BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Duchenne muscular dystrophy (DMD) adalah penyakit yang bersifat herediter melalui X-linked resesif. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan kelemahan otot yang bersifat progresif serta gangguan berjalan, dengan onset masa kanak-kanak. Insidensi penyakit ini masih jarang yaitu hanya sebesar 1 dari 3.500 kelahiran bayi laki-laki. 1,2 Data epidemiologi lainnya belum banyak diketahui, sedangkan di Indonesia saat ini masih dalam tahap penelitian. Perjalanan penyakit DMD bersifat khas dengan komplikasi yang dapat diprediksi sehingga selama ini dianggap sebagai penyakit yang tidak mempunyai harapan. Namun dalam dekade terakhir telah berkembang berbagai intervensi yang terbukti dapat mengubah perjalanan alamiah penyakit, sehingga dengan perencanaan awal diharapkan dapat memperpanjang survival dan meningkatkan kualitas hidup penderita DMD.1 Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Hal ini menyebabkan seseorang mengalami keterlambatan motorik dan gangguan berjalan karena kelemahan otot yang bersifat progresif yang ditandai dengan gower’s sign ketika anak mencoba berdiri dari posisi duduk. Kebanyakan pasien terdiagnosis pada rata-rata usia 5 tahun.3 Secara umum, gejala pada saat lahir tidak begitu jelas. Penyakit DMD biasanya mengenai anak laki-laki dan untuk masing-masing anak progresivitas penyakitnya tidak menunjukkan kecepatan yang sama. Onset DMD terjadi pada usia awal anak dengan perjalanan penyakit yang progresif yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Gejala awal biasanya tampak pada usia 3 sampai 5 tahun. Sepuluh persen kasus muncul sebelum usia 1 tahun, 90% sebelum 4 tahun, dan 99% kasus sebelum usia 7 tahun. Gejala awal berupa keterlambatan berjalan, mudah terjatuh, kesulitan bangun dari posisi duduk atau berbaring, kesulitan berlari dan melompat, dan kesulitan naik tangga. Kelemahan otot berlangsung progresif dan sekitar usia 12 tahun biasanya sudah tidak 1 mampu berjalan. Pada umumnya gejala yang fatal terjadi pada usia belasan tahun atau awal usia 20-an tahun, terutama diakibatkan oleh gangguan respirasi dan kardiovaskular yang berat. 2,3 Anak dengan DMD pada waktu yang lampau dianggap sebagai penyakit yang tidak mempunyai harapan, namun saat ini telah berkembang berbagai intervensi, sehingga penderita DMD mempunyai survival lebih lama. Keempat area kunci tatalaksana multidisiplin adalah meningkatkan, mempertahankan dan mendukung kekuatan dan fungsi otot, mencegah dan tatalaksana deformitas tulang belakang, tatalaksana komplikasi respirasi dan mencegah dan tatalaksana kardiomiopati. Hal ini sesuai dengan kunci pokok terapi untuk DMD, sebelum ditemukannya terapi kuratif, maka terapi hanya bersifat perawatan suportif dan preventif dengan monitor ketat status jantung dan paru, serta perkembangan atau kejadian skoliosis dan kontraktur.4 Manajemen optimal pada pasien DMD membutuhkan pendekatan multidisiplin yang berfokus pada tindakan antisipatif, preventif dan kuratif yang diharapkan dapat mengubah perjalanan alamiah penyakit, memperlambat munculnya komplikasi yang timbul akibat penyakit dan memperbaiki fungsi serta kualitas hidup. Penanganan komperhensif DMD nantinya meliputi manajemen dari berbagai multidisiplin ilmu diantaranya neurologi, respirologi, kardiologi, nutrisi, tumbuh kembang, gastroenterologi, rehabilitasi medik, serta ortopedi. Penderita DMD memiliki risiko tinggi untuk mendapatkan problem secara psikologis dan disfungsi sosial. Dampak psikososial DMD antara lain emosional dan depresi, yang juga dapat terjadi pada keluarga sehingga perlu pemantauan untuk mengetahui status kesehatan psikis pasien dan sejauh mana penyakit ini memberikan kontribusi terhadap kesehatan psikis pasien dan keluarganya.4 Domisili pasien di Prambanan Yogyakarta dapat dijangkau serta orang tua pasien sangat kooperatif sehingga diharapkan dapat dilakukan pemantuan, kunjungan rumah, serta intervensi bila diperlukan. 