analisis penilaian kinerja perusahaan yang diukur dengan konsep

advertisement
ANALISIS PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN YANG DIUKUR
DENGAN KONSEP BALANCED SCORECARD
(STUDI KASUS PADA PT. PURA BARUTAMA KUDUS UNIT OFFSET)
Mahavira Citrawati
Dr. Jaka Isgiyarta, MSi, Akt.
(FE Universitas Diponegoro Semarang)
ABSTRACT
Performance issue is a major concern in a company to evaluate the results
of the company's performance in achieving the targets which are set by the
company. The purpose of this research is to determine the company's performance
as measured by the Balanced Scorecard concept. Balanced Scorecard is used to
assess the company from four perspectives; they are financial perspective,
customer perspective, internal business process perspective, and learning and
growth perspective.
From the results of this research, it can be assessed that the overall
performance of the company is quite good. The performance of the company can
be assessed with the financial perspective which measured by the ratio of
liquidity, solvency ratios, and profitability ratios indicating that the company's
performance in this perspective is quite good. Measurement on the perspective of
customers using the domination of market share and customer satisfaction as the
measuring tool can be concluded that the company's performance is good.
Measurement on internal business process perspective that uses the innovation
and improvement of the machine as the measuring tool can also be said the
company has a reasonably good performance. Measurement on the perspective of
growth and learning are considered have good company performance.
Key words: Balanced Scorecard, performance appraisal, manufacturing
companies
1
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan dituntut untuk dapat
menghasilkan produk maupun jasa yang berkualitas tinggi dengan harga rendah,
pemberian pelayanan yang berkualitas dan memadai, serta mampu meningkatkan
kepuasan pelanggan. Adanya persaingan global telah meningkatkan standar
kinerja termasuk kualitas, biaya, waktu perkenalan produk, produktivitas, dan arus
informasi (Michael A. Hitt dkk, 2001). Turut berkembangnya kemajuan teknologi
juga memberi pengaruh yang sangat besar dalam dunia persaingan usaha.
Strategi manajemen yang tepat dan sesuai sangat dibutuhkan dalam
pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai oleh perusahaan yaitu memperoleh laba. Meningkatnya laba dan
kualitas produk dan jasa serta pelayanan perusahaan juga tidak lepas dari
pengaruh kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan dikatakan baik
apabila perusahaan mampu mengatur serta mengembangkan sumber daya yang
dimiliki dan mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Semakin berkembangnya industri dan teknologi membuat penilaian
kinerja perusahaan menjadi semakin kompleks. Penilaian tradisional yang lebih
menekankan aspek keuangan, tidak lagi dapat digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan secara tepat. Hal ini disebabkan karena penilaian kinerja tradisional
lebih terfokus pada tujuan jangka pendek perusahaan dan cenderung mengabaikan
tujuan jangka panjang perusahaan.
Robert S. Kaplan dan David P. Norton mengemukakan Balanced
Scorecard sebagai alternatif pengukuran kinerja sebagai pengganti pengukuran
kinerja tradisional. Penilaian kinerja dalam Balanced Scorecard diukur dengan
membagi penilaian ke dalam 4 perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan memiliki hubungan sebab-akibat. Balanced Scorecard dapat
digunakan oleh manajemen tingkat atas (top-level management) dan manajer
untuk mempraktikkan 4 proses baru yang diperkenalkan dengan cara
2
menerjemahkan
visi
dan
misi
perusahaan,
mengkomunikasikan
dan
menghubungkan strategi perusahaan, perencanaan bisnis, serta memberikan
umpan balik dan pembelajaran bagi karyawan.
Penelitian ini dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan yang diukur
dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard. Adapun sampel yang diambil
adalah PT Pura Barutama Kudus unit Offset. Perusahaan akan diukur dengan 4
perspektif yang terdapat dalam Balanced Scorecard untuk dinilai kinerja dari
perusahaan tersebut.
TELAAH PUSTAKA
Balanced Scorecard
Balanced
Scorecard
adalah
sistem
manajemen
strategis
yang
mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi
(Hansen, Mowen, 2006). Visi dan strategi organisasi diterjemahkan ke dalam
tujuan operasional dan ukuran kinerja yang terdapat dalam 4 pespektif pada
Balanced Scorecard. Keempat perspektif yang terdapat pada Balanced Scorecard,
yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,
dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur).
Perspektif keuangan merupakan konsekuensi ekonomi dari tiga perspektif
lain.
Perspektif
pelanggan
mengukur
tingkat
kepuasan
pelanggan
dan
menganalisis pangsa pasar dimana produk perusahaan akan bersaing dengan
produk perusahaan pesaing. Pada perspektif proses bisnis internal menjelaskan
tentang proses internal perusahaan dalam kontribusinya memberikan nilai tambah
bagi
pelanggan
dan
pemilik
perusahaan.
Perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan mendefinisikan kemampuan yang diperlukan oleh perusahaan untuk
memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan melakukan perbaikan terhadap
sumber daya yang dimiliki perusahaan. Keempat perspektif Balanced Scorecard
tersebut dapat memberikan pandangan luas bagi perusahaan daripada ukuran
kinerja tradisional yang hanya berfokus pada tujuan jangka pendek dan
mengabaikan tujuan jangka panjang perusahaan.
3
Keempat perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard tidak dapat
dipisahkan karena memiliki keterkaitan dengan masing-masing perspektif yang
terdapat dalam Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 2000). Misalnya, pada
perspektif keuangan ditetapkan tujuan Return On Capital Employee (ROCE).
Kinerja ROCE tersebut dinilai dari besarnya tingkat penjualan yang tinggi
terhadap pelanggan. Peningkatan penjualan ini disebabkan karena adanya loyalitas
pelanggan terhadap produk perusahaan.
