BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Teori Pencahayaan di area parkir merupakan aspek penting dalam menunjang aktivitas pelayanan parkir dibangunan gedung. Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus memiliki pencahayaan alami dan atau pencahayaan buatan. Pencahayaan alami harus optimal disesuaikan dengan fungsi gedung dan fungsi masing masing ruang di dalam bangunan gedung. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi penghematan energi yang digunakan dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. 2.1.1 Pencahayaan Alami. Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar cahaya alami mendapat keuntungan, yaitu : 1. Variasi intensitas cahaya matahari. 2. Distribusi dari terangnya cahaya. 3. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan. 4. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung. Besaran intensitas pencahayaan alami dari beberapa sumber cahaya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini : Tabel 2.1. Kuat Penerangan Beberapa Sumber Cahaya Alami Sumber Cahaya Siang hari yang cerah di tempat terbuka E(Lux) 1000000 Siang hari yang cerah didalam ruang dekat jendela 2500 Selama matahari terbit 500 Terang bulan pada malam yang cerah 0.25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 2.1.2 Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan pada bangunan gedung sangat diperlukan untuk kebutuhan penerangan pada malam hari atau pada siang hari. Pencahayaan buatan juga mutlak diperlukan dengan mempertimbangkan bahwa pencahayaan alami sering berubah-ubah kualitasnya. Selain itu untuk kasus ruang tertentu cahaya alami mempunyai keterbatasan untuk masuk, dan keterbatasan pemerataan kuat penerangan dalam ruang. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut : 1. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. 2. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. 3. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. 4. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayangbayang. 5. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. Sistem pencahayaan buatan yang sering dipergunakan secara umum dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : a) Sistem Pencahayaan Merata Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar secara merata di seluruh ruangan.Sistem pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 untuk melakukan tugas visual khusus. Pada sistem ini sejumlah armatur ditempatkan secara teratur di seluruh langit-langit. b) Sistem Pencahayaan Terarah Pada sistem ini seluruh ruangan memperoleh pencahayaan dari salah satu arah tertentu. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. Lebih dari itu, pencahayaan terarah yang menyoroti satu objek tersebut berperan sebagai sumber cahaya sekunder untuk ruangan sekitar, yakni melalui mekanisme pemantulan cahaya. Sistem ini dapat juga digabungkan dengan sistem pencahayaan merata karena bermanfaat mengurangi efek menjemukan yang mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata. c) Sistem Pencahayaan Setempat Pada sistem ini cahaya dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu misalnya tempat kerja yang memerlukan tugas visual. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. 2.1.3 Besaran Pencahayaan Beberapa besaran pencahayaan yang sering digunakan dalam perancangan kebutuhan pencahayaan pada bangunan gedung adalah sebagai berikut : a) Luminous Flux Radiasi energi cahaya yang keluar per detik dari bodi dalam bentuk luminous light wave. Satuan luminous flux adalah lumen. Dan didefinisikan sebagai flux yang terbawa pada solid angle dari sumber satu candela atau standart candela. 