13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Business Cycle Sepanjang sejarah, pertumbuhan ekonomi kerap diganggu oleh penurunan output. Meski berlangsung dalam periode yang relatif singkat, penurunan PDB biasanya diiringi oleh peningkatan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah mencoba untuk menstabilisasi perilaku makroekonomi melalui kebijakan ekonomi. Burns dan Mitchell (1946) mendefinisikan business cycle sebagai fluktuasi yang terjadi pada kegiatan perekonomian agregat suatu negara, berulang tapi tidak terjadi secara periodik, lebih rincinya sebagai berikut: “Business cycles are a type of fluctuation found in the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprises: a cycle consists of expansions occurring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recessions, contractions, and revivals which merge into the expansion phase of the next cycle; this sequence of changes is recurrent but not periodic; in duration business cycles vary from more than one year to ten or twelve years …”. Lucas (1976) mendefinisikan business cycle sebagai fluktuasi berulang output dan pengangguran disekitar trend. Menurut Prescott (1998), kuncinya adalah pada comovement diantara time series ekonomi. Menurut Diebold dan Rudebusch (1994), definisi Burns dan Mitchell diatas mencakup dua unsur. Pertama adalah peran comovement diantara variabelvariabel ekonomi dalam penentuan titik balik atau turning point dari business cycle. Hal ini menjadi isu utama dalam metodologi mereka. Burns dan Mitchell menggunakan ratusan series seperti output, suku bunga dan sebagainya. Mereka mengelompokkan turning point series tersebut sehingga dapat ditentukan tanggal titik balik keseluruhan business cycle. Dari metode tersebut dapat diketahui indeks komposit leading, coincident dan lagging. Kedua adalah membagi business cycles menjadi fase-fase yang berbeda yaitu memperlakukan ekspansi berbeda dengan kontraksi. 14 Dalam jangka panjang PDB cenderung terus meningkat. Namun dalam jangka pendek PDB fluktuatif, naik dan turun, karena ada kekauan dalam harga dan upah (Makin 2002). Sumber: Makin, 2002 Gambar 4 Business Cycle Gambar 4 menunjukkan hubungan antara business cycle dengan trend PDB. Pola puncak atau peak dan lembah atau trough dalam kegiatan makroekonomi disebut sebagai business cycle. Ketika PDB turun yaitu ketika PDB bergerak dari peak menuju ke trough, maka perekonomian mengalami resesi atau kontraksi. Untuk praktisnya, perekonomian dikatakan dalam kondisi resesi jika PDB turun lebih dari dua triwulan berturut-turut. Ketika PDB bergerak dari trough menuju ke peak maka perekonomian berada dalam fase pemulihan atau recovery atau dalam periode ekspansi. Pemulihan yang terlalu kuat dikatakan sebagai overheating. Satu siklus penuh dalam aktivitas perekonomian agregat bisa diukur dari satu lembah ke lembah berikutnya atau dari satu puncak ke puncak lainnya (Makin 2002). Jarak antara puncak dan garis trend yang bersesuaian merupakan deviasi siklus dari trend jangka panjangnya. 2.2 Teori Business Cycle Studi business cycle dikelompokkan menjadi tiga teori yaitu Real Business Cycle, New Keynesian Business Cycle dan Monetary Business Cycle. Menurut Saphiro dan Watson (1988), esensi dari teori Keynesian bahwa dalam jangka pendek, kesediaan agen untuk menyerap output dalam perekonomian menentukan kuantitas output yang diproduksi. Dalam teori ini, guncangan terhadap aggregat demand akan menggerakkan perekonomian menjauh dari level output naturalnya 15 secara sementara dimana level output natural ditentukan oleh stok kapital, tenaga kerja dan teknologi dalam keseimbangan jangka panjangnya. Dilain pihak, teori klasik dan neo klasik tidak membenarkan kemungkinan bahwa output bisa terdeviasi dari keseimbangan jangka panjangnya kecuali dalam periode yang sangat singkat. Dalam teori ini harga dan tingkat pengembalian menyesuaikan dengan cepat sehingga perubahan dalam aggregat demand tidak menyebabkan perubahan output. Teori ini menjadi landasan kajian Real Business Cycle (RBC) dimana variabel nominal tidak bisa memengaruhi variabel riil. Sedangkan kaum monetaris berpendapat bahwa satu-satunya faktor yang dapat memengaruhi output adalah faktor moneter. Dalam penelitian ini digunakan teori New Keynesian. Mazhab New Keynesian berkembang sebagai respon atas kritik New Classical terhadap Keynesian tradisional. New Keynesian menambahkan pondasi mikroekonomi dalam teori ekonomi Keynesian tradisional. Asumsi mazhab New Keynesian adalah rumahtangga dan perusahaan berekspektasi secara rasional. Selain itu, terjadi kegagalan pasar bahwa terjadi persaingan tidak sempurna dalam harga dan penentuan upah sehingga menjelaskan mengapa harga-harga