Loyalitas pelanggan akan semakin meningkat apabila perusahaan mampu
melakukan pengiriman tepat waktu terhadap produk yang diinginkan oleh
pelanggan. Pengiriman produk tepat waktu dapat menghindarkan kekosongan
produk yang terdapat di pasaran dan mencegah produk perusahaan pesaing
mengisi kekosongan produk perusahaan yang terlambat dikirim. Loyalitas
pelanggan dan pengiriman tepat waktu akan dimasukkan dalam perspektif
pelanggan karena memiliki pengaruh terhadap ROCE.
Selanjutnya, pada perspektif proses bisnis internal akan dimasukkan faktor
waktu siklus produksi dan kualitas proses internal karena dianggap memiliki
pengaruh terhadap pengiriman yang tepat waktu. Waktu siklus produksi yang
singkat dan kualitas proses internal yang tinggi dapat memberikan keuntungan
tersendiri bagi perusahaan. Produk yang selesai lebih cepat dari waktu yang
diperkirakan dapat segera dikirim untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pada akhirnya, dengan adanya penurunan siklus produksi dan kualitas
proses internal, maka perusahaan memerlukan adanya pelatihan dan peningkatan
kemampuan bagi karyawannya. Diharapkan dengan adanya pelatihan karyawan
ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja karyawan. Pada Balanced
Scorecard, pelatihan dan peningkatan kemampuan karyawan dimasukkan ke
dalam perspektif proses pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan demikian, setiap
pengukuran yang terdapat dalam Balanced Scorecard harus menunjukkan rantai
hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat dari keempat perspektif dalam Balanced
Scorecard, yaitu:
4
Gambar 1
Hubungan sebab-akibat dalam Balanced Scorecard
Keuangan
ROCE
Pelanggan
Loyalitas Pelanggan
Pengiriman Tepat
Waktu
Proses Bisnis
Proses Mutu
Proses Waktu Siklus
Internal
Pertumbuhan dan
Keahlian
Karyawan
Pembelajaran
Sumber: Kaplan, Norton, Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi (Terjemahan), 2000.
Lingkungan Industri
Sektor industri sangat diminati oleh para pelaku bisnis (produsen,
penyalur, pedagang, dan investor) karena proses produksi dan penanganan
produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia dan tidak terlalu tergantung oleh
alam (Dumairy, 1996). Produk-produk yang dihasilkan dan ditawarkan oleh
sektor industri lebih bervariasi dan lebih tahan lama sehingga memberikan
berbagai alternatif pilihan bagi para konsumen untuk memakai produk yang
diinginkan sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh konsumen. Adanya
inovasi produk sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan.
5
Industri Manufaktur
Industri manufaktur merupakan suatu jenis perusahaan yang kegiatan
usahanya mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Bahan baku atau sumber
daya yang ada diolah melalui proses pabrikasi sehingga akhirnya menjadi barang
jadi yang kemudian dijual kepada konsumen. Berdasarkan Surat Edaran Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal (2002), dalam industri manufaktur terdapat 3
kegiatan utama dalam aktivitas usahanya, yaitu:
1. Kegiatan memperoleh/menyimpan bahan baku
2. Kegiatan proses pengolahan/pabrikasi bahan baku menjadi barang jadi
3. Kegiatan menyimpan dan memasarkan barang jadi
Ketiga kegiatan utama tersebut harus tercermin dalam laporan keuangan yang
dibuat oleh perusahaan pada industri manufaktur.
Menurut Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (2002)
terdapat risiko industri pada industri manufaktur. Risiko-risiko industri tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Risiko sulitnya memperoleh bahan baku, yang dapat disebabkan oleh:
a. Kelangkaan bahan baku
b. Ketergantungan yang tinggi terhadap impor atau pemasok tertentu
2. Risiko berfluktuasinya nilai tukar rupiah. Berfluktuasinya nilai tukar rupiah
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
a. Depresiasi rupiah berakibat buruk bagi perusahaan yang penjualannya
mengandalkan pasar lokal dan tergantung pada bahan baku impor.
Meningkatnya harga jual produk jadi yang melebihi daya beli masyarakat
akan berakibat menurunnya penjualan perusahaan.
b. Apresiasi rupiah pada sisi sebaliknya, berpengaruh negatif terhadap
perusahaan yang mengandalkan penjualannya pada pasar ekspor.
3. Risiko kapasitas produksi tidak terpakai yang terjadi karena kurangnya daya
serap pasar terhadap produk, kompetisi, perubahan teknologi, adanya retriksi
pemerintah terhadap produksi barang tertentu, dan lain-lain.
6
4. Risiko terjadinya pemogokan atau kerusuhan yang antara lain dapat terjadi
karena ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima, kondisi
perekonomian atau kondisi politik yang tidak stabil.
5. Risiko kekakuan investasi
yaitu karena adanya restriksi/pembatasan
pemerintah terhadap investasi pada bidang tertentu.
6. Putusnya hak paten atas formula produksi bagi perusahaan yang produknya
terkait erat pada hak paten atas formula tertentu akan sangat mempengaruhi
pendapatannya.
7. Risiko leverage yaitu risiko-risiko yang terkait pada kewajiban perusahaan
karena pendanaan yang berasal dari luar perusahaan.
8. Risiko pemasaran meliputi, antara lain tak terjualnya barang jadi, kerusakan
dan kehilangan pada jalur distribusi dan pemasaran, dan habisnya daur hidup
produk.
9. Risiko penelitian dan pengembangan produk meliputi, antara lain biaya
penelitian dan pengembangan yang gagal menghasilkan produk baru.
