UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

advertisement
BAB II
URAIAN TEORETIS
A. Penelitian Terdahulu
Batubara (2009) judul penelitian: “Pengaruh Asosiasi Merek Pasta Gigi
Pepsodent Terhadap Pembentukan Citra Merek Konsumen Pada Pasien Klinik
Gigi Mandala Medan”. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas (X)
yaitu asosiasi merek, terdiri dari atribut produk (X1), atribut tak berwujud (X2),
manfaat dari pelanggan (X3) dan harga relatif (X4) terhadap variabel terikat yaitu
citra merek
pasta gigi Pepsodent (Y). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh asosiasi merek pasta gigi Pepsodent terhadap pembentukan
citra merek konsumen pada pasien Klinik Gigi Mandala Medan.
Hasil dari
analisis
data
berdasarkan
koefisien
determinan
(R2)
menunjukkan variabel atribut produk (X1), atribut tak berwujud (X2), manfaat
bagi pelanggan (X3) dan harga relatif (X4) mampu menjelaskan pembentukan citra
merek konsumen dengan hubungan antar variabel yang erat yaitu 59,7% sisanya
sebesar 40,3% dapat dijelaskan oleh faktor lain yang terdiri dari penggunaan,
kelas produk dan pesaing yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Variabel
harga relatif (X4) merupakan variabel yang paling dominan membentuk citra
merek konsumen (Y), hal ini ditunjukkan dari harga pasta gigi Pepsodent yang
sesuai dengan manfaat yang didapatkan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Yuliani (2005) judul penelitian: “Analisis Keterlibatan Konsumen dan
Perbedaan Antar Merek Terhadap Keputusan Membeli sabun Kecantikan Pada
Mahasiswi Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keterlibatan
konsumen dan perbedaan antar merek dalam proses pengambilan keputusan
membeli produk sabun kecantikan.
Hasil dari analisis data dengan metode analisis regresi linear berganda
menunjukkan bahwa keterlibatan konsumen (X1) dan perbedaan antar merek (X2)
berpengaruh signifikan terhadap keputusan membeli (Y) sabun kecantikan pada
mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
B. Segmentasi Manfaat
Perusahaan tidak dapat melayani seluruh pelanggan di pasar yang luas
dikarenakan pelanggan yang terlalu banyak dan tuntutan pembelian yang berbedabeda. Para pembeli tersebut dapat berbeda dalam kebutuhan, sumber daya, lokasi,
sifat pembelian dan pola pembelian. Melalui segmentasi pasar, perusahaan
membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil yang
dapat diliput secara efisien dengan produk dan layanan yang memenuhi kebutuhan
unik (Sunarto, 2004:122). Segmentasi menurut Rhenald Kasali (Setiadi, 2003:56)
adalah proses mengkotak-kotakkan pasar yang heterogen ke dalam potensial
customer yang memiliki kesamaan kebutuhan dan atau kesamaan karakter yang
memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Laksana (2008:35) segmentasi pasar dikelompokkan berdasarkan
segmentasi geografis, segmentasi demografis, segmentasi psikografis dan
segmentasi perilaku. Segmentasi geografis mengharuskan pembagian pasar
menjadi unit-unit geografis yang berbeda seperti negara, wilayah, propinsi, kota
atau lingkungan rumah tangga. Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi
menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti
usia, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan,
pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan dan kelas sosial.
Dalam segmentasi psikografis, pembeli dibagi menjadi kelompok yang berbeda
berdasarkan gaya hidup atau kepribadian akan nilai. Segmentasi perilaku, pembeli
dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian
atau tanggapan mereka terhadap suatu produk. Banyak pemasar yakin bahwa
variabel perilaku-kejadian, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status
kesetiaan, tahap kesiapan pembeli dan sikap, merupakan titik awal terbaik dalam
membentuk segmen pasar.
