PADANG RIHIM SIREGAR,MA MUHAMMAD YUSUF HM,Med

advertisement
[email protected]
PADANG RIHIM SIREGAR,MA
MUHAMMAD YUSUF HM,Med
Selaku Dosen di UMRAH Kepulauan Riau Tanjungapinang fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik pada program studi sosiologi
ABSTRAK
Trafficking atau bisnis perdagangan orang menjadi bisnis ketiga paling terlarang setelah
narkoba dan perdagangan senjata. Kenyataannya, kasus human trafficking (perdagangan
manusia) baik di Tanjungpinang maupun secara menyeluruh di Indonesia, perlu penangangan
khusus agar anak-anak pulau atau pedesaan tidak terbelit masalah ini. Trafficking masih saja
terjadi di Kota Tanjungpinang. Tercatatat beberapa kasus yang terjadi di Kota Tanjungpinang
salah satu contoh kasus trafficking yang terjadi di tanjungpinang seperti para TKI yang ingin
bekerja keluar negri (Malaysia), mereka diimingi bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan di
imingi dengan gaji yang besar. Namun, kenyataannya mereka di pekerjakan sebagai Pekerja Seks
Komersil. Karena tertekan para Tenaga Kerja Wanita (TKW) tersebut berusaha kabur dari
sekapan para mucikari dan mereka ditangkap oleh pemerintah luar negri, ditahan dan
dipulangkan ke tanjungpinang.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Fenomena Tenaga Kerja
Wanita yang menjadi Korban Trafficking di Rumah Trauma Center Senggarang Tanjungpinang.
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan fenomenologi. Karena terkait langsung dengan gejala-gejala yang muncul di
sekitar lingkungan manusia terorganisasir dalam satuan pendidikan formal. Dalam penelitian
ini informan terdiri dari 7 orang tenaga kerja wanita dan 2 orang pengurus rumah penampungan
trauma center senggarang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriftif dengan pendekatan fenomenalogi.
Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa Fenomena Tenaga Kerja Wanita (Tkw) Yang
Menjadi Korban Trafficking Di Rumah Trauma Centre Senggarang Tanjungpinang sampai saat
ini masih terjadi, beberapa faktor yang menjadi latar belakang adalah sebagai berikut yaitu
karena faktor ekonomi dan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Adanya ketimpangan
antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.kemudian tingkat pendidikan angkatan kerja
yang ada masih relatif rendah.Dari hasil wawancara dengan informan diatas maka dapat
dianalisa bahwa latar belakang selain ekonomi adalah rendahnya pendidikan untuk wanitawanita yang ada di pedalaman maupun desa. Adapun saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut : untuk para perempuan yang ingin bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita di Luar
Negeri, memilih penyalur TKI yang resmi dan legal karena jika terjadi suatu hal maka Negara
akan segera mengambil tindakan. Harusnya ada sosialisasi kepada masyarakat tentang
Trafficking yang saat ini masih terus ada di tengah masyarakat. Kemudian Kepada Pemerintah
sebaiknya di Rumah Perlindungan Trauma Center di siapkan orang-orang berkompeten untuk
membimbing para korban agar dapat keluar dari rasa takut dan kembali percaya diri.
Kata Kunci : Tenaga Kerja wanita, Trafficking
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perdagangan Orang adalah kejahatan yang memangsa mereka yang lemah secara fisik,
emosional atau ekonomi, dan mengeksploitasi aspirasi dari mimpi-mimpi mereka, maka tidak
akan terjadi kekurangan calon korban, terutama dari kelompok masyarakat marjinal dan
sedang berkembang. Kondisi seperti ini dimamfaatkan oleh sindikat kejahatan perdagangan
orang menjadi suatu bisnis yang illegal karena adanya anggapan, bahwa korban tidak seperti
halnya barang yang habis sekali dipakai seperti narkoba. Korban layaknya merupakan
komoditi manusia yang dapat dijual, dibeli dan diperlakukan secara kejam berulang kali
untuk meningkatkan marjin keuntungan.
Hal ini dapat dilihat dari nilai sosial yang mulai bergeser seperti kehidupan malam, sex
pra-nikah, dan pergaulan bebas yang dahulu dianggap sakral oleh sebagian orang tetapi kini
sudah dianggap suatu hal yang wajar bagi sebagian masyarakat yang ada dikota-kota besar
yang pada akhirnya menimbulkan sikap acuh tak acuh dan ketidak pedulian terhadap
penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi. Salah satu bentuk penyimpangan sosial
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat sulit untuk dihilangkan adalah praktek
prostitusi yang selalu ada disetiap kota–kota besar dan menjadi jalan pintas bagi merekamereka yang mengalami permasalahan ekonomi,dan sayangnya lagi dari pihak yang
berwajibpun seperti aparat penegak hukumpun kurang peduli dan bersikap tegas dalam
menangani penyimpangan sosial yang satu ini baik itu terhadap pelakunya maupun terhadap
para korbannya. Trafficking merupakan kejahatan sosial, pola dan pelakunya sangat susah
untuk dilacak. Untuk itu pola penanggulangan juga diperlukan kerjasama semua pihak,
mungkin kerjasama ini tahap awal untuk menggalang kekuatan bersama. Dalam UndangUndang No 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO)(Irwanto dkk dalam sofian, 2004) mencatat sedikitnya terdapat lima jenis
perdagangan perempuan dan anak yang dijumpai di Indonesia, dimana salah satu diantaranya
adalah perdagangan untuk tujuan pelacuran. Para korban trafficking, khususnya yang
terjerumus kedunia prostitusi kerap kali mendapat kekerasan seksual.
