saham adalah bukti penyertaan modal di

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Saham
2.1.1 Pengertian Saham
Menurut Fakhruddin (2008: 175) saham adalah bukti penyertaan modal di
suatu perusahaan, atau merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang
atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah
selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.
Selanjutnya menurut Menurut Riyanto (2010: 240) mendefinisikan saham
adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu PT (Perseroan
Terbatas). Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan
sahamnya akan tetap tertanam di dalam perusahaan selama hidupnya, meskipun
bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah penanaman yang permanen, karena
setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya.“
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa saham adalah bukti
tanda kepemilikan modal pada suatu perusahaan, dimana pemilik tersebut akan
mendapatkan keuntungan dari saham yang dimilikinya sesuai dengan proporsi
saham yang dimilikinya dalam perusahaan atau biasa disebut dengan dividen.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Harga Saham
Menurut Hartono (2011: 143) mendefinisikan harga saham merupakan
harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut
ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Sedangkan menurut
Sartono (2008 : 41) mendefinisikan harga saham sebagai nilai sekarang atau
present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima.
Kemudian, Anoraga dan Parakti (2006: 59) mengemukakan bahwa harga
per lembar saham (Market Price Per share) merupakan harga pada pasar rill dan
merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari
suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup,
maka harga pasar adalah harga penutupnya (Closing Price).
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 151) harga saham adalah
merupakan nilai sekarang (Present Value) dari penghasilan yang akan diterima
oleh pemodal dan diterima oleh pemodal di masa akan yang akan datang.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2008: 143) harga saham merupakan harga yang
terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh
pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham tersebut di pasar modal.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa harga saham adalah
harga selembar saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham
yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jenis-Jenis Saham dan Harga Saham
Menurut Martono dan Harjito (2007: 367), saham dapat dibedakan
menjadi:
1.
Berdasarkan cara pengalihannya
a. Saham atas unjuk (Bearer stock)
Saham atas unjuk, seorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau
memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip uang. Pemilik
saham atas unjuk ini harus berhati-hati membawa dan menyimpannya.
Karena jika saham tersebut hilang, maka pemilik tidak dapat meminta
gantinya.
b. Saham atas nama (Registered stock)
Di sertifikat saham dituliskan nama pemiliknya. Cara peralihan dengan
dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku
perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika
saham tersebut hilang, pemilik dapat meminta gantinya.
2.
Berdasarkan manfaatnya
a. Saham biasa
Saham biasa selalu ada dalam struktur modal saham. Jenis-jenis saham
biasa antara lain: saham unggulan, saham biasa yang tumbuh, saham biasa
yang stabil, dan lain-lain.
b. Saham preferen (Prefered stock)
Saham preferen terdiri beberapa jenis, antara lain; saham prefer kumulatif,
saham preferen bukan kumulatif, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan harga saham menurut Sawidji Widoatmojo (2012:91) harga
saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Harga Nominal
Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang
ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.
2.
Harga Perdana
Harga perdana adalah harga yang didapatkan pada waktu harga saham
tersebut dicatat di bursa efek.
3.
Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang
lain.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham
di pasar modal, hal ini terjadi karena harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal dari perusahaan maupun faktor internal perusahaan. Menurut Brigham
dan Houston (2006: 33) harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor utama
yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan
yang mempengaruhi harga saham yaitu:
1.
Seluruh aset keuangan perusahaan, termasuk saham dalam menghasilkan arus
kas.
2.
Kapan arus kas terjadi, yang berarti penerimaan uang atau laba untuk
diinvestasikan kembali untuk meningkatkan tambahan laba.
Universitas Sumatera Utara
3.
Tingkat risiko arus kas yang diterima. Sedangkan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi harga saham adalah batasan hukum, tingkat umum aktivitas
ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bunga dan kondisi bursa saham.
2.2 Risiko Saham
Dalam pasar modal, terdapat dua risiko yang dihadapi oleh investor yaitu
risiko sistematis dan risiko non-sistematis (Jogiyanto, 2010:278). Kedua risiko
tersebut memiliki karakteristik dan perlakuan yang berbeda. Risiko sistematis
merupakan risiko yang timbul dari pergolakan pasar dan perekonomian secara
global sehingga kuat pengaruhnya, sedangkan risiko non-sistematis merupakan
risiko yang muncul dari internal dan melekat pada sekuritas itu sendiri sehingga
dapat direduksi melalui manajemen portofolio.
