Amorrita Puspita Ratu – 1102013023 Skenario 1 Blok

advertisement
Amorrita Puspita Ratu – 1102013023
Skenario 1 Blok Gastrointestinal Tract
LI 1. MM Anatomi Gaster
LO 1.1 Makroskopik
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus
costalis sinistra sampai regio epigastrica umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah
costae bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang,
ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor,
dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior.
Hubungan
a. Ke anterior : dinding anterior abdomen, arcus costalis sinistra, pleura dan pulmo
sinister, diaphragm dan lobus hepatis sinister
b. Ke posterior : bursa omentalis, diaphragma, lien, glandula suprarenalis sinistra,
bagian atas ren sinister, arteria lienalis, pancreas, mesocolon transversum dan
colon transversum.
Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi di antara ujung-ujung tersebut
gaster sangat mudah bergerak. Gaster cenderung terletak tinggi dan tranversum pada orang
pendek dan gemuk (gaster steer-horn) dan memanjang vertikal pada orang yang tinggi dan
kurus (gaster berbentuk huruf J). Bentuk gaster sangat berbeda-beda pada orang yang sama
dan tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase pernapasan.
Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian pilorus.
a. Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke sisi kiri atas osteum kardium dan
biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
untuk membentuk sfingter pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai ke pilorus.
e. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli meuju ke kanan sampai ke pilorus
inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limfa.
f. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen masuk
ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Pendarahan dan Persarafan Gaster
Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus. Arteria gastrica sinistra berasal dari
truncus coeliacus. Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis. Arteria
gastricae breves berasal dari arteria lienalis. Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari
arteria splenica. Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis.
Venae mengalirkan dari ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra
bermuara langsung ke vena portae hepatis. Venae gastrica breves dan vena gastroomentalis
sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam
vena mesenterica superior.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung
dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui nervus vagus. Trunkus vagus
mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui nervus splenikus major dan ganlia celiacum.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan
dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan
sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan
sekresi mukosa lambung.
Pembuluh Lymph
Pembuluh-pembuluh limf mengikuti perjalanan arteria menuju ke nodi gastric sinstri
dan dextri, nodi gastroomentalis sinistri dan dextri dan nodi gastric breves. Seluruh cairan
limf dari gaster akhirnya berjalan melalui nodi coeliaci yang terdapat di sekitar pangkal
trunkus coeliacus pada dinding posterior abdomen.
LO 1.2 Mikroskopik
A. Daerah cardia
a. Histologis sangat berbeda dengan daerah lambung lain
b. Foveolae agak dangkal
c. Kelenjar sangat sedikit, berbentuk tubular simpleks bercabang
d. Sel kelenjar adalah sel mukosa, mirip sel mukosa pada kelenjar pilorus
e. Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung
B. Daerah fundus dan corpus
a. Daerah fundus dan korpus secara histologis tidak berbeda
b. Foveolae sempit, gastric pit pendek, dilanjutkan oleh kelenjar fundus
c. Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang
lurus dan bercanggah dua (bifurcatio)
d. Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis
Terbentuk oleh 7 jenis sel:
a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)
Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur
atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis
gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel
selapis silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk
dan pendek-pendek. Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel
permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa
adanya mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi.
b. Sel zimogen (Chief cell)
i. Sel utama, terdapat dalam jumlah besar,
terutama di korpus kelenjar
ii. Sel serosa, berwarna basofil, terdapat
granula zymogen pada daerah apikal sel
iii. Mensintesa protein, granula berisi enzim
pepsinogen dalam bentuk in aktiv
iv. Pada manusia menghasilkan
a) pepsin (proteolitik aktiv)
b) lipase (enzim lipolitik
c. Sel parietal (oksintik)
i. Terdapat pada setengah bagian atas
kelenjar, jarang pada basis
ii. Tersisip antara sel-sel mukus leher,
berbentuk piramid, inti sferis ditengah,
berwarna eosinofil
iii. Menghasilkan
a) HCl
b) Gastric intrinsic factor, penting
untuk absorbsi vit B12. Defisiensi menimbulkan anemia persinoad.