Dimana korban
trafficking tidak hanya menderita secara fisik tetapi juga mengalami menderita secara
psikis.Perdagangan manusia benar-benar terjadi dimana saat itu para korban ini berlombalomba mencari para makelar memasang advertensi mencari dan menyalurkan tenaga kerja.
B.Rumusan masalah
Masalah merupakan sesuatu yang timbul akibat adanya proses sebab dan akibat yang
terjadi dalam masyarakat yang harus diselesaikan dan mencari titik terang dalam mencari
penyelasannya. Dalam penelitian ini, secara garis besarnya terdapat beberapa permasalahan
dalam penerapan dan penanganan korban trafficking.
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Fenomena Tenaga Kerja Wanita
yang menjadi Korban Trafficking di Rumah Trauma Center Senggarang
Tanjungpinang.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal upaya mengatasi Perdagangan
orang (Trafficking) di Tanjungpinang
b. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melihat tentang
fenomena tindak kekerasan terhadap korban trafficking di Tanjungpinang
D. Kerangka Teoritis
Schutz, sebagai tokoh utama Perspektif Fenomenologi, membangun seluruh pendekatan
analisisnya terhadap masyarakat berdasarkan analisis mengenai pengalaman sosial individu
(Compbell, 1994: 233)
E. Konsep Operasional
Tokoh utama Perspektif Fenomenologi, membangun seluruh pendekatan analisisnya
terhadap masyarakat berdasarkan analisis mengenai pengalaman sosial individu (Schutz
dalam Compbell, 1994: 233).
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologi. Karena terkait langsung dengan gejala-gejala
yang muncul di sekitar lingkungan manusia terorganisir dalam satuan pendidikan formal
2. Lokasi penelitian
Sesuai dengan lokasi dan masalahnya maka penelitian ini dilakukan rumah singgah para
korban trafficking dari luar negri yaitu rumah penampungan trauma centre senggarang
Tanjungpinang.
3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel tetapi menggunakan informan.
Informan adalah objek penting dalam sebuah penelitian. Informan adalah orang-orang dalam
latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
latar penelitian.
4. Sumber dan Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan pihak pertama
yang meliputi data tentang Korban Trafficking Di rumah Penampungan Trauma Centre
Senggarang.
b. Data Skunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari
sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi;
2009:291).
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik observasi yang akan mengamati aktivitas para korban
trafficking di Rumah Penampuan Trauma Center di Kota Tanjungpinang.
b. Wawancara
Wawancara yaitu proses percakapan dengan maksud untuk mengkonsrtuksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya, yang dilakukan dua pihak
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan yang di wawancarai, atau
pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan hasil dialog langsung.
G.Teknik Analisis Data
Analisis data yang akan digunaka untuk menganalisa data-data yang didapat dari
penelitian ini adalah analisis deskriftif dengan pendekatan fenomenalogi, yaitu upaya yang
dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (moleong,2004:248).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tenaga Kerja menurut Qorita (2009:790), yaitu orang yang bekerja atau mengerjakan
sesuatu, pekerja, pegawai dan sebagainya. Orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun di luar (hubungan kerja). Sedangkan menurut Haryono, dkk, (2007: 882) tenaga
kerja adalah orang yang bekerja atau mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, tenaga kerja merupakan
orang yang bekerja mengerjakan suatu pekerjaan. Memang secara yuridis-normatif, negara telah
mengatur perlindungan warga negaranya yang bekerja di luar negeri, namun sayang sekali
pengaturan mengenai perlindungan negara terhadap TKI tersebut terkesan hanya mekanisme
operasional saja. Lebih jauh lagi, menurut Rahman (dalam Yuwono, 2011:134)
Tujuan utama orang pergi ke luar negeri dan bekerja di sana tidak lain dan tidak bukan
adalah demi untuk memperoleh penghasilan yang besar. Dengan penghasilannya yang besar
itulah, maka orang berharap dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dan dengan imingiming penghasilan yang besar itulah yang kemudian memicu orang untuk berbondong-bondong
pergi bekerja keluar negeri, demi mengejar impiannya, merengkuh hidup enak dan
berkecukupan. Berbagai lapangan pekerjaan yang ada di negeri ini rasanya seperti telah dijejali
oleh ribuan orang atau bahkan jutaan orang, sehingga hal tersebut tidak memberikan kesempatan
bagi generasi angkatan kerja berikutnya. Ketika ada salah satu atau beberapa lapangan pekerjaan
dibuka, maka dengan segera orang akan berlomba-lomba memasukkan surat lamaran pekerjaan,
bersaing memperebutkan pekerjaan itu, tidak peduli apakah lapangan pekerjaan itu sesuai dengan
keahlian yang dimiliki atau tidak, asalkan dia dapat memperoleh pekerjaan yang dapat dijadikan
sumber bagi penghidupannya dan pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya, maka kesempatan
untuk memperoleh pekerjaan itu harus segera diburu dan direbutnya. Daerah asal yang dinilai
kurang menguntungkan menjadi faktor pendorong (push factors). Kondisi daerah asal yang
negatif dinilai menyebabkan stres dan tekanan kuat untuk bermigrasi. Sementara itu, menjadi
TKW ke luar negeri menjadi faktor penarik (pull factors) karena dinilai menjanjikan Di
Indonesia banyak pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dalam pengiriman itu banyak problem
yang muncul yaitu ketidaksiapan TKI, TKI illegal, dan trafickking. Ketidak siapan tenaga kerja
yang dikirim dalam hal ini tidak siap dan tidak professional, khususnya tenaga kerja pembantu
rumah tangga. Pembantu rumah tangga yang selalu dapat masalah dilapangan kurang
menguasainya pekerjaan dan bahasa dimana komunikasi sangat penting namun penguasaan
bahasa kurang maksimal biasanya banyak menimbulkan salah paham dan terjadilah awal dari
pertengkaran antara majikan dan pekerja bahkan sampai timbul penganiayaan.
