BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Hotel Amaris Pettarani adalah sebuah bangunan gedung hotel yang terletak di Jalan Andi Pangeran Pettarani di kota Makassar, dimana pemilik dari proyek ini yaitu PT. Goldwin Grahawita Makassar dan dikelola oleh PT. Grahawita Santika. Gambar 2. 1 Gambar tampak Hotel Amaris Pettarani Bangunan hotel ini termasuk High Risk Building dengan jumlah lantai mencapai 11 lantai dengan ketinggian bangunan ±42,35 meter dari elevasi jalan. Hotel ini memiliki kapasitas 112 kamar tamu, 4 ruang meeting yang flexible, 1 Xpress dan memilki basement yang akan digunakan untuk ruang RWT dan STP serta Pit lift. Bangunan ini akan didirikan pada tanah seluas ±1.200m3. Bangunan ini akan menggunakan pondasi berupa tiang pancang tipe spun pile diameter 600mm dan memiliki panjang 12 meter dengan jumlah titik sekitar 189 titik dan menggunakan sistem raft foundation. Hotel Amaris adalah merupakan produk budget hotel maka hotel ini memiliki konsep minimalis yang berupa patahan-patahan dan pada bagian tampak depan akan dibungkus menggunakan ACP yang dilakukan dengan sistem kering yang akan 7 8 dipadukan dengan lampu LED pada area patahannya. Bangunan hotel ini memiliki areal parkir ±25 lot parkir mobil dimana ada area lot parkir yang dapat digunakan untuk parkiran bis sehingga terdapat dua akses masuk kendaraan yaitu untuk mobil dan untuk bis. Area parkir dibuat ramp dari jalan utama hingga menuju area drop off. Dan dalam hotel ini menggunakan lift sebanyak 2 buah dimana kedua lift tersebut hanya akan melayani hingga lantai 10 atau hingga lantai kamar pengunjung (guest room). Untuk tangga darurat disiapkan pada sisi samping hotel sehingga ada dua akses tangga darurat sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan pemerintah dan pada sisi kanan tangga darurat tersebut dibuat hingga lantai 11 dimana lantai tersebut akan digunakan untuk area manajemen hotel (office). Gambar 2. 2 Denah Lantai Lobby 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Proyek Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu / terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan digunakan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. (Soeharto, 1997) Heizer dan Render (2005) menjelaskan bahwa proyek dapat didefinisikan sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu hasil utama. Meredith dan Mantel (2006) dikatakan bahwa “The project is complex enough that the subtasks require careful coordination and control in terms of timing, precedence, cost, and performance.” 9 Dengan kutipan-kutipan tersebut maka dapat disimpulkan proyek adalah suatu kumpulan kegiatan yang memiliki tujuan / hasil utama yang sudah ditentukan baik dari segi tujuan, perencanaan, waktu dan lama pengerjaan serta sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan proyek tersebut. 2.2.2. Pengertian Manajemen Proyek Manajemen Proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horizontal. (Soeharto, 1997). Menurut Siswanto (2007), dalam manajemen proyek, penentuan waktu penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal yang sangat penting dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut akan menjadi dasar bagi perencanaan yang lain, yaitu: a. Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan sumber daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang lain. b. Proses pengendalian (controlling). Manajemen proyek meliputi tiga fase (Heizer dan Render, 2005), yaitu: a. Perencanaan Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan proyek, dan organisasi timnya. b. Penjadwalan Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan untuk kegiatan khusus dan menghubungkan masing-masing kegiatan satu dengan yang lainnya. c. Pengendalian Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya, kualitas, dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi kebutuhan waktu dan biaya. Handoko (1999) menyatakan tujuan menajemen proyek adalah sebagai berikut: 10 a. Tepat waktu (on time) yaitu waktu atau jadwal yang merupakan salah satu sasaran utama proyek, keterlambatan akan mengakibatkan kerugian, seperti penambahan biaya, kehilangan kesempatan produk memasuki pasar. b. Tepat anggaran (on budget) yaitu biaya yang harus dikeluarkan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. c. Tepat spesifikasi (on spesification) dimana proyek harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. 