BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Profitabilitas. Profitabilitas merupakan suatu ukuran dari keberhasilan suatu perusahaan dengan melihat efisiensi dari penggunaan modalnya. Perhitungan profitabilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan manajemen perusahaan mengendalikan usaha secara efisisen. Adapun manfaat profitabilitas yaitu : mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh dalam suatu periode, mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dan tahun sekarang, mengetahui perkembangan laba dari tahun ke tahun, mengetahui besarnya laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri dan mengetahui produktivitas dari seluruh dana yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja perusahaan, menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya (Munawir, 2002) . Profitabilitas sebagai tolak ukur dalam menentukan alternatif pembiayaan, namun cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan bermacam-macam sangat bergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan dibandingkan antara laba yang berasal dari operasi perusahaan atau laba netto setelah pajak dengan modal sendiri. Penelitian tentang Profitabilitas suatu perusahaan ada berbagai cara, maka tidak 11 12 mengherankan bila ada beberapa perusahaan yang mempunyai perbedaan dalam menentukan suatu alternatif untuk menghitung profitabilitas. Profitabilitas pada industri perbankan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan usaha yang pada gilirannya ternyata berpengaruh terhadap perolehan laba perbankan ( Kosak and Cok, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Balachandher et al. (2008), profitabilitas usaha perbankan di negara Malaysia sangat ditentukan oleh internal factors dari management industry perbankan itu sendiri, mencakup pengembangan sumber daya yang dapat menciptakan low cost production, yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan itu dalam melebarkan segmentasi pasarnya. Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi. Ukuran yang banyak digunakan adalah return on asset ( ROA ) dan return on equity ( ROE ). Rasio profitabilitas yang diukur dari ROA dan ROE mencerminkan daya tarik bisnis (bussines attractive). Return on asset (ROA) digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik suatu perusahaan. Return On Assets (ROA) merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Penelitian ini dibatasi pada Retun On Assets (ROA) karena ROA merupakan alat analisis dalam mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam total aktiva yang digunakan untuk meraih keuntungan. 13 Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya angka Return On Assets (ROA) dalam penelitian ini adalah : Laba bersih setelah pajak Return On Asset = ----------------------------------Total Aktiva Kegunaan dari ROA menurut Syamsuddin (2004) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. 2.1.1 Kelebihan Return On Assets (ROA) Kelebihan Return On Assets (ROA) menurut Syamsuddin (2004) yaitu : 1) Selain ROA berguna sebagai alat kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROA dapat dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi. 2) ROA dipergunakan sebagai alat mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing produk. 3) Kegunaan ROA yang paling prinsip berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktek Akuntansi secara benar . 14 2.1.2 Kelemahan Return On Assets (ROA) Menurut Syamsuddin (2004) kelemahan Return On Assets (ROA), sebagai berikut : 1) Sulit membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain, karena perbedaan praktek akuntansi antar perusahaan. 2) Analisis Return On Assets (ROA) saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan. 2.2 Pertumbuhan Asset Aset adalah elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan jika dihubungkan dengan elemen neraca yang lain yaitu modal dan kewajiban. Aset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat dikemudian hari. Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Growth adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu 15 terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2004). Berdasarkan difinisi di atas dapat dijelaskan Growth merupakan perubahan total aset berupa peningkatan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang diyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dari proporsi perubahan aset, untuk membandingkan kenaikan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset merupakan salah satu variabel ekonomi mikro yang mempengaruhi kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Menurut teori residual dividen, dinyatakan bahwa pertumbuhan aset memiliki hubungan negatif terhadap kebijakan dividen dimana perusahaan baru akan membayar dividennya apabila tidak terdapat peluang investasi yang menguntungkan (Priono, 2006). Pertumbuhan aset yang terus meningkat menjadi suatu hal yang diinginkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Signaling theory menyatakan bahwa profitabilitas dan pengeluaran investasi berdampak positif bagi perusahaan yaitu memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor dalam perusahaan. Pertumbuhan aset yang meningkat akan memiliki prospek yang menguntungkan dalam investasi karena kemungkinan return yang akan diperoleh juga tinggi sehingga menjadi sinyal positif bagi investor yang menyebabkan meningkatnya harga saham 16 (Ratnawati, 2007). Pertumbuhan aset mempunyai efek yang kuat terhadap nilai perusahaan terutama dalam perusahaan kecil dan menengah, karena dengan melihat investasi perusahaan atau kegiatan pembiayaan yang dilakukan, maka investor dapat memprediksi tingkat return yang akan didapatkan (Cooper et al. 2008). 