Kasus lain yang menimpa TKI adalah kasus perdagangan manusia atau trafficking.
Perdagangan manusia yang sering menimpa para TKP (Tenaga Kerja Perempuan) Indonesia,
yang semula dijanjikan untuk dipekerjakan di berbagai sektor di Negara tujuan, merupakan jenis
perbudakan pada era modern ini. Hal itu terjadi seiring semakin meningkatnya migrasi TKP
Indonesia, terutama TKI yang memasuki sektor kerja informal maupun pekerja rumah tangga
(Rahman, 2011:55).
Dorongan menjadi buruh migran, terutama TKW juga bisa dijelaskan dengan perspektif
sosiologis.Sebut saja misalnya perspektif struktural fungsional. Dalam perspektif ini
ketidakseimbangan sosial (social disequilibrium) masyarakat pada tingkat lokal desa telah
memaksa warga pedesaan mencari keseimbangan baru di luar lingkar sistem sosialnya, yakni
menjadi buruh migran. Persoalannya, para buruh migran pedesaan yang bekerja menjadi TKW
ke luar desanya, baik di kota maupun ke luar negeri, umumnya kurang didukung oleh
kemampuan dan ketrampilan untuk dapat dan mampu menjadi bagian dari sistem sosial di
tempatnya yang baru. Namun, acapkali tidak ada pilihan lain: tetap sengsara dan miskin di
desanya, ataukah tetap hidup dengan menjadi TKW dengan segala keterbatasan dan
kekurangannya. Hasil penelitian Wirawan (2006) dan Mashud (2006) menunjukkan pilihan
kedua yang banyak diambil.
Secara hukum, trafficking merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisasi
(organized crime) yang terkait dengan banyak orang dan kelompok. Maka, trafficking memiliki
definisi yang sangat kompleks. Trafficking adalah segala tindakan yang mengandung salah satu
atau lebih, tindakan perekrutan, pengangkutan antardaerah atau antarnegara, pemindahtanganan,
pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan perempuan dan
anak, dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan verbal atau fisik, penculikan, penipuan,
tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (seseorang tidak mempunyai pilihan lain,
terisolasi, ketergantungan obat, jebakan utang). Selain itu, juga memberikan atau menerima
pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran,
eksploitasi seksual, buruh migran legal ataupun ilegal, adopsi anak, pekerja jermal, pengantin
pesanan, pembantu rumah tangga, industri pornografi, pengedar obat terlarang, pemindahan
organ tubuh, serta bentuk eksploitasi lainnya.
Menurut Koentjoro (2004: 86-87) Trafficking tak hanya terjadi dalam bentuknya yang klasik
seperti untuk kepentingan bisnis seks komersial dan kerja paksa di pabrik-pabrik industri,
perkebunan, dan rumah tangga, tetapi dapat juga terjadi dalam bentuk yang lain. (Koentjoro,
2004: 86-87). Dalam laporan Departemen Luar Negeri AS tanggal 12 Juni 2001
mengenai Trafficking in Persons, yang dibuat berdasarkan masukan dari kedutaan-kedutaan
besar dan konsulat-konsulat AS di seluruh dunia, Indonesia bersama 22 negara lain dipandang
sebagai sumber trafficking, baik di dalam negeri maupun antarnegara. Sementara itu, Asisten
Deputi Urusan Kualitas Hidup Anak, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
menyatakan bahwa penanganan soal perdagangan manusia di Indonesia setidaknya terkendala
oleh tiga faktor. Pertama, istilah trafficking belum dikenal oleh masyarakat maupun aparat
penegak hukum. Kedua, belum adanya perangkat hukum yang menangani masalah ini. Ketiga,
tidak adanya data konkrit praktik trafficking. Bentuk – Bentuk Tindak Pidana Perdagangan
Orang Ada beberapa bentuk tindak perdagangan orang yang harus diwaspadai, karena terkadang
masyarakat tidak sadar bahwa dirinya sudah menjadi korban dari perdagangan orang. Adapun
beberapa bentuk perdagangan manusia yang ditemukan di Indonesia yakni antara lain :
1. Pekerja migran
adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian
bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap
2. Pekerja Anak.
Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan
yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam maupun antar negara, pembelian,
penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak dengan menggunakan tipu daya, kekerasan,
atau dengan pelibatan hutang untuk tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan
seksual, perbudakan, buruh ijon, atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut
mendapatkan bayaran atau tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan
komunitas di mana anak tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan
hutang tersebut pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan anak ini ditujukan
pada pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak. Kejahatan Prostitusi.
3. Kejahatan Prostitusi.
Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah
sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi didefinisikan sebagai
penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak sebesar populasi dan
hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk uang atau modus lain
kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik. Banyak yang merasa bahwa jenis
definisi dengan penegakan semua dukungan bahasa termasuk selektif hukum sesuai
dengan keinginan dan angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol
mutlak perempuan. Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak
perempuan merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa
sebagai komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan sebagai tindakan
mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau
kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya.
