Optimasi Sudut Atap Dan Tinggi Dinding Pada

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku
Perilaku merupakan suatu tindakan nyata (action) yang dapat dilihat atau diamati
(Rogers dan Shoemaker, 1971: 28). Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses
penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap untuk bertindak
atau tidak bertindak. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan pancaindera. Perilaku
juga menunjukkan pada tindakan atau respon dari sesuatu atau sistem tertentu dalam
hubungannya dengan lingkungan atau situasi (Gould dan Kolb, 1964: 78).
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa
kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku
secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap
individual. Karena itu, sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi
perilaku terhadap objek (Azwar,2003: 89).
Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif
meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, tetapi
meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang
diucapkan oleh seseorang (Azwar,2003: 92). Lebih lanjut, Machfoedz dkk.(2005: 102)
mengatakan, bila dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yakni perilaku yang tidak tampak atau terselubung (covert
behavior) dan perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku yang tidak tampak ialah
berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi, pengetahuan, dan lain-lain. Perilaku yang
tampak anatara lain berjalan, berbicara, berpakaian, dan sebagainya.
Lebih lanjut, Engel dalam Mangkunegara (2005: 44) mengemukakan definisinya
tentang perilaku konsumen, yakni sebagai tindakan-tindakan individu yang secara
langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa
ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan
tindakan-tindakan tersebut. Loudon dan Bitta dalam Mangkunegara (2005: 79)
8
mendifinisikan perilaku kosumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas
individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh,
menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa.
Menurut Mangkunegara (2005: 66) ada tiga variabel dalam mempelajari perilaku
konsumen, yaitu variabel stimulus, variabel respon, dan variabel antara. Variabel
stimulus merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang
sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Variabel respon merupakan hasil aktivitas
individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel intervening merupakan faktor
internal individu, yaitu variabel antara stimulus dan respon.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Menurut para ahli perilaku, individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Suparta (2001: 62) menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis perilaku individu
secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kondisi situasional luar mempengaruhi sikap ‘dalam’ dan
selanjutnya sikap ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai
hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakter individu)
dan faktor luar (faktor eksternal). Azwar (2003: 102) mengemukakan, banyak faktor
internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini, dan masa datang yang ikut
mempengaruhi perilaku manusia.
Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat
kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi
pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan
memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku. Bahkan, kadang-kadang
kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal ini menjadikan prediksi
perilaku lebih kompleks (Azwar,2003: 105).
Icek Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar, 2003: 107) mengemukakan teori tindakan
beralasan (Theory of reasoned action) dengan mencoba melihat antesenden penyebab
perilaku volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri). Teori ini didasarkan
9
pada asumsi-asumsi (a) manusia pada umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara
yang masuk akal, (b) manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan (c)
secara eksplisit dan implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.
Kotler
(1980:
94)
mengemukakan
bahwa
karakteristik
individu
dapat
diklasifikasikan ke dalam karakteristik demografik dan psikografik. Karakteristik
demografik mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, penghasilan, pekerjaan,
pendidikan, agama, ras, kebangsaan, dan tingkat sosial. Karakteristik psikografik meliputi
gaya dan kepribadian.
Lionberger (1960: 78) menyatakan bahwa karakteristik individu atau personal
faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, dan karakter psikologis.
Termasuk dalam karakteristik psikologis adalah rasionalitas, fleksibilitas mental,
dogmatisme, orientasi terhadap usaha tani, dan kecenderungan atau kemudahan mencari
informasi.
Ada dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu
kekuatan sosial budaya dan kekuatan psikologis. Kekuatan sosial budaya terdiri atas
faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan (small reference groups), dan keluarga.
Kekuatan psikologis terdiri atas pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan,
gambaran diri (selfconcept) (Mangkunegara, 2005: 112).
Lebih lanjut, Mangkunegara (2005:113) mengemukakan kebutuhan merupakan
fundamen yang mendasari perilaku konsumen. Menurutnya, kita tidak mungkin
memahami perilaku konsumen tanpa mengerti kebutuhannya. Berdasarkan teori Gestalt,
faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku
konsumen. Lingkungan budaya dibentuk oleh tingkat kelas sosial dan kelompok anutan
(Mangkunegara,2005: 114).
Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan keyakinan sangat
berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek, dan pelayanan. Sikap dan
keyakinan konsumen
terhadap suatu produk atau merek dapat diubah melalui
komunikasi persuasif dan pemberian informasi yang efektif kepada konsumen
(Mangkunegara, 2005).
Notoatmodjo (2005: 133) menyatakan bahwa perilaku terbentuk di dalam diri
seseorang dari dua faktor utama, yaitu stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang
10
(faktor eksternal) dan respons merupakan factor dari dalam diri orang yang bersangkutan
(faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus ialah lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dari
penelitian-penelitian sebelumnya, faktor eksternal yang paling besar perannya dalam
membentuk perilaku manusia yang meliputi faktor sosial budaya. Adapun faktor internal
yang menentukan perilaku ialah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi,
sugesti, dan sebagainya.
Barker dalam Sarwono (2001: 67) mengemukakan teori Behaviour Setting,
manusia berperilaku sesuai dengan setting (tatanan) lingkungan. Di tempat yang sama,
perilaku dapat berbeda jika tatanan tempat itu berbeda. Dalam penelitian ini, faktor
internal yang diduga berhubungan dengan perilaku pembaca Senior dalam memperoleh
informasi mengenai gaya hidup sehat meliputi umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah
keluarga, dan kekosmopolitan. Berikut ini diberikan definisi kamus tentang beberapa
istilah yang dipakai :
1. Umur. Poerwadarminta (1984: 222) menyebut istilah umur sebagai lama waktu
hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).
2. Pendidikan adalah proses pengembangan diri dan kepribadian seseorang yang
dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan (Nasution, 1987:121).
3. Pekerjaan. Poerwadarminta (1984: 132) mengemukakan istilah ini sebagai sesuatu
yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian.
4. Keluarga. Muhammad (2005: 104) menyebut istilah ini sebagai kesatuan antara
suami sebagai ayah, istri sebagai ibu, dan anak sebagai keturunan mereka.
Mangkunegara (2005: 96) mendefinisikan keluarga sebagai unit masyarakat yang
terkecil.
5. Pengalaman ialah kejadian atau peristiwa yang pernah dilalui seseorang selama
hidup (Poerwadarminta, 1987: 128).
6. Kosmopolitan adalah kesediaan seseorang untuk berusaha mencari ide-ide baru di
luar lingkungannya atau tingkat keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh
dari luar (Rogers dan Shoemaker, 1971:128).
11
Adapun faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan perilaku pembaca
Senior dalam memperoleh informasi mengenai gaya hidup sehat meliputi lingkungan
fisik dan lingkungan sosial budaya. Lingkungan fisik yaitu kemasan tabloid Senior
yang meliputi topik, bahasa, rubrikasi, dan desain. Lingkungan sosial budaya terdiri
atas nilai, proses sosialisasi, dan image kelompok.
Definisi beberapa istilah faktor ekternal dapat dilihat di bawah ini :
1. Topik. Depdikbud (2003: 133) menyebut topik sebagai ide pokok.
2. Bahasa. Depdikbud (2003: 94) menyebut bahasa sebagai lambang bunyi yang
memiliki arti.
3. Rubrikasi. Purwanto (1998: 66) menyebut rubrikasi sebagai pengaturan kepala
karangan (ruangan) berdasarkan aspek atau tema tertentu.
4. Lingkungan sosial budaya. Muhammad (2005: 69) mendefinisikan lingkungan
sosial budaya sebagai sejumlah manusia yang hidup berkelompok dan saling
berinteraksi secara teratur guna memnuhi kepentingan bersama
5. Konsep diri (selfconcept) ialah cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu
tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan (Machfoedz,2005: 78).
6. Pengaruh kelompok (image kelompok) ialah cara pandang individu akibat
pengaruh kelompoknya (Machfoedz,2005: 54).
7. Nilai. Menurut Perry (Muhammad,2005:28), nilai ialah segala sesuatu yang
menarik
bagi
manusia
sebagai
subjek.
Sejalan
dengan
itu,
Pepper
(Muhammad,2005: 59) menyebut nilai sebagai segala sesuatu tentang yang baik
dan yang buruk.