10. Risiko dampak usaha terhadap lingkungan.
11. Risiko tidak tertagihnya piutang yaitu risiko yang muncul karena rendahnya
kolektabilitas piutang. Risiko ini terkait langsung pada industri manufaktur,
karena sistem penjualan pada industri manufaktur umumnya tidak dilakukan
secara kas.
Persaingan Industri
Pada dasarnya, industri merupakan sekelompok perusahaan yang
memproduksi produk-produk yang dapat saling menggantikan (Michael A. Hitt,
dkk, 2001). Konsumen ditawarkan berbagai variasi produk yang dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan konsumen. Produk-produk yang bervariasi tersebut juga
harus berkualitas agar tidak kalah bersaing dengan produk-produk yang
ditawarkan oleh pesaing lainnya.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam lingkungan industri selalu
berusaha mendapatkan informasi sebanyak mungkin tentang perusahaan pesaing
dan kondisi pangsa pasar untuk meningkatkan daya saing produk yang dimiliki
7
perusahaan. Pada akhirnya, intensitas persaingan laba industri dan potensi laba
industri merupakan fungsi dari lima kekuatan persaingan kompetitif (Michael A.
Hitt, dkk, 2001). Kelima kekuatan persaingan tersebut (Michael A. Hitt, dkk,
2001), yaitu:
1.
Ancaman dari peserta bisnis baru
Perusahaan-perusahaan pesaing baru seringkali berpotensi mengancam
perusahaan-perusahaan yang sudah mapan karena biasanya perusahaan
pesaing baru memiliki sumber daya substansial dan keinginan kuat untuk
mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar.
2.
Kekuatan tawar-menawar supplier
Peningkatan harga dan pengurangan kualitas produk yang dijual dapat
dilakukan supplier untuk menunjukkan pengaruhnya terhadap perusahaanperusahaan yang bersaing dalam suatu industri.
3.
Kekuatan tawar-menawar pembeli
Pembeli atau konsumen menawar untuk mendapatkan produk yang memiliki
kualitas lebih tinggi, jasa yang lebih berkualitas, dan harga yang lebih rendah
yang didapat dengan cara mendorong perusahaan-perusahaan tersebut dalam
persaingan perusahaan-perusahaan industri.
4.
Ancaman dari produk pengganti
Produk pengganti merupakan ancaman yang kuat bagi suatu perusahaan
ketika pelanggan menghadapi biaya perpindahan (switching cost) yang sedikit
dan ketika harga produk substitusi lebih rendah atau kualitas dan kapabilitas
kinerja sama atau lebih besar dari produk-produk yang disainginya.
5.
Intensitas persaingan di antara para pesaing
Persaingan kompetitif meningkat ketika suatu perusahaan ditantang oleh
tindakan-tindakan pesaingnya atau ketika dilihat adanya peluang untuk
meningkatkan posisi pasar.
Dengan adanya pengaruh persaingan industri terhadap hasil perusahaan
(Jeff Madura, 2001), perusahaan hendaknya melakukan dua hal berikut ini:
8
1. Mengenali pesaing
Setiap perusahaan hendaknya dapat mengenali pesaingnya dan mengukur
tingkat persaingan. Setiap industri juga memiliki segmen-segmen atau bagian
yang mencerminkan jenis bisnis atau kualitas produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.
2. Mengembangkan keunggulan kompetitif
Suatu perusahaan yang sudah mengenali dan menilai pesaingnya, juga harus
mencari cara untuk meningkatkan atau sedikitnya mempertahankan pangsa
pasar. Tanpa adanya informasi yang relevan, perusahaan akan kalah bersaing
dengan pesaingnya. Karakteristik yang dapat menciptakan keunggulan
kompetitif bagi sebuah perusahaan, yaitu:
a. Harga produksi rendah
Jika perusahaan dapat memproduksi produk dengan kualitas serupa
dengan harga produksi lebih rendah, maka perusahaan dapat memasang
harga produknya lebih rendah dibandingkan para pesaingnya.
b. Kualitas lebih baik
Jika perusahaan dapat menghasilkan produk dengan kualitas lebih baik
tanpa mengenakan biaya berlebihan, perusahaan tersebut memiliki
keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing lain dalam kelompok harga
yang sama.
c. Diferensiasi produk
Perusahaan
umumnya
mencoba
mengenali
kebutuhan
khusus
pelanggannya agar dapat membedakan produknya (atau jasa) untuk
memuaskan kebutuhan.
Penilaian dan Pengukuran Kinerja
Pengertian
kinerja menurut
Anwar Prabu
Mangkunegara (2000)
merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Menurut Barry Cushway (2002), kinerja adalah
9
menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah
ditentukan.
Dari pengertian kinerja di atas, penilaian kinerja sangat dibutuhkan untuk
mengetahui seberapa besar tugas yang diberikan dapat dicapai sesuai target yang
telah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, penilaian kinerja juga dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang
diberikan oleh perusahaan. Bagi karyawan yang kurang memiliki kinerja yang
baik, biasanya diberikan pelatihan untuk pengembangan karyawan. Selain
pelatihan, biasanya perusahaan dapat memberikan reward dan punishment kepada
karyawan agar kinerja karyawan lebih terpacu lebih baik lagi dalam bekerja dan
mencapai target yang telah diberikan perusahaan.
Dasar Pengukuran Kinerja
Pengukuran dengan menggunakan ukuran kinerja finansial sebenarnya
sudah cukup baik, akan tetapi akan lebih baik apabila ukuran kinerja finansial
tersebut juga didukung oleh ukuran kinerja non finansial. Pada ukuran kinerja non
finansial, perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan
perusahaan dilihat dari segi pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan.
Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk menghasilkan informasi
yang dapat digunakan untuk evaluasi dan pengembangan kinerja karyawan.
Informasi tersebut harus relevan agar perusahaan dapat memberikan umpan balik
berupa reward dan punishment kepada karyawan. Pemberian reward kepada
karyawan dapat berupa promosi, kenaikan gaji, bonus karyawan, dan lain
sebagainya. Sedangkan punishment yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan dapat berupa teguran, sanksi administrasi, penurunan jabatan, maupun
pemutusan hubungan kerja.
10
Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja menurut Stephen P. Robbins (1996) mempunyai sejumlah
maksud dalam organisasi. Manajemen menggunakan evaluasi untuk keputusan
sumber daya manusia yang umum seperti pemberian umpan balik kepada
karyawan yang dapat berupa reward dan punishment. Evaluasi memberikan
masukan untuk keputusan penting seperti promosi, transfer, dan pemutusan
hubungan
kerja.
Evaluasi
mengidentifikasi
kebutuhan
pelatihan
dan
pengembangan yang diperlukan karyawan yang kurang berkompeten untuk
memperbaiki kinerja karyawan.
Kerangka Pemikiran
Ukuran kinerja tradisional yang diukur dengan aspek keuangan saja sudah
tidak lagi relevan apabila digunakan untuk mengukur kegiatan perusahaan yang
semakin kompleks. Selain itu, ukuran kinerja tradisional cenderung lebih
menekankan
perbaikan
kinerja
jangka
pendek
perusahaan
dan
tidak
memperhatikan tujuan jangka panjang perusahaan. Balanced Scorecard sebagai
suatu sistem yang menerjemahkan strategi perusahaan ke dalam empat perspektif
merupakan pengukur pengganti yang dapat digunakan untuk mengukur penilaian
kinerja perusahaan menggantikan pengukur kinerja tradisional.
11
Gambar 2
Kerangka pemikiran
Penilaian kinerja dengan konsep Balanced
Scorecard pada PT Pura Barutama Kudus
unit Offset
Perspektif
keuangan
Perspektif
pelanggan
Perspektif proses
bisnis internal
Perspektif
pembelajaran dan
pertumbuhan
Kinerja perusahaan
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan variabel dari 4 perspektif Balanced Scorecard,
yaitu:
1. Perspektif Keuangan
Pada perspektif keuangan pengukuran yang digunakan untuk mengukur
adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, dan rasio
pertumbuhan. Adapun keempat rasio tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek.
Ukuran yang dipakai adalah Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio.
12
2.
Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas yang disebut juga sebagai rasio leverage mengukur
perbandingan dana yang dimiliki perusahaan dengan dana yang dipinjam dari
kreditur perusahaan tersebut. Rasio yang digunakan untuk mengukur rasio
solvabilitas adalah Total Debt to Equity Ratio dan Total Debt to Total Asset
Ratio.
3.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba. Ukuran yang dipakai adalah Gross
Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Investment, dan Return On
Equity.
2. Perspektif Pelanggan
Pengukuran kinerja pada perspektif ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat kepuasan konsumen agar tidak beralih produk perusahaan pesaing.
Adapun ukuran yang digunakan adalah tingkat penguasaan pangsa pasar dan
tingkat kepuasan pelanggan selama tahun 2008 sampai dengan 2010.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal ini diukur dengan besarnya pengembangan
produk baru (inovasi) yang dilakukan perusahaan dalam memenuhi pemesanan
produk yang diinginkan oleh pelanggan. Tolok ukur yang dipakai adalah inovasi
dan banyaknya jumlah perbaikan yang dilakukan perusahaan selama tahun 2008
hingga tahun 2010.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Pengukuran perspektif ini menggunakan kuesioner untuk mengukur
tingkat kepuasan karyawan. Hasil pengisisan kuesioner tersebut akan diuji dengan
menggunakan uji validitas dan reliabilitas.
13
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah PT Pura Barutama Kudus
yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Pura Group. Dari sekian banyak
unit yang terdapat pada PT Pura Barutama, sampel penelitian yang diambil adalah
PT Pura Barutama Kudus unit offset yang bergerak pada bidang percetakan.
Penelitian ini mengambil sampel kuesioner sebanyak 50 karyawan PT Pura
Barutama Kudus unit offset.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada
para karyawan perusahaan dan data gambaran umum tentang perusahaan yang
diperoleh dari sumber aslinya. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan
selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dan studi pustaka, yaitu dari buku,
jurnal, maupun internet.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk memperoleh data yang relevan dan
akurat dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yaitu
wawancara dan pembagia kuesioner kepada para karyawan perusahaan.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif diperoleh dari ikhtisar laporan keuangan perusahaan selama tahun 2008
sampai dengan tahun 2010, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner yang dilakukan terhadap karyawan perusahaan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Balanced Scorecard diartikan sebagai kartu skor berimbang (Mulyadi,
2005). Oleh karena itu, dari hasil perhitungan keempat perspektif diatas,
14
selanjutnya akan diberikan skor untuk menilai baik atau tidaknya masing-masing
perspektif. Adapun kriteria pemberian skor tersebut adalah:
Tabel 1
Rating Scale
Skor
Nilai
-1
Kurang
0
Cukup
1
Baik
Sumber: Mulyadi, 2001 (dalam Hanuma, 2010)
Skor diberikan pada masing-masing perspektif dalam Balanced Scorecard.
