1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desentralisasi fiskal (fiscal decentralization) dalam pembangunan di
berbagai negara berkembang (developing countries) atau dunia ketiga (third world
nations) merupakan hal yang terus-menerus menjadi topik penelitian sampai
dengan saat ini. Kebijakan desentralisasi yang telah diupayakan oleh negaranegara di dunia ketiga (Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Pasifik Selatan) belum
terbukti sebagai obat yang mujarab agar kebijakan yang dibuat oleh negara lebih
efektif mendorong pembangunan (Turner dan Hulme, 1997: 174).
Pembangunan ekonomi dalam arti luas merupakan suatu proses yang
menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam
jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010:
11). Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan Gross Domestic
Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, dan
apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau perbaikan sistem kelembagaan
atau tidak. Namun demikian, ada beberapa ekonom memberikan definisi yang
sama untuk kedua istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi,
khususnya dalam konteks negara maju. Secara umum, istilah pertumbuhan
ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di
negara-negara maju, sedangkan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan
perkembangan ekonomi di negara yang sedang berkembang (Arsyad, 2010: 12).
1
Menurut Mankiw (2013: 18), GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik
dari kinerja perekonomian. Tujuan GDP adalah untuk meringkas aktivitas ekonomi
dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. GDP dapat dilihat
sebagai
pendapatan total dari setiap orang dalam perekonomian dan sebagai
pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian. Dari kedua sudut
pandang inilah GDP dianggap sebagai cerminan dari kinerja ekonomi.
Philip dan Isah (2012), menyatakan bahwa publikasi awal hasil penelitian
mengenai desentralisasi fiskal dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi
dilakukan oleh Tiebout (1956), Musgrave (1989), dan Oates (1972). Oates (1993)
menyatakan di negara industri dan berkembang, desentralisasi fiskal berpotensi
untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Espitia dan Roman (2015), di Amerika Latin
(Kolombia) menunjukkan bahwa terdapat peranan positif dan signifikan
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Penelitian yang
dilakukan oleh Philip dan Isah (2012) di Afrika (Nigeria), secara umum
menyatakan bahwa desentralisasi fiskal memiliki dampak negatif pada
pertumbuhan ekonomi pada periode waktu 1970–1990 dan 1991–2009.
Penelitian di Asia diantaranya dilakukan di China, Korea, Pakistan,
Vietnam, Iran, dan Indonesia. Zhang dan Zou (1998), menyimpulkan bahwa
peningkatan derajat desentralisasi fiskal (belanja pemerintah) berhubungan
dengan penurunan pertumbuhan ekonomi provinsi di China periode 1978–1992.
Chu dan Zheng (2013) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan
pertumbuhan ekonomi regional di China periode 1996–2007. Kim (2013),
menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan
2
sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi di Korea periode 1990–2011. Faridi
(2011), menyatakan bahwa desentralisasi di sisi pengeluaran dan di sisi
penerimaan mempunyai dampak yang positif dan signifikan di Pakistan dalam
periode penelitian 1972–2009. Nguyen dan Anwar (2011) menunjukkan bahwa
desentralisasi fiskal berpengaruh positif dari sisi penerimaan, namun negatif dari
sisi pengeluaran di Vietnam pada periode 1996–2001 dan periode 2002–2007.
Samimi et al. (2010), menyatakan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi di Iran selama periode 2001–2007.
Berdasarkan studi literatur, salah satu penelitian yang banyak diacu adalah
penelitian Akai dan Sakata (2002), yang menunjukkan suatu bukti baru bahwa
desentralisasi fiskal berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Amerika
Serikat pada periode 1992–1994 dan 1994–996, berbeda dengan studi
sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Davoodi dan Zou (1998) yang
berkesimpulan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Menurut Akai dan Sakata (2002), pendefinisian terhadap
desentralisasi fiskal merupakan hal yang penting dalam menilai pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian mengenai desentralisasi (fiskal) dan kinerja perekonomian di
Indonesia dilakukan oleh Pepinsky dan Wihardja (2011). Kesimpulan yang
diperoleh adalah desentralisasi tidak menunjukkan dampak bagi kinerja ekonomi
Indonesia sepanjang tahun 2001–2007 apabila dibandingkan dengan periode
sebelum adanya desentralisasi. Hasil penelitian lainnya adalah bahwa kebijakan
desentralisasi dalam arti yang lebih luas adalah baik secara normatif namun
kebijakan tersebut belum mendukung kinerja ekonomi nasional secara agregat.