8. Proses sosialisasi ialah pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal
(usia kanak-kanak) hingga saat sekarang (Mangkunegara, 2005: 44).
Kesehatan
Irianto dan Waluyo (2004: 55) mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan
yang utuh dinamis dalam siklus kehidupan. Manusia dapat berfungsi dan menyesuaikan
diri secara terus-menerus terhadap setiap perubahan yang timbul demi memenuhi
12
kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari. Machfoedz dkk (2005: 87) dengan
mengutip UU No. 23 Tahun 1992 menyebut definisi kesehatan, yakni keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Kesehatan adalah upaya dari, oleh, dan untuk masyarakat yang
diwujudkan sebagai gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Berdasar batasan WHO
(Machfoedz, 2005: 101), tujuan pendidikan kesehatan ialah untuk mengubah perilaku
orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat.
Lebih lanjut, Yustina (2003: 222) mengemukakan, kesehatan pada hakekatnya
merupakan masalah multikausal sehingga pendekatannya pun harus dilakukan dengan
multidimensi. Untuk kasus-kasus yang membutuhkan penyembuhan fisik, pengobatan
secara kuratif bisa jadi dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam peningkatan
kesehatan manusia. Namun umumnya, pendekatan tersebut tidak berdiri sendiri. Orang
yang sembuh secara fisik biasanya
masih membutuhkan pendekatan lain untuk
menghindari terjadinya kejadian yang sama atau penyakit lainnya, diperlukan pula
pendekatan yang bersifat preventif. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan memberi
definisi kesehatan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan
definisi tersebut, tidak saja tubuh dan jiwa yang menjadi ukuran sehat bagi seseorang,
tetapi juga kehidupan sosialnya.
Perilaku Kesehatan
Perilaku sehat adalah perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan
(Machfoedz, 2005: 155). Orang akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan
dasar yang disebut Maslow ( Machfoedz 2005:153)) terdiri atas kebutuhan pokok
(makan, minum), rasa aman, cinta kasih, dihargai dan dihormati, dan penampilan diri.
Kebutuhan lain bersifat sekunder. Namun, dikatakan Azwar (Machfoedz,2005:94)
terciptanya keadaan sehat sebenarnya juga termasuk kebutuhan dasar manusia. Hal ini
yang perlu dididikkan kepada masyarakat melalui system pendidikan kesehatan.
13
Notoatmodjo (2005:59) mengemukakan, perilaku kesehatan (healthy behavior)
ialah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan). Dengan
perkataan lain, perilaku kesehatan ialah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik
yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Azwar (Machfoedz, 1983: 138) membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan
pendidikan kesehatan menjadi tiga macam, (1) perilaku yang menjadikan kesehatan
sebagai suatu yang bernilai di masayarakat, (2) secara mandiri mampu menciptakan
perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam
kelompok, dan (3) mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan
kesehatan yang ada secara tepat.
Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya ialah sejumlah manusia yang hidup berkelompok dan
saling berinteraksi secara teratur guna memnuhi kepentingan bersama (Muhammad,
2005:107). Sistem nilai budaya yang dikembangkan Kluckhohn (Koentjaraningrat, 1982)
berorientasi pada lima masalah pokok dalam kehidupan manusia, yaitu hidup manusia,
karya manusia, kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, hubungan manusia dengan
alam, dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Muhammad (2005:110) membagi kelompok sosial budaya menjadi empat tipe,
yaitu
tipe kelompok sosial budaya berdasarkan (1) kesatuan geografis, (2) ikatan
perkawinan dan hubungan darah, (3) kepentingan bersama, dan (4) keahlian profesional.
Tipe kelompok sosial budaya modern berdasarkan kepentingan bersama dan keahlian
profesional yang berhimpun dalam organisasi kemasyarakatan yang dibentuk dengan
Anggaran Dasar, diketahui dan diakui masyarakat luas atau pemerintah.
14
Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan dengan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2005:72) aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan
dan perilaku kesehatan meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sosial ekonomi.
Menurut Elling (Notoatmodjo, 2005:75) faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku
kesehatan antara lain self concept dan image kelompok. Foster (Notoatmodjo, 2005:110)
mengatakan, aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara lain
tradisi, sikap fatalisme, nilai, ethnocentrism, dan unsur budaya.
Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Kesehatan menjadi salah satu indikator untuk menentukan Human Development
Index (HDI), yang dinyatakan dalam tingkat harapan hidup. Dalam konteks HDI,
sebagaimana yang dilaporkan United Nations Development Programme (UNDP), HDI
Indonesia masih menempati posisi 102 dari 162 negara di dunia. Untuk mensejajarkan
diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia, Indonesia harus melakukan berbagai upaya
meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, termasuk bidang kesehatan Yustina
(2003: 274).
Pada tahun 1950 dalam Undang-Undang Pokok Kesehatan No.9, pendidikan
kesehatan tercantum pada pasal 3 ayat 2. Pemerintah mulai mencanangkan pentingnya
menggerakkan masyarakat dan memberikan perlindungan kesehatan untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Di Depatemen kesehatan, badan khusus yang
mengelola kesehatan awalnya adalah Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang
bernaung
di
bawah
Direktorat
Jenderal
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat
(Machfoedz,2005: 122).
Memasuki abad ke-21 telah dicanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan
Kesehatan yang dilandasi paradigma baru di bidang kesehatan yang disebut paradigma
sehat. Cita-citanya mewujudkan paradigma sehat menuju Indonesia sehat 2010. Untuk
itu, pelaksanaan dari pendidikan kesehatan kini di bawah koordinasi Direktorat Promosi
15
Kesehatan yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
(Machfoedz, 2005: 125).
Di Indonesia, masalah- masalah kesehatan masyarakat yang masih memerlukan
penanganan yang serius tercatat cukup banyak, antara lain meliputi kematian ibu
melahirkan, kematian bayi, anak balita yang kurang gizi, ibu hamil yang anemia, demam
berdarah, dan masalah-masalah lain yang umumnya menyangkut perilaku manusianya,
seperti kebiasaan merokok, kebiasaan hidup bersih dan sehat, dan sebagainya. Mengingat
pentingnya masalah kesehatan yang merupakan investasi pembangunan ini, maka dalam
paradigma sehat nasional yang memiliki visi “Indonesia Sehat 2010”, pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan masyarakat menjadi salah satu proiritas utama dalam kehidupan
manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia. Setiap bidang pembangunan harus
berwawasan sehat, setidaknya berkontribusi untuk mengembangkan lingkungan dan
perilaku hidup sehat (Yustina, 2003:175)
Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan
yang dilakukan
dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bias melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan Azwar (Machfoedz,2005: 201). Penyuluhan untuk
pendidikan secara umum adalah untuk mengubah perilaku yang kurang sehat menjadi
sehat. Perilaku kurang sehat tersebut bukan suatu penyakit, tetapi suatu perilaku yang
terjadi karena kebiasaan atau adat atau karena masalah budaya yang lain.
Slamet (2000:20) mengatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan adalah ilmu
yang mempelajari perubahan perilaku manusia dalam pembangunan melalui aktivitas
pembelajaran, pengalaman belajar (partisipasi) dalam pembangunan. Lebih lanjut,
dikatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan bukanlah ilmu murni, melainkan ilmu
terapan yang dibangun dari perangkuman konsep-konsep ilmiah dari beberapa disiplin
ilmu yang relevan, yaitu pendidikan, psikologi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial,
dan manajemen.
16
Rahayu (2003:257) mengatakan bahwa berbagai aspek pembangunan yang
berorientasi pada perubahan tindakan atau perilaku manusia dalam pembangunan sudah
selayaknya menjadi bidang kajian ilmu penyuluhan pembangunan. Yustina (2003:274)
menyebutkan bahwa penyuluhan yang merupakan pendidikan nonformal, mempelajari
bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia
dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan
menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang tersebut
menjadi lebih baik.
Dikaitkan dengan empat upaya kesehatan masyarakat, yakni preventif, kuratif,
promotif, dan rehabilitatif, penyuluhan dibutuhkan pada kesemua upaya tersebut
(Yustina, 2003:274). Sejalan dengan itu, Mardikanto (1993) menilai bahwa kegiatan
penyuluhan seharusnya ditempatkan sebagai faktor kunci keberhasilan pembangunan,
yaitu
melaksanakan
fungsi-fungsi
(Lionberger,1982:134):
distribusi,
informasi,
pemecahan masalah, serta fasilitator untuk pengambilan keputusan.
Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan ialah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator baik melalui media cetak,
eketronika (TV, radio, computer, dan sebagainya) maupun media luar ruang sehingga
sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah
perilakunya kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo,2005:200). Promosi
kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang
disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami sehingga sasaran dapat mempelajari
pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya, yakni perilaku yang
positif (Notoatmodjo,2005: 2002).
Notoatmodjo (2005: 2005) menyebutkan tujuan media promosi kesehatan yaitu (1)
media dapat mempermudah penyampaian informasi, (2) media dapat menghindari
kesalahan persepsi, (3) dapat memperjelas informasi, (4) media dapat mempemudah
17
pengertian, (5) mengurangi komunikasi yang verbalistik, (6) dapat menampilkan objek
yang tidak bisa ditangkap dengan mata, dan (7) memperlancar komunikasi.
Metode Pendidikan di Media Cetak
Notoatmodjo (2005: 220) membuat definisi mengenai media cetak, yakni suatu
media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa
media cetak pada umumnya terdiri atas gambaran sejumlah kata, gambar, atau foto dalam
tata warna yang macamnya bisa berupa poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar,
lembar balik, stiker, dan pamlet.
Menurut Notoatmodjo (2005:223), fungsi utama media cetak ialah memberi
informasi dan menghibur. Kelebihan media cetak ialah tahan lama, mencakup banyak
orang, biaya murah, tidak perlu listrik, dapat dibawa ke mana-mana, dapat mengungkit
rasa keindahan, mempermudah pemahaman, dan meningkatkan gairah belajar. Adapun
kelemahannya ialah media ini tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak serta
mudah terlipat.
Asngari (2005: 98) mengemukakan, proses pendidikan akan berhasil apabila
didukung suasana yang bebas dan demokratis. Suasana yang demikian merupakan sarana
yang kondusif untuk terjadinya proses belajar dan berpikir. Asngari (2001: 99) juga
mengatakan, proses penyampaian informasi dari agen pembaruan kepada klien harus
komunikatif, yaitu isi pesan harus bermakna bagi klien; caranya harus persuasif dan
bukan paksaan; serta dapat diterima dengan menyenangkan.
Lebih jauh, Asngari (2001: 102) membuat definisi mengenai komunikasi, yaitu
suatu proses hubungan antarmanusia yang dapat dilakukan secara primer (langsung) dan
sekunder (tidak langsung), yakni dengan menggunakan media atau alat. Komunikasi itu
dapat (1) intrapersonal, (2) interpersonal, dan (3) massal. Komunikasi intrapersonal
adalah komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri, misalnya membaca suatu artikel atau
melihat acara TV. Merenung, mencamkan, dan usaha memahami makna artikel
merupakan komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri. Komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antar dua orang atau lebih, baik tatap muka antar pribadi perorangan ataupun
18
dalam kelompok. Komunikasi massa adalah komunikasi yang massal sifatnya. Media
massa mempunyai pengaruh/kekuatan yang dasyat pada masyarakat. Dengan begitu,
media massa banyak dimanfaatkan dalam menyebarluaskan informasi IPTEK, lebih-lebih
hasil penemuan-penemuan baru.
Pengaruh Media Massa Cetak terhadap Perilaku Masyarakat
Sebagai bagian dari sistem kehidupan masyarakat maka media massa cetak
mempunyai peranan dalam perubahan sosial dan pembaruan masyarakat (Oepen,
1988:88). Hal ini terjadi karena media massa jangkauannya luas sekali dengan kecepatan
yang tinggi. Schramm (1982: 99) mengatakan, peranan media yang paling cocok dengan
pembangunan ialah sebagai agen perubahan (agent of change). Lebih lanjut dikatakan
Mc. Luhan (Oepen,1988: 110), inovasi atau perubahan dalam teknologi banyak
mempengaruhi pembangunan.