2.2.3. Sumber Daya Proyek Konstruksi Sumber daya diperlukan guna melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang merupakan komponen proyek. Hal tersebut dilakukan terkait dengan ketepatan perhitungan unsur biaya, mutu, dan waktu. Bagaimana cara mengelola (dalam hal ini efektivitas dan efisiensi) pemakaian sumber daya ini akan memberikan akibat biaya dan jadwal pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam masalah sumber daya, proyek menginginkan agar sumber daya tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang cukup pada waktunya, digunakan secara optimal dan dimobilisasi secepat mungkin setelah tidak diperlukan. Secara umum sumber daya adalah suatu kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi. Sehingga lebih spesifik dapat dinyatakan bahwa sumber daya proyek konstruksi merupakan kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan konstruksi. Sumber daya proyek konstruksi terdiri dari : a. Waktu Waktu merupakan sumber daya utama dalam pelaksanaan suatu proyek. Perencanaan dan pengendalian waktu dilakukan dengan mengatur jadwal, yaitu dengan cara mengidentifikasi titik kapan pekerjaan mulai dan kapan berakhir. Perencanaan dan pengendalian merupakan bagian dari penyusunan biaya. Seringkali pengelola proyek beranggapan bahwa penyelesaian proyek semakin cepat semakin baik. Akan tetapi pada kenyataannya perencanaan waktu harus dihitung berdasarkan man-hour dari perkiraan biaya, hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung lamanya kegiatan pada jadwal itu sehingga penggunaan waktu dapat optimal. 11 b. Biaya Biaya merupakan modal awal dari pengadaan suatu konstruksi. Dimana biaya dapat didefinisikan sebagai jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi, dan mengaplikasikan produk. c. Sumber Daya Manusia (Human Resources) Pengelolaan sumber daya manusia meliputi proses perencanaan dan penggunaan sumber daya manusia dengan cara yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimal. Menurut Sugiyono (2001) tenaga kerja konstruksi dibagi menjadi dua macam, yaitu penyedia atau pengawas serta pekerja atau buruh lapangan. Dilihat dari bentuk hubungan kerja antar pihak yang bersangkutan, tenaga kerja proyek khususnya tenaga konstruksi dibedakan menjadi dua, yakni : • Tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang direkrut dan menandatangani ikatan kerja perseorangan dengan perusahaan kontrkator, diikuti dengan latihan, sampai dianggap cukup pengetahuan dan kecakapan. • Tenaga kerja borongan, yaitu tenaga kerja yang bekerja berdasarkan ikatan kerja antara perusahaan penyedia tenaga kerja dengan kontraktor, untuk jangka waktu tertentu. Menurut Soeharto (1997) dalam penyelenggaraan proyek, sumber daya manusia yang berupa tenaga kerja merupakan faktor penentu keberhasilan suatu proyek. Jenis dan intensitas kegiatan proyek berubah dengan cepat sepanjang siklusnya, sehingga penyediaan jumlah tenaga kerja harus meliputi perkiraan jenis dan kapan tenga kerja diperlukan. Dengan mengetahui perkiraan angka dan jadwal kebutuhannya, maka penyediaan sumber daya manusia baik kualitas dan kuantitas menjadi lebih baik dan efisien. Dan secara teoritis, keperluan rata-rata tenaga kerja dapat dihitung dari total lingkup kerja proyek yang dinyatakan dalam jam orang dibagi dengan kurun waktu proyek. Namun cara ini kurang efisien karena tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya, karena akan menimbulkan pemborosan dengan mendatangkan sekaligus seluruh kebutuhan tenaga kerja pada awal proyek. Dengan demikian, dalam merencanakan jumlah tenaga kerja proyek yang realistis perlu 12 memperhatikan berbagai faktor, yakni produktivitas tenaga kerja, keterbatasan sumber daya, jumlah tenaga kerja konstruksi di lapangan dan peratan tenaga kerja guna mencegah gejolak yang tajam. d. Sumber Daya Bahan Dalam setiap proyek konstruksi pemakaian material merupakan bagian terpenting yang mempunyai persentase cukup besar dari biaya proyek. Biaya material menyerap biaya yangpaling besar dari biaya proyek, biaya ini belum termasuk biaya penyimpanan material. Oleh karena itu penggunaan teknik manajemen yang sangat baik dan tepat untuk membeli, menyimpan, mendistribusikan dan menghitung material konstruksi menjadi sangat penting. e. Sumber Daya Peralatan Peralatan konstruksi merupakan salah satu sumber daya terpenting yang dapat mendukung dan mempermudah tercapainya suatu tujuan yang diinginkan. Peralatan konstruksi yang dimaksud adalah alat/peralatan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan konstruksi. Ini dapat berupa crane, scraper, truk, back hoe, kompresor udara, dll. Artinya pemanfaatan alat berat pada suatu proyek konstruksi dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pada tahap pelaksanaan maupun hasil yang dicapai. Dalam pengelolaan alat-alat konstruksi yang berpengaruh besar terhadap biaya adalah pilihan antara membeli atau menyewa. Pilihan ini dipengaruhi oleh besar kecilnya ukuran proyek, tersedianya fasilitas pemeliharaan dan cash flow. Untuk pemakaian yang relatif tidak lama akan lebih menguntungkan dengan menyewa. Tentu saja faktor ekonomi dan jadwal akan menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan atas pilihan tersebut. Setelah pemilihan jenis peralatan ditentukan, maka untuk mengurangi persediaan suku cadang dan mempertahankan pengenalan para operator dan mekanik, perlu dipikirkan adanya standarisasi peralatan. Pengenalan dan pengalaman seringkali sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas. Hal ini bukan berarti melarang memilih peralatan baru dengan desain mutakhir, tetapi hendaknya segala faktor dipertimbangkan sebaik mungkin. 