Faktor ekonomi (kemiskinan), lingkungan sosial, dan keluarga banyak disebut-sebut
sebagai faktor penting penyebab utama mengapa para perempuan pedesaan terdorong menjadi
TKW di luar negeri. Kemiskinanan memang alasan yang sangat mendasar dan karena itu rentan
sehingga membuat calon TKW terjebak dalam trafficking. Kemiskinan pula yang mengakibatkan
masyarakat kurang (bahkan tidak) mendapatkan akses pendidikan sehingga semuanya itu
berakibat pada kurangnya pengetahuan dan wawasan mereka tentang hukum dan informasi
tentang dunia luar. Faktor ekonomi memang penting diperhatikan, namun hasil penelitian
Mashud tersebut menemukan telah terjadi variasi faktor ekonomi dimaksud, yakni tekanan
ekonomi absolut dan non absolut (relatif) sebagai pendorong perempuan-perempuan menjadi
TKW. Di kalangan anak-anak muda desa, umumnya lebih tertarik mencari pekerjaan di sektor
industri di kota. Bahkan, sejak 10 tahun terakhir mereka lebih tertarik melakukan migrasi
internasional untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), termasuk Tenaga Kerja Wanita
(TKW) di luar negeri. Dorongan menjadi TKW, terutama sejak satu dasawarsa terakhir, kian
menjadi primadona di kalangan perempuan desa dengan alasan hanya dengan menjadi TKW
sajalah mereka bisa mendapatkan uang besar untuk mengubah nasibnya. Itulah sebabnya mereka
cenderung berani meski dengan caraillegal dengan resiko menjadi korban trafficking.
Menariknya, resiko ter-traffick dinilai wajar sebagai suatu resiko, bahkan sebagai ‘nasib’ sial
saja.
Namun,
kecenderungan
demikian
itu
sejak
beberapa
tahun
terakhir
mulai
bergeser.Artinya, sumber migran (terutama TKW) tidak selalu dari komunitas miskin dan atau
berasal dari daerah miskin, melainkan juga daerah-daerah yang secara sosial ekonomi
sesungguhnya relatif cukup. Jika komunitas miskin menyebut menjadi TKW untuk
menyambung, mempertahankan dan mencari uang yang besar untuk mengubah nasib
hidup; sedangkan bagi komunitas kedua, menjadi TKW lebih dipandang sebagai upaya untuk
meningkatkan status sosial ekonominya. Golongan ini lebih berorientasi kepada upaya
peningkatan gengsi status sosial (instrinsik). Baik TKW dari daerah miskin (yang karena itu
kemiskinan sebagai variabel determinan) maupun TKW yang bukan dari daerah minus (yang
sesungguhnya cukup mampu secara sosial ekonomi) ternyata sama-sama berkeinginan untuk
mengubah nasib hidup mereka.
Faktor kemiskinan sebagaimana acap dikemukakan oleh berbagai kalangan tidak terlalu
salah dikatakan menjadi faktor pendorong utama para perempuan menjadi TKW. Tetapi, secara
agak ekstrim studi yang dilakukan Mashud menemukan bahwa semangat dan dorongan para
perempuan pedesaan menjadi TKW tidak semata-mata karena faktor ekonomi untuk mengubah
nasib, melainkan juga sebagai upaya menghindar dari tekanan beban sosial ekonomi
keluarga.Jika demikian, maka menjadi TKW merupakan salah satu, atau bahkan merupakan satusatunya jalan untuk menghindar dan melarikan diri dari tekanan dan beban ekonomi keluarga.
Menjadi TKW merupakan bentuk dan ekspresi penghindaran dari beban sosial ekonomi
keluarga yang terlembagakan, maka bukankah itu juga berarti dapat dimaknai sebaliknya, yakni
sebagai bentuk dan ekspresi pengabaian fungsi perempuan dalam keluarga; pembangkangan
terang-terangan terhadap tatanan normatif sosial dan syar’i agama dan bahkan negara. Tetapi,
bukankah negara memang memberikan peluang sehingga semakin banyak perempuan yang mau
menjadi TKW.Dengan demikian, perempuan yang menjadi TKW adalah korban dari
ketidakmampuan dan kegagalan negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian,
”kegagalan negara” tersebut tidak saja dapat dilihat dalam pembangunan kesejahteraan
masyarakat pedesaan, melainkan juga dalam kebijakan penataan kelembagaan administratif
berkaitan dengan prosedur pengiriman TKI/TKW.
Latar belakang ekonomi seperti itu membawa konsekuensi terhadap pilihan dan cara
menjadi
TKW.
Bagi
perempuan
yang
terdorong
menjadi
TKW
karena kepentingan survivalitas cenderung memilih berangkat dengan cara-cara tidak resmi
(illegal) dan komunitas TKW macam inilah yang rentan menjadi korban trafficking. Sebaliknya,
bagi TKW golongan kedua, yang terdorong menjadi TKW untuk mendapatkan uang yang
banyak umumnya lebih tertarik memilih cara-cara prosedural (legal). Dalam hal ini dan dengan
begitu kompleksnya permasalah yang terjadi pada par pekerja migran ini maka dibutuhkan
kerjasa yang baik antara para penyalur pekerja ini, baik itu dari aparatur desa hingga kepada
lembaga yang mempasilitasi mereka hingga mereka siap untuk diberangkatkan ke Negara atau
daerah tujuan tempat mereka bekerja.
Menurut George Ritzer (2004: 25), asumsi dasar teori fungsional struktural adalah bahwa
setiap struktur dalam sistem sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya
kalau tidak fungsional maka maka struktur iru tidak akan ada atau akan hilang dengan
sendirinya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem
yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem
dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial.
Perbedaan gender memberi konstribusi dalam integrasi masyarakat tradisional.
Perempuan memelihara kohesi internal rumah tangga sedangkan laki-laki menghubungkan
keluarga dengan dunia yang lebih luas terutama melalui partisipasi dunia kerja (Macionis, 1999).
Kultur merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan disamping itu kultur juga
menengahi interaksi antar aktor, mengintgrasikan kepribadian dan menyatukan sistem sosial.
