BAB I PENDAHULUAN Sejak dahulu, masalah perkembangan dan pertumbuhan anak telah mendapat banyak perhatian. Penilaian tumbuh kembang perlu diketahui untuk menentukan apakah tumbuh kembang seorang berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang mengikuti pola tertentu yang khas pada setiap anak. Cerebral palsy merupakan kelainan mototrik yang banyak ditemukan pada anak-anak. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah Wiliiam John Little pada tahun 1843, yang pada masanya ia menyebutkan penyakit ini dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau asfiksia neonatorum (kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir). Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah infantile cerebral paralysis. Nama lainnya adalah “Static Encephalopathies of childhood”. Angka kejadian pada kasus ini adalah 1-5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR (berat badan lahir rendah) dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multi para. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% kehamilan cukup bulan. Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatology dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun di negara-negara berkembang, kemajuan tekhnologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi resiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan. 1 1.2 RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. apakah definisi dari Cerebral Palsy? 2. bagaimana etiologi dari Cerebral Palsy? 3. bagaimana patogenesis dari Cerebral Palsy? 4. apa saja klasifikasi dari Cerebral Palsy? 5. Bagaimana gejala klinis dari Cerebral Palsy? 6. Bagaimana penatalaksanaan penderita Cerebral Palsy? 1.3 TUJUAN PEMBAHASAN Adapun tujuan dari pembahan makalah ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana definisi dari Rhinitis Alergi 2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Rhinitis Alergi 3. Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis dari Rhinitis Alergi 4. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari Rhinitis Alergi 5. Untuk mengetahui klasifikasi Rhinitis Alergi 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Rhinitis Alergi 2 BAB II PEMBAHASAN CEREBRAL PALSY 2.1 DEFINISI Cerebral palsy merupakan suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya, dan dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum dan kelainan mental. 2.2 ETIOLOGI Penyebab cerebral palsy dapat akibat factor genetik maupun factor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar disebabkan oleh factor genetic. Sedangkan penyebab lainnya dapat dibagi kedalam 3 bagian, yaitu pranatal, perinatal dan pascanatal : - Pranatal Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh TORCH (toksoplasmosis, rubella, cytomegalo-virus, herpes) dan sifilis. Kelainan yang mencolok biasanya terjadi gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan. - Perinatal a. Anoksia/hipoksia Penyebab yang terbanyak adalah brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrument tertentu dan seksio kaesar. b. Perdarahan otak 3 Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat juga terjadi diruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan Central Nerbous System sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan diruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. c. Prematuritas Bayi kurang bulan memiliki kemugkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, fakor pembekuan darah dan lain-lain masih belum terbentuk secara sempurna. d. Ikterus Ikterus pada masa neonates dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal. e. Meningitis purulenta Apabila penanganan dan pengobatan pada penyakit ini tidak adekuat, maka akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy. - Pascanatal Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, encephalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan, luka parut otak pasca-operasi dan keracunan logam berat maupun CO. 2.3 PATOGENESIS Kelainan tergantung dari berat dan ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia klasik multiple atau iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi „patchy necrosis‟ di daerah paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat fokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena. 4 2.4 KLASIFIKASI Terdapat bermacam-macam klasifikasi dari cerebral palsy, tergantung berdasarkan apa klasifikasi tersebut dibuat. Berdasarkan gejala klinis cerebral palsy dibagi menjadi berikut : a. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan reflex yang disertai dengan klonus dan reflex Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi ini menetap dan tidak hilang meskipun penderita sedang tidur. Tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam keadaan fleksi sehingga posisi ibu jari melintang ditelapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi dan sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besar kerusakann, yaitu : - monoplegia : kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. - hemiplegia : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama. -diplegia : kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. - tetraplegia : kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebat dibandingkan tungkai. b. Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan iini pada usia bulan pertama akan tampak flasid dan seperti kodok terlentang, dan tampak kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Tanda khasnya adalah reflex neonatal dan „tonic neck reflex‟ menetap. c. Koreo-atetosis Kelainan yang khas ialah sikap abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Kerusakan terjadi di ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau icterus kern pada masa neonatus. 5 d. Ataksia Merupakan gangguan koordinasi. Tampak perkembangan motoric yang terhambat, kehilangan keseimbangan saat mulai belajar duduk, mulai berjalan sangat lambat. Kerusakan terjadi pada serebelum. e. Gangguan pendengaran Gangguan berupa kelainan neurogen terutama pada persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreoatetosis. f. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. g. Gangguan mata Biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, maka cerebral palsy dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu : Golongan ringan Penderita masih dapat melakukan pekerjaan atau aktifitas seharihari. Tanpa / hanya perlu sedikit bantuan Golongan sedang Aktivitas sangat terbatas. Penderita memerlukan bantuan/pendidikan khusus agar dapat bergerak atau berbicara dan mengurus dirinya sendiri Golongan berat Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan tidak mungkin hidup tanpa bantuan orang lain. Sebaiknya penderita ditampung pada tempat perawatan khusus 2.5 DIAGNOSIS Menurut Illingworth dalam membuat diagnosis dari cerebral palsy adalah sebagai berikut : 1. Tipe Spastik a. Umur 3 bulan pertama : - Perhatikan gerak bayi. Bayi yang spastik memiliki kapasitas gerak yang terbatas 6 - Amati bentuk kepala (berhubungan dengan retardasi mental), dan ekspresi - Angkat anak dalam posisi tengkurap, dengan memegang bagian lengan. Maka akan tampak adanya ekstensi pada kedua kaki, gerakan asimetris dan kedua kaki bersilangan - Angkat anak dalam posisi terlentang, maka kepala akan tampak terkulai, tangan dan kaki bergantung bebas tanpa adanya fleksi pada siku atau lutut - Periksa reflex primitive b. Usia 4-8 bulan : - Amati kualitas dan simetrisitas gerakan anak - Berikan anak mainan, perhatikan adanya kekakuan ketika anak meraihnya - Angkat anak dengan memegang pada setinggi dada dibawah lengan, maka kaki akan tampak ekstensi - Perhatikan adanya tanda-tanda retardasi mental - Ukur lingkaran kepala - Tes pendengarannya c. Umur 9 bulan keatas : - Beri anak mainan kubus, suruh anak membuat menara dari kubus dan perhatikan adanya tremor, ataksia. - Perhatikan apakah anak berjalan dengan ujung jari atau adanya kelainan cara berjalan - Berdirikan anak pada satu kaki, bila ada hemiplegia akan tampak jelas - Perhatikan adanya tanda- tanda retardasi mental 2. Tipe athetoid Bentuk khas kelainan ini adalah berupa ekstensi pada siku dan pronasi pada pergelangan tangan. Tonus ekstensor yang meningkat, sehingga kepala terkulai kalau anak tidur kemudian didudukan. Disertai kesulitan menghisap dan menelan. Dicurigai adanya kelainan ini apabila terdapat ataksia dalam meraih benda. Setelah satu tahun pada umumnya terdapat kesulitan dalam pandangan vertical, terdapat hipoplasi enamel gigi susu, tuli pada nada tinggi, knee jerk normal. 3. Tipe rigid Khas pada tipe ini adalah adanya rigiditas pada semua anggota gerak, dan kelainan disertai dengan retardasi mental. 4. Tipe ataksia Terdapat tanda-tanda ataksia ketika anak meraih benda, duduk, dan berjalan. 7 5. Tipe hipotonik Merupakan bentuk cerebral palsy yang jarang terjadi. Hampir semua anak dengan kelainan ini terdapat retardasi mental, lingkar kepala kecil, gerakan yang meningkat, knee jerk positif. 