dan upah menjadi kaku yang artinya tidak menyesuaikan secara cepat perubahan dalam kondisi perekonomian. Kegagalan pasar dan kekakuan upah tersebut menyebabkan makroekonomi tidak dapat mencapai tingkat full employment. Oleh karena itu perlu intervensi pemerintah berupa kebijakan fiskal dan intervensi melalui kebijakan moneter oleh bank sentral agar tercapai kinerja ekonomi yang lebih efisien dibandingkan yang dicapai ketika perekonomian diserahkan semua kepada pasar atau laisses faire. Nominal rigidities atau kekakuan harga dan upah ini yang menjadi fokus model New Keynesian. Harga lambat menyesuaikan karena ada menu cost yaitu biaya kecil yang harus dibayar untuk menyesuaikan harga nominal seperti biaya membuat katalog, daftar harga atau harga menu. Nominal rigidities inilah yang menyebabkan fluktuasi jangka pendek dari variabel-variabel riil. Ketika harga output kaku dalam jangka pendek maka guncangan nominal seperti ekspansi moneter yaitu peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan harga output dengan proporsi yang relatif lebih kecil dibandingkan perubahan uang beredar. 16 Hal ini menyebabkan upah riil turun akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat sehingga lebih banyak output yang dihasilkan. Oleh karena itu, intervensi otoritas moneter dengan ekspansi moneter dapat menimbulkan fluktuasi jangka pendek pada variabel riil seperti output dan tenaga kerja. Teori New Keynesian menyatakan bahwa fluktuasi ekonomi makro disebabkan oleh fluktuasi pada permintaan agregat dan penawaran agregat. Intinya bahwa guncangan nominal dapat memengaruhi variabel riil akibat adanya kekakuan harga dan upah nominal serta kegagalan pasar. Pemerintah maupun otoritas moneter membuat suatu kebijakan dengan tujuan meredam fluktuasi yang berlebihan dalam perekonomian. Ketika perekonomian menghadapi masa resesi maka diperlukan kebijakan yang ekspansif yang mampu membawa perekonomian keluar dari resesi. Sedangkan ketika perekonomian sedang overheating maka perlu dilakukan kebijakan yang kontraktif untuk meredam inflasi. Agar berdampak pada level mikro, maka kebijakan makro yang dibuat haruslah mempertimbangkan kondisi mikro yang sesuai dengan realita. Kondisi mikro dengan asumsi pasar persaingan sempurna, harga yang sangat fleksibel, pergerakan sumber daya yang sempurna dan tidak terjadi eksternalitas, tidak sesuai dengan realita. Sehingga yang cocok dengan realita adalah mazhab New Keynesian (Siregar 2009). Oleh karena itu, kajian business cycle pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka New Keynesian. Selain itu, hasil penelitian sebelumnya seperti Siregar dan Ward (2000) dan Supriana (2004) juga membuktikan bahwa fluktuasi ekonomi atau business cycle dapat dijelaskan secara lebih baik oleh model yang berlandaskan teori New Keynesian. 2.3 Model Business Cycle New Keynesian Indonesia IS-LM merupakan salah satu model makroekonomi dasar (Blanchard & Fisher 1993). Model IS-LM Keynesian menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi yaitu deviasi PDB dari trend-nya disebabkan oleh berbagai penyebab potensial seperti guncangan terhadap konsumsi rumahtangga, perubahan kebijakan fiskal dan moneter, guncangan terhadap permintaan investasi dan perubahan fungsi permintaan uang. Menurut teori New Keynesian, selain permintaan agregat, penawaran agregat juga menjadi penyebab fluktuasi. 17 Dalam perekonomian terbuka, model IS-LM Keynesian disebut Model Mundell-Flemming, dikembangkan oleh Robert Mundell dan Marcus Fleming pada awal tahun 1960-an. Model ini mengasumsikan tingkat harga domestik dan asing adalah tetap, barang domestik dan asing tidak bersubstitusi sempurna tetapi aset domestik dan asing bersubstitusi sempurna serta menghasilkan ekspektasi return yang sama. Negara adalah small open economy sehingga variabel luar negeri adalah given dan tidak terpengaruh oleh tindakannya (Mankiw 1993). 2.3.1 Sisi Permintaan Kurva IS atau investment equal saving menunjukkan hubungan antara suku bunga domestik dengan pendapatan nasional. Kondisi dasar agar ekuilibrium di pasar barang dan jasa di perekonomian yaitu: total pengeluaran (C + I + G + NX) = total pendapatan nasional (Y) sehingga dapat ditulis menjadi: Y = C + I + G + NX (1) dimana: C = I = Konsumsi, merupakan fungsi dari pendapatan atau πΆ = π(π) r = Suku bunga riil, dimana r = suku bunga nominal (π) - ekspektasi Investasi, merupakan fungsi dari suku bunga riil atau πΌ = πΌ(π) inflasi (π π ) atau ditulis menjadi: π = π − π π . Diasumsikan di G = jangka pendek π π = 0 maka: π = π Kebijakan fiskal atau pengeluaran pemerintah, merupakan variabel eksogen NX = Net ekspor, merupakan selisih antara ekspor dan impor. Menurut Makin (2002), dalam