1 lumen = 0.0016 watt (pendekatan). Sehingga http://digilib.mercubuana.ac.id/ Lumen adalah 12 banyaknya energi cahaya yang diterima oleh permukaan lengkung/bola (‘spheric curve’) seluas 1 ft2 dengan radius 1 ft dari sumber cahaya sebesar 1 lilin (‘candella’) yang berada di titik pusat bola. b) Intensitas Pencahayaan (Iluminasi) Intensitas pencahayaan atau iluminasi adalah kuantitas cahaya pada level pencahayaan /permukaan tertentu, atau dengan kata lain iluminasi adalah jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan tertentu. Intensitas pencahayaan pada suatu bidang adalah flux yang jatuh pada luasan 1m2 dari bidang tersebut. Intensitas pencahayaan atau disebut juga kuat penerangan ( E) dinyatakan dalam satuan lux atau lumen/m2. Untuk bidang kerja seluas A m2 dan diterangi dengan Φ lumen, maka intensitas penerangan rata-rata dibidang tersebut adalah : E = Φ/A (lumen) (2.1) Dimana: E : intensitas pencahayaan (lux) Φ: flux cahaya (lumen) A : luas bidang kerja (m2) Intensitas pencahayaan ditentukan di tempat mana kegiatan dilakukan. Umumnya bidang kerja diambil 80 cm diatas lantai. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur Luxmeter. c) Daya Efikasi Semua jenis lampu akan mengubah daya yang masuk ke lampu menjadi cahaya. Satuan dari cahaya yang dihasilkan oleh 1 Watt energi adalah Lumen per Watt (lm/W). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Tingkat efisiensi dari lampu ditunjukkan oleh nilai efikasi tersebut dimana nilai efikasi memberikan informasi mengenai berapa lumen cahaya yang dipancarkan per satuan watt listrik. Satuan lumen menunjukkan kekuatan cahaya yang dipancarkan oleh suatu lampu . Semakin tinggi nilai efikasi sebuah lampu, maka lampu tersebut dapat menghasilkan intensitas cahaya yang semakin terang dari pemakaian 1 Watt listrik. Artinya lampu tersebut termasuk lampu yang efisien. Nilai efikasi dari berbagai teknologi lampu yang sering digunakan pada bangunan gedung dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2. Perbandingan Nilai Efikasi Sesuai Jenis Lampu Lampu Type Pijar Halogen Magnetic ballast Swabalalast Electronic ballast Magnetic ballast TL Electronic ballast LED Generic Pijar 2.1.4 Daya nominal (Watt) 5-1500 42-1500 Daya efikasi (Lumen/Watt) Lifetime (Hours) 0.05-0.94 17-30 7500 -15000 26-50 20-50 27-55 45-87 4-125 52-66 4-125 65-104 10-Mar 90-130 8000 -10000 20000 50000 Komponen Pencahayaan Buatan Bangunan Gedung Membahas sistem pencahayaan pada bangunan gedung tidak dapat dipisahkan dengan komponen pencahayaan yang berkaitan dengan berbagai ragam jenis lampu dan perlengkapannya yang biasa dipergunakan pada sebuah bangunan dimana lampu-lampu tersebut dibedakan atas : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 1. Konstruksi dan cara bekerjanya. 2. Persyaratan untuk menyalakannya (seperti menggunakan balast). 3. Mutu cahaya yang dihasilkan oleh lampu, termasuk warna cahaya. 4. Efisiensi, yang dinyatakan dalam perbandingan antara lumen dan watt. 5. Usia operasional lampu. 6. Depresiasi cahaya yang dipancarkan sehubungan dengan usia penggunaan. 7. Ragam daya lampu dan konfigurasinya pada penggunaan. Seiring dengan perkembangan teknologi, lampu listrik juga telah mengalami berbagai perbaikan dan kemajuan. Teknologi lampu listrik bukan saja lampu pijar yang ditemukan oleh Thomas Alva Edison saja namun sudah terdiri dari berbagai jenis dan teknologi. pada dasarnya, lampu listrik dapat dikategorikan dalam tiga jenis yaitu Incandescent Lamp (Lampu Pijar), Gas-discharge Lamp (Lampu Lucutan Gas) dan Light Emitting Diode (Lampu LED). 2.1.5 Lampu TL (Tube Light ) Istilah TL adalah kepanjangan dari “Tube Luminescent” atau juga ada yang menyebutkannya “Tube Lamp” yaitu lampu penerang yang berbentuk “tube” atau tabung. Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita temukan 2 jenis teknologi pada lampu TL (Tube Lamp) yakni teknologi FL ( fluorescent ) dan teknologi LED (Light Emitting Diodes). 2.1.5.1 Lampu TL Neon (Teknologi Fluorescent) Lampu TL Neon (Fluorescent Lamp) merupakan lampu penerang yang paling banyak dipakai saat ini. Lampu TL Neon (Fluorescent Lamp) sering digunakan sebagai alat penerangan di pabrik, gudang, shopping mall, sekolah dan juga di gedung perkantoran karena mempunyai ‘efficacy’ tinggi, sehingga http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 biayanya rendah. Lampu ini juga memberikan suasana sejuk dan dapat memantulkan warna benda seperti aslinya. Penggunaan lampu TL lebih disukai dibandingkan dengan lampu pijar, karena : 1. Menghasilkan 3 – 5 kali lumen per Watt. 2. Usia lampu 7 – 20 kali lampu pijar. 