1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar yang
cukup besar. Total belanja kesehatan di Indonesia sendiri diperkirakan hingga
akhir 2015 mencapai USD 21,7 miliar tumbuh sekitar 6% dari tahun 2014 (Binfar,
2014). Pada acara public expose perseroan tahun 2014 dipaparkan bahwa tahun
2014 pasar farmasi nasional sekitar USD 6,61 miliar dan diperkirakan tumbuh
sekitar 13% per tahun pada 2011-2015. Obat resep (ethical) mendominasi sekitar
60% pasar farmasi nasional dan sisanya sekitar 40% merupakan obat OTC (over
the counter) atau obat bebas dan bebas terbatas (Kimia Farma, 2014). Tingginya
angka ini merupakan indikator bahwa bisnis farmasi merupakan salah satu bidang
yang cukup tinggi aktivitasnya. Banyak sekali variasi produk obat bebas yang
dapat ditemukan di Indonesia, mulai dari suplemen makanan hingga obat untuk
gejala-gejala penyakit ringan.
Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha
peningkatan kesehatan masyarakat. Swamedikasi menurut Departemen Kesehatan
(1993) didefinisikan sebagai upaya seseorang dalam mengobatipenyakit tanpa
konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi menjadi alternatif yang
diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan
biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit
mag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Muchid dkk.,2006).
1
2
Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan banyak
manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan, pasien akan
mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan yang lebih luas. Peran
aktif pasien dalam perawatan kesehatannya juga akan meningkat. Secara ekonomi,
petunjuk atau guideline dari World Health Organization (WHO) tahun 2000
menyatakan bahwa swamedikasi juga memberikan manfaat, karena dapat
mengurangi biaya konsultasi medis pasien. Biaya medis pasien dapat lebih
difokuskan kepada produk farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya.
Salah satu praktek swamedikasi yang biasa dilakukan masyarakat
Indonesia adalah pengobatan gastritis atau biasa disebut sebagai penyakit mag.
Gastritis merupakan nyeri epigastrium yang hilang timbul/menetap dapat disertai
dengan mual/muntah. Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya
oleh makanan yang merangsang asam lambung, alkohol, obat atau stres. Pada
keadaan ini, terjadi ketidakseimbangan antara produksi asam lambung dan daya
tahan mukosa. Penyakit sistemik, kebiasaan merokok, infeksi bakteri Helicobacter
pillory juga berperan dalam penyakit ini. Gambaran klinis yang dapat dilihat
antara lain penderita mengeluh perih atau tidak enak di uluh hati, gastritis erosif
akibat obat sering disertai pendarahan, nyeri epigastrum, perut kembung, mual,
muntah tidak selalu ada (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Terdapat banyak jenis obat mag di Indonesia. Menurut MIMS periode
2012/2013 terdapat sekitar 150 obat yang di klasifikasikan sebagai antasida, obat
anti refluks & anti ulserasi. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri
farmasi karena kompetisi yang dihadapi sangat banyak hanya untuk pasar obat
3
mag ini. Semua kompetitor dalam industri farmasi dapat memproduksi obat
dengan kandungan dan efek yang sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada
merek yang digunakan saja (Kartajaya dkk.,2011). Kepuasan pelanggan telah
menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah
satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi dalam
sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, berkurangnya
elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya
efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson, et al., 1997). Untuk menghadapi
kompetisi ini, diperlukan terobosan dalam hal pengembangan jenis obat-obatan
baru atau dalam hal pemasaran obat-obat yang sudah ada.
Terobosan yang dilakukan produsen produk obat mag antara lain adalah
dengan meningkatkan kualitas pemasaran produk mereka. Untuk meningkatkan
kualitas pemasaran tersebut, produsen produk obat akan mengembangkan suatu
rumusan strategi pemasaran yang disebut dengan marketing mix atau bauran
pemasaran. Bauran pemasaran dirumuskan oleh masing-masing produsen sesuai
dengan kemampuannya untuk mencapai target penjualan produk.