model Mundell-Fleming dasar, perubahan kurs nominal menyebabkan perubahan yang ekuivalen dengan kurs riil karena ada asumsi bahwa harga domestik (π) dan harga asing (π′ ) adalah fixed dalam jangka pendek. Perubahan daya saing ini akan memengaruhi aliran ekspor dan impor. Membaiknya daya saing akan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor sehingga meningkatkan net ekspor. Oleh karena itu fungsi net ekspor menjadi: 18 ππ ′ ππ = ππ( π , π ∗ ) dimana π adalah kurs nominal, yang didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang domestik. Diasumsikan pendapatan dunia (π ∗ ) tetap dan tidak masuk dalam model. Persamaan (1) dapat ditulis kembali menjadi: ππ ′ π = πΆ(ππ ) + πΌ(π) + πΊΜ + ππ οΏ½ π οΏ½ π = π΄ οΏ½π, ππ , ππ ′ π , πΊΜ οΏ½ Equilibrium condition menyatakan bahwa pendapatan sama dengan output maka: ππ = π, maka selanjutnya digunakan notasi π. Persamaan diatas ditulis sebagai berikut: π = π΄ οΏ½π, dimana: ππ΄ ππ ππ ′ π , πΊΜ οΏ½ (2) < 0. Kenaikan suku bunga menyebabkan penurunan investasi sehingga menurunkan output. ππ΄ ππ′ ) π π( > 0 . Depresiasi kurs riil menyebabkan kenaikan net ekspor sehingga meningkatkan output. Keseimbangan di pasar uang ditunjukkan oleh kurva LM atau liquidity preference equals money. Diasumsikan tidak ada substitusi mata uang, maka permintaan uang riil atau preferensi likuiditas residen dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: π π = πΏ(π, π) (3) dimana: π = permintaan uang riil agregat π i = suku bunga nominal Y = output riil atau pendapatan Jumlah uang yang diminta dalam perekonomian tergantung dari suku bunga nominal dan pendapatan. Makin tinggi suku bunga nominal maka makin besar opportunity cost memegang aset dalam bentuk uang yang tidak menghasilkan 19 bunga sehingga ππΏ ππ < 0. Makin tinggi pendapatan maka makin besar belanja dalam perekonomian sehingga kebutuhan uang untuk melakukan transaksi sehari-hari ππΏ makin meningkat sehingga ππ > 0. Money supply, π π , ditentukan secara independen oleh bank sentral. Suku bunga keseimbangan ditentukan dari keseimbangan di pasar uang yaitu antara permintaan uang dan penawaran uang. Dalam perekonomian terbuka untuk small economy, suku bunga domestik sama dengan suku bunga dunia (π ∗ ) atau ditulis sebagai π = π ∗ . Tindakan domestik tidak dapat memengaruhi perekonomian dunia sehingga suku bunga dunia given atau ditetapkan sebagai eksogenous dalam model. Suku bunga domestik tidak lagi menyeimbangkan tabungan domestik dan investasi domestik. Karena asumsi perfect capital mobility, maka residen domestik selalu memiliki akses penuh pada pasar keuangan dunia. Oleh karena itu, ketika tabungan domestik lebih rendah dari investasi domestik, residen suatu negara dapat meminjam dari Rest of the World (ROW) dengan suku bunga sebesar π ∗ . Begitu juga ketika investasi domestik lebih rendah dari tabungan domestik maka residen domestik dapat menginvestasikan dananya di luar negeri atau meminjamkannya ke ROW dengan suku bunga sebesar π ∗ . Perekonomian dalam keseimbangan jika IS = LM. Permintaan barang dan jasa tergantung oleh pendapatan, kurs riil dan kebijakan fiskal. Depresiasi riil diasumsikan meningkatkan permintaan agregat. Dengan tingkat harga tetap maka ekspektasi inflasi π π = 0. Penentuan kurs dalam keseimbangan statis ketika kurs konstan (ππ/ππ‘) = (ππ/ππ‘)∗ = 0. Jika kurs konstan maka suku bunga domestik harus sama dengan suku bunga asing. Sehingga keseimbangan perekonomian dicirikan oleh: π π = πΏ(π ∗ , π) dan π = π΄ οΏ½π ∗ , ππ ′ π , πΊΜ οΏ½ 2.3.1.1 Suku Bunga Amerika Serikat Aliran modal sensitif terhadap perubahan ekspektasi investor termasuk perubahan ekspektasi kurs. Jika investor berekspektasi di masa depan suatu mata uang akan jatuh maka mereka akan segera menjual aset finansial dengan 20 denominasi mata uang tersebut untuk menghindari kerugian modal (Makin 2002). Hubungan antara ekspektasi kurs dengan suku bunga domestik dan suku bunga asing dikenal dengan Uncover Interest Parity (UIP) yang dirumuskan sebagai: π − π∗ = dimana: ππ π ππ π π = ( ππ‘ )π , merupakan ekspektasi depresiasi kurs di masa akan datang, yang ekspektasinya dibentuk saat ini. π′ = ππ π . Pada kondisi ekuilibrium, perbedaan suku bunga nominal kedua negara sama dengan ekspektasi depresiasi kurs oleh investor. Ketika UIP terjadi, investor residen indifferent antara memegang bond domestik atau bond asing meski suku bunga asing lebih tinggi dari suku domestik. Implikasi penting lainnya dari adanya UIP ini adalah perbedaan suku bunga domestik dan asing yang terobservasi merupakan ukuran ekspektasi apresiasi atau depresiasi kurs nominal. Akibatnya, jika suku bunga domestik lebih tinggi dari suku bunga asing, tidak menyatakan bahwa