginjilan agresif penanaman gereja tidak penting. triumphal dan kurang perhatian pada Tetapi usaha-usaha dialog. Yang kedua, Indonesia, secara khsusus di wilayah kritikal poin untuk gereja-gereja arus perkotaan sudah sangat kritis dan utama tidak yang Yang kurang di dalam ekspansi perlu. gereja-gereja Misi sudah di tidak penginjilan. Kita tidak seharusnya dimengerti lagi sebagai pertumbuhan berhenti memberitakan Injil hanya Kerajaan karena ada praktek palsu darinya. Ini pertumbuhan merupakan tuhas penting Gereja Sepanjang sebagaimana dikatakan oleh David J. atau/dan gereja-gereja lokal yang Bosh, “It is not an optional extra but bersangkutan a sacred duty.”12 cabang di tempat itu mereka akan ALLAH, gereja-gereja. sebuah Muslim Kami, orang-orang Pentakosta/ Kharismatik sangat giat melakukan penanaman gereja (church planting), sedemikian giatnya, maka tidak lagi mempedulikan rasio perbandingan wilayah dengan gereja. Keberatankeberatan kepada SKB 1969/PBM memahami misi itu sendiri. Penulis pandangan sendiri bahwa misi tidak seharusnya disederhanakan sebagai Sementara kaum menganggap gerakan menyulut reaksi Muslim dengan menggunakan isu ijin mendirikan banguan sebagai tujuannya yang sudah dirancang. Mereka menekan pemerintah untuk menekan fenomena ini. Penulis berpandangan pertumbuhan diukur mempunyai mempunyai Kristen sebagai suatu agresi. Ini 2006 semata-mata terkait dengan pertanyaan teologis akan makna denominiasi belum membukanya. Isu Terkait Church Planting tetapi secara gereja bahwa seharusnya geografis bukan pertambahan gereja lokal semata. Gerakan penanaman gereja dari orang-orang Injil dan Pentakosta ini dipengaruhi oleh konsep-konsep misi 12 David J. Bosh, Transforming Mission. Paradigm Shift in Theology of Mission (Maryknoll, NY.: Orbis, 1991), 413 dan pertumbuhan gereja Peter Wagner. Ia sendiri dipengaruhi oleh diliputi oleh McGavran, yang mempromosikan Kudus.”15 kehadiran Roh bahwa pertumbuhan gereja sebagai Misi eklesiologi kita harus di “gol misi yang utama dan tak dapat bawah konsep Misi sebagai missio tergantikan Dei, (“a chief and 16 Misi yang berfokus pada irreplaceable goal of mission.”). 13 peningkatan dan kemajuan Kerajaan Sebagai hasilnya, penekanan pada ALLAH, ketimbang Pertumbuhan pertumbuhan Gereja. ALLAH-lah yang menjadi angka menjadi pengukur bagi suksesnya misi. Inisiator dan pemilik misi. Istilah Kontras terhadap pandangan ini, yang kemudian popular di pertemuan Eddie Gibbs mengkritik pandangan WCC McGavran bahwa, “ia tak membuat melahirkan dengan jelas hubungan antara Gereja Dunia—Gereja, bukan seperti yang dan Kerajaan ALLAH …penanaman sebelumnya dimengerti ALLAH— Gereja dengan Gereja—Dunia. Dengan formula ini 14 jelaslah bahwa ALLAH telah ada di Lagi, kritik yang sama dilancarkan dunia sebelum gereja hadir di dunia oleh Orlando E. Costas. Ia berkata, ini. Fokus misi bukanlah apa yang “Pengukuran secara angka itu sendiri dilakukan telah menjadi obesitas eklesialistik; bukanlah Kerajaan ALLAH, tetapi menjadi sinonim membangun Kerajaan ALLAH.” di Uppsala formula: oleh tahun 1968 ALLAH— gereja. Gereja organik dibingungkan oleh birokrasi; menurunkan derajat konsepsual menjadi suatu abstraksi teoritis; dan diaconal diturunkan menjadi semacam aktifitas sosial murahan. Empat dimensi ini akan kurang integritasnya secara teologis bila bila semuanya 13 tidak dimotifiasi dan Donal McGavran, Understanding Church Growth 1980 (revised edition) (Grand Rapids, MI.: Williams Eerdmans), 24. 14 Eddie Gibbs, I Believe in Church Growth (London: Penguin, 1995), 15. 15 W.R. Shenk, ed, Exploring Church Growth (Grand Rapids, MI: William Eerdmans, 1983), 106. 16 Istilah, mission Dei pertama sekali diartikulasikan oleh Karl Barth (1932) yang melihat misi sebagai aktifitas ALLAH sendiri (Bosh, 389). Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Karl Hartenstein pada tahun 1934 dan diterima secara meluas oleh lingkungan ekumenikal pada the 1952 Willingen Conference of the International Missionary Council. IMC menjelaskan misi sebagai Misi ALLAH dari konsep Trinitas. Kemudian hari, istilah inilah telah mendapatkan perhatian meluas di literaturliteratur Kristen dan konferensi-konferensi. Para sarjana yang mempopulerkannya diantaranya David J. Bosh, Charles van Engen, Darrell Guder, dan Christopher J.H. Wright. agenda dari Kerajaan ALLAH. Jadi memahami misi bukan berpusat pada gereja. Engen Gereja berpartisipasi dalam misi mengemukakan bahwa the yearning ALLAH di dunia. Jika ALLAH for numerical growth (hasrat bagi memiliki misi, maka gereja tidak pertumbuhan eksis untuk dirinya sendiri, ia ada suatu tanda esensial dari kehadiran bukan untuk tujuannya