Jadi didalam sistem sosial, sistem diwujudkan dalam nilai dan norma serta sistem kepribadian
(Ritzer,2004). Norma kultur terinternalisasi pada aktor dan terinstitusionalisasi pada sistem sosial
artinya pengaturan kebutuhan individu dipengaruhi oleh orientasi dan harapan peran.
Kesimpulan, analisis struktural fungsional menekankan bagaimana maskulinitas dan feminitas
didefinisikan secara komplementer.
Teori Fungsionalisme Struktural menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan
konflik dan perubahan-perubahan pada diri TKW yang menjadi korban trafficking. Konsep
utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan. Menurut
teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen
yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada
suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah
bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, adalah fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya
kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Gambaran Umum Kota Tanjungpinang
Secara geografis Kota Tanjungpinang mempunyai kedudukan yang cukup strategis baik segi
ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun sosial budaya. Kota Tanjungpinang terletak dipulau
Bintan, tepatnya dibagian selatan pulau tersebut dengan menghadap ke arah Barat Daya pada 0°
50’ 54,62” LU dan 104° 20’ 23,40” BT - 104° 32’ 49,9” BT.
Batas wilayah perencanaan secara administrasi adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang Kota Batam.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam.
Luas wilayah Kota Tanjungpinang keseluruhan adalah 239,5 Km². Wilayah Kota Tanjungpinang
terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga
dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjungpinang Daratan dan Tanjungpinang
Lautan.
2. Gambaran Umum Trafficking di Kota Tanjungpinang
Kasus trafficking atau perdagangan manusia terus meningkat setiap tahun di Provinsi
Kepulauan Riau dipicu masih tingginya angka kemiskinan, sebagian besar di pekerjakan sebagai
pekerja seks komersial di Malaysia dan Singapura. Untuk itu, Pemerintah Daerah Harus
mempercepat pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan agar angka kemiskinan bisa
ditekan. Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan utusan
Kepri, Aida Ismeth Abdullah mengatakan, kasus trafficking di Kepri setiap tahunnya mencapai
ratusan kasus dan jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Itu dipicu masih tingginya angka
kemiskinan sehingga pemerintah daerah perlu mempercepat pembangunan ekonomi di daerah
dan menciptakan lapangan kerja agar kesejahteran rakyat tumbuh sehingga angka kemiskinan
bisa ditekan.
Di Kepri, kasus traffiking yang paling banyak terjadi di Kota Batam, namun di
Tanjungpinang juga sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Sebagian besar korban traffiking
tersebut rata-rata berasal dari luar daerah seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang
melakukan transit di Kota Batam dan Tanjungpinang untuk di pekerjakan di Luar Negeri seperti
Malaysia dan Singpaura. Sebagian besar korban trafiking dipekerjakan sebagai pekerja seks
komersial (PSK). Para korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia khususnya Pulau Jawa
yang dipekerjakan ke sejumlah negara terutama Malaysia dan Singapura. Korban terjerat dalam
kasus trafficking karena di iming imingi dengan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dan
jenis pekerjaan lainnya dengan gaji tinggi. Karenanya, sebagai bentuk komitmen terhadap upaya
menanggulangi dan memberantas trafficking dan KDRT, Pemerintah Kota Tanjungpinang
melalui BPPPAKB sebagai leading sektornya, mengadakan Rapat Koordinasi Sekretariat Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
3. Gambaran Umum Rumah Perlindungan Trauma Center Senggarang
RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Centre) merupakan tempat perlindungan bagi
korban tindak kekerasan maupun TKI bermasalah.Kemensos RI memiliki dua RPTC yaitu RPTC
bambu Apus Cipayung Jakrta dan RPTC Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Kementerian Sosial
membangun Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Tujuan pembangunan RPTC untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengalami trauma
karena dideportasi paksa dari berbagai negara, khususnya Malaysia. Kementerian Sosial sangat
serius menyelesaikan pembangunan RPTC di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. RPTC ini
bertujuan untuk menampung TKI yang dipulangkan paksa dari negara tempatnya bekerja.
Kementerian Sosial membangun Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) di Tanjung
Pinang, Kepulauan Riau. Tujuan pembangunan RPTC untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
mengalami
trauma
karena
dideportasi
paksa
dari
berbagai
negara,
khususnya
Malaysia. Kementerian Sosial sangat serius menyelesaikan pembangunan RPTC di Tanjung
Pinang, Kepulauan Riau. RPTC ini bertujuan untuk menampung TKI yang dipulangkan paksa
dari negara tempatnya bekerja.
Perlindungan Trauma Center (RPTC), yang juga berfungsi sebagai tempat penampungan
korban sebelum mereka di pulangkan ke daerah asalnya. Rumah Perlindungan Trauma Center
(RPTC) berada di Desa Sungai Timun Kecamatan Singgararang Tanjung Pinang. RPTC
dibangun diatas tanah seluas 2,5 Ha yang dihibahkan oleh Pemerintah Kepulauan Riau kepada
Kementerian Sosial RI dan dibiayai dari APBN dengan mekanisme Tugas Pembantuan. Dimana
Kota Tanjungpinang mendapatkan penugasan dari pemerintah pusat, untuk melaksanakan tugas
tertentu yaitu memberikan perlindungan bagi korban Traffcking yang dideportasi dari Negaranegara tetangga. Diharapkan RPTC akan menjadi Pusat keterpaduan perlindungan sosial bagi
korban Trafficking yang dilaksanakan oleh anggota satgas yang terdiri dari berbagai
Dinas/Instansi dan Lembaga terkait lainnya, dengan harapan akan dapat meminimalisir
terjadinya Trafficking, sehingga mereka dapat kembali ke masyarakat dan menjalankan
kehidupannya menjadi lebih baik.
