1 Bab I Penda

advertisement
DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………………………………………………….
1
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………………….
2
Bab II Tinjauan pustaka ………………………………...…………………………......
3
Bab III Kesimpulan …………………………………………………………………….
19
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………….
20
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada
mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di
depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang
fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula
lutea. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan
panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik
kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan malahan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia.
Miopia merupakan kelainan mata yang paling banyak di seluruh dunia dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Kejadian miopia semakin
lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia
menderita miopia pada tahun 2020. Di Indonesia, prevalensi kelainan refraksi
menempati urutan pertama pada penyakit mata dan ditemukan jumlah penduduk
kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.
2
Pada penderita miopia, keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabur saat
melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Kadang kepala terasa terasa sakit atau
mata terasa lelah, misalnya saat berolah raga atau mengemudi.
Terapi yang dapat diberikan adalah koreksi kacamata dengan menggunakan lensa
sferis konkaf (negatif). Lensa sferis negatif ini dapat mengoreksi bayangan pada
miopia dengan cara memindahkan bayangan mundur tepat ke retina.
Diperlukan
pemahaman
dan
pengertian
mengenai
miopia
dan
cara
mengkoreksinya untuk memperbaiki penglihatan penderita kelainan refraksi ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
ANATOMI MATA
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior, lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–
berkas cahaya ke posterior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang
sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan
retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan
yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya
menjadi impuls syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina.
Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina
mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari
cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak.
3
Gambar 1. Anatomi Mata
Cahaya masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati kornea
dan masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di kornea
dimana terdapat pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor tersebut
merupakan massa yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa mata,
membantu untuk mempertahankan bentuk konveks dari kornea (penting untuk
konvergensi cahaya di lensa) dan menyediakan nutrisi untuk endothelium kornea. Iris
yang berada antara lensa dan aqueous humor, merupakan cincin berwarna dari serabut
otot. Cahaya pertama kali harus melewati pusat dari iris yaitu pupil. Ukuran pupil itu
secara aktif dikendalikan oleh otot radial dan sirkular untuk mempertahankan level
yang tetap secara relatif dari cahaya yang masuk ke mata. Terlalu banyaknya cahaya
yang masuk dapat merusak retina. Namun bila terlalu sedikit dapat menyebabkan
4
kesulitan dalam melihat. Lensa yang berada di belakang iris berbentuk lempeng
konveks yang memfokuskan cahaya melewati humour kedua untuk menuju ke retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas objek yang jauh, susunan otot siliare yang
teratur secara sirkular akan akan mendorong lensa dan membuatnya lebih pipih.
Tanpa otot tersebut, lensa akan tetap menjadi lebih tebal, dan berbentuk lebih
konveks. Manusia secara perlahan akan kehilangan fleksibilitas karena usia, yang
dapat mengakibatkan kesulitan untuk memfokuskan objek yang dekat yang disebut
juga presbiopi. Ada beberapa gangguan refraksi lainnya yang mempengaruhi bentuk
kornea dan lensa atau bola mata, yaitu miopia, hipermetropi dan astigmatisme.
Gambar 2. Refraksi cahaya
5
Selain lensa, terdapat humor kedua yaitu vitreous humor yang semua
bagiannya dikelilingi oleh lensa, badan siliar, ligamentum suspensorium dan retina.
Dia membiarkan cahaya lewat tanpa refraksi dan membantu mempertahankan bentuk
mata.
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya
oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam,
yaitu :
2.1.1.
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol
ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang
mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina
fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung
bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait
yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya
pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan
berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium
anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia
propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior
dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous
humour.
2.1.2.
Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea
(terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2)
corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior
terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus
6
ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis
dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang
diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan posterior, serat-serat
otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
2.1.3.
Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di
dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan
dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina
merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak,
yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior
retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan
lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi
procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,
macula lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas.
Bagian tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari
macula lutea melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak
berlekuk di pusatnya yaitu tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae.
Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak
peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada pengamatan
dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak berwarna merah muda pucat,
jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
2.2.
MIOPIA
Miopia merupakan keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat, dibiaskan di depan retina,
sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur.
