Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2015.

advertisement
TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER
1
STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit
Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan
dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan
2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam
kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. Bauran kebijakan Bank Indonesia
tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui
penerbitan ketentuan terkait dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Bank
Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan
inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta dalam mempercepat stimulus fiskal guna
mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Bank Indonesia mendukung upaya
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi pencairan anggaran termasuk
proyek-proyek infrastruktur dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural guna
mendorong perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Pertumbuhan ekonomi global cenderung bias ke bawah dari perkiran semula
disertai dengan masih tingginya risiko di pasar keuangan global. Potensi bias ke
bawah tersebut terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak
sekuat proyeksi sebelumnya, seiring dengan revisi ke bawah realisasi PDB AS pada triwulan
I 2015. Tekanan terhadap perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang
berdampak pada menurunnya kinerja sektor eksternal serta melemahnya investasi,
khususnya di bidang energi. Hal ini mendorong terus berlanjutnya ketidakpastian kenaikan
suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS baik dari sisi waktu maupun besarannya.
Perlambatan ekonomi juga dialami Tiongkok, meskipun telah dilakukan berbagai kebijakan
pelonggaran untuk menahan perlambatan ekonominya. Sebaliknya, perekonomian Eropa
diperkirakan membaik ditopang pelonggaran kondisi moneter dan keuangan yang cukup
efektif, meskipun dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi
fiskal Yunani (Grexit). Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga
komoditas internasional yang masih terus menurun, meskipun harga minyak dunia mulai
meningkat secara gradual. Sejalan dengan risiko Grexit dan ketidakpastian kenaikan suku
bunga FFR di AS, risiko di pasar keuangan global masih cukup tinggi, yang berpotensi
mendorong tekanan pembalikan modal portofolio dari emerging markets, termasuk dari
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015 diprakirakan masih
terbatas dan akan membaik pada triwulan-triwulan mendatang. Dari sisi eksternal,
ekspor diperkirakan masih tertekan sejalan dengan perekonomian global dan harga
komoditas yang masih rendah. Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring
dengan masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi infrastruktur
yang belum secepat perkiraan. Sementara itu, konsumsi diperkirakan membaik, terindikasi
dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada Mei 2015. Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan membaik, didukung
| 1
oleh meningkatnya konsumsi dan investasi pemerintah sejalan dengan semakin
meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran
kredit perbankan. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada
pada kisaran 5,0-5,4% pada 2015. Konsistensi untuk mendorong percepatan realisasi
belanja Pemerintah, termasuk untuk implementasi proyek-proyek infrastruktur, serta
perbaikan iklim investasi akan memiliki peranan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi di 2015.
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2015 kembali mencatat surplus, terutama
ditopang oleh kenaikan surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan
tercatat sebesar 0,95 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus pada bulan
sebelumnya sebesar 0,48 miliar dolar AS. Surplus neraca perdagangan nonmigas
meningkat dari bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh penurunan impor nonmigas yang lebih
tajam dibandingkan dengan penurunan ekspor nonmigas. Sementara itu, kinerja neraca
perdagangan migas juga membaik, dengan defisit yang menurun dari bulan sebelumnya.
Penurunan defisit tersebut dipengaruhi oleh penurunan impor migas yang lebih dalam dari
penurunan ekspor migas. Dari neraca finansial, meskipun aliran modal masuk asing
mengalami tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, secara
akumulatif aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Mei 2015
mencapai 3,2 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir
Mei 2015 tercatat sebesar 110,8 miliar dolar AS atau setara dengan 7,1 bulan impor atau
6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Untuk triwulan II 2015, Bank
Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan akan berada di sekitar 2,5% dari PDB,
lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap
hampir semua mata uang dunia. Pada Mei 2015, rupiah secara rata-rata melemah
sebesar 1,5% (mtm) ke level Rp13.141 per dolar AS. Penguatan dolar AS ditopang
kebijakan Quantitative Easing ECB dan dinamika negosiasi fiskal Yunani. Selain itu, tekanan
terhadap rupiah juga disebabkan kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik,
meskipun tertahan oleh peningkatan outlook rating Indonesia oleh S&P. Ke depan, Bank
Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya,
sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Tekanan inflasi di bulan Mei 2015 meningkat didorong oleh gejolak harga bahan
makanan. Inflasi IHK Mei 2015 tercatat sebesar 0,50% (mtm) atau 7,15% (yoy), lebih
tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36% (mtm) atau 6,79% (yoy), terutama
disebabkan oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food). Peningkatan
inflasi volatile food terutama disebabkan oleh berkurangnya pasokan, terutama akibat
gangguan cuaca. Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang
dikendalikan oleh Pemerintah (administered prices), terutama didorong oleh kenaikan tarif
listrik dan tarif angkutan udara. Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang
cukup rendah yakni sebesar 0,23% (mtm), sejalan dengan kegiatan perekonomian
domestik yang cenderung tumbuh moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali. Ke
depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko yang memengaruhi inflasi,
khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar, penyesuaian administered
prices, faktor musiman selama Ramadhan dan menjelang Lebaran, serta gejolak harga
pangan terkait dengan kemungkinan terjadinya El Nino. Bank Indonesia juga terus
memperkuat koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui
forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi
| 2
Daerah (Pokjanas TPID), termasuk langkah-langkah strategis dalam mengendalikan tekanan
harga pangan khususnya menjelang Ramadhan dan Lebaran, terutama dengan
memastikan kecukupan pasokan. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia
meyakini bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% masih dapat dicapai.
Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan
dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap
kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal
yang kuat. Pada April 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih
tinggi, sebesar 20,5%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sementara itu, rasio kredit
bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,5% (gross).
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 10,4% (yoy), menurun dari bulan
sebelumnya sebesar 11,3%. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada April 2015 tercatat
sebesar 14,2% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya sebesar 16,0% (yoy). Ke depan,
sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan upaya BI untuk melonggarkan
kebijakan makroprudensial, pertumbuhan kredit diperkirakan akan meningkat.
| 3
2
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan Ekonomi Global
Pemulihan ekonomi global terus berlanjut dengan potensi pertumbuhan ekonomi
yang bias ke bawah serta risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi.