Kecamatan Sewon merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari data yang didapat, jumlah apotek di
Kecamatan Sewon berjumlah 10 apotek. Adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran awal kepuasan, loyalitas dan pemasaran obat mag di
Kabupaten Bantul.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah merek produk obat penyakit mag OTC yang paling banyak dipilih
oleh konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta ?
2. Bagaimana bauran pemasaran produk obat penyakit mag OTC yang menjadi
pilihan konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta ?
3. Bagaimana keterkaitan antara bauran pemasaran dengan kepuasan dan
Loyalitas konsumen terhadap produk obat mag OTC yang dipilih?
4. Bagaimana kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dipilih?
C. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan
dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan penelitian dalam hal-hal
sebagai berikut :
1. Pemilihan merek produk obat penyakit mag OTC oleh masyarakat.
2. Bauran pemasaran obat penyakit mag OTC tersebut, yang terdiri dari 4P:
Product, Price, Place, dan Promotion.
3. Keterkaitan bauran pemasaran dengan Kepuasan dan loyalitas konsumen
terhadap produk yang dipilih.
4. Untuk mengetahui kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang
dipilih.
5
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui merek produk obat penyakit mag OTC yang paling
banyak dikonsumsi oleh konsumen di Apotek Kecamatan Sewon,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui bauran pemasaran produk obat penyakit mag OTC yang
menjadi pilihan konsumen di Apotek Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui keterkaitan bauran pemasaran dengan kepuasan dan
loyalitas konsumen terhadap produk obat penyakit mag OTC.
4. Untuk mengetahui kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk yang
dipilih.
E. Manfaat Penelitian
Saat ini terdapat banyak merek obat yang di pasaran dengan komposisi
bahan aktif yang sama. Proses pendistribusian produk obat kepada pasien /
konsumen, produsen farmasi harus memiliki faktor pembeda yang membuatnya
unggul dibanding dengan produk lain yang sejenis. Perbedaan yang dapat
diimplementasikan pada produk-produk tersebut terletak pada berbagai hal, antara
lain kadar zat aktif, kemasan, promosi dan iklan, nama merek produk, atau harga
dari produk. Adanya penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu faktor yang
paling diperhatikan para konsumen dalam memilih produk obat yang akan mereka
gunakan, sehingga produsen farmasi dapat memberi perhatian khusus pada faktor
tersebut untuk dimaksimalkan dalam pemasaran.
6
Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk
mengetahui berbagai macam pendapat mengenai obat-obat bebas yang digunakan
oleh masyarakat. Latar belakang masyarakat yang berbeda-beda akan menambah
wawasan dari penulis untuk lebih mendalami pemasaran suatu produk obat di
masyarakat.
Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain yang
berkaitan dengan bidang pemasaran obat OTC.
F. Tinjauan Pustaka
1. Swamedikasi
Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati
gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Depkes,
1993), sehingga seseorang tersebut, dalam hal ini adalah pasien penyakit,
menggunakan obat yang dibeli tanpa menggunakan resep dokter.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri,
pusing, batuk, influenza, sakit mag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan
lainnya (Muchid dkk.,2006).
Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
atau medication error karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan
obat dan penggunaannya. Apoteker dituntut untuk dapat memberi informasi
yang tepat kepada masyarakat guna menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti penyalahgunaan obat (Muchid dkk., 2006).
7
Menurut Permenkes Nomor 919 Tahun 1993, kriteria obat yang dapat
dibeli tanpa resep dokter adalah sebagai berikut :
a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun,
b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit,
c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan,
d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia, dan
e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Melihat kriteria tersebut, golongan obat yang dapat digunakan dalam
proses swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib
apotek, obat tradisional, dan suplemen.
2. OTC (Over the Counter)
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan (IAI, 2010) :
a. Obat Bebas
8
b. Obat Bebas Terbatas
c. Obat Keras dan Psikotropika
d. Obat Narkotika
Pembahasan kali ini difokuskan pada golongan pertama dan kedua.
Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter, yang ditandai khusus dengan lingkaran hijau bergaris tepi
hitam pada kemasan dan etiket obatnya. Obat Bebas Terbatas adalah obat
yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli
bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dan ditandai
lingkaran biru bergaris tepi hitam (Muchid dkk.,2006).
