I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman sekarang ini

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di zaman sekarang ini masyarakat lebih sering mengkonsumsi makanan cepat
saji atau dikenal dengan fast food karena gaya hidup yang semakin hari semakin
berubah. Sehingga tidak memperhatikan kandungan gizi pada makanan yang
dikonsumsi ataupun kebutuhan serat bagi tubuh. Perubahan gaya hidup dan pola
makan manusia menyebabkan susunan zat gizi yang dikonsumsi kurang seimbang.
Hal ini disebabkan kurangnya perhatian masyarakat pada kandungan gizi dari
makanan itu sendiri melainkan lebih mengutamakan cita rasa dan penampilannya
saja. Padahal gizi sangat berperan penting dalam proses metabolisme dan
perkembangan tubuh yang termasuk di dalamnya adalah serat (Arimurti, 2006).
Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia,
yang menyumbangkan serat lebih banyak daripada bahan pangan lainnya. Beras dapat
diolah menjadi nasi dan sebagai bahan pembuat berbagai macam penganan dan kuekue, terutama dari ketan. Selain itu beras juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan jamu beras kencur, dan sebagai bahan minuman yang popular yaitu arak
dan air tajin (Wikipedia, 2010). Selain kegunaannya yang beranekaragam, beras juga
mengandung vitamin dan serat yang cukup tinggi dan sangat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh.
Dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan kandungan
serat kasar pada beras merah sebesar 1,22 %, dan beras ketan hitam sebesar 1,26 %.
Ini menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada kedua jenis beras tersebut
tergolong cukup tinggi. Namun belum dilakukan penelitian terhadap kandungan serat
kasar pada beras putih sehingga pada penelitian kali ini akan dianalisis kandungan
serat kasarnya. Menurut survey, diperoleh bahwa beras putih lebih banyak
dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya yang terjangkau dan lebih mudah
1
didapatkan dibandingkan dengan beras merah yang harganya lebih mahal. Selain
karena harganya yang mahal, masyarakat saat ini kurang memahami serat yang
terkandung dalam beras merah sehingga lebih memilih beras putih yang mudah
didapat untuk dikonsumsi. Dibandingkan dengan protein, lemak dan karbohidrat
selama ini serat seringkali terabaikan. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak
mudah diserap dan sumbangan gizinya mudah diabaikan, namun serat makanan
sebenarnya mempunyai fungsi penting yang tidak tergantikan oleh zat lainnya.
Serat merupakan bagian makanan yang tidak dapat dicerna oleh cairan
pencernaan (enzim), sehingga tidak menghasilkan energi atau kalori. Serat ini
termasuk golongan karbohidrat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin dan
gum. Selulosa dan hemiselulosa terdapat pada bekatul atau sekam padi, kacangkacangan, dan hampir pada semua buah dan sayuran. Pektin dan gum merupakan
turunan dari gula yang biasa terdapat pada tanaman, namun jumlahnya lebih kecil
dibandingkan karbohidrat lain. Serat memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh
salah satunya untuk mencegah sembelit dan memperlancar buang air besar. Sehingga
kandungan serat pada makanan harus benar-benar diperhatikan guna mencukupi
kebutuhan tubuh. Selanjutnya peran serat dalam pencegahan kanker kolon dikatakan
bahwa serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam
traktus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam kolon, sehingga
volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada rektum, sehingga
menimbulkan keinginan untuk defikasi atau buang air besar (Daldiyono et al. 1990).
Kandungan serat pada beras tergolong mencukupi kebutuhan serat pada tubuh,
sehingga tidak perlu khawatir untuk kekurangan serat pada tubuh. Beras digolongkan
menjadi beberapa warna yaitu beras putih, beras merah, beras hitam, ketan putih dan
ketan hitam. Kandungan serat dari masing-masing varietas berbeda-beda tergantung
dari komposisi beras tersebut. Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah
dipisah dari sekam. Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah
2
ditumbuk atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya.
Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang
disebut beras (Anonim, 2010b).
Serat pada makanan terdiri dari serat kasar (crude fibre) dan serat makanan
(dietary fiber) (Deman, 1997). Serat kasar adalah residu dari bahan makanan atau
pertanian setelah diperlakukan dengan asam alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, lignin dan rentosa. Sedangkan serat makanan adalah sisa sel tanaman
setelah dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia yang salah satunya adalah pektin
(Sediaoetama, 2010). Di dalam ilmu gizi, serat sayuran dan buah disebut serat kasar
(crude fiber). Selain serat kasar, terdapat juga serat makanan yang tidak hanya
terdapat pada sayur dan buah, tetapi juga ada dalam makanan lain misalnya beras,
kentang, kacang-kacangan dan umbi-umbian (Speler, 1975). Kandungan serat dalam
bahan pangan atau (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan pangan
tersebut. Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua golongan yaitu tidak larut,
seperti selulosa dan hemiselulosa yang terdapat hampir disemua jenis bahan pangan,
buah dan sayuran. Sedangkan yang dapat larut adalah pektin yang banyak terdapat
dalam buah-buahan. Serat kasar memiliki banyak manfaat yaitu mencegah dan
menyembuhkan kanker usus besar (colon cancer) dan luka serta benjolan dalam usus
besar (diferticulitis), juga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah
(hiperchlolesterolemia)
(Astawan,2000).
Pektin
pada
makanan
baik
untuk
menurunkan kadar kolesterol dan gula darah sehingga lebih tepat untuk kesehatan
jantung dan mengurangi resiko diabetes. Serat kasar dalam makanan juga berguna
mengurangi asupan kalori. Diet seimbang rendah kalori disertai diet tinggi serat,
bermanfaat sebagai strategi menghadapi obesitas (Ranakusuma, 1990). Selain itu,
cara penyimpanan yang berbeda-beda pada beras juga dapat mempengaruhi
kandungan gizinya (Almatsier, 2006).
Kandungan serat kasar yang ada pada beras juga dapat dipengaruhi oleh cara
penyimpanan yang berbeda-beda dan suhu yang tidak stabil. Biasanya masyarakat
3
saat ini kurang memperhatikan cara penyimpanan pada beras yang sebenarnya dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh. Hal ini mungkin saja dipicu oleh beras yang
dikonsumsi atau dapat juga disebabkan karena cara penyimpanan beras yang tidak
memenuhi standar penyimpanan yang baik. Suhu tempat penyimpanan beras juga
dapat mempengaruhi serat atau gizi yang terkandung didalamnya. Suhu yang tidak
stabil atau terlalu panas dan terlalu dingin (lembab) menjadi pemicu timbulnya bau
tidak sedap maupun serangga pada beras. Hasilnya, walaupun masih layak
dikonsumsi, bau yang ditimbulkan terkadang mengurangi selera makan. Selain itu,
tempat penyimpanan beras juga harus diperhatikan apakah tempat itu tahan karat atau
tidak. Sebab, tempat penyimpanan yang mudah karat akan mempengaruhi kualitas
beras tersebut (Apriyantono, 1989).
Salah satu komponen yang seringkali menimbulkan masalah dalam menjaga
ketahanan kualitas pangan adalah komponen proses penyimpanan. Pencapaian
kualitas produksi beras yang baik harus melalui beberapa proses yang baik pula di
lapangan sebelum dilakukan pengeringan beras (Smith dan Dilday, 2003). Ancaman
terbesar dalam menjaga ketahanan kualitas beras adalah biodetoriorasi. Biodetoriorasi
merupakan penguraian fisik pada substrat (beras) dengan menghasilkan produk yang
tidak dapat dimanfaatkan lagi akibat pengaruh lingkungan, serangga, pengerat dan
terutama fungi sehingga terjadi penurunan nilai ekonomi produk suatu bahan pangan
(Gandjar, 2006).
Biodetoriorasi pada beras terjadi akibat penyimpanan yang kurang baik
misalnya jika disimpan pada plastik ataupun kampil dengan tempat yang lembab atau
terlalu kering. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kandungan gizi dan
serat kasar pada beras menjadi rusak atau menurun antara lain, faktor internal yaitu
jika penyosohan beras kurang bersih, bekatul yang kaya lemak yang masih menempel
pada beras mengalami oksidasi oleh udara dan enzim menghasilkan senyawa asam
lemak yang berbau tengik sehingga beras menjadi berbau akibat kerusakan kimiawi.
Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal, yaitu serangan dari mikroorganisme,
misalnya jamur. Pertumbuhan jamur menyebabkan warna beras menjadi kuning
4
kehitaman yang disebut dengan kerusakan mikrobiologis sehingga kandungan gizi
dan serat kasar pada beras akan menjadi berkurang (Dwidjoseputro,2003). Serat kasar
dapat menurun atau rusak karena adanya enzim selulase pada fungi, bakteri, rayap
dan ruminansia. Enzim ini mampu menghidrolisis serat kasar yang berupa selulosa.
Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa
dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan pemecahan selulosa pada
saluran pencernaan ternak tergantung pada ketersediaan enzim pemecah selulosa
yaitu selulase. Saluran pencernaan manusia dan ternak non ruminansia tidak
mempunyai enzim yang mampu memecah ikatan β-1,4 glukosida sehingga tidak
dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi. Komponen serat kasar
merupakan turunan dari karbohidrat. Karbohidrat merupakan senyawa organik yang
terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Contohnya yaitu sukrosa, glukosa,
dan selulosa. Penyimpanan beras pada tempat terbuka dapat mempengaruhi serat
kasarnya karena pengaruh suhu, bakteri, debu serta kutu yang dapat hinggap di
tempat tersebut. Reaksi yang terjadi pada perombakan selulosa dan hemiselulosa
yaitu sebagai berikut :
Gula (CH2O)x
+ O2
x CO2 + H2O + E (Haug, 1980).
Dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh cara penyimpanan terhadap kandungan serat kasar pada beras merah (Oryza
nivara) dan beras putih (Oryza sativa L var. C4).
5
1.2 Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah
pengaruh cara penyimpanan terhadap kandungan serat kasar pada beras merah (Oryza
nivara), dan beras putih (Oryza sativa L.) var. C4?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cara
penyimpanan terhadap kandungan serat kasar pada beras merah (Oryza nivara), dan
(Oryza sativa L.) var. C4.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
memberikan informasi mengenai pengaruh cara penyimpanan beras terhadap
kandungan serat kasarnya.
6
Download