BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Endofit Mikroba endofit (bakteri dan fungi) adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis yang hidup di dalam jaringan tanaman (xilem dan floem), daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofitik mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman melawan herbivora, serangga atau jaringan yang patogen sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Tanaka et al., 1999). Mikroba endofit spesifik yang diperoleh dari bagian dalam tanaman diduga mampu menghasilkan sejumlah senyawa bioaktif yang spesifik yang sama dengan senyawa bioaktif tanaman tanpa harus mengekstraksi bagian tanamannya sehingga kelangsungan hidup tanaman tidak terganggu. Bakteri endofit adalah bakteri yang berada dalam jaringan tanaman. Endofit umumnya mengacu pada mikroorganisme yang berada dalam jaringan pembuluh tanaman dan dapat bergerak bebas di dalam tanaman atau lebih luas lagi mikroorganisme yang berada dalam jaringan tanaman walaupun tidak melakukan kolonisasi, atau dengan kata lain bakteri endofit adalah bakteri yang dapat diisolasi dari tanaman yang telah disterilisasi permukaan (Klopper et al., 1999 dalam Aini dan Abadi, 2004). Keberadaan bakteri endofit dalam jaringan tanaman sehat telah banyak dilaporkan terdapat dalam berbagai spesies tanaman maupun bagian tanaman yang berbeda dan pada umur yang berbeda (Elvira-Recuenco et al.,1999 dalam Aini dan Abadi, 2004). Bakteri endofit telah ditemukan antara lain pada batang tanaman buncis dan tanaman tebu (Ramamoorthy et al., 2001), batang kacang kapri dan tomat, umbi kentang (Sturz et al., 1999), batang tanaman kapas (Reva et al., 2002). Universitas Sumatera Utara Bakteri endofit dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman atau diekstrak dari jaringan internal tumbuhan. Endofit masuk ke jaringan tanaman pertama sekali melalui akar. Tempat masuknya udara dari bagian tanaman seperti bunga, daun, dan kotiledon dapat juga digunakan sebagai tempat masuknya endofit ke dalam jaringan tanaman. Bakteri masuk ke jaringan tumbuhan melalui akar kecambah, kedua akar, stomata, atau melalui kerusakan bagian tanaman (Zinniel et al., 2002). Bakteri endofit maupun rizobakteri lainnya merupakan bagian dari mikroflora alamiah dari tanaman yang sehat di lapangan. Mikroorganisme ini mempunyai kontribusi penting bagi kesehatan tanaman (Klopper et al., 1999 dalam Aini dan Abadi, 2004). Menurut Hallman et al., (1999) dalam Aini & Abadi (2004), bakteri endofit dapat berpengaruh pada kesehatan tanaman dalam hal: (1) antagonisme langsung atau penguasaan niche atas patogen, (2) menginduksi ketahanan sistemik dan (3) meningkatkan toleransi tanaman terhadap lingkungan. Sifat-sifat tersebut yang menyebabkan bakteri endofit dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hayati penyakit tanaman bahkan dapat mengurangi serangan hama tanaman (Ramamoorthy et al., 2001). 2.2 Biodiversitas Endofit Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara biologi dan strukturnya. Menurut Bills et al., (1999) dalam Strobel & Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan endofit tanamantanaman yang ada di daerah subtropis. Jadi tanaman inang mempengaruhi proses metabolisme endofitnya. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat Universitas Sumatera Utara diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel et al., 2003 dalam Radji, 2005). 2.3 Manfaat Endofit Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai tanaman diantaranya tanaman obat (Tan & Zhou, 2001), tanaman perkebunan (Zinniel et al., 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel & Daisy, 2003; Suryanarayanan et al., 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masingmasing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel & Daisy, 2003). Bakteri atau fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat bermanfaat bagi manusia sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimunosupresif (Strobel & Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo et al., 2000), Zat Pengatur tumbuh (Tan & Zhou, 2001), dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al., 2005), dan kitinase (Zinniel et al., 2002). Manfaat dari endofit lainnya juga dalam fiksasi nitrogen (N2) pada beberapa tanaman. Senyawa antimikrobial yang bersifat sebagai antifungi diisolasi dari endofit Cryptosporiopsis quercina dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii. Endofit ini menghasilkan antifungi Cryptocandin yang efektif terhadap Candida albicans dan Tricophyton spp. (Strobel & Daisy, 2003). Beberapa zat aktif lain yang diisolasi dari mikroba endofit misalnya ecomysin yang diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans. Ecomysin merupakan lipopeptida yang terdiri dari molekul asam amino yang umum juga mengandung homoserin dan beta-hidroksi asam aspartat (Miller et al., 1998 dalam Radji, 2005). Senyawa kimia yang diproduksi oleh mikroba endofit Pseudomonas syringae yang berkhasiat sebagai antijamur adalah pseudomysin yang dapat Universitas Sumatera Utara menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Cryptococcus neoformans (Harisson et al., 1991 dalam Radji, 2005). Bakteri endofit dapat juga meningkatkan pertumbuhan akar. Bakteri endofit dapat merangsang tanaman untuk membentuk akar lateral. Jumlah akar yang meningkat dapat memperluas penyerapan unsur hara. Di samping dapat