3
Penelitian di Indonesia yang lebih spesifik dilakukan oleh Wibowo (2008)
yang mencermati dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
periode 1999–2004. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa desentralisasi fikal
di Indonesia secara umum memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan
daerah (pertumbuhan ekonomi). Selain itu, disimpulkan pula bahwa era baru
desentralisasi fiskal yang diluncurkan sejak tahun 2001 ternyata memberikan
dampak yang relatif lebih baik terhadap pembangunan daerah dibandingkan
dengan rezim desentralisasi fiskal sebelumnya. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Sunoto (2013), pada kabupaten/kota di Indonesia, menyimpulkan bahwa
nisbah Dana Alokasi Umum (DAU) riil terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) riil terbukti berpengaruh positif secara signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa dana desentralisasi fiskal
(DAU) dapat mendorong kinerja ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di Indonesia.
Dari penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum desentralisasi
fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
negara-negara Asia, Amerika Serikat maupun Amerika Latin. Sementara itu,
desentralisasi fiskal tidak mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
bahkan berpengaruh negatif di Afrika.
Di Indonesia, salah satu implikasi keberhasilan gerakan pro demokrasi pada
tahun 1998 adalah kuatnya tekanan masyarakat kepada pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan otonomi daerah dan desentralisasi kekuasaan yang demokratis
(Mardiasmo, 2002: 48). Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah
adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian
daerah. Misi utamanya adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
4
publik, serta kesejahteraan masyarakat. Misi berikutnya adalah menciptakan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, serta menciptakan ruang
bagi publik untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Menurut Arsyad (2010: 376), pembangunan daerah merupakan fungsi dari
sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, entrepreneurship, transportasi,
komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah, pasar ekspor, situasi
ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah
pusat, dan bantuan-bantuan pembangunan. Kebijakan desentralisasi fiskal dalam
bentuk pemberian dana desentralisasi dari pemerintah pusat kepada daerah serta
optimalisasi sumber pendapatan daerah diharapkan dapat meningkatkan
pembangunan daerah, khususnya pertumbuhan ekonomi.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pascareformasi ditandai secara
yuridis oleh diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Saat ini UU yang mengatur
mengenai pemerintah daerah adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 dan yang
mengatur mengenai Perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah UU
Nomor 33 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut, pemerintah pusat dengan
prinsip money follow function memiliki hubungan keuangan dengan daerah yang
meliputi pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak daerah dan retribusi
daerah; pemberian dana yang bersumber dari perimbangan keuangan; pemberian
dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk pemerintahan daerah tertentu;
pemberian pinjaman, dan/atau hibah serta dana darurat maupun insentif (fiskal).
5
Salah satu isu sentral dalam pelaksanaan otonomi daerah menurut Kuncoro
(2004: 38), adalah adanya tendensi masing-masing daerah mementingkan
daerahnya dan bahkan bersaing satu sama lain dalam berbagai hal, terutama untuk
mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, walaupun daerah
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai sebagai
bentuk dari kemandirian fiskal daerah, namun penerapannya harus memperhatikan
keselarasan hubungan pusat dan daerah maupun antardaerah.
Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 menunjukkan data total penerimaan DAU, Dana
Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan PAD kabupaten/kota di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari data tersebut terlihat bahwa
kemandirian fiskal daerah yang secara umum diukur dari PAD dibandingkan
dengan total pendapatan kabupaten/kota berfluktuasi bahkan cenderung menurun
dari tahun ke tahun. Pada awal pelaksanaan desentralisasi (tahun 2001),
kemandirian fiskal kabupaten/kota berada pada angka 12,86 persen, setelah tahun
2005 berada di bawah angka 10 persen, kecuali pada tahun 2013 berada pada
angka 10,20 persen.
Kondisi sebaliknya yang terjadi adalah derajat desentralisasi fiskal yang
diperoleh dari penerimaan dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK), secara
umum menunjukkan tren kenaikan yang berarti daerah semakin bergantung
dengan transfer dana pusat untuk membiayai pembangunan daerah. Pada tahun
awal pelaksanaan desentralisasi tahun 2001 masih berada pada angka
Rp337.526.640.000,00 dan terakhir pada tahun 2013 angkanya meningkat
menjadi Rp3.413.736.384.000,00 atau sebesar 911,39 persen.