3. Menghasilkan panas yang lebih kecil,maksimal 40o C. 4. Dapat tetap beroperasi pada suhu rendah, sampai – 28 o C. Proses terjadinya perubahan energi listrik menjadi cahaya pada lampu TL fluorescent adalah dengan melewatkan listrik melalui uap gas atau logam akan menyebabkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan komposisi kimia dan tekanan gasnya. Tabung neon memiliki uap merkuri bertekanan rendah, dan akan memancarkan sejumlah kecil radiasi biru/ hijau, namun kebanyakan akan berupa UV pada 253,7nm dan 185nm. Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis tipis fospor, hal ini dipilih untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke daerah nampak. Gambar 2.1 Bagian-bagian Lampu TL http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 Seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 , pada dasarnya lampu TL dengan teknologi fluorescent (FL) adalah lampu yang berbentuk tabung hampa dengan kawat pijar dikedua ujungnya (Elektroda), tabung tersebut diisi dengan merkuri dan gas argon yang bertekanan rendah. Tabung lampunya yang terbuat dari gelas juga dilapisi (Coating) oleh lapisan fosfor (phosphor). Saat dialiri arus listrik, elektroda akan memanas dan menyebabkan elektron-elektron berpindah tempat dari satu ujung ke ujung lainnya. Energi listrik tersebut juga akan mengakibatkan merkuri yang sebelumnya adalah cairan berubah menjadi gas. Perpindahan elektron akan bertabrakan dengan atom merkuri sehingga energi elektron akan meningkat ke level yang lebih tinggi. Elektron-elektron akan melepaskan cahaya saat energi elektron-elektron tersebut kembali ke level normalnya. Lampu TL yang mempunyai daya antara 10 – 60 Watt sejauh ini merupakan jenis yang paling populer dan banyak digunakan di bangunan gedung. Terdapat tiga generasi lampu TL fluorescent linier yaitu : 1. Generasi ke-1 (Tahun 1930), T12 dengan diameter 38 mm (1 ½ ") 2. Generasi ke-2 (Tahun 1980), T8 dengan diameter 26 mm (1") 3. Generasi ke-3 (Tahun 2000), T5 dengan diameter 16 mm (5/8 ") Gambar 2.2 Lampu TL Type T5, T8 dan T12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 Pada Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa lampu TL type T8 lebih hemat 40% energi dibandingkan dengan T12. Sedangkan jenis T5 lebih hemat 10 – 15% daripada T8. Lampu TL- T8 dan T5 mengeluarkan panas jauh lebih sedikit daripada T12, sehingga bisa menghemat biaya pendingin ruangan AC. Efikasi dari masing-masing Lampu FL T12, T8 dan T5 berturut-turut adalah 70, 80 dan 100 lumen/watt. Tabel 2.3 Output Lumen Dari Lampu FL T5, T8 dan T12 Linear Fluorescent Bulbs 28 Watt T5 54 Watt T5 25 Watt T8 32 Watt T8 34 Watt T12 40 Watt T12 Lumen Output 2900 5000 2209 2850-3100 1930-2800 1980-3300 Lampu TL fluorescent memerlukan sebuah ballast dan starter untuk menghidupkannya. Gambar 2.3 Rangkaian Pemasangan Lampu TL Fluorescent http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 a) Ballast Ballast yang terdapat pada rangkaian lampu TL Neon / TL Fluorescent berfungsi sebagai pembatas besarnya arus dan menstabilkan arus agar dapat mengoperasikan Lampu TL Fluorescent pada karakteristik listrik yang sesuai. Ballast pada dasarnya merupakan kumparan hambat (choke coil) yang berinti besi yang berfungsi untuk : 1. Memberikan pemasangan awal pada elektroda guna menyediakan elektron bebas dalam jumlah yang banyak. 2. Memberikan gelombang potensial yang cukup besar untuk mengadakan bunga api antara kedua elektrodanya. 3. Membangkitkan gas gas yang ada dalam tabung lampu. 4. Mencegah terjadinya peningkatan arus yang melebihi batas tertentu bagi setiap ukuran lampu. Terdapat 2 jenis ballast, yaitu ballast jenis induktor/kumparan (inductive ballast) dan ballast jenis elektronik (electronic ballast). Gambar 2.4 Ballast Lampu TL http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 b) Starter Starter pada lampu TL terdiri dari sebuah balon kaca kecil yang diisi dengan gas mulia. Di dalam balon terdapat dua elektroda dwi logam sebagai filamen. Jarak antara kedua elektroda tersebut diatur dengan jarak tertentu sehingga starternya akan menyala pada tegangan 100-200 V. Fungsi starter di Lampu TL fluorescent adalah sebagai saklar otomatis yang membantu memanaskan elektroda untuk proses pemindahan elektron-elektron di dalam tabung fluorescent yang dihubungkan pararel