BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Perilaku Konsumen
Supranto dan Limakrisna (2007) mengatakan bahwa tujuan utama
pemasaran ialah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara
memuaskan. Konsumen dipuaskan agar menjadi loyal. Konsumen yang loyal akan
membeli berkali-kali, mengajak orang lain membeli dan menceritakan kepada
orang lain tentang kebaikan produk atau perusahaan yang memproduksinya.
Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan bahwa studi perilaku konsumen
terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber
daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang
yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli,
mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli,
seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya.
Lebih lanjut Ma’ruf (2006) menyatakan bahwa perilaku konsumen (consumen
behavior) adalah proses yang terjadi pada konsumen ketika ia memutuskan
membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dan bagaimana membelinya.
Asmara (2008) mengatakan bahwa salah satu dari pendekatan yang paling
sukses dalam memahami apa yang tengah dilakukan konsumen adalah gagasan
yang mengatakan bahwa konsumen tersebut berperan dalam membentuk berbagai
macam barang, dalam menyempurnakan atau mengembangkan penciptaan barang
yang digunakan oleh konsumen dan keluarganya.
7
Kotler dan Keller (2008)
mengemukakan bahwa dalam beberapa kasus, konsumen bisa mengambil
keputusan untuk tidak secara formal mengevaluasi setiap merek. Dalam kasus
lain, faktor faktor yang mengintervensi bisa mempengaruhi keputusan final.
Rangsangan
pemasaran
Rangsangan
lain
Produk &
Jasa
Ekonomi
Motivasi
Tekhnologi
Persepsi
Proses
keputusan
pembelian
Psikologi
konsumen
Harga
Politik
Pembelajaran
Budaya
Memori
Pengenalan
masalah
Pencarian
informasi
Distribusi
Komunikator
Karakteristik
konsumen
Budaya
Penilaian
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
pasca
pembelian
Sosial
Personal
Keputusan
pembelian
Pilihan
produk
Pilihan
merek
Pilihan
dealer
Jumlah
pembelian
Saat yang
tepat
melakukan
pembelian
Metode
pembayaran
Gambar 2.1 : Model Perilaku Konsumen ( Kotler & Keller, 2008 : 226 )
Perilaku konsumen akan menentukan suatu proses pengambilan keputusan
suatu pembelian. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian
masalah pada keinginan manusia untuk membeli suatu barang dan jasa untuk
memenuhi segala kebutuhannya. Proses pengambilan keputusan membeli untuk
semua orang pada prinsipnya adalah sama, hanya seluruh proses tidak selalu
dilaksanakan secara keseluruhan oleh semua konsumen.
8
2.2
Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan bahwa menurut pemahaman
yang paling umum, sebuah keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan
alternatif atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi
seseorang ketika mengambil keputusan. Jika seseorang mempunyai pilihan antara
melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian, pilihan antara merek X
dan merek Y, atau pilihan untuk menggunakan waktu mengerjakan “A” atau “B”,
orang tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Kotler dan Keller
(2008) juga menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan dari
konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap suatu produk. Dari berbagai
faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk
atau jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangkan kualitas, dan produk
yang sudah dikenal oleh masyarakat sebelum konsumen memutuskan untuk
membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu yaitu, (1)
pengenalan
masalah,
(2)
pencarian
informasi.
(3)
evaluasi
alternatif,
(4) keputusan membeli atau tidak, (5) perilaku pascapembelian. Namun dalam
pembelian yang lebih rutin, konsumen sering kali melompati atau membalik
beberapa tahap ini. Senada yang diungkapkan oleh Simamora (2008:16) Tahap
keputusan pembelian yang dilakukan konsumen adalah :
1. Pengenalan Masalah
Proses dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan.
Pembeli merasakan adanya perbedaan antara yang nyata dan yang diinginkan.
Kebutuhan ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun eksternal.
9
Dari pengalaman sebelumnya orang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan
ini dan dimotivasi kearah produk yang diketahuinya akan memuaskan dorongan
tersebut.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin, atau mungkin
juga tidak, mencari informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen kuat dan
produk itu berada dekatnya, mungkin konsumen akan langsung membelinya. Jika
tidak, kebutuhan konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja. Pencarian
informasi terdiri dari dari dua jenis menurut tingkatanya. Yang pertama adalah
perhatian yang meningkat, yang ditandai dengan pencarian informasi yang
sedang-sedang saja. Kedua, pencarian informasi secara aktif' yang dilakukan
dengan mencari informasi dari segala sumber.
3. Evaluasi Alternatif
Konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat
keputusan terakhir. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dan selanjutnya
melihat kepada atribut produk.