sendiri. gereja yang sejati. Dengan penjelasan ini, pertumbuhan pada bagian angka) pertumbuhan ini merupakan Hasrat bagi angka bersumber Indonesia memahami pertumbuhan penting di dalam Alkitab, semuanya gereja dan pertumbuhan Kerajaan merujuk kepada realitas esensial ALLAH di dalam pandangan dan yang sama. Namun van Engen, praktek yang seimbang? Jika konsep menekankan bahwa the yearning pertumbuhan gereja dipisahkan dari melibatkan konsep Kerjaan Gereja, tempatnya di dalam misi ALLAH, maka akan jatuh kepada ALLAH, dan perannya di dalam strategi metode-metode dunia. Pemahaman yang seimbang pragmatis dan duniawi. Ia akan ini berakhir dengan konsep gereja menjustifikasi cara2 yang illegal dan misional, tak Alkitabiah sepanjang bertumbuh fragmentasi teologi dan praktek serta secara angka (kuantitatif). tempat ALLAH sebagai pusat bagi dan suatu yang banyak aslinya bagaimana seharusnya gereja2 di pertumbuhan pada gereja. sikap tidak motif terkait mem- pertumbuhan itu. Dalam kedaulatan KESIMPULAN ALLAH, pertumbuhan merupakan Penulis lebih menyetujui konsep misi yang holistik, maka penulis efek alamiah dari kehadiran Roh Kudus di dalam gereja.18 mengadopsi pandangan Charles van Engen’s Yearning for Numerical Growth. percaya 17 Dengan bahwa ini, penulis gereja harus bertumbuh tetapi bagaimana kita 17 Charles van Engen, God’s Missionary People. Rethinking the Purpose of the Local Church (Grand Rapids, MI: Baker Books, 1995, the third printing), 81-84. 18 Untuk skema komparasi dan penjelasan detail mengenai perbedaan konsep pertumbuhan gereja dan konsep gereja misional, lihat Gailyn van Rheenen, “Contrasting Missional and ChurchGrowth Perspective” dalam Mission Resources Network. Online: http://www.mrnet.org /system /files/library/contrasting_missional_and_Ch urch_growth_perspectives.pdf Penulis menyimpulkan dengan mengutip pernyataan Karl Barth, “Suatu pertumbuhan yang secara abstrak sekedar ekstensif bukanlah pertumbuhan sebagai the communion santorum. Oleh karenanya ia tidak akan pernah sehat bila Gereja mencoba untuk bertumbuh hanya atau secara utama pengertian di horizontal, dalam dengan berpandangan pada jumlah terbesar para pengikut.” 19 Kembali, Wilbert R. Shenk mengingatkan bahayabahaya dalam Pertumbuhan Gereja, “Pada tempat pertama, ia cenderung bersifat penultimate (tempat nomor dua) bukan yang the ultimate (tertinggi). Kedua, ia menghasilkan myopia dalam visi 20 discernment.” 19 Karl Barth, Church Dogmatics, (Edinburgh: T.& T. Clark, 1957), 10 20 Shenk, Op.cit., 214-7 dan DAFTAR PUSTAKA Asia Journal of Pentecostal Studies 7:1 (2004) Barth, Karl. Church Dogmatics, Edinburgh: T.& T. Clark, 1957 Bevans, Stephen B. and Schroeder, Roger P. Constants in Context: A Theology of Mission for Today, Maryknoll, NY.: Orbis, 2004 Bosh, David J. Transforming Mission. Paradigm Shift in Theology of Mission, Maryknoll, NY.: Orbis, 1991 Davis, Joe. Engaging Amos Yong’s Foundational Pneumatology and Theology of Discernment from Latino Pentecostal Perspectives at http://love2justice.wordpress.com/2013/05/26/engaging-amos-yongsfoundational-pneumatology-and-theology-of-discernment-from-latinopentecostal-perspectives Gibbs, Eddie. I Believe in Church Growth, London: Penguin, 1995 Hiebert, Paul G. Anhtropological Insights for Missionaries, 1985 McGavran, Donald. Understanding Church Growth, Grand Rapids, MI.: Williams Eerdmans, 1980 Newbigin, Lessie. The Gospel in a Pluralistic Society, Grand Rapids, MK: William Eerdmans & Geneva: WCC,1989 Nissen, Johannes. New Testament and Mission Historical and Hermeneutical Perspectives, 2006 Ott, Craig. et al. Encountering Theology of Mision. Biblical Foundations, Historical Developments, and Contemporary Issues, Grand Rapids, MI: Baker Books, 2010 Pocock, Michael. et al. The Changing Face of World Missions. Engaging Contemporary Issues and Trends, Grand Rapids, MI: Baker Books, 2005 Ro, Bong Rin. Bible in Asia Context, 1982 Shenk, W.R. ed, Exploring Church Growth, Grand Rapids, MI: William Eerdmans, 1983 Yong, Amos. Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to Christian Theology of Religions, Sheffield, England: Sheffield Academic Press, 2000 Yung, Hwang. Mangoes or Bananas? The Quest for an Authentic Asian Christian Theology. Biblical Theology in an Asian Context, Oxford, UK., Regnum, 1997 van Engen, Charles. God’s Missionary People. Rethinking the Purpose of the Local Church, Grand Rapids, MI: Baker Books, 1995 van Rheenen, Gailyn. “Contrasting Missional and ChurchGrowth Perspective” in Mission Resources Network. Online: http://www.mrnet.org /system /files/library/contrasting_missional_and_Church_growth_perspectives.pdf