dengan dua kaki lampu TL. Bila lampu TL dihubungkan pada jaringan tegangan PLN, maka dalam waktu singkat filamen starter terhubung (menyala) dan kemudian memutuskannya lagi kalau lampu TL telah menyala dengan stabil. Pada saat filamen terhubung, suatu arus besar akan mengalir dari jaringan listrik lewat ballast, kemudian ke elektroda lampu, starter dan kawat elektroda lainnya, untuk selanjutnya kembali menuju ke jaringan. Adanya arus ini akan membuat elektroda-elektroda lampu berpijar dan mengeluarkan elektron-elektron. Gambar 2.5 Starter Lampu TL http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 2.1.5.2 Lampu TL LED (Light Emiting Diode) Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi lampu LED sebagai lampu penerang, tingkat adopsi Lampu LED pun semakin bertambah dan lambat laun menggantikan lampu penerang yang berteknologi Fluorescent (Pendar). Lampu LED digunakan untuk banyak penerapan pencahayaan seperti pencahayaan area parkir ,tanda keluar, sinyal lalu lintas, cahaya dibawah lemari, dan berbagai penerapan dekoratif. Walaupun masih dalam masa perkembangan, teknologi lampu LED sangat cepat mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk masa depan. Gambar 2.6 Lampu TL LED Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Ketika lampu LED memancarkan cahaya nampak pada gelombang spektrum yang sangat sempit, mereka dapat memproduksi “cahaya putih”. Hal ini sesuai dengan kesatuan susunan merah-biru hijau atau lampu LED biru berlapis fospor. Lampu LED bertahan dari 40.000 hingga 100.000 jam tergantung pada warna. Lampu TL LED adalah generasi terbaru, yang telah banyak dipakai oleh hampir seluruh kota-kota besar di negara maju, keunggulan dari lampu LED adalah : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 1. Umur nyala lebih lama dan tidak memerlukan perawatan. 2. Sinar lebih kuat dan distribusinya lebih merata. Lampu LED berbentuk padatan (solid state) yang menggunakan diode pemancar cahaya (light emitting diode) sebagai sumber cahaya. Lampu LED menawarkan umur operasional yang panjang dan sangat hemat energi, tetapi saat ini harga per unitnya masih mahal apabila dibandingkan dengan lampu TL jenis fluorescent. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi lampu LED yang linier terhadap watt lampu, semakin besar watt lampu semakin tinggi biaya produksi lampu LED. Faktor keunggulan Lampu TL LED yang paling utama adalah dapat menghemat listrik sampai 60% dari pemakaian Lampu TL Neon atau TL fluorescent karena tidak memerlukan starter dan ballast yang pada kenyataanya juga dapat mengkonsumsi listrik yang lebih banyak (terutama pada Ballast jenis inductive). : Gambar 2.7 Rangkaian Pemasangan Lampu TL LED http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 2.1.6 Ballast Elektronik (Electronic Ballast) Ballast elektronik merupakan rangkaian kontrol untuk menyalakan lampu TL (fluorescent) yang memiliki efisiensi daya jauh lebih baik daripada ballast magnetik. Ballast elektronik pada saat ini banyak digunakan oleh produsen lampu TL (fluorescent) seperti Philips dan Panasonic untuk membuat lampu fluorescent hemat energi. Gambar 2.8 Ballast Elektronik Penggunaan ballast elektronik dapat membatasi arus, untuk melawan karakteristik tahanan negatif dari berbagai lampu pelepas. Untuk lampu neon, alat ini membantu meningkatkan tegangan awal yang diperlukan untuk memulai penyalaan .Rangkaian ballast elektronik terdiri dari beberapa bagian sbb: 1. Rectifier, berfungsi untuk mengubah tegangan listrik AC 220 dari sumber listrik PLN menjadi tegangan DC tinggi (High Voltage DC ) 320 Volt. 2. DC to AC Converter, berfungsi sebagai pengubah tegangan listrik HVDC 320 Volt menjadi tegangan AC 500V-800V dengan frekwensi 20 KHz -60 KHz. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 3. Starter Capacitor, berfungsi untuk menyalakan lampu TL untuk pertama kali kemudian memutuskannya lagi kalau lampu TL telah menyala dengan stabil. Gambar 2.9 Diagram Blok Rangkaian Ballast Elektronik Ballast elektronik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan balast transformer. Beberapa kelebihan ballast elektronik tersebut adalah : 1. Meningkatkan rasio perbandingan konversi daya listrik ke cahaya yang dihasilkan. 