Risiko sistematis juga merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini di
pengaruhi oleh faktor-faktor makro yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan.
Sedangkan risiko non-sistematis merupakan risiko yang bisa dihilangkan dengan
diversifikasi, karena risiko ini hanya ada di dalam satu perusahaan atau industri
tertentu.
Menurut Husnan (2005: 199) risiko sistematis ini merupakan risiko yang
dalam dunia investasi akan berpengaruh besar terhadap seluruh sekuritas serta
sifatnya yang tidak dapat didiversifikasi melalui manajemen portofolio. Risiko
inilah yang dianggap relevan untuk dibahas dalam analisis investasi karena
kaitannya dengan risiko pasar. Risiko ini juga sering disebut dengan istilah risiko
umum dan risiko yang tidak terdiversifikasi. Risiko sistematis sangatlah
bergantung pada berbagai faktor seperti perubahan ekonomi dan politik yang kuat
Universitas Sumatera Utara
pengaruhnya. Risiko sistematis suatu sekuritas investasi dengan sekuritas lain
sangatlah kuat berkorelasi, karena pengaruh dari risiko sistematis sangatlah besar,
mencakup hampir seluruh sekuritas yang ada di pasar. Contoh dari risiko
sistematis adalah risiko inflasi, resesi, dan risiko lain yang berasal dari eksternal
perusahaan.
Investasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang yaitu return dan
risk (Hidayat, 2010:85). Terlebih khusus pada pasar modal yang merupakan pasar
untuk berbagai instrumen keuangan yang biasa diperdagangkan. Saham sebagai
salah satu instrumen investasi yang ada di pasar modal tidak hanya bisa
memberikan return atau keuntungan, tetapi juga bisa memberikan kerugian.
Investor yang melakukan investasi dalam pasar modal khususnya dalam
saham akan selalu dihadapkan pada dua masalah tersebut. Dimana Return
merupakan hasil yang diperoleh dari investasi, dapat berupa return realisasi yang
sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan terjadi
dimasa mendatang, sedangkan Risiko adalah penyimpangan atas pengembalian
yang diperkirakan (Keown, 2005: 204). Dalam dunia investasi dikenal adanya
hubungan kuat antara risk dan return, yaitu jika risiko tinggi maka return juga
akan tinggi begitu pula sebaliknya jika return rendah maka risiko juga akan
rendah (Fahmi, 2012: 190).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Beta Saham
Risiko sistematis disebut juga dengan risiko pasar karena mempengaruhi
seluruh perusahaan. Risiko ini dapat berupa tingkat bunga, keadaan pasar, ataupun
tingkat inflasi. Ukuran dari risiko sistematis itu sendiri adalah Beta. Secara
definisi Beta merupakan risiko relatif yang mencerminkan risiko relatif saham
individual terhadap portofolio pasar secara keseluruhan (Tandelilin, 2010: 522).
Semakin besar beta suatu sekuritas, semakin tinggi risiko sistematis dari
sekuritas tersebut. Portofolio yang terdiri dari saham-saham beta tinggi memiliki
risiko tidak sistematis yang lebih besar dibandingkan dengan saham-saham yang
mempunyai beta rendah (Murwani, 1998).
Beta merupakan suatu ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara
tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa
faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham
perusahaan tersebut. Beta ini digunakan untuk mengukur risiko yang tidak dapat
dihilangkan dengan diversifikasi. Menurut Gumanti (2011:50) beta merupakan
risiko sistematik atau risiko pasar yang mencerminkan seberapa sensitif tingkat
perubahan pasar mempengaruhi perubahan dalam saham individual, dimana beta
pasar adalah satu. Artinya, jika suatu perusahaan memiliki Beta lebih besar dari
satu, maka dapat disimpulkan perusahaan itu memiliki sensitifitas yang tinggi,
demikian juga sebaliknya.
Beta suatu saham dapat diukur dengan analisis estimasi menggunakan data
historis. Beta yang diukur dengan data historis ini kemudian berguna untuk
mengestimasi beta masa datang. Beta historis tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan data pasar (return sekuritas dengan return pasar), data akuntansi
Universitas Sumatera Utara
(laba perusahaan dengan laba indeks pasar), dan data fundamental (menggunakan
variabel-variabel fundamental).