Kotler dan Keller (2008) menyatakan bahwa untuk memahami bagaimana
konsumen sesunguhnya mengambil keputusan pembelian, pemasar harus
mengidentifikasi siapa yang membuat dan melakukan input ke dalam keputusan
pembelian. Orang orang itu bisa saja pemrakarsa, pemberi pengaruh, pengambil
keputusan, pembeli, atau pengguna. Kampanye pemasaran berbeda kemungkinan
ditargetkan untuk setiap jenis orang. Kotler dan Keller (2008) juga menyatakan
dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk prefensi atas merek-merek yang
10
ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk
membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian,
konsumen bisa mengambil lima sub-keputusan: merek (merek A), dealer (dealer
2), kuantitas (sebuah komputer), waktu (akhir pekan), dan metode pembayaran
(kartu kredit). Dalam pembelian produk sehari hari, keputusannya lebih kecil dan
kebebasannya juga lebih kecil.
Kotler dan Keller (2008) selanjutnya juga menyatakan walaupun
konsumen membentuk evaluasi merek, dua faktor berikut dapat berada di antara
diantara niat pembelian dan keputusan pembelian ( Gambar 2.1 ). Faktor pertama
adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang
disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: (1) intensitas sikap negatif orang
lain terhadap alternatif yang disukai konsuman dan (2) motivasi konsumen untuk
menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan
semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin
mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku. Prefensi pembeli
terhadap merek tertentu akan mengikat jika orang yang ia sukai juga sangat
menyukai merek yang sama.
11
Pengaruh Eksternal
Masukan
1.
2.
3.
4.
Usaha pemasaran
perusahaan
Produk
Promosi
Harga
Saluran distribusi
Lingkungan sosial budaya
1. Keluarga
2. Sumber informal
3. Sumber nonkomersial
lain
4. Kelas sosial
5. Subbudaya dan budaya
Pengambilan keputusan
konsumen
Pengenalan
kebutuhan
Proses
Penelitian
sebelum
pembelian
1.
2.
3.
4.
5.
Bidang psikologi
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Kepribadian
sikap
Evaluasi alternatif
Pengalaman
Perilaku setelah
keputusan
Keluaran
Pembelian
1. Percobaan
2. Pembelian
Evaluasi setelah
pembelian
Gambar 2.2 : Model sederhana mengenai pengambilan keputusan konsumen
(Schiffman dan Kanuk, 2008 : 493)
12
2.3
Kualitas Produk
Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2008) menyatakan dari sudut
pandang pemasaran, kualitas (Quality) berarti kemampuan produk untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Definisi ini berfokus pada
pelanggan dan bagaimana pelanggan berfikir suatu produk akan memenuhi tujuan
tertentu.
Widiana (2010) menyatakan bahwa kualitas merupakan standar pertama
yang harus dipenuhi oleh suatu produk dan layanan. Tidak ada kompromi untuk
standar kualitas suatu produk kecuali anda mau mengubah kemasan produk dan
nama perusahaan anda. Kenapa karena kualitas anda hanya dapat menipu
konsumen sekali saja, begitu konsumen membeli produk anda dan tidak
menemukan kualitas yang diharapkan maka konsumen tersebut kemungkinan
besar akan meninggalkan anda. Kecuali memang tidak ada pilihan lain selain
produk anda. Kualitas yang baik akan memberikan pengalaman baik kepada
konsumen dan konsumen bisa menjadi iklan bagi produk anda karena dia akan
berbagi pengalaman baik tersebut dengan konsumen lainya. Jangan pernah
berfikir kalau produk anda berkualitas maka daya tahan yang lama akan membuat
konsumen lama untuk membeli lagi produk anda. Pandangan itu salah, karena bila
anda mengindahkan kualitas yang ada konsumen beralih dari produk anda.
Kualitas bukan ditentukan oleh produsen akan tetapi ditentukan oleh kepuasan
konsumen.
Cannon et all. (2008) juga menyatakan para manajer pemasaran sering kali
berfokus pada kualitas relatif ketika membandingkan produk mereka dengan yang
13
dimiliki oleh para pesaing. Namun, produk dengan fitur yang lebih baik bukanlah
produk yang lebih berkualitas jika fitur yang dimilikinya tidak sesuai dengan yang
diinginkan oleh pelanggan.
Menurut Simamora (2003:30) menyatakan bahwa banyak hal yang perlu
dipikirkan mengenai produk, seperti :
1. Bagaimana variasi produk, apakah hanya satu versi atau beberapa versi
2. Bagaimana kualitas produk, apakah tinggi, sedang, rendah
3. Bagaimana desain produk
4. Fitur-fitur apa yang perlu ditampilkan pada produk
5. Apa mereknya
6. Kemasan bagaimana
7. Ukuran bagaimana
8. Apa perlu pakai ada jaminan
9. Apa perlu ada layanan tambahan, seperti layanan diantar ke rumah
10. Apakah perusahaan menerima pengembalian produk kalau terjadi sesuatu
masalah.