2 1.2 Deskripsi Kasus Singkat 1.2.1 Identitas Nama: MH Nama ayah: Tn W Umur: 9 tahun Umur: 41 tahun Jenis kelamin: Laki-laki Pendidikan: SD Alamat: Prambanan, Sleman Pekerjaan: Pedagang Nama ibu: Ny SM Masuk RS: Agustus 2014 Umur: 35 tahun No. CM: 016734xx Pendidikan: SD Tgl. Diperiksa: Agustus 2014 Pekerjaan: Pedagang 1.2.2 Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama: Kelemahan kaki dan tangan 2. Riwayat Penyakit Sekarang Usia 5 tahun Kelemahan kedua anggota gerak bawah, sulit bangun dari posisi duduk di bawah, harus pegangan di meja kemudian perlahan berdiri. Saat itu anak masih bisa berjalan normal, namun sudah tidak bisa menendang bola dan mengayuh sepeda, sedangkan pola jalan masih seperti biasa. Saat usia 6 tahun Anggota gerak bawah terasa makin lemah, untuk bangun dari posisi duduk anak perlu berpegangan pada kaki kemudian lutut, pantat diangkat, kemudian berdiri. Kedua tangan mulai melemah, saat mandi tidak dapat mengangkat gayung dengan satu tangan. Diperiksakan ke bidan terapi? Usia 7 tahun Anak kesulitan menaiki tangga dan naik ke atas tempat tidur. Berjalan semakin pelan dan sulit mengikuti kegiatan olahraga. Kedua tangan makin melemah dan gerakan tangan lebih lambat, di sekolah mendapat tambahan waktu untuk menulis. Orangtua membawa anak ke pengobatan alternatif dikatakan asam urat, mendapat terapi pijat selama 1 tahun. 3 Usia 7,5 tahun Anak semakin sulit bangun dari posisi duduk, gaya berjalan aneh menurut orangtua, kaki jinjit saat berjalan, saat posisi berdiri tulang punggung melengkung. Tangan masih lemah, menulis makin lambat dan untuk mengangkat gayung harus dengan kedua tangan. Anak dibawa ke poliklinik neurologi RSUP Dr. Sardjito dikatakan DMD dan dijelaskan mengenai perjalanan penyakitnya orangtua belum bisa menerima penjelasan terapi alternatif. Usia 8 tahun Anak tidak dapat bangun sendiri dari posisi duduk. Kedua tangan makin lemah, untuk mengangkat gelas minum perlu bantuan kedua tangan. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) masih dalam batas normal. Periksa ke dokter anak, dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito tanpa terapi. 3. Anamnesis Tambahan Riwayat kehamilan dan kelahiran: saat mengandung ibu G3P2A0 usia 27 tahun, rutin kontrol di bidan dan tidak ada masalah selama hamil. Riwayat lahir secara spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis, BBL 4.000 gram. Riwayat imunisasi anak telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai PPI. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan, menurut ibu anak memang ada masalah perkembangan yaitu tidak bisa berlari atau meloncat seperti teman-temannya seusianya saat itu sedangkan masalah lainnya tidak ada. Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasien memiliki saudara laki – laki usia 4 tahun yang saat ini, tidak memiliki kelainan serupa. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai keluhan serupa. 4 Gambar 1.1 Pedigree Anak tinggal dengan orangtua beserta kedua kakak dan adik, penghasilan orang tua tidak menentu berkisar Rp 1.000.000,00 - Rp 1.500.000,00 per bulan. Rumah di perkampungan dengan lingkungan yang kurang sehat. Sedangkan untuk pendidikan pasien, saat ini pasien duduk di kelas 4 SD, prestasi belajar menurut orang tua biasa saja. 4. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Di RS Dr. Sardjito anak didiagnosis sebagai suspek DMD, pemeriksaan fisik didapatkan tanda gower, pemeriksaan neuromuskular didapatkan tetraparese flaksid, pada ekstremitas inferior didapatkan hipotrofi (otot betis), tonus menurun, serta kekuatan menurun 4/4 sedangkan ekstremitas superior masih dapat bergerak bebas, tetapi kekuatan menurun 4/4 dan ada kesulitan dalam menulis dan memegang benda. Untuk fungsi buang air kecil dan buang air besar masih dalam batas normal. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan CK dan CKMB dengan hasil CK: 10.499 U/L (46-171) dan CKMB: 257 U/L (<25), anak juga disarankan untuk pemeriksaan ENMG hasil miopati dan biopsi otot untuk penegakkan diagnosis, hasil biopsi otot : histologi sesuai dengan adanya 5 distrofi otot, lebih condong ke arah DMD. Setelah biopsi otot anak rawat inap untuk perawatan luka. Untuk fungsi muskuloskeletal, pasien telah dilakukan rontgen tulang belakang untuk skrining awal dan tidak didapatkan kelaianan tulang belakang (posisi tulang belakang kesan normal) sedangkan rontgen thorax hasil corakan vaskuler meningkat, CTR 0,48, batas cor dextra 1/3 hemithorax dextra, batas cor sinistra ke arah lateroinferior hemithorax sinistra dengan apex jantung berada di bawah hemidiafragma sinistra, kesan mengarah gambaran ASD dd VSD, kemudian dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil normal dan echocardiografi dengan hasil intrakardiak normal. Untuk fungsi pernapasan telah dilakukas tes spirometri dengan hasil dalam batas normal dan tidak didapatkan adanya obstruksi maupun restriksi. Status antropometri : Berat badan 18 kg, tinggi badan 118 cm, lingkar lengan atas 14,5 cm. Jika dilihat status gizi anak berdasarkan Body Mass Index (BMI), didapatkan nilai BMI 12,9 (status gizi kurang). Selanjutnya mendapatkan terapi prednison 3 -0- 0 tab dengan @5mg ( 0,75 mg/kgBB/hari) dengan alternate dose. Gambar 1.2 Hiportrofi otot betis dan tetraparase flaksid 6 Gambar 1.3 Rontgen thorax menunjukkan jantung dan paru dalam batas normal Gambar 1.4 ENMG mendukung gambaran miopati Gambar 1.5 Rontgen thoracolumbal AP-lateral : tidak tampak fraktur maupun listhesis pada thoracolumbal, kelengkungan vertebrae thoracolumbal normal 7 b c a d Gambar 1.6. (Kiri) Pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan musculus gastrocnemius pasien : a. jaringan lemak; b. perifibrillar halo; c. serabut otot serabut otot berwarna dengan ukuran yang bervariasi, sebagian sangat kecil, sebagian nekrosis; d. terdapat jaringan fibrosis; (Kanan) Kesan pemeriksaan : distrofi otot, lebih condong ke arah DMD. 1.3 Tujuan Pemantauan Untuk mengelola pasien DMD secara komprehensif dari berbagai bidang ilmu serta melibatkan berbagai pihak baik dokter, pasien, tenaga medis, dan keluarga pasien. Untuk memantau outcome jangka pendek dan jangka panjang. Untuk melakukan intervensi terhadap faktor prognostik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup. 1.4 Manfaat Pemantauan Manfaat untuk pasien adalah sebagai sarana pemantauan terhadap perjalanan penyakit pasien yang meliputi pendekatan multidisiplin ilmu yang melibatkan pemantauan fungsi persarafan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi jantung dan paru, rehabilitasi medik serta bagian lain yang berfokus pada pemantauan secara berkala dan terus-menerus yang bersifat antisipatif, preventif dan kuratif sehingga diharapkan dapat memperlambat progresivitas serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah keluarga memahami mengenai penyakit anak, perjalanan penyakit, kemungkinan komplikasi, tatalaksana dan prognosis pasien DMD sehingga dapat tercipta kerjasama antara dokter dengan keluarga pasien dalam penanganan dan pemantauan anak. Selain itu keluarga diharapkan dapat ikut berperan untuk ikut mengambil tindakan dalam intervensi dini, pencegahan kecacatan 8 dan imobilitas pada anak, memberikan motivasi dan kepercayaan diri anak sehingga anak bisa tumbuh mandiri sesuai batas optimal kemampuannya. Manfaat untuk peserta PPDS antara lain untuk belajar mengetahui perjalanan penyakit, prognosis pada pasien dan menambah wawasan tentang penyakit ini dalam menghadapi pasien yang sama di masa depan, mengingat DMD masih merupakan kasus yang jarang. Selain itu, melalui pemantauan ini juga dapat mengetahui dan melaksanakan tatalaksana komprehensif terhadap pasien anak dengan DMD baik aspek medis, tumbuh kembang, dan psikososial. Di sisi lain digunakan sebagai sarana memenuhi persyaratan pemantauan kasus longitudinal. Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan tatalaksana anak dengan DMD yang komprehensif mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat semakin ditingkatkan. 9