3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica (Nakasone dan Paull, 1998). Menurut Villegas (1997) tanaman pepaya merupakan terna yang mirip pohon. Tinggi batang tanaman pepaya mencapai 2-10 m. Umumnya batang tanaman pepaya tidak bercabang namun dapat bercabang bila terjadi pelukaan. Tanaman pepaya mengandung getah putih pada seluruh bagiannya. Batang tanaman ini berbentuk silinder, berdiameter 10-30 cm, berongga, memiliki lampang (scar) daun yang jelas, serta jaringan serat berbunga karang. Daun pepaya tersusun spiral dan berkelompok. Letaknya dekat dengan ujung batang. Tangkai daunnya mencapai panjang 1 m, berongga, berwarna kehijauan atau hijau agak lembayung, lembaran daunnya berbentuk bundar, berdiameter 25-75 cm, bercuping 7-11, menjari dalam, tidak berbulu, bervena menonjol, serta cuping-cupingnya bergerigi dalam dan lebar (Villegas, 1997). Pepaya memiliki bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermafrodit yang berada di ketiak daun. Bunga-bunga jantan tersusun atas malai yang panjangnya 25-100 cm dan menggantung. Bunga itu tidak bertangkai. Daun kelopaknya berbentuk cawan, berukuran kecil, dan bergerigi lima. Daun mahkotanya berbentuk terompet dengan panjang 2.5 cm. Daun mahkota ini memiliki lima cuping yang memencar yang berwarna kuning cerah (Villegas, 1997). Bunga hermafrodit memiliki lima stigma yang berkumpul di tengah bunga dan sepuluh stamen yang mengelilingi kumpulan stigma tersebut (Nakasone dan Paull, 1998). Menurut Pantastico (1986) dan Villegas (1997) buah pepaya merupakan buah buni. Kulit luar buah pepaya tipis. Daging buahnya tebal dengan rongga di tengah buah. Parker (2003) menyatakan bahwa berdasarkan pola pematangannya pepaya termasuk buah klimakterik. 4 Syarat Tumbuh Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut dengan suhu udara optimum 22-26oC dan curah hujan sekitar 1 000-2 000 mm/tahun. Tanaman pepaya dapat hidup dan berkembang di segala tipe tanah yang memiliki struktur remah (gembur), drainase baik, dan pH tanah 6-7 (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Tanaman pepaya masih mampu tumbuh dan berbuah di daerah yang beriklim kering dengan permukaan air tanah mencapai 150 cm (Sunarjono, 1987). Pengendalian Penyerbukan Menurut Hartman dan Kester (1983) penyerbukan adalah sampainya polen pada kepala putik. Polen yang sampai ke kepala putik akan berkecambah dan membentuk tabung polen menuju ovul. Polen tersebut mengandung dua inti vegetatif. Inti pertama akan melebur dengan sel telur dan membentuk biji sedangkan inti kedua akan melebur dengan inti polar dan membentuk endosperma. Harjadi (1989) menyatakan bahwa penyerbukan merupakan salah satu titik paling kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan buah. Penyerbukan mempunyai paling sedikit dua fungsi yang terpisah yaitu inisiasi proses-proses fisiologi yang puncaknya adalah fertilisasi dan pembentukan buah. Tanaman pepaya yang mengalami penyerbukan yang tidak cukup akan menghasilkan buah yang memiliki ukuran dan bentuk yang kurang seragam. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan penyerbukan buatan. Oleh karena itu, penyerbukan buatan dapat dilakukan pada pertanaman komersial yang tidak memiliki tanaman hermafrodit secara keseluruhan (Morton, 1987). Kemurnian genetik suatu kultivar sangat penting dipertahankan untuk menjaga kualitas buah yang diinginkan. Benih tanaman menyerbuk sendiri yang memiliki kemurnian genetik yang baik bisa diperoleh dengan penutupan bunga sebelum mekar menggunakan kertas sungkup (Chan, 1994a). Pembentukan dan Perkembangan Buah Proses pertumbuhan pada buah meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel, pematangan, kelayuan, dan pembusukan (Winarno dan Aman, 5 1981). Tanaman induk bukan merupakan sumber stimuli pertumbuhan utama pada buah yang sedang berkembang. Stimuli tersebut diperoleh dari biji yang sedang berkembang dalam buah (Harjadi, 1989). Perkembangan kantung embrio aprikot dipengaruhi penyerbukan bunganya. Penyerbukan silang pada bunga aprikot menyebabkan pertumbuhan kantung embrio aprikot sedikit lebih lambat daripada penyerbukan sendiri (Burgos, 1995). Penyerbukan bunga melon yang dibantu lebah pada suatu sungkup tanaman melon menghasilkan buah dengan bobot yang lebih tinggi daripada buah dari tanaman melon yang tidak disungkup (Vaissiere dan Froissart, 1996). Jenis kelamin pepaya dapat dipengaruhi suhu lingkungan (Allan et al., 1987). Jenis kelamin pepaya juga tidak dapat ditentukan sebelum berbunga. Oleh karena itu, bibit yang ditanam dalam satu lubang tanam berjumlah 3-5 buah untuk memperbesar peluang tumbuh pepaya hermafrodit. Bunga pepaya betina yang diberi polen dari bunga jantan akan menghasilkan progeni betina dan jantan dengan perbandingan 1:1 (Villegas, 1997). Penyerbukan bunga tanaman sirsak dengan bantuan manusia berupa pengolesan