kondisi ini akan menguntungkan bagi perekonomian domestik dalam arti biaya pinjaman asing lebih rendah sehingga akan meningkatkan pinjaman dengan denominasi mata uang asing. Oleh karena itu terjadi depresiasi setelah pelarian pinjaman ke asing terjadi dan menghilangkan manfaat rendahnya suku bunga pinjaman dengan denominasi mata uang asing (Makin 2002). Karena Indonesia merupakan small open economy maka suku bunga dunia given dan diasumsikan ditentukan hanya oleh guncangan eksogen seperti kebijakan moneter dunia sehingga π ∗ = β(ππ ∗ ). Dimana ππ ∗ adalah shock kebijakan moneter dunia. Apabila kebijakan moneter dunia kontraksi maka suku bunga dunia meningkat sehingga πβ πππ∗ > 0. Besarnya peran perekonomian Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia maka suku bunga dunia didekati dengan suku bunga Amerika Serikat yang berubah karena kebijakan moneter The Fed. Sehingga fungsi suku bunga AS adalah sebagai berikut: π ∗ = β(ππ ∗ ) (4) 21 2.3.1.2 Permintaan Uang Riil Dengan asumsi UIP terpenuhi maka untuk menghitung substitusi mata uang, maka kita dapat memasukkan π ∗ atau π ′ . Karena π ′ tidak diketahui maka yang dimasukkan dalam persamaan money demand adalah S. Persamaan money demand menjadi π π = πΏ(π, π, π). Depresiasi mata uang domestik akan menurunkan permintaan akan mata uang domestik sehingga ππΏ ππ < 0. Diasumsikan bahwa perubahan preferensi yang berkaitan dengan resiko memegang mata uang adalah konstan di jangka pendek. Menurut Blanchard dan Fisher (1989), harga adalah fixed. Mengkonstankan harga di jangka pendek berimplikasi bahwa ππΏ ππ ππΏ = ππ, sehingga suku bunga domestik sama dengan suku bunga asing. π merupakan kurs riil. Sehingga fungsi money demand menjadi π π = πΏ(π, π, π). Selain itu diasumsikan juga bahwa fluktuasi money demand disebabkan oleh guncangan variabel itu sendiri (ππ/π ) dimana money demand jangka pendek: π π ππΏ πππ/π = πΏ′(π, π, π, ππ/π ) > 0. Oleh karena itu, fungsi (5) 2.3.1.3 Kurs Riil Persamaan IS (2) dinyatakan dalam kurs riil: π = π(π, π ∗ ) Hubungan output dengan kurs bisa positif maupun negatif tergantung sumber kenaikan output dari investasi atau net ekspor. Jika kenaikan output berasal dari kenaikan investasi maka kenaikan investasi tersebut akan meningkatkan suku bunga domestik sehingga dengan UIP maka akan terjadi apresiasi mata uang domestik sehingga ππ ππ < 0. Jika kenaikan output berasal dari kenaikan net ekspor ππ maka mata uang akan terdepresiasi sehingga ππ > 0. Hubungan suku bunga dunia dengan kurs riil adalah positif. Yaitu jika suku bunga dunia meningkat maka akan terjadi penurunan investasi sehingga supply ππ mata uang domestik meningkat dan kursnya terdepresiasi sehingga ππ ∗ > 0. 22 Selain itu, fluktuasi kurs juga disebabkan oleh guncangan pada spending balance dimana guncangan yang memperburuk spending balance berarti mendepresiasi kurs atau ditulis pendek menjadi: ππ πππ > 0. Oleh karena itu, persamaan kurs jangka π = π′(π, π ∗ , ππ ) (6) 2.3.1.4 Suku Bunga Domestik Persamaan LM (3) dinyatakan dalam suku bunga maka: π π = π( π , π) Karena harga adalah kaku di jangka pendek, maka untuk membedakan guncangan permintaan uang dan guncangan kebijakan moneter domestik terhadap suku bunga π domestik maka permintaan uang riil ( π ) tidak dimasukkan dalam persamaan suku bunga domestik. Berdasarkan relasi UIP, maka suku bunga domestik dipengaruhi oleh suku bunga Amerika Serikat dan apresiasi atau depresiasi kurs, sehingga suku bunga Amerika Serikat dan kurs dimasukkan dalam persamaan suku bunga domestik. Oleh karena itu, persamaan suku bunga domestik menjadi: π = π(π ∗ , π, π, ππ ) (7) dimana: ππ ππ ∗ > 0, kenaikan suku bunga Amerika Serikat akan memicu kenaikan suku bunga domestik. ππ ππ > 0 ππ‘ππ’ < 0 tergantung apakah otoritas moneter mengakomodasi kenaikan real money balance akibat kenaikan output atau tidak. ππ ππ > 0 ππ‘ππ’ < 0 tergantung apakah otoritas moneter mengakomodasi apresiasi atau depresiasi kurs riil atau tidak. ππ πππ > 0 adalah kebijakan moneter kontraksi yang menyebabkan kenaikan suku bunga domestik. 