JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN

advertisement
JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
Terlepas dari berbagai macam pengelompokan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan,
sejak F. Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat
mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual
maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento
Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu
yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar murni atau teoritis dengan ilmu
terapan atau praktis.
Banyaknya ilmu pengetahuan yang telah kita dapat dan yang berada di sekeliling kita.
Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sangatlah pesat. Tidak jarang, kemajuan ilmu dan
teknologi serta pengetahuan yang kita dapat yang terus berlangsung hingga saat ini, membuat
banyak manusia khawatir, bingung dan banyaknya terjadi kesalahpahaman terhadap sebuah ilmu
dan pengetahuan yang kita peroleh dari berbagai sumber. Manusi takut dan khawatir akan
dampak negatifnya sebuah pengetahuan dan ilmu apabila mereka tidak dapat menelaah atau
memahami betul arti dari sebuah ilmu dan pengetahuan. Apakah ilmu dan pengetahuan tersebut
baik atau buruk, membawa manfaatkah ilmu itu. Seharusnya kita memahami terlebih dahulu
tentang jenis ilmu pengetahuan, teori-teori yang membenarkan pengetahuan itu, klasifikasi
sebuah pengetahuan dan sejarah dari perkembngan ilmu. Berawal dari itulah kita bias menelaah,
mencerna dan memahami apa arti yang sesungguhnya dari pengetahuan dan ilmu. Dan kita juga
dapat memilih atau menyaring mana ilmu yang baik untuk hidup kita atau yang buruk.
DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Dalam Encyclopedia of phisolophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan
yang benar (knowledge is justified true belief).
Secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut,
Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa
ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri
sedemikian aktif sehingga yangdiketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan yang aktif.
Jenis pengetahuan
Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat,
yaitu:
1. Pengetahuan biasa
Adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan
sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima
secara baik.
2. Pengetahuan ilmu
Adalah ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif objektif.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan member makna terhadap dunia factual. Pengetahuan yang
1
diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu
itu obkektif dan menyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta.
3. Pengetahuan filsafat
Adalah pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan
spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian
tentang sesuatu.kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat,
membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang
reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar
kembali.
4. Pengetahuan agama
Adalah pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan
agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung
beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga
disebut dengan hubungan vertical dan cara berhubungan dengan sesame manusia, yang sering
juga disebut dengan hubungan horizontal.
Perbedaan pengetahuan dengan ilmu
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu
adalah pengetahuan. Dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata
dalam Bahasa Inggris yaitu knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan
dari kata Arab lim.
Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atas segala perbuatan
manusia untuk memahami sutu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik,
pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula
objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah
kejiwaan.
Dalam Encyclopedia Americana, dijelaskan bahwa ilmu (science) adalah pengetahuan
yang bersifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The
Principles of Scientific Research memberi batasan ilmu sebagai berikut:
“ ilmu adalah suatu bentuk aktiva manusia yang dengan melakukannya umat
manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat
tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang
meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta
mengubah sifat-sifatnya sendiri”.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda
dengan ilmu. Perbedaan itu terlihat dari sifat sistematik dan cara memperolehnya. Perbedaan
tersebut menyangkut pengetahuan prailmiah atau pengetahuan biasa, sedangkan pengetahuan
ilmiah dengan ilmu tidak mempunyai perbedaan yang berarti.
HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN
1. Hakikat pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah
menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
yang ada di luar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
a. Realisme
2
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme
adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau
hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah kopi dari yang asli yang ada
diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam sebuah foto. Dengan
demikian, relisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan
kenyataan.
Menurut Prof. Dr. Rasjidi, penganut agama perlu sekali mempelajari realisme dengan
alasan:
1) Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran
tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya
dari segi subjektif. Menurut, Rasjidi, pernyataan itu tidak benar sebab adanya factor subjektif
bukan berarti menolak factor objektif.
2) Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, umumnya orang
beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab.
b. Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses psikologis yang bersifat
subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran
subjektif bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu yang
mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan
menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan hanyalah gambaran
menurut pendapat atau pengelihatan orang yang mengetahui.
Premis pokok yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama
dalam alam semesta. Idealism tidak mengingkari adanya materi. Namun materi adalah suatu
gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorang yang akan memikirkan materi
dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan ruh atau akal. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai
itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Sumber pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
A. Empirisme
Kata ini berasal dari kata yunani empeirkos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamanya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Jhon locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabularasa (sejenis
buku catatan kosong). Maksudnya ialah manusia itu pada awal mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki
pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-kelamaan menjadi
kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Jadi, bagaimanapun kompleks pengetahuan
manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat
diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi pengalaman indera itulah sumber
pengetahuan yang benar.
3
Jadi dalam empirisme, sumber utama utuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris
yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada itu pun sebatas ide
yang kabur.
Namun dalam aliran ini mempunya banyak kelemahan, antara lain:
1) Indera terbatas
2) Indera menipu
3) Objek yang menipu
4) Berasal dari indera dan objek sekaligus
B. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan
diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan merangkap objek.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan
bukunya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran
dsb. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur.
C. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman yang tertinggi.
Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.
Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa
intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dipergunakan sebagai
hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernytaan yang
dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan
kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow
intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience).
D. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat
perantaraan para nabi. Para nabi memeperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa
bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya.
Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang
terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah trasendental, seperti latar
belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat
nanti.
TINGKATAN DAN KRITERIA KEBENARAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
4
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang
dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan
pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami
pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan
harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan
bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
TEORI KEBENARAN
1. Teori koherensi atau teori kebenaran saling berhubungan (the coherence/the
consistence theory of truth)
Kebenaran menurut teori ini ialah suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat,
kejadian, atau informasi) dianggap benar apabila proposisi tersebut koheren atau konsisten atau
saling berhubungan dengan proposisi-proposisi sebelumnya yang kita ketahui, terima dan akui
sebagai benar. Dari prinsipnya ini, jelas bahwa teori koherensi lebih mendasarkan diri kepada
rasio.
Suatu teori itu dianggap benar apabila tahan uji (testable). Artinya, suatu teori yang sudah
dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji kembali oleh orang lain dengan
mengkomparasikan dengan data-data baru. Apabila teori tersebut tidak koheren dengan data
yang baru, maka secara otomatis teori pertama gugur atau batal (refutability). Tetapi kalau data
itu cocok dengan teori lama, maka teori itu semakin kuat (corroboration).
2. Teori korespondensi atau teori kebenaran saling berkesesuaian (the
correspondence/the accordance theory of truth)
Menurut teori ini, suatu pernyataan dikatakan benar jika materi pernyataan tersebut
berkorespondensi (berkesesuaian) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Berangkat
dari hal ini, maka pengetahuan adalah benar bila apa yang terdapat di dalam pikiran subjek itu
benar sesuai dengan apa yang ada di dalam objek.
Dengan demikian, kebenaran menurut teori ini adalah persesuaian (agreement) mengenai
fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental
situation) yang diberi interpretasi.
3. Teori pragmatisme atau teori kebenaran konsekuensi kegunaan (the
pragmatic/pragmatist theory of truth)
Kebenaran suatu pernyataan bagi seorang pragmatis diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Artinya, suatu
pernyataan menjadi benar atau konsekwensi dari pernyataan itu benar apabila mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
5
Pencarian pengetahuan tentang alam dianggap fungsional dan berguna untuk menafsirkan
gejala alam. Secara historis, kebenaran dari suatu pernyataan ilmiah tidak selalu tetap, yang
sekarang benar, bisa didapati salah di kemudian hari.
Berhadapan dengan masalah ini, Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa seorang
ilmuwan pasti bersikap pragmatis, yakni masih tetap dipakainya teori tertentu jika pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan.
2. Teori Kebenaran Religius
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis
dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
MENGKLASIFIKASIKAN HIERARKI ILMU
Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmuilmu metodolodis, ontologism, dan etis. Haampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh
para ilmuan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu..