6
Tabel 1.1 Total Penerimaan PAD, DBH, DAU dan DAK Kabupaten/Kota
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2001–2013 (dalam Miliar Rupiah)
THN
1
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
DANA PERIMBANGAN
(DESENTRALISASI FISKAL)
PAD
2
49,773
74,077
64,025
92,291
120,780
141,870
161,887
213,144
217,723
223,267
274,278
309,655
387,811
DBH
DAU
DAK
3
81,339
84,524
87,974
155,144
208,498
223,250
310,504
531,782
430,697
406,269
781,734
600,943
508,120
4
255,880
348,071
388,960
417,577
519,171
1.192,700
1.417,479
1.653,079
1.609,836
1.618,988
1.916,648
2.357,284
2.622,937
5
0,307
2,994
4,377
39,789
43,374
178,440
247,407
307,578
300,158
173,499
210,742
251,368
282,678
PERSENTASE
PAD TERHADAP
TOTAL
TOTAL
PENDAPATAN
PENDAPATAN
7 (2:6)
12,86 %
14,53 %
11,74 %
13,09 %
13,54 %
8,17 %
7,57 %
7,88 %
8,51 %
9,22 %
8,62 %
8,78 %
10,20 %
6 (2+3+4+5)
387,299
509,666
545,336
704,801
891,823
1.736,260
2.137,277
2.705,583
2.558,414
2.422,023
3.183,402
3.519,250
3.801,547
Sumber: SEKD BPS dan DJPK Kemenkeu, beberapa terbitan (data diolah), 2015
[Type
a quote from the document or the summary of an interesting point. You can
4,000,000
position the text box anywhere in the document. Use the Drawing Tools tab to change
the 3,500,000
formatting of the pull quote text box.]
Pendapatan
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
PAD
49,77
74,07
64,02
92,29
120,7
141,8
161,8
213,1
217,7
223,2
274,2
309,6
387,8
DBH
81,33
84,52
87,97
155,1
208,4
223,2
310,5
531,7
430,6
406,2
781,7
600,9
508,1
DAU
255,8
348,0
388,9
417,5
519,1
1,192
1,417
1,653
1,609
1,618
1,916
2,357
2,622
DAK
0.307
2,994
4,377
39,78
43,37
178,4
247,4
307,5
300,1
173,4
210,7
251,3
282,6
TOTAL
386,9
509,6
545,3
704,8
891,8
1,736
2,137
2,705
2,558
2,422
3,183
3,519
3,801
Sumber: SEKD BPS dan DJPK Kemenkeu, beberapa terbitan (data diolah), 2015
Gambar 1.1 Grafik PAD dan Dana Perimbangan (dalam Miliar Rupiah)
7
Tren penurunan dan rendahnya kemandirian fiskal daerah serta tren
peningkatan dan besarnya ketergantungan terhadap dana perimbangan pada
kabupaten/kota dapat dilihat dalam Gambar 1.2 dan 1.3 di bawah ini.
16.00
14.53
14.00
Persentase PAD
12.00
% PAD
terhadap
Total
Pendapatan
13.09 13.54
11.74
12.86
9.22
10.00
8.17
8.00
Tren % PAD
8.80
8.62
7.57 7.88
6.00
10.20
8.51
4.00
2.00
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
0.00
Tahun
Sumber:
Gambar 1. 2 Grafik Rasio PAD terhadap Total Pendapatan (dalam Persen)
Persentase Dana Perimbangan
94.00
92.43 92.12
91.20
91.49
90.00
89.80
90.78
88.26
88.00
91.38
91.83
92.00
% dana perimbangan
terhadap total
pendapatan
86.91
87.14
86.00
86.46
Tren % dana
perimbangan
85.47
84.00
82.00
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
80.00
Tahun
Sumber:
Gambar 1.3 Grafik Rasio Dana Perimbangan terhadap Total Pendapatan (dalam Persen)
8
Penurunan tingkat kemandirian fiskal daerah serta peningkatan porsi dana
perimbangan merupakan permasalahan yang perlu menjadi perhatian bagi para
pembuat kebijakan pada kabupaten/kota di Bangka Belitung. Pada era
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah saat ini, pemerintah kabupaten/kota
seharusnya mampu mengoptimalisasikan potensi daerah dalam rangka mendanai
kegiatan pembangunan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Pemerintah daerah
lebih menghadapi masalah keterbatasan keuangan (financial contraints) daripada
keterbatasan ekonomi (economic constraints) yang menjadi perhatian pemerintah
pusat (Bastian, 2001: 259).
Pendapatan per kapita sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara, dapat digunakan untuk
memperbandingkan tingkat kemajuan pembangunan atau tingkat kesejahteraan
masyarakat antarwilayah dan antarnegara serta untuk mengetahui corak
pembangunan setiap negara atau wilayah (Arsyad, 2010: 31). Kinerja
pembangunan ekonomi antardaerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat
dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) periode
2001–2013.
Berdasarkan Tabel 1.2, perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) masing-masing daerah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
namun belum menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat melalui
pendapatan per kapita. Data tersebut juga menggambarkan kondisi perekonomian
yang bervariasi antar kabupaten/kota di Kepulauan Bangka Belitung pada era
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah, baik sebelum maupun setelah
terbentuknya Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dimulai pada tahun 2001.