Media massa tidak hanya berperan dalam menimbulkan dan memberikan
informasi, tetapi lebih jauh dapat diarahkan untuk tujuan-tujuan penyuluhan dan
pendidikan masyarakat. Dalam program-program pembangunan media massa sangat
nyata. Program keluarga berencana, medernisasi pertanian seperti Bimas/Inmas, program
perbaikan gizi, dan sebagainya secara intensif menggunakan media massa. Menyadari
potensi yang dimiliki oleh media massa dalam menyebarluaskan informasi serta
perubahan sikap mental masyarakat maka diperlukan pemikiran tentang pemilihan media
dengan cara-cara penggunaan media tersebut sehingga benar-benar dapat dimanfaatkan
secara efektif dan efisien (Oepen, 1988: 112).
Lebih lanjut, dikatakan Schramm (1982: 164) bahwa efek media massa adalah
perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan. Karena fokusnya pesan maka efek
yang terjadi berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa. Rakhmat
(2001: 165) membagi efek media massa tersebut menjadi dua, yaitu kehadiran media
massa secara fisik dan kehadiran media massa menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
behavioral.
Sejalan dengan itu, Mc Luhan (Rakhmat, 2001: 167) mengatakan, dari bentuk
media atau bentuk fisik saja, media massa sudah mampu mempengaruhi orang. Dengan
begitu, menurut Mc Luhan, isi pesan tidak mempengaruhi khalayak. Dia menyebut
19
bahwa efek media massa adalah kehadirannya sebagai benda fisik. Chaffee
(Rakhmat,2001: 169) menyebut lima hal : (1) efek ekonomis, (2) efek sosial, (3) efek
pada penjadwalan kegiatan, (4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertenu, dan
(5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek ekonomis, kehadiran media massa mampu menggerakkan berbagai usaha:
produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa. Kehadiran surat kabar berarti
menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas koran, menyuburkan pengusaha percetakan
dan grafika, memberi pekerjaan kepada wartawan, ahli rancang grafis, pengedar,
pengecer, pencari iklan, dan sebagainya.
Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat
kehadiran media massa. Kehadiran media massa mampu meningkatkan status sosial
pemiliknya. Efek pendjadwalan kembali kegiatan sehari-hari ialah kemampuan media
massa mengubah jadwal seseorang berkaitan dengan aktivitas sehari-harinya, misalnya
jadwal bangun pagi untuk membaca koran terlebih dahulu sebelum pergi ke kantor, dan
sebagainya. Efek penghilangan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa,
dan sebagainya. Media digunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikannya.
Efek penumbuhan perasaan tertentu ialah kemampuan media massa untuk menumbuhkan
perasaan tertentu (senang atau percaya) pada media massa tertentu. Ini dimungkinkan erat
kaitannya dengan pengalaman individu bersama media tersebut, misalnya faktor isi pesan
yang sangat berpengaruh kepada pembaca, kemudian jenis media yang menarik, dan
sebagainya (Rakhmat, 2001: 170)
Efek media massa selanjutnya meliputi efek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek
kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi
khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan,
atau informasi. Efek timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau
dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap dan nilai. Efek
behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola tindakan,
kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2001: 171)
Pengaruh positif media massa cetak adalah dapat memberikan pengetahuan
tentang informasi di belahan dunia lain. Masyarakat secara tidak sadar akan saling
20
berkompetisi dalam menguasai informasi dan menuju kepada kehidupan modernitas
dengan menambah apresiasi pola pikir masyarakat (Rakhmat,2001: 172).
Bentuk Media Cetak
Wibowo (2001: 53) membuat definisi dari lima bentuk media cetak, yaitu :
(1) Majalah, yaitu publikasi atau terbitan berkala yang memuat berbagai artikel, beritaolahan (depth reporting), berita investigatif, cerita, dan iklan. Majalah dicetak dalam
lembaran kertas berukuran kuarto, folio, atau bahkan lebih kecil, dan dijilid seperti
buku. Berdasarkan visi dan posisi pembacanya (segmentasi), bentuk majalah terbagi
atas majalah foto, majalah anak-anak, majalah berita, majalah ilmiah (scientific
magazine), majalah keagamaan (religious periodicals), majalah keluarga (home
magazine), majalah remaja (juvenile weekly), majalah sari tulisan (magazine digest),
majalah wanita, majalah sastra, majalah budaya, majalah hiburan (popular
magazine).