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmuilmu matematis, ilmu alam, ilmu metafisika, ilmu politik dan terakhir yurisprudensi dan teologi
dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religious (ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih
langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan
ilmu politik.
Al-Ghazali secara filosofis memebagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqiliyyah.
Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga
Quthkab al-din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghairr hikmy. Ilmu
nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religious, karena dia menganggap ilmu
itu berkembang dalam suatu peradaban yang memeiliki syari’ah (hukum wahyu).
Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama;
ilmu yang bersumber dari tuhan, kedua;ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi
ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis(baru).
Secara umum ilmu-ilmu yang berkembang dalam sejarah islam meliputi ilmu Al-Quran, ilmu
hadis, ilmu tafsir, bhasa arab, ilmu kalam atau teologi, fiqih siyasah atau hukum tata Negara,
peradilan , tasawuf, tarekat, akhlak, sejarah politik, dakwah islam, sains islam, pendidikan islam,
peradaban islam, perbandingan agama, kebudayaan islam, pembaharuan dan pemurnian dalam
islam, studi wilayah islam, dan studi bahasa-bahasa dan sastra-sastra islam. Ilmu itu kemudian
berlanjut berkembang dan memiliki cabang masing-masing.
Khususnya di abad kontemporer, upaya integrasi terus dilakukan guna mencapai upaya
mencapai upaya islamisasi ilmu. Dan perihal yang perlu diketahui bahwa yang membedakan
antara upaya pengembangan pembidangan ataupun klasifikasi jenis dan bentuk ilmu di Barat dan
di dunia islam adalah islam mengenal visi hierarki keilmuan. Yakni islam memandang terdapat
hierarki dalam objek yang diketahui dan subjek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawasan
yang kudus dan kemudian terjabarkan secara hierarkis ke dalam berbagai bidang keilmuan. Dan
masing-masing ilmu memiliki visi prioritas dan religious.
Pengetahuan, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu
Ta’ala, dalam kitabnya Syarhu Ushul Ats Tsalatsah, memiliki enam tingkatan :
1. Al-Ilmu, yaitu pengetahuan secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakekatnya.
6
2. Al-Jahlul Basith, yaitu tidak diketahuinya sesuatu secara keseluruhan.
3. Al-Jahlul Murakkab, yaitu mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada 2 kebodohan sekaligus, yaitu bodoh
karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa
dirinya tahu padahal sebenarnya tidak tahu.
4. Al-Waham, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan
berlawanan yang lebih kuat.
5. Asy-Syak, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan (lain) yang
sama (kuatnya).
6. Adz-Dzan, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan
berlawanan yang lebih lemah.
KESIMPULAN
Dalam filsafat terdapat beberpa keterngan tentang ilmu, pengetahuan, dan kebenaran. Setelah
menguraikannya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu, pengetahuan dan kebenaran
mempunyai keterkaitan dan saling berhubungan dan tidak dapat dipisahakan. Ilmu dan
pengetahuan yang di dapat hanya untuk mencari sebuah kebenaran, dan kebenaran yang mutlak
itu hanya dari tuhan yang harus kita yakini.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Asmal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Edwards, Paul. (Ed)., The Encyclopedia of Philosopy, Vol. V., New York: Collie Mac Millan
Publishing Co., ed. 2, 1972.
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori Pengetahuan, Buku II, cet. I,
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Bagus, Loren, Kamus Filsafat, cet. I, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1996.
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, cet. 4. Jakarta: Bina Aksara, 2000.
Amin, Miska Muhammad, Epistimologi Islam, Jakarta: UI Press, 1983.
Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Gie, The Liang, Pekerjaan Umum, Keinsinyuran, dan Administrasi Pemerintahan, Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
Encyclopedia Americana, Vol. 24, USA: America Co., 1972.
Bakhtiar, Asmal, Filsafat Agama I, cet. I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
________
Lingga Mettasari
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin,
M.Pd.)
7
Download