Pemberian skor dilakukan dengan membandingkan kinerja pada masing-masing
perspektif setiap tahunnya selama 3 tahun. Jumlah skor total adalah 14 karena keempat
perspektif dalam Balanced Scorecard memiliki 14 item kinerja yang akan diukur dengan
pemberian skor
Tabel 2
Hasil kinerja perusahaan secara keseluruhan
Perspektif
Tahun
Rata-
Kriteria
Skor
3,81
Cukup
0
1,89
1,69
Baik
1
62,29%
61,26%
53,44%
Cukup
0
34,65%
33,17%
34,29%
Baik
1
25,73%
24,91%
25,53%
Baik
1
2008
2009
2010
Rata
Current Ratio
3,55
3,87
4,01
Quick Ratio
1,43
1,75
Cash Ratio
36,76%
Total Debt to Equity 35,04%
Perspektif Keuangan:
Ratio
Total Debt to Total 25,95%
Asset Ratio
Gross Profit Margin
16,08%
15,98%
16,72%
16,26%
Baik
1
Net Profit Margin
3,58%
3,26%
4%
3,61%
Baik
1
ROI
1,72%
1,52%
1,84%
1,69%
Cukup
0
15
ROE
2,33%
2,04%
2,45%
2,27%
Cukup
0
pangsa 32,20%
33,81%
33,98%
33,33%
Baik
1
99,95%
93,76%
93,76%
95,82%
Cukup
0
30%
30,77%
35,29%
32,02%
Baik
1
32,20%
33,81%
33,98%
33,33%
Cukup
0
-
-
-
3,38
Baik
1
Perspektif Pelanggan:
Penguasaan
pasar
Kepuasan pelanggan
Perspektif
Proses
Bisnis Internal:
Inovasi produk
Perbaikan mesin
Perspektif
Pertumbuhan
dan
Pembelajaran:
Kepuasan karyawan
Total Skor
8
Sumber: Data primer yang diolah
Hasil penilaian kinerja keseluruhan dari keempat perspektif dalam
Balanced Scorecard adalah:
1.
Perspektif keuangan
Pada perspektif ini, kinerja diukur dengan 3 rasio keuangan, yaitu rasio
likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Adapun hasil kinerja
secara keseluruhan pada perspektif keuangan ini adalah sebagai berikut:
a. Current Ratio
Current Ratio dinilai cukup baik karena mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Nilai Current Ratio setiap tahunnya adalah 3,55 pada tahun
2008, 3,87 pada tahun 2009, dan 4,01 pada tahun 2010. Semakin tinggi
Current Ratio maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi, likuiditas yang
memiliki nilai tinggi tersebut menjadi tidak baik apabila dilihat dari sisi
pemanfaatan Aset Lancar yang tersedia. Dikatakan tidak baik karena
adanya banyak dana lancar yang tidak terpakai. Oleh karena itu, untuk
16
lebih mengefektifkan atau pemanfaatan Aset Lancar yang tersedia, maka
diinvestasikan ke dalam Aset Tetap untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih baik. Hal inilah yang mendasari pemberian nilai cukup baik untuk
Current Ratio.
b. Quick Ratio
Quick Ratio dinilai baik karena mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Nilai Quick Ratio dari tahun ke tahun adalah 1,43 pada tahun 2008, 1,75
pada tahun 2009, dan 1,89 pada tahun 2010. Semakin tinggi Quick ratio
maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu, kinerja perusahaan dinilai
baik dengan semakin meningkatnya Quick Ratio yang cukup konsisten
setiap tahunnya.
c. Cash Ratio
Cash Ratio perusahan dinilai cukup karena pada tahun 2010 mengalami
penurunan sebesar 1,03% sedangkan tahun sebelumnya mengalami
peningkatan secara pesat dari tahun 2008 ke 2009 sebesar 25,53%. Adapun
nilai Cash Ratio dari tahun 2008 hingga 2010 adalah 36,76% pada tahun
2008, 62,29% pada tahun 2009, dan 61,26% pada tahun 2010. Asumsi
bahwa Cash Ratio dikatakan memiliki kinerja yang baik adalah apabila
nilai Cash Ratio semakin tinggi. Akan tetapi, nilai Cash Ratio yang kurang
konsisten setiap tahunnya menjadikan Cash Ratio perusahaan tidak bisa
dikatakan dalam kondisi stabil sehingga nilai Cash Ratio perusahan dinilai
cukup baik.
d. Total Debt to Equity Ratio
Total Debt to Equity Ratio perusahaan dinilai memiliki kinerja yang baik
karena memiliki DER kurang dari 50%, dengan asumsi semakin rendah
nilai DER maka akan semakin baik kinerja perusahaan. Adapun nilai DER
17
perusahaan selama 3 tahun adalah 35,04% pada tahun 2008, 34,65% pada
tahun 2009, dan 33,17% pada tahun 2010.
e. Total Debt to Total Asset Ratio
Total Debt to Total Asset Ratio atau lebih dikenal dengan Debt Ratio, juga
memiliki kinerja yang baik dengan asumsi semakin rendah nilai Debt
Ratio maka akan semakin baik kinerja perusahaan. Nilai Debt Ratio dari
tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 adalah 25,95% pada tahun 2008,
25,73% pada tahun 2009, dan 24,91% pada tahun 2010.
f. Gross Profit Margin
Kinerja perusahaan dilihat dari Gross Profit Margin dinilai sudah memiliki
kinerja yang baik. Kriteria dikatakan baik adalah apabila Gross Profit
Margin semakin tinggi nilainya karena biaya produksi yang ditanggung
perusahaan semakin rendah. Nilai Gross Profit Margin perusahaan adalah
sebesar 16,08% pada tahun 2008, 15,98% pada tahun 2009, dan 16,72%
pada tahun 2010. Meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2009,
tapi Gross Profit Margin kembali mengalami kenaikan pada tahun
berikutnya sehingga bisa dikatakan kembali stabil nilainya.
g. Net Profit Margin
Nilai Net Profit Margin pada tahun 2008 adalah 3,58%, tahun 2009
sebesar 3,26%, dan tahun 2010 sebesar 4%. Pada tahun 2009 Net Profit
Margin sempat mengalami penurunan sebesar 0,32% kemudian kembali
meningkat sebesar 0,74% pada tahun 2010. Berdasarkan hasil analisa
tersebut, kinerja perusahaan dinilai baik karena diasumsikan sebagai
semakin tinggi Net Profit Margin maka kinerja perusahaan semakin bagus
karena mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi.