7
2.3.
PATOGENESIS
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang
tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini
disebut sebagai miopia refraktif.
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari - 6
dioptri (D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan
atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan
kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan
untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch
berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar dan
dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih
belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi
penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma. Columbre
melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam
pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera
berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu
pertumbuhan okular postnatal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang
menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap
elongasi berlebihan pada miopia.
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat
mengakibatkan elongasi sumbu mata. Dalam keadaan normal sklera posterior
merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis
ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini.
Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal ini
terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.
Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang dapat
diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5
g/mm2.
Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress
ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan
8
equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan
hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat
kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan
penyakit kolagen sistematik yang berhubungan dengan miopia.
Vogt
awalnya
memperluas
konsep
bahwa
miopia
adalah
hasil
ketidakharmonian pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang
berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera
menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak
dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa
pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina.
Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi
pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek
ektodermal–mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraekuatorial
atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari posterior mata, dimana dapat
dilihat pada miopia patologis (tipe stafiloma posterior).
Meningkatnya suatu kekuatan yang luas terhadap tekanan intraokular basal.
Contoh klasik miopia skunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada
glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada
peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.
Secara anatomi dan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons terhadap
induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan
kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg,
sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver
dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa
kelopak mata meningkat sampai 70-110 mmHg.
Untuk melihat sesuatu objek dengan jelas, mata perlu berakomodasi.
Akomodasi berlaku apabila kita melihat objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat.
Menurut Dr. Hemlholtz, otot siliari mata melakukan akomodasi mata. Teori
Helmholtz mengatakan akomodasi adalah akibat daripada ekspansi dan kontraksi
lensa, hasil daripada kontraksi otot siliari. Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata
yang melakukan akomodasi mata dengan mengkompresi bola mata di tengah hingga
memanjangkan mata secara melintang.
9
Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot mata. Otot
mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata menjadi tidak
normal. Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif hasil dari otot mata
yang lemah dan tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata terfiksasi pada posisi
memanjang menyulitkan untuk melihat objek jauh.
2.4.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan penyebabnya
1. Miopia aksialis oleh karena jarak anterior dan posterior (sumbu bola mata)
terlalu panjang dengan kelengkungan ornea dan lensa yang normal. Dapat
merupakan kelainan kongenital ataupun akuisita, juga ada faktor herediter.
Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus, sedangkan yang akuisita
terjadi :
 Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M. rektus internus berkontraksi berlebihan, bola mata terjepit,
oleh otot-otot mata luar, yang menyebabkan tempat yang paling lemah dari
bola mata yaitu polus posterior mata memanjang.
 Muka yang lebar bila hendak mengerjakan pekerjaan dekat juga
menyebabkan konvergensi berlebihan sehingga menimbulkan hal yang
sama seperti diatas.
 Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi
bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena
dari kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan tekanan pula pada
bola mata, sehingga polus posterior menjadi memanjang.
2. Miopia pembiasan
Penyebabnya dapat terletak pada :
 Kornea : kongenital : keratokonus dan keratoglobus
didapat: keratektasia, karena menderita keratitis, kornea menjadi
lemah. Oleh karena tekanan intraocular, kornea menonjol ke
depan.
 Lensa : Lensa terlepas dari zonula Zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasio lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih
cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya aqueous humor,
lensa menjadi cembung.
10
 Cairan mata : Pada penderita diabetes mellitus yang tidak diobati, kadar
gula dari humor aquous meninggi, menyebabkan daya
biasnya meninggi pula.
b. Berdasarkan derajat beratnya miopia, dapat dibagi dalam
1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri
3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
4. Miopia tinggi, dimana miopia antara 6-10 dioptri
5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia lebih dari 10 dioptri
c. Secara klinik dibedakan
1. Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologik
Timbul pada umur masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit
pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai
umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5D atau -6D. Tajam penglihatan
dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.
2. Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan
puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai umur 25 tahun atau
lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 dioptri.
3. Miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia maligna
disebut juga miopia patologik atau degeneratif, karena disertai kelainan
degenerasi di koroid dan bagian lain dari mata.
2.5.
DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh
penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek
dengan jarak jauh. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum
remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam
posisi konvergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen).
Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen
(estropia). Apabila terdapat miopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang
lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang miopianya lebih tinggi. Mata ambliopia
akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
11
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum
remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esoptropia.
Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif. Cara
subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snellen dan trial lenses; dan
cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan retinoskopi.
Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak pemeriksa dan
penderita sebesar 5-6 m, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan pemeriksaan ini
harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun penderita. Pada pemeriksaan
terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau visus (VOD/VOS) yang
dinyatakan dengan bentuk pecahan :
Visus=
Jarak antara penderita denga huruf optotipe Snellen
Jarak yang seharusnyadilihat oleh penderita yang normal
Visus yang terbaik adalah 5/5, yaitu pada jarak pemeriksaan 5 m dapat terlihat
huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5 m.
Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada dasar
putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat pada
jatak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka visus sebesar
2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa menggerakkan tangannya pada
bermacam-macam arah dan meminta penderita mengatakan arah gerakan tersebut
pada bermacam-macam jarak. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada
jarak 300 m, jika penderita hanya dapat melihat gerakan tangan pada jarak 1 m, maka
visusnya 1/300.
Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada jarak
terdekat sekalipun, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan sinar/cahaya
dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada mata penderita dari segala
arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita harus
dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar dan
arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan visusnya
12
1/ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat sinar dan tidak
dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat
maka berarti retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk.
Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat oleh penderita maka berarti terjadi
kerusakan dari retina secara keseluruhan dan dikatakan dengan visus 0 (nol) atau buta
total.
Ketajaman
penglihatan
yang
kurang
baik
dapat
dikoreksi
dengan
menggunakan lensa sferis + (S+), sferis – (S-), silindris +/- (C+/-). Pada kelainan
refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan menggunakan Sferis
negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman penglihatan terbaik tanpa
akomodasi.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk melihat kelainan dan keadaan
fundus okuli, dengan dasar cahaya yang dimasukkan ke dalam fundus akan
memberikan refleks fundus dan akan terlihat gambaran fundus. Pemeriksaan
oftalmoskopi pada kasus yang disertai dengan kelainan refraksi akan memperlihatkan
gambaran fundus yang tidak jelas, terkecuali jika lensa koreksi pada lubang
penglihatan oftalmoskopi diputar. Sehingga dengan terlebih dahulu memperlihatkan
keadaan refraksi pemeriksa, maka pada pemeriksaan oftalmoskopi besar lensa koreksi
yang digunakan dapat menentukan macam dan besar kelainan refraksi pada penderita
secara kasar. Pemeriksaan oftalmoskopi pada penderita miopia dapat ditemukan
1. Miopia simpleks :
a. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar
oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang miosis, sehingga
pupilnya midriasis, Mm. siliaris menjadi atrofi, menyebabkan iris letaknya lebih ke
dalam, sehingga bilik mata depan menjadi lebih dalam. Kadang-kadang ditemukan
bola mata yang agak menonjol.
b. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
 Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai vitreous floaters atau obscurasio
corpori vitrei, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
13
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum
jelas hubungannya dengan keadaan miopia
 Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
 Makula : berupa pigmentasi di daerah retina karena terdapat
proliferasi sel epitel pigmen (Forster-Fuchs black spot), kadangkadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
 Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
Gambar 3. Stafiloma posterior pada miopia degeneratif
Gambar 4. Perdarahan subretina dari membran neovaskular
koroid pada miopia degeneratif
14
Gambar 5. Perdarahan subretina dan bercak Fuch’s dari membran
neovaskular koroid pada miopia degeneratif.
Pemeriksaan streak retinoskopi merupakan metode pemeriksaan yang dalam
pelaksanaannya tidak memerlukan kerja sama dari penderita, sehingga dapat
dilakukan pada anak-anak ataupun pada orang yang tidak dapat membaca.
Retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak pemeriksa dan penderita
sejauh 1 m. Sumber cahaya terletak di atas penderita, agak ke belakang sehingga
wajah penderita dalam keadaan gelap, dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa yang
memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahaya tersebut ke arah
pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat refleks fundus pada pupil penderita
melalui lubang pada bagian tengah cermin. Kemudian cermin tersebut digerakgerakkan dan pemeriksa memperhatikan gerakan dari refleks fundus
pada mata
penderita. Pada penderita miopia akan didapatkan arah gerak refleks fundus yang
berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan lensa konkaf
(minus), sampai refleks pupil mengisi seluruh apertura pupil dan tidak lagi terdeteksi
adanya gerakan (titik netralisasi). Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan
terang, bentuk dan kecepatangerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan
gerak yang cepat menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks yang
suram, pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya kelainan refraksi
yang tinggi.
2.6.
PENCEGAHAN DAN PENGONTROLAN
Untuk mencegah dan mengontrol dapat dilakukan antara lain dengan:
15
 Zat Sikloplegik
Berdasarkan laporan penelitian, pemberian harian atropin dan cyclopentolate
mengurangi tingkat progresi miopia pada anak-anak. Meskipun demikian, hal ini
tidak sebanding dengan ketidaknyamanan, toksisitas dan resiko yang berkaitan
dengan sikloplegia kronis. Selain itu, penambahan lensa plus ukuran tinggi
(contoh: 2,50 D) diperlukan untuk melihat dekat karena inaktivasi otot silier.
Meskipun progresi melambat selama terapi, efek jangka panjang tidak lebih dari
1-2 D.
 Lensa plus untuk melihat dekat
Efektivitas pemakaian lensa bifokus untuk mengontrol miopia pada anak-anak
masih kontroversial, beberapa penelitian tidak menunjukkan reduksi progresi
miopia yang bermakna namun ada juga penelitian yang menemukan bahwa
pemakaian lensa bifokus dapat mengontrol miopia. Ukuran adisi dekat yang
efektif masih diperdebatkan.
 Lensa Kontak Rigid
Lensa kontak Rigid gas-permeable (RGP) dilaporkan efektif memperlambat
tingkat progresi miopia pada anak-anak. Pengontrolan miopia diyakini
disebabkan karena perataan kornea. Selama 3 tahun pemberian lensa kontak,
ruang vitreus masih lanjut memanjang, hingga kontrol miopia dengan RGP tidak
mengurangi resiko berkembangnya sekuele miopia segmen posterior. Bila
pemakaian lensa kontak dihentikan muncul efek rebound seperti curamnya
kembali korenea (resteepening of the cornea)
 Bila membaca atau melakukan kerja jarak dekat secara intensif, istirahatlah tiap
30 menit. Selama istirahat, berdirilah dan memandang ke luar jendela.
 Bila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku.
 Pencahayaan yang cukup untuk membaca.
 Batasi waktu bila menonton televisi dan video game. Duduk 5-6 kaki dari
televisi.
 Jenis-jenis intervensi lain seperti pemakaian vitamin, bedah sklera, obat penurun
tekanan bola mata, teknik relaksasi mata, akupunktur. Namun, efektivitasnya
belum teruji dalam penelitian.
16
2.7.
PENATALAKSANAAN
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak
lensa atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan
kacamata atau kontak lensa yang akan mengkompensasi panjangnya bola mata dan
akan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina.
Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk
mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastik
ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan miopia
adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan –3,0 memberikan tajam penglihatan 5/5, dan demikian juga bila
diberi S – 3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi –3,0 agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua pada terapi miopia.
Kontak lensa merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yang
dipakai langsung di mata di depan kornea. Meski terkadang ada rasa tidak nyaman
pada awal pemakaian tetapi kebanyakan orang akan cepat membiasakan diri terhadap
pemakaian kontak lensa.
Bagi orang-orang yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau kontak
lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia dan kesehatan secara umum dapat
melakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau pilhan ketiga untuk
mengkoreksi miopia yang dideritanya. Ada tiga type dalam melakukan operasi mata
tersebut : 1) radial keratotomi, 2) photorefraktive keratectomi dan 3) laser-assisted insitu keratomileusis (LASIK).
LASIK
merupakan
metode
terbaru
didalam
operasi
mata,
LASIK
direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK
digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong
flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat
lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah
bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
17
Keterangan : F : Flap kornea
L : Sinar laser
S : Jaringan kornea
Gambar 6. Laser assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Keterangan : L : Sinar laser
Gambar 7. Photo Refractive Keratectomy (PRK)
Gambar 8. Radial Keratomy
18
2.8.