Beta dalam dunia keuangan fundamental merupakan suatu pengukur
volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar
(Jogiyanto dalam Tarsisius, 2011). Volatisitas tersebut merupakan fluktuasi dari
return suatu sekuritas dalam suatu periode tertentu. Nilai dari beta dapat dinilai
sama dengan satu, kurang dari satu, atau bahkan lebih besar daripada satu.
Menurut Husnan (2005: 204-205) penilaian terhadap beta (β ) sendiri dapat
dikategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu:
a.
Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara proporsional
dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham
i sama dengan risiko sistematis pasar.
b.
Apabila β > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih besar
dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini
menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih besar dibandingkan dengan
risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham agresif.
c.
Apabila β < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih kecil
dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini
menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih kecil dibandingkan dengan
risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham
defensif.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan Pengembalian
atas Saham
β >1
β =1
β <1
Kelebihan Pengembalian pada
Portofolio Pasar
Sumber: Husnan (2005: 204)
Gambar 2.1 Kemiringan Beta Saham
Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return
pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas
tersebut terhadap perubahan pasar.
2.2.2 Pendekatan Beta Saham
Pengukuran beta suatu saham dapat dilakukan dengan menggunakan
Single Index Model (Husnan, 2005: 46). Model ini berasumsi bahwa return saham
berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut
bisa dilakukan dengan menghubungkan return saham individual (Rit) dengan
return indeks pasar (Rmt). Tingkat return saham ini dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Dimana:
Rit
: Return saham pada periode ke-t
Pt
: Closing Price pada akhir bulan ke-t
Pt-1
: Closing Price pada akhir bulan sebelumnya (t-1)
Risiko sistematis sebagai bagian dari risiko pasar sangat bergantung pada
investor dalam mendefinisikan kondisi pasar dan ini berpengaruh dalam
Universitas Sumatera Utara
perubahan harga saham yang umumnya dikaitkan dengan perubahan dalam
pengharapan investor terhadap prospek perusahaan. Untuk mengetahui kondisi
pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator keadaan pasar modal di
Indonesia yang dalam penelitian ini diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Untuk menghitung return pasar (market return) pada periode ke-t dengan
menggunakan IHSG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Rmt
: Return pasar pada periode ke-t
IHSGt
: IHSG pada akhir bulan ke-t
IHSGt-1 : IHSG pada akhir bulan sebelumnya (t-1)
Sehingga rumus mencari beta dengan model indeks tunggal adalah sebagai
berikut:
Dimana:
β
: Beta
n
: Periode
Rmt : Return pasar pada periode ke-t
Rit
: Return saham pada periode ke-t
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang
menggunakan data historis berupa data pasar (beta pasar), data akuntansi (beta
akuntansi), dan data fundamental (beta fundamental). Beberapa peneliti (Beaver,
Kettler, dan Scholes dalam Jogiyanto, 2010: 390) menggunakan 7 variabel yang
merupakan variabel-variabel fundamental yaitu Dividend Payout, Asset Growth,
Leverage, Likuiditas, Asset Size, Variabilitas Keuntungan, dan Accounting Beta.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa variabel-variabel fundamental yang telah dijelaskan sebelumnya,
sebagian besar variabel-variabel tersebut adalah variabel-variabel akuntansi.
Walaupun variabel-variabel tersebut secara umum dianggap bervariasi dengan
risiko, tetapi secara teori mungkin tidak semuanya berhubungan dengan risiko.
Dari beberapa variabel fundamental, yaitu financial leverage dan pertumbuhan
aktiva dapat dikatakan memiliki risiko, dimana perusahaan yang memiliki tingkat
financial leverage yang tinggi dianggap memiliki risiko yang tinggi. Begitu pula
dengan pertumbuhan aktiva.
2.3 Kebijakan Dividen
2.3.1 Pengertian Dividen
Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk
mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan
untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa
mendapatkan haknya yang sama. Dividen dibagikan kepada para pemegang
saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila peusahaan penerbit
saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang
sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula.
Menurut PSAK No.23 paragraf 4 (2004: 23.4) tentang pendapatan,
mendefinisikan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang ekuitas sesuai
dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Sedangkan menurut Rusdin
(2006: 73) dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dividen adalah bagian
keuntungan bersih setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Karena
dividen merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham,
Universitas Sumatera Utara
maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang
akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan
modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham.
2.3.2 Jenis-jenis Dividen
Menurut Sundjaja dan Barlian (2010: 379), terdapat 4 (empat) jenis
dividen, yaitu:
1.
