BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Black dan Scholes (1973) menyatakan bahwa nilai aset mengikuti Gerak Brown Geometri, dengan drift 𝜇 (ekpektasi dari return) dan volatilias 𝜎 (deviasi standar dari return). Berawal dari teori tersebut, mulai banyak dilakukan penelitian terkait implementasi kalkulus stokastik pada instrumen–instrumen dunia finansial terkait pemodelan harga saham. Beberapa penilitian yang telah dilakukan antara lain : 1. Perhitungan Harga Opsi Eropa dengan Metode Gerak Brown Geometri (Pradhitya, 2012). Dalam penelitian tersebut, dibahas cara menentukan harga opsi Eropa dengan menggunakan metode Gerak Brown Geomoteri. 2. Penerapan Kalkulus Stokastik pada Model Opsi (Nizaruddin, 2011). Dalam penelitian tersebut, melalui penerapan teori-teori kalkulus stokastik dibahas model persamaan harga yang diturunkan dari nilai aset suatu perusahaan. 3. Aproksimasi PDS Harga Saham Menggunakan Metode Numerik PDS Implisit (Noorbaity & Aisiyah, 2012) Dalam penelitian tersebut, diteliti perbandingan keakuratan metode numerik implisit dan metode numerik eksplisit dalam menentukan solusi aproksimasi PDS pergerakan harga saham. 6 7 2.2 Landasan Teori Pada subbagian ini akan dibahas mengenai pemodelan matematika harga saham dan analisis pembentukan portofolio optimal. Untuk membentuk model matematika harga saham terlebih dahulu akan dibahas mengenai proses stokastik, Gerak Brown Geometri, dan Persamaan Diferensial Stokastik. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai teori portofolio optimal dan analisis pembentukan portfolio optimal dengan model Markowitz. 2.2.1 1. Proses Stokastik Proses Stokastik Definisi 2.1 (Taylor & Kalin, 1998) Proses stokastik {𝑋𝑡 ; 𝑡 𝜖𝑇} adalah himpunan variabel random yang disusun dalam kelas–kelas dan merupakan fungsi dari parameter waktu ( t ). Himpuan 𝑇 disebut himpunan indeks dari suatu proses stokastik. Jika himpunan 𝑇 adalah himpunan terhitung 𝑡 𝜖 [0, 𝑇], maka proses stokastik dikatakan sebagai proses stokastik waktu diskret dan dinyatakan dalam bentuk {𝑋𝑛 ; 𝑛 = 0,1,2, … }. Jika himpunan 𝑇 adalah suatu interval waktu 𝑡 𝜖 [0, ∞), maka proses stokastik dikatakan sebagai proses stokastik waktu kontinu dan dinyatakan dalam bentuk {𝑋𝑡 ; 𝑡 ≥ 0}. Indeks 𝑡 sering dipresentasikan sebagai waktu dan hasilnya 𝑋𝑡 , dinyatakan sebagai state dari proses pada waktu 𝑡. Dalam suatu proses stokastik, 8 himpunan dari semua nilai yang mungkin dari variabel random 𝑋𝑡 didefinisikan sebagai ruang keadaan (state space) proses stokastik. Berdasarkan ruang parameter (waktu) dan ruang keadaannya, secara umum proses stokastik diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu : 2. a. Proses stokastik dengan state space diskret dan waktu diskret b. Proses stokastik dengan state space kontinu dan waktu diskret c. Proses stokastik dengan state space diskret dan waktu kontinu d. Proses stokastik dengan state space kontinu dan waktu kontinu Proses Markov Proses Markov merupakan salah satu tipe proses stokastik yang menyatakan bahwa hanya nilai saat ini (present value) dari suatu variabel yang relevan untuk memprediksi nilai masa depan. Keadaan nilai masa lalu dari suatu variabel baik sejarah maupun bagaimana cara memperoleh nilai tersebut dianggap tidak relevan untuk memprediksi nilai pada masa mendatang. Definisi 2.2 (Taylor & Kalin, 1998) Proses markov {𝑋𝑡 } adalah proses stokastik dengan sifat, 𝑃 𝑋𝑛+1 = 𝑥𝑛 +1 𝑋0 = 𝑥0 , 𝑋1 = 𝑥1 , … , 𝑋𝑛 = 𝑥𝑛 = 𝑃(𝑋𝑛+1 = 𝑥𝑛 +1 |𝑋𝑛 = 𝑥𝑛 ) untuk semua nilai 𝑥0 , … , 𝑥𝑛 +1 dan sebarang n, serta 𝑥0 , … , 𝑥𝑛 +1 𝜖 𝛺 (state space ). Proses Markov dapat diaplikasikan untuk sistem diskret maupun sistem kontinu. Sistem diskret ialah sistem dengan perubahan kondisi (state) 9 yang dapat diamati atau terjadi secara diskret, sedangkan jika dalam suatu sistem yang kondisi (state) berubah secara kontinu (berkelanjutan), maka sistem tersebut disebut sistem kontinu. Dalam aplikasi proses Markov, kondisi yang dimungkinkan terjadi pada sistem harus dapat diidentifikasi dengan jelas. Kemungkian kondisi yang dimaksud, misalnya beroperasi atau gagal, naik atau turun, dan sebagainya. 