Para TKI bermasalah tersebut masuk ke RPTC setelah sebelumnya tiba di
Indonesia melalui Surabaya,Tanjung Pinang, dan Tanjung Priuk Jakarta.Tugas Kemensos dalam
penanganan TKI bermasalah diantaranya menyiapkan uang lauk pauk selama ditampung di
RPTC, menyiapkan transportasi untuk memulangkan mereka ke daefrah asal, serta menyediakan
Pekerja Sosial dan Pakar Psikolog.
Seluruh TKI yang masih ditangani oleh RPTC tidak diperkenankan untuk dipublikasikan
wajah dan semua datanya melalui media massa.Semua dilakukan semata-mata demi menjaga
keselamatan para TKI bermasalah yang beberapa di antaranya merupakan korban human
trafficking.TKI yangbaru dideportasi dari Malaysia ini memiliki jenis masalah yang berbeda, ada
yang bermaslah karena ada juga TKI legal tapi dianggap bermasalah karfena over stay.Kasus
TKI/Pekerja Migran bermasalah setiap tahunnya bertambah dan membutuhkan penanganan
serius dari pemerintah.
BAB IV
FENOMENA TENAGA KERJA WANITA
(Studi Terhadap 7 Orang Korban Trafficking Tkw Di Rumah TraumaCenter Senggarang
Tanjungpinang)
A. Karakteristik Informan
Sebelum membahas tentang “Fenomena Tenaga Kerja Wanita (Tkw) Yang Menjadi Korban
Trafficking Di Rumah Trauma Centre Senggarang Tanjungpinang.”, hendaklah kita dapat
melihat bagaimana karakteristik dari informan yang menjadi atau yang membantu penelitian ini
dengan hasil sebenar-benarnya. Dalam penelitian ini ada 7 korban trafficking dan 1 orang
pengurus Rumah penampungan trauma center berikut karekteristik informan dalam penelitian ini
yaitu :
B. Analisis Fenomenalogi Dalam Kasus Trafficking
Fenomenologi adalah salah satu pendekatan sosiologis dalam memahami suatu peristiwa
atau fenomena dengan pendekatan ini peneliti berusaha untuk masuk lebih dalam dengan
memahami respon pertama dari individu dalam memaknai peristiwa tersebut. Fenomenologi
lebih memusatkan perhatiannya pada individu tersebut dan mengesampingkan struktur lain.
Individu bebas untuk berkehendak dan memutuskan untuk melakukan suatu kegiatan dan berhak
untuk menciptakan kehidupannya sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari pihak lain.
Ketika
hendak
memahami
suatu
peristiwa
dengan
menggunakan
pendekatan
fenomenologi ini, peneliti hanya menfokuskan diri pada subjek tersebut, kenapa mereka mau
melakukan itu,bukan apa yang mempengaruhi individu untuk melakukan hal tersebut dan
berusaha melihat dari sudut pandang pelaku, yaitu bagaimana pelaku memaknai peristiwa
tersebut dan apa kepuasan yang didapat ketika si individu melakukan hal tersebut.
Fenomena TKW dalam perspektif makro dipandang sebagai akibat bekerjanya tekanan
struktur sosial ekonomi, institusi sosial, dan kebijakan negara yang mengabaikan masyarakat
miskin.Fenomena TKW adalah produk sistem sosial. Para TKW sebagai warga masyarakat tak
terhindarkan harus mengikuti ‘skenario’ format sistem sosial dan kebijakan pembangunan.
Menjadi TKW seolah sebagai suatu model adaptasi bagi perempuan pedesaan untuk
menyambung dan mempertahankan kehidupan diri dan keluarganya.Persoalannya, model
adaptasi dengan menjadi TKW ini justru kontraproduktif ketika mereka menjadi korban
kekerasan (trafficking) karena ketidakmampuannya mengikuti prosedur resmi sebagaimana
dikatakan Merton (1968), illegitimate mean.
Fenomena TKW dan trafficking dapat dipahami sebagai suatu realitas sosial yang
fenomenal.Perspektif
teori
fenomenologi
yang
bertolak
dari
‘paradigma
definisi
sosial’memusatkan perhatian pada realitas sosial pada tingkatan mikro-subyektif dan sebagian
tingkatan mikro-obyektif yang bergantung pada proses-proses mental dari tindakan sosial
(Ritzer, 1975). Fenomenologi memandang interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui
penafsiran
dan
pemahaman
terhadap
tindakan
masing-masing
individu
maupun
kelompok.Perspektif ini memfokuskan perhatiannya terhadap pentingnya memahami realitas
sosial dalam konteksnya, memahami bagaimana realitas sosial itu diciptakan, dan bagaimana
tindakan sosial dilakukan dalam konteks pengertian mereka sendiri.
1.Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Para TKW yang ada di rumah penampungan trauma center mereka menjadi korban
kekerasan (trafficking) karena ketidakmampuannya mengikuti prosedur resmi. Banyak TKW
disini yang mengalami tindak kekerasan, bekerja menjadi perempuan malam, sehingga jika
dilihat banyak sekali yang mengalami stress. TKW yang masuk pada rumah penampungan
center adalah para TKW yang sedang dalam pemulihan, TKW yang akan dipulangkan ketempat
asalnya sehingga tidak lagi mengalami hal yang sama. Tidak seharusnya Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang merantau ke luar negeri itu mendapatkan perlakuan yang sangat tidak wajar di
dapatkan oleh semua orang, karena mereka orang yang membutuhkan pekerjaan dan uang yang
setimbang dengan pekerjaannya. Mereka kebanyakan bekerja sebagai pembantu dengan minim
pengetahuan, itu harus menghadapi kehidupan asing di negeri orang dikarenakan terjerat
kesulitan ekonomi di dalam negeri. Mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat kerja.