2.3.2 Sisi Penawaran Sisi penawaran ditunjukkan oleh fungsi agregat supply (AS). Menurut Mankiw (1999), kenaikan harga minyak dunia (ππ ∗ ) merupakan salah satu 23 guncangan penawaran. Selain itu, guncangan terhadap penawaran agregat disebabkan oleh guncangannya sendiri atau disebut sebagai supply shock (ππ¦ ). Sehingga persamaan output jangka pendek: π = π¦(ππ ∗ , ππ¦ ) (8) dimana: ππ¦ πππ ∗ < 0, kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan biaya input perusahaan sehingga menjadi disinsentif bagi pengusaha untuk menaikkan output. ππ¦ πππ¦ 2.4 > 0, guncangan output yang favorable akan meningkatkan output. Studi Empiris 2.4.1 Studi Business Cycle Kajian-kajian business cycle modern menelaah pengaruh relatif dari setiap guncangan eksogen misalnya mana yang lebih penting pengaruh guncangan moneter atau guncangan fiskal lalu bagaimana respon dinamis variabel-variabel endogen terhadap setiap guncangan eksogen (Siregar 2009). Shapiro dan Watson (1988) meneliti sumber-sumber fluktuasi business cycle Amerika Serikat. Mereka mengidentifikasi bahwa hanya guncangan penawaran yang dapat memengaruhi output di jangka panjang seperti guncangan teknologi, harga minyak dan tenaga kerja. Modelnya dibangun berdasarkan model pertumbuhan neoklasik dimana pergerakan jangka panjang dalam output seluruhnya disebabkan oleh perubahan secara eksogen dalam input tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Dalam jangka pendek, output mungkin terdeviasi dari nilai steady state jangka panjangnya. Deviasi tersebut mungkin berasal dari guncangan terhadap level permanen input tenaga kerja dan teknologi yang memicu transisi dari satu steady state ke steady state lainnya atau juga bisa berasal dari guncangan permintaan. Sehingga pergerakan output bisa disebabkan oleh tiga sumber yaitu guncangan penawaran berupa guncangan tenaga kerja dan guncangan teknologi serta guncangan permintaan. Guncangan penawaran tenaga kerja dan teknologi dalam penelitian Shapiro dan Watson didefinisikan sebagai guncangan penawaran dan memiliki efek permanen terhadap level output sedangkan guncangan permintaan memiliki efek 24 sementara. Variabel yang digunakan dalam model adalah total jam kerja, output, inflasi, suku bunga nominal dan harga minyak riil. Berdasarkan hasil Forecast Error Variance Decompositions (FEVD) ditemukan bahwa fluktuasi output utamanya banyak dijelaskan oleh guncangan penawaran tenaga kerja, selain juga dijelaskan oleh guncangan teknologi di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan hanya mampu menjelaskan variabilitas output di jangka pendek. Sedangkan guncangan penawaran lainnya yaitu harga minyak tidak berperan penting dalam fluktuasi output dan variabel makroekonomi lainnya di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga nominal dan riil, harga serta inflasi. Rapach (1998) menilai relatif pentingnya guncangan pada Aggregat Demand (AD) dan guncangan pada Aggregat Supply (AS) terhadap fluktuasi output Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah real spending, PDB dan money supply. Rapach menggunakan metode SVAR dimana guncangan diidentifikasi melalui restriksi struktural jangka panjang berdasar Natural Rate Hypothesis. Rapach menemukan bahwa guncangan permintaan dan guncangan penawaran paling berperan terhadap fluktuasi PDB, sedangkan guncangan moneter sedikit peranannya. Berdasarkan analisis Impulse Response Functions (IRF), Rapach menemukan bahwa guncangan penawaran mampu meningkatkan output di jangka pendek dan jangka panjang. Temuan ini sesuai dengan restriksi yang dibangun bahwa guncangan penawaran adalah satu-satunya guncangan yang memengaruhi output di jangka panjang. Respon variabel lainnya atas guncangan penawaran ditemukan tidak signifikan. Guncangan permintaan (IS) hanya meningkatkan output di jangka pendek, sesuai dengan restriksi bahwa output kembali ke level naturalnya di jangka panjang. Suku bunga nominal dan suku bunga riil merespon guncangan tersebut lebih tinggi dibanding tingkat sebelum guncangan sehingga menurunkan permintaan uang riil. Bank sentral meresponnya dengan menurunkan money supply di jangka pendek untuk mengendalikan inflasi. Guncangan money demand meningkatkan money supply dan permintaan uang riil. Dari hasil penelitiannya, Rapach menemukan bahwa respon terhadap guncangan money supply sesuai dengan transmisi moneter yaitu kenaikan money 25 supply menyebabkan kenaikan ekspektasi inflasi, sedangkan respon suku bunga nominal tidak signifikan sehingga suku bunga riil menjadi lebih rendah dibanding tingkat sebelum guncangan. Hal ini mendorong peningkatan output. Namun sejalan dengan waktu, suku bunga riil meningkat untuk kembali ke level sebelum guncangan begitu pula output yang menurun responnya menuju level sebelum guncangan (sesuai dengan restriksi). Hal ini menurunkan permintaan uang riil karena meningkatnya opportunity cost memegang uang. Berdasarkan analisis FEVD ditemukan bahwa fluktuasi output dominan dijelaskan oleh guncangan IS di jangka pendek dan guncangan penawaran di jangka panjang. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting dalam variabilitas output. Temuan Rapach menolak pandangan monetaris yang mengklaim bahwa guncangan kebijakan moneter menggerakkan fluktuasi output, sekaligus mendukung Keynesian dalam hal peran guncangan IS. Blanchard dan Quah (1988) mempelajari dinamika output dan pengangguran atas guncangan aggregate demand dan aggregate supply. Menurut mereka, level output di jangka panjang ditentukan oleh guncangan penawaran seperti guncangan teknologi dan guncangan penawaran tenaga kerja. Variabel yang digunakan yaitu PDB, pengangguran, tingkat produktivitas, harga, upah nominal dan money supply. Mereka berpendapat bahwa fluktuasi dalam GNP diakibatkan oleh dua jenis guncangan yaitu guncangan yang memiliki pengaruh permanen terhadap output disebut guncangan penawaran dan guncangan yang memiliki pengaruh tidak permanen terhadap output disebut guncangan permintaan. Karena ada nominal rigidities, guncangan permintaan memiliki efek jangka pendek atau sementara terhadap output dan pengangguran. Efek ini akan menghilang sejalan dengan waktu. Dalam jangka panjang, hanya guncangan penawaran yang memengaruhi output atau memiliki dampak yang permanen. Berkembangnya debat mengenai apakah model Keynesian dapat menjelaskan perekonomian direspon Gali (1992) dengan mengevaluasi validitas model IS-LM dan Kurva Phillips dalam menjelaskan perekonomian Amerika Serikat setelah Perang Dunia. Gali menggunakan variabel PDB, money supply, suku bunga Amerika Serikat jangka pendek yaitu T-Bills 3 months dan IHK. Dalam studinya, Gali mengkombinasikan restriksi jangka pendek dan jangka 26 panjang. Guncangan permintaan direstriksi tidak punya efek pada PDB di jangka panjang sama halnya dengan restriksi yang dibangun oleh Blanchard dan Quah (1988). Restriksi jangka pendek digunakan untuk memisahkan guncangan IS dari guncangan moneter dimana guncangan moneter direstriksi tidak memiliki efek contemporaneous terhadap output. Artinya output tidak merespon guncangan moneter dalam triwulan yang sama atau ada lag respon. Berdasarkan analisis FEVD, Gali menemukan bahwa selain guncangan penawaran yang mendominasi fluktuasi PDB di seluruh horizon waktu, ternyata guncangan IS mampu menjelaskan fluktuasi PDB di jangka pendek. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting bagi fluktuasi output di jangka pendek dan jangka panjang. Hasil IRF mengungkap bahwa guncangan IS yang positif hanya sementara efeknya bagi PDB, namun permanen bagi permintaan uang riil, suku bunga nominal (positif), inflasi (positif) dan pertumbuhan uang. Guncangan money supply awalnya menaikkan permintaan uang riil karena harga sulit menyesuaikan. Dengan output yang tetap (karena direstriksi tidak langsung merespon) maka likuiditas yang tinggi menurunkan suku bunga baik nominal maupun riil. Setelah itu output baru merespon rendahnya suku bunga dengan peningkatan output. Seiring dengan kenaikan output maka inflasi dan suku bunga nominal ikut naik (sesuai dengan kurva Phillips dan kurva LM). Di jangka panjang, output dan suku bunga riil turun kembali ke level sebelum guncangan tapi suku bunga nominal, inflasi dan pertumbuhan uang merespon permanen dan mencapai level steady state baru yang lebih tinggi sehingga permintaan uang riil menjadi lebih rendah di jangka panjang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada bukti empiris yang mendukung model IS-LM-Kurva Phillips dapat menjelaskan perekonomian AS setelah perang dunia, dimana respon dinamis perekonomian terhadap berbagai tipe guncangan sesuai dengan prediksi kerangka kerja IS-LM-Kurva Phillips. Siregar (2001) melakukan penelitian business cycle di New Zealand dengan membandingkan ketiga teori dalam business cycle yaitu Real Business Cycle, New Keynesian Business Cycle dan Monetary Business Cycle. Siregar menggunakan SVAR terkointegrasi dan menemukan bahwa New Keynesian Business Cycle adalah yang paling sesuai bagi perekonomian New Zealand, dimana seluruh 27 estimasi parameternya sesuai dengan arah yang diharapkan dan dinamika respon IRF konsisten dengan teori New Keynesian. Selain itu, restriksi jangka pendek yang diterapkan ternyata didukung oleh data. Temuan penelitian ini yaitu guncangan permintaan ditemukan sama pentingnya dengan guncangan penawaran. Guncangan permintaan terpenting adalah guncangan kurs riil yang didefinisikan sebagai guncangan kebijakan fiskal. Selain penting bagi fluktuasi kurs riil, guncangan kebijakan fiskal juga berperan penting dalam fluktuasi permintaan uang dan suku bunga domestik. Guncangan penawaran berupa guncangan teknologi mampu menjelaskan fluktuasi output, kurs riil, suku bunga domestik, jam kerja dan permintaan uang. Temuan lain dari penelitian Siregar yaitu guncangan permintaan uang hanya penting bagi fluktuasi permintaan uang, sedangkan guncangan kebijakan moneter (suku bunga domestik) penting dalam fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang. Guncangan eksternal khususnya suku bunga dunia ditemukan penting