2.2.2 Gerak Brown Gerak Brown adalah suatu fenomena yang ditemukan pertama kali oleh ahli botani Robert Brown pada tahun 1827 yakni ketika serbuk sari bunga dilarutkan ke dalam air maka dengan pengamatan mikroskopis tampak bahwa partikel serbuk sari bunga membentuk gerakan acak di dalam air. Barulah pada tahun 1923 Norbert Wiener menyempurnakan teori Gerak Brown dengan mendefinisikan ukuran peluang dan menggunakan konsep integral sebagai pondasi matematika dari analisis stokastik proses Gerak Brown. Oleh karena itu, Gerak Brown sering juga disebut Proses Wiener (Wikipedia, 2013). Gerak Brown selanjutnya menjadi objek kajian yang berkembang pesat di dalam matematika dari aspek teori maupun aplikasinya. Salah satu aplikasinya ialah Gerak Brown digunakan sebagai model untuk dinamika acak dari pergerakan harga pada pasar saham, yang kemudian melahirkan teori integral stokastik dan Persamaan Diferensial Stokastik. Merujuk dari Dmouj (2006) dan Roberts (2009), berikut definisi dan variasi Gerak Brown: 10 1. Gerak Brown (Proses Wiener) Gerak Brown adalah salah satu proses Markov dengan state space kontinu dan waktu kontinu. Definisi 2.3 Suatu proses stokastik {𝑊𝑡 ; 𝑡 ≥ 0} disebut Gerak Brown jika memenuhi sifat-sifat berikut : i. 𝑊𝑡 adalah fungsi kontinu dalam 𝑡 ii. 𝑊0 = 0 iii. Setiap perubahan 𝑊𝑡 − 𝑊𝑠 adalah berdistribusi normal dengan mean nol dan varians 𝜎 2 (𝑡 − 𝑠) untuk 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑡 ≤ 𝑇 iv. Untuk setiap 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑡 ≤ 𝑇 𝑑𝑎𝑛 0 ≤ 𝑢 ≤ 𝑣 ≤ 𝑇; 𝑊𝑡 − 𝑊𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑣 − 𝑊𝑢 adalah variabel acak yang saling bebas 2. Gerak Brown Standar Suatu Gerak Brown dengan 𝜇 = 0 dan 𝜎 2 = 1, disebut Gerak Brown standar (baku). Definisi 2.4 Suatu proses stokastik {𝑊𝑡 ; 𝑡 ≥ 0} disebut Gerak Brown standar jika memenuhi sifat – sifat berikut : i. 𝑊𝑡 adalah fungsi kontinu dalam 𝑡 ii. 𝑊0 = 0 iii. Setiap perubahan 𝑊𝑡 − 𝑊𝑠 adalah berdistribusi normal dengan mean nol dan varians 𝑡 − 𝑠 untuk 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑡 ≤ 𝑇 11 iv. Untuk setiap 0 ≤ 𝑠 ≤ 𝑡 ≤ 𝑇 𝑑𝑎𝑛 0 ≤ 𝑢 ≤ 𝑣 ≤ 𝑇; 𝑊𝑡 − 𝑊𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑣 − 𝑊𝑢 adalah variabel acak yang saling bebas 3. Gerak Brown Geometri Gerak Brown Geometri dikenal juga sebagai Gerak Brown Eksponensial. Definisi 2.5 Diberikan proses Gerak Brown 𝑋𝑡 = 𝜇 ∗ 𝑡 + 𝜎𝐵𝑡 ; 𝑡 ≥ 0 1 dengan parameter drift 𝜇 ∗ = 𝜇 − 2 𝜎 2 , 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝜎 2 , 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑡 adalah proses Gerak Brown yang dimulai pada 𝐵0 = 0. Proses stokastik {𝑍𝑡 ; 𝑡 ≥ 0} disebut Gerak Brown Geometri jika 𝑋𝑡 = ln 𝑍𝑡 . Secara ekuivalen, 𝑍𝑡 adalah Gerak Brown Geometri yang dimulai pada 𝑍0 = 𝑧 , jika 𝑍𝑡 = 𝑧𝑒 𝑋𝑡 = 𝑧𝑒 1 𝜇 − 𝜎 2 𝑡+𝜎𝐵𝑡 2 Gerak Brown Geometri memiliki distribusi lognormal dan diketahui bahwa Gerak Brown merupakan salah satu proses Markov, maka akan ditunjukkan Gerak Brown Geometri sebagai variasi Gerak Brown memenuhi sifat proses Markov. Diberikan Gerak Brown Geometri 𝑍𝑡 = 𝑍𝑜 𝑒 𝑋𝑡 . Ambil 𝑡 = 𝑡 + ℎ, sehingga diperoleh : 𝑍𝑡+ℎ = 𝑍0 𝑒 𝑋𝑡+ℎ = 𝑍0 𝑒 𝑋𝑡 +𝑋𝑡+ℎ −𝑋𝑡 12 = 𝑍0 𝑒 𝑋𝑡 𝑒 𝑋𝑡+ℎ −𝑋𝑡 = 𝑍𝑡 𝑒 𝑋 𝑡+ℎ −𝑋𝑡 2.2.3 Persamaan Diferensial Stokastik Persamaan diferensial tidak hanya berlaku pada model yang bersifat deterministik, namun berlaku pula pada model yang bersifat stokastik. Persamaan diferensial pada model yang bersifat stokastik disebut Persamaan Diferensial Stokastik (PDS). Definisi 2.6 (Kloeden & Platen, 1992) Misalkan {𝑋𝑡 ; 𝑡 ≥ 0} merupakan suatu proses stokastik dan 𝑊𝑡 adalah proses Gerak Brown, maka persamaan yang didefinisikan : 𝑑𝑋𝑡 = 𝐹 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑡 + 𝐺 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑊𝑡 . (2.1) disebut Persamaan Diferensial Stokastik dengan 𝐹 𝑋𝑡 , 𝑡 disebut koefisien drift dan 𝐺 𝑋𝑡 , 𝑡 disebut koefisien difusi. 