Obat Over The Counter atau OTC adalah obat selain obat keras yang
dapat diperoleh di apotek atau toko obat tanpa resep dokter. Sehingga,
menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC adalah
golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Obat-obat seperti ini dapat
diserahkan kepada masyarakat tanpa resep dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat tersebut dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan (Depkes RI, 1993).
Pada umumnya obat OTC ditujukan untuk mengatasi gejala penyakit
ringan, contohnya menurunkan panas karena demam, meredakan batuk, atau
meredakan hidung tersumbat. Peringatan tetap ada pada golongan obat
bebas terbatas walaupun obat tersebut aman digunakan untuk pengobatan
sendiri, karena keamanan obat tersebut tergantung dari takaran spesifik yang
sudah ditentukan.
9
3. Antasida
Menurut Departemen kesehatan (2008) antasida merupakam senyawa
yang memiliki kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau
mengikatnya. Antasida merupakan salah satu Gastro Protective agent, suatu
agen atau obat yag mampu menekan faktor agresif atau memperkuat faktor
defensif mukosa lambung duodenum untuk mencegah kerusakan mukosa
lambung akibat ulserogenik (Setiawati, 1992).
Kemampuan antasida untuk menetralkan asam lambung tergantung
pada kapasitasnya untuk menetralkan HCl lambung. Makanan yang
memperlambat pengosongan lambung memungkinkan antasida bekerja
dengan waktu yang lebih lama. keberadaan makanan dapat meningkatkan
pH lambung dan memperpanjang efek netralisasi antasida.
Antasida
mempunyai
fungsi
untuk
mengurangi
gejala
yang
berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung, gastritis,
tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri
uluh hati, dan perasaan penuh pada lambung (Departemen Kesehatan,
2007).
Antasida paling baik digunakan saat muncul gejala atau diperkirakan
akan muncul gejala. Lazimnya digunakan sebelum atau sesudah makan dan
sebelum tidur. Pemilihan sediaan antasida tergantung pada kapasitas
penetralan, kandungan ion natrium, efek samping, palatabilitas, dan
kemudahan pengguanaannya. Pemberian antasida dengan natrium tinggi
(misal campuran magnesium trisilikat) harus dihindari pada pasien yang
10
memerlukan pembatasan masukan natrium. Demikian pula pada kondisi
gagal ginjal dan jantung atau kehamilan. Hipermagnesia mungkin terjadi
bila antasida yang mengandung magnesium diberikan pasien yang
mengalami gagal ginjal. Pemberian antasida bersama obat lain sebaiknya
dihindari karena mungkin dapat mengganggu absorbsi obat lain. Selain itu,
antasida mungkin dapat merusak salut enterik yang dirancang untuk
mencegah pelarutan obat di lambung (Departemen Kesehatan RI, 2008)
Menurut Departemen Kesehatan (2008) Sediaan antasida dapat
digolongkan dalam 4 golongan, yaitu:
a. Antasida dengan kandungan alumunium dan magnesium
Antasida yang mengandung magnesium atau alumunium yang
relatif tidak larut dalam air seperti magnesium karbonat, hidroksida,
trisilikat serta alumunium glisinat dan hidroksida bekerja lama bila
berada dalam lambung, sehingga sebagian besar tujuan antasida tercapai.
Sediaan yang mengandung magnesium mungkin dapat menyebabkan
diare sedangakan alumunium menyebabkan konstipasi, antasida yang
mengandung magnesium dan alumunium dapat mengurangi efek
samping pada usus besar. Akumulasi alumunium tampaknya tidak akan
menjadi risiko apabila fungsi ginjal masih normal.
b. Antasida dengan kandungan natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat merupakan senyawa yang mudah larut dalam
air dan bekerja cepat sebagai antasida dan dapat melepaskan
karbondioksida sehingga menyebabkan sendawa. Namun dalam dosis
11
yang berlebih akan menyebabkan alkalosis, yaitu suatu keadaan dimana
plasma darah menjadi lebih basa. Pemberian natrium bikarbonat dan
antasida yang mengandung natrium tinggi, seperti campuran magnesium
trisilikat, sebaiknya dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal, hati
dan jantung.
c. Antasida dengan kandungan Bismuth dan Kalium
Antasida dengan kandungan bismuth (kecuali kelat) sebaiknya
dihindari karena bismuth yang terabsorbsi akan bersifat neurotoksik,
menyebabkan enselophati, dan cenderung menyebabkan konstipasi.