13 Sumber daya merupakan salah satu kunci yang sangat penting untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sumber daya dalam proyek bisa berupa finansial, tenaga kerja, material dan peralatan. Untuk mengatur kebutuhan sumber daya secara optimal diperlukan perencanaan yang matang agar dalam pelaksanaan proyek dapat berjalan dengan baik, selain itu juga harus dilakukan pengendalian secara berkala dari awal hingga akhir (Dinariana & Mirawati, 2011). 2.2.4. Tahap Siklus Proyek Kegiatan-kegiatan dalam sebuah proyek berlangsung dari titik awal, kemudian jenis dan intensitas kegiatannya meningkat hingga ke titik puncak, turun, dan berakhir, seperti ditunjukkan dalam gambar. Kegiatan-kegiatan tersebut memerlukan sumber daya yang berupa jam orang (man-hour), dana, material atau peralatan (Soeharto, 1999) Gambar 2. 3 Hubungan Keperluan Sumber Daya Terhadap Waktu dalam Siklus Proyek (Soeharto, 1999) Menurut Soeharto (1999), salah satu sistematika penahapan yang disusun oleh PMI (Project Management Institute) terdiri dari tahap-tahap konseptual, perencanaan dan pengembangan, implementasi, terminasi, dan operasi. a. Tahap Konseptual 14 Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan, analisis pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada tahap ini adalah dokumen hasil studi kelayakan. b. Tahap Definisi Kegiatan utama dalam tahap definisi adalah melanjutkan evaluasi hasil kegiatan tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data, spesifikasi teknik, engineering, dan komersial), menyusun perencanaan dan membuat keputusan strategis, serta memilih peserta proyek. Deliverable akhir pada tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan kelayakan proyek, dokumen rencana strategis dan operasional proyek, dokumen anggaran biaya, jadwal induk, dan garis besar kriteria mutu proyek. c. Tahap Implementasi Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desainengineering yang rinci dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan material dan peralatan, manufaktur atau pabrikasi, dan instalasi atau konstruksi. Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk atau instalasi proyek telah selesai. d. Tahap Terminasi Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau produk beroperasi (uji coba), pada penyelesaian administrasi dan keuangan lainnya. Deliverable akhir pada tahap ini adalah instalasi atau produk yang siap beroperasi dan dokumen pernyataan penyelesaian masalah asuransi, klaim, dan jaminan. e. Tahap Operasi atau Utilitas Dalam tahap ini, kegiatan proyek berhenti dan organisasi operasi mulai bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau produk hasil proyek. 2.2.5. Penjadwalan Proyek Penjadwalan proyek merupakan tahapan menerjemahkan suatu perencanan ke dalam suatu diagram-diagram yang sesuai dengan skala waktu. Penjadwalan menentukan kapan kegiatan-kegiatan akan dimulai, ditunda, dan diselesaikan, sehingga pengendalian sumber-sumber daya akan disesuaikan waktunya menurut 15 kebutuhan yang ditentukan. Dalam proyek, penjadwalan sangat penting dalam memproyeksikan keperluan tenaga kerja, material, dan peralatan. Menjadwalkan adalah berpikir secara mendalam melalui berbagai persoalanpersoalan, menguji jalur-jalur yang logis, serta menyusun berbagai macam tugas, yang menghasilkan suatu kegiatan lengkap, dan menuliskan bermacam-macam kegiatan dalam kerangka yang logis dan rangkaian waktu yang tepat (Luthan & Syafriandi, 2006). Adapun tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut : a. Mempermudah perumusan masalah proyek. b. Menentukan metode atau cara yang sesuai. c. Kelancaran kegiatan lebih terorganisir. d. Mendapatkan hasil yang optimum. Sedangkan fungsi penjadwalan dalam suatu proyek kontruksi antara lain : a. Menentukan durasi total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. b. Menentukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan. c. Menentukan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh terlambat atau tertunda pelaksanaanya dan menentukan jalur kritis. d. Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek. e. Sebagai dasar perhitungan cashflow proyek. f. Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek, seperti tenaga kerja, material, dan peralatan. g. Sebagai alat pengendalian proyek. 