2.2.4 Persamaan Diferensial Stokastik Multidimensi Pada kasus multidimensi, 𝑿𝒕 , 𝑭, dan 𝑾𝒕 pada persamaan (2.1) adalah suatu vektor, sedangkan 𝐺 adalah suatu matriks 𝑛 × 𝑚 dengan 𝑛 menyatakan jumlah variabel pada model, 𝑚 menyatakan dimensi dari proses Wiener, dan jumlah 𝑛 tidak harus sama dengan 𝑚. Dengan demikian, Persamaan Diferensial Stokastik Multidimensi memiliki bentuk sebagai berikut: 𝑑𝑿𝑡 = 𝑭𝑿𝑡 𝑇 𝑑𝑡 + 𝑮𝑑𝑾𝒕 𝑿𝑡 𝑇 . (2.2) 13 Perhatikan bahwa 𝑾𝒕 adalah proses wiener m-dimensi. Persamaan (2.2) dapat dinyatakan dalam persamaan matriks sebagai berikut : 𝑑𝑋1 𝑋1 𝑋 𝑑𝑋2 = 2 ⋮ ⋮ 𝑋𝑛 𝑑𝑋𝑛 𝑇 𝑔11 𝐹1 𝑔 𝐹2 𝑑𝑡 + 21 ⋮ ⋮ 𝑔𝑛1 𝐹𝑛 𝑔12 𝑔22 ⋮ 𝑔𝑛2 ⋯ 𝑔1𝑚 ⋯ 𝑔2𝑚 ⋱ ⋮ … 𝑔𝑛𝑚 𝑑𝑊1 𝑑𝑊2 ⋮ 𝑑𝑊𝑚 atau dapat dirumuskan menjadi : 𝑚 𝑔𝑖𝑗 𝑑𝑊𝑡𝑗 𝑑𝑋𝑖 = 𝐹𝑖 𝑑𝑡 + 𝑋𝑖 (2.3) 𝑗 =1 untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. Terdapat beberapa contoh kasus dalam bidang finansial yang membutuhkan implementasi dari Persamaan Diferensial Stokastik Multidimensi, yaitu: a. Penilaian suatu portofolio yang bergantung pada beberapa aset. b. Pemodelan saham tunggal dengan volatilitas saham diasumsikan bersifat stokastik. c. 2.2.5 1. Pemodelan pergerakan tingkat suku bunga. Formula Itô Proses Itô Definisi 2.7 (Luenberger, 1998) Suatu proses 𝑋𝑡 mengikuti proses Itô, jika 14 𝑑𝑋𝑡 = 𝑎 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑡 + 𝑏 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑍𝑡 (2.4) dengan parameter 𝑎 dan 𝑏 merupakan suatu fungsi dari nilai–nilai peubah 𝑋𝑡 dan 𝑡. Sedangkan 𝑑𝑍𝑡 merupakan Gerak Brown (Proses Wiener). 2. Lemma Itô Lemma 2.1 (Lemma Itô) Misalkan diberikan sebuah fungsi 𝐺 dari 𝑋𝑡 dan 𝑡 atau ditulis 𝐺(𝑋𝑡 , 𝑡) yang merupakan fungsi kontinu dan diferensiabel. 𝑋𝑡 adalah proses Itô yang didefinisikan sebagai berikut 𝑑𝑋𝑡 = 𝑎 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑡 + 𝑏 𝑋𝑡 , 𝑡 𝑑𝑊𝑡 dengan 𝑊𝑡 merupakan proses Gerak Brown standar, maka 𝐺(𝑋𝑡 , 𝑡) mempunyai bentuk diferensial stokastik sebagai berikut : 𝑑𝐺(𝑋𝑡 , 𝑡) = 𝜕𝐺 𝜕𝑡 + 𝑎 𝑋𝑡 , 𝑡 𝜕𝐺 𝜕𝑋𝑡 1 2 + 𝑏(𝑋𝑡 , 𝑡)2 𝜕2𝐺 𝜕𝑋𝑡 2 𝑑𝑡 + 𝑏 𝑋𝑡 , 𝑡 𝜕𝐺 𝜕𝑋𝑡 𝑑𝑊𝑡 (2.5) Persamaan (2.5) disebut sebagai rumus atau Formula Itô. 2.2.6 Model Harga Saham Ketika investor yang bersikap rasional mengetahui adanya informasi baru yang akan memengaruhi harga saham saat ini, maka investor akan cepat bereaksi terhadap informasi tersebut, sehingga harga saham yang terbentuk akan mencerminkan informasi yang tersedia secara cepat dan harga saham bergerak ke tingkat harga yang sesuai dengan harga saham saat ini. Berdasarkan hal tersebut 15 harga saham dikatakan bergerak secara acak (random) dan diasumsikan mengikuti proses Markov. Proses Markov merupakan salah satu tipe dari proses stokastik. Pada umumnya, proses stokastik tersebut terbagi menjadi empat kelas berdasarkan ruang keadaan (state space) dan parameternya. Pada pemodelan pergerakan harga saham, waktu yang dibutuhkan dalam mengamati pergerakan tersebut merupakan suatu interval waktu. Misalkan akan diamati pergerakan harga saham X dalam rentang periode Januari 2010-Januari 2011. Oleh karena itu, pergerakan harga saham dikatakan memiliki waktu kontinu. Sedangkan dilihat dari perubahan kondisi atau dalam hal ini berupa perubahan harga sahamnya, perubahan tersebut cenderung memiliki pola yang tidak terduga dan dapat berubah secara acak pada selang waktu tertentu (bersifat kontinu). Misalkan 𝑆𝑡 adalah harga saham pada saat 𝑡 dan 𝜇 merupakan ekspektasi tingkat pengembalian (return) saham per satuan waktu, maka besar pengembalian saham yang diharapkan dari harga saham 𝑆𝑡 adalah sebesar 𝜇𝑆𝑡 . Jika perubahan waktu 𝑡 dinyatakan sebagai ∆𝑡, maka ekspektasi perubahan (pergerakan) harga saham untuk