BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kadmium Kadmium banyak terdapat pada kerak bumi dan biasanya bergabung dengan seng. Kadmium dapat berasal dari pelapukan batu yang larut dalam air sungai juga kebakaran hutan dan letusan gunung berapi yang dilepaskan ke udara. Selain itu kadmium juga berasal dari berbagai industri. Kadmium banyak digunakan dalam industri pembuatan plat, batere dan plastik. Unsur ini lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan salah satu dari the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang diperbolehkan bagi manusia adalah 400-500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan. Meningkatnya kadar kadmium dalam tubuh manusia banyak disebabkan oleh makanan yang kaya kadmium. Hati, jamur, bubuk coklat dan rumput laut kering merupakan makanan yang kaya kadmium. Selain karena makanan, hal ini juga disebabkan karena merokok. Rokok meningkatkan kadar kadmium dalam tubuh lewat paru-paru lalu disebarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Kadar kadmium juga dapat meningkat jika kita tinggal di daerah pabrik atau tempat pembuangan limbah berbahaya. Jika kadmium terhisap dapat merusak paru-paru. 7 Berlebihnya kadar kadmium dalam tubuh sangat berbahaya bagi kesehatan. Beberapa penyakit yang ditimbulkan yaitu kerusakan ginjal, diare, kemandulan, kerusakan tulang, kerusakan sistem kekebalan tubuh, kerusakan DNA bahkan kanker. 2.2 Seng Seng adalah salah satu unsur yang banyak terdapat di kerak bumi. Unsur ini dapat ditemukan di udara, tanah, air bahkan hampir pada setiap makanan. Seng merupakan unsur yang penting bagi kesehatan manusia bila dalam jumlah sedikit dan dalam batas normal, kekurangan atau kelebihan unsur ini tidak baik untuk kesehatan. Unsur ini berperan penting dalam pertumbuhan sel dan metabolisme. Jika kekurangan unsur ini maka dapat menyebabkan nafsu makan berkurang, berkurangnya fungsi indera perasa, kerusakan kulit, gizi buruk, terganggunya pertumbuhan janin dan berkurangnya kesuburan (fertilitas). Kelebihan unsur ini pun dapat menyebabkan kram perut, muntah-muntah, anemia hingga kerusakan pankreas. Kadar seng yang diperbolehkan yaitu 12 mg/hari untuk wanita dewasa dan 15 mg/hari untuk pria dewasa (International Zinc Association, 1997). Seng banyak digunakan dalam industri, seperti industri keramik, cat putih, karet, obat-obatan, sampo anti ketombe dan deodorant. Banyaknya penggunaan seng dalam industri menyebabkan kadarnya berlimpah di alam. Selain akibat perindustrian, meningkatnya kadar seng di alam juga disebabkan oleh penambangan, pemurnian seng, produksi baja, pembakaran batubara dan 8 pembakaran sampah. Meskipun demikian hujan dan salju membantu menguranginya dengan membawanya kealiran sungai yang kemudian mengendap di dasar sungai. 2.3 Elektroda Pasta Karbon Elektroda Pasta Karbon (EPK) merupakan suatu elektroda yang dapat dimodifikasi dengan zat/senyawa tertentu, yang berguna untuk mendeteksi kation logam dalam suatu sampel. Hal ini disebabkan karena karbon memiliki sifat sebagai adsorben yang bisa dimanfaatkan untuk menangkap logam seperti kadmium dan seng. Elektroda ini biasanya dibuat dengan mencampurkan serbuk karbon dengan cairan pemasta seperti paraffin. EPK ini sangat mudah untuk dibuat dan menawarkan solusi yang menarik bagi pertukaran ion pada permukaannya. Selain itu EPK dapat digunakan sebagai alternatif elektroda kerja dalam sel elektrokimia. Secara umum EPK sangat terkenal karena serbuk karbonnya yang mudah didapat juga murah. Setelah dimodifikasi dengan material yang tepat, maka elektroda jenis ini akan sangat efektif untuk diterapkan dalam pengukuran bidang kimia organik maupun anorganik. Elektroda Pasta Karbon dimodifikasi bentonit digunakan sebagai elektroda kerja pada metode sel voltametri yang kemudian disebut Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi Bentonit (EPKTB). 