9
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2001–2013
(Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dalam jutaan rupiah)
Tahun
Kab.
Bangka
Kab.
Belitung
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1,278,881
1,342,527
1,453,668
1,526,769
1,617,463
1,685,712
1,767,552
1,854,801
1,928,308
2,026,204
2,159,087
2,289,611
2,418,029
786,359
813,875
881,489
921,768
966,108
1,014,749
1,070,585
1,131,755
1,180,423
1,246,374
1,316,357
1,396,507
1,479,256
Kab.
Bangka
Barat
1,573,997
1,656,412
1,908,864
1,989,946
2,105,605
2,195,066
2,302,982
2,417,545
2,519,879
2,653,235
2,806,375
2,972,460
3,137,608
Kabupaten/ Kota
Kab.
Kab.
Bangka
Bangka
Tengah
Selatan
873,741
781,278
919,291
832,335
960,541
865,994
999,624
900,853
1,053,065
952,599
1,093,947
992,671
1,148,370
1,038,595
1,187,159
1,081,501
1,236,148
1,121,462
1,300,281
1,199,708
1,384,537
1,290,466
1,467,231
1,362,734
1,543,478
1,423,460
Kab.
Kota
Belitung Pangkalpinang
Timur
547,250
798,767
576,592
842,787
614,259
920,408
646,563
960,080
679,257
1,008,924
714,388
1,060,224
752,880
1,112,943
798,520
1,169,914
837,235
1,220,701
886,184
1,295,577
938,986
1,378,972
996,543
1,462,116
1,049,709
1,546,932
Sumber: BPS Prov. Kep. Babel, berbagai terbitan (data diolah), 2015
Sementara itu, sejalan dengan terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2 kabupaten (induk)
dimekarkan menjadi beberapa DOB. Kabupaten Belitung sebagai kabupaten
(induk) dimekarkan menjadi 2 Kabupaten dan Kabupaten Bangka sebagai
kabupaten (induk) dimekarkan menjadi 4 kabupaten seperti yang tersaji pada
Tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 1.3 Daerah Otonomi Baru
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
No
Daerah Otonomi Baru
Ibukota
Kabupaten Induk
Muntok
Bangka
1
Bangka Barat
2
Bangka Tengah
Koba
Bangka
3
Bangka Selatan
Toboali
Bangka
4
Belitung Timur
Manggar
Belitung
Sumber: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003
10
Pelaksanaan desentralisasi fiskal dan pembentukan DOB yang disertai
dengan peningkatan kewenangan
dalam pengelolaan anggaran dan rentang
kendali yang lebih dekat ke masyarakat diharapkan dapat menciptakan anggaran
yang ekonomis, efektif, dan efisien. Caranya melalui optimalisasi penerimaan
pendapatan daerah yang potensial dan melalui alokasi belanja pemerintah daerah
yang tepat sasaran dengan memperhitungkan skala prioritas dan kebutuhan
daerah. Selain desentralisasi pada sisi penerimaan daerah dan desentralisasi pada
sisi belanja daerah, kondisi sumber daya manusia (modal insani), investasi, dan
jumlah penduduk juga perlu mendapatkan perhatian dalam rangka mendorong
perekonomian di daerah.
Pro
kontra
terhadap
hasil
penelitian
tentang
kemandirian
fiskal,
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi serta fenomena empiris pada
kabupaten/kota di Bangka Belitung tersebut merupakan suatu hal yang menarik
untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap penting dengan
harapan hasilnya dapat
memberikan bahan masukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pada kabupaten/kota induk dan DOB di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
1.2 Keaslian Penelitian
Berbagai penelitian dengan topik yang sama telah banyak dilakukan di
berbagai negara di dunia. Penelitian terdahulu di luar negeri
selengkapnya
disajikan pada Tabel 1.4, sedangkan penelitian terdahulu di dalam negeri disajikan
pada Tabel 1.5.
11
Tabel 1.4 Daftar Studi Empiris Terdahulu di Luar Negeri
No
Peneliti
Metode Penelitian
Alat
Analisis
Hasil
1
Zhang dan Metode Kuantitatif; menggunakan data
Zou (1998) panel di China selama periode 1978–1992,
variabel dependen (the real growth rate of
provincial income), variabel indpenden
(the growth rate of the provincial labor
force, the provincial investment rate, the
degree of openness of the provincial
economy, the degree of distortion in the
provincial economy, the inflation rate, the
degree of fiscal decentralization).
Regresi data
panel
dengan
teknik LSDV
(Least
Squares
Dummy
Variables)
a. Hubungan antara
belanja pemerintah
pusat dan
pertumbuhan
ekonomi positif dan
signifikan.
b. Hubungan antara
belanja pemerintah
provinsi dengan
pertumbuhan
ekonomi negatif.
2
Davoodi
dan Zou
(1998)
Metode kuantitatif; menggunakan data
panel 46 negara berkembang (developing
countries) dan negara maju (developed
countries) selama periode 1970 –1989,
variabel dependen (Growth of Gross
Domestic Produc/ GDP per capita),
variabel independen (average tax rate,
fiscal decentralization, dummy tahun
1975 –1979, dummy tahun 1980–1984,
dummy tahun 1985–1989, population
growth, initial human capital, initial per
capita GDP, investment share of GDP).
Regresi data
panel
dengan
teknik
Ordinary
Least Square
(OLS)
a.Negara maju secara
rata-rata lebih
terdesentralisasi
daripada negara
berkembang (33
persen versus 20
persen) dan
cenderung memiliki
GDP per kapita yang
lebih tinggi (2 persen
versus 1,6 persen).
b. Hubungan yang
negatif antara
desentralisasi fiskal
dengan pertumbuhan
ekonomi pada negara
berkembang serta
tidak terdapat sama
sekali hubungan
keduanya pada
negara maju.
3
Woller
dan
Phillips
(1998)
Metode kuantitatif; menggunakan data
observasi tahunan dari 23 negara sedang
berkembang berdasarkan kategori IMF
selama periode 1974 – 1991,
menggunakan regresi data panel, variabel
independen (tingkat pertumbuhan GDP per
kapita), variabel independen (initial level
of GDP, the ratio of investment to GDP,
human capital education, education, the
ratio of local government revenues to total
government revenues, the ratio of local
government revenues less grants-in-aid to
total government revenue, the ratio of
local government expenditures to total
government expenditure, the ratio of local
government expenditures to total
government expenditures less defense and
social security expenditure) .
Regresi data
panel
dengan
teknik Fixed
Effect Model
(FEM)
a.Hubungan terbalik
yang lemah antara
tingkat desentralisasi
pendapatan dan
tingkat pertumbuhan
ekonomi.
b. Tidak ada hubungan
yang sistematis
antara tingkat
desentralisasi fiskal
dan tingkat
pertumbuhan
ekonomi di antara
negara sedang
berkembang.
12
Tabel 1.4 Lanjutan
No Peneliti
Metode Penelitian
Alat
Analisis
Hasil
4
Akai
dan
Sakata
(2002)
Metode kuantitatif, menggunakan data panel
50 negara bagian dari Amerika serikat selama
periode 1992–1994 dan periode 1994–1996;
variabel dependen (average annual growth
rate of per capita gross state product/∆GSP),
variabel independen (ratio of local
government revenue to state and local
government revenue/ RI,
ratio of local
government expenditure to state and local
government expenditure/ PI, ratio of local
government’s own revenue to total revenue,
with revenues excluding federal grants/ AII,
ratio of local government’s own revenue to
total revenue, with revenues including federal
grants/AIII, both revenue and expenditure
aspects of fiscal decentralization/ PRI,
variabel control (average annual growth rate
of state population/ POP, average annual
growth rate of per capita real GDP/∆GSP(-1),
percentage of high school graduates in total
population aged 18–24 years/ EDUC, the
share of seats in state legislature held by
Democrats/ LIB vs CON, gini coefficient
calculated from pre-tax income differences
between countries/ GINI, dummy variable
indicating state’s location in the southern
region/ SOUTHERN, the state’s share of total
US patents/ PATENTS, etc.
Regresi data
panel
dengan
teknik
Ordinary
Least Square
(OLS)
a. Menemukan suatu
bukti baru bahwa
desentralisasi fiskal
memberikan
kontribusi untuk
pertumbuhan
ekonomi, berbeda
dengan studi lain
sebelumnya yang
membantah
kontribusi tersebut.
b. Desentralisasi fiskal
secara umum
berpengaruh positif
dan signifikan pada
indikator pendapatan
dan indikator
pengeluaran,
sedangkan pada
indikator otonomi
bertanda positif dan
tidak signifikan.
c. Definisi
desentralisasi fiskal
merupakan hal yang
penting dalam
kaitannya dengan
pengaruh
desentralisasi fiskal.
5
Samimi
et al.
(2010)
Metode kuantitatif, data panel 30 provinsi di
Iran 2001–2007, variabel dependen (growth
rate of real per capita GDP in province),
independen (ratio province of tax revenue to
consolidated government tax revenue,ratio
province of tax revenue to consolidated
government total revenue, tax rate, dummy).