2.3 Struktur Modal Struktur modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt) dengan total modal sendiri (Saidi, 2004). Menurut Riyanto (2013) struktur modal adalah perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) sedangkan total shareholders equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Struktur modal menggambarkan proporsi antara modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang berasal dari hutang jangka panjang ( long-term debt ) dan modal sendiri ( equity ), sehingga struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Ratio ( DER ) yaitu perbandingan antara total utang ( debt or liability ) jangka panjang terhadap total modal sendiri ( equity ). Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang jangka panjang semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri (ekuitas), sehingga berdampak semakin besar beban 17 perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Secara matematis DER dapat dirumuskan sebagai berikut : DER = Total Hutang Jangka Panjang ----------------------------------------------- x 100% Total Ekuitas Kebijakan dan strategi pengembangan dan penguatan struktur permodalan perbankan merupakan kombinasi yang optimal dari penggunaan berbagai alternatif sumber dana yang dipergunakan untuk membiaya investasi perbankan dalam rangka meningkatkan perolehan laba perbankan ( Afriyeni, 2012). Perubahan dalam struktur perbankan juga sering disebabkan oleh perubahan kepemilikan bank yang dapat merubah strategi bisnis perbankan kearah yang memperkuat struktur permodalan atau memperlemah struktur permodalan, oleh karena sumber daya yang menjadi penentu pengelolaan usaha akan bersumber dari kebijakan manajerial dari kepemilikan yang baru. 2.3.1 Teori Struktur Modal 2.3.1.1 Modigliani dan Miller Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Merton Miller (selanjutnya disebut MM) menerbitkan salah satu artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis. MM membuktikan, dengan sekumpulan asumsi yang sangat membatasi, bahwa nilai sebuah perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modalnya. Akan tetapi, studi MM didasarkan pada beberapa asumsi yang tidak realistik, termasuk hal-hal berikut: 1) tidak ada biaya 18 pialang, 2) tidak ada pajak, 3) tidak ada biaya kebangkrutan, 4) investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan, 5) semua investor memiliki informasi yang sama dengan menajemen tentang peluang-peluang investasi perusahaan dimasa depan, 6) EBIT tidak terpengaruh oleh penggunaan hutang. Meskipun beberapa dari asumsi ini tidak realistis, hasil penelitian MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi di mana struktur modal tidak relevan, MM memberikan petunjuk tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang lebih realistis. 1) Pengaruh Perpajakan MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 didalamnya mereka melonggarkan asumsi tidak adanya pajak perusahaan. Peraturan Perpajakan memperbolehkan perusahaan untuk mengurangkan pembayaran bunga sebagai suatu beban, akan tetapi pembayaran dividen kepada pemegang saham tidak dapat menjadi pengurangan pajak. 2) Pengaruh Potensi Terjadinya Kebangkrutan. Hasil irelevansi penelitian MM juga tergantung pada asumsi bahwa perusahaan tidak akan bangkrut, sehingga tidak akan ada biaya kebangkrutan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan 19 kemungkinan besar akan timbul ketika sebuah perusahaan memasukkan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya. 3) Teori Pertukaran. Bunga adalah beban pengurangan pajak menjadikan hutang lebih murah daripada saham biasa atau saham preferen. Akibatnya, secara tidak langsung pemerintah akan membayarkan sebagian biaya dari modal, hutang memberikan manfaat perlindungan pajak. 4) Teori Persinyalan. MM berasumsi bahwa investor memiliki informasi yang sama tentang prospek sebuah perusahaan seperti para manajernya, hal ini disebut informasi simetris (symmetric information). Namun kenyataanya, para manajer seringkali memiliki informasi yang lebih daripada pihak luar. Hal ini disebut informasi asimetris (asymmetric information), dan memiliki pengaruh yang penting pada struktur modal yang optimal. 5) Menggunakan Pendanaan Hutang untuk Membatasi Manajer. Perusahaan dapat mengurangi arus kas yang berlebihan dengan beragam cara. Salah satunya adalah dengan menyalurkan kembali kepada pemegang saham melalui dividen yang lebih tinggi atau pembelian kembali saham. Alternatif yang lain adalah untuk mengubah struktur modal ke arah hutang dengan harapan adanya persyaratan penutupan hutang yang lebih tinggi akan memaksa manajer untuk lebih disiplin. 20 2.3.1.2 Trade Off Theory Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut. Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan, dan personal tax, dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2006). Model trade-off theory tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting yaitu; 1) Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi, sebaiknya menggunakan sedikit hutang. 2) Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak rendah. 2.3.1.3 Pecking Order Theory Menjelaskan bahwa perusahaan akan menentukan hirarki dari sumber pendanaannya dimana pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih didahulukan dari pada sumber pendanaan dari luar perusahaan (external financing). Teori ini bukan saja berlaku pada perusahaan non-keuangan tetapi juga berlaku terhadap industri perbankan (Marques & Santos, 2003). Marques dan Santos (2003) 21 mengatakan bahwa dalam proses pengambilan keputusan struktur modal yang terutama diperhatikan adalah trade-off antara insentif dengan tata kelola (governance), serta struktur kepemilikan bank sebagai kontrol terhadap pengalokasian ekuitas dan utang (equity and debt). 2.4 Risiko Usaha Risiko Usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham. Risiko usaha bagi bank adalah risiko yang dapat dikendalikan. Sedangkan risiko yang tidak dapat dikendalikan digolongkan sebagai risiko non-usaha. Risiko usaha merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidak pastian pendapatan yang diterima suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga uang diinginkan (Siamat, 2005). Risiko usaha yang dihadapi bank dapat berupa : risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga, risiko modal, dan risiko efisiensi. Risiko kredit merupakan fokus pembahasan pada penelitian ini karena pada prinsipnya usaha inti dari sektor perbankan adalah penyaluran kredit kepada masyarakat. Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko memasukkan setiap pengambilan keputusan bisnisnya diharapkan dapat lebih survive, karena risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Perusahaan yang melakukan proses manajemen 22 risiko juga diharapkan lebih dapat menciptakan nilai tambah, karena potensi return yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih besar daripada potensi risiko kerugiannya. Menurut Taswan (2003), bisnis adalah berbagi risiko, bukan hanya berbagi keuntungan. Risiko berhubungan positif dengan return. Artinya dalam bisnis perbankan ketika ingin mencapai return yang tinggi maka berhadapan dengan risiko yang tinggi. Risiko sering kali dikaitkan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian (uncertainty) adalah keadaan dari beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Risiko didefinisikan sebagai penyimpangan dari return yang diharapkan, sehingga diukur dengan deviasi standar untuk return yang diharapkan dalam kurun waktu tertentu. Secara statistik risiko merupakan volatilitas dari sesuatu yang dapat berupa pendapatan, laba, biaya, dsb. Volatilitas merupakan ukuran disperse (penyebaran) yang dalam statistik diukur dengan variance (σ2) atau standar deviasi (σ). Semakin besar nilai standar deviasi, maka semakin besar risiko yang harus dihadapi (Ghozali, 2013). 2.4.1 Risiko Kredit Risiko kredit merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidak mampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadualkan. Ketidak mampuan nasabah memenuhi perjanjian kredit yang telah disepakati kedua belah pihak ( Siamat, 2005 ). 23 Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan kegagalan debitur untuk membayar kewajibannya atau debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Risiko kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang counterparty gagal memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo (Hardanto, 2006). Risiko kredit diproksikan dengan Non Performing Loan (NPL), Non Performing Loan adalah risiko kredit yang menunjukkan perbandingan jumlah kredit bermasalah dengan total kredit. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Dengan kata lain risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. 2.4.2 Pengaruh Risiko Usaha (NPL) terhadap Profitabilitas (ROA) Risiko kredit adalah risiko yang dihadapi bank karena ketidak mampuan nasabah mengembalikan pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Adanya berbagai sebab membuat debitur tidak memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit diproksikan dengan rasio Non Performing Loan (NPL). Apabila suatu bank kondisi NPL tinggi maka akan memperbesar biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Mawardi, 2005) Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah tidak efisien. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga dapat menyebabkan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Laba bank tidak sepenuhnya ditentukan oleh perolehan bunga kredit, namun kualitas kredit akan sangat menentukan pendapatan bank, yang pada gilirannya akan 24 berpengaruh terhadap laba bank. Apabila kualitas kredit rendah atau banyak kredit bermasalah maka pendapatan bank akan rendah dan laba akan rendah bahkan mungkin bank menderita rugi. Kualitas kreditnya baik (NPL rendah), maka pendapatan bank akan meningkat dan laba bank meningkat berarti profitabilitas meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Mahardian (2008) menemukan bahwa risiko kredit yang diukur dengan non performing loan secara statistik mempunyai pengaruh negatif terhadap return on asset bank pasca merger. Hal ini disebabkan karena setiap kenaikan outstanding pinjaman diberikan, bank wajib membentuk cadangan aktiva, sehingga memperbesar biaya cadangan pinjaman diberikan dan ini tentunya akan meningkatkan eksposur risiko kredit bank pasca merger. 