Sayangnya, pemerintah Indonesia enggan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang
membutuhkan pekerjaan. Tenaga Kerja Wanita yang kebanyakan muslim bekerja ke luar negeri
untuk mengadu nasib, tenaga kerja tidak akan mengalami suatu asusilasi negara orang lain
manakala kemakmuran menghadapi negara ini. Karena Faktor kemiskinan yang menjadi faktor
pendorong mereka bekerja di negeri orang. Sulit sekali mencari pilihan bagi b selain bekerja di
negeri orang. Mereka sangat membutuhkan ekonomi, karena pada zaman sekarang ini, ekonomi
sangat penting untuk kesejahteraan di setiap keluarga.
Bermula dari adanya persoalan yang menimpa para TKW seperti mendapat perlakuan
yang kasar atau tidak manusiawi tetapi sebagian besar dari mereka juga banyak yang mendapat
perlakuan baik dan sewajarnya. Disisi lain, seperti tidak diberi upah, dipukuli, diperkosa, disiram
air panas, diseterika bagian tubuhnya, tidak diberi makan, dikurung dalam gudang dan lain-lain.
Perlakuandiatas merupakan sebagian dari pelanggaran terhadap hak-hak TKW yang terjadi di
luar negeri.Kurangnya informasi yang diperoleh calon TKW atau TKW yang bekerja di luar
negeri banyak dikeluhkan oleh TKW dalam hubungannya dengan pelayanan dan penempatan
TKW.
Minimnya akses informasi calon TKW dan TKW cenderung menimbulkan sikap pasif
dan menerima perlakuan perusahaan jasa tenaga kerja swasta dan majikannya karena mereka
tidak tahu apa yang dilakukannya. Kemiskinan, kebodohan dan kekurangan informasi memang
dapat menyesatkan.Akses informasi calon TKW dan TKW cenderung menimbulkan sikap pasif
dan menerima perlakuan perusahaan jasa tenaga kerja swasta dan majikannya.
3. Trafficking
Trafficking adalah perdagangan ilegal manusia untuk tujuan reproduksi perbudakan, eksploitasi
seksual komersial, kerja paksa dalam penelitian ini adalah Tenaga Kerja wanita yang ada di
penampungan trauma centeryang bekerja di luar negeri kemudian di ekploitasi dan
mengalami kekerasan. Untuk mengetahui Trafficking yang terjadi pada TKW yang ada di
rumah trauma center.
C. Fenomena Tenaga Kerja Wanita (Tkw) Yang Menjadi Korban Trafficking Di Rumah
Trauma Centre Senggarang Tanjungpinang.
Kota Tanjungpinang ini menjadi menjadi tempat transit yang paling mudah diakses
dalam melakukan modus kasus trafficking dari keluar daerah maupun keluar negeri. Segala
upaya selama ini sudah dikerahkan oleh pemerintah namun masih saja terjadi adanya trafficking
di Tanjungpinang yang diikuti oleh tindakan kekerasan. Tercatatat beberapa kasus yang terjadi di
Kota Tanjungpinang salah satu contoh kasus trafficking yang terjadi di tanjungpinang seperti
para TKI yang ingin bekerja keluar negri (Malaysia), mereka diimingi bekerja sebagai pekerja
rumah tangga dan di imingi dengan gaji yang besar. Namun, kenyataannya mereka di pekerjakan
sebagai Pekerja Seks Komersil. Karena tertekan para Tenaga Kerja Wanita (TKW) tersebut
berusaha kabur dari sekapan para mucikari dan mereka ditangkap oleh pemerintah luar negri,
ditahan dan dipulangkan ke tanjungpinang.
Pembangunan Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) di dalam melindungi
korban tindak kekerasan diperlukan penguatan jaringan kerja dalam penanganan korban tindak
kekerasan dengan mengoptimalkan lembaga/unit pengaduan korban seperti Lembaga Konsultasi
Kesejahteraan Keluarga dan Organisasi Sosial, lembaga/unit pelayanan korban seperti RPTC
sendiri.
RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Centre) merupakan tempat perlindungan bagi
korban tindak kekerasan maupun TKI bermasalah. Kementerian Sosial RI memiliki dua RPTC
yaitu RPTC bambu Apus Cipayung Jakrta dan RPTC Tanjung Pinang Kepulauan Riau.Tugas
Kemensos dalam penanganan TKI bermasalah diantaranya menyiapkan uang lauk pauk selama
ditampung di RPTC, menyiapkan transportasi untuk memulangkan mereka ke daefrah asal, serta
menyediakan Pekerja Sosial dan Pakar Psikolog. Kementerian Sosial yang selama ini biasanya
menampung di RPTC berkoordinasi dengan lembaga lain seperti rumah sakit, satpol PP untuk
memberikan layanan pada mereka yang mengalami gangguan psikotik, atau mereka
yangmengalami kekerasan secara fisik. Di daerah rumah trauma Center ini dikelola oleh Dinas
Sosial Kota.