Regresi
nonlinear
fixed effect
panel model
Desentralisasi fiskal
mempunyai efek positif
dan signifikan dalam
pertumbuhan ekonomi
di Iran.
6
Pose
dan
Ezcurra
(2011)
Metode kuantitatif, menggunakan data panel
21 negara OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development) pada periode
1990–2005, variabel dependen (Economic
Growth), variabel independen (total
expenditure, total revenue, current
expenditure, capital expenditure, economic
affairs expenditure, helath expenditure,
education expenditure, social protection
expenditure, political decentralization,
administrative decentralization, GDP per
capita, physical capital, human capital,
population growth, trade openness, public
sector size).
Ordinary
Least Square
Estimation
Terdapat hubungan
yang negatif dan
signifikan antara
desentralisasi fiskal dan
pertumbuhan ekonomi
di OECD.
13
Tabel 1.4 Lanjutan
Alat
Analisis
No
Peneliti
Metode Penelitian
Hasil
7
Nguyen
dan Anwar
(2011)
Metode kuantitatif, menggunakan data panel 61
provinsi di Vietnam pada periode 1996–2001
dan 2002–2007, variabel dependen (provincial
economic growth), variabel independen
(expenditure decentralization, revenue
decentralization, exports, human capital,
technology gap, learning by doing, labour
growth, inflation, financial development, Asian
financial crisis).
Regresi
Data Panel
Fixed
Effect
Desentralisasi fiskal
berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi di sisi
penerimaan, tetapi
berpengaruh negatif di
sisi pengeluaran.
8
Faridi
(2011)
Metode kuantitatif, menggunakan data time
series tahunan di Pakistan (4 provinsi) periode
1972–2009, variabel dependen (output in
current period), variabel independen (ratio of
provincial expenditure, ratio of provincial
revenue, adjusted provincial revenue, adjusted
provincial expenditures, openness, inflation,
literacy, total fixed investment ).
Ordinary
Least
Square
Estimation
with
Autoregres
sive model
Desentralisasi fiskal
(otoritas pengeluaran
dan otonomi
penerimaan)
mempunyai dampak
yang positif dan
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
9
Philip dan
Isah (2012)
Metode kuantitatif, menggunakan data time
series, periode 1970–1990 dan periode 1991–
2009, variabel dependen (GDP at current
market prices) variabel independen (gross fixed
capital formation, population figures, sub
national own source revenue as a ratio of total
central/federal revenue, sub-national
expenditures as ratio of total federal
expenditures, sub-national own source as a
ratio of total federal expenditure).
Ordinary
Least
Square
Method
Secara umum
desentralisasi fiskal
mempunyai dampak
yang negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dan tidak berkontribusi
secara signifikan dalam
pertumbuhan ekonomi.
10
Kim
(2013)
Metode kuantitatif, data panel sebanyak 230
kota dan 16 provinsi tahun 1990 –2011, variabel
dependen (log per capita inhabitant tax,log per
capita inhabitant tax t-1, growth rate of
regional), independen (log GRDP, log gross
domestic product, population growth, tax
benefit ratio, local expenditure ratio, local
autonomy, year, capital area).
Regresi
a.Ekspansi pengeluaran
data panel
lokal dan rasio pajak
(fixed
akan mendorong
effects dan
pertumbuhan
random
pendapatan regional.
effect)
b.Desentralisasi fiskal
adalah instrumen
pertumbuhan ekonomi.
11
Chu dan
Zheng
(2013)
Metode kuantitatif, Data panel dari 31 provinsi di Two stage
China selama periode 1996 –2005, variabel
least
dependen (the growth rate of provincial RGDP), squares
variabel independen (the growth rate of
provincial real capital stock, the growth rate of
the ratio between university students and total
population of a province, the growth rate of
provincial labour forces, the provincial
government’s expenditure on insfrastructure, the
investment from foreign countries, the provincial
government’s expenditure on education, social
donation to education, the provincial real GDP,
the provincial degree of FD).
Desentralisasi fiskal
meningkatkan
pengeluaran
pemerintah lokal pada
insfrastruktur fisik dan
pendidikan yang
memudahkan kenaikan
stok modal fisikal dan
level dari modal
manusia yang akan
menghasilkan
pertumbuhan ekonomi
regional di China.
14
Tabel 1.4 Lanjutan
No
Peneliti
Metode Penelitian
12
Espitia dan
Roman
(2015)
Metode kuantitatif, menggunakan 24 region di
Kolombia selama periode 1990 –2012,
variabel dependen (annual growth rate),
variabel independen (private capital per-cap,
expenditure share, revenue share, tax
autonomy).