Potensi bias ke bawah tersebut terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi
AS yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya, seiring dengan revisi ke bawah realisasi PDB AS
pada triwulan I 2015. Realisasi PDB AS pada triwulan I 2015 sebesar 2,7 persen, lebih
rendah dibandingkan prakiraan sebelumnya sebesar 3 persen. Tekanan terhadap
perekonomian AS tersebut dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang berdampak pada
menurunnya kinerja sektor eksternal (Grafik 2.1). Ekspor mengalami perlambatan, terutama
terjadi pada beberapa komoditas utama nonminyak dan ekspor minyak. Penurunan ekspor
nonminyak cenderung persisten, sementara penurunan ekspor minyak juga akan
berlangsung cukup lama seiring harga minyak dunia yang masih rendah. Di sisi lain, impor
juga meningkat, terutama didorong oleh apresiasi dolar AS dan antisipasi kenaikan
penjualan ritel pada triwulan II 2015. Selain penurunan kinerja eksternal, pelemahan
ekonomi AS juga didorong oleh melemahnya investasi, terutama di sektor perminyakan.
Hal ini sejalan dengan terus menurunnya jumlah rig (Grafik 2.2). Namun, perkembangan
indikator terkini AS menunjukkan bahwa ekonomi AS membaik. Hal ini antara lain
tercermin dari meningkatnya non farm payroll yang berada di atas ekspektasi pasar.
Perkembangan ini mendorong terus berlanjutnya ketidakpastian waktu dan besarnya
kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS.
Grafik 2.1. Pertumbuhan Ekspor dan
Indeks Dolar
Grafik 2.2. Jumlah Rig dan Harga Minyak
Sementara itu, perlambatan ekonomi juga dialami oleh Tiongkok sejalan dengan
masih lemahnya ekspor dan permintaan domestik. Permintaan ekspor dari AS yg lebih
rendah dari ekspektasi sebelumnya memberikan dampak langsung dan tidak langsung
terhadap ekspor Tiongkok. Pelemahan ekspor tersebut juga diakibatkan oleh apresiasi yuan
dan penurunan harga komoditas ekspor yang masih terus berlanjut. Permintaan domestik
juga melemah, baik dari konsumsi maupun produksi. Di sisi konsumsi, pelemahan tersebut
tercermin dari menurunnya pertumbuhan penjualan ritel dan mobil. Di sisi produksi,
| 4
melemahnya permintaan domestik terindikasi dari indeks produksi automobiles dan semen
yang belum membaik serta rendahnya pertumbuhan investasi properti dan konstruksi
rendah. Berbagai kebijakan pelonggaran telah dilakukan untuk menahan perlambatan
ekonomi, di antaranya dengan menurunkan suku bunga deposito dan pinjaman sebesar 25
bps. Meskipun demikian, dampak kebijakan tersebut terhadap ekonomi riil masih terbatas
seiring keengganan bank untuk menyalurkan kredit akibat masih tingginya risiko kredit.
Sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik ditopang pelonggaran
kondisi moneter dan keuangan yang cukup efektif. Tingkat pengangguran terus
mengalami penurunan, sejalan dengan indeks produksi yang tumbuh positif. Seiring
dengan indikasi perbaikan ekonomi, ekspektasi inflasi juga mulai meningkat. Ke depan,
tingkat keyakinan konsumen terhadap perbaikan ekonomi Eropa masih tinggi, meskipun
dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi fiskal Yunani
(Grexit).
Perekonomian Jepang tumbuh sesuai perkiraan, sementara pertumbuhan ekonomi
India diperkirakan bias ke atas. Perekonomian Jepang didorong oleh permintaan
domestik, khususnya konsumsi. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ritel dan penjualan
department store yang tinggi. Indikasi perbaikan ekonomi juga tercermin dari pengeluaran
rumah tangga yang mulai meningkat. Pertumbuhan ekonomi India yang diperkirakan bias
ke atas didukung oleh berjalannya reformasi struktural yang dilakukan. Hal ini terindikasi
dari meningkatnya tingkat keyakinan bisnis di negara tersebut. Selain itu, kondisi tersebut
juga sejalan dengan perbaikan di sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi India membaik,
tercermin dari meningkatnya penjualan mobil. Tren investasi terus meningkat baik yang
bersumber dari pemerintah maupun dari pihak swasta.
Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga komoditas
internasional yang masih terus menurun. Penurunan harga terbesar terutama terjadi
pada komoditas timah, nikel, dan batubara. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh
perkembangan sektor industri dan konstruksi Tiongkok yang melemah. Ke depan,
peningkatan harga terutama pada triwulan II 2015 diperkirakan masih terbatas sejalan
dengan masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Di sisi lain, harga minyak dunia
mulai meningkat secara gradual.
Risiko di pasar keuangan global masih tinggi. Hal ini sejalan dengan risiko Grexit dan
terus berlanjutnya ketidakpastian waktu dan besarnya kenaikan suku bunga FFR di AS.
Normalisasi the Fed diprakirakan terjadi paling cepat September 2015 atau paling lambat
Desember 2015 dengan kenaikan FFR diperkirakan sebesar 25 bps. Kondisi ini berpotensi
mendorong tekanan pembalikan modal portfolio dari emerging markets.
Pertumbuhan Ekonomi
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 diprakirakan masih
terbatas dan akan membaik pada triwulan-triwulan mendatang. Konsumsi
diperkirakan membaik, terindikasi dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada
Mei 2015. Sementara itu, investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan
masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi infrastruktur yang belum
secepat perkiraan. Di sisi lain, ekspor diperkirakan masih tertekan sejalan dengan
perekonomian global dan harga komoditas yang masih rendah. Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan membaik, didukung
oleh meningkatnya konsumsi dan investasi pemerintah sejalan dengan semakin
| 5
meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran
kredit perbankan. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada
pada kisaran 5,0-5,4% pada 2015. Konsistensi untuk mendorong percepatan realisasi
belanja Pemerintah, termasuk untuk implementasi proyek-proyek infrastruktur, serta
perbaikan iklim investasi akan memiliki peranan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi di 2015.
Konsumsi triwulan II 2015 diperkirakan membaik, terindikasi dari indeks keyakinan
konsumen (IKK) yang meningkat pada Mei 2015 (Grafik 2.3). Survei konsumen Bank
Indonesia menunjukkan bahwa keyakinan konsumen pada Mei 2015 menguat, setelah
mengalami pelemahan pada dua bulan sebelumnya. Penguatan IKK tersebut didorong oleh
peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan optimisme
terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Perbaikan konsumsi terindikasi dari
meningkatnya sejumlah indikator penjualan eceran pada triwulan II 2015. Pertumbuhan
penjualan eceran yang meningkat tersebut terutama didorong oleh peningkatan penjualan
kelompok makanan dan minuman, serta perlengkapan rumah tangga (Grafik 2.4).
Sementara itu, konsumsi pemerintah berpotensi tumbuh terbatas, sejalan dengan realisasi
belanja barang yang masih lambat.