PROGNOSIS
Kacamata dan kontak lensa dapat mengkoreksi (tetapi tidak selalu)
penglihatan pasien menjadi 5/5. Operasi mata dapat memperbaiki kelainan mata pada
orang yang memenuhi syarat.
Faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan dan derajat keparahan
miopi tidak dapat diubah, tetapi kita dapat mempengaruhi faktor lingkungan sebagai
sebab timbulnya miopi. Cara pencegahan yang dapat kita lakukan adalah dengan
membaca di tempat yang terang, menghindari membaca pada jarak dekat, beristirahat
sejenak ketika bekerja di depan komputer atau mikroskop, nutrisi yang baik dan terapi
penglihatan.
Tidak ada angka kejadian berdasarkan penelitian yang menjelaskan bahwa
kontak lensa atau latihan mata dapat menghentikan progresifitas dari miopi.
Ketegangan mata dapat dicegah dengan menggunakan cahaya yang cukup pada saat
membaca dan bekerja, dan menggunakan kacamata atau lensa yang disarankan.
Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk penderita degeneratif miopi karena
mereka mempunyai faktor resiko untuk terjadinya ablasi retina, degenerasi retina atau
masalah lainnya.
2.9.
KOMPLIKASI
Pada penderita miopia yang tidak dikoreksi dapat timbul komplikasi.
Komplikasi tersebut antara lain, ablasi retina dan strabismus esotropia. Ablasi retina
terjadi karena pada miopia tinggi terbentuk stafiloma sklera posterior yang terletak
dipolus posterior, maka retina harus meliputi permukaan yang lebih luas sehingga
teregang dan menimbulkan fundus tigroid. Akibat regangan mungkin dapat
menyebabkan ruptura dari pembuluh darah retina dan mengakibatkan perdarahan
yang dapat masuk kedalam badan kaca, mungkin juga terjadi ablasi retina akibat
timbulnya robekan karena tarikan.Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien
miopia memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
kedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau
esotropia. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.
19
BAB III
KESIMPULAN
Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa
separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020. Di Indonesia,
prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata dan
ditemukan jumlah penduduk kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi
penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
Faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan dan derajat keparahan
miopi tidak dapat diubah, tetapi kita dapat mempengaruhi faktor lingkungan sebagai
sebab timbulnya miopi. Cara pencegahan yang dapat kita lakukan adalah dengan
membaca di tempat yang terang, menghindari membaca pada jarak dekat, beristirahat
sejenak ketika bekerja di depan komputer atau mikroskop, nutrisi yang baik dan terapi
penglihatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas HS. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2004.
2. Ilyas HS, Yulianti SR. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi penglihatan warna.
Dalam: Ilmu penyakit mata. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.
3. Saw S.M, Hong R.Z, Zhang M.Z, Fu Z.F, Ye M, Tan D and Chew S.J., Near Work
Activity and Myopia in Rural and Urban Schoolchildren in China. Journal Pediatric
Ophthalmology Strabismus, 2001. Available at : http://www.ncbi.nim.nih.gov
4. Ilyas HS. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
5. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease Management.
New York: Johson Publishing LLC; 2001.
6. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi umum. 14th ed. Jakarta: Penerbit EGC; 2000
7. Ilyas, Sidarta,Prof.dr.Ht. SpM dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. FK UI. hal 5-6. 2000
8. Ilyas, Sidarta,Prof.dr.Ht. SpM. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
FK UI; 2000. H. 4-5,75.
9. Myopia. http://www.emedicine.com/OPH/topik255.htm,
10. Lee,
Judith
dan
Bailey,
Gretchyn.
Myopia.
http://www.yahoo.com/
AllAboutVision_com.htm.
11. Myopia. Canadian Ophtalmological Society.www.eyesite.ca
12. Walling, Anne D, Fredrick,M.D.DR. Shortsightedness: a review of causes and
interventions-
Tips
from
Other
Journals-Myopia
treatment.
www.goglee.com/myopia.htm.
13. Handbook of Ocular Disease Management- Pathological Myopia and Stafiloma
Myopia. http://www.eyeworld.com.
21
Download