dalam menjelaskan fluktuasi pengangguran, permintaan uang, kurs riil dan output. Cheng (2003) mempelajari dampak fluktuasi money supply sebagai ukuran kebijakan moneter, defisit anggaran sebagai ukuran kebijakan fiskal dan pembentukan modal domestik terhadap pertumbuhan ekonomi Malaysia Dalam penelitiannya tersebut, Cheng menggunakan metode VECM. Temuan penelitiannya adalah fluktuasi PDB riil selain dominan dijelaskan oleh guncangannya sendiri juga banyak dijelaskan oleh guncangan kebijakan moneter yang makin mendominasi di jangka panjang. Guncangan kebijakan fiskal ikut berperan dalam menjelaskan fluktuasi PDB namun dengan peran yang lebih kecil, sedangkan guncangan pembentukan modal tetap bruto tidak penting bagi fluktuasi PDB riil Malaysia. Sehingga kebijakan pemerintah utamanya otoritas moneter memainkan peran sangat penting dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi Malaysia. Dari hasil IRF diketahui bahwa guncangan money supply dan pembentukan modal direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi sedangkan guncangan defisit anggaran direspon negatif. Siregar dan Ward (2000) meneliti peran guncangan Aggregat Demand dalam menjelaskan fluktuasi makroekonomi Indonesia. Mereka menggunakan 28 metode SVAR yang dikombinasikan dengan kointegrasi dan menerapkan restriksi jangka pendek dan jangka panjang. Variabel yang digunakan adalah money supply, kurs nominal, suku bunga jangka pendek domestik, PDB, IHK Indonesia, IHK Amerika Serikat serta suku bunga jangka pendek Amerika Serikat. Berdasarkan hasil FEVD ditemukan bahwa guncangan kurs tidak hanya menjadi penentu utama fluktuasi kurs di seluruh horizon waktu namun juga variabilitas output baik di jangka pendek maupun jangka panjang, serta juga dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang riil. Sedangkan guncangan penawaran memainkan peran penting dalam variabilitas output di jangka pendek dan jangka panjang serta fluktuasi jangka pendek real money balance. Selain itu ditemukan bahwa guncangan suku bunga dunia hanya berperan penting dalam menjelaskan variabilitas jangka panjang permintaan uang riil. Guncangan money supply dan money demand tidak mampu menjelaskan fluktuasi output di seluruh horizon waktu, namun hanya berperan bagi fluktuasi dirinya sendiri masing-masing. Hasil IRF dalam penelitian Siregar dan Ward menemukan bahwa guncangan eksternal berupa guncangan suku bunga AS tidak berdampak signifikan bagi perekonomian domestik. Guncangan penawaran hanya direspon permanen oleh output. Guncangan yang memperburuk spending balance berdampak permanen bagi turunnya output dan terdepresiasinya kurs riil. Respon permintaan uang riil atas guncangan permintaan uang hanya signifikan dalam jangka pendek sedangkan makroekonomi domestik lainnya tidak merespon guncangan ini secara signifikan. Respon yang sama ditunjukkan oleh makroekonomi domestik atas guncangan suku bunga domestik dimana respon signifikan hanya oleh suku bunga domestik di jangka pendek. Supriana (2004) mengkaji business cycle Indonesia dari sisi permintaan menggunakan variabel suku bunga jangka pendek Amerika Serikat, PDB, kurs, permintaan uang, defisit anggaran, suku bunga domestik serta investasi. Metode yang digunakan adalah VECM. Supriana menemukan bahwa guncangan yang dapat menjelaskan dinamika business cycle Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah guncangan kurs, sedangkan guncangan output hanya dapat menjelaskan fluktuasi jangka pendek. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa 29 guncangan fiskal dan moneter tidak mampu menjelaskan variabilitas PDB dan kurs Indonesia. 2.4.2 Studi Fluktuasi Harga Minyak Dunia Nordhaus (2007) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia setelah tahun 2000 direspon berbeda oleh perekonomian dibanding respon pada tahun 1970-an. Invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2002 dipercaya mampu menurunkan supply minyak dunia sehingga memicu kenaikan harga minyak dunia. Namun kenaikan harga minyak dunia tersebut ternyata tidak banyak mengkontraksi perekonomian dimana PDB tetap mampu tumbuh positif dan inflasi moderat. Pada era 1970-an, guncangan harga minyak dunia disebabkan oleh konflik di Timur Tengah seperti perang Arab Israel tahun 1973, revolusi Iran di tahun 1978, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Guncangan-guncangan tersebut mampu memicu resesi perekonomian global, berbeda dengan respon makroekonomi pada era 2000-an. Hamilton (2009) meneliti kesamaan dan perbedaan guncangan harga minyak pada tahun 2007-2008 dibandingkan dengan guncangan harga minyak era 1970-an dengan melihat penyebab dan dampaknya bagi perekonomian. Guncangan harga minyak era 1970-an lebih banyak