BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Outsourcing Outsourcing memungkinkan suatu perusahaan untuk memindahkan pekerjaanpekerjaan rutin dalam perusahan agar dikerjakan oleh pihak lain di luar perusahaan. Dengan memberikan pekerjaan rutin tersebut kepada pihak luar, dalam hal ini penyedia jasa outsourcing, perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk menangani pekerjaan tersebut seperti definisi outsourcing yang diberikan oleh Maurice F. Greaver II (Indrajit, 2002, p166) sebagai berikut: “Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As the matter of practice, not only are the activities transferred, but the factors of production and decision rights often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology, and other assets. Decision rights are the responsibilities for making decisions over certain elements of the activities transferred”. Umumnya perusahaan memilih untuk meng-outsource-kan pekerjaan-pekerjaan rutin yang bersifat kurang strategis. Outsourcing biasanya dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat non core business sedangkan core business yang sekaligus juga biasanya merupakan core competence dari suatu perusahaan tetap dikerjakan sendiri (Indrajit, 2002, p140). Suatu perusahaan tentunya lebih memilih untuk memfokuskan sumber daya perusahaan untuk hal-hal yang berkaitan dengan bisnis intinya karena hal-hal tersebut merupakan kunci keunggulan kompetitif suatu perusahaan. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat non-core apabila dilakukan sendiri akan mengambil sumber daya perusahaan yang sebenarnya dapat dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat core business. Selain itu, apabila perusahaan tersebut melakukan sendiri pekerjaanpekerjaan non-core tersebut kemungkinan hasil yang diperoleh tidak maksimal karena kurang mendapatkan alokasi sumber daya yang memadai. Non-core business karena biasanya bukan core competence-nya, umumnya tidak atau kurang dilaksanakan dengan cukup efisien dan efektif (Indrajit, 2002, p16). Outsourcing dipercaya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam melakukan suatu pekerjaan. Hal ini didukung oleh hasil survei yang diselenggarakan oleh outsourcing institute yang mengungkapkan alasan perusahaan-perusahan melakukan outsourcing. Beberapa dari alasan yang dikemukakan tersebut yang relevan dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas adalah sebagai berikut (Indrajit, 2002, p169): 1. memanfaatkan kemampuan kelas dunia penyedia jasa outsourcing yang unggul dalam bidangnya seringkali melakukan R & D, investasi jangka panjang dalam bidang teknologi, metodologi dan sumber daya sehingga penyedia jasa tersebut mahir di bidangnya. Di samping itu penyedia jasa outsourcing mempunyai banyak pengalamanan yang diperoleh sewaktu bekerja dengan pelanggan-pelanggannya. 2. mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering penyedia jasa outsourcing banyak yang telah melakukan reengineering sehingga perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing dapat memperoleh manfaat dari reengineering tanpa harus melakukannya sendiri. 3. mengurangi dan mengendalikan biaya operasi outsourcing memungkinkan pengurangan biaya operasi karena penyedia jasa outsourcing mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan biaya yang lebih rendah melalui berbagai hal, misalnya spesialisasi, struktur biaya yang rendah dan economic of scale. 4. memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri Jasa outsourcing memungkinkan suatu perusahaan memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan suatu pekerjaan secara baik dan memadai. 5. memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola Dalam kondisi perusahaan tidak dapat memecahkan suatu masalah atau kesulitan untuk mengendalikan suatu pekerjaan, perusahaan dapat meng-outsource-kan pekerjaan tersebut kepada pihak luar yang lebih berkompeten. Penyedia jasa outsourcing mampu untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan dengan lebih murah karena penyedia jasa outsourcing memiliki keunggulan kompetitif berupa skala ekonomis dan spesialisasi. Sumber daya yang dimiliki oleh penyedia jasa outsourcing dapat dipergunakan untuk melayani banyak pelanggan sehingga mencapai skala ekonomis sehingga walaupun penyedia jasa outsourcing harus menanamkan investasi dan mengeluarkan biaya yang tidak kecil untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, namun dengan jumlah pelanggan yang banyak maka biaya per satuan dapat ditekan menjadi lebih kecil sesuai dengan pendapat Robinson berikut: “when the volume of production increases, the long range average cost of a unit produced will decline” (Robinson, 2000, p95). Spesialisasi pekerjaan membuat penyedia jasa outsourcing lebih efisien dalam melakukan suatu pekerjaan. Craig Elwell, seorang spesialis di dalam makroekonomi, di dalam laporannya menyebutkan sebagai berikut (Elwell, 2001, p.2): “Rather than build our own automobile, provide our own medical services, or produce our own food, we find it far more efficient to specialized in the production of some good or service we are good at and trade these (indirectly with the use of money) for most other goods or services that we want. “ Selain biaya yang lebih murah, outsourcing juga seharusnya mampu memberikan hasil yang lebih baik karena penyedia jasa outsourcing memfokuskan diri dalam bidangnya. Pekerjaan-pekerjaan yang kurang strategis dalam value creation suatu perusahaan sebaliknya merupakan produk yang dihasilkan oleh penyedia jasa outsourcing. Apa yang menjadi aktivitas pendukung di dalam suatu perusahaan menjadi aktivitas utama dalam value chain penyedia jasa outsourcing. Oleh karena itu, hasil pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa outsourcing seharusnya dapat lebih baik daripada apabila pekerjaan tersebut dilakukan secara internal di dalam perusahaan yang mana pekerjaan tersebut bukan merupakan aktivitas utama. Jasa yang ditawarkan oleh penyedia jasa outsourcing merupakan core product dari perusahaan tersebut sehingga memerlukan kompetensi agar core product tersebut dapat menjadi kompetitif. Kompetensi dari perusahaan penyedia jasa outsourcing dapat meliputi sumber daya manusia, metodologi, teknologi, benchmark, inovasi, industry experience, kinerja yang telah terbukti dan continuous improvement (Corbett, 2002, p.1). Penyedia jasa outsourcing banyak yang telah melakukan business process reengineering dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan menurunkan biaya dalam memberikan jasa terhadap perusahaan pelanggannya. Dalam perusahan penyedia jasa outsourcing pekerjaan-pekerjaan yang bagi perusahaan lain merupakan aktivitas pendukung malah menjadi objek reengineering di perusahaan penyedia jasa outsourcing karena pekerjaan-pekerjaan tersebut merupakan aktivitas utama dalam perusahaan penyedia jasa outsourcing tersebut. Walaupun penyedia jasa outsourcing mampu melakukan suatu pekerjaan lebih efisien dan efektif dibandingkan perusahaan pengguna jasa outsourcing namun perusahaan pengguna jasa outsourcing dan perusahaan penyedia jasa outsourcing adalah dua organisasi yang terpisah sehingga untuk memberikan suatu pekerjaan dari perusahaan pengguna jasa outsourcing untuk dikerjakan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing ada semacam proses administrasi antara kedua perusahaan. Proses administrasi tersebut berupa prosedur dan service level yang harus diikuti oleh kedua belah pihak. Seringkali keberhasilan outsourcing ditentukan oleh faktor proses administrasi ini yang juga merupakan interface antara kedua perusahaan. Dr. Wendell Jones dalam penjelasannya mengenai fase analisis dalam perencanaan evaluasi outsourcing, menyatakan sebagai berikut (Jones, 2001, p.1): “Baselines are determined and service levels required of vendor are specified. Relationship between function(s) to be outsourced and other functions that will remain in-house are clarified to include proper interface.” 