selang waktu ∆𝑡 dinyatakan sebagai berikut : ∆𝑆𝑡 = 𝜇𝑆𝑡 ∆𝑡. Pada kenyataannya, pergerakan harga saham juga dipengaruhi oleh suatu volatilitas saham. Volatilitas saham merupakan suatu gambaran dari ketidakpastian mengenai pengembalian saham, sehingga deviasi standar dari pengembalian saham per satuan waktu yang biasa dinyatakan dengan 𝜎, dapat 16 dikatakan sebagai volatilitas saham. Diasumsikan varians dari volatilitas saham per satuan waktu adalah konstan atau dengan kata lain deviasi standar dari pengembalian saham per satuan waktu dianggap sebanding dengan harga saham. Dengan demikian, model pergerakan harga saham yang sesuai adalah : ∆𝑆𝑡 = 𝜇𝑆𝑡 ∆𝑡 + 𝜎𝑆𝑡 ∆𝑊𝑡 . Jika mengambil lim∆𝑡→0 ∆𝑆𝑡 , maka diperoleh : 𝑑𝑆𝑡 = 𝜇𝑆𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎𝑆𝑡 𝑑𝑊𝑡 𝑑𝑆𝑡 𝑆𝑡 = 𝜇𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 . (2.6) dengan 𝑊𝑡 adalah Gerak Brown yang dimulai pada 𝑊0 = 0, 𝜇 dan 𝜎 merupakan suatu bilangan konstan. Selanjutnya dilakukan pengintegralan terhadap persamaan (2.6). 𝑡 𝑑𝑆𝑡 𝑡−1 𝑆𝑡 = 𝑡 (𝜇𝑑𝑡 𝑡−1 t 𝑑[ln St ]t−1 = 𝜇𝑡 𝑡 𝑡−1 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 ) + ln 𝑆𝑡 − ln 𝑆𝑡−1 = 𝜇𝑑𝑡 + 𝑡 𝜎𝑑𝑊𝑡 𝑡−1 (2.7) 𝑡 𝜎𝑑𝑊𝑡 𝑡−1 (2.8) Karena pada ruas kanan terdapat unsur stokastik berupa Proses Wiener, maka tidak dapat diselesaikan dengan integral hitung biasa. Untuk menyelesaikan persamaan (2.6) digunakan penerapan dari Lemma 2.1 (Lemma Itô). 17 Misalkan diberikan 𝐺 suatu fungsi dari 𝑆𝑡 yaitu 𝐺 = ln 𝑆𝑡 , dengan 𝑆𝑡 adalah proses Itô yang didefinisikan sebagai persamaan (2.6), yaitu : 𝑑𝑆𝑡 = 𝜇𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 𝑆𝑡 𝑑𝑆𝑡 = 𝜇𝑆𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎𝑆𝑡 𝑑𝑊𝑡 . Berdasarkan Lemma 2.1 (Lemma Itô), maka diperoleh : 𝑑(𝑙𝑛 𝑆𝑡 ) 𝑡 𝑡−1 𝑑(ln 𝑆𝑡 ) = 0 + 𝜇𝑆𝑡 𝑡 𝑡−1 1 1 2 2 1 + 𝜎 𝑆𝑡 − 2 𝑆𝑡 2 𝑆𝑡 𝑑𝑡 + 𝜎𝑆𝑡 1 𝑑𝑊𝑡 𝑆𝑡 1 = 𝜇 − 𝜎 2 𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 2 1 ln 𝑆𝑡 − ln 𝑆𝑡−1 = 𝜇 − 2 𝜎 2 𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 1 ln 𝑆𝑡 = ln 𝑆𝑡−1 + 𝜇 − 2 𝜎 2 𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑊𝑡 (2.9) 1 𝑆𝑡 = 𝑆𝑡−1 𝑒 𝜇 − 𝜎 2 𝑑𝑡+𝜎𝑑 𝑊𝑡 2 . (2.10) Solusi (2.10) mengimplikasikan bahwa harga saham pada periode mendatang mengikuti model Gerak Brown Geometri, sehingga harga saham akan selalu bernilai positif. 2.2.7 Model Pasar Modal Multidimensi Teori–teori kalkulus stokastik pada pemodelan pergerakan harga saham yang telah dijelaskan sebelumnya melibatkan hanya satu sekuritas (saham). Penerapan teori tersebut dapat dikembangkan untuk keuangan yang tergantung 18 pada beberapa aset. Keadaan pasar modal yang demikian disebut pasar modal multidimensi, contohnya portofolio saham. Dalam pemodelan pergerakan harga nsaham, diasumsikan pergerakan harga dari masing–masing saham dapat dimodelkan sebagai Persamaan Diferensial Stokastik atau dengan kata lain pergerakan harga sahamnya mengikuti model Gerak Brown Geometri. Sehingga, model pergerakan harga n-saham dirumuskan dalam suatu Persamaan Diferensial Stokastik Multidimensi. Berikut contoh kasus untuk model pasar modal dua dimensi. Diberikan suatu portofolio yang terdiri dari dua saham yaitu saham A dan saham B, dengan pergerakan harga dari masing–masing saham dapat dimodelkan sebagai Persamaan Diferensial Stokastik. Sebut 𝑆𝑡1 adalah harga saham A pada saat 𝑡 , 𝜇1 merupakan ekspektasi tingkat pengembalian saham A per satuan waktu, dan 𝜎1 menyatakan deviasi standar dari pengembalian saham A per satuan waktu, kemudian 𝑆𝑡2 adalah harga saham B pada saat 𝑡 , 𝜇2 merupakan ekspektasi tingkat pengembalian saham B per satuan waktu, serta 𝜎2 menyatakan deviasi standar dari pengembalian saham B per satuan waktu. Perubahan harga saham A dan saham B dapat dinyatakan dalam suatu Persamaan Diferensial Stokastik, sehingga model pergerakan harga dari kedua saham tersebut dapat dimodelkan sebagai Persamaan Diferensial Stokastik dua Dimensi sebagai berikut : 𝑑𝑺𝑡 = (𝝁𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑾𝑡 )𝑺𝑡 𝑇 (2.11) 19 dengan 𝑺𝑡 = 𝜇1 𝜎11 𝑆𝑡1 2 , 𝝁 = 𝜇2 , 𝝈 = 𝜎21 𝑆𝑡 𝜎12 𝜎22 , dan 𝑾𝑡 = 𝑊1 . 