d. Sel mukus isthmus
i. Pada bagian atas kelenjar
ii. Merupakan peralihan sel gastric pit dan bagian leher kelenjar
iii. Sel rendah, granula mukus lebih sedikit, mensekresi mukus netral
iv. Mungkin berasal dari mitosis “small undifferentiated cell” pada daerah leher
kelenjar
e. Sel mukus leher
i. Pada leher kelenjar, berupa kelompokan sel maupun tunggal diantara sel parietal
ii. Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikans, berbeda dengan mukus
permukaan yang netral
iii. Bentuk tidak teratur, inti pada basis sel, granula ovoid/sferis pada apikal sel
iv. Terwarna kuat dengan PAS atau mucicarmine
f. Sel Argentaffin (enterochromaffin)
i. Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell
ii. Granula padat terdapat di basal sel
iii. Merupakan kelenjar endokrin uniselular
iv. Mensekresi serotonin (5 hiroksi triptamin / 5-Ht)
g. Sel APUD
i. Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
ii. Mensintesa polipeptida
iii. Dengan mikroskop elektron: granula sekresi sangat halus (100-200 nm), retikulun
endoplasmik jarang dan apparatus Golgi sedikit
iv. Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum pilorikum,
duodenum, yeyunum, ileum dan colon
v. Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon and somatostatin like
substance
vi. APUD sel pada manusia:
a) Sel C dan M pada hipofisis (adrenokorticotropin dan melanotropin)
b) Sel A pulau Langerhans (glukagon)
c) Sel non-B pulau Langerhans (insulin)
d) Sel D pulau Langerhans (somatostatin)
e) Sel AL lambung (glukagon)
f) Sel G lambung (gastrin)
g) Sel EG usus (glukagon)
h) Sel S usus (sekretin)
i) Sel D usus (somatostatin)
j) Sel parafolikular tiroid (kalsitonin)
C. Daerah Pylorus
a. Merupakan 20 % dari lambung, berlanjut dengan duodenum
b. Gastric pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
c. Kelenjar pilorus menyerupai kelenjar cardia
d. Mensekresi enzim lisosom
e. Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang pengeluaran asam pada
kelenjar lambung
LI 2. MM Fisiologi Gaster
Fungsi Motorik
1
Fungsi menampung : menyimpan makan dengan kapasitas lambung normal 50 ml pada
saat kosong dan dapat mencapai 1000m saat makan yang memungkinkan adanya
interval yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam
jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
2
3
Fungsi mencampur : adanya sel-sel pemacu depolarisasi spontan ritmik yang berada di
fundus yaitu irama listrik dasar (basic electric rhythm/BER) menyebabkan adanya
kontraksi otot polos sirkuler lambunggelombang peristaltik dan menyapu isi
lambung dalam bentuk kimus. Gelombang peristaltik pada fundus lemah sehingga
fundus dan korpus banyak berperan utk menampung makanan. Sedangkan pada daerah
antrum kimus didorong lebih kuat kebagian sfingter pylorus. Sfingter pylorus yang
tidak terbuka seluruhnya menyebabkan kimus tertolak kembali ke antrum 
mekanisme pencampuran (retropulsi)
Fungsi
pengosongan:
terbukanya
sfingter
pylorus
yang
dipengaruhi
keasaman,viskositas,volume,keadaan fisik,emosi dan obat-obatab. Pengosongan
lambung dipengaruhi oleh faktor saraf dan hormona seperti kolesistokinin
Fungsi Pencernaan dan Sekresi
1. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya ke dalam duodenum.
2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1
mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4. Produksi faktor intrinsik.
a. Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
b. Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B 12 dibawa ke ileum usus halus,
tempat vitamin B12 diabsorbsi.
5. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa
obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut
dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG
Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum
makanan mencapai lambung; (2) faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam
lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung.
Dengan demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak
pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif
mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Pengaktifan
pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl
yang disekresikan oleh sel lain di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi
tiga fase—fase sefalik, fase lambung, dan fase usus.
a.
Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke
dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang
sekresi lambung.
b.
Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama
makanan masih ada.
a. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung
dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf
vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung
untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.
b. Fungsi gastrin:
i. merangsang sekresi lambung,
ii. meningkatkan motilitas usus dan lambung,
iii. mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter
pylorus,
iv. efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
c. Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan
balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
i. Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung
akan rendah dan sekresi lambung terbatas.
ii. Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang
mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
d. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus yang kemudian memicu faktor saraf dan hormon. Sekresi lambung
distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama
beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa
dalam sirkulasi menuju lambung. Sekresi lambung dihambat oleh hormonhormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi
menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan
pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi
gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan
hormon pembersih enterogastron.
PROSES PENGISIAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN PENGOSONGAN
LAMBUNG
Terdapat empat aspek motilitas lambung:
(1) pengisian lambung/gastric filling,
(2) penyimpanan lambung/gastric storage,
(3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan
(4) pengosongan lambung/gastric emptying.
Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi
perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan
pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua
faktor berikut ini:
a. Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos
lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang
lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan
ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada
pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan
peningkatan ketegangan otot.
b. Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung
sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami
peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk,
lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak
nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh
nervus vagus.
Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus
bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke
bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per
menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic
electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh
kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke
antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi
jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan
yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami
pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi
sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat
berlangsungnya pencampuran makanan.
Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur
dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum
mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat
diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan
sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran
kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke
depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada
sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke
depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-
mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di
antrum.
Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke
dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat
terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor
lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam
lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang
sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas
lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus
intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity)
kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat
keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk
mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan
dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas
peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan,
sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat
mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
(Ganong, WF. 2008. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 22. Jakarta : Penerbit
buku Kedokteran EGC.)
LI 3. MM Biokimia Gaster
LO 3.1 Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan
fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida
(amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet
makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan).
Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase)
yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida.
Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam
sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel
eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30
menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis
ikatan glikosida α(1à4) dan menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida.
Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia
kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase,
sukrase, α-dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan memecah
disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu
monosakarida, terutama glukosa.
Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan
fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif sekunder.
Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari lumen ke interior sel dengan
memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang
memerlukan energi melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel
oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel
melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut GLUT-5.
(Robert K. Murray dkk. 2009. Biokimia HARPER Edisi 27. Jakarta : Penerbit Buk
Kedokteran EGC)
LO 3.2 Metabolisme Protein
Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum
lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung
menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin
akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen
(protein yang terdapat pada daging-dagingan).
Selanjutnya, sel eksokrin pankreas akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin,
kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase yang akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap
enzim akan menyerang ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran asam amino
dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh protease pankreas kebanyakan masih
berupa fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam amino.
Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim aminopeptidase yang akan
menghidrolisis fragmen peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil
dari pencernaan ini adalah asam amino dan beberapa peptida kecil.
Setelah dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif
sekunder (seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil masuk melalui
bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase
intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap, asam-asam amino akan dibawa masuk ke
jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.
(Robert K. Murray dkk. 2009. Biokimia HARPER Edisi 27. Jakarta : Penerbit Buk
Kedokteran EGC)
LO 3.3 Metabolisme Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya berbentuk trigliserida
(bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase
yang dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim
ke lumen usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserida.
Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh
kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna
sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna.
Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut dibantu
oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati). Garam empedu memiliki efek
deterjen, yaitu memecah globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih
kecil (proses emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di dalam molekul
hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam empedu berada di luar.
Dengan demikian lemak menjadi lebih larut dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan
meningkatkan luas permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan asam lemak
yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan bantuan misel (micelle). Misel
terdiri dari garam empedu, kolesterol dan lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan
hidrofilik di luar (permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di dalam
misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu, monogliserida dan
asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan disintesis kembali membentuk
trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran
kilomikron yang larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan
interstisium di dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya
dibawa ke duktus torasikus dan memasuki sistem sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan nontrigliserida
seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk
mencerna fosfolipase). Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung
diserap ke vena porta hepatika tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan
oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan dengan trigliserida.