2.2 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan dapat tercapai apabila produk atau jasa yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan harapan pelanggan. Philip Kotler ( Kotler, 1997, p.40) mendefinisikan kepuasan sebagai berikut: “Satisfaction is a person feelings of pleasure or dissappointment resulting from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in a relation to his or her expectation”. Dengan demikian, kepuasan pelanggan bergantung kepada harapan yang terbentuk di benak pelanggan terhadap produk atau jasa yang diterima. Masih menurut Philip Kotler ( Kotler, 1997, p.40), harapan pelanggan tersebut banyak dipengaruhi oleh pengalaman pembelian yang lampau, teman, rekan rerja, informasi dan janji dari tenaga pemasar dan kompetitor-nya. Sewaktu pertama kali mempresentasikan jasa yang akan dijual kepada calon pelanggan, tenaga pemasar biasanya mempresentasikan dan menjanjikan keunggulan jasa yang akan diberikan sampai terbentuk harapan yang positif sehingga calon pelanggan mau membeli jasa yang ditawarkan. Apabila di kemudian hari keunggulan jasa yang ditawarkan tersebut tidak terbukti maka pelanggan akan merasa tidak puas karena fakta tidak sesuai dengan harapan yang terbentuk pada pelanggan. Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan, Philip Kotler (Kotler, 1997, p.42) menyarankan beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu: 1. Sistem Complaint dan saran Perusahaan membuat suatu sistem agar pelanggan dapat menyampaikan keluhan atau saran terhadap produk atau jasa yang diterima pelanggan. 2. Survei Kepuasan pelanggan Pelanggan yang tidak puas jarang menyampaikan complaint atau saran melalui sistem yang telah dibuat oleh perusahaan, seringkali pelanggan tersebut pindah ke kompetitor tanpa menyampaikan complaint sebelumnya. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggannya. 3. Ghost Shopping Perusahaan dapat menyewa seseorang untuk berpura-pura sebagai pembeli potensial dari perusahaan tersebut dan perusahaan kompetitor untuk melaporkan kekuatan dan kelemahan masing-masing. 4. Analisa Pelanggan yang hilang Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang telah memutuskan kontrak atau pindah ke kompetitor untuk mengetahui alasan pelanggan untuk mengambil keputusan tersebut. Survei kepuasan pelanggan dapat digunakan untuk mendapatkan umpan balik bagi peningkatan kualitas seperti yang dinyatakan oleh David Simchi-Levi (Simchi-Levi, 2000, p.209) sebagai berikut: “Customer Satisfaction surveys are used to measure sales department and personel performance as well as to provide feedback for necessary improvements in products and sevices.” Dengan demikian, penyedia jasa outsourcing payroll dapat melakukan survei kepuasan pelanggan yang dapat digunakan sebagai umpan balik bagi peningkatkan layanan kepada pelanggan. 2.3. Efisiensi Efisiensi berarti biaya yang lebih murah ataupun usaha yang lebih kecil untuk mendapatkan suatu hasil tertentu. Stephen P. Robbins (Robbins, 1996, p23) menyatakan bahwa efisiensi adalah rasio output efektif terhadap input yang diperlukan untuk mendapatkannya. Dengan kata lain, efisiensi adalah mendapatkan hasil yang sebesarbesarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Harga yang murah dan produktivitas yang tinggi memungkinkan terjadinya efisiensi seperti yang dinyatakan oleh Everett E. Adam (Adam, 1992, p.41) sebagai berikut: “A low cost, high productivity operation makes efficiency possible. Minimum use of scarce resources-labor, management, materials, equipment/facilities, and energy-while sustaining high output is the key to productivity.” Oleh karena itu, dalam hal pemrosesan payroll, efisiensi dapat diartikan harga murah dan dibutuhkannya lebih sedikit staf payroll yang diperlukan untuk melakukan pemrosesan payroll atau lebih sedikit usaha yang harus dilakukan oleh staf payroll untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya. 2.4. Efektivitas Efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan seperti dinyatakan oleh Stephen P. Robbins (1996, p23) bahwa efektivitas adalah suatu kondisi dimana usaha yang dilakukan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Demikian pula Gibson (2000,p.19) menyatakan bahwa : “what we mean by effectiveness…is the accomplishment of recognized objectives of cooperative effort. The degree of accomplishment indicates the degree of effectiveness.” Dengan demikian, efektivitas suatu proses dapat diukur dari pencapaian objektif-objektif yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, Silva(1996) seperti yang dikutip oleh Perez dan Rojas menyatakan bahwa tingkat efektivitas proses yang diperoleh dapat diamati melalui hasil proses tersebut. Hasil dari pemrosesan payroll secara garis besar terdiri dari: a. pembayaran gaji karyawan b. pembayaran pajak kepada pemerintah c. pencatatan di bagian akuntansi d. pelaporan kepada managemen Dengan demikian, efektivitas dari pemrosesan payroll dapat dilihat dari hal-hal tersebut di atas seperti ketepatan waktu dalam pembayaran gaji karyawan, akurasi dalam perhitungan payroll yang mencakup perhitungan gaji dan pajak, konsistensi data payroll yang dicatatkan di departemen lain seperti bagian akuntansi dan kemudahan penyampaian informasi payroll kepada manajemen. Objektif dari pemrosesan payroll yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam pengukuran efektivitas pemrosesan payroll dapat diperoleh dari hasil survei yang diselenggarakan oleh ADP sebagai salah satu dari penyedia jasa outsourcing di dunia. Dalam sebuah survei pada Februari 2000 terhadap lebih dari 300 kepala bagian payroll perusahaan multinasional, ADP menemukan isu-isu penting seputar pemrosesan payroll sebagai berikut(ADP,2001): • Integrasi/koordinasi/konsistensi 36% o Konsolidasi informasi dalam satu database 18% o Tracking informasi karyawan o Konsistensi informasi 4% o Integrasi payroll terhadap Human Resource 3% o Integrasi payroll terhadap Benefit 2% o Integrasi payroll terhadap Akunting 2% o Terlalu banyak sistem yang berbeda 2% • Akurasi 15% o Akurasi/integritas data 10% o Memastikan pembayaran gaji karyawan 5% • Financial 15% o Pajak 10% o Nilai tukar uang 4% o Lain-lain 1% • Ketepatan waktu 9% o Pembayaran gaji yang tepat waktu 4% o Pengumpulan informasi yang tepat waktu 3% o Lain-lain 2% • Laporan – laporan 2% o Kemudahan untuk mencetak laporan serta mudah dipahami 1% o Lain-lain 1% • Lain-lain o Sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku 7% o Permasalahan staf 4% o Kontrol terhadap biaya / value atas implementasi 4% o Fleksibilitas sistem 2% o Kendala bahasa 1% o Permasalahan benefit 1% Tidak semua isu-isu penting tersebut dimasukkan dalam penelitian ini karena sebagian isu-isu tersebut tidak relevan dengan jasa outsourcing payroll yang diselenggarakan oleh PT. SSI. Sebagai contoh isu integrasi payroll dengan human resource dan benefit tidak relevan karena jasa yang diselenggarakan PT SSI tidak mencakup hal-hal tersebut. 2.5. Penelitian yang relevan Di banyak perusahaan, payroll merupakan salah satu fungsi dari managemen sumber daya manusia yang tidak termasuk dalam core business perusahaan. Hal ini dipertegas oleh hasil survei (PricewaterhouseCoopers, 1999) yang menyatakan bahwa 85% eksekutif perusahaan yang telah melakukan outsourcing payroll dan 73% dari seluruh eksekutif yang mengikuti survei percaya bahwa payroll merupakan fungsi noncore. Karena payroll dipercaya sebagai fungsi yang tidak termasuk dalam core business perusahaan maka hal ini berarti banyak perusahan yang akan berpikir untuk melakukan outsourcing terhadap proses payroll-nya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perusahaan – perusahaan yang memiliki karyawan tidak terlalu banyak yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa outsourcing payroll. Gambar 2.1. Hasil Survei Mengenai Fungsi-Fungsi yang Bersifat Non-core Sumber : PricewaterhouseCoopers, September 1999 Studi yang dilakukan oleh PriceWaterhouseCooper tersebut juga menyebutkan keuntungan dari outsourcing payroll seperti terlihat pada Gambar 2.2. Hasil studi keuntungan outsourcing payroll tersebut semakin mendorong perusahaan untuk melakukan outsourcing payroll. Hasil penelitian dalam thesis ini diharapkan dapat membantu dalam proses seleksi jasa outsourcing payroll. Gambar 2.2. Hasil Studi tentang Keuntungan Outsourcing Payroll. Sumber : PricewaterhouseCoopers, September 1999.