Menurut Kotler (2001: 301) salah satu bentuk segmentasi yang ampuh
adalah dengan membagi-bagi konsumen berdasarkan pada perbedaan manfaat
yang dicari dari produk yang dibeli. Segmentasi manfaat mensyaratkan
diketahuinya manfaat utama yang dicari orang dari suatu produk, karakteristik
orang yang membutuhkan manfaat tersebut dan merek-merek utama yang
memberikan manfaat tersebut. Salah satu contoh terbaik dari segmentasi manfaat
adalah yang dilakukan di pasar pasta gigi. Riset menemukan empat segmen
manfaat yaitu ekonomis (harga rendah), perlindungan (pencegahan pembusukan),
Universitas Sumatera Utara
kosmetik (gigi cemerlang) dan rasa (aroma). Perusahaan pasta gigi dapat
menggunakan riset ini untuk memfokuskan mereknya yang ada saat ini dengan
lebih baik dan untuk meluncurkan variasi produk baru.
Menurut Sumarwan (2002:127) pengetahuan tentang manfaat apa yang
diketahui oleh konsumen atau yang dicari oleh konsumen dari suatu produk
memberikan implikasi penting bagi strategi pemasaran. Manfaat suatu produk
dapat dijadikan dasar untuk melakukan segmentasi pasar, disebut sebagai
segmentasi manfaat (benefit segmentation). Konsumen dapat dibagi ke dalam
kelompok berdasarkan manfaat produk yang diinginkannya. Konsumen akan
merasakan dua jenis manfaat setelah mengkonsumsi suatu produk, yaitu manfaat
fungsional (functional consequences) dan manfaat psikososial (psychosocial
consequences). Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen
secara fisiologis. Misalnya, jika minum menghilangkan rasa haus. Manfaat
psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi) dan aspek sosial (persepsi
konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang
dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk. Misalnya, seorang
konsumen selalu menggunakan parfum karena merasa lebih percaya diri.
Menurut Suyanto (2007:86) penentuan posisi menurut manfaat adalah
memposisikan produk sebagai pemimpin dalam suatu manfaat tertentu. Sebagian
besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat
hubungan antar keduanya artinya jika perusahaan ingin membuat asosiasi manfaat
maka perusahaan juga harus membuat asosiasi atribut sebagai alasannya. Manfaat
bagi konsumen yaitu manfaat rasional yang berkaitan erat dengan atribut produk
Universitas Sumatera Utara
yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional dan
manfaat psikologis yang berkaitan erat dengan perasaan yang timbul karena
membeli atau menggunakan merek.
C. Manfaat Produk
Konsumen merasakan dua sisi manfaat dalam menggunakan produk, yaitu
manfaat positif dan manfaat negatif. Manfaat positif didapatkan apabila produk
tersebut memberikan hasil yang memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen,
sedangkan manfaat negatif sebagai konsekuensi dari mengkonsumsi atau
menghindari produk–produk tertentu. Perlu diketahui, bahwa tidak mengkonsumsi
suatu produk juga merupakan gambaran dari perilaku konsumen. Konsumen yang
menjadi pecandu alkohol, akan merasakan manfaat yang buruk bagi kesehatannya.
Demikian pula, konsumen tidak merokok untuk memperoleh manfaat positif yaitu
kesehatan jasmani yang lebih baik (Sumarwan, 2002: 126).
Manfaat negatif yang dirasakan oleh konsumen disebut juga sebagai risiko
yang
akan
didapat
oleh
konsumen
akibat
mengkonsumsi
atau
tidak
mengkonsumsi suatu produk. Konsumen seringkali merasakan manfaat negatif
tersebut berdasarkan kepada persepsinya mengenai manfaat tersebut. Inilah yang
disebut sebagai persepsi risiko. Loudon dan Bitta (Sumarwan, 2002: 128) persepsi
risiko akan mempengaruhi jumlah informasi yang dicari konsumen. Semakin
besar persepsi risiko semakin banyak informasi yang dicari konsumen sebelum
melakukan pembelian suatu produk. Hal ini terjadi karena pada prinsipnya
konsumen termotivasi untuk menghindari risiko. Berapa besar persepsi risiko
Universitas Sumatera Utara
yang dirasakan tentu akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai risiko
tersebut yang tersimpan di dalam memorinya. Persepsi risiko dapat dibagi ke
dalam tujuh macam yaitu :
1. Risiko fungsi (functional risk) yaitu risiko karena produk tidak berfungsi
sebagaimana yang diharapkan.