18
h. Return On Investment
Kinerja ROI perusahaan dinilai sudah cukup baik meskipun sempat
mengalami penurunan sebesar 0,20% pada tahun 2009. Kinerja ROI
dikatakan baik apabila mengalami peningkatan dari tahun ke tahun karena
ROI dikaitkan dengan kemampuan efektivitas manajemen perusahaan
dalam mengelola investasinya. Adapun kinerja ROI dari tahun 2008
sampai dengan 2010 adalah 1,72% pada tahun 2008, 1,52% pada tahun
2009, dan 1,84% pada tahun 2010.
i. Return On Equity
Nilai ROE perusahaan pada tahun 2008 sebesar 2,33%, pada tahun 2009
ROE mengalami penurunan menjadi sebesar 2,04%, kemudian pada tahun
2010 ROE kembali mengalami peningkatan hingga menjadi sebesar
2,45%. Dari hasil analisa tersebut, kinerja ROE perusahaan dinilai sudah
cukup baik karena kinerja ROE dikatakan baik apabila semakin tinggi
nilainya yang menunjukkan semakin tinggi efisiensi penggunaan modal
sendiri.
2.
Perspektif pelanggan
Hasil penilaian kinerja perusahaan secara keseluruhan pada perspektif
pelangaan dilihat dari 2 aspek berikut ini:
a. Penguasaan pangsa pasar
Penguasaan pangsa pasar oleh perusahaan dinilai baik karena mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
penguasaan pangsa pasar sebesar 32,20% pada tahun 2008, 33,81% pada
tahun 2009 dan sebesar 33,98% pada tahun 2010.
b. Kepuasan pelanggan
Kinerja perusahaan dilihat dari kepuasan pelanggan dinilai memiliki
kinerja yang cukup baik meskipun sempat mengalami penurunan pada
tahun 2009 karena semakin kompleksnya pesanan yang diminta oleh
pelanggan dan jasa yang disediakan oleh perusahaan. Adapun kepuasan
19
pelanggan pada tahun 2008 adalah sebesar 99,95 % dan selama 2 tahun
berikutnya yaitu tahun 2009 dan 2010 memiliki nilai kepuasan yang sama
sebesar 93,76%.
3.
Perspektif proses bisnis internal
Pada perspetif ini, kinerja perusahaan dinilai dalam 2 aspek yaitu:
a. Inovasi produk
Perusahaan yang selalu melakukan inovasi produk setiap tahunnya dinilai
memiliki kinerja yang baik. Penilaian ini didasarkan pada perusahaan yang
selalu melakukan inovasi produk dengan memberikan berbagai alternatif
pilihan bagi pelanggannya sehingga pelanggan bisa memesan desain sesuai
dengan produk yang akan dipasarkan. Pemberian pilihan kepada
pelanggan untuk inovasi produk-produk yang ditawarkan, misalnya
dengan penambahan atau perbaikan fitur produk yamg dipesan oleh
pelanggan
sehingga hasil
kemasan
menjadi
lebih
menarik
dari
sebelumnya. Adapun besarnya inovasi produk yang dilakukan oleh
perusahaan setiap tahunnya dari hasil penambahan atau perbaikan fitur
produk yang dipesan oleh pelanggan adalah sebesar 30% pada tahun 2008,
30,77% pada tahun 2009, dan 35,29% pada tahun 2010.
b. Perbaikan mesin
Jumlah perbaikan mesin yang dilakukan oleh teknisi perusahaan dianggap
memiliki kinerja mesin yang cukup baik karena mesin sebagai alat
produksi utama, dijaga dan diberikan perawatan yang memadai sehingga
tidak
mengganggu
aktivitas
kegiatan
proses
produksi
yang
berkepanjangan. Adapun yang menjadi pertimbangan pemberian nilai
cukup baik atas perbaikan mesin adalah nilai 30% atas biaya perawatan
memang tidak efisien. Akan tetapi, mengingat mesin yang sudah ada
adalah mesin tua dengan nilai depresiasi 0 atau relatif kecil maka
pencapaian 30% untuk biaya perawatan adalah cukup baik. Jumlah
persentase perbaikan mesin pada tahun 2008 adalah sebesar 32,20%, tahun
2009 sebesar 33,81%, dan tahun 2010 sebesar 33,8%.
20
4.
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
Pada perspektif ini, penilaian kinerja dilihat dari rata-rata hasil pengolahan
data kuesioner kepuasan karyawan yang menggunakan SPSS 17.0. Hasil
kinerja perusahaan dalam hal kepuasan karyawan dinilai baik karena dapat
memberikan kepuasan kepada karyawan. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai
skor rata-rata kepuasan karyawan sebesar 3,38 terhadap atribut-atribut
pernyataan yang terdapat dalam kuesioner.