(Robert K. Murray dkk. 2009. Biokimia HARPER Edisi 27. Jakarta : Penerbit Buk
Kedokteran EGC)
LI 4. MM Ulkus Peptikum
LO 4.1 Definisi
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan
dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009).
Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya di lambung atau duodenum
(Corwin, 2009).
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel
atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah
saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam/pepsin (Sanusi,
2011).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf)
LO 4.2 Etiologi
Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu, infeksi Helicobacter
pylori, dan penggunaan NSAID (Lam, 1994).
Infeksi Helicobacterpylori
Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori dan
penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat akibat
Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%.
Dalam salah satu penelitian, pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61%
merupakan penderita ulkus duodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung positif
terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit putih dibandingkan ras
yang tidak berkulit putih.
NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab umum.
Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa rentan rusak.
Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAID menderita efek samping pada
saluran gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus
duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur yang
sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka
panjang, dan penyakit penyerta yang parah.
Penelitian jangka panjang menemukan bahwa pasien dengan penyakit artritis dengan
umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin dosis rendah dapat
meningkatkan resiko dispepsia yang cukup parah apabila menghentikan penggunaan NSAID.
Walaupun prevalensi kerusakan saluran gastrointestinal akibat penggunaan NSAID
pada anak tidak diketahui, sepertinya bertambah, terutama pada anak-anak dengan penyakit
artritis kronis yang diobati dengan menggunakan NSAID. Ditemukan kasus ulserasi lam bung
dari penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada anak -anak (Anand, 2012).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf)
LO 4.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan sekitar 350.000 kasus
baru terdiagnosa setiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 3000 orang meninggal dunia
akibat ulkus duodenum dan 3000 akibat ulkus lambung. Pasien yang di rawat akibat ulkus
duodenum berkurang sekitar 50% dari tahun 1970 - 1978 tapi untuk ulkus lambung tidak ada
penurunan. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan rutin aspirin, dan penggunaan steroid
yang lama menyebabkan ulkus peptikum. Faktor genetik memainkan peranan penyebab ulkus
peptikum. Beberapa bukti menunjukkan bahwa kopi dan pengganti aspirin mungkin
mempengaruhi ulkus, tapi banyak penelitian menunjukkan alkohol tidak merupakan
penyebab ulkus (Kurata JH, 1984).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikum berpindah dari yang predominan pada pria ke
frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11 - 14 % pada pria dan 8
- 11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami
penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkat
pada wanita usia tua. (Anand, 2012).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf)
LO 4.4 Klasifikasi
LO 4.5 Patofisiologi
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein
yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin
dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu,
tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari
rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi
dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama
dengan pepsin akan merusak lambung.
Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung.
Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut
barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan
yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan
adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor
ini :
1) Hipersekresi asam pepsin
2) Kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan
obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma)
dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh
dengan terapi medis standar.
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus
duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam
gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari
duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas (maligna).
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat
menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti
luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada
lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung.
Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan
suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing
dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada
pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum,
dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering
terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah sehingga
mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah bercampur darah yang
berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna kehitaman karena bercampur darah. Tukak
yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan nantinya mengenai peritoneum sehingga
gaster dapat mengalami perforasi sampai ke dalam bursa omentalis atau mengalami
perlekatan pada pankreas. Erosi pancreas menghasilkan nyeri alih ke punggung. Arteri
lienalis berjalan pada sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini dapat
menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang menembus dinding anterior
gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas peritonealis dan menimbulkan
peritonitis difusa. Namun, paries anterior gaster dapat melekat pada hepar, dan ulkus kronis
dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini terjadi diperlukan perawatan dokter
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
LO 4.6 Patogenesis
LO 4.7 Manifestasi Klinik
Ulkus biasanya sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali. Nyeri dapat timbul
selama beberapa hari atau minggu dan kemudian berkurang atau menghilang. Gejala
bervariasi tergantung lokasi ulkus dan usia penderita. Contohnya anak-anak dan orang tua
biasanya tidak memiliki gejala yang sering didapat atau tidak ada gejala sama sekali. Oleh
karena itu ulkus biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi.