Alat Analisis
Regresi data
panel LevinLin-ChuStationary
Test,Pesaran
CD CrossSection
Dependence
Test
Hasil
Terdapat pengaruh
yang positif dari
desentralisasi fiskal
terhadap pertumbuhan
ekonomi antar- region
di Kolombia.
Sumber: Jurnal beberapa tahun, 2015 (diolah)
Tabel 1.5 Daftar Studi Empiris Terdahulu di Dalam Negeri
No
Peneliti
Metode Penelitian
Alat Analisis
Hasil
1.
Wibowo
(2008)
Metode kuantitatif , menggunakan data panel
dari 29 provinsi yang meliputi periode tahun
1999 –2004, variabel dependen (tingkat
pertumbuhan dari PDRB), variabel
independen (pendapatan daerah kotor,
pendapatan daerah neto, pengeluaran tingkat
kabupaten/kota dan pengeluaran tingkat
provinsi, DAU dan DAK, Pendapatan tanpa
dana transfer, rasio PAD terhadap total
pengeluaran, rasio PAD terhadap dana
perimbangan, level awal pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan jumlah penduduk,
rasio investasi terhadap GDP, rasio sumber
daya manusia dan perdagangan internasional).
Regresi data
panel (fixed
effects atau
Least Squares
Dummy
Variables)
a.Desentralisasi fiskal
secara umum
memberikan
pengaruh positif
terhadap
pembangunan
daerah di Indonesia
b.Desentralisasi
fiskal tahun 2001
ternyata
memberikan
dampak yang
relatif lebih baik
terhadap
pembangunan
daerah
dibandingkan
dengan rejim
desentralisasi fiskal
sebelumnya.
2.
Pepinsky
dan
Wihardja
(2011)
Metode kuantitatif , menggunakan data
Indonesia dan perbandingannya dengan China,
Colombia, Guinea-Bissau, India, Papua N.G.,
Thailand, South Africa (Model 1); China,
Malawi, Papua N.G., Sierra Leone, Thailand,
Uganda, South Africa (Model 2); Pakistan,
Papua N.G., Thailand dan Vietnam (Model 3)
serta Papua N.G., Sierra Leone, Thailand dan
Vietnam (Model 4) periode tahun 1990- 2007
dengan variabel yang menjadi pengamatan
seperti GDP, penduduk, heterogenitas etnis,
korupsi, tingkat literasi remaja, rezim politik,
lama masa rezim, pengawasan dan paham
negara federal.
Synthetic case
control
(perbandingan
satu variabel
desentralisasi
dan kinerja
ekonomi antara
Indonesia dan
control
countries)
Tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa
desentralisasi (politik
dan fiskal)
berpengaruh dalam
pembangunan di
Indonesia, terutama
pada tahun 2001 dan
2007 pada saat
seluruh data lengkap.
15
Tabel 1.5 Lanjutan
No
Peneliti
Metode Penelitian
Alat
Analisis
Hasil
3
Surya
(2012)
Metode kuantitatif, menggunakan data
panel se-Indonesia periode 1995 –2008
Pool
Ordinary
Least
Square,
Fixed
Effects,
Random
Effects
Kenaikan indikator
otonomi yang
direpresentasikan oleh
PAD memiliki dampak
terhadap penurunan
pertumbuhan PDRB per
kapita.
4
Alisyah
(2013)
Metode kuantitatif, menggunakan data
panel dari kabupaten/ kota pemekaran
dan non pemekaran di Sulawesi
Tenggara meliputi periode tahun 2002–
2011, variabel dependen (pertumbuhan
PDRB harga konstan), variabel
independen DBH, DAU, DAK, PAD,
total penerimaan daerah, pertumbuhan
penduduk kabupaten/kota, aglomerasi,
dummy pemekaran dan nonpemekaran).
Panel Least
Square
dengan
teknik
estimasi
fixed effect
model
5
Muchlis
(2013)
Metode kuantitatif, menggunakan data
panel dari kabupaten/kota di Sulawesi
sebelum pemekaran (2000 – 2005) dan
setelah pemekaran (2006 –2011),
variabel dependen (pertumbuhan
ekonomi), variabel independen (DBH,
DAU, DAK, PAD, belanja
pembangunan), variabel control
(pertumbuhan penduduk dan human
capital).
a.Koefisien
variasi;
b.Uji beda
rata-rata;
c. Fixed
Effect
Model
Variabel derajat
desentralisasi fiskal
berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi
khususnya DBH dan DAU,
sedangkan DAK dan PAD
tidak signifikan namun
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Tingkat aglomerasi
berpengaruh negatif secara
signifikan sedangkan
pertumbuhan penduduk
tidak signifikan
berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Adapun variabel dummy
berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di
daerah non pemekaran
sedangkan di daerah
pemekaran berpengaruh
positif dan signifikan.