2. Risiko keuangan (financial risk) yaitu kesulitan keuangan yang dihadapi
konsumen setelah membeli suatu produk atau jasa. Misalnya, membeli
mobil dengan cara tunai menyebabkan kesulitan membeli kebutuhan lain
saat ini.
3. Risiko fisik (physical risk) yaitu dampak negatif yang akan dirasakan
konsumen karena mengkonsumsi suatu produk. Misalnya, memakan mie
instant terlalu sering menyebabkan suatu penyakit karena banyaknya zat
pewarna atau pengawet pada produk tersebut.
4. Risiko psikologis (psychological risk) yaitu perasaan, emosi atau ego
yang dirasakan oleh konsumen karena mengkonsumsi, membeli atau
menggunakan suatu produk. Misalnya, seorang konsumen menggunakan
parfum agar lebih percaya diri.
5. Risiko sosial (social risk) adalah persepsi konsumen mengenai pendapat
terhadap dirinya dari orang – orang sekelilingnya (penerimaan sosial)
karena membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Misalnya,
mengundang tetangga saat mengadakan acara ulang tahun.
6. Risiko waktu (time risk) adalah waktu yang sia – sia yang akan
dihabiskan konsumen karena mengkonsumsi atau membeli suatu produk
Universitas Sumatera Utara
atau jasa. Misalnya, risiko membeli mobil bekas yang akan menghabiskan
biaya reperasinya.
7. Risiko hilangnya kesempatan (opportunity loss) adalah kehilangan
kesempatan untuk melakukan hal lain karena konsumen menggunakan,
membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Misalnya, kalau
saya tahun ini membeli mobil mungkin saya tidak bisa melanjutkan kuliah
di luar negeri.
D. Keputusan Atribut Produk
Menurut Kotler (Sunarto, 2004:6) produk adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi
sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Bila didefenisikan secara
luas yang termasuk dalam pengertian produk adalah barang-barang fisik,
pelayanan, pengalaman, peristiwa, keahlian seseorang, tempat, hak kepemilikan,
organisasi, informasi dan gagasan.
Menurut Kotler (2001:354) pengembangan produk dan jasa memerlukan
pendefenisian manfaat – manfaat yang akan ditawarkan. Manfaat – manfaat
tersebut kemudian dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut – atribut
produk seperti mutu (kualitas) produk, ciri (fitur) produk, dan desain (gaya)
produk. Keputusan mengenai atribut – atribut ini sangat mempengaruhi reaksi
konsumen terhadap sebuah produk.
Adapun yang termasuk dalam atribut produk:
1. Mutu (kualitas) produk
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya.
Termasuk dalam mutu produk adalah ketahanlamaan, keterandalan, ketelitian,
taraf kemudahan operasi dan perbaikan dan atribut – atribut lainnya yang
bernilai. Mutu (kualitas) produk mempunyai dua dimensi – yaitu tingkatan
dan konsistensi. Dalam mengembangkan produk, pemasar lebih dahulu harus
memilih tingkatan kualitas yang dapat mendukung posisi produk di pasar
sasarannya. Dalam dimensi tersebut kualitas produk berarti kualitas kinerja –
yaitu kemampuan produk untuk melakukan fungsi-fungsinya.
Selain tingkatan kualitas, kualitas yang tinggi juga dapat berarti konsistensi
tingkatan kualitas yang tinggi. Dalam konsisten yang tinggi tersebut kualitas
produk berarti kualitas kesesuaian – bebas dari kecacatan dan kekonsistenan
dalam memberikan tingkatan kualitas yang akan dicapai/dijanjikan. Semua
perusahaan harus berusaha keras memberikan tingkatan kualitas kesesuaian
yang tinggi. Selain semata-mata mengurangi kecacatan produk, tujuan akhir
kualitas total adalah meningkatkan kepuasan dan nilai bagi pelanggan, yang
tampak dari keputusan membeli produk.