Konsumen senantiasa melakukan penilaian terhadap kinerja suatu produk,
hal ini dapat dilihat dari kemampuan produk menciptakan kualitas produk dengan
segala spesifikasinya sehingga dapat menarik minat konsumen untuk melakukan
pembelian terhadap produk tersebut. Berdasarkan bahasan di atas dapat dikatakan
bahwa kualitas yang diberikan suatu produk dapat mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
14
2.4
Ekuitas Merek
Salah satu pengertian mengenai ekuitas merek dikemukakan oleh David A.
Aker (1991), sebagaimana dikutip dalam buku Brand Belief : Strategi
Membangun Merek Berbasis Keyakinan yang ditulis oleh Andi M. Sadat (2009),
yang menyebutkan bahwa ekuitas merek adalah: “serangkaian aset dan kewajiban
yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbol yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan
dan/atau pelanngan perusahaan tersebut.”
Menurut Kotler dan Keller (2008) ekuitas merek adalah nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen
berfikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Sadat (2009) juga mengatakan bahwa
perjalanan panjang merek membangun identitas, pemosisian, proposi nilai,
komunikasi, serta berbagai strategi yang merefleksikan keyakinan merek adalah
terciptanya ekuitas yang tinggi. Kondisi ini tentu saja menjadi idaman setiap
merek, karena merek-merek tersebut bearti memiliki kedekatan dengan pasar dan
pelanggan. Ekuitas yang tinggi juga akan berimplikasi langsung terhadap finansial
merek. Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2008), istilah ekuitas merek
merujuk pada nilai yang terkandung dalam suatu merek terkenal. Dari prespektif
konsumen, ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan pada produk
oleh merek.
Menurut Rangkuti (2002:152) Ekuitas merek meliputi lima
komponen utama, yaitu: brand awareness, perceived quality, brand association,
brand loyalty serta ekuitas rnerek lainnya (seperti paten, trademark, dan
15
keterkairan
dengan
pengecer).
Ekuitas merek
yang
kuat
merupakan
pertimbangan yang sangat utama dalarn menyusun strategi pemasaran.
Kotler dan Keller (2008) lebih lanjut juga mengatakan bahwa ekuitas
merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis
dan keuangan bagi perusahaan. Pemasar dan periset mengunakan berbagai
prespektif untuk mempelajari ekuitas merek. Pendekatan berbasis pelanggan
memandang ekuitas merek dari sudut konsumen, entah individu atau organisasi.
Dasar pemikiran model ekuitas merek berbasis pelanggan menetapkan kekuatan
merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari, dipikirkan, dan
dirasakan oleh konsumen tentang merek selama ini. Dengan kata lain, kekuatan
merek terletak pada pikiran pelanggan yang ada atau calon pelanggan dan apa
yang mereka alami secara langsung atau tidak langsung tentang merek.
Dalam bukunya managing brand equity, David A Aaker (1991) seperti
dikutip Kristianto (2011) mengelompokan ekuitas merek atau brand equity dalam
5 kategori, yaitu :
1. Kesadaran merk (brand awarness), yaitu kesanggupan seorang calon pembeli
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merk merupakan bagian dari
kategori produk tersebut
2. Assosiasi merk (brand assosietion) yaitu pencitraan suatu merk terhadap suatu
kesan tertentu dalam kaitanya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut
produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
16
3. Persepsi kualitas (perceifet quality) yaitu persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan
dengan maksud yang diharapkan
4. Loyalitas merk (brand loyality) yaitu tingkat keterikatan konsumen dengan
merk suatu produk
5. Asset asset merk lainya (other proprietary barand asset).
Kotler dan Keller (2008) menambahkan bahwa sebuah merek pada
hakikatya merupakan janji pemasar untuk menyerahkan kinerja produk atau jasa
yang dapat diramal. Janji merek adalah visi pemasar tentang menjadi apa
seharusnya merek itu dan apa yang dilakukanya terhadap konsumen. Di
penghujung hari, nilai sejati dan prospek masa depan merek bersandar pada
konsumen, pengetahuan mereka tentang merek, dan kemungkinan tanggapan
mereka terhadap kekuatan pemasaran sebagai akibat dari pengetahuan mereka.