Variabel desentralisasi
fiskal memberikan
pengaruh positif, yaitu
DAU, PAD dan belanja
pembangunan signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi kabupaten/ kota
Sulawesi. DBH dan DAK
tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Variabel kontrol
menunjukkan pertumbuhan
penduduk dan human
capital berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
tahun 2006 – 2011.
16
Tabel 1.5 Lanjutan
No
6
Peneliti
Sunoto
(2013)
Metode Penelitian
Metode kuantitatif, menggunakan data
panel kabupaten/kota di Indonesia tahun
2001–2008, variabel (yang berhubungan
dengan desentralisasi fiskal dan kinerja
ekonomi) adalah tingkat pertumbuhan
PDRB riil sebagai variabel dependen;
nisbah DAU riil/APBD riil, nisbah PAD
riil/APBD riil, tingkat inflasi, indeks IPM,
pertumbuhan penduduk, tingkat
pertumbuhan PDRB tahun sebelumnya,
dummy kabupaten. Kota, dummy Jawa Bali
atau Luar Jawa Bali dan derajat otonomi
fiskal.
Sumber: Jurnal beberapa tahun, 2015 (diolah)
Alat Analisis
Hasil
Regresi data
panel dinamis
Salah satu
kesimpulannya adalah
nisbah DAU
riil/APBD riil terbukti
berpengaruh positif
secara signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi .
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:
1. menggunakan data panel dengan alat analisis regresi data panel dan teknik
estimasi Fixed Effect Model;
2. variabel dan spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian mengacu
kepada beberapa penelitian terdahulu tersebut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:
1. penelitian ini menganalisis kemandirian fiskal daerah terlebih dahulu sebagai
bagian utama dari desentralisasi fiskal sebelum menganalisis sejauh mana
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi;
2. objek penelitiannya adalah kabupaten/kota induk dan DOB di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dan periodenya adalah tahun 2001 – 2013;
3. paradigma dan metodologi penelitian yang diterapkan dalam menganalisis
tingkat kemandirian fiskal daerah serta pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan menggunakan paradigma triangulasi
(triangulation paradigm) dan metodologi penelitian yang menggunakan
metode campuran (mixed method) antara kuantitatif dan kualitatif.
17
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai tingkat
kemandirian fiskal, perbedaan desentralisasi fiskal serta variasinya pada
kabupaten/kota induk dan DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode
2001–2013 yaitu periode sebelum dan sesudah pemekaran (DOB) yang masih
bergantung dengan dana desentralisasi. Selanjutnya, perlu diteliti pula mengenai
pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut
pada periode 2004–2013, yaitu setelah adanya pemekaran daerah.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat kemandirian fiskal masing-masing kabupaten/kota induk
dan DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
2. Bagaimana variasi dan perbedaan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota induk dan DOB sebelum dan sesudah terbentuknya
DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
3. Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di
kabupaten/kota induk dan DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis tingkat kemandirian fiskal kabupaten/kota induk dan DOB di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2. Menganalisis variasi dan perbedaan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota induk dan DOB sebelum dan sesudah terbentuknya
DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
18
3. Menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota induk dan DOB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan bahan acuan dan perbandingan bagi pihak yang ingin meneliti
mengenai kemandirian fiskal, desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi.
2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan
Bangka
Belitung
dalam
pengambilan
kebijakan
untuk
mendorong
perekonomian dengan mempertimbangkan tingkat kamampuan fiskal daerah.
3. Memberikan suatu persfektif metodologis untuk penelitian dengan topik yang
sejenis dengan menggunakan gabungan antara metode kuantitatif dan metode
kualitatif atau disebut metode campuran (mixed method).
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini terbagi atas 5 bab sebagai berikut. Bab I Pendahuluan
berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori berisi teori,
kajian penelitian terdahulu, formulasi hipotesis dan kerangka penelitian mengenai
kemandirian fiskal, desentralisasi fiskal, dan pertumbuhan ekonomi. Bab III
Metode Penelitian berisi paradigma penelitian, pendekatan penelitian, metode
penelitian, variabel, definisi operasional dan ukuran variabel, jenis dan sumber
data, teknik serta pengolahan data, dan alat analisis. Bab IV Analisis berisi
deskripsi objek penelitian dan data, analisa dan, pembahasan. Bab V Simpulan dan
Saran berisi simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran penelitian.
19
Download