(2) Jurnal, yaitu catatan harian ata buku harian. Sebagai salah satu ragam bentuk tulisan
pribadi (di samping esai), jurnal memang memuat kisah, pengalaman, pikiran, atau
peristiwa yang secara runtut menimpa pribadi penulisnya. Oleh karena itu, jurnal
ditulis dengan gaya yang sangat bebas dan biasanya tertutup bagi orang lain. Namun,
dalam beberapa kasus, setelah diterbitkan, jurnal berguna bagi orang lain. Dewasa ini,
dikenal pula dengan sebutan jurnal ilmiah, yakni penerbitan berkala yang diterbitkan
perguruan tinggi (misalnya, dua kali setahun). Wujudnya, bisa serupa
majalah,
koraan, atau buletin. Isinya sangat khas, yakni hasil penelitian atau hasil terobosan
baru yang dilakukan kalangan akademik. Di Indonesia, eksistensi jurnal ilmiah
dipagari oleh sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh pihak Direktorat Pendidikan
Tinggi, Depdiknas RI.
(3) Koran (newspaper), yaitu atau surat kabar adalah penerbitan berkala (biasanya tiap
hari sehingga disebut pula harian) yang berisikan artikel, berita-langsung (straigh
news), atau iklan. Wujud koran berupa lembaran kertas ukuran plano. Berdasarkan
tujuan dan sasarannya, pada umumnya muncul dalam motto, jenis koran yang umum
21
anatara lain adalah koran independen, koran partai, dan koran kuning (menyajikan
berita sensasional).
(4) Tabloid, yaitu kumpulan berita olahan atau berita investigasi, artikel, cerita, atau
iklan yang terbit berkala (biasanya tiap minggu), dan dicetak dalam kertas yang
ukurannya lebih kecil ketimbang plano (broadsheet). Dewasa ini, tabloid di tanah air
memfokuskan pemberitaannya pada segmentasi tertentu, seperti tabloid wanita,
tabloid politik, tabloid pria, atau tabloid anak-anak.
(5) Buletin (bulletin), yaitu kumpulan cerita, artikel, cerita, atau iklan yang terbit berkala
dan dicetak dalam kertas berukuran broadsheet. Wujudnya mirip majalah, namun
jauh lebih sederhana. Sesuai tujuan penerbitannya, biasanya buletin tidak dipasarkan
secara umum. Ia lebih merupakan penerbitan intern suatu organisasi (terkelompok
sebagai inhouse magazine).
Daniel dalam Investor Daily (2005: 7) mengatakan, perubahan surat kabar
Indonesia memperkuat tren pembaca abad XXI. Jika koran tidak mengikuti, efeknya
cukup berbahaya, yaitu ditinggal pembaca. Dengan demikian, gerak-gerik koran bukan
semata muncul karena pertimbangan internal. Faktor pembaca, sangat turut menentukan.
Karakter masyarakat kota atau urban sangat mempengaruhi wajah koran. Masyarakat
yang menuntut efisiensi dan keprakisan harus menjadi pertimbangan para pengelola
koran (Slamet, 2005: 7).
Dorimulu (Slamet, 2005: 9) mengatakan, perubahan surat kabar umumnya tidak
hanya menyangkut ukuran. Pada era digital, pembaca sibuk ingin menangkap informasi
surat kabar dalam tempo singkat. Untuk memenuhi tuntutan pembaca modern inilah surat
kabar menampilkan berita
yang dipadukan dengan desain grafis, gambar, dan foto
menarik.
Surat kabar Indonesia terus berkembang mengikuti kebutuhan dan selera pembaca
yang terus berubah sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Pengaruh cukup besar
terhadap gaya hidup masyarakat pembaca adalah kemajuan teknologi audiovisual dan
internet (Slamet, 2005: 9).
Oepen (1988: 89) mengatakan, sejarah pers Indonesia ditandai oleh orientasi
perkotaan dan kendala-kendalanya berhubungan dengan adanya sensor. Meskipun, oplag
surat kabar per hari terus meningkat dari 1,2 juta pada tahun 1979 menjadi 3,5 juta pada
22
tahun 1984 dan mencapai 15 juta pada tahun 1988. Namun, peningkatan jumlah oplag
tersebut tidak dibarengi dengan peredaran yang merata pada sektor kota-kota besar dan
kota-kota kecil. Peredaran surat kabar paling besar terdapat di kota-kota besar di Pulau
Jawa.
23
Download