9 2.4 Bentonit Pada umumnya orang mengenal lempung sebagai benda yang tidak bernilai. Padahal lempung memiliki banyak kegunaan, salah satunya adalah sebagai adsorben. Dengan kemampuannya tersebut lempung dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan limbah, terutama logam berat (Sunarso, 2007). Bentonit merupakan mineral yang digunakan para ilmuwan untuk mencegah pergerakan polutan logam di alam (Marchal et. Al, 1998). Bentonit sebagian besar tersusun atas mineral montmorilonit. Kemurnian bentonit didasarkan pada kandungan montmorillonit. Menurut Pramono, selain montmorillonit, kandungan mineral lain dalam bentonit yaitu kaolit, illit, kuarsa, plagioklas, kristobalit dan lain sebagainya (Deni, 2007). Lempung bentonit terdiri dari dua tipe, yaitu tipe Na-bentonit (bentonit yang dapat mengembang) dan Ca-bentonit (bentonit yang tidak mengembang). Na-bentonit terdiri dari satu lapis dan memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion natrium Na(I). Sedangkan tipe Cabentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi 10 koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ionion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit ini dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu. Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler) lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. 2.4.1 Struktur Bentonit Struktur mineral bentonit atau montmorillonit yang dapat diterima saat ini adalah yang disarankan pertama kali oleh Hofmann, Endel, dan Wilm (1933), dimodifikasi kemudian oleh Marshall (1935), Maegdefrau dan Hoffmann (1937) dan Hendricks (1942). Menurut konsep ini, montmorillonit terdiri atas unit yang disusun oleh dua lapis tetrahedral silika dengan pusatnya lapisan oktahedral alumina (2:1). 11 Gambar 2.1 Sketsa diagmatis struktur montmorillonit menurut Hofmann, Endell dan Wilm (1933); Marshal (1935); Hendicks (1942) Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit antara lain : SiO2, Al2O3, CaO, MgO, Na2O, Fe2O3, H2O dan lain-lain. Rumus teoritis untuk montmorillonit adalah (OH)4Si8Al4O20n(interlayer)H2O dengan komposisi teoritis tanpa material interlayer adalah 66,% SiO2; 28,3% Al2O3; 5% H2O. Rumus montmorillonit selalu berbeda dengan rumus teoritis di atas karena terjadi substitusi logam dalam kisi-kisi kristalnya. Menurut Ross dan Hendricks, rumus montmorillonit adalah (OH)4Si8(Al3,34Mg0,66)O20 atau Mg diganti dengan Na0,66. Hampir serupa, Pironcov, Soev et. al. (1991) menyatakan bahwa rumus kimia montmorillonit yang ideal adalah [Si(Al3,34Mg0,66)O20(OH)4]M0,66nH2O, dimana ion M dapat berupa Na, Ca dan Mg. 12 2.4.2 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Satu gram montmorillonit memiliki luas permukaan 750 m2/g. Dalam keadaan kering bentonit memiliki sifat fisik sebagai berikut : warna bervariasi dari krem sampai kuning kehijauan, memiliki berat jenis 2,2-2,8 g/L, indeks bias 1,547-1,557 dan titik lebur 1330-14300C. Partikel bentonit bermuatan negatif yang diimbangi dengan kation yang dapat dipertukarkan. Hal ini memungkinkan bentonit memisahkan logam berat dari air dan memisahkan senyawa organik kationik melalui mekanisme pertukaran ion. 2.5 Sel Elektrolisis Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang menimbulkan terjadinya reaksi redoks secara tak spontan dengan adanya energi listrik dari luar. Contohnya adalah elektrolisis larutan CdSO4. Larutan CdSO4 ditempatkan dalam rangkaian sel seperti ditunjukkan gambar dengan menggunakan elektroda karbon (EK) dan elektroda kalomel jenuh (EKJ) sebagai elektroda pembanding. 13 Gambar 2.2. Rangkaian sel elektrolisis larutan CdSO4 dengan EK dan EKJ Elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus searah akan menjadi kutub negatif sel dan elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif sumber arus searah akan menjadi kutub positif dari sel. ion-ion Cd2+ akan bergerak menuju kutub negatif dan pada elektroda tersebut terjadi reaksi Cd2+(aq) + 2e- → Cd(s) (reduksi) Eosel = -0,430 volt Ion-ion SO42- bergerak menuju elektroda positif dan pada elektroda kalomel jenuh terjadi reaksi 2Hg2+(l) + 2Cl-(aq) → Hg2Cl2(s) + 2e- (oksidasi) Eosel = 0.2680 volt Jadi reaksi keseluruhannya yaitu : Cd2+(aq) + 2Hg2+(l) + 2Cl-(aq) → Cd(s) + Hg2Cl2(s) 14 Karena pada elektroda negatif terjadi reaksi reduksi maka elektroda tersebut merupakan katoda. Pada elektroda positif terjadi reaksi oksidasi. Oleh karena itu elektroda tersebut merupakan anoda. Menurut Anderson dalam Ariea (2009), kelebihan dari teknik ini adalah memiliki sensitifitas yang tinggi, menjangkau penentuan logam dalam batas konsentrasi yang rendah dan dapat digunakan untuk melakukan deteksi beberapa unsur secara serentak. 