2.2.6. Lintasan Kritis Heizer dan Render (2005) menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis jalur kritis, digunakan dua proses two-pass, terdiri atas forward pass dan backward pass. ES dan EF ditentukan selama forward pass, LS dan LF ditentukan selama backward pass. ES (earliest start) adalah waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai, dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai. EF (earliest finish) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai. LS (lastest start) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek. LF (lastest finish) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek. 16 ES = Max {EF semua pendahulu langsung}...................................................pers (2.1) EF = ES + Waktu kegiatan..............................................................................pers (2.2) LF = Min {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya}..............pers (2.3) LS = LF - Waktu kegiatan...............................................................................pers (2.4) Setelah waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan dihitung, kemudian jumlah waktu slack (slack time) dapat ditentukan. Slack time adalah waktu yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer dan Render, 2005). Slack = LS - ES..............................................................................................pers. (2.5) Atau Slack + LF - EF..............................................................................................pers. (2.6) Gambar 2. 4 Notasi yang Digunakan pada Node Kegiatan Jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek. (Soeharto, 1999). Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut: a. Penurunan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek terrtunda penyelesaiannya. b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasa kritis dapat dipercepat. 17 c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur. d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpinan proyek untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien. Kegunaan jalur kritis adalah untuk mengetahui list kegiatan-kegiatan yang mejadi kegiatan utama dalam suatu proyek dimana pekerjaan-pekerjaan utama tersebut akan dapat mempengaruhi jadwal selesainya sebuah proyek secara keseluruhan tetapi belum tentu mempengaruhi jadwal pekerjaan yang lainnya. 2.2.7. Construction Method Metode adalah suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses konstruksi bangunan. Dengan metode yang tepat, suatu proyek konstruksi dapat mengejar target keuntungan dari sisi biaya dan waktu dengan tanpa meninggalkan kualitas. Bila dikaitkan dengan cost and time reduction, metode pun bisa menjadi suatu stimulus atau bahkan dapat diibaratkan seperti katalisator dari beberapa komponen di dalam suatu proyek. Terdapat beberapa metode efektif untuk melakukan time and reduction dengan biaya yang optimal serta kualitas yang tidak dikurangi pada kegiatan proyek tertentu apabila diasumsikan sumber daya yang dimiliki tidak terbatas. Metodemetode tersebut antara lain : (Nurhayati, 2010) a. Penambahan sumber daya Merupakan metode yang paling umum untuk memperpendek waktu proyek, yaitu dengna melakukan penambahan staf dan peralatan untuk kegiatan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hubungan antara ukuran staf dan perkembangan proyek bukanlah hal yang bersifat linear. Oleh karena itu alternatif ini juga harus dipertimbangkan dengan baik sebelum menjadi keputusan yang akan diambil. 18 b. Melakukan outsourcing pekerjaan Metode umum lainnya dalam memperpendek waktu proyek adalah dengan subkontrak sebuah kegiatan. Subkontrak yang memiliki akses terhadap teknologi yang lebih baik atau keahlian yang lebih baik akan dapat mempercepat penyelesaian kegiatan. c. Melakukan lembur Cara yang paling mudah untuk menambah tenaga kerja untuk sebuah proyek bukanlah hanya dengan menambah personil, tetapi dapat juga dengan menjadwalkan kegiatan lembur. Dalam melakukan lembur juga perlu dilakukan pertimbangan terhadap batasan kemampuan yang dirasakan karyawan sudah cukup tinggi, maka akan dapat mengurangi produktivitasnya. d. Membangun tim proyek inti Para profesional diizinkan untuk memusatkan perhatian mereka hanya pada suatu proyek tertentu, sehingga diharapkan dengan fokus yang tunggal ini akan dapat meningkatkan kekompakan timnya dan yang paling penting adalah mempercepat penyelesaian proyek. e. Lakukan 2 kali, kerjakan dengan cepat, dan perbaiki Ketika dihadapkan pada pekerjaan yang mendesak, mencoba mengerjakan pekerjaan dengan cepat walaupun kurang sempurna dapat menjadi solusi untuk jangka pendek, kemudian dilakukan peninjauan kembali dan pengerjaan kembali dengan lebih baik. Biaya tambahan yang dilkeluarkan akibat pengerjaan dua kali ini biasanya akan digantikan dengan manfaat yang diperoleh akibat memenuhi deadline penyelesaian proyek. f. Fast tracking Terkadang dimungkinkan untuk melakukan penyusunan ulang logika jaringan kerja sehingga kegiatan-kegiatan kritis dilakukan secara paralel menggantikan cara pengerjaan yang seri. Salah satu metode yang paling umum dalam melakukan penyusunan ualng hubungan kegiatan-kegiatan ini adalah dengan