Dari hasil penilaian kinerja secara keseluruhan dari keempat perspektif
Balanced Scorecard tersebut, didapatkan total skor sebesar 8 dari 14 item
penilaian kinerja. Akhirnya dapat diketahui bahwa rata-rata skor penilaian kinerja
perusahaan adalah sebesar 8/14 = 0,57, yang artinya kinerja perusahaan dinilai
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan pembuatan batas skala untuk area
“kurang”, “cukup”, dan “baik” (Hanuma, 2010). Kinerja dikatakan “baik” apabila
lebih dari 80% dan diasumsikan bahwa 80% adalah sama dengan 0,6. Sisanya
adalah daerah ”cukup”, yaitu antara 0-0,6. Di bawah daerah skala 0, maka kinerja
dikatakan ”kurang”. Dilihat dari gambar skala kinerja, akhirnya diketahui bahwa
kinerja perusahaan PT. Pura Barutama Kudus unit offset dikatakan memiliki
kinerja yang cukup baik karena memiliki rata-rata sebesar 0,57. Adapun gambar
skala kinerja perusahaan adalah sebagai berikut:
Gambar 3
Skala Kinerja
Kurang
-1
Cukup
0
21
Baik
0,57
1
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
kesimpulan dari penelitian penggunaan konsep Balanced Scorecard pada
perusahaan PT. Pura Barutama Kudus unit offset adalah sebagai berikut:
1.
Pengukuran pada perspektif keuangan yang diukur dengan menggunakan
rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan pada perspektif ini sudah cukup baik.
2.
Pengukuran pada perspektif pelanggan yang menggunakan penguasaan
pangsa pasar dan kepuasan pelanggan sebagai alat ukurnya dapat disimpulkan
bahwa kinerja perusahaan dapat dikatakan baik.
3.
Pengukuran pada perspektif proses bisnis internal yang menggunakan inovasi
dan perbaikan mesin sebagai alat ukurnya juga dapat dikatakan perusahaan
memiliki kinerja yang cukup baik.
4.
Pengukuran pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dinilai memiliki
kinerja perusahaan yang baik dilihat dari hasil rata-rata kuesioner kepuasan
karyawan sebesar 3,38.
5.
Secara keseluruhan, kinerja perusahaan dapat dikatakan cukup baik dilihat
dari rata-rata total skor keempat perspektif dalam Balanced Scorecard yang
mencapai 0,57 dari batas kriteria skala 0,6 kinerja dapat dikatakan “baik”.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang menjadi kendala selama penelitian ini dilakukan
adalah sebagai berikut:
1.
Keterbatasan informasi dalam kebijakan PT Pura Barutama Kudus unit offset
untuk tidak menginformasikan kinerja secara detail. Misalnya: tidak diberikan
informasi tentang perolehan Aset Tetap/mesin.
2.
Kepuasan pelanggan tidak diukur secara langsung kepada pelanggan yang
bersangkutan karena pelanggan dari PT. Pura Barutama unit offset adalah
22
perusahaan-perusahaan besar, yang apabila dilakukan pengukuran secara
langsung akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan dari penelitian ini, ada beberapa
saran yang dapat digunakan baik untuk masukan perusahaan maupun penelitian
selanjutnya. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memperbanyak jumlah responden yang akan diminta untuk mengisi
kuesioner dengan harapan hasilnya menjadi lebih terukur untuk mewakili
kepuasan karyawan secara keseluruhan.
2.
Mengenai Likuiditas perusahaan, akan lebih baik apabila perusahaan
melakukan pemanfaatan Aset Lancar yang lebih efektif sehingga dapat
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dalam jangka panjang.
3.
Mengenai kualitas kepuasan pelanggan diperlukan adanya peningkatan
kinerja departemen Customer Service, supaya perusahaan bisa lebih dekat
dengan pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap
kualitas produk yang diterima pelanggan. Jadi, kepuasan pelanggan tidak
hanya diukur dari segi kuantitas saja, tapi juga dari segi kualitas.
----oOo----
23
DAFTAR PUSTAKA
S.R., Soemarso. 2004. Akuntasi Suatu Pengantar. Edisi 5 Revisi. Jakarta: Salemba
Empat.
www.id.wikipedia.org
M.A., Drs. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Michael A. Hitt, dkk. 2001. Manajemen Strategi: Daya Saing dan Globalisasi;
Konsep. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Madura, Jeff. 2001. Pengantar Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. 2002. Pedoman Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri
Manufaktur.
Hansen, Mowen. 2006. Akuntansi Manajemen. Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.
P. Robbins, Stephen. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.
Jakarta: Prenhallindo.
Anthony, Govindarajan. 2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat.
C. Kussetya, Monika. 2000. “Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja
Masa Depan: Suatu Pengantar”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2, No. 1,
hal 21-35.
http://shelmi.wordpress.com/2009/03/04/rasio-keuangan-perusahaan.
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/kinerja.
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
http://www.scribd.com/doc/21096962/4-rasio-profitabilitas.
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
http://www.scribd.com/doc/20974214/2-rasio-solvabilitas.
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/analisis_fundamental.
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
http://id-jurnal.blogspot.com/2008/04/balanced-scorecard-sebagai-alternatif.html.
24
Diakses tanggal 5 Mei 2010.
Materi Training Karyawan PT Pura Barutama Kudus unit Offset
Lasdi, Lodovicus. “Balanced Scorecard Sebagai Rerangka Pengukuran Kinerja
Perusahaan Secara Komprehensif Dalam Lingkungan Bisnis Global”. Jurnal
Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol. 2, No. 2, hal 150-169.
Srimindarti, Ceacilia. 2004. “Balanced Scorecard Sebagai Alternatif Untuk
Mengukur Kinerja”.
Sekaran, Uma. 2002. Research Methods For Business: A Skiil Building
Approach. Fourth Edition. Southern Illinois University.
Wardhani, Sita Lusi. 1999. Balanced Scorecard Sebagai Salah Satu Sarana
Pengukur Kinerja Operasi Perusahaan. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 7 (th.4), hal 4350.
Laela, Fatma. 1998. Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja manajemen.