serbuk sari pada seluruh permukaan putik dapat meningkatkan mutu buah, seperti persentase buah jadi, panjang buah, lingkar buah, dan bentuk buah (Sukarmin, 2009). Sankat dan Maharaj (1997) menyatakan bahwa perkembangan buah sejak penyerbukan hingga munculnya semburat kuning pada kulit buah memerlukan waktu 135-140 hari untuk beberapa varietas pepaya di Hawaii. Hasil penelitian Kurniati (2004) menunjukkan bahwa umur petik pepaya genotipe pepaya koleksi Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) berkisar 144-168 hari. Suketi et al. (2007) menyatakan bahwa tingkat pembentukan buah (fruit set) pepaya genotipe IPB 1 dari bunga betina sebesar 48.33% sedangkan buah dari bunga hermafrodit sebesar 46%. Buah pepaya memiliki umur panen yang berbeda berdasarkan jenis bunga asalnya. Buah betina genotipe IPB 1 memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan buah hermafrodit. Buah pepaya betina genotipe IPB 2 memiliki umur panen lebih lama daripada buah hermafrodit. Menurut Suketi et al. (2010) ukuran buah pepaya genotipe IPB 1, IPB 10A, PB 174, IPB 1 x IPB 10A, IPB 1 x PB 174, dan IPB 10A x PB 174 yang dipanen saat semburat kuning pada kulit buah sebesar 25-49%, 50-74%, dan di atas 75% 6 tidak berbeda secara statistik antara genotipe yang sama. Ukuran buah ini meliputi panjang buah, diameter buah, volume buah, bobot buah utuh, bobot kulit buah, bobot biji, dan persentase bagian dapat dimakan (BDD). Kualitas Buah Abbott (1999) menyatakan bahwa kualitas buah meliputi sifat-sifat inderawi, nilai gizi, sifat kimia, mekanis, dan fungsional serta tingkat kerusakannya. Pengujian kualitas buah dengan alat-alat pengukuran dilakukan oleh peneliti, industri, dan konsumen untuk mengurangi keanekaragaman penilaian setiap orang terhadap kualitas buah tertentu. Alat-alat pengukuran yang digunakan mengikuti mekanisme seseorang menilai suatu buah lalu hasilnya dihitung secara matematis untuk mendapatkan kriteria kualitas buah tersebut. Shewfelt (1999) mengemukakan bahwa pengembangan kualitas buah seringkali terhambat oleh adanya faktor-faktor pembatas seperti apresiasi yang kurang terhadap perbedaan persepsi terhadap kualitas. Orientasi merupakan faktor utama terjadinya perbedaan konsep terhadap kualitas tersebut. Peneliti dan produsen lebih menekankan kualitas buah dari sifat-sifat pada buah itu sendiri sedangkan konsumen dan ahli ekonomi cenderung pada kesukaan konsumen. Kelanjutan dari orientasi terhadap kualitas buah ini memiliki peranan penting dalam peningkatan teknologi pasca panen dalam penelitian-penelitian akademis. Ciri-ciri kualitas buah meliputi warna, kilap, ukuran, bentuk, cacat, bau, dan rasa yang dapat dinilai konsumen dengan inderanya (Pantastico et al., 1989). Menurut Parker (2003) kualitas buah meliputi penampilan, tekstur, dan rasa. Menurut Villegas (1997) bagian buah pepaya yang dapat dimakan hanya 60%. Setiap 100 g buah pepaya mengandung 86.6 g air, 0.5 g protein, 0.3 g lemak, 12.1 g karbohidrat, 0.7 g serat, 0.5 g protein, 204 mg kalium, 34 mg kalsium, 11 mg fosfor, 1 mg besi, 450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C, 0.03 mg tiamin, 0.5 g niasin, dan 0.04 mg riboflavin. Nilai energinya 200 kJ/100 g. Gulagula utamanya adalah sukrosa (48.3%), glukosa (29.8%), dan fruktosa (21.9%). Buah yang dikonsumsi dalam keadaan segar yang memiliki kualitas tinggi dapat diperoleh dengan penentuan saat panen yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, serta pemeliharaan suhu dan kelembaban (Watada dan Qi, 1999). 7 Kualitas buah dipengaruhi oleh cara pemanenan buah (Parker, 2003). Kualitas fisik dan kimia buah pepaya tidak dipengaruhi perbedaan persentase warna kuning kulit buah pada stadia kematangan 75% dan 100% (Widyastuti, 2009). Kualitas konsumsi buah sangat dipengaruhi oleh kematangan buah. Avokad, pisang, mangga, dan pepaya dipanen pada saat buah matang dan ditunggu masak setelah panen (Liu, 1988). Kualitas buah pepaya dapat ditingkatkan dengan perbaikan kualitas lingkungan tumbuh serta tanaman itu sendiri. Perbaikan tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan untuk mendapatkan varietas yang baru dengan sifat yang disukai konsumen (Indriyani, 2007). Kekerasan buah pepaya yang belum memiliki semburat kuning tidak memberikan respon yang berbeda terhadap iradiasi sinar gamma (Paull, 1996). Paull dan Chen (1999) melaporkan bahwa tingkat kematangan buah pepaya yang cocok digunakan dalam pengolahan minimal dan pengaruh dari pengolahan buah terhadap fisiologis buah telah dapat ditentukan. Buah tersebut adalah buah dengan semburat kuning pada kulit sebesar 55-80% dengan kekerasan kurang dari 50 N, persentase bagian buah yang dapat dimakan lebih dari 50%, serta biji buah mudah dikeluarkan. Pengolahan minimal buah yang dikombinasikan dengan suhu rendah dapat menghambat produksi etilen dan respirasi.