meningkatkan ketersediaan beberapa nutrisi, bakteri endofit dapat juga meningkatkan hormon pertumbuhan seperti auksin (indol acetic acid) (Thakuria et al., 2004), dan sitokinin (Khalid et al., 2004) 2.4 Tanaman andaliman Andaliman adalah tanaman langka, yang sulit dibudidaya. Lazimnya andaliman tumbuh di ladang atau huma bukaan baru di hutan belantara, orang Tapanuli menyebutnya Juma Robean. Andaliman bukan ditanam, seperti cabai, merica, dan sayur mayur lainnya. Andaliman tumbuh begitu saja. Andaliman tumbuh sebagai pohon tidak merambat. Batang-batangnya berdahan banyak, daunnya kecil-kecil, mirip seperti bunga mawar. Pada batang, ranting, dari bawah ke ujung dipenuhi duriduri tajam seperti duri mawar namun duri andaliman lebih besar dan kokoh. Tinggi pohon rata-rata 2-4 meter, jarang lebih dari 5 meter (Gambar 2.1a). Usia produktif kurang dari 7 tahun (Winarno et al., 2008). Tanaman ini ditemukan tumbuh liar di daerah Tapanuli dan digunakan sebagai rempah pada masakan adat Batak Angkola dan Batak Mandailing. Selain di Sumatera Utara tanaman ini juga dapat ditemukan di negara lain seperti India, RRC, dan Tibet (Simanjuntak, 2008). Andaliman banyak tumbuh di tanah kering di dataran tinggi dan rendah. Tumbuhan yang hidup subur di atas 1.200 m dpl itu mempunyai sifat antibakteri Salmonella typhy, Shigella disentriae, dan Escherichia coli. Andaliman adalah sumbernya senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu dalam andaliman juga terdapat kandungan minyak atsiri seperti geraniol, linalool, Universitas Sumatera Utara cineol, dan citronellal yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon (Simangunsong, 2008). Buah andaliman merupakan salah satu alternatif sebagai sumber antioksidan alami. Penelitian tentang adanya aktivitas antioksidan dalam buah andaliman telah banyak dilaporkan (Wijaya, 1999; Edi Suryanto dan Rongrong, 2001; Edi Suryanto et al, 2003; Sri Raharjo & Edi Suryanto, 2004 dalam Marwoto et al., 2008). Buah andaliman merupakan salah satu rempah tradisional yang dimanfaatkan sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan khas, misalnya mengolah buah andaliman dalam masakan daging dan ikan dengan pengasaman selama 24 jam. Buahnya terutama banyak dipakai sebagai rempah pada masakan daging dan tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Di samping itu, buah andaliman juga digunakan untuk menghilangkan bau amis dari ikan dan daging mentah (Sukresnowati et al., 2008). a b Gambar 2.4 Tanaman andaliman (a: pohon andaliman, b: buah andaliman) Tjitrosoepomo (2002) menyatakan bahwa andaliman adalah tumbuhan dikotil yang termasuk ke dalam famili rutaceae sedangkan Simanjuntak (2008) dalam bukunya yang berjudul Prosea Plant Resource of South East Asia: Spices menyebutkan daun dan buah Zanthoxylum dipakai sebagai pemberi rasa masakan. Memetik andaliman perlu konsentrasi tinggi karena banyaknya duri. Buah andaliman kecil-kecil, butirannya lebih kecil dari merica, buahnya bertangkai, Universitas Sumatera Utara memetiknya lebih mudah kalau masih muda, buah berwarna hijau, dan jika kering akan berwarna hitam (Gambar 2.1b). Buah andaliman yang baru dipetik sebaiknya dibungkus dengan daun pisang sebab kalau dibiarkan terbuka, akan cepat rusak dan buahnya langsung berubah hitam, dan pecah-pecah, dan bijinya akan keluar dari kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan satu kilogram andaliman sangat sulit. Memanen andaliman buah perdana biasanya lebih mudah karena tangkainya lebih panjang-panjang sehingga lebih mudah memetik tetapi karena durinya masih runcing pemetikan buah sebaiknya dilakukan lebih hati-hati (Winarno et al., 2008 ). Di Tapanuli Utara tercatat 6 kecamatan yang sejak lama memproduksi andaliman, yakni Kecamatan Pangaribuan, Sipahutar, Pagaran, Siborongborong, Muara, dan Parmonangan. Di Parmonangan, luas pertanamannya mencapai 4 hektar, di Siborongborong 6 hektar, dan di Pagaran serta Muara 3 hektar. Pada 2004 lalu, produksi andaliman Tapanuli Utara mencapai 4.72 ton, dan naik menjadi 5.64 ton pada 2005. Produksi terbanyak dihasilkan Siborongborong sebanyak 1.75 ton pada 2005 (Sitombuk, 2008). 2.5 Fungi Perusak Makanan Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Siagian, 2002). Beberapa mikroorganisme khususnya fungi dapat merusak bahan makanan. Beberapa jenis fungi perusak makanan diantaranya adalah Aspergillus flavus pada kacang tanah. Aspergillus flavus merupakan kapang saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora berwarna coklat kehijauan hingga kehitaman. Miselium yang semula berwarna putih tidak tampak lagi (Dwidjoseputro, 1981 dalam Kasno, 2004 ). Universitas Sumatera Utara Kacang tanah sebagai bahan pangan dapat menjadi substrat yang baik bagi toksigenik yang menghasilkan mikotoksin. Jamur mikotoksin yang biasa menginfeksi kacang tanah adalah Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Toksin yang dihasilkan disebut dengan aflatoksin (Afla kependekan dari A. flavus) (Muhilal & Karyadi, 1985). Aflatoksikosis merupakan penyakit keracunan yang disebabkan karena ternak mengkonsumsi aflatoksin. Menurut Bahri dan Maryam (2003) aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi dari jagung. Kapang utama penghasil aflatoksin adalah A. flavus. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh cendawan terutama oleh Aspergillus flavus. (Trucksess et al., 1983 dalam Widiastuti, 2000). Universitas Sumatera Utara