Dividen tunai
Dividen tunai ini dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk uang tunai.
Adapun pengertian dividen tunai adalah sumber dari arus kas untuk
pemegang saham yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat
ini dan akan datang.
2.
Dividen saham
Dividen saham adalah pembayaran dividen dalam bentuk saham. Seringkali
dividen saham ini digunakan sebagai pengganti dari dividen tunai. Dividen
saham serupa dengan pemecahan dalam hal kesamaan “membagi ekuitas
menjadi bagian yang lebih kecil” tanpa mempengaruhi posisi fundamental
dari pemegang saham.
3. Property dividend
Dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham,
misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.
4.
Liquiditing dividend
Dividen
yang
diberikan
kepada
pemegang
saham
sebagai
akibat
dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai
realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang
menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi
sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Van Horne dan
Wachowicz (2007 : 270) menyatakan kebijakan dividen adalah bagian yang tidak
terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan.
Keown (2005: 607), mengatakan bahwa kebijakan dividen adalah
kebijakan yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih
perusahaan atau penghasilan per saham. Menurut Martono dan Harjito (2007:
253) Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham
dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan Dividend Payout
Ratio (DPR), dimana rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang
dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas.
DPR dirumuskan dengan :
Rasio pembayaran dividen (Dividen Payout Ratio) menentukan jumlah
laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi
dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan
juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat
ini. Jadi, aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan
Universitas Sumatera Utara
alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba
ditahan perusahaan.
2.3.4 Teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai
berikut:
1. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (MM). Mereka
berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan
dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain,
MM berpendapat bahwa nilai perusahaan tergantung pada laba yang
diproduksi, bukan pada bagaimana laba akan dibagi menjadi dividen dan laba
yang ditahan, sehingga kebijakan dividen sebuah perusahaan tidak memiliki
pengaruh terhadap nilai dan biaya modalnya. (Brigham dan Houston,
2006:70).
2.
Teori Burung di Tangan (Bird in the Hand Theory)
Brigham dan Houston (2006:71), teori ini dikemukakan oleh Gordon dan
Lintner yang berpendapat bahwa tingkat pengembalian atas ekuitas akan
turun seiring dengan peningkatan pembayaran dividen karena para investor
kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal yang seharusnya
berasal dari saldo laba ditahan dibandingkan dengan penerimaan dividen.
Gordon dan Lintner berpendapat bahwa investor lebih menyukai pendapatan
dari dividen daripada pendapatan dari keuntungan modal (capital gain).
(Sjahrial, 2007 :313)
Universitas Sumatera Utara
3. Teori Preferensi Pajak
Menurut Brigham dan Houston (2006: 71), investor lebih menyukai
pembagian dividen yang rendah daripada tinggi, karena adanya pajak yang
dikenakan pada dividen. Investor menganggap bahwa pertumbuhan laba
mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan
modal (capital gain) yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang
pajaknya lebih tinggi.
4.
Teori “Clientele Effect”
Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok
pemegang saham yang membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih
menyukai pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan kelompok pemegang
saham yang tidak terlalu membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih
senang apabila perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.
(Sjahrial, 2007 :314)
5.
Teori Sinyal (Signaling Theory)
Teori sinyal menjelaskan tentang tindakan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan yang memberikan informasi kepada investor tentang bagaimana
manajemen menilai prospek suatu perusahaan. Modigliani dan Miller (MM)
dalam Brigham dan Houston, (2013: 184) mengasumsikan bahwa investor
dan manajer memiliki kesamaan informasi mengenai prospek suatu
perusahaan. Teori sinyal menurut Modigliani dan Miller (MM) dalam
Brigham dan Houston, (2013: 214) berhubungan pula dengan kebijakan
dividen suatu perusahaan. Kenaikan dividen diekspektasikan sebagai sebuah
Universitas Sumatera Utara
sinyal bagi investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba yang
baik di masa depan. Perusahaan yang melakukan pembagian dividen akan
mampu meningkatkan nilai perusahaan melalui kemakmuran para pemegang
saham. Dalam teori sinyal, jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham.
Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya
menyebabkan harga saham turun.
Fenomena ini dapat dianggap sebagai
bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains.
2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Rodoni dan Ali (2010: 123) faktor-faktor yang mempengaruhi
pembayaran dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Posisi likuiditas, yaitu apabila laba yang ditahan diinvestasikan dalam bentuk
aktiva tetap, seperti mesin dan peralatan, bahan dan persediaan dan barangbarang lainnya, maka hal tersebut dapat menunjukkan posisi likuiditas
perusahaan yang rendah dan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mampu
lagi membayarkan dividennya.