Antasida yang mengandung kalsium dapat menginduksi sekresi asam
lambung. Pada dosis rendah manfaat klinisnya diragukan, sedangkan
padapenggunaan dosis besar jangka panjang dapat menyebabkan
hiperkalsemia dan alkalosis, serta memperburuk sindrom susu-alkalis.
d. Antasida dengan simetikon
Simetikon (bentuk aktif dimetikon) digunakan sebagai anti buih
untuk mengurangi kembung (flatulen), dapat mengatasi cegukan.
4.Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran atau marketing mix adalah variabel-variabel yang
dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan untuk memuaskan kelompok
konsumen yang menjadi pasar target (Perreault dan McCarthy, 2002). Istilah
bauran pemasaran sendiri pada awalnya diperkenalkan oleh Profesor James
Culliton pada tahun 1948 yang menggambarkan seorang eksekutif bisnis
sebagai pengambil keputusan, seniman, serta ‘peracik bumbu’ yang secara
12
kontinyu terlibat dalam usaha pengembangan prosedur dan kebijakan
pemasaran (Borden, 1964).
Istilah marketing mix ini selanjutnya diberikan untuk mendefinisikan
elemen-elemen dari program pemasaran (perencanaan produk, pengaturan
harga, merek/branding, kanal distribusi, personal selling, periklanan,
promosi, pengemasan, jasa, perawatan fisik dari barang, dan pencarian
fakta/fact-finding) dan hal-hal yang mempengaruhi program tersebut, seperti
sikap konsumen, persaingan, dan peraturan pemerintah. McCarthy
mempopulerkan pembagian ini menjadi empat faktor yang disebut empat P:
produk, harga (price), tempat/distribusi (place), dan promosi (Kotler, 1995).
Empat elemen tersebut merupakan faktor terkendali yang harus diatur dan
dikendalikan dalam lingkungan yang diisi oleh faktor-faktor yang tidak
terkendali (Perreault dan McCarthy, 2002).
Konsep bauran pemasaran sudah banyak dikembangkan dan saat ini
memiliki banyak sekali versi menurut jenis usaha serta produk yang
dipasarkan (Goi, 2009). Beberapa kritik yang ditujukan kepada konsep 4P
dari McCarthy antara lain menunjukkan bahwa konsep tersebut terlalu
berorientasi pada produsen dan tidak berorientasi pada konsumen (Popovic,
2006). Konsep 4P tetap dianggap relevan untuk pemasaran pada tingkat
awal (introductory marketing) serta consumer marketing meskipun konsep
tersebut memiliki kelemahan dalam orientasinya (Rafiq dan Ahmed, 1995).
13
Gambar 1. Konsep 4P dari Mc Carthy (1960)
a. Product
Produk merupakan variabel yang menyangkut tentang barang atau
jasa yang tepat untuk pasar target (Perreault dan McCarthy, 2002). Selain
barang fisik dari produk itu sendiri, banyak elemen dari produk yang
mungkin akan menarik perhatian dari konsumen, seperti kemasan, fitur,
variasi pilihan produk, garansi, serta nama merek (Ehmke dkk, 2005).
Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan
perusahaan pada pasar sasaran untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan,
atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan
konsumen. Dalam merencanakan penawaran produk, pemasar harus
memikirkan lima tingkat produk. Tingkat tersebut antara lain:
1) produk utama (core benefit) atau manfaat sebenarnya yang akan
dibutuhkan atau dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk
2) produk generik, yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi
produk yang paling besar (rancangan produk minimal yang harus
berfungsi).
14
3) produk harapan (expected product), merupakan produk formal yang
ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal
(layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli.