2.6 Voltametri Stripping Pada metode voltametri, penentuan konsentrasi ion yang terdapat dalam larutan didasarkan kepada hubungan antara aliran arus listrik sebagai fungsi dari beda potensial pada saat terjadi polarisasi ion di sekitar elektroda. Beda potensial ini digunakan untuk melakukan transfer muatan listrik kemudian dilakukan pengukuran terhadap arus yang dihasilkan, mirip dengan pengukuran panjang gelombang pada metode spektrofotometri. Kelebihan metode ini diantaranya hasil analisa dengan sensitifitas yang tinggi untuk unsur yang elektroaktif, biaya pembuatan instrumen relatif murah, dapat digunakan untuk melakukan pengukuran banyak unsur dan dapat digunakan untuk analisa di tempat. Pada umumnya metode pengujian dan perangkat yang digunakan adalah Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), Mass Spectrophotometry (MS), dan Inductively Coupled Plasma – Atomic Emission Spectrophotometry 15 (ICP-AES). Meskipun memiliki kelebihan seperti sensitivitas sangat tinggi, selektivitasnya baik dan memiliki rentang linieritas yang lebar namun metodemetode ini memiliki kekurangan seperti waktu analisa yang panjang dan harga alat yang sangat mahal. Selain itu metode-metode tersebut tidak dapat dilakukan untuk pengujian di tempat (di lapangan). Salah satu metode dalam voltametri adalah voltametri stripping. Metode ini dikembangkan dari metode voltametri yang didasarkan pada hubungan arus (I) dan potensial (E) dengan jumlah dan jenis komponen dalam analit. Teknik ini meliputi dua tahap, Pertama. Tahap analit dipekatkan pada elektroda (tahap prekonsentrasi). Dengan menggunakan sel elektrolisis, analit mula-mula diendapkan pada katoda (reduksi) dengan diberi beda potensial tertentu selama jangka waktu tertentu. Mn+ + ne- → M Untuk menghitung konsentrasi logam dapat digunakan hukum Faraday : iLtd CM = nFVHg di mana : iL : Batas arus yang diperlukan untuk mengendapkan logam td : Faraday F : Volume Elektroda Raksa VHg : Waktu pengendapan Untuk endapan logam yang tidak bereaksi dengan elektroda (inert), maka jumlah deposit logam (M) pada permukaan elektroda adalah : 16 iLtd M = nF M : Jumlah deposit logam dalam satuan mol Kedua. Tahap stripping dengan mengaplikasikan potensial sweep (linier atau denyut). Kemudian analit dioksidasi secara selektif (stripped) selama potensial yang diberikan dalam arah anoda. M → Mn+ + ne- ← diukur sebagai arus puncak (Ip) Arus puncak stripping (dan muatan) sebanding dengan konsentrasi logam dalam larutan model (yang diuji). Puncak potensial menunjukkan jenis ion logam dalam larutan. n2F2y1/2AlCA Ip = kCA = 2,7 RT di mana : A : Area l : Ketebalan CA : Konsentrasi Y : Laju scan Ip : Arus Puncak k : Konstanta, k = n2F2y1/2Al 2,7 RT Susunan alat voltametri stripping rakitan yang digunakan terdiri atas sel voltametri, IC-Regulator dan multimeter. Bagian sel voltametri terdiri dari 17 elektroda pembanding, yaitu elektroda kalomel jenuh, serta elektroda kerja, yaitu elektroda pasta karbon. Gambar 2.3 Rangkaian alat voltametri stripping rakitan Hasil analisis dari pengukuran menggunakan rangkaian alat ini berupa kurva hubungan antara arus dan potensial sweep, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini: Gambar 2.4. Kurva hubungan arus dan potensial sweep pada voltametri stripping (a) menggunakan EPK dan (b) menggunakan EPKTB 18 2.7 Sensor Kimia Menurut Stetter et.al dalam Zainussalam (2006) sensor kimia adalah suatu alat yang dapat mengubah suatu informasi mengenai zat kimia, baik kualitatif maupun kuantitatif, menjadi