𝑊2 Dalam pemodelan ini, matriks 𝝈 disebut sebagai matriks varians-kovarians dengan 𝜎11 menyatakan varians dari saham A, 𝜎22 adalah varians dari saham B, dan 𝜎12 = 𝜎21 menyatakan kovarians antara saham A dan saham B. Nilai varians yang dinyatakan dengan notasi 𝜎11 juga bisa dinotasikan dengan 𝜎12 . Persamaan (2.11) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 + 𝜎12 𝑑𝑊2 𝑆𝑡1 , (2.12) 𝑑𝑆𝑡2 = 𝜇2 𝑆𝑡2 𝑑𝑡 + 𝜎21 𝑑𝑊1 + 𝜎22 𝑑𝑊2 𝑆𝑡2 . (2.13) Akan diuraikan penyelesain PDS dari persamaan (2.12). Perhatikan bahwa persamaan (2.12) juga dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 + 𝜎12 𝑑𝑊2 𝑆𝑡1 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝑆𝑡1 2 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 . (2.14) 𝑗 =1 Selanjutnya akan dilakukan pengintegralan terhadap persamaan (2.14). 𝑡 𝑑𝑆 𝑡1 𝑡−1 𝑆𝑡1 = 𝑡 (𝜇 𝑑𝑡 𝑡−1 1 t 𝑑[ln St1 ]t−1 = 𝜇1 𝑡 𝑡 𝑡−1 + + 2 𝑗 =1 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 𝑡 𝑡−1 ) 2 𝑗 =1 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 20 1 ln 𝑆𝑡1 − ln 𝑆𝑡−1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝑡 𝑡−1 2 𝑗 =1 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 . (2.15) Karena pada ruas kanan terdapat unsur stokastik berupa Proses Wiener, maka tidak dapat diselesaikan dengan integral hitung biasa. Untuk menyelesaikan persamaan (2.14) digunakan penerapan dari Lemma 2.1 (Lemma Itô). Misalkan diberikan 𝐺 suatu fungsi dari 𝑆𝑡1 yaitu 𝐺 = ln 𝑆𝑡1 , dengan 𝑆𝑡1 adalah proses Itô yang didefinisikan sebagai persamaan (2.12), yaitu : 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 + 𝜎12 𝑑𝑊2 𝑆𝑡1 2 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 𝜎1𝑗 𝑆𝑡1 𝑑𝑊𝑗 . + 𝑗 =1 Berdasarkan Lemma 2.1 (Lemma Itô), maka diperoleh : 𝑑(ln 𝑆𝑡1 ) 𝑡 𝑡−1 1 1 𝜇1 1 + 𝑆𝑡 2 = 𝑑(ln ln 𝑆𝑡1 − 𝑆𝑡1 ) 𝑡𝑡−1 1 ln 𝑆𝑡−1 2 𝜎1𝑗 𝑆𝑡1 1 − 1 𝑆𝑡 2 𝑗 =1 1 = 𝜇1 − 2 1 = 𝜇1 − 2 ln 𝑆𝑡1 = 2 1 ln 𝑆𝑡−1 2 𝜎1𝑗 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 2 𝑗 =1 2 2 2 𝜎1𝑗 𝑑𝑡 + 𝑗 =1 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 𝑗 =1 2 2 𝜎1𝑗 2 𝑑𝑡 + 𝑗 =1 1 + 𝜇1 − 2 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 𝑗 =1 2 2 𝜎1𝑗 𝑗 =1 2 𝑑𝑡 + 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 𝑗 =1 1 𝑑𝑊𝑗 𝑆𝑡1 21 1 𝑆𝑡1 = 𝑆𝑡−1 𝑒𝑥𝑝 1 𝜇1 − 2 2 2 𝜎1𝑗 2 𝑑𝑡 + 𝑗 =1 𝜎1𝑗 𝑑𝑊𝑗 . (2.16) 𝑗 =1 Solusi (2.16) mengimplikasikan bahwa harga saham di periode mendatang mengikuti model Gerak Brown Geometri Dua Dimensi sehingga harga saham akan selalu bernilai positif. Dengan cara yang sama, dapat diperoleh solusi serupa untuk persamaan (2.13). Persamaan Diferensial Stokastik Multidimensi di atas merupakan bentuk PDS Multidimensi secara umum. Selain bentuk umum tersebut, PDS Multidimensi memiliki bentuk lain yang disebut separable variable. Kasus multidimensi yang dapat diterapkan dalam bentuk separable variable adalah jika pada kasus tersebut dikatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel satu dan lainnya atau dalam kasus pemodelan saham, dikatakan tidak terdapat korelasi antara saham satu dan lainnya. Jika dalam pemodelan dua harga saham di atas dikatakan tidak terdapat korelasi antara saham satu dan lainnya, maka nilai kovarians saham adalah 0 dan matriks varians-kovarians yang terbentuk adalah sebagai berikut: 𝝈= 𝜎12 0 0 . 𝜎22 Selanjutnya dengan menggunakan contoh serupa dengan pemodelan pergerakan dua harga saham dalam bentuk PDS Multidimensi secara umum di atas, akan dibentuk model PDS pergerakan harga dua saham dalam bentuk 22 separable variable dan penyelesaian eksak dari separable variable dari model yang terbentuk. Model pergerakan harga dua saham dapat dimodelkan sebagai Persamaan Diferensial Stokastik Dua Dimensi sebagai berikut : 𝑑𝑺𝑡 = (𝝁𝑑𝑡 + 𝜎𝑑𝑾𝑡 )𝑺𝑡 𝑇 dengan 𝑺𝑡 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝜎11 2 , 𝝁 = 𝜇2 , 𝝈 = 0 𝑆𝑡 0 , 𝜎22 (2.17) dan 𝑾𝑡 = 𝑊1 . 