Perlindungan bagi Korban Trafficking yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan dan
Jaminan Sosial Kementerian Sosial adalah : Bentuk perlindungan yang diberikan di Rumah
Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) untuk korban tindak kekerasan dan pekerja migran
bermasalah.Rehabilitasi Psikososial yaitu Semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta
sosial yg ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik,
psikologis, sosial dan spiritual korban tindak kekerasan sehingga dapat menjalankan fungsi
sosialnya kembali secara wajar.Penanganan medis-psikiatris bagi korban tindak kekerasan
fisik,seksual, emosional, dan kekerasan sosial.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa Fenomena Tenaga Kerja Wanita (Tkw) Yang
Menjadi Korban Trafficking Di Rumah Trauma Centre Senggarang Tanjungpinang sampai saat
ini masih terjadi, beberapa faktor yang menjadi latar belakang adalah sebagai berikut :
Dari hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa Tenaga Kerja
Wanita atau TKW adalah para wanita yang ingin bekerja di luar negeri yang rata-rata menjadi
pembantu rumah tangga.TKW diperas keringatnya untuk kepentingan negara.Tidak seharusnya
Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang merantau ke luar negeri itu mendapatkan perlakuan yang
sangat tidak wajar di dapatkan oleh semua orang, karena mereka orang yang membutuhkan
pekerjaan dan uang yang setimbang dengan pekerjaannya. Mereka kebanyakan bekerja sebagai
pembantu dengan minim pengetahuan, itu harus menghadapi kehidupan asing di negeri orang di
karenakan terjerat kesulitan ekonomi di dalam negeri. Mereka adalah orang-orang yang memiliki
semangat kerja
Dari hasil wawancara diketahui bahwa lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini
tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus berkembang. Dalam hal ini maka
selain mendesak pemerintah untuk terus mengupayakan adanya bentuk formal upaya
perlindungan hukum bagi korban trafficking dan tindakan tegas bagi pelaku maka diperlukan
juga kesadaran masyarakat agar masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktek
trafficking sehingga tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai dengan maksimal dengan
adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.
Latar belakang para wanita menjadi TKW kemudian terjebak dalam Trafficking adalah
karena faktor ekonomi dan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Adanya ketimpangan
antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.kemudian tingkat pendidikan angkatan kerja
yang ada masih relatif rendah. Dari hasil wawancara dengan informan diatas maka dapat
dianalisa bahwa latar belakang selain ekonomi adalah rendahnya pendidikan untuk wanitawanita yang ada di pedalaman maupun desa. Hal ini juga disebabkan karena budaya yang masih
melekat yaitu wanita tidak perlu sekolah tinggi karena akhirnya akan mengurus rumah tangga
juga. Tenaga Kerja Indonesia pada saat ini, umumnya sebagian besar merupakan seorang wanita.
Mereka berusaha mencari pekerjaan dengan gaji yang besar untuk dapat menghidupi keluarga
dan dirinya dengan menjadi tenaga buruh dan pembantu rumah tangga. Ketika mereka
dihadapkan kepada suatu kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, maka akan
membulatkan tekadnya untuk bekerja di luar negeri.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk para perempuan yang ingin bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita di Luar Negeri
sebaiknya terlebih dahulu mencari tahu tentang keadaan di tempat ia akan bekerja,
memilih penyalur TKI yang resmi dan legal karena jika terjadi suatu hal maka Negara
akan segera mengambil tindakan
2. Harusnya ada sosialisasi kepada masyarakat tentang Trafficking yang saat ini masih terus
ada di tengah masyarakat
3. Kepada Pemerintah sebaiknya di Rumah Perlindungan Trauma Center di siapkan orangorang berkompeten untuk membimbing para korban agar dapat keluar dari rasa takut dan
kembali percaya diri
DAFTAR PUSTAKA
A.Gumilang. 1993. Kriminalistik, Bandung, Angkasa.
A.S.Alam. 2010. Pengantar Kriminologi, Makassar: Pustaka Refleksi Books.
Acker, Joan. 1990. Hierarchies, Jobs, Bodies; A Theory of Gendered Organization. Gender and
Society. 4 (2): 139-158
Arief M, Dikdik, dan Gultom, Elisatris. 2006. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara
Norma dan Realita, Jakarta: PT. Raja Grafindo Utama.
Arif Gosita. 2009. Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Universitas Trisakti.
Atmasasmita, Romli. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar
Maju.
Compbell, Tom. 1994. Seven Theories of Human Society. Oxford: Clarendon.
Darwin, Muhajir & Wattie, Anna Marie & Yuarsi, Susi Eja (eds.) 2003.Living on the Edges:
Cross-Border Mobility and Sexual Exploitation in the Greater Southeast Asia Sub-Region.
Yogyakarta: Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University
J.E. Sahetapy. 1995. Bungai Rampai Viktimisasi, Bandung: Eresco.
Koentjoro.2004. Memahami Pekerja Seks Sebagai Korban Penyakit Sosial. Jurnal Perempuan.
No. 36, Juli: 77-91.
Mantra, Ida Bagus. 2000. Population Movement in West Rice Communities; A Case Study of
Two Dukuh in Yogyakarta Special Region. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mashud, Mustain. 2006. Studi Eksploratif Trafficking di Jawa Timur Sebagai Dasar Penyusunan
Model Pencegahan Anti Trafficking yang Komprehensif dan Terpadu. Laporan Penelitian,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Airlangga.
Moleong, Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya
Naim, Mochtar. 1979. Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ritzer, George, dkk. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Perdana Media
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial.Bandung; PT. Refika Aditama.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET.
Sukirno, Sadono. 1978. Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah dan Kebijaksanaan.
Yogyakarta: Petaling Jaya.
Upe, Ambo. 2008. Sosiologi Politik Kontenporer. Jakarta:Prestasi Pustakarya
Weda, Made Dharma. 1996. Kriminologi, Jakarta: Grafindo Persada.
Wirawan, Ida Bagus. 2006. Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Luar Negeri: Studi
Tentang Proses Pengambilan Keputusan Bermigrasi Oleh Wanita Pedesaan di Jawa Timur.
Disertasi, Pascasarjana Universitas Airlangga.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, PT.Refika
Adita
Jurnal :
Mustain Mashud. 2010. Perspektif Fenomenalogi Tentang Trafficking TKW.Jurnal masyarakat
kebudayaan politik. Departemen Sosiologi, FISIP. Universitas Erlangga
Download