2. Ciri (fitur) produk
Sebuah produk dapat ditawarkan dengan berbagai fitur. Sebuah model awal
tanpa tambahan yang menyertai produk tersebut menjadi titik awalnya.
Perusahaan dapat menciptakan model tingkatan yang lebih tinggi dengan
menambahkan berbagai fitur.
Ciri produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk
perusahaan dari produk – produk pesaing. Menjadi produsen awal yang
Universitas Sumatera Utara
mengenalkan fitur baru yang dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah
satu cara yang efektif untuk bersaing. Perusahaan membandingkan nilai fitur
bagi pelanggan dengan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan. Fitur
yang menurut pelanggan mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan biaya
yang harus dibayar pelanggan sebaiknya ditambahkan ke produk tersebut.
3. Desain (gaya) produk
Desain yang baik menyumbangkan kegunaan atau manfaat produk dan juga
penampilannya. Seorang perancang yang baik, tentu saja mempertimbangkan
penampilan tetapi juga menciptakan produk yang mudah, aman tidak mahal
untuk digunakan, serta sederhana dan ekonomis dalam produksi dan distribusi.
Konsep desain lebih luas dibandingkan gaya. Gaya semata-mata menjelaskan
penampilan produk tersebut.
Gaya mengedepankan tampilan luar dan membuat orang bosan. Gaya yang
sensasional mungkin akan mendapat perhatian dan mempunyai nilai seni,
tetapi tidak selalu membuat produk tertentu berkinerja lebih baik. Berbeda
dengan gaya, desain bukan sekedar tampilan setipis kulit ari – desain masuk
ke jantung produk. Gaya dan desain yang baik dapat menarik perhatian,
meningkatkan kinerja produk, memotong biaya produksi dan memberikan
keunggulan bersaing di pasar sasaran.
E. Defenisi Perilaku Konsumen
The American Marketing (Setiadi,2003:3) mendefenisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup
mereka. Defenisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting, yaitu :
1. Perilaku konsumen adalah dinamis.
2. Hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan
kejadian disekitar.
3. Hal tersebut melibatkan pertukaran.
Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa perilaku seorang
konsumen, grup konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah sepanjang
waktu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku
konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu
strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang
waktu, pasar dan industri. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran merupakan
hal terakhir yang ditekankan dalam defenisi perilaku konsumen yaitu pertukaran
individu.
Schiffman dan Kanuk (Sumarwan,2002:25) mendefenisikan perilaku
konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sementara Engel,
Blackwell dan Miniard (Sumarwan,2002:25) mendefenisikan perilaku konsumen
sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan ini.
Universitas Sumatera Utara
Loudon dan Bitta (Mangkunegara,2009:3) mendefenisikan perilaku
konsumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara
fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau
dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Zaltman dan Wallendorf
(Mangkunegara,2009:3) mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan –
tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan
organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai
suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber
lainnya.
F. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut :
Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah
memahami perilaku pembeli pada tiap – tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja
pada tahap – tahap itu (Setiadi, 2003:16).
Secara umum proses itu dapat dilihat sebagai berikut:
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Setelah
Pembelian
Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Sumber : Setiadi (2003:16)
Gambar 2.2 berikut menjelaskan bahwa konsumen melewati kelima tahap
tersebut pada setiap pembelian. Adapun dalam pembelian yang lebih rutin,
Universitas Sumatera Utara
konsumen seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Seorang
wanita yang membeli pasta gigi dari merek yang sudah biasa dipergunakannya
akan mengenali kebutuhan dan langsung kepada keputusan pembelian, meliputi
pencarian informasi dan evaluasi. Model tersebut menunjukkan bahwa semua
pertimbangan akan muncul ketika konsumen menghadapi situasi pembelian yang
kompleks dan baru.
Secara rinci tahap – tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah
kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya
dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh
rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau
rangsangan eksternal seseorang.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci pemasar adalah
sumber – sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan
pengaruh relatif dari masing – masing sumber terhadap keputusan pembelian.