mengganti hubungan kegiatan-kegiatan ini adalah dengan mengganti hubungan finish-to-start menjadi hubungan start-to-start. g. Rantai kritis (critical chain) 19 Critical chain membutuhkan adanya pelatihan dan adanya perubahan kebiasaan dan sudut pandang sehingga membutuhkan waktu untuk diadopsi. h. Melakukan brainstroming Manajer proyek harus menggali pengetahuan dan pengalaman dari para karyawannya dengan mengadakan sesi brainsroming yakni saat semua anggota tim proyek akan memberikan usul yang akan dapat menghemat waktu penyelesaian. i. Fase delivery proyek Dalam situsai dimana keseluruhan proyek tidak dapat diselesaikan pada saat deadline, akan masih mungkin untuk melakukan pengiriman beberapa bagian yang bermanfaat dari proyek tersebut. 2.2.8. Penentuan Asumsi Durasi Kegiatan Durasi proyek adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan dalam sebuah proyek, dimana durasi ini dapat ditentukan oleh beberapa hal seperti volume, pekerjaan, metode kerja, keadaan lapangan, dan keterampilan tenaga kerja dalam melaksanakan proyek. Durasi kegiatan dalam metode jaringan kerja adalah lama waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan dari awal sampai akhir (Soeharto, 1995). Ketepatan atau akurasi durasi kegiatan akan banyak tergantung dari siapa yang membuat perkiraan tersebut. Durasi ini lazimnya dinyatakan dengan jam, hari, atau minggu. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan durasi kegiatan adalah : a. Angka perkiraan bebas dari pertimbangan pengaruh durasi kegiatan yang mendahului atau yang terjadi sesudahnya. b. Angka perkiraan durasi kegiatan dihasilkan dari asumsi bahwa sumber daya tersedia dalam jumlah yang normal. c. Pada tahap awal analisis angka perkiraan ini, dianggap tidak ada keterbatasan jumlah sumber daya, sehingga memungkinkan kegiatan dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan atau paralel. Sehingga penyelesaian proyek lebih cepat dibanding bila dilakukan secara berurutan atau berseri. 20 d. Gunakan hari kerja normal, jangan dipakai asumsi kerja lembur, kecuali kalau hal tersebut telah direncanakan khusus untuk proyek yang bersangkutan, sehingga diklasifikasi sebagai hal yang normal. e. Bebas dari pertimbangan mencapai target jadwal penyelesaian proyek, karena dikhawatirkan mendorong untuk menentukan angka yang disesuaikan dengan target tersebut. Tidak memasukkan angka kontingensi untuk hal-hal seperti adanya bencana alam (gempa bumi, banjir, badai, dan lain-lain), pemogokan dan kebakaran. Dalam penentuan asumsi penentuan durasi/waktu dapat digunakan dua cara, yaitu : a. Diagram Balok (Bar Chart) Diagram balok disusun dengan maksud mengidentifikasi unsur waktu dan urutan dalam merencanakan suatu kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai, waktu penyelesaian, dan saat laporan. Diagram balok merupakan rencana kerja yang paling sederhana dan sering digunakan pada proyek yang tidak terlalu rumit serta mudah dibuat dan dipahami. Pada diagram balok telah diperhatikan urutan kegiatan, meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara kegiatan yang satu dengan lainnya. Cara menyusun diagram balok adalah sebagai berikut : • Membagi proyek menjadi sejumlah kegiatan yang jadwal pelaksaannya ditentukan. • Menentukan perkiraan waktu permulaan dan akhir bagi pelaksaan masing-masing kegiatan. • Menggambarkan balok yang mewakili masing-masing kegiatan. 21 Gambar 2. 5 Diagram Balok (Soeharto, 1995) b. Network Planning Network planning (jaringan kerja) pada prisnsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan yang digambarkan atau divisulisasikan dalam diagram network. Dengan demikian dapat dikemukakan bagian-bagian pekerjaan yang harus didahulukan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan pekerjaan selanjutnya dan dapat dilihat pula bahwa suatu pekerjaan belum dapat dimulai apabila kegiatan sebelumnya belum selesai dikerjakan. Penyusunan Network Planning dapat digunakan 3 metode, yaitu : • CPM • PERT • PDM 22 Gambar 2. 6 Ringkasan Langkah-langkah Dalam Menyusun Jaringan Kerja (Soeharto, 1997) 2.2.9. CPM Menurut Levin dan Kirkpatrick (1972), metode Jalur Kritis (Critical Path Method - CPM), yakni metode untuk merencanakan dan mengawasi proyek-proyek merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan diantara semua sistem lain yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. CPM adalah model manajemen proyek yang mengutamakan biaya sebagai objek yang dianalisis (Siswanto, 2007). CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan atau percepatan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan. Dengan teknik CPM penyusunan jaringan kerja diidentifikasikan ke arah kegiatan serta menggunakan “simple time estimates” sebagai waktu pelaksanan. Para pemakai teknik CPM dianggap mempunyai dasar yang kuat sebagai landasan untuk melaksanakan setiap kegiatan. Di samping itu di dalam proses perencanaan dan pengawasan sistem ini turut diperhitungkan dan dimasukkan konsep biaya yang lebih 23 mendetail sehingga memungkinkan pelaksanaan pembangunan proyek lebih singkat dan ekonomis (Nurhayati, 2010). Manfaat dari penerapan CPM pada perencanaan adalah sebagai berikut : a. Dalam merencanakan dan menganalisa suatu kegiatan proyek dengan metode CPM, perencana proyek harus memilki pengetahuan yang luas sehingga dapat mengantisipasi kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan. b. Dalam penyelesaian jalur kritis dan yang bukan kritis ditunjukkan dengan jelas dengan diagram CPM, sehingga dapat mengatur pelaksanaan kegiatan. c. Adanya komunikasi antara pelaksana konstruksi dengan lebih jelas. 