PENGGUNAAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN UNTUK

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
2.1.1 Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4) 2-asetamida-2-deoksi-Dglucopyranosa (Muzzarelli,R.A.A,1977) dan kitin sebagai precursor kitosan pertama kali
ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil
isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada tahun 1820
(Rismana, 2004).
Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur (1,4)-2Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka
Crustaceae (Muzzarelli,R.A.A, 1977). Kitosan merupakan polimer alami dengan struktur
molekul yang menyerupai selulosa (serat pada sayur-sayuran dan buah-buahan) bedanya
terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan oleh
amina (NH2). (Hardjito,2006)
Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859. Dia menemukan bahwa kitin
yang telah dididihkan pada larutan KOH juga dapat diperlakukan dengan NaOH panas
maka akan terjadi pelepasan gugus asetil (proses deasetilasi) yang terikat pada atom
nitrogen menjadi gugus amino bebas yang disebut dengan kitosan. (Zakaria, B.M. 2002)
Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan murni
mengandung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat – sifat
kimia senyawa tersebut. (Roberts,G.A.F,1992)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam
mineral kecuali pada keadaan tertentu. Keterlarutan kitosan yang paling baik ialah dalam
larutan asam asetat 1%, asam format 10% dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak dapat larut
dalam asam piruvat, asam laktat, dan asam-asam anorganik pada pH tertentu, walaupun
setelah dipanaskan dan diaduk dengan waktu yang agak lama. Keterlarutan kitosan dalam
larutan asam format ataupun asam asetat dapat membedakan kitosan dan kitin karena
kitin tidak dapat melarut dalam keadaan pelarut asam tersebut.
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan
bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai
polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan netral
ataupun anionic. (Hwang dan Shin, 2001)
Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta
memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai perekat, aditif untuk kertas dan
tekstil, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, dan
memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkelat yang kuat untuk ion
logam transisi. Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan
membentuk kompleks kitosan dengan logam. (Robert,G.A.F,1992)
Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi.
Hal ini disebabkan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh proses deasetilasi akan
menyisakan gugus amina. Ion H pada gugus amina menjadikan kitosan mudah
berinteraksi dengan air melalui ikatan hydrogen. Sifat kitosan hanya dapat larut dalam
asam encer, seperti asam asetat, asam format, asam sitrat kecuali kitosan yang telah
disubstitusi dapat larut dalam air. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan
memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hydrogen antara gugus
karboksil dengan gugus amina dari kitosan. (Dunn et al,1997)
2.2. Kegunaan Kitosan
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan,
biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri
tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus
berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama
bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam berat,
mengkoagulasi minyak / lemak, serta mengurangi kekeruhan,penstabil minyak, rasa dan
lemak dalam produksi industri pangan. (Rismana,2004)
Universitas Sumatera Utara
Kitosan juga merupakan bahan polimer yang mudah dibakar tanpa meninggalkan
sisa-sisa. Jika logam berat mudah diserap oleh kitosan yang kemudian mengeluarkan
logam yang terserap dengan cara membakar ini adalah cara yang paling ekonomis tanpa
memerlukan elusi lagi. Oleh karena itu kitosan sangat baik untuk menurunkan kandungan
ion logam pada air limbah industri.
(Oguntimian et al. 2002)
Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik
sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film. Kitosan
merupakan suatu biopolymer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan –
perubahan kimia. Karena ini banyak turunan kitosan dapat dibuat dengan mudah.
Beberapa turunan kitosan yang telah dihasilkan dan juga telah diketahui kegunaannya
antara lain :
- N-karboksialkil kitosan, digunakan sebagai pengumpul ion logam
- Asetil kitosan, digunakan dalam industri tekstil dan membrane
- Kitosan glukan, digunakan sebagai pengkelat ion logam dan agen penggumpal
Sama seperti kitin, kitosan juga dapat digunakan dalam berbagai bidang, misalnya :
a. Untuk industri kertas, kaca, kain, dan pewarna
b. Dalam industri kosmetik
c. Dalam bidang pertanian dan makanan
d. Dalam industri semen
e. Dalam bidang kesehatan
f. Untuk penyerapan ion logam
(Robert,G.A.F.,1992)
Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi,
kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri,
industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas, dan industri elektronika. Aplikasi
khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair
terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam-logam
Universitas Sumatera Utara
berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa
dan lemak dalam produk industri pangan. (Rismana,E.,2004)
2.3. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam
Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkelat adalah dihubungkan
dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya.
Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiat unit glukosa.
Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau
membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap
monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam.
(Hutahahean, S. Ida.,2001)
Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana
penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung. Ketiga –
tiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing – masing seperti penukaran ion
logam masing-masing seperti penukaran ion pada logam Ca. kitosan menunjukkan
affinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan
golongan alkali dengan konsentrasi rendah. (Muzzarelli, R.A.A.,1973)
2.4. Mekanisme Serapan Kitosan
Pada umumnya mekanisme serapan kitosan terhadap logam dapat dirumuskan pada tiga
cara, yaitu :
Secara pengkelatan, dimana terbentuknya ikatan aktif antara nitrogen kitosan dengan
kation logam, dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak sebagai basa lewis yang
menyumbangkan sepasang electron untuk berkoordinat dengan logam.
Universitas Sumatera Utara
Secara pertukaran ion yaitu berlaku pertukaran antara proton dari kitosan dengan kation
logam.
Secara memperangkap, dimana ion logam terperangkap dalam lingkaran rantai polimer
kitosan.
2.5. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya Lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organic yang
berupa plankton mikroorganisme lain. (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991)
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter
SiO2 . Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan
adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica.
Kemudian, Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi
pengukuran kekeruhan Satu unit Turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan
dengan satuan 1JTU. Pengukuran kekeruhan dengan menggunakan Jackson Candler
Turbidimeter bersifat visual yaitu membandingkan air sampel dengan air standar.
Selain menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan sering diukur
dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel
dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur
dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan
kekeruhan yang di ukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric
Turbidity Unit). (Effendi,H.2003)
2.6. Logam Fe
Universitas Sumatera Utara
Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh maka tidak dapat disintesis tetapi akan
tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa
juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi logam
berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat
ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan
atau factor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses
industri, kegiatan pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta limbah buangan, termasuk
sampah rumah tangga. (Putra, E. Sinly dan Putra, A. Johan. 2000)
Besi termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan,
termasuk algae, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang
berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat
pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan bahan celupan (dyes)
dan tekstil. Pada tumbuhan, besi berperan dalam system enzim dan transfer elektron pada
proses fotosintesis. Namun, kadar besi yang berlebihan dapat mengakibatkan fiksasi
unsur lainnya.
Besi banyak digunakan dalam kegiatan pertambangan, industri kimia, bahan
celupan, tekstil, penyulingan, minyak, dan sebagainya. (Eckenfelder, 1989)
2.7. Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur
yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang
tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Perpanjangan SSA ke unsur unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Telah
lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu
nyala sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan
eksitasi. Fraksi atom – atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan
Universitas Sumatera Utara
temperatur. Teknik ini digunakan untuk penetapan jumlah unsur , kebanyakan logam, dan
sampel yang sangat beraneka ragam.
2.7.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung
atom – atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada
dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam – logam dengan
menggunakan SSA. (Vogel, A.I. 1992)
2.7.2 Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut :
Unit atomisasi, Sumber radiasi dan Sistem pengukur fotometrik
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk
mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas.
Temperatur harus benar – benar terkendali dengan sangat hati – hati agar proses
atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur
terlalu tinggi.
Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian
dilewatkan melalui baffllle menuju pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap
masuk kekamarpencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas
asetilen dan oksidator udara tekan, temperature dapat dikendalikan secara elektris.
Biasanya temperature dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus
mendisosiasikan senyawa yang dianalisis. (Khopkar, S.M., 1990)
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Gangguan Pada SSA dan Mengatasinya
Gangguan yang nyata pada SSA adalah sering kali didapatkan suatu harga yang tidak
sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah
faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molecular yang bersifat radiasi.
Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan
cenderung mengabsorbsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi
atom akan menjadi sumber kesalahan SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh
berbeda dengan spektrum absorbsi atom netral yang memang akan ditentukan.
Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan
jalan :
1. Menaikkan temperature nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas
pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperature yang
tinggi.
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan
tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang
terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan terjadi ikatan lebih
kuat dengan anion pengganggu.
3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi.
(Mulja,M. 1995)
Universitas Sumatera Utara
Download