2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Adapun beberapa pemerksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah: 1. Brain scans dapat menentukan area kerusakan maupun abnormalitas pada perkembangan pada otak. Tes dapat berupa : - MRI : merupakan tes terpilih pada cerebral palsy. Anak diberikan sedative ringan dan tes dapat berlangsung sampai satu jam. - Ultrasound cranium : menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran otak. Alat diletakkan pada fontanel anak. - CT-Scan : dapat melihat abnormalitas otak ( tumor, perdarahan, kista, dll). Anak diberikan sedative ringan. - EEG : merekam aktivitas otak via elektroda yang dipasang pada kulit kepala. EEG dapat memastikan apakah anak mengalmi epilepsy, yang sering terjadi pada anak dengna cerebral palsy. 2. Lumbal pungsi Menyingkirkan kemungkinan penyebab suatu proses degenerative 3.Pemeriksaan psikologis Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual maupun kognitif pasien dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 2.7 PENATALAKSANAAN Terapi yang diberikan tidak bersifat kausal, tetapi hanya simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien sehingga dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik anatara dokter anak, neurology, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, perkerja social, guru sekolah luar biasa dan orang tua penderita. Secara garis besar, penatalaksanaan anak dengan cerebral palsy adalah : Aspek medis 8 1.Umum : Gizi yang baik perlu bagi tiap anak. Hal-hal lain seperti imunisasi dan pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan. 2.Obat-obatan : Diberikan sesuai dengan kebutuhan anak tergantung pada gejalagejala yang muncul, seperti obat anti kejang dan relaksasi otot. 3.Rehab medis : - Fisioterapi : tindakan ini harus segera dimulai secara intensif untuk mencegah kecacatan. Latihan yang dilakukan berupa latihan luas gerak sendi, latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan jalan, dll. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita hidup. - Terapi okupasi : terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari-hari, evaluasi penggunaan alat-alat bantu. Latihan keterampilan tangan dan aktifitas bimanual. - Terapi wicara : angka kejadian gangguan bicara pada penderita cerebral palsy berkisar antara 30-70%. Terapi wicara ini dilakukan oleh ahli terapi wicara. 4. Pembedahan ortopedi : tujuan dari tindakan bedah ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi. Aspek non-medis Mengingat selain terjadinya kecacatan motoric, juga sering terjadi kecacatan mental, maka pada umumnya pendidikan khusus diperlukan. Penderita cerebral palsy didididk sesuai dengan tingkat intelegensinya, dan dapat diperlakukan sama dengan anak normal. 2.8 PROGNOSIS Prognosis penderita dengan gejala motoric yang ringan adalah baik, makin banyak gejala penyerta dan makin berat gejala motoriknya, maka prognosis yang kita dapatkan adalah makin buruk. Dan prognosis dapat menjadi baik pada anak-anak. Kematian disebabkan oleh kelumpuhan otot pernafasan. 9 BAB III KESIMPULAN Cerebral palsy merupakan kelainan motoric yang tidak progresif yang sering terdapat pada anak-anak. Penyebabnya bias herediter, penyebab prenatal, perinatal, dan pascanatal. Gejala klinis bervariasi mulai dari spastisitas, tonus otot yang berubah, koreo-aterosis, ataksia, gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan mata. Ditinjau dari beratnya penyakit, terdapat kelainan dari yang ringan sampai yang berat. Diagnosis berdasarkan kombinasi berbagai gejala dan anamnesis yang cermat. Penatalaksanaan dari cerebral palsy ini memerlukan kerjasama multidisiplin dari beberapa ahli terapi seperti dokter anak, neurology, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, perkerja social, guru sekolah luar biasa dan orang tua penderita. Prognosis tergantung pada berat ringannya kelainan. Prognosis bertambah berat apabila disertai retardasi mental, kejang, gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran. 10 DAFTAR PUSTAKA 1. Soetjiningsih.Palsi Serebralis. In: Ranuh I, editor. Tumbuh kembang anak. Jakarta: ECG; 2008.p.223-34 2. Illingworth SR. The diagnosis of cerebral palsy, in The development of the infant and young children, Ninth Ed, Churchill Livingstone, 2002, p. 314337 3. Sri Maliawan. Tinjauan bedah saraf tentang “Cerebral Palsy”, Kumpulan makalah Temu Ilmiah Cerebral Palsy, Dalam rangka HUT Klinik Tumbuh Kembang Lab. Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah ke-VII, 17 April 2000. 4. Nuartha AABN. Cerebral Palsy. Berita Ikayana, no.02, 2005. 5. Freeman JM, Nelson KB. Intrapartum asphyxia and Cerebral Palsy, Pediatrics 82: 240- 249, 2004 11