𝑊2 Dalam pemodelan ini, matriks 𝝈 disebut sebagai matriks varians-kovarians dengan 𝜎11 menyatakan varians dari saham A, 𝜎22 adalah varians dari saham B, dan 𝜎12 = 𝜎21 menyatakan kovarians antara saham A dan saham B dengan nilai kovarians saham adalah 0 (tidak terdapat korelasi antar saham A dan B). Nilai varians yang dinyatakan dengan notasi 𝜎11 juga bisa dinotasikan dengan 𝜎12 . Persamaan (2.17) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 + 0 𝑑𝑊2 𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 𝑆𝑡1 = 𝑆𝑡1 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎11 𝑑𝑊1 . (2.18) 𝑑𝑆𝑡2 = 𝜇2 𝑆𝑡2 𝑑𝑡 + 0 𝑑𝑊1 + 𝜎22 𝑑𝑊2 𝑆𝑡1 = 𝜇2 𝑆𝑡2 𝑑𝑡 + 𝜎22 𝑑𝑊2 𝑆𝑡2 = 𝑆𝑡2 𝜇2 𝑑𝑡 + 𝜎22 𝑑𝑊2 . (2.19) 23 Atau secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 𝑑𝑆𝑡𝑖 = 𝜇𝑖 𝑑𝑡 + 𝜎𝑖2 𝑑𝑊𝑖 𝑆𝑡𝑖 (2.20) untuk 𝑖 = 1,2 dan 𝜎𝑖𝑖 = 𝜎𝑖2 . Akan diuraikan penyelesaian PDS dari persamaan (2.18). Perhatikan bahwa persamaan (2.18) juga dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : 𝑑𝑆𝑡1 2 1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎1 𝑑𝑊1 . 𝑆𝑡 (2.21) Selanjutnya akan dilakukan pengintegralan terhadap persamaan (2.21). 𝑡 𝑡−1 𝑑𝑆𝑡1 = 𝑆𝑡1 𝑡 (𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 ) 𝑡−1 𝑡 𝑑 ln 𝑆𝑡1 𝑡 𝑡−1 = 𝜇1 𝑡 𝑡 𝑡−1 𝜎12 𝑑𝑊1 + 𝑡−1 𝑡 1 ln 𝑆𝑡1 − ln 𝑆𝑡−1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 . (2.22) 𝑡−1 Karena pada ruas kanan terdapat unsur stokastik berupa Gerak Brown (Proses Wiener), maka tidak dapat diselesaikan dengan integral hitung biasa. Untuk menyelesaikan persamaan (2.21) digunakan penerapan dari Lemma 2.1 (Lemma Itô). 24 Misalkan diberikan 𝐺 suatu fungsi dari 𝑆𝑡1 yaitu 𝐺 = ln 𝑆𝑡1 , dengan 𝑆𝑡1 adalah proses Itô yang didefinisikan sebagai persamaan (2.18), yaitu : 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 𝑆𝑡1 𝑑𝑆𝑡1 = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑆𝑡1 𝑑𝑊1 . Berdasarkan Lemma 2.1 (Lemma Itô), maka diperoleh : 𝑑 (ln 𝑆𝑡1 ) 𝑡 𝑡−1 𝑑(ln 𝑆𝑡1 ) = 𝜇1 𝑆𝑡1 𝑡 𝑡−1 1 1 2 + 𝜎 𝑆𝑡1 2 1 = 𝜇1 − 1 ln 𝑆𝑡1 − ln 𝑆𝑡−1 = 𝜇1 − 1 2 𝜎 2 1 1 2 𝜎 2 1 2 1 ln 𝑆𝑡1 = ln 𝑆𝑡−1 + 𝜇1 − 1 𝑆𝑡1 = 𝑆𝑡−1 𝑒𝑥𝑝 𝜇1 − 2 2 𝑆𝑡1 2 − 1 𝑆𝑡1 2 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑆𝑡1 1 𝑑𝑊1 𝑆𝑡1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 1 2 𝜎 2 1 2 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 1 2 𝜎 2 1 2 𝑑𝑡 + 𝜎12 𝑑𝑊1 . (2.23) Solusi (2.23) mengimplikasikan bahwa harga saham pada periode mendatang mengikuti model Gerak Brown Geometri sehingga harga saham akan selalu bernilai positif. Dengan cara yang sama, dapat diperoleh solusi serupa untuk persamaan (2.19). Pemodelan serupa dapat diterapkan pada pasar modal dengan 𝑛 ≥ 2 saham. Namun pada penelitian ini, model pergerakan harga saham yang akan dibentuk ialah pergerakan dari tiga buah saham. 25 2.2.8 Run Test Uji keacakan (Run Test) merupakan analisis uji yang digunakan untuk melihat apakah observasi (sampel) diambil secara acak (random). Run Test dilakukan untuk data yang didapatkan secara berurutan. Suatu sampel dikatakan acak jika antar suatu periode t dengan periode sebelumnya (𝑡 − 1) pada sampel tidak saling berkorelasi. Oleh karena itu, uji ini juga dapat digunakan untuk melihat apakah terdapat korelasi antar residual (masalah autokorelasi) yang dilihat berdasarkan keacakan pada sampel. Data yang digunakan pada Run Test dapat berbentuk kualitatif seperti data laki-laki dan perempuan atau data kuantitatif. Pada dasarnya Run Test akan membagi data menjadi dua kelompok. Pada data kuantitaif pembagian dua kelompok data dapat dilakukan berdasarkan nilai median data, sehingga akan diperoleh data yang yang lebih kecil dari nilai median dan data yang lebih besar dari nilai median. Setiap kelompoknya akan direpresentasikan dalam suatu simbol (kode). Sebuah deretan simbol (kode) yang sama disebut satu Run (R) (Bagdonavicius et al., 2011). Sebagi