Sumber – sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok yaitu:
a. Sumber Pribadi
: Keluarga, teman, tetangga dan kenalan
b. Sumber Komersil
: Iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran
c. Sumber Umum
: Media massa, organisasi konsumen
Universitas Sumatera Utara
d. Sumber Pengalaman : Pernah menanggani, menguji, menggunakan
3. Evaluasi Alternatif
Ada beberapa proses evaluasi alternatif keputusan. Kebanyakan model dari
proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang
konsumen sebagai pembantuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan
pertimbangan yang sadar dan rasional.
4. Keputusan Membeli
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan
membeli. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, sejauh
mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan
tergantung pada 2 (dua) hal yaitu :
a. Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan
konsumen.
b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut.
Faktor yang kedua adalah situasi yang tidak dapat diantisipasi. Konsumen
membentuk suatu maksud pembelian, atas dasar faktor – faktor seperti pendapatan
keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang
diharapkan. Ketika konsumen akan bertindak, faktor situasi yang tidak diantisipasi
mungkin terjadi untuk mengubah maksud pembelian tersebut.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan
mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut
juga akan terlibat dalam tindakan – tindakan sesudah pembelian dan penggunaan
Universitas Sumatera Utara
produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak berakhir pada
saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah
pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan
pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk
tersebut. Jika daya guna produk – produk tersebut dibawah harapan pelanggan,
pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan,
pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan
tersebut akan merasa sangat puas.
G. Keterlibatan Konsumen
Istilah ini pertama kali dipopulerkan di dalam lingkungan pemasaran oleh
Krugman pada tahun 1965 dan mampu membangkitkan minat yang besar pada
saat itu. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau
minat yang dibangkitkan oleh stimulus dalam situasi spesifik hingga jangkauan
kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko
dan memaksimalkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian.
Keterlibatan diaktifkan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi)
dirasakan membantu konsumen/pelanggan dalam memenuhi kebutuhan, tujuan
dan nilai yang paling penting. Namun seperti kita lihat, pentingnya pemenuhan
kebutuhan yang dirasakan dari objek akan bervariasi dari satu situasi ke situasi
berikutnya. Relevansi–pribadi intrinsik (intrinsic self – relevance) mengacu pada
pengetahuan arti–akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan. Konsumen
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan pengetahuan arti – akhir ini melalui pengalaman masa lalu mereka
terhadap suatu produk.
Relevansi pribadi situasional (situational self-relevance) yang ditentukan
oleh aspek lingkungan fisik dan sosial di sekitar kita yang dengan segera
mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk dan
merek yang terlihat secara pribadi relevan. Relevansi pribadi situasional selalu
berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik konsumen untuk menciptakan
tingkat keterlibatan yang benar-benar dialami konsumen selama proses
pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa konsumen biasanya mengalami
beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat pilihan pembelian, bahkan untuk
produk yang relatif tidak penting (Setiadi,2003:115-120).
Konsumen dimotivasi untuk mencari informasi yang relevan dan
mengolahnya secara lebih tuntas apabila keterlibatan tersebut tinggi. Begitu pula
merek mereka dipengaruhi oleh kekuatan argumentasi sebagaimana berlawanan
dengan cara dimana daya tarik diekspresikan dan divisulisasikan, yang
digambarkan sebagai keterlibatan pesan. Perilaku konsumen dapat dilihat dengan
produk suatu merek yang dipilih untuk digunakannya.
Mereka akan lebih melihat perbedaan dalam sifat yang ditawarkan oleh
berbagai produk dalam berbagai macam merek, apa keunggulan atau kelebihankelebihan dari masing-masing merek tersebut, dan hasilnya yang lazim adalah
kesetiaan dan loyalitas yang lebih besar.
Akhirnya terdapat kemungkinan yang lebih besar dari pemecahan masalah
yang diperluas apabila tingkat keterlibatan tinggi, sementara keterlibatan yang
Universitas Sumatera Utara
relatif rendah akan menyebabkan taktik atau teknik pillihan yang lebih
disederhanakan dari pemecahan masalah yang relatif terbatas (Setiadi, 2003:123124).
Universitas Sumatera Utara
Download