Grafik 2.3. Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 2.4. Indeks Penjualan Eceran BI
Kinerja investasi pada triwulan II 2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring
dengan masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi
infrastruktur yang belum secepat perkiraan. Kinerja investasi nonbangunan belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kondisi tersebut tercermin dari investasi mesin
yang masih lemah (Grafik 2.5), serta impor barang modal dan penjualan alat berat yang
masih mencatat kontraksi (Grafik 2.6). Sementara itu, kinerja investasi bangunan
diprakirakan tumbuh terbatas seiring dengan mundurnya realisasi proyek infrastruktur
pemerintah. Mundurnya realisasi proyek infrastruktur tercermin dari penjualan alat berat
dan semen yang masih terkontraksi (Grafik 2.7).
Grafik 2.5. Investasi Mesin
Grafik 2.6. Indikator Investasi
Nonbangun
| 6
Grafik 2.7. Penjualan Semen
Dari sisi eksternal, ekspor triwulan II 2015 diperkirakan masih tertekan, sejalan
dengan perekonomian global dan harga komoditas yang masih rendah (Grafik
2.8). Pertumbuhan ekonomi global yang tidak secepat perkiraan sebelumnya, berdampak
pada permintaan dunia yang masih lemah, tercermin pada volume perdagangan dunia.
Selain itu, harga komoditas ekspor baik pertanian, pertambangan, dan manufaktur juga
masih tertekan.
Impor diprakirakan masih tumbuh terbatas pada triwulan II 2015, merespons
kinerja investasi yang tumbuh terbatas dan ekspor yang masih tertekan. Hingga
April 2015, penurunan impor terjadi di semua komponen (Grafik 2.9), termasuk impor
bahan baku yang sebelumnya tumbuh positif. Impor barang modal terkontraksi semakin
dalam, khususnya impor barang modal di luar alat transportasi. Sementara itu, penurunan
impor bahan baku terjadi pada kelompok bahan baku processed untuk industri. Impor
barang konsumsi juga turun tajam dalam bentuk impor makanan dan minuman baik
primary maupun processed untuk keperluan rumah tangga.
Grafik 2.8. Indeks Harga Ekspor
Nonmigas
Grafik 2.9. Pertumbuhan Impor
Nonmigas Riil
Dari sisi sektoral (lapangan usaha), pertumbuhan ekonomi yang terbatas pada
triwulan II 2015 terjadi pada sebagian besar sektor ekonomi. Dorongan permintaan
global dan domestik yang tidak sekuat sebelumnya berdampak pada lebih rendahnya
kinerja sektoral, terutama pada sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, dan
sektor konstruksi. Sektor industri pengolahan terindikasi masih melambat, sebagaimana
tercermin dari penurunan output pada survei Purchasing Manager Index (PMI), penurunan
volume produksi otomotif serta penurunan penggunaan listrik sektor industri. Melemahnya
permintaan global juga berdampak pada kinerja sektor pertambangan, antara lain
komoditas batubara. Harga yang terus turun mendorong produsen batubara memangkas
produksinya hingga -19,4% (yoy) untuk periode Jan-Mei 2015. Sementara itu, realisasi
| 7
belanja pemerintah pusat yang masih rendah, termasuk untuk proyek infrastruktur sampai
dengan triwulan II 2015, berdampak pada lebih rendahnya kinerja sektor konstruksi.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan
membaik, didukung oleh meningkatnya konsumsi dan investasi pemerintah
sejalan dengan semakin meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur
dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan. Secara keseluruhan tahun,
pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% pada 2015. Konsistensi
untuk mendorong percepatan realisasi belanja Pemerintah, termasuk untuk implementasi
proyek-proyek infrastruktur, serta perbaikan iklim investasi akan memiliki peranan penting
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di 2015.
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2015 kembali mencatat surplus, terutama
ditopang oleh kenaikan surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan
tercatat sebesar 0,95 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus pada bulan
sebelumnya sebesar 0,48 miliar dolar AS (Grafik 2.10). Kenaikan surplus neraca
perdagangan tersebut terutama didorong oleh kenaikan surplus neraca perdagangan
nonmigas dari bulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh penurunan impor nonmigas yang
lebih tajam dibandingkan dengan penurunan ekspor nonmigas. Sementara itu, kinerja
neraca perdagangan migas juga membaik, dengan defisit yang menurun dari bulan
sebelumnya. Penurunan defisit tersebut dipengaruhi oleh penurunan impor migas yang
lebih dalam dari penurunan ekspor migas.
Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat sebesar 1,66 miliar dolar AS, naik
dari 1,36 miliar pada bulan sebelumnya. Ekspor nonmigas terkontraksi karena turunnya
ekspor lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, mesin/peralatan listrik, karet
dan barang dari karet, dan kendaraan & bagiannya. Penurunan lebih lanjut tertahan oleh
perbaikan kinerja ekspor beberapa komoditas, terutama bijih, kerak, dan abu logam,
benda-benda dari besi dan baja, dan bahan kimia anorganik. Penurunan kinerja ekspor
tersebut diiringi oleh penurunan impor nonmigas yang lebih tajam terutama karena
penurunan impor mesin dan peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, serta besi dan
baja.
Kinerja neraca perdagangan migas juga membaik dengan defisit yang menurun
menjadi 0,71 miliar dolar AS dari 0,88 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya.
Penurunan defisit tersebut dipengaruhi oleh penurunan ekspor migas sebesar 6,0% (mtm)
yang disertai dengan penurunan impor migas yang lebih dalam sebesar 10,9% (mtm).
Ekspor migas periode Mei 2015 tercatat sebesar 1,37 miliar dolar AS, lebih rendah
dibanding periode sebelumnya sebesar 1,46 miliar dolar AS, sejalan dengan berkurangnya
ekspor hasil minyak dan gas. Sementara itu, impor migas turun dari 2,34 miliar dolar AS
pada bulan sebelumnya menjadi 2,08 miliar dolar AS, terutama disebabkan oleh turunnya
impor minyak mentah, hasil minyak dan gas.