2.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Profitabilitas (ROA) Pertumbuhan aset pada perusahaan menunjukkan kepercayaan nasabah atau investor semakin tinggi, aset besar akan dapat diinvestasikan dalam bentuk kredit dan investasi lainnya, perputaran aset semakin tinggi dapat meningkatkan hasil yang tinggi pula. Semakin banyak aset dikelola dengan optimal akan mampu melakukan efiensi, semakin efisien suatu perusahaan akan mendapatkan laba yang selalu meningkat. Hubungan pertumbuhan aset dengan profitabilitas berjalan searah makin tinggi pertumbuhan aset perusahaan semakin tinggi laba yang diperoleh berarti profitabilitas semakin baik juga. Return on asset (ROA) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (earning after tax) terhadap total investasi. Mengingat investasi perusahaan dalam 25 bentuk aktiva (assets), maka ROA sering disebut juga dengan return on asset (ROA). Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan, karena dana yang diinvestasikan ke dalam aset dapat menghasilkan earning after tax (EAT) yang semakin tinggi (Ang, 1997). 2.4.4 Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap Profitabilitas (ROA) Struktur modal adalah perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Struktur modal diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER), semakin banyak dana pihak ketiga dalam suatu perusahaan menunjukkan DER semakin meningkat. Profitabilitas merupakan suatu ukuran dari keberhasilan suatu perusahaan dengan melihat efisiensi dari penggunaan modalnya. Return On Assets (ROA) merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Penelitian tentang pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) yang merupakan proksi dari struktur modal dilakukan oleh Wahyudi (2003) menyatakan bahwa pada suatu tingkat batas tertentu terjadi pengaruh negatif signifikan antara hutang dengan profitabilitas, sejalan dengan teori Pecking Order. Hal itu disebabkan oleh tingkat utang yang tinggi berarti biaya bunga yang dibayarkan kepada pemilik dana juga tinggi, akan membuat pendapatan laba menurun. Pada umumnya, perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan utang yang relatif kecil. Tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan (Lukas, 26 2003). Dalam hal ini perusahaan akan cenderung memilih laba ditahan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. Semakin kecil proporsi utang di dalam struktur modal perusahaan, maka return on asset akan meningkat karena pembiayaan perusahaan dijamin oleh proporsi modal sendiri. Perusahaan yang mampu mendapatkan keuntungan yang tinggi (profitable) cenderung banyak memanfaatkan dana sendiri untuk keperluan investasi. Jadi tingkat utang dan profitabilitas, berpengaruh negatif. 2.4.5 Pengaruh Risiko Usaha (NPL) terhadap Pertumbuhan Aset. Kredit bermasalah selalu mendapat perhatian dari perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan. Kredit macet merupakan salah satu risiko yang dihadapi lembaga perbankan. Kemampuan manajemen untuk melakukan analisis terhadap pemberian kredit kepada nasabah, menjaga kualitas kredit menjadi sangat penting dalam perusahaan yang menjalankan usahanya berfokus pada kredit. Perusahaan yang mampu menjaga kualitas kredit dengan baik akan membawa dampak baik kepada masyarakat, debitur dan investor untuk berinvestasi. Kepercayaan masyarakat berdampak bagi pertumbuhan aset perusahaan karena menginvestasikan dananya ke lembaga keuangan yang mampu mengalola usahanya dengan baik. Risiko kredit berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan aset bank. Kredit macet dalam usaha yang fokusnya dibidang perkreditan adalah hal yang wajar. Hanya kemampuan manajemen dalam mengelola usaha itu akan menunjukkan sampai dimana mampu mengadakan pengawasan dan pembinaan kepada debitur. Kredit macet yang tinggi, apalagi sampai melebihi ambang batas 27 ketentuan pengelolaan lembaga keuangan akan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan. Risiko kredit mempengaruhi aktivitas perusahaan dalam pemberian kredit kepada masyarakat, perputaran kredit yang lambat berdampak pada penurunan pertumbuhan aset. Hubungan risiko kredit terhadap pertumbuhan aset berpengaruh negatif, semakin tinggi rasio kredit macet (NPL) maka pertumbuhan aset akan semakin menurun dan semakin rendah risiko kredit macet maka pertumbuhan aset akan semakin meningkat, karena perputaran aset bisa berjalan lancar sesuai dengan target perusahaan. 2.4.6 Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap Pertumbuhan Asset Struktur modal adalah perbandingan jumlah hutang dengan modal sendiri. Struktur modal yang diproksikan dengan debt to equity ratio (DER) adalah membandingkan jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Kemampuan bank untuk mendapatkan dana dari masyarakat atau investor menunjukkan bahwa bank telah mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mengelola dananya. Tingkat hutang yang tinggi mempengaruhi pertumbuhan aset, dana masyarakat yang didapat dari utang dapat diinvestasikan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Pertumbuhan aset yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang dalam struktur modalnya, daripada perusahaan yang pertumbuhan asetnya rendah. Adanya pertumbuhan aset, bank akan beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi.