BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Gambaran Umum

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Hotel Amaris Pettarani adalah sebuah bangunan gedung hotel yang terletak di
Jalan Andi Pangeran Pettarani di kota Makassar, dimana pemilik dari proyek ini
yaitu PT. Goldwin Grahawita Makassar dan dikelola oleh PT. Grahawita Santika.
Gambar 2. 1 Gambar tampak Hotel Amaris Pettarani
Bangunan hotel ini termasuk High Risk Building dengan jumlah lantai
mencapai 11 lantai dengan ketinggian bangunan ±42,35 meter dari elevasi jalan.
Hotel ini memiliki kapasitas 112 kamar tamu, 4 ruang meeting yang flexible, 1
Xpress dan memilki basement yang akan digunakan untuk ruang RWT dan STP serta
Pit lift. Bangunan ini akan didirikan pada tanah seluas ±1.200m3. Bangunan ini akan
menggunakan pondasi berupa tiang pancang tipe spun pile diameter 600mm dan
memiliki panjang 12 meter dengan jumlah titik sekitar 189 titik dan menggunakan
sistem raft foundation.
Hotel Amaris adalah merupakan produk budget hotel maka hotel ini memiliki
konsep minimalis yang berupa patahan-patahan dan pada bagian tampak depan akan
dibungkus menggunakan ACP yang dilakukan dengan sistem kering yang akan
7
8
dipadukan dengan lampu LED pada area patahannya. Bangunan hotel ini memiliki
areal parkir ±25 lot parkir mobil dimana ada area lot parkir yang dapat digunakan
untuk parkiran bis sehingga terdapat dua akses masuk kendaraan yaitu untuk mobil
dan untuk bis. Area parkir dibuat ramp dari jalan utama hingga menuju area drop off.
Dan dalam hotel ini menggunakan lift sebanyak 2 buah dimana kedua lift tersebut
hanya akan melayani hingga lantai 10 atau hingga lantai kamar pengunjung (guest
room). Untuk tangga darurat disiapkan pada sisi samping hotel sehingga ada dua
akses tangga darurat sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan pemerintah dan
pada sisi kanan tangga darurat tersebut dibuat hingga lantai 11 dimana lantai tersebut
akan digunakan untuk area manajemen hotel (office).
Gambar 2. 2 Denah Lantai Lobby
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Proyek
Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung
dalam jangka waktu tertentu / terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan
digunakan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas.
(Soeharto, 1997)
Heizer dan Render (2005) menjelaskan bahwa proyek dapat didefinisikan
sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu hasil utama.
Meredith dan Mantel (2006) dikatakan bahwa “The project is complex
enough that the subtasks require careful coordination and control in terms of timing,
precedence, cost, and performance.”
9
Dengan kutipan-kutipan tersebut maka dapat disimpulkan proyek adalah
suatu kumpulan kegiatan yang memiliki tujuan / hasil utama yang sudah ditentukan
baik dari segi tujuan, perencanaan, waktu dan lama pengerjaan serta sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan proyek tersebut.
2.2.2. Pengertian Manajemen Proyek
Manajemen Proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan
mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang
telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem
dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horizontal. (Soeharto, 1997).
Menurut Siswanto (2007), dalam manajemen proyek, penentuan waktu
penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal yang sangat penting
dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut akan menjadi dasar bagi
perencanaan yang lain, yaitu:
a.
Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan
sumber daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang
lain.
b.
Proses pengendalian (controlling).
Manajemen proyek meliputi tiga fase (Heizer dan Render, 2005), yaitu:
a.
Perencanaan
Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan proyek, dan
organisasi timnya.
b.
Penjadwalan
Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan untuk kegiatan khusus
dan menghubungkan masing-masing kegiatan satu dengan yang lainnya.
c.
Pengendalian
Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya, kualitas, dan anggaran.
Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan menggeser atau
mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi kebutuhan waktu
dan biaya.
Handoko (1999) menyatakan tujuan menajemen proyek adalah sebagai
berikut:
10
a.
Tepat waktu (on time) yaitu waktu atau jadwal yang merupakan
salah
satu
sasaran
utama
proyek,
keterlambatan
akan
mengakibatkan kerugian, seperti penambahan biaya, kehilangan
kesempatan produk memasuki pasar.
b.
Tepat anggaran (on budget) yaitu biaya yang harus dikeluarkan
sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.
c.
Tepat spesifikasi (on spesification) dimana proyek harus sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2.2.3. Sumber Daya Proyek Konstruksi
Sumber daya diperlukan guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
merupakan komponen proyek. Hal tersebut dilakukan terkait dengan ketepatan
perhitungan unsur biaya, mutu, dan waktu. Bagaimana cara mengelola (dalam hal ini
efektivitas dan efisiensi) pemakaian sumber daya ini akan memberikan akibat biaya
dan jadwal pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam masalah sumber daya, proyek
menginginkan agar sumber daya tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang cukup
pada waktunya, digunakan secara optimal dan dimobilisasi secepat mungkin setelah
tidak diperlukan.
Secara umum sumber daya adalah suatu kemampuan dan kapasitas potensi
yang dapat dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.
Sehingga lebih spesifik dapat dinyatakan bahwa sumber daya proyek konstruksi
merupakan kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan konstruksi. Sumber daya proyek konstruksi terdiri dari :
a.
Waktu
Waktu merupakan sumber daya utama dalam pelaksanaan suatu proyek.
Perencanaan dan pengendalian waktu dilakukan dengan mengatur
jadwal, yaitu dengan cara mengidentifikasi titik kapan pekerjaan mulai
dan kapan berakhir. Perencanaan dan pengendalian merupakan bagian
dari penyusunan biaya. Seringkali pengelola proyek beranggapan bahwa
penyelesaian proyek semakin cepat semakin baik. Akan tetapi pada
kenyataannya perencanaan waktu harus dihitung berdasarkan man-hour
dari perkiraan biaya, hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk
menghitung lamanya kegiatan pada jadwal itu sehingga penggunaan
waktu dapat optimal.
11
b.
Biaya
Biaya merupakan modal awal dari pengadaan suatu konstruksi. Dimana
biaya dapat didefinisikan sebagai jumlah segala usaha dan pengeluaran
yang
dilakukan
dalam
mengembangkan,
memproduksi,
dan
mengaplikasikan produk.
c.
Sumber Daya Manusia (Human Resources)
Pengelolaan sumber daya manusia meliputi proses perencanaan dan
penggunaan sumber daya manusia dengan cara yang tepat untuk
memperoleh hasil yang optimal. Menurut Sugiyono (2001) tenaga kerja
konstruksi dibagi menjadi dua macam, yaitu penyedia atau pengawas
serta pekerja atau buruh lapangan. Dilihat dari bentuk hubungan kerja
antar pihak yang bersangkutan, tenaga kerja proyek khususnya tenaga
konstruksi dibedakan menjadi dua, yakni :
• Tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang direkrut dan
menandatangani ikatan kerja perseorangan dengan perusahaan
kontrkator, diikuti dengan latihan, sampai dianggap cukup
pengetahuan dan kecakapan.
• Tenaga kerja borongan, yaitu tenaga kerja yang bekerja berdasarkan
ikatan kerja antara perusahaan penyedia tenaga kerja dengan
kontraktor, untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Soeharto (1997) dalam penyelenggaraan proyek, sumber daya
manusia yang berupa tenaga
kerja
merupakan faktor penentu
keberhasilan suatu proyek. Jenis dan intensitas kegiatan proyek berubah
dengan cepat sepanjang siklusnya, sehingga penyediaan jumlah tenaga
kerja harus meliputi perkiraan jenis dan kapan tenga kerja diperlukan.
Dengan mengetahui perkiraan angka dan jadwal kebutuhannya, maka
penyediaan sumber daya manusia baik kualitas dan kuantitas menjadi
lebih baik dan efisien. Dan secara teoritis, keperluan rata-rata tenaga
kerja dapat dihitung dari total lingkup kerja proyek yang dinyatakan
dalam jam orang dibagi dengan kurun waktu proyek. Namun cara ini
kurang efisien karena tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya,
karena akan menimbulkan pemborosan dengan mendatangkan sekaligus
seluruh kebutuhan tenaga kerja pada awal proyek. Dengan demikian,
dalam merencanakan jumlah tenaga kerja proyek yang realistis perlu
12
memperhatikan berbagai faktor, yakni produktivitas tenaga kerja,
keterbatasan sumber daya, jumlah tenaga kerja konstruksi di lapangan
dan peratan tenaga kerja guna mencegah gejolak yang tajam.
d.
Sumber Daya Bahan
Dalam setiap proyek konstruksi pemakaian material merupakan bagian
terpenting yang mempunyai persentase cukup besar dari biaya proyek.
Biaya material menyerap biaya yangpaling besar dari biaya proyek, biaya
ini belum termasuk biaya penyimpanan material. Oleh karena itu
penggunaan teknik manajemen yang sangat baik dan tepat untuk
membeli, menyimpan, mendistribusikan dan menghitung material
konstruksi menjadi sangat penting.
e.
Sumber Daya Peralatan
Peralatan konstruksi merupakan salah satu sumber daya terpenting yang
dapat mendukung dan mempermudah tercapainya suatu tujuan yang
diinginkan. Peralatan konstruksi yang dimaksud adalah alat/peralatan
yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan konstruksi. Ini dapat berupa
crane, scraper, truk, back hoe, kompresor udara, dll. Artinya
pemanfaatan alat berat pada suatu proyek konstruksi dapat meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pada tahap pelaksanaan maupun hasil yang
dicapai.
Dalam pengelolaan alat-alat konstruksi yang berpengaruh besar terhadap
biaya adalah pilihan antara membeli atau menyewa. Pilihan ini
dipengaruhi oleh besar kecilnya ukuran proyek, tersedianya fasilitas
pemeliharaan dan cash flow. Untuk pemakaian yang relatif tidak lama
akan lebih menguntungkan dengan menyewa. Tentu saja faktor ekonomi
dan jadwal akan menjadi pertimbangan utama dalam mengambil
keputusan atas pilihan tersebut. Setelah pemilihan jenis peralatan
ditentukan, maka untuk mengurangi persediaan suku cadang dan
mempertahankan pengenalan para operator dan mekanik, perlu
dipikirkan adanya standarisasi peralatan. Pengenalan dan pengalaman
seringkali sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas. Hal ini
bukan berarti melarang memilih peralatan baru dengan desain mutakhir,
tetapi hendaknya segala faktor dipertimbangkan sebaik mungkin.
13
Sumber daya merupakan salah satu kunci yang sangat penting untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sumber daya dalam proyek bisa berupa
finansial, tenaga kerja, material dan peralatan. Untuk mengatur kebutuhan sumber
daya secara optimal diperlukan perencanaan yang matang agar dalam pelaksanaan
proyek dapat berjalan dengan baik, selain itu juga harus dilakukan pengendalian
secara berkala dari awal hingga akhir (Dinariana & Mirawati, 2011).
2.2.4. Tahap Siklus Proyek
Kegiatan-kegiatan dalam sebuah proyek berlangsung dari titik awal,
kemudian jenis dan intensitas kegiatannya meningkat hingga ke titik puncak, turun,
dan berakhir, seperti ditunjukkan dalam gambar. Kegiatan-kegiatan tersebut
memerlukan sumber daya yang berupa jam orang (man-hour), dana, material atau
peralatan (Soeharto, 1999)
Gambar 2. 3 Hubungan Keperluan Sumber Daya Terhadap Waktu dalam Siklus
Proyek (Soeharto, 1999)
Menurut Soeharto (1999), salah satu sistematika penahapan yang disusun
oleh PMI (Project Management Institute) terdiri dari tahap-tahap konseptual,
perencanaan dan pengembangan, implementasi, terminasi, dan operasi.
a.
Tahap Konseptual
14
Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan,
analisis pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada
tahap ini adalah dokumen hasil studi kelayakan.
b.
Tahap Definisi
Kegiatan utama dalam tahap definisi adalah melanjutkan evaluasi hasil
kegiatan tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data,
spesifikasi teknik, engineering, dan komersial), menyusun perencanaan
dan membuat keputusan strategis, serta memilih peserta proyek.
Deliverable akhir pada tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan
kelayakan proyek, dokumen rencana strategis dan operasional proyek,
dokumen anggaran biaya, jadwal induk, dan garis besar kriteria mutu
proyek.
c.
Tahap Implementasi
Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desainengineering yang rinci dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan
material dan peralatan, manufaktur atau pabrikasi, dan instalasi atau
konstruksi. Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk atau instalasi
proyek telah selesai.
d.
Tahap Terminasi
Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau
produk beroperasi (uji coba), pada penyelesaian administrasi dan
keuangan lainnya. Deliverable akhir pada tahap ini adalah instalasi atau
produk yang siap beroperasi dan dokumen pernyataan penyelesaian
masalah asuransi, klaim, dan jaminan.
e.
Tahap Operasi atau Utilitas
Dalam tahap ini, kegiatan proyek berhenti dan organisasi operasi
mulai bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau
produk hasil proyek.
2.2.5. Penjadwalan Proyek
Penjadwalan proyek merupakan tahapan menerjemahkan suatu perencanan ke
dalam suatu diagram-diagram yang sesuai dengan skala waktu. Penjadwalan
menentukan kapan kegiatan-kegiatan akan dimulai, ditunda, dan diselesaikan,
sehingga pengendalian sumber-sumber daya akan disesuaikan waktunya menurut
15
kebutuhan yang ditentukan. Dalam proyek, penjadwalan sangat penting dalam
memproyeksikan keperluan tenaga kerja, material, dan peralatan.
Menjadwalkan adalah berpikir secara mendalam melalui berbagai persoalanpersoalan, menguji jalur-jalur yang logis, serta menyusun berbagai macam tugas,
yang menghasilkan suatu kegiatan lengkap, dan menuliskan bermacam-macam
kegiatan dalam kerangka yang logis dan rangkaian waktu yang tepat (Luthan &
Syafriandi, 2006).
Adapun tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut :
a.
Mempermudah perumusan masalah proyek.
b.
Menentukan metode atau cara yang sesuai.
c.
Kelancaran kegiatan lebih terorganisir.
d.
Mendapatkan hasil yang optimum.
Sedangkan fungsi penjadwalan dalam suatu proyek kontruksi antara lain :
a.
Menentukan durasi total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
b.
Menentukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan.
c.
Menentukan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh terlambat atau tertunda
pelaksanaanya dan menentukan jalur kritis.
d.
Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek.
e.
Sebagai dasar perhitungan cashflow proyek.
f.
Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek, seperti tenaga
kerja, material, dan peralatan.
g.
Sebagai alat pengendalian proyek.
2.2.6. Lintasan Kritis
Heizer dan Render (2005) menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis jalur
kritis, digunakan dua proses two-pass, terdiri atas forward pass dan backward pass.
ES dan EF ditentukan selama forward pass, LS dan LF ditentukan selama backward
pass. ES (earliest start) adalah waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai, dengan
asumsi semua pendahulu sudah selesai. EF (earliest finish) merupakan waktu
terdahulu suatu kegiatan dapat selesai. LS (lastest start) adalah waktu terakhir suatu
kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan
proyek. LF (lastest finish) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai
sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek.
16
ES = Max {EF semua pendahulu langsung}...................................................pers (2.1)
EF = ES + Waktu kegiatan..............................................................................pers (2.2)
LF = Min {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya}..............pers (2.3)
LS = LF - Waktu kegiatan...............................................................................pers (2.4)
Setelah waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan dihitung,
kemudian jumlah waktu slack (slack time) dapat ditentukan. Slack time adalah waktu
yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan
keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer dan Render, 2005).
Slack = LS - ES..............................................................................................pers. (2.5)
Atau
Slack + LF - EF..............................................................................................pers. (2.6)
Gambar 2. 4 Notasi yang Digunakan pada Node Kegiatan
Jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan
pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek. (Soeharto, 1999).
Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis
adalah sebagai berikut:
a.
Penurunan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan
proyek terrtunda penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang
ada pada lintasa kritis dapat dipercepat.
17
c.
Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis
yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off
(pertukaran waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program
(diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang
bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya
lembur.
d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak
melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpinan proyek
untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan
di lintasan kritis agar efektif dan efisien.
Kegunaan jalur kritis adalah untuk mengetahui list kegiatan-kegiatan yang
mejadi kegiatan utama dalam suatu proyek dimana pekerjaan-pekerjaan utama
tersebut akan dapat mempengaruhi jadwal selesainya sebuah proyek secara
keseluruhan tetapi belum tentu mempengaruhi jadwal pekerjaan yang lainnya.
2.2.7. Construction Method
Metode adalah suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses
konstruksi bangunan. Dengan metode yang tepat, suatu proyek konstruksi dapat
mengejar target keuntungan dari sisi biaya dan waktu dengan tanpa meninggalkan
kualitas.
Bila dikaitkan dengan cost and time reduction, metode pun bisa menjadi
suatu stimulus atau bahkan dapat diibaratkan seperti katalisator dari beberapa
komponen di dalam suatu proyek.
Terdapat beberapa metode efektif untuk melakukan time and reduction
dengan biaya yang optimal serta kualitas yang tidak dikurangi pada kegiatan proyek
tertentu apabila diasumsikan sumber daya yang dimiliki tidak terbatas. Metodemetode tersebut antara lain : (Nurhayati, 2010)
a.
Penambahan sumber daya
Merupakan metode yang paling umum untuk memperpendek waktu
proyek, yaitu dengna melakukan penambahan staf dan peralatan untuk
kegiatan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hubungan antara ukuran staf
dan perkembangan proyek bukanlah hal yang bersifat linear. Oleh karena
itu alternatif ini juga harus dipertimbangkan dengan baik sebelum
menjadi keputusan yang akan diambil.
18
b.
Melakukan outsourcing pekerjaan
Metode umum lainnya dalam memperpendek waktu proyek adalah
dengan subkontrak sebuah kegiatan. Subkontrak yang memiliki akses
terhadap teknologi yang lebih baik atau keahlian yang lebih baik akan
dapat mempercepat penyelesaian kegiatan.
c.
Melakukan lembur
Cara yang paling mudah untuk menambah tenaga kerja untuk sebuah
proyek bukanlah hanya dengan menambah personil, tetapi dapat juga
dengan menjadwalkan kegiatan lembur. Dalam melakukan lembur juga
perlu dilakukan pertimbangan terhadap batasan kemampuan yang
dirasakan karyawan sudah cukup tinggi, maka akan dapat mengurangi
produktivitasnya.
d.
Membangun tim proyek inti
Para profesional diizinkan untuk memusatkan perhatian mereka hanya
pada suatu proyek tertentu, sehingga diharapkan dengan fokus yang
tunggal ini akan dapat meningkatkan kekompakan timnya dan yang
paling penting adalah mempercepat penyelesaian proyek.
e.
Lakukan 2 kali, kerjakan dengan cepat, dan perbaiki
Ketika
dihadapkan
pada
pekerjaan
yang
mendesak,
mencoba
mengerjakan pekerjaan dengan cepat walaupun kurang sempurna dapat
menjadi solusi untuk jangka pendek, kemudian dilakukan peninjauan
kembali dan pengerjaan kembali dengan lebih baik.
Biaya tambahan yang dilkeluarkan akibat pengerjaan dua kali ini
biasanya akan digantikan dengan manfaat yang diperoleh akibat
memenuhi deadline penyelesaian proyek.
f.
Fast tracking
Terkadang dimungkinkan untuk melakukan penyusunan ulang logika
jaringan kerja sehingga kegiatan-kegiatan kritis dilakukan secara paralel
menggantikan cara pengerjaan yang seri.
Salah satu metode yang paling umum dalam melakukan penyusunan
ualng hubungan kegiatan-kegiatan ini adalah dengan mengganti
hubungan kegiatan-kegiatan ini adalah dengan mengganti hubungan
finish-to-start menjadi hubungan start-to-start.
g.
Rantai kritis (critical chain)
19
Critical chain membutuhkan adanya pelatihan dan adanya perubahan
kebiasaan dan sudut pandang sehingga membutuhkan waktu untuk
diadopsi.
h.
Melakukan brainstroming
Manajer proyek harus menggali pengetahuan dan pengalaman dari para
karyawannya dengan mengadakan sesi brainsroming yakni saat semua
anggota tim proyek akan memberikan usul yang akan dapat menghemat
waktu penyelesaian.
i.
Fase delivery proyek
Dalam situsai dimana keseluruhan proyek tidak dapat diselesaikan pada
saat deadline, akan masih mungkin untuk melakukan pengiriman
beberapa bagian yang bermanfaat dari proyek tersebut.
2.2.8. Penentuan Asumsi Durasi Kegiatan
Durasi proyek adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh pekerjaan dalam sebuah proyek, dimana durasi ini dapat ditentukan oleh
beberapa hal seperti volume, pekerjaan, metode kerja, keadaan lapangan, dan
keterampilan tenaga kerja dalam melaksanakan proyek.
Durasi kegiatan dalam metode jaringan kerja adalah lama waktu yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan dari awal sampai akhir (Soeharto, 1995).
Ketepatan atau akurasi durasi kegiatan akan banyak tergantung dari siapa
yang membuat perkiraan tersebut. Durasi ini lazimnya dinyatakan dengan jam, hari,
atau minggu.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan durasi kegiatan
adalah :
a.
Angka perkiraan bebas dari pertimbangan pengaruh durasi kegiatan yang
mendahului atau yang terjadi sesudahnya.
b.
Angka perkiraan durasi kegiatan dihasilkan dari asumsi bahwa sumber
daya tersedia dalam jumlah yang normal.
c.
Pada tahap awal analisis angka perkiraan ini, dianggap tidak ada
keterbatasan jumlah sumber daya, sehingga memungkinkan kegiatan
dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan atau paralel. Sehingga
penyelesaian proyek lebih cepat dibanding bila dilakukan secara
berurutan atau berseri.
20
d.
Gunakan hari kerja normal, jangan dipakai asumsi kerja lembur, kecuali
kalau hal tersebut telah direncanakan khusus untuk proyek yang
bersangkutan, sehingga diklasifikasi sebagai hal yang normal.
e.
Bebas dari pertimbangan mencapai target jadwal penyelesaian proyek,
karena dikhawatirkan mendorong untuk menentukan angka yang
disesuaikan
dengan
target
tersebut.
Tidak
memasukkan
angka
kontingensi untuk hal-hal seperti adanya bencana alam (gempa bumi,
banjir, badai, dan lain-lain), pemogokan dan kebakaran.
Dalam penentuan asumsi penentuan durasi/waktu dapat digunakan dua cara,
yaitu :
a.
Diagram Balok (Bar Chart)
Diagram balok disusun dengan maksud mengidentifikasi unsur waktu
dan urutan dalam merencanakan suatu kegiatan, yang terdiri dari waktu
mulai, waktu penyelesaian, dan saat laporan.
Diagram balok merupakan rencana kerja yang paling sederhana dan
sering digunakan pada proyek yang tidak terlalu rumit serta mudah dibuat dan
dipahami. Pada diagram balok telah diperhatikan urutan kegiatan, meskipun
belum terlihat hubungan ketergantungan antara kegiatan yang satu dengan
lainnya.
Cara menyusun diagram balok adalah sebagai berikut :
• Membagi
proyek
menjadi
sejumlah
kegiatan
yang
jadwal
pelaksaannya ditentukan.
• Menentukan perkiraan waktu permulaan dan akhir bagi pelaksaan
masing-masing kegiatan.
• Menggambarkan balok yang mewakili masing-masing kegiatan.
21
Gambar 2. 5 Diagram Balok (Soeharto, 1995)
b. Network Planning
Network planning (jaringan kerja) pada prisnsipnya adalah hubungan
ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan yang digambarkan atau
divisulisasikan dalam diagram network. Dengan demikian dapat dikemukakan
bagian-bagian pekerjaan yang harus didahulukan, sehingga dapat dijadikan
dasar untuk melakukan pekerjaan selanjutnya dan dapat dilihat pula bahwa
suatu pekerjaan belum dapat dimulai apabila kegiatan sebelumnya belum
selesai dikerjakan.
Penyusunan Network Planning dapat digunakan 3 metode, yaitu :
• CPM
• PERT
• PDM
22
Gambar 2. 6 Ringkasan Langkah-langkah Dalam Menyusun Jaringan Kerja
(Soeharto, 1997)
2.2.9. CPM
Menurut Levin dan Kirkpatrick (1972), metode Jalur Kritis (Critical Path
Method - CPM), yakni metode untuk merencanakan dan mengawasi proyek-proyek
merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan diantara semua sistem lain yang
memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui
dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. CPM adalah model manajemen
proyek yang mengutamakan biaya sebagai objek yang dianalisis (Siswanto, 2007).
CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total
proyek melalui pengurangan atau percepatan waktu penyelesaian total proyek yang
bersangkutan.
Dengan teknik CPM penyusunan jaringan kerja diidentifikasikan ke arah
kegiatan serta menggunakan “simple time estimates” sebagai waktu pelaksanan. Para
pemakai teknik CPM dianggap mempunyai dasar yang kuat sebagai landasan untuk
melaksanakan setiap kegiatan. Di samping itu di dalam proses perencanaan dan
pengawasan sistem ini turut diperhitungkan dan dimasukkan konsep biaya yang lebih
23
mendetail sehingga memungkinkan pelaksanaan pembangunan proyek lebih singkat
dan ekonomis (Nurhayati, 2010).
Manfaat dari penerapan CPM pada perencanaan adalah sebagai berikut :
a.
Dalam merencanakan dan menganalisa suatu kegiatan proyek dengan
metode CPM, perencana proyek harus memilki pengetahuan yang luas
sehingga dapat mengantisipasi kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan.
b.
Dalam penyelesaian jalur kritis dan yang bukan kritis ditunjukkan dengan
jelas dengan diagram CPM, sehingga dapat mengatur pelaksanaan
kegiatan.
c.
Adanya komunikasi antara pelaksana konstruksi dengan lebih jelas.
2.2.10. PERT
PERT atau Project Evaluation and Review Technique adalah sebuah model
Management Science untuk perencanaan dan pengendalian sebuah proyek (Siswanto,
2007).
Teknik PERT (Project Evauation and Review Technique) adalah satu metode
yang bertujuan untuk mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi,
serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan
mempercepat selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu
pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu
pekerjaan telah ditenukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan.
Bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan
pendekatan deteministik satu angka yang mencerminkan adanya kepastian, maka
PERT direkayasa untuk
menghadapi situasi dengan kadar ketidakpastian
(uncertainly) yang tinggi pada aspek kurun waktu kegiatan (Soeharto, 1999).
Menurut Heizer dan Render (2005), dalam PERT digunakan distribusi
peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, antara lain waktu
optimis, waktu pesimis, dan realistis.
Levin dan Kirkpatrick (1972) menjelaskan bahwa waktu optimis adalah
perkiraan waktu yang mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat
dicapai, kemungkinan terjadinya hanya satu kali dari 100, waktu pesimis adalah
suatu perkiraan waktu yang lain yang mempunyai kemungkinan sangat kecil untuk
dapat direalisasikan, kemungkinan terjadinya juga hanya satu kali dalam 100,
sedangkan waktu realistis atau waktu yang paling mungkin adalah waktu yang
24
berdasarkan pikiran estimator. Perkiraan waktu optimis biasanya dinyatakan oleh
huruf a, waktu realistis oleh huruf m, dan waktu pesimis dinyatakan oleh huruf b.
Menurut Soeharto (1999), mengingat besarnya pengaruh angka-angka a, m,
dan b dalam metode PERT, maka beberapa hal perlu diperhatikan dalam menentukan
angka estimasi, diantaranya :
a.
Estimator perlu mengetahui fungsi dari a, m, dan b dalam hubungannya
dengan perhitungan-perhitungan dan pengaruhnya terhadap metode
PERT.
b.
Di dalam proses estimasi angka-angka a, m, dan b bagi masing-masing
kegiatan, jangan sampai dipengaruhi atau dihubungkan dengan target
kurun waktu penyelesaian proyek.
c.
Bila tersedia data-data pengalaman masa lalu (historical record), maka
data demikian akan berguna untuk bahan pembanding dan banyak
membantu mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan.
Gambar 2. 7 Tiga Macam Taksiran Waktu pada Distribusi Beta
Ketiga angka perkiraan waktu di atas, yaitu a, b, m, dihubungkan menjadi
satu angka yang disebut te atau kurun waktu yang diharapkan. Angka te adalah
angka rata-rata jika kejadian tersebut dikerjakan berulang dalam jumlah besar. Dalam
menentukan angka te dipakai asumsi bahwa kemungkinan terjadinya peristiwa
optimis (a) dan pesimis (b) adalah sama, sedangkan jumlah waktu yang paling
mungkin (m) adalah 4 kali lebih besar dari dua peristiwa lainnya (gambar 2.9)
25
Gambar 2. 8 Expected Value, Nilai Tengah, a, m, dan b dalam Distribusi Beta
2.2.11. PDM
Metode Preseden Diagram (PDM) adalah jaringan kerja yang umumnya
berbentuk segi empat, sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk kegiatankegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, dummy pada PDM tidak diperlukan
(Luthan & Syafriandi, 2006).
Pada PDM sebuah kegiatan dapat dikerjakan tanpa menunggu kegiatan
pendahulunya selesai 100%. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara tumpang
tindih (overlapping). Cara tersebut dapat mempercepat waktu selesainya pelaksanaan
proyek.
Pada CPM, metode yang dipakai adalah Activity on Arrow (AOA) dimana
kegiatan dan durasi diletakkan pada tanda panah, sedangkan pada PDM metode yang
digunakan adalah menggunakan Activity on Node (AON) dimana tanda panah hanya
menyatakan keterkaitan antar kegiatan. Metode diagram preseden/PrecedenDiagram
Method (PDM) merupakan penyempurnaan dari CPM, karena pada prinsipnya CPM
hanya menggunakan satu jenis hubungan aktifitas yaitu hubungan akhir awal dan
sebuah kegiatan dapat dimulai apabila kegiatan yang mendahuluinya selesai
(Frederika, 2010).
Pada preseden diagram hubungan antar kegiatan berkembang menjadi
beberapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukkan hubungan antar
kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Pada garis
konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau
terlambat/tertunda (lag). Karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung awal (S)
dan ujung akhir (F), maka ada empat macam konstrain yaitu :
26
a.
Awal ke awal (SS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas sesudahnya
tergantung pada mulainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara
dimulainya kedua aktivitas tersebut disebut lag.
b.
Awal ke akhir (SF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas berikutnya
tergantung pada mulainya aktivitas sebelumnya. Adanya hubungan Start
to Finish ini mengakibatkan bahwa pelaksanaan pekerjaan dapat dipecah
(dibagi bertahap).
c.
Akhir ke awal (FS)
Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas berikutnya
tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu
menunggu untuk dapat melanjutkan aktivitas berikutnya disebut lag.
d.
Akhir ke akhir (FF)
Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas sesudahnya
tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara
selesainya kedua aktivitas disebut lag.
Rumusan dalam perhitungan waktu pada penyusunan network planning
dengan metode preseden diagram adalah sebagai berikut :
a.
Hitungan Maju
Rumusan perhitungan waktu maju adalah sebagai berikut :
• Waktu mulai paling awal dari kegiatan yang sedang ditinjau ES (j),
adalah sama dengan angka terbesar dari jumlah angka kegiatan yang
terdahulu ES (i) atau EF (i) ditambah konstrain yang bersangkutan.
• Angka waktu selesai paling awal kegiatan yang sedang ditinjau WF
(j), adalah sama dengan angka waktu dimulai paling awal kegiatan
tersebut ES (j), ditambah kurun waktu kegiatan yang bersangkutan D
(j).
b.
Hitungan Mundur
Rumusan perhitungan waktu mundur adalah sebagai berikut :
• Hitung LF (i), waktu selesai paling akhir kegiatan (i) yang ditinjau,
yang merupakan angka terkecil dari jumlah kegiatan LS dan LF
ditambah konstrain yang bersangkutan. Waktu mulai paling akhir
kegiatan yang sedang ditinjau LS (i), adalah sama dengan waktu
27
selesai paling akhir kegiatan tersebut LF (i), dikurangi kurun waktu
yang bersangkutan.
c.
Jalur dan Kegiatan Kritis
Jalur dan kegiatan kritis metode presden diagram adalah sebagai berikut :
• Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama (ES = LS).
• Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama (EF = LF).
• Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai
paling akhir dengan waktu paling awal (LS-ES = D).
• Bila hanya sebagian kegiatan bersifat kritis, maka kegiatan tersebut
secara utuh dianggap kritis.
Parameter yang digunakan adalah :
a.
TE = E, adalah waktu paling awal peristiwa dapat terjadi
b.
TL = L, adlaah waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi
c.
ES adalah waktu mulai paling awal suatu kegiatan
d.
EF adalah waktu selesai paling awal kegiatan
e.
LS adalah waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai.
f.
LF adalah waktu paling akhir kegiatan boleh selesai.
g.
D = Durasi, adalah kurun waktu suatu kegiatan, umumnya dengan satuan
waktu hari, minggu, bulan, dan lain-lain.
2.2.12. Penentuan Biaya Proyek
Biaya yang digunakan di proyek adalah biaya total. Total biaya untuk setiap
durasi waktu adalah jumlah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya tidak
langsung bersifat kontinu selama proyek, sehingga pengurangan durasi proyek
berarti pengurangan dalam biaya tidak langsung. Biaya langsung dan grafik akan
meningkat jika durasi proyek dikurangi dari awalnya yang direncanakan. Dengan
informasi dari grafik, manajer dapat dengan cepat menimbang alternatif-alternatif
yang mungkin diambil dalam memenuhi deadline waktu yang ditentukan.
Seperti halnya waktu, biaya juga perlu dikendalikan. Metode yang banyak
digunakan adalah rencana dan realisasi biaya dalam berbagai bentuk diantaranya
Kurva-S serta Cashflow. Kurva-S bermanfaat melihat akumulasi rencana dan
realisasi bobot pekerjaan. Sedangkan Cashflow bermanfaat dalam merancang aliran
dana secara periodik.
28
Hubungan waktu dan biaya suatu pekerjaan atau suatu proyek diperlihatkan
pada gambar berikut. Titik terendah adalah biaya optimum yang diperhitungkan pada
waktu yang normal. Titik terendah tersebut yang lazim digunakan untuk biaya
standar yang kelak perlu dikendalikan dalam pelaksanaan.
Gambar 2. 9 Skema Hubungan Waktu Dengan Biaya
2.2.13. Kurva-S
Kurva-S adalah suatu kurva yang disusun untuk menunjukkan hubungan
antara nilai kumulatif biaya yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian
pekerjaan tehadap waktu. Dengan demikian pada kurva-S dapat digambarkan
kemajuan volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang berlangsungnya proyek
atau pekerjaan dalam bagian dari proyek. Dengan membandingkan kurva tersebut
dengan kurva yang serupa yang disusun berdasarkan perencanaan, maka akan segera
terlihat dengan jelas apabila terjadi penyimpangan-penyimpngan dalam pelaksanaan
proyek, maka pengendalian proyek dengan memanfaatkan kurva-S sering kali
digunakan dalam pengendalian waktu suatu proyek.
Kurva-S secara grafis adalah penggambaran kemajuan kerja (bobot %)
kumulatif pada sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horizontal. Bobot
kegiatan adalah nilai persentase proyek dimana penggunaanya dipakai untuk
mengetahui kemajuan proyek tersebut. Kemajuan kegiatan biasanya diukur terhadap
jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh proyek. Pembandingan kurva-S rencana
dengan kurva pelaksanaan memunginkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan
proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan (Luthan &
Syafriandi, 2006).
Adapun fungsi kurva-S adalah sebagai berikut :
29
a.
Menentukan waktu penyelesaian proyek.
b.
Menentukan waktu penyelesaian bagian proek.
c.
Menentukan besarnya biaya pelaksanaan proyek.
d.
Menentukan waktu unuk mendatangkan material dan alat yang akan
dipakai.
Gambar 2. 10 Kurva-S (Soeharto, 1997)
2.2.14. Cashflow
Cashflow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh
kas
dari
kegiatan
operasi,
kegiatan
investasi
dan
kegiatan
transaksi
pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas. Suatu
perencanaan Cash Flow yang optimal dalam sebuah proyek sangatlah penting untuk
mengatasi terbatasnya sumber daya finansial yaitu tenaga kerja, material dan
peralatan (Dinariana & Erlinda, 2012).
2.2.15. Rencana Anggaran Pelaksanaan
Rencana Anggaran Pelaksanaan menempati posisi penting dalam keseluruhan
tugas yang harus dipertanggung jawabkan kontraktor. Disatu sisi, rencana anggaran
biaya pelaksanaan harus selalu menunjukkan konsistensi terhadap tujuan proyek,
berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan memenuhi persyaratan standar mutu
pekerjaan. Sedangkan di lain pihak, harus dapat diterapkan dalam pelaksanaan
30
konstruksi sehingga dapat mempertahankan total pembiayaan akhir sesuai
perencanaan.
2.2.16. Rencana Anggaran Biaya
Sebelum proyek dimulai, terlebih dahulu diperkirakan secara cermat biaya
yang akan dikeluarkan dalam Rencan Anggaran Biaya (RAB) yang memuat real cost
dari proyek yang akan dikerjakan. Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah
perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biayabiaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek. RAB memuat keseluruhan
item pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kontraktor dan diperinci lagi sehingga
RAB juga berisi volume pekerjaan, kebutuhan bahan bangunan dan peralatan,
alokasi dan upah tenaga kerja serta pengeluaran lainnya. Dari real cost ini kemudian
ditentukan harga borongan untuk lelang. Anggaran biaya pada bangunan yang sama
akan berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga
bahan dan upah tenaga kerja.
RAB merupakan jumlah dari RAP (Rencana Anggaran Pelaksanaan) dan
keuntungan. RAP terdiri dari biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung
(indirect cost).
Setelah proyek berjalan, setiap pengeluaran yang terjadi dicatat sesuai dengan
butir-butir yang ada dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan dijadikan Realisasi
Biaya Pekerjaan (RBP). Jumalh penggunaan dana proyek dalam RBP ini seharusnya
lebih kecil atau paling tidak sama dengan yang tercantum dalam RAB, agar didapat
keuntungan perusahaan. Namun dalam usaha memperoleh keuntunganunu mestinya
tidak mengurangi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
pengendalian biaya untuk mencapai tujuan besar.
2.2.17. Analisa Harga Satuan
Analisa harga satuan berfungsi sebagai pedoman awal perhitungan rencana
anggaran biaya yang di dalamnya terdapat angka yang menunjukkan jumlah material,
tenaga dan biaya persatuan pekerjaan.
Untuk mendapatkan daftar harga baik bahan maupun upah dapat diperoleh
melalui berbagai media antara lain :
a.
Daftar harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
b.
Daftar harga yang dikeluarkan oleh instansi tertentu.
31
c.
Jurnal-jurnal harga bahan dan upah.
d.
Bapenas.
e.
Survei harga di lokasi proyek.
Setelah daftar harga diperoleh kemudian dilakukan analisa harga satuan
pekerjaan yang dapat dilakukan dengan perhitungan ataupun dengan menggunakan
buku analisa BOW ataupun SNI untuk mendapatkan harga koefisien masing-masing
pekerjaan, sehingga kemudian akan dapat dilakukan perhitungan Rencana Anggaran
Biaya (RAB).
2.2.18. Direct Cost
Biaya langsung secara umum menunjukkan biaya tenaga kerja, bahan,
peralatan, dan kadang-kadang juga biaya subkontraktor. Biaya langsung akan bersifat
sebagai biaya normal apabila dilakukan dengan metode yang efisien, dan dalam
waktu normal proyek. Biaya untuk durasi waktu yang dibebankan (imposed duration
date) akan lebih besar dari biaya untuk durasi waktu yang normal, karena biaya
langsung diasumsikan dikembangkan dari metode dan waktu yang normal sehingga
pengurangan waktu akan menambah biaya dari kegiatan proyek. Total waktu dari
semua paket kegiatan dalam proyek menunjukkan total biaya langsung untuk
keseluruhan proyek. Proses ini membutuhkan pemilihan beberapa kegiatan kritis
yang mempunyai biaya percepatan terkecil.
2.2.19. Indirect Cost
Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari
proyek tersebut (Frederika, 2010)
Biaya tidak langsung ini secara umum menunjukkan biaya-biaya overhead
seperti pengawasan, administrasi, konsultan, bunga, dan biaya lain-lain/biaya tak
terduga. Biaya tidak langsung secara langsung bervariasi dengan waktu, oleh karena
itu pengurangan waktu akan menghasilkan pengurangan dalam biaya tidak langsung.
Download