dikontribusi oleh gangguan fisik seperti penurunan supply, sedangkan kenaikan harga minyak di tahun 20072008 lebih karena kenaikan permintaan padahal produksi tetap. Dampak bagi perekonomian atas guncangan harga minyak pada era 1970-an ternyata buruk yaitu inflasi yang tinggi dan PDB terkontraksi dalam. Namun bagi perekonomian saat ini, guncangan harga minyak pada tahun 2007-2008 lalu tidak menyebabkan resesi perekonomian, dimana inflasi moderat dan pertumbuhan ekonomi tetap positif. Blanchard dan Gali (2010) berusaha mengungkap alasan mengapa guncangan harga minyak dunia berbeda efeknya bagi perekonomian pada era 1970-an dan 2000-an. Pada era 1970-an, kenaikan harga minyak dunia menyebabkan stagflasi dan tingginya angka pengangguran, sedangkan pada era 2000-an, gucangan harga minyak dunia tidak banyak menjelaskan fluktuasi perekonomian dimana inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga kestabilannya. Mereka membagi periode penelitian menjadi dua periode waktu 30 yaitu sebelum tahun 1984 dan setelah tahun 1984. Metode SVAR digunakan untuk mengidentifikasi guncangan harga minyak. Analisis IRF sebelum periode 1984 pada penelitian Blanchard dan Gali menunjukkan bahwa dampak guncangan harga minyak dunia adalah terkontraksinya PDB yang mencapai minus 75% dibanding level sebelum guncangan setelah triwulan ke-11, begitu juga dengan respon tertinggi inflasi yang mencapai 75% melebihi tingkat sebelum ada guncangan. IRF pada periode setelah 1984 menunjukkan bahwa dampak bagi PDB masih negatif namun jauh lebih kecil dibanding respon sebelum 1984. PDB terkontraksi 25% dan stabil setelah triwulan ke-7 setelah guncangan, sedangkan inflasi hanya meningkat 25%. Hal ini disebabkan oleh penurunan kekakuan upah riil sepanjang waktu, meningkatnya kredibilitas otoritas moneter dalam menjaga inflasi serta turunnya kontribusi minyak dalam PDB. Purwanti (2011) melakukan studi mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. Metode analisis yang digunakan adalah First Difference-Generalized Method of Moments (FD-GMM). Temuannya yaitu kenaikan laju perubahan harga minyak dunia secara signifikan menyebabkan inflasi karena umumnya negara-negara ASEAN+3 tidak melakukan subsidi harga bahan bakar. Selain itu, ternyata kenaikan laju perubahan harga minyak juga signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.5 Kerangka Pemikiran Untuk mencapai visi Indonesia di tahun 2025, dimana Indonesia diharapkan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia, maka diperlukan stabilitas dalam perekonomian. Namun berbagai peristiwa baik eksternal maupun domestik dapat mengganggu kestabilan perekonomian sehingga dapat mempertinggi pengangguran dan kemiskinan. Peristiwa ekternal yang dicakup adalah fluktuasi harga minyak dunia serta fluktuasi suku bunga Amerika Serikat, sedangkan peristiwa domestik adalah kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral, guncangan kurs riil, guncangan permintaan uang serta favorable shock dalam penawaran. Ketika terjadi guncangan yang memperburuk perekonomian maka kebijakan yang tepat 31 diperlukan untuk membawa perekonomian keluar dari resesi serta mampu meredam fluktuasi yang berlebihan dalam perekonomian. Untuk mencapai Visi Indonesia 2025 diperlukan stabilitas perekonomian Kondisi eksternal: Krisis moneter 1998, krisis keuangan global, kenaikan harga minyak dunia Kondisi internal: Intervensi pemerintah melalui kebijakan ekonomi Guncangan eksternal: - Penawaran: harga minyak dunia - Permintaan: suku bunga Amerika Serikat Guncangan domestik: - Penawaran: output - Permintaan: kurs riil, permintaan uang dan kebijakan moneter domestik Masalah: Berbagai peristiwa (eksternal dan domestik) dapat mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Perlu diketahui sumber guncangan utama bagi fluktuasi makroekonomi Indonesia Kerangka kerja New Keynesian (harga kaku di jangka pendek) Kajian Business Cycle New Keynesian Implikasi Kebijakan Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian Namun perilaku harga adalah berbeda menurut horizon waktu. Harga dan upah nominal di jangka pendek adalah kaku sedangkan di jangka panjang fleksibel, sehingga kebijakan ekonomi bisa memiliki dampak yang berbeda menurut horizon waktu ini. Oleh karena itu dilakukan penelitian business cycle yang mempertimbangkan kekakuan harga di jangka pendek. Model business cycle 32 yang dibangun dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka kerja New Keynesian. Diharapkan sumber guncangan utama bagi perekonomian Indonesia dapat teridentifikasi serta diketahui bagaimana dinamika respon makroekonomi Indonesia atas berbagai guncangan yang terjadi. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 5.