contoh, berikut adalah urutan jenis antrian tiket berdasarkan jenis kelamin : 11222211221121 Simbol 1 menyatakan pria dan kode 2 menyatakan perempuan. Dengan demikian deretan simbol di atas terdiri dari tujuh Run, yakni Run 1 terdiri dari dua simbol 1, Run 2 terdiri dari empat simbol 2, Run 3 terdiri dari dua simbol 1, dan seterusnya 26 hingga Run 7. Diketahui pula bahwa terdapat tujuh data bersimbol 1 (𝑛1 = 7) dan tujuh data bersimbol 2 (𝑛2 = 7). Adapun hipotesis pada uji ini ialah: 𝐻0 : Data pengamatan acak (random) 𝐻1 : Data pengamatan tidak acak (random) Untuk sampel kecil (𝑛1 ≤ 20 atau 𝑛2 ≤ 20), maka tolak 𝐻0 , jika 𝑅 ≤ 𝑅𝑏𝑎𝑤𝑎 ℎ atau 𝑅 ≥ 𝑅𝑎𝑡𝑎𝑠 dari tabel nilai kritis untuk R dengan 𝑛1 dan 𝑛2 (tabel F). Jika nilai R berada diantara nilai 𝑅𝑏𝑎𝑤𝑎 ℎ dan 𝑅𝑎𝑡𝑎𝑠 , maka terima 𝐻0 . Untuk sampel besar (𝑛1 > 20 atau 𝑛2 > 20), distribusi sampel R mendekati distribusi normal Z . Jika nilai 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑍𝛼 , maka tolak 𝐻0 . Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung nilai 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 pada Run Test : 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑅 − (2𝑛1 𝑛2 )/(𝑛1 + 𝑛2 ) + 1 . (2.24) 2𝑛1 𝑛2 (2𝑛1 𝑛2 − 𝑛1 − 𝑛2 ) 𝑛1 + 𝑛2 2 (𝑛1 + 𝑛2 − 1) 2.2.9 Teori Portofolio Optimal Investasi di pasar modal menjanjikan tingkat pengembalian (return) yang tinggi, namun dengan semakin tinggi tingkat pengembalian yang dihasilkan maka tingkat risikonya juga akan semakin besar. Oleh karena itu, hal yang harus diperhatikan oleh investor adalah bagaimana investasi dapat menghasilkan tingkat pengembalian optimal pada tingkat risiko yang minimal. Dalam memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan risiko, investor dapat melakukan diversifikasi. Diversifikasi dapat diwujudkan dengan cara mengombinasikan berbagai pilihan saham dalam investasinya (membentuk portofolio saham optimal) (Husnan, 2003). 27 Konsep dasar yang dinyatakan dalam portofolio optimal adalah bagaimana mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada berbagai jenis investasi yang akan menghasilkan keuntungan yang optimal (Bierman dan Smidt, 2007). Portofolio optimal merupakan pilihan dari berbagai sekuritas dari portofolio efisien. Portofolio yang efisien (efficient portfolio) didefinisikan sebagai portofolio yang memberikan tingkat pengembalian terbesar (maksimum) dengan resiko tertentu atau memberikan risiko terkecil dengan tingkat pengembalian tertentu. Portofolio yang efisien ini dapat ditentukan dengan memilih tingkat pengembalian tertentu dan kemudian meminimumkan risikonya atau menentukan tingkat resiko tertentu dan kemudian memaksimumkan tingkat pengembaliannya. Investor yang rasional akan memilih portofolio optimal ini karena merupakan portofolio yang dibentuk dengan mengoptimalkan satu dari dua dimensi, yaitu tingkat pengembalian atau risiko portofolio. 2.2.10 Teori Portofolio Markowitz Pada awal 1950-an, seorang ekonom Amerika Serikat, Harry Max Markowitz, mengembangkan suatu teori portofolio yang dikenal dengan Teori Portofolio Markowitz. Teori Portofolio Markowitz menggunakan pengukuran statistik dasar untuk mengembangkan suatu rencana portofolio, yaitu expected return, standar deviasi, dan korelasi antar return. Teori ini memformulasikan keberadaan unsur tingkat pengembalian (return) dan risiko dalam suatu investasi, dengan unsur risiko dapat diminimalkan melalui diversivikasi dan 28 mengombinasikan berbagai instrumen investasi ke dalam portofolio (Markowitz, 1959). Teori Portofolio Markowitz didasarkan atas pendekatan mean (rata-rata) dan variance (varians), dengan mean merupakan pengukuran tingkat pengembalian dan varian merupakan pengukuran tingkat risiko. Oleh karena itu, teori ini disebut juga sebagai Mean – Variance Model. Pembentukan portofolio optimal dengan pendekatan Teori Portofolio Markowitz didasarkan pada preferensi