Bank Indonesia memandang bahwa tren surplus neraca perdagangan Mei 2015 ini
sangat positif dalam mendukung kinerja transaksi berjalan triwulan II-2015. Untuk
keseluruhan tahun 2015, defisit transaksi berjalan diperkirakan berada di sekitar 2,5% PDB,
lebih baik dari tahun sebelumnya.
| 8
Grafik 2.10. Neraca Perdagangan
Grafik 2.11. Aliran Dana Nonresiden
Pada Aset Rupiah
Dari neraca finansial, aliran modal asing masih tercatat positif. Meskipun aliran
modal masuk asing mengalami tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar
keuangan global, secara akumulatif aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan
Indonesia hingga Mei 2015 mencapai 3,2 miliar dolar AS (Grafik 2.11). Dengan
perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Mei 2015 tercatat sebesar 110,8
miliar dolar AS atau setara dengan 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar
3 bulan impor.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap
hampir semua mata uang dunia. Pada Mei 2015, rupiah secara rata-rata melemah
sebesar 1,5% (mtm) ke level Rp13.141 per dolar AS dari bulan sebelumnya sebesar
Rp.12.944 per dolar AS. Sejalan dengan itu, secara point-to-point (ptp) Rupiah terdepresiasi
sebesar 1,98% dan ditutup pada level Rp.13.224 per dolar AS (Grafik 2.12). Meskipun
demikian, pelemahan rupiah relatif masih moderat dibandingkan dengan mata uang Brasil,
Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Afrika Selatan, Thailand dan Singapura (Grafik 2.13).
Grafik 2.12. Pergerakan Nilai Tukar
Rupiah
Grafik 2.13. Nilai Tukar Kawasan
Tekanan terhadap rupiah terutama didorong oleh faktor eksternal. Dari eksternal,
tekanan depresiasi dipicu oleh penguatan dolar AS yang ditopang oleh kebijakan
Quantitative Easing ECB dan dinamika negosiasi fiskal Yunani (Grafik 2.14). Selain itu, dari
sisi internal, tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh kekhawatiran terhadap
| 9
melambatnya ekonomi domestik, meskipun tertahan oleh peningkatan outlook rating
Indonesia dari stable menjadi positif oleh Standard & Poor’s (S&P).
Volatilitas rupiah pada Mei 2015 mengalami peningkatan, meskipun relatif lebih
rendah dibandingkan negara peers. Kenaikan volatilitas Rupiah terutama terjadi di awal
bulan menyusul pelemahan rupiah pasca rilis data PDB triwulan I 2015 yang melambat.
Volatilitas kemudian relatif lebih terkendali hingga akhir bulan. Dibandingkan dengan mata
uang negara peers, volatilitas Rupiah masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan Real
Brasil, Lira Turki, Baht Thailand, Rand Afrika Selatan, Ringgit Malaysia, dan Dolar Singapura
(Grafik 2.15).
Grafik 2.14. Dolar-Asia Dolar Index
Grafik 2.15. Volatilitas Nilai Tukar
Negara Peers
Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan.
Inflasi
Tekanan inflasi di bulan Mei 2015 meningkat didorong oleh gejolak harga bahan
makanan. Inflasi IHK Mei 2015 tercatat sebesar 0,50% (mtm) atau 7,15% (yoy), lebih
tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36% (mtm) atau 6,79% (yoy), terutama
disebabkan oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food). Peningkatan
inflasi volatile food terutama disebabkan oleh berkurangnya pasokan, terutama akibat
gangguan cuaca. Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang
dikendalikan oleh Pemerintah (administered prices), terutama didorong oleh kenaikan tarif
listrik dan tarif angkutan udara. Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang
cukup rendah yakni sebesar 0,23% (mtm), sejalan dengan kegiatan perekonomian
domestik yang cenderung tumbuh moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali (Grafik
2.16).
Inflasi kelompok volatile food terutama disebabkan oleh kenaikan harga aneka
cabai dan aneka bawang. Kelompok volatile food tercatat inflasi sebesar 1,52% (mtm)
atau 8,10% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar -0,91% (mtm) atau
6,25% (yoy) (Grafik 2.17). Kenaikan harga aneka cabai didorong oleh penurunan pasokan
akibat gangguan cuaca dan peningkatan permintaan menjelang Ramadhan. Di sisi lain,
kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh penurunan pasokan akibat gangguan
cuaca, sementara kenaikan harga bawang putih disebabkan oleh penurunan impor seiring
penurunan produksi bawang putih di Tiongkok yang masih terus berlangsung (Tabel 2.1).
| 10
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi
Grafik 2.17. Pola Inflasi/Deflasi
Volatile Food
Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food
No. Volatile Food
Inflasi
1
Ca bai Mera h
2
Dagi ng Aya m Ras
(%,mtm)
Kontribusi (%,mtm)
26.49
0.10
5.04
0.06
6.32
0.04
4
Tel ur Aya m Ra s
Ba wang Mera h
5.84
0.03
5
Ba wang Puti h
8.96
0.02
6
I kan Sega r
0.56
0.02
7
Tomat Sa yur
7.47
0.01
8
Ca bai Ra wi t
6.25
0.01
3
Deflasi
1
Bera s
(0.90)
0.04
2
Mi nya k Goreng
(0.58)
0.01
Inflasi administered prices meningkat pada Mei 2015 terutama bersumber dari
kenaikan tarif listrik dan tarif angkutan udara. Pada Mei 2015, kelompok administered
prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,38% (mtm) atau 13,35% (yoy) (Grafik 2.18).
Tarif listrik meningkat akibat depresiasi Rupiah dan kenaikan harga minyak dunia dua bulan
lalu, sejalan dengan penerapan kebijakan tariff adjustment sejak awal tahun ini. Komoditas
lain yang yang menyumbang inflasi pada bulan ini adalah bensin, rokok, dan angkutan
udara (Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Administered Prices
No. Administered Prices (%,mtm)
Kontribusi (%,mtm)
Inflasi
Grafik 2.18. Pola Inflasi/Deflasi
Administered Prices
1 Tarif Listrik
0.67 0.02
2 Bensin
0.36 0.01
3 Rokok Kretek Filter
0.57 0.01
4 Rokok Kretek
1.04 0.01
5 Angkutan Udara
0.99 0.01
| 11
Inflasi inti stabil sejalan dengan pelemahan ekonomi domestik dan penurunan
harga komoditas global nonminyak. Inflasi inti pada Mei 2015 stabil sebesar 0,23%
(mtm) atau 5,04% (yoy). Stabilnya inflasi inti didorong oleh penurunan inflasi akibat
pelemahan ekonomi domestik dan penurunan harga komoditas global nonminyak yang
dapat mengimbangi dampak tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal
khususnya depresiasi. Dampak pelemahan ekonomi domestik ditunjukkan oleh penurunan
inflasi inti non-traded pada Mei 2015 (Grafik 2.19). Sementara itu, tekanan inflasi inti pada
Mei 2015 yang bersumber dari sisi eksternal, khususnya depresiasi, ditunjukkan oleh
peningkatan inflasi inti traded (Grafik 2.20).
Grafik 2.19. Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.20. Inflasi Inti Traded dan
Faktor Eksternal
Inflasi inti yang stabil juga didukung oleh terkendalinya ekspektasi inflasi.
Consensus Forecast bulanan edisi April 2015 menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi tahun
2015 stabil di tingkat 6,0% (rata-rata), atau sama dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.21).
Sementara itu dalam jangka pendek, hasil Survei Penjualan Eceran dan Survei Konsumen
untuk 3 bulan yang akan datang menunjukkan penurunan sejalan dengan koreksi harga
pasca hari raya Idul Fitri (Grafik 2.22).
Grafik 2.21. Ekspektasi Inflasi Consensus
Forecast (Bulanan)
Grafik 2.22. Ekspektasi Harga
Pedagang Eceran
Secara spasial, tekanan inflasi yang meningkat pada Mei 2015 bersumber dari
kenaikan inflasi di hampir seluruh daerah. Berdasarkan kawasan, kenaikan inflasi di
kawasan Sumatera lebih tinggi dibandingkan kawasan lainnya. Meningkatnya tekanan
inflasi di berbagai daerah di Sumatera ini dipicu oleh kenaikan harga aneka bumbu,
terutama cabai merah. Di sisi lain, Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu-satunya
daerah yang mengalami deflasi pada bulan ini, didorong antara lain oleh koreksi harga
| 12
pada komoditas bahan makanan (ikan segar). Sementara itu, inflasi di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) juga tercatat cukup tinggi, terutama di Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara
(Gambar 2.1). Inflasi di beberapa daerah di Sulawesi dan Maluku lebih disebabkan oleh
kenaikan harga yang cukup tinggi pada komoditas ikan segar.
Inflasi Nasional: 0,50% (mtm)
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko yang
memengaruhi inflasi, khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar,
penyesuaian administered prices, faktor musiman selama Ramadhan dan
menjelang Lebaran, serta gejolak harga pangan terkait kemungkinan terjadinya El
Nino. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di
tingkat pusat dan daerah, melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja
Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID), termasuk langkah-langkah
strategis dalam mengendalikan tekanan harga pangan khususnya menjelang Ramadhan
dan Lebaran, terutama dengan memastikan kecukupan pasokan. Dengan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia meyakini bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% masih dapat
dicapai.
Perkembangan Moneter
Kondisi likuiditas di Pasar Uang Antar Bank dan perbankan relatif terjaga. Sejalan
dengan perkembangan tersebut, suku bunga deposito dan kredit mengalami penurunan
meskipun penurunan suku bunga kredit tertahan oleh meningkatnya risiko kredit. Selain
karena masih lemahnya prospek perekonomian, tertahannya penurunan suku bunga kredit
kemudian menyebabkan pertumbuhan kredit melambat. Sejalan dengan pertumbuhan
kredit yang melambat, disertai operasi keuangan pemerintah yang terkontraksi, likuiditas
perekonomian dalam arti luas (M2) tercatat melambat.
Suku bunga PUAB O/N menurun seiring dengan terjaganya likuiditas di Pasar Uang
Antar Bank. Pada Mei 2015, suku bunga PUAB O/N mengalami penurunan menjadi
5,61% dari 5,73% pada bulan sebelumnya. Dengan demikian, suku bunga PUAB O/N
kembali mendekat ke DF rate di level 5.50%. Penurunan ini terutama terjadi pada suku
bunga PUAB dengan tenor sampai dengan 1 minggu. Sementara itu, suku bunga PUAB
| 13
untuk tenor yang lebih panjang cenderung mengalami peningkatan terkait dengan potensi
pengetatan likuiditas berupa penarikan uang kartal menjelang bulan puasa dan lebaran.
(Grafik 2.23).
Likuiditas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tetap terjaga. Terjaganya likuiditas PUAB
terindikasi dari spread suku bunga max-min di PUAB yang menurun menjadi 101 bps
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 106 bps. Secara nominal, volume rata-rata
PUAB total pada Mei 2015 tercatat turun menjadi Rp10,00 triliun dari Rp15,17 triliun pada
bulan sebelumnya. Penurunan volume PUAB total lebih dikontribusi oleh turunnya volume
PUAB O/N yang turun dari Rp 10,39 triliun menjadi Rp5,17 triliun (Grafik 2.24).
Vol DF O/N (RHS)
rBI Rate
LF Rate
8
9,0
Vol PUAB O/N (RHS)
rPUAB O/N
175
155
135
115
rPUAB : 5.61% 95
75
Avg Posisi DF : Rp101,99 T 55
RRT Vol PUAB : Rp 10.00 T 35
15
(5)
4,0
3
3,0
Jan‐13
Feb‐13
Mar‐13
Apr‐13
May‐13
Jun‐13
Jul‐13
Aug‐13
Sep‐13
Oct‐13
Nov‐13
Dec‐13
Jan‐14
Feb‐14
Mar‐14
Apr‐14
May‐14
Jun‐14
Jul‐14
Aug‐14
Sep‐14
Oct‐14
Nov‐14
Dec‐14
Jan‐15
Feb‐15
Mar‐15
Apr‐15
May‐15
Grafik 2.23. Suku Bunga PUAB O/N
May‐14
4
Feb‐14
5,0
Nov‐13
5
Aug‐13
6,0
Feb‐13
7,0
6
May‐13
8,0
7
Rp T
May‐15
DF Rate
Feb‐15
BI Rate
Nov‐14
%
rPUAB ON
Aug‐14
%
9
Grafik 2.24. Suku Bunga PUAB O/N
& Vol DF O/N
Suku bunga simpanan perbankan terus melanjutkan tren menurun. Pada April 2015,
rata-rata tertimbang suku bunga deposito mengalami penurunan -23 bps menjadi 8,39%
dengan penurunan terbesar terjadi pada deposito jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
Penurunan suku bunga deposito ini didorong oleh perbaikan kondisi likuiditas perbankan
seiring dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan penyaluran
kredit. Sementara itu, suku bunga kredit juga menurun, meskipun tertahan terkait dengan
meningkatnya risiko kredit. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit hanya menurun -1 bps
menjadi 12,98%, utamanya didorong oleh penurunan suku bunga KMK. Di sisi lain, suku
bunga KI dan KK masih meningkat (Grafik 2.25). Pada April 2015, suku bunga KMK
mengalami penurunan -7 bps, sementara suku bunga KI dan KK sama-sama tercatat naik 5
bps. Penurunan suku bunga deposito yang lebih besar daripada penurunan suku bunga
kredit membuat spread suku bunga perbankan meningkat dari 437 bps menjadi 459 bps
(Grafik 2.26).
%
%
14.5
Sb KMK
Sb KI
Sb KK
Sb Kredit Rp
14.0
13.73 10.0
RRT
1 Bln
3 Bln
9.5
6 Bln
12 Bln
24 Bln
9.0
BI RATE
LPS
8.5
13.5
12.98 13.0
12.75 12.5
12.32 8.0
7.5
7.0
6.5
12.0
6.0
11.5
5.5
Jan‐13
Feb‐13
Mar‐13
Apr‐13
May‐13
Jun‐13
Jul‐13
Aug‐13
Sep‐13
Oct‐13
Nov‐13
Dec‐13
Jan‐14
Feb‐14
Mar‐14
Apr‐14
May‐14
Jun‐14
Jul‐14
Aug‐14
Sep‐14
Oct‐14
Nov‐14
Dec‐14
Jan‐15
Feb‐15
Mar‐15
Apr‐15
Grafik 2.25. Suku Bunga
KMK, KI dan KK
Jan‐13
Feb‐13
Mar‐13
Apr‐13
May‐13
Jun‐13
Jul‐13
Aug‐13
Sep‐13
Oct‐13
Nov‐13
Dec‐13
Jan‐14
Feb‐14
Mar‐14
Apr‐14
May‐14
Jun‐14
Jul‐14
Aug‐14
Sep‐14
Oct‐14
Nov‐14
Dec‐14
Jan‐15
Feb‐15
Mar‐15
Apr‐15
5.0
11.0
Grafik 2.26. Selisih Suku Bunga
Perbankan
| 14
Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh melambat dibandingkan
bulan sebelumnya. Pada April 2015, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.274,9 triliun, atau
tumbuh 14,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Maret 2015 yang sebesar
16,3% (yoy). Berdasarkan komponennya, perlambatan pertumbuhan M2 tersebut
bersumber dari komponen M1 (Uang Kartal dan Giro Rupiah) maupun komponen Uang
Kuasi (Simpanan Berjangka dan Tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta Simpanan
Giro Valuta Asing) (Grafik 2.27). M1 dan Uang Kuasi masing-masing tumbuh 9,0% (yoy)
dan 16,7% (yoy), melambat dari 12,2% (yoy) dan 17,6% (yoy) pada bulan sebelumnya
(Grafik 2.28).
30
Pertumbuhan M1 (%yoy)
25
20
15
10,93
10
9,0
5
6,3
Jan‐15
Apr‐15
Jul‐14
Okt‐14
Jan‐14
Giro Rp
Apr‐14
Jul‐13
Jan‐13
M1
Apr‐13
Jul‐12
Apr‐12
Jan‐12
Grafik 2.27. Pertumbuhan M2 dan
Komponennya
Okt‐12
COB
‐5
Okt‐13
0
Grafik 2.28. Pertumbuhan M1 dan
Komponennya
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, melambatnya pertumbuhan M2
terutama dipengaruhi oleh turunnya pertumbuhan kredit yang disalurkan. Pada
April 2015, kredit yang disalurkan oleh perbankan mencapai Rp3.747,3 triliun, atau
tumbuh 10,3% (yoy)1, melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar
11,1% (yoy). Sementara itu, operasi keuangan pemerintah juga mengalami kontraksi yang
tercermin dari pertumbuhan tagihan bersih kepada Pempus sebesar 32,9% (yoy), turun dari
pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 38,2% (yoy) (Grafik 2.29).
Grafik 2.29. Pertumbuhan M2 dan
Faktor-faktor yang Memengaruhinya
1
Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 10,3% (yoy) pada April 2015 menggunakan
konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak
termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak
termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan
pada April 2015 tercatat sebesar 10,42% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman
rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor cabang yang beroperasi di luar
wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk.
| 15
Industri Perbankan
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh industri perbankan yang
solid. Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar di industri perbankan relatif stabil dan
terkendali. Selain itu, kondisi permodalan juga masih kuat untuk memelihara industri
perbankan secara keseluruhan.
Pertumbuhan kredit pada April 2015 melambat. Seiring dengan masih lemahnya
prospek ekonomi, pertumbuhan kredit pada April 2015 masih melambat dengan tumbuh
10,42% (yoy)2, lebih rendah dibandingkan 11,28% (yoy) pada bulan sebelumnya. Kredit
Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) tumbuh masing-masing sebesar 9,14% (yoy)
dan 11,21% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang
sebesar 9,95% (yoy) dan 13,54% (yoy). Di sisi lain, Kredit Konsumsi (KK), dengan pangsa
27,85% dari total kredit, tercatat tumbuh meningkat menjadi 11,93 (yoy) dari bulan
sebelumnya sebesar 11,56% (yoy) (Grafik 2.30).
Secara sektoral, pertumbuhan kredit April 2015 di sektor-sektor utama mengalami
perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kredit sektoral tersebut seiring dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Penyaluran kredit di Sektor PHR, yang memiliki
pangsa 22% dari total kredit, tumbuh melambat menjadi 10,8% (yoy) dari 11,9% (yoy)
pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit Sektor Industri Pengolahan dan Sektor
Pertanian juga melambat masing-masing menjadi 16,1% (yoy) dan 14,1% (yoy) dari 17,5%
(yoy) dan 16,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit kepada Sektor
Pertambangan dan Sektor Lainnya mencatat peningkatan. Sementara itu, penyaluran kredit
ke Sektor Jasa-Jasa dan Sektor Listrik, Air dan Gas masih terus tumbuh negatif (Grafik
2.31).
% yoy
Total
KMK
KI
KK
Mar‐15
45
40
Lainnya
35
Jasa Sosial
30
Jasa Dunia Usaha
25
Pengangkutan
20
Perdagangan
15
Konstruksi
10
Listrik, Air dan Gas
5
Industri Pengolahan
0
Pertambangan
Apr‐15
12.4
12.6
15.6
13.7
‐4.7
‐5.8
6.2
4.1
11.9
10.8
28.3
27.8
‐4.8
‐7.9
‐5
Apr‐15
Jan‐15
Okt‐14
Jul‐14
Apr‐14
Jan‐14
Okt‐13
Jul‐13
Apr‐13
Jan‐13
Okt‐12
Apr‐12
Jul‐12
Jan‐12
Grafik 2.30. Pertumbuhan Kredit
Menurut Penggunaan
17.5
16.1
6.7
7.1
16.4
14.1
Pertanian
%
‐10
0
10
20
30
40
Grafik 2.31. Pertumbuhan Kredit
Menurut Sektor Ekonomi
Pada April 2015, pertumbuhan DPK juga menurun. DPK tumbuh 14,15% (yoy) pada
April 2015, turun dibandingkan pertumbuhan Maret 2015 yang sebesar 16,04% (yoy).
Penurunan pertumbuhan terjadi pada seluruh jenis simpanan. Deposito, giro, dan tabungan
masing-masing tumbuh sebesar 22,3% (yoy), 12,9% (yoy), dan 3,3% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 23,68% (yoy), 17,66% (yoy)
dan 3,99% (yoy) (Grafik 2.32).
2
Kredit menurut konsep perbankan.
| 16
DPK (RHS)
%, yoy
Giro
Tab
Deposito
35
35
30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5
5
Per Apr 2015
‐
Jan‐10
Apr‐10
Jul‐10
Okt‐10
Jan‐11
Apr‐11
Jul‐11
Okt‐11
Jan‐12
Apr‐12
Jul‐12
Okt‐12
Jan‐13
Apr‐13
Jul‐13
Okt‐13
Jan‐14
Apr‐14
Jul‐14
Okt‐14
Jan‐15
Apr‐15
‐
Grafik 2.32. Pertumbuhan DPK
Di tengah aktivitas ekonomi yang melambat, ketahanan perbankan yang
tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang
relatif terkendali. Pada April 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
masih tinggi, yaitu sebesar 20,54%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar
20,73%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih tinggi untuk
mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,50% (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan
Indikator
Utama
Total Aset (T Rp)
DPK
(T Rp)
Kredit* (T Rp)
LDR*
(%)
NPLsBruto(%)
CAR
(%)
NIM
(%)
ROA (%)
* tanpa channeling
2014
2015
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
4,880.5
3,594.7
3,258.4
90.65
1.90
19.63
4.1
2.8
4,888.8
3,603.6
3,267.8
90.68
1.99
19.78
4.1
2.7
4,933.0
3,618.1
3,306.9
91.40
2.00
19.83
4.3
2.9
5,008.1
3,694.8
3,361.3
90.98
2.05
19.35
4.3
2.9
5,097.5
3,763.5
3,403.1
90.43
2.18
19.47
4.1
2.9
5,198.0
3,834.5
3,468.2
90.45
2.16
19.37
4.1
2.9
5,121.1
3,778.4
3,495.0
92.50
2.24
19.26
4.1
2.8
5,218.9
3,855.9
3,498.4
90.73
2.31
19.32
4.2
2.8
5,418.8
3,995.8
3,561.3
89.13
2.29
19.40
4.2
2.8
5,445.7
4,011.4
3,558.1
88.70
2.35
19.64
4.2
2.8
5,511.1
4,054.7
3,596.6
88.70
2.36
19.62
4.2
2.8
5,615.1
4,114.4
3,674.3
89.30
2.16
19.38
4.1
2.8
5,622.0
4,105.9
3,634.3
88.52
2.35
20.84
4.1
2.7
5,683.2
4,151.4
3,665.7
88.30
2.43
21.09
4.0
2.4
5,784.0
4,198.6
3,679.9
87.65
2.40
20.73
5.1
2.6
5,792.7
4,217.6
3,711.6
88.00
2.48
20.54
5.1
2.5
Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara
Pasar saham domestik selama Mei 2015 tercatat menguat yang didorong oleh
sejumlah sentimen positif. IHSG pada akhir Mei 2015 mencapai level 5.216,38 atau naik
130 poin (+2,55%) dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya (Grafik 2.33). Penguatan
IHSG ini dipengaruhi oleh sentimen positif terhadap rilis beberapa indikator ekonomi yang
membaik seperti inflasi April masih sesuai dengan perkiraan serta neraca perdagangan dan
defisit transaksi berjalan April yang lebih baik dari ekspektasi. Sentimen positif juga muncul
dari pengumuman BI rate yang masih sesuai ekspektasi disertai dengan pelonggaran
kebijakan LTV untuk KPR dan kendaraan bermotor. Selain itu, keputusan S&P untuk
menaikkan outlook credit rating Indonesia juga memperoleh respon positif di bursa.
| 17
Kinerja IHSG pada Mei 2015 tercatat lebih baik dibandingkan dengan bursa saham
di kawasan (Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura). Pertumbuhan
IHSG sebesar 2,55% merupakan yang tertinggi di antara negara-negara kawasan yang
sebagian besar mengalami penurunan kinerja. Pelemahan bursa negara kawsan berada
pada kisaran -1,7% sampai -3,9% dengan penurunan terbesar terjadi pada bursa saham
Malaysia.
Pada Mei 2015, harga saham pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami
penguatan. Penguatan terbesar terjadi pada sektor pertanian (+15,6%), diikuti oleh sektor
industri dasar (+7,4%) dan sektor infrastruktur (+5,1%). Penguatan di sektor pertanian
dipengaruhi oleh optimisme investor terhadap perbaikan kinerja emiten yang bergerak di
bidang pertanian. Sektor yang mengalami koreksi pada Mei 2015 hanyalah sektor
perdagangan yang turun -0,7% (Grafik 2.34).
World
EM ASIA
‐1,8%
US (Dow Jones)
Japan (Nikkei)
England (FTSE)
India (SENSEX)
Hong Kong (Hang Seng)
‐2,5%
Shanghai (SHCOMP)
Strait Times (STI)
‐2,7%
Kuala Lumpur (KLCI) ‐3,9%
Philippine
‐1,7%
Thailand (SET)
‐2,0%
Vietnam
Indonesia (IHSG)
‐5%
‐3%
0,6%
Properti
0,3%
Pertanian
1,0%
5,3%
0,3%
15,6%
Perdagangan
‐0,7%
Konsumsi
3,0%
0,9%
Aneka Industri
3,8%
4,9%
Industri Dasar
7,4%
Keuangan
1,9%
Pertambangan
1,3%
1%
3%
5,1%
IHSG
2,55%
‐1%
0,3%
Infrastruktur
5%
Grafik 2.33. IHSG dan Indeks Bursa
Global
2,55%
‐5%
0%
5%
10%
15%
20%
Grafik 2.34. Indeks Sektoral Maret 2015
Selama Mei 2015, di tengah kenaikan IHSG, investor non residen membukukan net
jual didorong oleh sentimen negatif global dan kekhawatiran perlambatan
ekonomi Indonesia. Investor non residen membukukan net jual sebesar Rp3,46 triliun
pada Mei 2015, berbalik arah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat net beli
sebesar Rp5,90 triliun (Gambar 2.35). Aksi jual investor non residen terutama dipengaruhi
oleh sentimen negatif global terkait kebijakan normalisasi the Fed yang kemungkinan akan
dilakukan dalam waktu dekat mengingat membaiknya rilis data perekonomian AS. Selain
itu, sentimen negatif juga muncul dari masalah penundaan pembayaran utang Yunani
kepada IMF. Dari sisi domestik, tekanan jual dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap
perlambatan ekonomi Indonesia. Namun demikian, di tengah tekanan jual oleh investor
non residen, pasar saham domestik masih tumbuh positif akibat aksi beli investor domestik
yang memanfaatkan strategi buy on weakness. Hingga Mei 2015, posisi kepemilikan saham
oleh non residen mencapai 47,1% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yang
sebesar 45,3%.
Berbeda dengan kinerja pasar saham, kinerja pasar SBN melemah dengan yield
yang meningkat di seluruh tenor. Turunnya kinerja di pasar obligasi dipengaruhi oleh
sejumlah sentimen negatif global. Kekhawatiran terhadap rencana kenaikan FFR, yang
diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat, menyebabkan tekanan jual di pasar SBN
terutama oleh investor non residen. Selain itu, investor juga mengkhawatirkan
kemungkinan penundaan pembayaran utang Yunani ke IMF yang pada akhirnya
mendorong tren kenaikan yield di pasar SBN. Pada Mei 2015, yield SBN naik 37 bps dari
| 18
7,74% menjadi 8,10%. Yield jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik
sebesar 32 bps, 42 bps dan 32 bps menjadi 7,77%, 8,15% dan 8,47% (Grafik 2.36).
IHSG
Net Beli/Jual Asing (T)
5800
20,0
5600
15,0
5400
10,0
5200
5,0
‐
5000
4800
(3,46)
(5,0)
4600
(10,0)
4400
(15,0)
(20,0)
4200
Net Beli/Jual Asing (RHS)
IHSG
(25,0)
Mei 15
Jan 15
Mar 15
Nop 14
Jul 14
Sep 14
Mei 14
Jan 14
Mar 14
Nop 13
Jul 13
Sep 13
Mei 13
4000
Grafik 2.35. Kinerja IHSG dan Net
Beli/Jual Asing
Grafik 2.36. Perubahan Yield Bulanan
(mtm)
Di tengah kenaikan yield, investor non residen melakukan pembelian SBN. Selama
Mei 2015, investor non residen tercatat membukukan net beli sebesar Rp6,31 triliun,
meningkat dari net beli Rp4,31 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik 2.37). Kenaikan yield
SBN ternyata justru dimanfaatkan oleh investor non residen untuk melakukan pembelian.
Tekanan jual sempat terjadi di pekan awal Mei 2015, namun sentimen positif domestik
mendorong investor non residen untuk kembali masuk ke pasar. Secara umum,
kepemilikan asing di pasar SBN pada Mei 2015 turun dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yaitu dari 37,50% menjadi 37,40%. Kepemilikan SBN oleh asuransi dan BI
masing-masing turun dari 11,81% dan 6,76% menjadi 11,80% dan 6,43%. Sementara
kepemilikan lain oleh bank meningkat dari 25,67% menjadi 26,14% dan dana pensiun
stabil di 3,34%.
%
Net Beli/Jual Asing (Rp T)
10
50
40
9
30
8
20
6,31 10
7
0
6
‐10
5
‐20
‐30
May‐15
Jan‐15
Mar‐15
Nov‐14
Jul‐14
Sep‐14
Mar‐14
Yield SBN 10 Tahun
May‐14
Jan‐14
Nov‐13
Jul‐13
May‐13
Sep‐13
Net Beli/Jual (RHS)
4
Grafik 2.37. Yield SBN dan
Jual/Beli Asing Neto Bulanan
Pembiayaan Non Bank
Pembiayaan ekonomi non bank pada Mei 2015 tercatat meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Selama Mei 2015, total pembiayaan melalui
penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN),
promissory notes, negotiable certificate of deposits (NCD) dan instrumen keuangan lainnya
tercatat sebesar Rp11,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2014 yang sebesar
Rp9,9 triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada Mei 2015 masih
didominasi oleh penerbitan obligasi korporasi (Tabel 2.4) yang diikuti oleh penerbitan MTN
dan NCD.
| 19
Tabel 2.4. Pembiayaan Non Bank
Rp Trillion
Nonbank
Saham
o/w Emiten Sektor Keuangan
Obligasi
o/w Emiten Sektor Keuangan
MTN dan Promissory Notes + NCD
o/w Emiten Sektor Keuangan
Sumber: OJK dan BEI (diolah)
Jan
2.9
2.2
2.2
0.0
0.0
0.6
0.6
Feb Mar
2.8 12.5
0.0 6.4
0.0 3.3
2.8 5.2
1.1 4.4
0.1 0.9
0.0 0.6
Apr May
2.1 9.9
1.1 0.6
0.0 0.0
0.4 7.3
0.4 7.3
0.5 2.0
0.3 1.8
Jun
27.2
16.0
4.1
9.8
1.8
1.3
1.1
2014
Jul Aug Sept
1.7 0.8 5.7
0.0 0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
1.5 0.0 5.3
1.5 0.0 4.0
0.2 0.8 0.4
0.2 0.8 0.2
Okt
9.9
2.4
0.0
4.3
3.2
3.1
1.3
Nov
18.8
13.6
1.8
2.1
1.6
3.1
0.6
Des Total
15.8 110.1
5.2 47.6
1.3 12.8
8.7 47.5
5.0 30.3
1.9 14.9
1.6 9.2
Jan
3.3
0.0
0.0
3.0
3.0
0.3
0.0
2015
Feb Mar Apr Mei Total
8.8 10.2 9.3 11.7 43.2
0.2 4.5 0.4 2.0 7.1
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
4.9 4.9 6.6 6.0 25.3
4.6 4.5 3.5 2.1 17.7
3.7 0.8 2.3 3.7 10.8
2.6 0.7 2.2 3.4 8.9
| 20
3
RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit
Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan
dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan
2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam
kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. Bauran kebijakan Bank Indonesia
tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui
penerbitan ketentuan terkait dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Bank
Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan
inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta dalam mempercepat stimulus fiskal guna
mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Bank Indonesia mendukung upaya
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi pencairan anggaran termasuk
proyek-proyek infrastruktur dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural guna
mendorong perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
| 21
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan
Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini
dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada
masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia
serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)
secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan
hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan,
serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan
Grup Kebijakan Moneter
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Telp: +62 21 2981 6836/5726
Fax: +62 21 345 2489
Email: [email protected]
Website: http//www.bi.go.id
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo – Gubernur
Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior
Ronald Waas – Deputi Gubernur
Perry Warjiyo – Deputi Gubernur
Hendar – Deputi Gubernur
Erwin Rijanto – Deputi Gubernur
| 22
Download