Hanya setengah dari penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama seperti
perih, rasa seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri berlangsung terus-menerus
dengan intensitas ringan sampai berat biasanya terletak di bawah sternum. Kebanyakan orang
yang menderita ulkus duodenum, nyeri biasanya tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul
menjelang siang. Minum susu dan makan (yang menyangga keasaman PH lambung) atau
meminum obat antasida mengurangi nyeri, tapi mulai timbul kembali setelah 2 atau 3 jam
kemudian. Nyeri yang dapat membangunkan orang ketika malam hari juga ditemukan.
Seringkali nyeri timbul sekali atau lebih dalam sehari selama beberapa minggu dan hilang
tanpa diobati. Namun, nyeri biasanya timbul kembali 2 tahun kemudian dan terkadang juga
dalam beberap a tahun kemudian. Penderita biasanya akan belajar mengenai pola sakitnya
ketika kambuh (biasanya terjadi ketika stres).
Makan bisa meredakan sakit untuk sementara tetapi bisa juga malah menimbulkan
sakit. Ulkus lambung terkadang membuat jaringan bengkak (edema) yang menjalar ke usus
halus, yang bisa mencegah makanan melewati lambung. Blokade ini bisa menyebabkan
kembung, mual, atau muntah setelah makan. (Keshav, 2004).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf)
LO 4.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesa
a.
b.
c.
d.
Nyeri ulu hati
Penurunan berat badan
Nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal. Bising usus mungkin tidak ada.
Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Endoskopi GI atas
digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui
endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi.
Keuntungan dari endoskopi:
1. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan
dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen
2. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan
lambung
3. bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
b. Pemeriksaan dengan barium (juga disebut barium swallow atau seri saluran
pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi,
namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
c. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung)
dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida,
dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Nyeri
lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa
menyebabkan gejala yang sama.
d. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap
secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
e. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah
bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah
lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
f. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan
yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
Pylori.
Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis
banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas
epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel
syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang
berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung.
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan
IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk
mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS.
Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang
hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang. Obat-obatan juga dapat menyebabkan
sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral,
terutama eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan
dapat mengurangi keluhan dispepsia.
Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada
pasien gengan keluhan multisistem yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata
menderita depresi ataupun gangguan somatisasi.
Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan apalagi pada pasien usia remaja
dengan penurunan berat badan yang signifikan. Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan
gastroparesis yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat
menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan
hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Penyakit jantung iskemik
kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi
oleh aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang,
saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat membingungkan dengan dispepsia fungsional.
Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa nyeri
dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otototot abdomen.
LO 4.9 Tatalaksana
Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan untuk kambuh. Faktor
yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi Helicobacterpylori, penggunaan NSAID
dan merokok. Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang
besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang relatif sama jika terapinya efektif. Ulkus yang
besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (Soll, 2009)
Bedah
Pembedahan sekarang tidak digunakan lagi dalam penatalaksaan ulkus peptikum, kecuali
pada saat keadaan darurat.
Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus digunakan terus-menerus
dan menghasilkan efek samping.
H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikum terungkap ketika H2 reseptor
antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti cimetidine dan ranitidine dipakai di pakai
diseluruh dun ia.
Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal. Omeprazole merupakan
salah satu obat PPI pertama kali.
Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan secara permanen
menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan kombinasi terapi antara penghenti asam
dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi endoskopi, seperti
menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar pendarahan berhenti (Keshav, 2004).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf)
LO 4.10 Komplikasi
Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat
menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah
darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita
pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. Yang artinya sudah ada
perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung
yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.
LO 4.11 Pencegahan
a.
b.
c.
d.
e.
Hindari penggunaan yang tidak perlu NSAID
Gunakan dosis efektif rendah dari NSAID
Hindari makanan yang bersifat pedas, asam atau kopi
Makan makanan yang bergizi
Tidak merokok ataupun meminum alkohol
LO 4.12 Prognosis
Apabila penyebab yang mendasari ulkus peptikum ini diatasi maka akan memberikan
prognosis yang bagus.
Download