sinyal-sinyal analitis, sebagai hasil dari interaksi kimia. Sensor kimia telah digunakan dalam berbagai aplikasi seperti dalam proses-proses kimia, industri makanan, pengawasan lingkungan dan aplikasi biomedis. Sensor amperometrik dan sensor potensiometrik termasuk dalam sensor elektrokimia, yaitu sensor yang prinsip kerjanya didasarkan pada reaksi elektrokimia. Sensor amperometrik mengukur arus yang dihasilkan dari reaksi elektrokimia yang melibatkan analit, arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit. Sedangkan sensor potensiometrik mengukur konsentrasi analit dengan cara mengukur potensial analit yang dihasilkan dari reaksi yang sama. Perbedaan rangkaian sensor amperometrik dan voltametri stripping dipresentasikan dalam gambar 2.5. (a) 19 (b) Gambar 2.5 Diagram blok komponen (a) sensor amperometrik (b) sensor potensiometrik 2.8 Adsorpsi Adsorpsi pertama kali digunakan oleh Lowitz pada tahun 1785 dan segera setelah itu diaplikasikan untuk menghilangkan warna pada proses pemurnian gula (Hassler, 1974). Kemudian pada pertengahan abad 19, penyaring arang kayu (charcoal) digunakan pada instalansi pengolahan air di Amerika Serikat (Croes, 1983). Selama perang dunia I, karbon aktif granuler (GAC) diproduksi dalam skala besar untuk keperluan pembuatan pelindung gas (Gas Mask). Karbon aktif serbuk (PAC) digunakan di Chicago, AS pada tahun 1920-an untuk mengendalikan rasa dan menghilangkan bau pada cadangan air yang terkontaminasi klorofenol (Zainussalam, 2006). Selama pertengahan tahun 1970-an, proses adsorbsi untuk menghilangkan zat-zat organik dari air minum masyarakat semakin menjadi perhatian yang serius, karena sumber air yang terkontaminasi oleh limbah industri, bahan-bahan pertanian, dan pembuangan kotoran. adsorpsi adalah proses penyerapan suatu zat 20 (adsorbat) pada permukaan suatu bahan penyerap (adsorben). Berdasarkan mekanismenya, adsorpsi dibagi 2 jenis, yaitu : a. Adsorpsi secara fisika Interaksi antara adsorben dengan adsorbat pada prinsipnya adalah gaya elektrostatik, termasuk interaksi dipol-dipol, interaksi dispersi dan ikatan hidrogen. adsorbat dapat diserap karena adanya gaya tarik menarik yang relatif lemah dengan permukaan asorben. Adsorbat tidak tertarik secara kuat sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lain. Adsorpsi ini berlangsung cepat, reversibel, dan kalor adsorpsinya rendah. b. Adsorpsi secara kimia Pada adsorpsi secara kimia pendekatannya adalah atraksi antara adsorben dengan adsorbat ikatan kimia kovalen atau elektrostatik antara atom-atom yang memiliki ikatan yang lebih pendek dengan ikatan yang berenergi lebih tinggi. Adsorpsi secara kimia tidak reversibel, terjadi pada suhu tinggi, dan kalor adsorpsinya juga tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan adalah: 1. Pengadukan Laju penyerapan dikendalikan oleh difusi film atau difusi pori tergantung pada pengadukan. Pada pengadukan yang relatif tidak lama, partikel dari larutan akan mengelilingi permukaan film adsorben dan kemungkinan besar jika batasan lajunya terpenuhi akan terjadi difusi film. Jika pengadukan memadai, laju difusi film akan meningkat dan terjadi difusi pori pada batasan laju yang cukup. 21 Menurut Weber, pada umumnya batasan laju penyerapan difusi pori pada pengadukan yang tinggi. 2. Karakteristik adsorben (sifat fisika dan kimia) Luas permukaan, ukuran pori-pori, dan komposisi kimia dari adsorben mempengaruhi penyerapan. Seperti karbon aktif, karbon dalam bentuk serbuk lebih cepat laju penyerapannya daripada karbon dalam bentuk granular. 3. Kelarutan adsorbat Senyawa-senyawa terlarut yang mempunyai afinitas tinggi dengan pelarutnya akan lebih sulit untuk diserap. Mekanisme terserapnya adsorbat pada adsorben terjadi melaui 4 tahap, yaitu : 1. Berpindahnya solid dari larutan menuju lapisan sekitar adsorben (bulk transport) 2. Solut terdifusi melalui lapisan tipis (film diffusion) 3. Difusi solut melalui pori atau kapiler menuju sisi adsorben (diffussion pore) 4. Penyerapan solut pada permukaan adsorben 22