2.2.10. PERT PERT atau Project Evaluation and Review Technique adalah sebuah model Management Science untuk perencanaan dan pengendalian sebuah proyek (Siswanto, 2007). Teknik PERT (Project Evauation and Review Technique) adalah satu metode yang bertujuan untuk mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu pekerjaan telah ditenukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. Bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan pendekatan deteministik satu angka yang mencerminkan adanya kepastian, maka PERT direkayasa untuk menghadapi situasi dengan kadar ketidakpastian (uncertainly) yang tinggi pada aspek kurun waktu kegiatan (Soeharto, 1999). Menurut Heizer dan Render (2005), dalam PERT digunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, antara lain waktu optimis, waktu pesimis, dan realistis. Levin dan Kirkpatrick (1972) menjelaskan bahwa waktu optimis adalah perkiraan waktu yang mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat dicapai, kemungkinan terjadinya hanya satu kali dari 100, waktu pesimis adalah suatu perkiraan waktu yang lain yang mempunyai kemungkinan sangat kecil untuk dapat direalisasikan, kemungkinan terjadinya juga hanya satu kali dalam 100, sedangkan waktu realistis atau waktu yang paling mungkin adalah waktu yang 24 berdasarkan pikiran estimator. Perkiraan waktu optimis biasanya dinyatakan oleh huruf a, waktu realistis oleh huruf m, dan waktu pesimis dinyatakan oleh huruf b. Menurut Soeharto (1999), mengingat besarnya pengaruh angka-angka a, m, dan b dalam metode PERT, maka beberapa hal perlu diperhatikan dalam menentukan angka estimasi, diantaranya : a. Estimator perlu mengetahui fungsi dari a, m, dan b dalam hubungannya dengan perhitungan-perhitungan dan pengaruhnya terhadap metode PERT. b. Di dalam proses estimasi angka-angka a, m, dan b bagi masing-masing kegiatan, jangan sampai dipengaruhi atau dihubungkan dengan target kurun waktu penyelesaian proyek. c. Bila tersedia data-data pengalaman masa lalu (historical record), maka data demikian akan berguna untuk bahan pembanding dan banyak membantu mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan. Gambar 2. 7 Tiga Macam Taksiran Waktu pada Distribusi Beta Ketiga angka perkiraan waktu di atas, yaitu a, b, m, dihubungkan menjadi satu angka yang disebut te atau kurun waktu yang diharapkan. Angka te adalah angka rata-rata jika kejadian tersebut dikerjakan berulang dalam jumlah besar. Dalam menentukan angka te dipakai asumsi bahwa kemungkinan terjadinya peristiwa optimis (a) dan pesimis (b) adalah sama, sedangkan jumlah waktu yang paling mungkin (m) adalah 4 kali lebih besar dari dua peristiwa lainnya (gambar 2.9) 25 Gambar 2. 8 Expected Value, Nilai Tengah, a, m, dan b dalam Distribusi Beta 2.2.11. PDM Metode Preseden Diagram (PDM) adalah jaringan kerja yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk kegiatankegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, dummy pada PDM tidak diperlukan (Luthan & Syafriandi, 2006). Pada PDM sebuah kegiatan dapat dikerjakan tanpa menunggu kegiatan pendahulunya selesai 100%. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlapping). Cara tersebut dapat mempercepat waktu selesainya pelaksanaan proyek. Pada CPM, metode yang dipakai adalah Activity on Arrow (AOA) dimana kegiatan dan durasi diletakkan pada tanda panah, sedangkan pada PDM metode yang digunakan adalah menggunakan Activity on Node (AON) dimana tanda panah hanya menyatakan keterkaitan antar kegiatan. Metode diagram preseden/PrecedenDiagram Method (PDM) merupakan penyempurnaan dari CPM, karena pada prinsipnya CPM hanya menggunakan satu jenis hubungan aktifitas yaitu hubungan akhir awal dan sebuah kegiatan dapat dimulai apabila kegiatan yang mendahuluinya selesai (Frederika, 2010). Pada preseden diagram hubungan antar kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukkan hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Pada garis konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau terlambat/tertunda (lag). Karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung awal (S) dan ujung akhir (F), maka ada empat macam konstrain yaitu : 26 a. Awal ke awal (SS) Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas sesudahnya tergantung pada mulainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara dimulainya kedua aktivitas tersebut disebut lag. b. Awal ke akhir (SF) Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas berikutnya tergantung pada mulainya aktivitas sebelumnya. Adanya hubungan Start to Finish ini mengakibatkan bahwa pelaksanaan pekerjaan dapat dipecah (dibagi bertahap). c. Akhir ke awal (FS) Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas berikutnya tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu menunggu untuk dapat melanjutkan aktivitas berikutnya disebut lag. d. Akhir ke akhir (FF) Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas sesudahnya tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara selesainya kedua aktivitas disebut lag. Rumusan dalam perhitungan waktu pada penyusunan network planning dengan metode preseden diagram adalah sebagai berikut : a. Hitungan Maju Rumusan perhitungan waktu maju adalah sebagai berikut : • Waktu mulai paling awal dari kegiatan yang sedang ditinjau ES (j), adalah sama dengan angka terbesar dari jumlah angka kegiatan yang terdahulu ES (i) atau EF (i) ditambah konstrain yang bersangkutan. • Angka waktu selesai paling awal kegiatan yang sedang ditinjau WF (j), adalah sama dengan angka waktu dimulai paling awal kegiatan tersebut ES (j), ditambah kurun waktu kegiatan yang bersangkutan D (j). b. Hitungan Mundur Rumusan perhitungan waktu mundur adalah sebagai berikut : • Hitung LF (i), waktu selesai paling akhir kegiatan (i) yang ditinjau, yang merupakan angka terkecil dari jumlah kegiatan LS dan LF ditambah konstrain yang bersangkutan. Waktu mulai paling akhir kegiatan yang sedang ditinjau LS (i), adalah sama dengan waktu 27 selesai paling akhir kegiatan tersebut LF (i), dikurangi kurun waktu yang bersangkutan. c. Jalur dan Kegiatan Kritis Jalur dan kegiatan kritis metode presden diagram adalah sebagai berikut : • Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama (ES = LS). • Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama (EF = LF). • Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai paling akhir dengan waktu paling awal (LS-ES = D). • Bila hanya sebagian kegiatan bersifat kritis, maka kegiatan tersebut secara utuh dianggap kritis. Parameter yang digunakan adalah : a. TE = E, adalah waktu paling awal peristiwa dapat terjadi b. TL = L, adlaah waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi c. ES adalah waktu mulai paling awal suatu kegiatan d. EF adalah waktu selesai paling awal kegiatan e. LS adalah waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai. f. LF adalah waktu paling akhir kegiatan boleh selesai. g. D = Durasi, adalah kurun waktu suatu kegiatan, umumnya dengan satuan waktu hari, minggu, bulan, dan lain-lain. 2.2.12. Penentuan Biaya Proyek Biaya yang digunakan di proyek adalah biaya total. Total biaya untuk setiap durasi waktu adalah jumlah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung bersifat kontinu selama proyek, sehingga pengurangan durasi proyek berarti pengurangan dalam biaya tidak langsung. Biaya langsung dan grafik akan meningkat jika durasi proyek dikurangi dari awalnya yang direncanakan. Dengan informasi dari grafik, manajer dapat dengan cepat menimbang alternatif-alternatif yang mungkin diambil dalam memenuhi deadline waktu yang ditentukan. Seperti halnya waktu, biaya juga perlu dikendalikan. Metode yang banyak digunakan adalah rencana dan realisasi biaya dalam berbagai bentuk diantaranya Kurva-S serta Cashflow. Kurva-S bermanfaat melihat akumulasi rencana dan realisasi bobot pekerjaan. Sedangkan Cashflow bermanfaat dalam merancang aliran dana secara periodik. 28 Hubungan waktu dan biaya suatu pekerjaan atau suatu proyek diperlihatkan pada gambar berikut. Titik terendah adalah biaya optimum yang diperhitungkan pada waktu yang normal. Titik terendah tersebut yang lazim digunakan untuk biaya standar yang kelak perlu dikendalikan dalam pelaksanaan. Gambar 2. 9 Skema Hubungan Waktu Dengan Biaya 2.2.13. Kurva-S Kurva-S adalah suatu kurva yang disusun untuk menunjukkan hubungan antara nilai kumulatif biaya yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan tehadap waktu. Dengan demikian pada kurva-S dapat digambarkan kemajuan volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang berlangsungnya proyek atau pekerjaan dalam bagian dari proyek. Dengan membandingkan kurva tersebut dengan kurva yang serupa yang disusun berdasarkan perencanaan, maka akan segera terlihat dengan jelas apabila terjadi penyimpangan-penyimpngan dalam pelaksanaan proyek, maka pengendalian proyek dengan memanfaatkan kurva-S sering kali digunakan dalam pengendalian waktu suatu proyek. Kurva-S secara grafis adalah penggambaran kemajuan kerja (bobot %) kumulatif pada sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horizontal. Bobot kegiatan adalah nilai persentase proyek dimana penggunaanya dipakai untuk mengetahui kemajuan proyek tersebut. Kemajuan kegiatan biasanya diukur terhadap jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh proyek. Pembandingan kurva-S rencana dengan kurva pelaksanaan memunginkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan (Luthan & Syafriandi, 2006). Adapun fungsi kurva-S adalah sebagai berikut : 29 a. Menentukan waktu penyelesaian proyek. b. Menentukan waktu penyelesaian bagian proek. c. Menentukan besarnya biaya pelaksanaan proyek. d. Menentukan waktu unuk mendatangkan material dan alat yang akan dipakai. Gambar 2. 