4) produk pelengkap, yakni berbagai atribut produk yang dilengkapi atau
ditambahi berbaga manfaat atau layanan, sehingga memberikan
tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing.
5) produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang
mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa mendatang.
b. Harga (Price)
Menurut Swastha (2008), definisi harga merupakan suatu jumlah
uang yang ditambah beberapa barang kalau mungkin yang dibutuhkan
untuk mendapatkan dari barang pelayanannya. Pengaturan harga harus
mempertimbangkan kompetisi pada pasar target dan juga biaya dari
semua bauran pemasaran yang sudah dilakukan (Perreault dan McCarthy,
2008). Harga suatu produk seharusnya menggambarkan posisi yang tepat
produk tersebut di pasar dan juga dapat menutupi biaya tiap unit barang
serta keuntungan yang diharapkan (Ehmke dkk., 2005).
Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran
yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi peusahaan,
sedangkan
ketiga
unsur
lainnya
(produk,
distribusi,
promosi)
menyebabkan timbulnya biaya(pengeluaran). Disamping itu, harga
merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya, dapat
diubah dengan cepat. Berbeda halnya dengan karakteristik produk atau
15
komitmen terhadap saluran distribusi. Kedua hal ini tidak dapat
diubah/disesuaikan
dengan
mudah
dan
cepat,
karena
biasanya
menyangkit keputusan jangka panjang.
Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap
laba perusahaan. Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kualitas
yang terjual. Selain itu, secara tidak langsung harga juga mempengaruhi
biaya, karena kuantitas yang terjual pada biaya yang ditimbulkan dalam
kaitannya dengan efisiensi produksi. Oleh karena itu, penetapan harga
mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka keputusan dan
strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap
perusahaan.
c. Distribusi (Place)
Place merupakan variabel yang menyangkut tentang hal-hal yang
menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat distribusi produk
(Perreault dan McCarthy, 2008). Produk dapat didistribusikan secara
intensif, selektif, atau eksklusif tergantung dari karakteristik produk yang
akan didistribusikan (Ehmke dkk.,2005). Sebuah produk tidak dapat
dikatakan baik apabila produk tersebut tidak tersedia pada waktu atau
lokasi yang tepat (Perreault dan McCarthy, 2008).
Distribusi menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan untuk menjadikan produk dapat diperoleh dan tersedia bagi
pelanggan.Sasaran yang lebih dikenal dengan distribusi, terdapat dua
aspek yang disebut saluran distribusi dan distribusi fisik.
16
1) Saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan
semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produksi
dari produsen ke konsumen.
2) distribusi fisik adalah segala kegiatan untuk memindahkan barang
dalam jumlah tertentu. Perpindahan fisik ini dapat berupa perpindahan
dari jalur produksi ke konsumen akhir.
d. Promosi
Promotion merupakan variabel yang menyangkut usaha untuk
menyebarkan informasi pada pasar target mengenai produk yang
ditawarkan (Perreault dan McCarthy, 2008). Tujuan dari aktivitas
promosi adalah untuk memberitahu konsumen apa produk yang
dipasarkan, apa yang bisa dilakukan dengan produk tersebut, dan
mengapa konsumen harus menggunakannya (Ehmke dkk., 2005).
Promosi merupakan faktor penentu keberhasilan pemasaran suatu
produk yang telah dihasilkan perusahaan. Promosi dapat didefinisikan
sebagai suatu arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk
mengarahkan
seseorang
atau
organisasi
kepada
tindakan
yang
mencipatakan pertukaran dalam pemasaran (Swastha, 2008). Adapun
kegiatan promosi (promotional mix) antara lain:
1) Periklanan
Periklanan merupakan tiap bentuk presentasi dan promosi ide,
barang, jasa yang bersifat non pribadi dengan pembayaran, yang
dilakukan oleh sponsor 7% diketahui (Radiosunu, 1986). Adapun
17
media masa yang digunakan adalah surat kabar, majalah, TV, radio,
katalog, dan sebagainya.
2) Personal selling
Personal selling merupakan komunikasi langsung (tatap muka)
antara penjual dengan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu
produk kepada calon pelangan dan membentuk pemahaman pelanggan
terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan
membelinya (Tjiptono, 2007)
3) Publisitas
Publisitas merupakan stimulasi permintaan terhadap suatu
produk servis atau business unit yang bersifat non pribadi, dengan
cara menempatkan berita tentang produk atau servis tesebut di surat
kabar, majalah, radio, atau TV tanpa pembayaran dari sponsor
(Radiosunu, 1986).
4) Promosi penjualan
Promosi penjualan merupakan persuasi langsung menggunakan
berbagai intensif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk
dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli dengan
pelanggan (Tjiptono, 2007).
Perusahaan
harus
menyiapkan
bauran
penawaran
produk,
pelayanan dan harga, serta menggunakan bauran promosi berupa
promosi penjualan, iklan, wiraniaga, hubungan masyarakat, pemasaran
18
lewat pos dan telefon untuk sampai pada saluran distribusi dan
konsumen sasaran.
5. Keputusan Pembelian
Pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal timbulnya dari
dalam diri konsumen itu sendiri dalam melakukan pembelian, sedangkan
eksternal lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar seperti
pengaruh lingkungan, situasi maupun program-program pemasaran yang
dilaksanakan oleh pesaing.
Pada dasarnya perilaku itu timbul dikarenakan oleh adanya interaksi
antara individu dengan faktor lingkungan. Interaksi antara kedua faktor
tersebut mengakibatkan adanya perilaku konsumen ke dalam bentuk nyata
yaitu melakukan pembelian.
Menurut Kotler (1995), terdapat lima peran yang dimainkan dalam
suatu keputusan pembelian, yaitu:
a. Pencetus ide (initiator) merupakan seseorang yang pertama kali
mengusulkan ide untuk membeli suatu produk atau jasa tertentu.
b. pemberi pengaruh (influencer) merupakan seseorang yang pandangan
atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian.
c. pengambil keputusan (decider) merupakan seseorang yang memutuskan
setiap komponen dalam keputusan pembelian seperti: apakah membeli,
apa yang dibeli, bagaimana membeli atau dimana membeli dan kapan
membelinya
19
d. pembeli (buyer) merupakan seseorang yang melakukan tindakan
pembelian yang sebenarnya.
e. pemakai (user) merupakan seseorang yang mengkonsumsi atau
menggunakan produk atau jasa yang dibeli.
Perusahaan perlu mengidentifikasikan peran-peran tersebut karena
mempunyai implikasi dalam merancang produk, menentukan pesan-pesan
dan mengalokasikan anggaran promosi serta penggunaan pedagang antara.
Proses pengambilan keputusan oleh konsumen merupakan salah satu
pendekatan dalam usaha mengamati perilaku dan pola pembelian konsumen.
Pendekatan ini menitikberatkan pada pandangan bahwa dalam mencapai
sesuatu proses ada tahapan tertentu.
Menurut Engel & Blakwell (1992) pendekatan proses pembelian
terdiri dari lima tahapan, yaitu:
a. Problem recognition
Langkah pertama dari setiap proses pengambilan keputusan adalah
problem recognition yang sering terjadi bila konsumen merasakan
perbedaan antara keadaan sesungguhnya/realita dengan keadaan yang
diarapkan. Masalah ini timbul karena adanya dorongan dari luar/ekstern,
adapun keadaan ini karena adanya dua komunikasi pemasaran yang
mempengaruhinya,
yaitu
komunikasi
pemasaran
personal
dan
komunikasi pemasaran interpersonal dan dapat berupa rangsangan yang
timbul bukan karena pengaruh orang lain. Sedangkan komunikasi
pemasaran personal karena adanya rangsangan dari orang lain.
20
b. Information research
Timbulnya kebutuhan, maka tahapan berikutnya adalah mencari
informasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dirasakan.
Pencarian informasi dapat bersifat aktif maupun pasif, tergantung sejauh
mana dorongan yang ada untuk memenuhi kebutuhannya, semakin tinggi
dorongan yang timbul dari dirinya semakin aktif dia mencari informasi.
Sedangkan pencarian yang bersifat pasif yaitu dengan cara melihat iklan
atau penawaran di majalah atau media informasi lainnya. Sumber
informasi dapat bersifat internal maupun eksternal, sumber informasi
yang bersifat internal dapat diperoleh dari komunikasi pemasaran internal
dan sumber informasi eksternal dapat diperoleh dari sumber komunikasi
impersonal. Hal yang penting bagi pemasar adalah bagaimana harus
mengetahui sumber-sumber manakah yang paling efektif dalam usaha
mempengaruhi konsumen.
c. Alternative evaluation
Dengan bantuan informasi yang tersedia, maka akan memudahkan
konsumen untuk melakukan pengamatan pengamatan alternatif. Terdapat
beberapa konsep dasar yang dapat membantu konsumen dalam proses
penilaian yang berkaitan dengan sifat produk, antara lain:
1) konsumen akan membandingkan dan mempertimbangkan sifat-sifat
suatu produk yang berkaitan dengan kebutuhannya.
2) konsumen akan membandingkan sifat-sifat suatu produk dengan
perbedaan derajat kegunaan produk tersebut bagi konsumen.
21
3) konsumen akan mengembangkan persepsi tentang bagaimana setiap
merek dari produk mempunyai sifat-sifat yang melekat di dalamnya.
Sikap konsumen dapat terbentuk melalui beberapa pilihan merek
melalui prosedur penilaian yang berbeda untuk membuat suatu pilihan
dari sekian banyak produk, sehingga menghasilkan kepercayaan yang
berkembang menjadi perilaku. Apabila perilaku memberikan kesan yang
baik, maka dengan sendirinya akan diikuti dengan suatu keinginan untuk
melakukan pembelian.
d. Choice/ keputusan pembelian
Setelah konsumen membentuk preferensi tentang alternatif yang
ada, maka pada tahap ini konsumen akan menentukan keputusan untuk
membeli. Dalam menentukan keputusan membeli, ada kecenderungan
membeli pada merek yang sesuai dengan preferensinya didasarkan pada
bauran pemasaran (product, price, place, promotion). Namun terdapat
faktor lain yang mempengaruhi maksud pelanggan dan keputusan untuk
membeli. Faktor tersebut adalah sikap atau pendirian orang lain dari
situasi yang tidak terduga.
Faktor sikap orang lain yang mempengaruhi adalah sejauh mana
sikap orang tersebut akan mempengaruhi preferensi yang telah disusun
oleh keinginan membeli dari konsumen. Pada keadaan ini, tergantung
pada 2 (dua) hal yaitu:
1) intensitas negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai
konsumen. Semakin kuat sikap negatif pihak lain, maka semakin
22
dekat pihak lain tersebut dengan konsumen dan konsumen semakin
menyesuaikan maksud pembeliannya.
2) motivasi konsumen menurut pihak lain. Preferensi orang lain terhadap
suatu merekakan meningkat apabila pihak yang disenangi juga
menyukai merek tersebut. Akibat pengaruh pihak lain akan menjadi
semakin kompleks bila beberapa pihak yang dekat dengan konsumen
mempunyai pendapat yang saling berlawanan dan konsumen ingin
menyenangi semuanya.
e. Perilaku setelah pembelian
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami
beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Disini konsumen akan
melakukan beberapa kegiatan setelah membeli produk, dan tidak berarti
bahwa tugas pemasar telah berakhir setelah produk dibeli oleh
konsumen.
Pengenalan
kebutuhan
pencarian
informasi
evaluasi
alternatif
keputusan
pembelian
perilau
setelah
pembelian
Gambar 2. Model Proses Pembelian 5 (lima) Tahap (Kotler, 1995)
6. Kepuasan Pelanggan
Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan
konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang
23
mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan
dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian
dengan sesungguhnya yang diperoleh oleh konsumen dari produk yang
dibeli tersebut (Sumarwan, 2004). Kepuasan pelanggan telah menjadi
konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah
satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi
dalam sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan,
berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan,
dan meningkatnya efisiensi dan produktifitas pelanggan (Anderson dkk.,
1997).
Tabel 1. Alternatif Definisi Kepuasan Pelanggan
Perspektif
Normative deficit definition
Definisi Kepuasan Pelanggan
Perbandingan antara hasil (outcome)
aktual dengan hasil yang secara kultural
dapat diterima
Perbandingan perolehan/keuntungan yang
Equity definition
didapatkan dari pertukaran social. Bila
perolehan tersebut tidak sama, maka pihak
yang dirugikan akan tidak puas.
Normative standard definition Perbandingan antara hasil actual dan
ekspektasi pelanggan (yang terbentuk dari
pengalaman dan keyakinan mengenai
tingkat kinerja yang seharusnya ia terima
dari merek tertentu)
merupakan
dungsi
dari
Procedural Fairnes definition Kepuasan
keyakinan/persepsi konsumen bahwa ia
telah diperlakukan secara adil
Kepuasan tidak hanya ditentukan oleh ada
Attributional definition
tidaknya diskonfirmasi harapan, namun
juga oleh sumber penyebab diskonfirmasi
Sumber: Hunt, 1991
Prinsipnya, definisi kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan
kedalam 5 (lima) kategori pokok, yakni perspektif defisit normatif,
24
ekuitas/keadilan, standar normatif, keadilan prosedural, dan atribusional
(Hunt, 1991). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
7. Loyalitas Pelanggan
Perilaku pembelian ulang sering kali dihubungkan dengan loyalitas
merek (brand loyalty). Akan tetapi, ada perbedaan diantara keduanya, bila
loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek
tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut
pembelian yang sama terhadap merek tertentu secara berulang kali.
Pembelian ulang bisa terjadi karena dominasi pasar oleh suatu perusahaan
yang berhasil membuat produknya satu-satunya alternatif yang tersedia.
Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain
itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terusmenerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli
kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya promosi
intensif tersebut, maka pelanggan bersangkutan sangat mungkin beralih
merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia terhadap merek tertentu cenderung
’terikat’ pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi
sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya (Tjiptono, 2007).
G. Landasan Teori dan Hipotesis
1. Landasan Teori
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis.
Kepuasan pelanggan berkontribusi dalam sejumlah aspek krusial, seperti
25
terciptanya loyalitas pelanggan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya
biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktifitas
pelanggan (Anderson, et al., 1997).
Bauran pemasaran merupakan alat utama pihak produsen untuk
mendapatkan posisi yang kuat dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong,
2008), sehingga hal ini akan menjadi fokus produsen dalam memasarkan
produknya untuk mendapatkan kepuasan dan loyalitas konsumen. Bauran
pemasaran yang berbeda dengan produk lain yang sejenis (distinctive) juga
dapat digunakan sebagai indikator nilai produk di pasar (Boulding dan Lee,
1992). Produk obat mag OTC yang dipilih masyarakat tentu akan memiliki
bauran pemasaran yang berbeda dibandingkan dengan produk lain, baik dalam
hal produk itu sendiri, tempat distribusi, promosi yang dilakukan, atau harga
yang ditetapkan.
Promag® merupakan salah satu produk antasida yang ada di Indonesia
dan diproduksi oleh Kalbe Farma sejak tahun 1971. Promag® mendapatkan
penghargaan Diamond ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) pada
tahun 2000 hingga 2011, Platinum IBBA (Indonesian Best Brand Award) pada
tahun 2004 hingga 2011. Sinteisa Sunarjo, Marketing Deputy Director
Consumer Health Division 2 PT Kalbe Farma Tbk, dalam majalah SWA
mengatakan bahwa produk Promag® memiliki market share sekitar 80% pada
tahun 2013.
26
2. Kerangka Pemikiran
Kepuasan
Konsumen
Bauran
Pemasaran
Loyalitas
Konsumen
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dapat ditetapkan bahwa
1) Promag merupakan produk yang paling banyak dipilih konsumen.
2) Bauran pemasaran memiliki pengaruh terhadap pemilihan produk
obat mag.
3) Terdapat keterkaitan antara bauran pemasaran dengan kepuasan dan
loyalitas konsumen terhadap obat mag OTC yang dipilih.
4) Konsumen loyal dan puas terhadap produk yang dipilih.
Download