2. Tidak terdeteksinya kedipan oleh mata karena kedipannya terjadi pada frekuensi yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diikuti oleh kecepatan mata. 3. Efisiensi daya yang tinggi. 4. Ballast elektronik memiliki berat lebih ringan. 2.1.7 Reflektor Elemen yang cukup penting yang merupakan perlengkapan cahaya, selain dari lampu, adalah reflector. Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area yang diterangi dan juga pola distribusi cahayanya.Reflektor http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 biasanya menyebar (dilapisi cat atau bubuk putih sebagai penutup) atau specular (dilapis atau seperti kaca).Tingkat pemantulan bahan reflektor dan bentuk reflektor berpengaruh langsung terhadap efektifitas dan efisiensi fitting.Reflektor konvensional yang menyebar memiliki tingkat pemantulan 70-80% apabila baru. Reflektor specular lebih efektif dimana pemantul ini memaksimalkan optik dan daya pantul specular sehingga membiarkan pengontrolan cahaya yang lebih seksama dan jalan pintas yang lebih tajam. Dalam kondisi baru, lampu ini memiliki nilai pantul sekitar 85-96%.. Nilai tersebut tidak berkurang seperti pada reflektor konvensional yang berkurang karena usia. Bahan yang umum digunakan adalah alumunium yang diberi perlakuan anoda (nilai pantul 85-90%) dan lapisan perak yang dilaminasikan ke bahan logam (nilai pantul 91-95%). Menambah (atau melapisi) alumunium dilakukan untuk mencapai nilai pantul lebih kurang 88-96%. Lampu harus tetap bersih agar efektif, reflektor optik kaca tidak boleh digunakan dalam peralatan yang terbuka di industri dimana peralatan tersebut mungkin akan terkena debu. Gambar 2.10. Reflektor Lampu TL http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 2.1.8 Peralatan Pengontrolan Lampu 2.1.8.1 Sensor Cahaya (Photocell Sensor) Photocell menggunakan prinsip kerja resistor dengan sensitivitas cahaya (LDR=Light Dependent Resistor). Apabila kondisi gelap maka nilai resistansi akan menjadi rendah sehingga arus mengalir dan lampu akan menyala. Sebaliknya pada kondisi terang, nilai resistansi menjadi tinggi sehingga arus tidak dapat mengalir dan lampu akan mati. Rangkaian photocell banyak digunakan pada instalasi penerangan lampu dan sangat baik digunakan sebagai pengontrol penyalaan lampu karena fungsinya yang cukup efektif. Gambar 2.11. Photocell Sensor Sebagai Saklar Otomatis 2.1.8.2 Timer Lampu Penggunaan timer switch adalah sebagai saklar otomatis yang bekerja secara mekanis berdasarkan pengaturan waktu. Arus masuk pada input kontaktor magnet dan pada input timer yang akan menjalankan timer. Setelah waktu berputar dan sampai pada waktunya yang di seting, maka kontak di dalam timer http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 akan terhubung dengan output timer dan arus akan mengalir menuju kontaktor magnet. Arus pada kontaktor magnet akan menarik kontak-kontak pada kontaktor sehingga kedua kontak saling terhubung. Arus yang melewati output kontaktor magnet akan menjalankan beban Gambar 2.12 Timer Sebagai Saklar Otomatis 2.1.8.3 Building Automation System (BAS) Adalah sebuah pemrograman, komputerisasi, intelligent network dari peralatan elektronik yang memonitor dan mengontrol sistem mekanis dan sistem penerangan dalam sebuah gedung. Building Automation Systems (BAS) mengoptimasi start-up dan performansi dari peralatan HVAC dan sistem alarm. BAS menambah dalam jumlah besar interaksi dari mekanikal subsistem dalam gedung, meningkatkan kenyamanan pemilik, minimasi energi yang digunakan, dan menyediakan off-site kontrol gedung. BAS berbasis kontrol komputer untuk mengkoordinasi, mengorganisasi, dan mengoptimasi kontrol subsistem pada gedung seperti keamanan, kebakaran/keselamatan, elevator, dan lain-lain. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 BAS terdiri dari primary dan secondary bus yang terdiri dari Programmable Logic Controllers, input / output dan sebuah user interface (human interface device). Primary dan secondary bus dapat berupa kabel fiber optik, ethernet, ARCNET, RS-232, RS-485 atau wireless network. Controller digunakan dengan software yang akan bekerja dengan standar BACnet, LanTalk, dan ASHRAE. Input dan output berupa analog dan digital (binary). Input analog digunakan untuk membaca pengukuran variabel. Input digital mengindikasikan apabila device menyala atau tidak. Output analog mengontrol kecepatan atau posisi dari peralatan, seperti variable frequency drive, sebuah I-P transducer, atau sebuah aktuator. Output digital digunakan untuk membuka dan menutup relay dan switch. 