Jurnal Telaah Bisnis, Vol. 2 (1), hal 43-59.
Kaplan, Robert S. & David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan
Strategi Menjadi Aksi (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Purbayu, Budi Santoso dan Ashari. 2005. Analisis Statistik Dengan Microsoft
Excel dan SPSS. Semarang: Andi.
Astuti, Dewi Ayu. 2008. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan
Konsep Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Syariah Mandiri Cabang Pemuda
Semarang).
Hanuma, Soraya. 2010. Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukur
Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada PT Astra Honda Motor).
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Badan Penerbit Universitas Gadjah Mada.
Mulyadi. 2005. System Manajemen Strategic Berbasis Balance Scorecard. UPP
AMP YKPN.
http://vl.puragorup.com:8080. Diakses tanggal 5 Mei 2010.
25
HASIL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS
Reliability
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excludeda
Total
50
0
50
%
100.0
.0
100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.815
N of Items
12
Item Statistics
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
Mean
3.3800
3.3200
3.3400
3.6000
3.5200
3.5200
3.2200
3.3400
3.3400
3.3400
3.1800
3.5000
Std. Deviation
.60238
.62073
.55733
.67006
.81416
.76238
.64807
.77222
.68839
.51942
.59556
.67763
N
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
26
Item-Total Statistics
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
Scale Mean if
Item Deleted
37.2200
37.2800
37.2600
37.0000
37.0800
37.0800
37.3800
37.2600
37.2600
37.2600
37.4200
37.1000
Scale
Variance if
Item Deleted
18.502
18.287
17.625
18.204
17.218
17.218
17.955
18.074
17.543
18.849
18.249
18.214
Corrected
Item-Total
Correlation
.424
.450
.668
.421
.471
.516
.489
.364
.528
.431
.483
.413
Scale Statistics
Mean
40.6000
Variance
21.061
Std. Deviation
4.58925
N of Items
12
27
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.805
.803
.787
.805
.802
.797
.799
.812
.796
.805
.800
.806
Correlations
P1
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
Tingkat Kepuasan
Karyawan
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
50
.214
.136
50
.398**
.004
50
.233
.104
50
.130
.369
50
.361*
.010
50
.095
.511
50
.111
.441
50
.322*
.023
50
.361**
.010
50
.431**
.002
50
.175
.224
50
.529**
.000
50
P2
.214
.136
50
1
50
.446**
.001
50
.216
.132
50
.149
.303
50
.202
.160
50
.329*
.020
50
.152
.293
50
.266
.062
50
.415**
.003
50
.283*
.047
50
.340*
.016
50
.554**
.000
50
P3
.398**
.004
50
.446**
.001
50
1
50
.262
.066
50
.322*
.023
50
.536**
.000
50
.410**
.003
50
.105
.467
50
.384**
.006
50
.509**
.000
50
.488**
.000
50
.405**
.004
50
.732**
.000
50
P4
.233
.104
50
.216
.132
50
.262
.066
50
1
50
.352*
.012
50
.415**
.003
50
.348*
.013
50
.110
.445
50
.257
.072
50
.106
.466
50
.133
.357
50
.225
.117
50
.538**
.000
50
P5
.130
.369
50
.149
.303
50
.322*
.023
50
.352*
.012
50
1
50
.410**
.003
50
.320*
.023
50
.395**
.005
50
.297*
.036
50
.008
.958
50
.308*
.030
50
.222
.121
50
.603**
.000
50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
28
P6
.361*
.010
50
.202
.160
50
.536**
.000
50
.415**
.003
50
.410**
.003
50
1
50
.259
.069
50
.387**
.006
50
.317*
.025
50
.008
.955
50
.194
.177
50
.119
.412
50
.632**
.000
50
P7
.095
.511
50
.329*
.020
50
.410**
.003
50
.348*
.013
50
.320*
.023
50
.259
.069
50
1
50
.459**
.001
50
.195
.175
50
.258
.070
50
.318*
.024
50
.116
.422
50
.593**
.000
50
P8
.111
.441
50
.152
.293
50
.105
.467
50
.110
.445
50
.395**
.005
50
.387**
.006
50
.459**
.001
50
1
50
.354*
.012
50
.062
.668
50
-.003
.985
50
.098
.501
50
.506**
.000
50
P9
.322*
.023
50
.266
.062
50
.384**
.006
50
.257
.072
50
.297*
.036
50
.317*
.025
50
.195
.175
50
.354*
.012
50
1
50
.298*
.036
50
.345*
.014
50
.328*
.020
50
.632**
.000
50
P10
.361**
.010
50
.415**
.003
50
.509**
.000
50
.106
.466
50
.008
.958
50
.008
.955
50
.258
.070
50
.062
.668
50
.298*
.036
50
1
50
.458**
.001
50
.493**
.000
50
.521**
.000
50
P11
.431**
.002
50
.283*
.047
50
.488**
.000
50
.133
.357
50
.308*
.030
50
.194
.177
50
.318*
.024
50
-.003
.985
50
.345*
.014
50
.458**
.001
50
1
50
.278
.050
50
.579**
.000
50
P12
.175
.224
50
.340*
.016
50
.405**
.004
50
.225
.117
50
.222
.121
50
.119
.412
50
.116
.422
50
.098
.501
50
.328*
.020
50
.493**
.000
50
.278
.050
50
1
50
.532**
.000
50
Tingkat
Kepuasan
Karyawan
.529**
.000
50
.554**
.000
50
.732**
.000
50
.538**
.000
50
.603**
.000
50
.632**
.000
50
.593**
.000
50
.506**
.000
50
.632**
.000
50
.521**
.000
50
.579**
.000
50
.532**
.000
50
1
50
Download