2.
Profitabilitas, adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aset maupun modal sendiri. Dengan
demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan
analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat
keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Faktor
profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen
adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan
dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang
Universitas Sumatera Utara
layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah
perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak.
3.
Leverage, faktor ini mencerminkan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang
digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan
semakin besar kewajibannya. Dan semakin rendah rasio ini akan
menunjukkan
semakin
tingginya
kemampuan
perusahaan
memenuhi
kewajibannya.
2.4 Struktur Modal
2.4.1 Pengertian Struktur Modal
Struktur modal merupakan struktur keuangan dimana struktur keuangan
mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya.
Menurut Sartono (2008: 225), menyatakan bahwa “Struktur modal merupakan
perimbangan jumlah hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, saham
preferen dan saham biasa”.
Selanjutnya Riyanto (2008: 4) menjelaskan bahwa struktur modal adalah
keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana
dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut disebut pembelanjaan
perusahaan. Perolehan dan penggunaan dana, harus didasarkan pada pertimbangan
efisiensi dan efektifitas. Adapun penggunaan dana harus dilakukan secara efisien
artinya setiap rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan
seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan tingkat keuntungan investasi atau
rentabilitas yang maksimal. Efisiensi penggunaan dana secara langsung akan
menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut atau rentabilitas. Sedangkan penggunaan dana harus dilakukan secara
efektif, artinya manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat
memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat
yang paling menguntungkan.
Tujuan manajemen struktur modal kerja adalah menciptakan bauran
sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga
saham dan agar tujuan manejemen keuangan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan
manajemen ini disebut sruktur modal optimal.
Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri atas beberapa
komponen, yaitu:
1.
Hutang Jangka Pendek
Adalah hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan
perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam
jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca).
2.
Hutang Jangka Panjang
Menurut Riyanto (2008: 238), Modal asing atau hutang jangka panjang
adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari
sepuluh tahun.
Hutang jangka panjang juga dapat didefinisikan sebagai
kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya)
masih panjang atau lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca.
Universitas Sumatera Utara
3.
Modal Sendiri
Menurut Bambang Riyanto (2008: 240), “Modal sendiri pada dasarnya adalah
modal yang berasal dari pemilik dan tertanam di dalam perusahaan untuk
waktu yang tidak tertentu lamanya”.
Sedangkan menurut Sutrisno (2008: 9), “Modal sendiri atau sering disebut
equity adalah modal yang berasal dari setoran pemilik (modal saham, agio
saham) dan hasil operasi perusahaan itu sendiri (laba dan cadangancadangan)”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa modal sendiri
adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan baik berupa modal saham,
agio saham yang tertanam di suatu perusahaan pada waktu yang tidak
ditentukan lamanya.
2.4.2 Kebijakan Struktur Modal
Pada dasarnya, pendanaan melalui hutang akan meningkatkan tingkat
pengambalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan
melalui hutang juga meningkatkan tingkat resiko atas investasi. Menurut Brigham
dan Hoston (2006: 6) kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu
pertukaran antara resiko dan pengembalian:
a.
Penggunaan lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung
oleh para pemengang saham,
b.
Namun penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan
terjadinya espektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya menurut Brigham dan Houston (2006: 101) seberapa jauh
perusahaan menggunakan hutang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga)
implikasi penting yaitu:
a.
Dengan memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat
mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus
membatasi investasi yang mereka berikan,
b.
Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai
suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal
yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi
kreditor.
c.
Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana
hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka
pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage)
2.4.3 Rasio Pengukuran Struktur Modal
Menurut Sjahrial (2009: 179), mengukur penggunaan dari suatu struktur
modal dapat menggunakan rasio-rasio leverage. Rasio yang digunakan untuk
mengukur struktur modal adalah dengan menggunakan rasio leverage.
rasio
leverage mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang
digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010: 123).
Fakhrudin (2008: 109) menyatakan bahwa leverage merupakan jumlah
hutang yang digunakan untuk membiayai atau membeli aset-aset perusahaan.
Perusahaan yang memiliki hutang lebih besar dari equity dikatakan sebagai
perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) rasio leverage bertujuan untuk
menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal
serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya.
Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio,
dan cash flow coverage.
Rasio Leverage menurut Darsono (2005: 54) beberapa alat ukur yang
digunakan dalam rasio leverage adalah sebagai berikut.
a.
Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan
menunjukkan persentase aktiva perusahan yang didukung oleh hutang. Rasio
ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusaaandalam
mengaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi
pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan
peningkatan dari ressiko pada kreditor (Darsono 2005: 54). DAR dapat
dihitung dengan rumus:
b.
Debt Equity Ratio (DER)
Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham
terhadap pemberi pinjaman. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memanfaatkan kewajiban agar untuk membayar hutang dengan ekuitas
(modal sendiri). Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa
besar hutang perusahaan dijamin oleh modal sendiri. Semakin tinggi rasio
menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh
para pemegang saham (Darsono 2005: 54).
Universitas Sumatera Utara
DER dapat dihitung dengan rumus:
c.
Long term Debt to Equity Ratio (LTDE)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang
yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan
pengembalian jangka panjang pula. Rasio ini dihitung dengan rumus:
2.4.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Apabila keputusan struktur modal sangat mempengaruhi kondisi dan nilai
perusahaan, maka sangat berguna bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor
fundamental atau faktor-faktor dari dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi
struktur modal. Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor utama, antara lain:
1.
Persesuaian (Suitability)
Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu
kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka
pendek bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan mengeluarkan
modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan
dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka
pendek maka sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka
panjang.
2.
Pengawasan (Control)
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang
saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil
keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh
beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu
dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan
terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik
lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan
menambah saham.
3.
Laba (Earning per Share)
Memilih sumber dana apakah dari saham atau hutang, secara financial
harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar.
4.
Tingkat Risiko (Riskness)
Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab
bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan
laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu semakin besar
penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan mempunyai
tingkat risiko yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
adalah:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Tahun
1
2.
3
Ircham,
Muhammad,
dkk
(2014)
Wahyuningsi
(2010)
Binangkit
(2014)
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian
Pengaruh
Struktur
Modal
dan
Profitabilitas
Terhadap
Harga Saham
Dependen:
Harga
Saham
Analisis
Regresi
Linear
Berganda
Secara
simultan,
ROE, EPS, DAR, dan
DER
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga
saham
sedangkan
secara
parsial EPS, DAR,
dan DER bepengaruh
signifikan sedangkan
ROE
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham.
Pengaruh
Kebijakan
Dividen
terhadap
Harga Saham
Dependen:
Harga
Saham
Independen:
DPR
Analisis
Regresi
Linear
Berganda
Dividend berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham
Pengaruh
Struktur
Modal
Terhadap
Kinerja
Perusahaan
dan
Harga
Saham Pada
Perusahaan
Manufaktur di
Bursa
Efek
Indonesia
Dependen:
Harga
Saham
Analisis
Jalur
(Path
Analysis)
DER
berpengaruh
signifikan
terhadap
Harga Saham, DAR
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham, EAR
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham
Independen:
1. ROE
2. EPS
2. DAR
3. DER
Independen:
1. DER
2. DAR
3. EAR
4. ROA
Universitas Sumatera Utara
5
6
7
Septiani dan
Supadmi
(2014)
Pertiwi
(2012)
Triwulandari
dan Akbar
(2013)
Analisis
Pengaruh Beta
Terhadap
Return Saham
Periode
Sebelum dan
Sesudah Krisis
Global (Studi
pada
Perusahaan
Perbankan di
BEI)
Analisis
Pengaruh
Fluktuasi
Harga Saham
Terhadap
Tingkat Risiko
Pasar Saham
di Bursa Efek
Indonesi (studi
Pada
Perusahaan
Perbankan
yang Tercatat
di BEI Periode
2009-2011)
Analisis
Pengaruh
Beta, Ukuran
Perusahaan
(Size)
EPS,
dan
ROA
Terhadap
Return Saham
Perusahaan
Consumer
Goods Periode
2008-2012
Dependen:
Return
Saham
Analisis
Pengujian
dengan
Regresi
regresi
linear
Linear
berganda
Berganda
menunjukkan bahwa
Independen: dan Uji t
beta saham tidak
Beta Saham
berpengaruh
signifikan
terhadap
return
saham.
Pengujian dengan Uji
t menunjukkan tidak
ada perbedaan yang
signifikan
antara
return saham sebelum
dan sesudah krisis
global.