2.1.9 Tingkat Pencahayaan Minimum yang Direkomendasikan CIE (Commission International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating Engineers Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan. Setiap ruang kegiatan memiliki standar kuat penerangan (illumination) yang berbeda-beda sesuai dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Tingkat pencahayaan minimum yang direkomendasikan sesuai dengan SNI 036575-2001 tentang ” Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung” untuk beberapa fungsi ruangan ditunjukkan pada tabel dibawah ini. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 Tabel 2.4. Tingkat Pencahayaan Minimum yang Direkomendasikan Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux) Ruang Perkantoran Ruang Direktur Ruang Kerja 350 350 Ruang Komputer 350 Ruang Rapat 300 Ruang Gambar 750 Industri (Umum) Ruang Parkir Gudang Rumah Ibadah 50 100 Mesjid 200 Gereja Vihara 200 200 Keterangan Gunakan armatur berkisi untuk mencegah silau akibat pantulan layar monitor Gunakanpencahayaan setempat pada meja gambar Untuk tempat-tempat yang membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dapat digunakan pencahayaan setempat Idem Idem 2.1.10 Tingkat Daya Listrik Maksimum yang Direkomendasikan Daya yang dibutuhkan untuk semua armatur dapat dihitung dengan persamaan : WTotal = NLampu x W1 (2.2) dimana : NLampu = Jumlah total lampu W1 = daya setiap lampu termasuk Balast (Watt), Dengan membagi daya total dengan luas bidang kerja, didapatkan kepadatan daya (Watt/m2) yang dibutuhkan untuk sistem pencahayaan tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 Kepadatan daya ini kemudian dapat dibandingkan dengan kepadatan daya maksimum yang direkomendasikan dalam usaha penghematan energi. Kebutuhan daya listrik maksimum untuk penerangan sangat tergantung dari fungsi bangunan/ ruangan serta jenis lampu yang digunakan. Sesuai dengan SNI 03-6197-2000 mengenai “Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung “. standar yang telah ditetapkan untuk tingkat daya listrik maksimal yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : Tabel 2.5 Daya Maksimum yang Direkomendasikan Lokasi Ruang Kantor Auditorium Pasar Swalayan Hotel: Kamar tamu Daerah umum Rumah sakit : Ruang Pasien Gudang Kafetaria Garasi Restaurant Lobi Tangga Ruang Parkir Ruang Perkumpulan Industri Pintu masuk dengan kanopi: Lalu lintas sibuk seperti hotel Lalu lintas sedang seperi rumah sakit Jalan dan Lapangan Tempat penimbunan atau tempat kerja Daya Pencahayaan Maksimum (W/m2) Termasuk rugi-rugi balast 15 25 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 20 15 5 10 2 25 10 10 5 20 20 30 15 2 30 2.1.11 Metode Pengukuran Intensitas Pencahayaan Perhitungan intensitas pencahayaan adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipakai sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran secara langsung sehingga diperoleh instalasi pencahayaan yang paling optimal. Metode pengukuran disesuaikan dengan luas dan penggunaan ruangan sebagai berikut : 1. Untuk ruangan kerja biasanya bidang kerja dapat berupa meja atau bangku 2. Untuk ruangan dengan luas 10 m2 sampai dengan 100 m2 maka dibuat titik potong garis horizontal panjang ruangan dan garis vertikal lebar ruangan pada jarak setiap 3 meter. 3. Untuk ruangan dengan luas lebih dari 100 m2 dibuat titik potong garis horizontal panjang ruangan dan garis vertikal lebar ruangan pada jarak setiap 6 meter. 