investor terhadap return yang diharapkan dan risiko masing–masing pilihan portofolio. Asumsi bahwa preferensi investor hanya didasarkan pada tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dan risiko, secara implisit menganggap bahwa investor mempunyai fungsi utilitas yang sama. Penentuan portofolio optimal dengan menggunakan Teori Portofolio Markowitz dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut (Husnan, 2003): 1. Menghitung return masing – masing saham. Return saham dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑟𝑡 = 𝑆𝑡 − 𝑆𝑡−1 𝑆𝑡−1 (2.25) dengan 𝑟𝑡 menyatakan return harga saham pada waktu 𝑡, 𝑆𝑡 menyatakan harga saham pada waktu 𝑡, dan 𝑆𝑡−1 menyatakan harga saham pada waktu 𝑡 − 1. 2. Menghitung expected return saham (𝜇). Nilai 𝜇 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑛 𝜇= 𝑡=1 𝑟𝑡 𝑛 (2.26) 29 dengan 𝑛 menyatakan waktu (periode) pengamatan. 3. Menghitung risiko (varians dan deviasi standar saham). Ukuran penyebaran ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan nilai yang akan diperoleh menyimpang dari nilai yang diharapkan. Varians saham ialah nilai pangkat dua dari deviasi standar saham, sedangkan deviasi standar saham direpresentasikan sebagai volatilitas saham. Varians dan deviasi standar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑛 𝜎2 = 𝑡=1 4. 𝑟𝑡 − 𝜇 𝑛 𝑛 2 𝑑𝑎𝑛 𝜎 = 𝑡=1 𝑟𝑡 − 𝜇 𝑛 2 . (2.27) Menghitung kovarians antar dua saham dalam portofolio. Rumus yang digunakan untuk menghitung kovarian adalah sebagai berikut: 𝜎𝑋𝑌 1 = 𝑛 𝑛 𝑋𝑡 − 𝜇𝑋 𝑌𝑡 − 𝜇𝑌 (2.28) 𝑡=1 dengan 𝜎𝑋𝑌 menyatakan kovarians antara saham 𝑋 dan saham 𝑌, 𝑋𝑡 , 𝑌𝑡 menyatakan return harga saham X dan return harga saham Y pada waktu t, dan 𝜇𝑋 , 𝜇𝑌 menyatakan expected return saham X , expected return saham Y. 5. Menghitung koefisien korelasi antar saham dalam portofolio. Besar kecilnya koefisien korelasi akan berpengaruh terhadap risiko portofolio. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi antar saham adalah sebagai berikut: 30 𝜌𝑋𝑌 1 𝑛 𝜎𝑋𝑌 = = 𝜎𝑋 𝜎𝑌 𝑛 𝑡=1 𝑋𝑡 − 𝜇𝑋 𝑌𝑡 − 𝜇𝑌 𝑋𝑡 − 𝜇𝑋 𝑛 𝑛 𝑡=1 2 𝑛 𝑡=1 𝑌𝑡 − 𝜇𝑌 𝑛 2 (2.29) dengan 𝜌𝑋𝑌 menyatakan koefisien korelasi antara saham X dan saham Y , 𝜎𝑋𝑌 menyatakan kovarians antara saham X dan saham Y dan 𝜎𝑋 , 𝜎𝑌 menyatakan deviasi standar saham X, deviasi standar saham Y. 6. Menghitung expected return dari portofolio saham. Untuk menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan dari portofolio (expected return portofolio) digunakan persamaan berikut: n 𝐸(𝑅𝑝 ) = wi μi (2.30) i=1 dengan 𝐸(𝑅𝑝 ) menyatakan tingkat pengembalian portofolio , wi menyatakan proporsi dana yang diinvestasikan pada saham ke-i, dan μi menyatakan tingkat pengembalian saham ke-i. 7. Menghitung risiko dari portofolio saham. Untung menghitung risiko portofolio digunakan persamaan sebagai berikut: 𝑛 𝜎𝑝2 𝑛 𝑤𝑖2 𝜎𝑖2 = 𝑖=1 𝑛 + 𝑤𝑖 𝑤𝑗 𝜎𝑖𝑗 . (2.31) 𝑖=1 𝑗 =1 𝑖≠𝑗 Pada pembentukan portofolio optimal dengan model Markowitz, portofolio optimal yang terbentuk merupakan pilihan dari bebagai sekuritas dari portofolio efisien. Kumpulan portofolio efisien Markowitz terletak pada garis batas (efficient frontier) serangkaian portofolio yang memiliki pengembalian maksimal untuk tingkat pengembalian tertentu. Inti dari efficient frontier 31 Markowitz adalah bagaimana mengalokasikan dana ke masing–masing saham dalam portofolio untuk mencari titik optimal portofolio. Alokasi dana yang diberikan pada masing–masing saham akan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian saham dan tingkat risiko yang dihasilkan. Investor dapat melakukan sejumlah kombinasi alokasi dana pada masing – masing saham untuk memperoleh sejumlah portofolio yang diinginkan. Berdasarkan sejumlah portofolio yang telah dibentuk, dapat ditentukan portofolio optimal dengan cara optimasi sebagai berikut: Minimumkan : 𝑤𝑖2 𝜎𝑖2 + Dengan batasan : 1. 𝑤𝑖 = 1 2. 𝑤𝑖 𝜇𝑖 = 𝐸(𝑅𝑝 ) 3. 𝑤𝑖 ≥ 0, 𝑖 = 1,2,3 𝑤𝑖 𝑤𝑗 𝜎𝑖𝑗 (2.32)