10 Kurva-S (Soeharto, 1997) 2.2.14. Cashflow Cashflow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas. Suatu perencanaan Cash Flow yang optimal dalam sebuah proyek sangatlah penting untuk mengatasi terbatasnya sumber daya finansial yaitu tenaga kerja, material dan peralatan (Dinariana & Erlinda, 2012). 2.2.15. Rencana Anggaran Pelaksanaan Rencana Anggaran Pelaksanaan menempati posisi penting dalam keseluruhan tugas yang harus dipertanggung jawabkan kontraktor. Disatu sisi, rencana anggaran biaya pelaksanaan harus selalu menunjukkan konsistensi terhadap tujuan proyek, berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan memenuhi persyaratan standar mutu pekerjaan. Sedangkan di lain pihak, harus dapat diterapkan dalam pelaksanaan 30 konstruksi sehingga dapat mempertahankan total pembiayaan akhir sesuai perencanaan. 2.2.16. Rencana Anggaran Biaya Sebelum proyek dimulai, terlebih dahulu diperkirakan secara cermat biaya yang akan dikeluarkan dalam Rencan Anggaran Biaya (RAB) yang memuat real cost dari proyek yang akan dikerjakan. Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biayabiaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek. RAB memuat keseluruhan item pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kontraktor dan diperinci lagi sehingga RAB juga berisi volume pekerjaan, kebutuhan bahan bangunan dan peralatan, alokasi dan upah tenaga kerja serta pengeluaran lainnya. Dari real cost ini kemudian ditentukan harga borongan untuk lelang. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja. RAB merupakan jumlah dari RAP (Rencana Anggaran Pelaksanaan) dan keuntungan. RAP terdiri dari biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Setelah proyek berjalan, setiap pengeluaran yang terjadi dicatat sesuai dengan butir-butir yang ada dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan dijadikan Realisasi Biaya Pekerjaan (RBP). Jumalh penggunaan dana proyek dalam RBP ini seharusnya lebih kecil atau paling tidak sama dengan yang tercantum dalam RAB, agar didapat keuntungan perusahaan. Namun dalam usaha memperoleh keuntunganunu mestinya tidak mengurangi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengendalian biaya untuk mencapai tujuan besar. 2.2.17. Analisa Harga Satuan Analisa harga satuan berfungsi sebagai pedoman awal perhitungan rencana anggaran biaya yang di dalamnya terdapat angka yang menunjukkan jumlah material, tenaga dan biaya persatuan pekerjaan. Untuk mendapatkan daftar harga baik bahan maupun upah dapat diperoleh melalui berbagai media antara lain : a. Daftar harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. b. Daftar harga yang dikeluarkan oleh instansi tertentu. 31 c. Jurnal-jurnal harga bahan dan upah. d. Bapenas. e. Survei harga di lokasi proyek. Setelah daftar harga diperoleh kemudian dilakukan analisa harga satuan pekerjaan yang dapat dilakukan dengan perhitungan ataupun dengan menggunakan buku analisa BOW ataupun SNI untuk mendapatkan harga koefisien masing-masing pekerjaan, sehingga kemudian akan dapat dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB). 2.2.18. Direct Cost Biaya langsung secara umum menunjukkan biaya tenaga kerja, bahan, peralatan, dan kadang-kadang juga biaya subkontraktor. Biaya langsung akan bersifat sebagai biaya normal apabila dilakukan dengan metode yang efisien, dan dalam waktu normal proyek. Biaya untuk durasi waktu yang dibebankan (imposed duration date) akan lebih besar dari biaya untuk durasi waktu yang normal, karena biaya langsung diasumsikan dikembangkan dari metode dan waktu yang normal sehingga pengurangan waktu akan menambah biaya dari kegiatan proyek. Total waktu dari semua paket kegiatan dalam proyek menunjukkan total biaya langsung untuk keseluruhan proyek. Proses ini membutuhkan pemilihan beberapa kegiatan kritis yang mempunyai biaya percepatan terkecil. 2.2.19. Indirect Cost Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut (Frederika, 2010) Biaya tidak langsung ini secara umum menunjukkan biaya-biaya overhead seperti pengawasan, administrasi, konsultan, bunga, dan biaya lain-lain/biaya tak terduga. Biaya tidak langsung secara langsung bervariasi dengan waktu, oleh karena itu pengurangan waktu akan menghasilkan pengurangan dalam biaya tidak langsung.