2.1.12 Konsumsi Energi Listrik Konsumsi energi listrik untuk beban penerangan adalah besarnya energi yang dipergunakan untuk beban lampu yang terpasang pada periode waktu tertentu dan merupakan perkalian antara daya terpakai dengan waktu penggunaan. Seperti persamaan : kWh = Watt x Hour (2.3) Dimana kWh = Jumlah daya aktif yang terpakai pada periode waktu operasional dalam satuan Kilo Watt = Besarnya daya aktif Hour = Periode waktu operasional http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2.1.13 Tingkat Pencahayaan Yang Merata (Uniformity of illuminance) Oleh Cayless dan Marsden (1983), dinyatakan bahwa tingkat pencahayaan yang merata adalah penting karena tiga hal , yaitu : 1. Dapat mengurangi perbedaan variasi tingkat pencahayaan dalam ruang dengan aktfitas sejenis. 2. Kepadatan cahaya yang terlalu terkonsentrasi dapat mempengaruhi kinerja dan kenyamanan visual dalam ruangan. 3. Pencahayaan yang tidak merata membuat ruangan kelihatan suram dan tidak nyaman. Pritchard (1986) menyatakan bahwa penerangan dianggap merata bila kuat penerangan minimum pada titik-titik ukur ≥ 80% kuat penerangan rata-rata. Dari pengukuran di titik-titik ukur, maka didapatkan kuat penerangan rata-rata ruang. Bila ada titik ukur yang berada di bawah 80% kuat penerangan rata-rata, berarti tidak memenuhi syarat sebagai penerangan merata. Artinya bila tingkat pencahayaan rata-ratanya 100 lux, maka tingkat pencahayaan dari semua titik lampu didalam ruangan harus 80 lux, persamaan : E minimum = 80/100 x Erata -rata ( 2.4) Erata-rata = E1 + E2 +E3…+En ( 2.5) n Besarnya tingkat pencahayaan dalam ruangan untuk siang dan malam hari adalah sama. Yang berbeda adalah jumlah lumen dari lampu yang dibutuhkan karena siang hari cahaya buatan dibantu oleh cahaya matahari, sedangkan pada waktu malam tidak ada cahaya alami. Kuat Penerangan yang merata dapat dicapai jika memenuhi ketentuan dalam pemasangan lampu berdasarkan penentuan spacing criteria (SC), yaitu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 perbandingan jarak antara dua buah pusat lampu yang berdekatan terhadap jarak lampu ke bidang kerja yang diterangi. Angka perbandingan untuk spacing criteria adalah 1,5 dan dituliskan dalam rumus : s = hm x 1,5 (2.6) Dimana s = Jarak antar lampu yang terdekat hm = Tinggi bidang kerja ke lampu. 2.1.14 Perhitungan Jumlah Titik Lampu Pada dasarnya dalam perhitungan jumlah titik lampu pada suatu ruang dipengaruhi oleh benyak faktor, antara lain : dimensi ruang, kegunaan / fungsi ruang, warna dinding, type armature yang akan digunakan, serta factor factor. Sebagai contoh pencahayaan pada gudang di rumah, akan berbeda dengan pencahayaan pada ruang tamu atau kamar tidur. Ini dikarenakan fungsi dari ruang tersebut dan berdasarkan tingkat kegiatan yang akan dilakukan pada ruang tersebut. Perhitungan jumlah titik lampu merujuk kepada standar tingkat pencahayaan minimum dan daya listrik maksimum yang direkomendasikan sesuai dengan tujuan penggunaan masing masing ruangan jumlah lampu pada suatu ruang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : N Dimana : =ExLxW Ø x LLF x CU x n N = Jumlah titik lampu E = Intensitas atau kuat penerangan yang akan dicapai (Lux) http://digilib.mercubuana.ac.id/ ( 2.7) 33 L = Panjang Ruang W = Lebar ruang Ø =Total Lumen lampu LLF =Light loss factor (0.7-0.8) CU = Coefisien of utilization (50-65%) N =Jumlah lampu per titik Total lumen lampu adalah Ø = W x L/w Dimana : W = daya lampu L/w = Luminous Efficacy Lamp / Lumen per watt (dapat dilihat pada Box lampu) 2.1.15 Peluang Optimasi Pada Sistem Pencahayaan Optimalisasi pada sistem pencahayaan adalah bertujuan untuk mendapatkan kondisi yang efisien dalam konsumsi energi yang diperlukan untuk pencahayaan buatan namun tetap memenuhi standar kebutuhan penggunaannya. Adapun beberapa peluang yang dapat dilakukan untuk meningkatkan effisiensi penggunaan energi dalam sistem pencahayaan didalam bangunan gedung antara lain. 1. Mengurangi tingkat pencahayaan yang berlebih ke tingkat standar dengan menggunakan saklar, pengurangan lampu, dll. 2. Rajin mengontrol cahaya dengan jam waktu, pelambat waktu, photocells, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 3. Mengganti lampu dan ballast yang kondisi effisiensinya menurun dengan lampu baru yang lebih rendah konsumsi energinya (mengganti ballast magnetik ke ballast electronik ). 4. Pertimbangkan cahaya siang hari, kaca atap, dll. 5. Pertimbangkan pengecatan dinding dengan warna yang lebih terang dan menggunakan sedikit peralatan pencahayaan atau menurunkan watt. 6. Evaluasi kembali kontrol, jenis, strategi pencahayaan luar ruangan secara berkelanjutan. 2.1.16 Simple Payback Menurut Thumann (2003), Simple Payback merupakan suatu metode perhitungan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi yang telah dilakukan untuk mengganti sistem yang telah ada dengan system baru yang lebih hemat energi. Simple Payback ini dirumuskan sebagai berikut : SP = INVESTASI SAVING (2.8) Dimana : SP = Jangka waktu pengembalian investasi Investasi = Jumlah investasi awal yang dikeluarkan untuk biaya penggantian sistem lama dengan system baru Saving = Jumlah penghematan yang diperoleh dari penggunaan sistem baru Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa payback period maupun simple payback dari suatu investasi menggambarkan panjang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Dari hasil analisis ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah alternatif dengan periode pengembalian yang lebih singkat. 2.2 Tinjauan Pustaka Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai evaluasi pencahayaan, dimana sebagaian besar melakukan penelitian terhadap kuat pencahayaan pada ruang kelas sebagai objek yang diteliti. Penelitian oleh Luden (2006) mengevaluasi pengaruh jumlah dan tata letak lampu terhadap kuat penerangan serta pengaruh warna ruangan terhadap kuat penerangan di sekolah Pelangi Kristus Surabaya. Dari pengukuran diketahui bahwa kuat penerangan rata-rata beberapa ruang kelas belum memenuhi standar kuat penerangan dalam ruang kelas yang direkomendasikan sebesar 250 lux. Perbaikan pada masing-masing kelas dilakukan dengan menambah fluks cahaya (lumen) dalam ruang kelas, meningkatkan angka reflektansi dinding berupa perubahan warna dinding, dan perubahan titik lampu. Irianto (2006), melakukan penelitian mengenai Studi optimasi pencahayaan ruang kuliah dengan memanfaatkan cahaya alam. Hasilnya intensitas pencahayaan pada ruang kuliah di lantai 4 Gedung E Universitas Trisakti adalah baik, hanya saja pemanfaatan cahaya matahari belum dipertimbangkan. Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan ruangan memberikan efisiensi pemakaian energi listrik untuk lampu dan mengurangi biaya konsumsi listrik hingga 33 persennya. Pemilihan lampu dan peletakan luminer sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas cahaya yang diberikan pada bidang kerja seperti meja dan papan tulis. Peletakan luminer dianjurkan agar sejajar jendela sehingga efektifitas sebaran http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 cahaya dari Dari dua belas ruang kuliah yang pada gedung E, jika dilakukan redisain termasuk rewiring instalasi pencahayaan maka dari analisis perhitungan optimasi alternatif diperoleh penghematan konsumsi energi listrik yang cukup besar. Suroso, Winasis, dan Satria Ardhi Permana (2014), melakukan penelitian mengenai penggunaan ballast elektronik untuk penghematan energi listrik pada beban penerangan. Penelitian dilakukan dengan membandingkan daya aktif terukur pada lampu TL 36 watt yang menggunakan ballast elektronik dengan yang menggunakan ballast elektromagnetik. Hasil penelitian menunjukkan daya terukur pada lampu TL 36 Watt dengan ballast elktromagnetik adalah 43 Watt, sedangkan pada lampu TL 36 Watt yang menggunakan ballast elektronik adalah 35.9 Watt. Dari data yang diperoleh didapatkan hasil penghematan daya aktif sebesar 28 %. Dengan demikian bahwa lampu neon dengan ballast elektronik konsumsi dayanya lebih rendah, faktor daya lebih tinggi, dan biaya listrik per bulannya lebih hemat dibandingkan dengan lampu neon yang memakai ballast elektromagnetik. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu untuk melakukan penelitian tentang pencahayaan dengan obyek penelitian yang berbeda dari sebelumnya yaitu area parkir gedung perkantoran dengan melakukan pengukuran faktor pencahayaan terhadap aspek penggunaan energi listrik untuk mengetahui apakah sistem pencahayaannya sudah sesuai dengan standar pencahayaan yang efisien dalam penggunaan energi listrik. Dari kondisi yang ada kemudian dapat dianalisa untuk mendapatkan peluang-peluang penghematan energi listrik sebagai usulan perbaikan. http://digilib.mercubuana.ac.id/