Dependen:
Analisis
Fluktuasi harga
Risiko
Regresi
saham memiliki
Pasar
Linear
pengaruh positif dan
Independen: Berganda
signifikan terhadap
Flukuasi
tingkat risiko pasar
Harga
saham (beta) pada
Saham
perusahaan
perbankan di Bursa
Efek Indonesia
periode 2009-2011.
Dependen:
Harga
Saham
Independen:
1. Beta
2. Size
3. ROA
4. EPS
Analisis
Regresi
Linear
Berganda
Secara simultan
Beta, Size, ROA, dan
EPS berpengaruh
signifikan terhadap
Return Saham
sedangkan secara
parsial, hanya beta
saham yang
berpengaruh
signifikan terhadap
return saham
sedangkan Size,
ROA dan EPS tidak
berpengaruh
signifikan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konseptual
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi beta saham yang dalam
penelitian ini dapat dihitung melalui model indeks. Beberapa faktor fundamental
dapat mempengaruhi besar kecilnya harga saham yang akan berdampak pada nilai
beta saham. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan diantaranya adalah
kebijakan dividen dan struktur modal.
2.6.1 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham
Kebijakan dividen diproksikan dengan Devidend Payout Ratio (DPR).
Devidend Payout Ratio (DPR) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.
Kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR)
menunjukkan besarnya laba perlembar saham yang dibagikan pada pemegang
saham. Para pemegang saham tentunya menginginkan jumlah dividen yang stabil
atau
mengalami
peningkatan
namun
disisi
lain
perusahaan
harus
mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan kebijakan dividennya.
Perusahaan dengan jumlah dividen yang tinggi disukai oleh para investor
karena memberikan tingkat return yang tinggi. Dengan jumlah dividen yang
tinggi, maka permintaan pasar terhadap saham perusahaan akan meningkat,
dengan meningkatnya permintaan pasar, maka harga saham perusahaan akan
mengalami peningkatan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Harga Saham
Struktur modal atau leverage mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian
modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010:
123). Leverage ini diproksikan dengan indikator Debt to Equity Ratio (DER) yang
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya
yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk
membayar hutang.
Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan
perusahaan memiliki risiko ketidakmampuan melunasi kewajibannya. Oleh karena
itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya.
Sebaliknya, semakin tinggi DER maka
semakin rendah kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya
dengan modal yang dimiliki. Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajibannya, akan berdampak pada permintaan
pasar terhadap saham perusahaan.
Para investor akan menghindari saham
perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi karena dinilai lebih berisiko
sebaliknya jika rasio DER rendah, akan lebih dipercaya oleh investor untuk
berinvestasi.
Peningkatan hutang akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham
perusahaan. Semakin tinggi rasio hutang yang diukur dengan Debt to Equity
Ratio mencerminkan tingginya kewajiban perusahaan sehingga akan berdampak
pada tingkat return yang diharapkan investor, karena sebagian keuntungan akan
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk melunasi hutang. Dengan demikian, jika Debt to Equity Ratio
(DER) meningkat, maka harga saham akan mengalami penurunan.
2.6.3 Pengaruh Harga Saham Terhadap Beta Saham
Harga saham perusahaan ditentukan oleh tinggi rendahnya permintaan
pasar di Bursa Saham. Saham perusahaan dengan tingkat permintaan yang tinggi
akan meningkatkan harga sahamnya sebaliknya jika permintaan terhadap saham
perusahaan rendah, maka harga saham juga rendah.
Harga saham yang cenderung stabil dan meningkat menunjukkan tingkat
risiko yang rendah dibanding harga saham yang memiliki kecenderungan
berfluktuasi atau mengalami penurunan. Sehingga jika harga saham meningkat
maka risiko saham (beta) akan menurun dan jika harga saham menurun maka
risiko saham akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka konseptual penelitian digambarkan
sebagai berikut:
Kebijakan Dividen
(X1)
Harga Saham
(Y1)
Beta Saham
(Y2)
Struktur Modal
(X2)
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa kebijakan dividen dan
struktur modal berpengaruh terhadap harga saham dan harga saham berpengaruh
terhadap beta saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic
Index (JII) periode 2011-2014.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2005 : 51) hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, teori-teori
yang relevan, penelitian terdahulu serta kerangka konseptual penelitian, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014.
2.
Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014.
3. Harga Saham berpengaruh signifikan terhadap beta saham pada perusahaan
yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) Periode 2011-2014.
Universitas Sumatera Utara
Download