Memahami pengetahuan merek konsumen, segala hal berbeda yang dihubungkan
dengan merek dalam pikiran konsumen, merupakan makna terpenting karena
itulah dasar dari ekuitas merek.
Kristianto (2011) menyatkan bahwa equitas merk dapat mempengaruhi
rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar
pengalaman masa lalu melalui assosiasi merk. Dalam kenyataannya persepsi
kualitas dan assosiasi merk dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen. Dari
penjelasan mengenai ekuitas merk tersebut, disebutkan bahwa ekuitas merk
merupakan nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bias
dcerminkan dalam cara konsumen berfikir terhadap sebuah merek dalam
17
pengambilan keputusan pembelian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekuitas
merek mempunyai peran dalam pengambilan keputusan pembelian seorang
konsumen.
2.5
Penelitian Terdahulu
Nugraha (2010) melakukan penelitian dengan Tujuan untuk mengetahui
pengaruh kualitas produk, harga, dan iklan terhadap keputusan pembelian.
Penelitian ini merupakan penelitian yang berjenis dskriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan obyek-obyek yang berhubungan untuk pengambilan keputusan
yang bersifat umum. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang yang
membeli sepeda motor Yamaha di Harpindo Jaya cabang Ngaliyan. Sampel dalam
penelitian ini adalah 100 orang yang membeli sepeda motor Yamaha di Harpindo
Jaya cabang Ngaliyan yang diambil secara purposive sampling.
Hasil analisis dan pembahasan dengan menggunakan regresi berganda
yaitu, Y = 0,330 X1 + 0,277 X2 + 0,365 X3. Variabel independen yang paling
berpengaruh terhadap variabel dependen adalah variabel iklan (0,365), diikuti oleh
variabel kualitas produk (0,330) dan terakhir adalah variabel harga (0,277). Hasil
uji t membuktikan bahwa semua kualitas produk, harga dan iklan mempunyai
pengaruh positif terhadap keputusan pembelian sepeda motor Yamaha di
Harpindo Jaya cabang Ngaliyan. Artinya menurut konsumen, ketiga variabel
independen tersebut dianggap penting ketika akan membeli sepeda motor Yamaha
di Harpindo Jaya cabang Ngaliyan. Dan koefisien determinasi (adjusted R2)
sebesar 0,555. Hal ini berarti 55,5% keputusan pembelian dapat dijelaskan oleh
18
variabel kualitas produk, harga dan iklan, sedangkan sisanya yaitu 44,5%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian.
Adritaristiyah (2011) melakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh kualitas produk, citra merek, dan harga terhadap keputusan
berhenti mengkonsumsi. Penelitian ini dilakukan terhadap konsumen Mie Sedaap
yang telah berpindah ke mie instan merek lain dan jumlah sampel yang ditetapkan
sebanyak 96 responden dengan menggunakan metode pengambilan teknik
purposive sampling. Metode analisis yang digunakan untuk menguji data dalam
penelitian ini adalah analisis kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda.
Hasil uji secara parsial menemukan bahwa variabel kualitas produk, citra
merek dan harga tidak ada pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
berhenti mengkonsumsi. Sedangkan bila dilihat dari hasil uji secara simultan
menunjukkan bahwa variabel kualitas produk, citra merek dan harga berpengaruh
positif secara signifikan terhadap keputusan berhenti mengkonsumsi.
Bachriansyah (2011) Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
kualitas produk, daya tarik iklan, dan persepsi harga berpengaruh terhadap minat
beli konsumen pada produk ponsel Nokia dan menganalisis faktor yang paling
dominan dalam memengaruhi minat beli konsumen. Sampel yang diambil
sebanyak 100 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 0,262 X1 + 0,339 X2 + 0,265 X3 + e. Urutan dari masing-masing adalah
variabel daya tarik iklan dengan koefisien regresi sebesar 0,339, persepsi harga
dengan koefisien regresi sebesar 0,265. Sedangkan variabel yang berpengaruh
19
paling rendah adalah kualitas produk dengan koefisien regresi sebesar 0,262.
Model persamaan memiliki nilai F hitung sebesar 47,692 dan signifikansi 0,000.
Dimana F hitung lebih besar dari F tabel (3,09) dengan signifikansi yang lebih
kecil dari α (0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa variabel independen
berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel minat beli.
2.6
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan logika yang dijadikan dasar untuk
merumuskan hipotesis (Aritonang R., 2007). Berdasarkan tinjauan landasan teori,
maka dapat disusun sebuah kerangka pemikiran seperti yang tersaji dalam gambar
sebagai berikut :
Kualitas Produk
Keputusan Pembelian
Ekuitas MerekGambar 2.3: Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran
Sumber : Dikembangkan untuk penelitian, 2013
20
Download