BAB I PENDAHULUAN Frozen shoulder merupakan rasa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma,
mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat
trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri, penurunan kekuatan otot,
penurunan kemampuan fungsional penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS
yang terjadi baik secara aktif atau pasif. Biasanya nyeri ini akan timbul saat
melakukan aktivitas seperti mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut,
menggosok punggung sewaktu mandi, menulis di papan tulis, mengambil sesuatu
dari saku belakang celana dan kesulitan saat memakai atau melepas baju. Hal ini
akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya
dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan
dalam gerak dan aktivitas fungsional keseharian.1-2
Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun
kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture
rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus.
Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal juga diduga menyebabkan
penyakit tersebut. 1
Dalam mengatasi masalah ini maka diperlukan kerjasama yang baik dari
semua unsur yaitu pasien dan dokter dalam hal ini dikhususkan peranan dari
rehabilitasi medik di dalam upaya mengatasi nyeri yang berdampak langsung
terhadap kualitas hidup, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindroma frozen shoulder adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya
suatu reaksi peradangan kronik dan kekakuan bahu yang didahului dengan
bursitis, tendonitis dan kapsulitis pada daerah persendian glenohumeral sehingga
pergerakkannya terganggu dan timbul nyeri (sakit).3
Anatomi
Bahu
terdiri
acromioclavicularis,
dari
7
sendi,
scapulocostalis,
yaitu
glenohumeralis,
sternoclavicularis,
suprahumeralis,
costosternalis
dan
costovertebralis. Sendi glenohumeral mempunyai peranan yang penting dan
merupakan sendi yang paling mobile dari ketujuh sendi tersebut.3
Gerakan-gerakan pada sendi bahu terdiri dari fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi
dan endorotasi-eksorotasi. Lingkup gerak sendi bahu dalam keadaan normal yaitu
fleksi 180°, ekstensi 60°, abduksi 180°, adduksi 75°, endorotasi 90° dan
eksorotasi 90°.3
Epidemiologi
Onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-60 tahun. Dari 2-5 % populasi
sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai perempuan
dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari penderita
diabetes mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder.2
2
Etiologi
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan
respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun
penyebab utamanya idiopatik, banyak
yang menjadi predisposisi frozen
shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan
di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive
injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan
infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi
rotator cuff, fraktur) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina
pectoris). De Palma (1973) melaporkan bahwa setiap hambatan yang menghalangi
gerak scapulohumeral/scapulothoraxic menyebabkan inaktifitas dari otot sehingga
merupakan predisposisi terjadinya frozen shoulder.4
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS (American Academy of
Orthopedic Surgeon) tahun 2007 mengenai frozen shoulder, teori tersebut
adalah:2,5
a.
Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.
b.
Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada
saat yang sama.
3
c.
Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d.
Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan
pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan
nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang
imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama
dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema,
eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara
lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur
tendon subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.3
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan
penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi.
Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain
sehingga menghambat LGS penuh. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang
disebut frozen shoulder.3
4
Gambaran Klinis
Penderita datang dengan keluhan nyeri dan ngilu pada sendi serta gerakan
sendi bahu yang terbatas ke segala arah, terutama gerakan abduksi dan elevasi,
sehingga mengganggu lingkup gerak sendi bahu. Rasa nyeri akan meningkat
intensitasnya dari hari ke hari. Bersamaan dengan hal ini terjadi gangguan lingkup
gerak sendi bahu. Penyembuhan terjadi kurang lebih selama 6-12 bulan, di mana
lingkup gerak sendi akan meningkat dan akhir bulan ke 18 hanya sedikit terjadi
keterbatasan gerak sendi bahu.3
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:2,4
a.
Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat,
gerak sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir ampai 10-36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di
ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c.
Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan
tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan
yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Diagnosis
a. Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:3
-
Lokasi yang sebenarnya dari nyeri bahu yang dirasakan.
-
Sudah berapa lama nyeri tersebut dirasakan.
5
-
Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri bahu tersebut dan
yang dapat menguranginya.
-
Ada tidaknya aktivitas yang berlebihan, terkilir atau trauma pada bahu
sebelumnya.
-
Ada tidaknya masalah atau penyakit pada bahu yang pernah diderita
sebelumnya.
-
Jika mungkin ditanyakan juga diagnosis serta terapi yang pernah diberikan
saat itu.
-
Perlu juga ditanyakan mengenai pekerjaan, kegemaran atau kegiatan
waktu senggang yang sering dilakukan pasien.
b. Pemeriksaan fisik
Pada frozen shoulder merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan
aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan atas
dan punggung, perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan
aktif terbatas. Pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi
kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.3
Appley scratch test merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup gerak
sendi aktif pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan
tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder pasien
tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang
geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan
kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan.3
6
Gambar 1: Appley scratch test
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.3
Selain appley scratch test, tes provokasi lain yang dapat dilakukan adalah:
 Appley scarf test
Pasien diminta melakukan fleksi bahu sampai 90° dan meletakkan tangan
menyilang secara horizontal di depan dada kontralateral di depan bahu yang
lain. Pemeriksa melihat apakah ada nyeri atau perubahan pada sendi
acromioclavicular.6
Gambar 2: Appley scarf test
7
 Lift off test
Pasien berdiri dengan posisi bahu di internal rotasi dan siku difleksikan
sementara dorsum tangan menyentuh tulang belakang. Kemudian pasien
diinstruksikan untuk mengangkat tangan. Positif bila pasien tidak mampu
mengangkat tangan dari belakan melawan gravitasi.6
Gambar 2: Lift off test
 Empty can test
Pasien diminta untuk mengekstensi sendi siku dengan lengan yang abduksi
dan jari menunjuk ke bawah, kemudian penderita disuruh untuk melakukan
elevasi lengan sambil pemeriksa melakukan tahanan melawan gerakan
tersebut.6
Gambar 3: Empty can test
8
 Yergason’s test
Pasien diminta melakukan fleksi aktif sendi siku melawan tahanan sambil
pemeriksa melakukan eksorotasi humerus, akan terjadi subluaksi tendon
yang dirasakan sebagai lucutan dan kejutan. Positif bila terjadi nyeri di
sulcus bisipitalis sewaktu akan melakukan supinasi tangan melawan
tahanan.6
Gambar 4: Yergason’s test
c. Pemeriksaan penunjang
Selain pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan
pemeriksaan seperti :3,7
-
X-ray, yaitu pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
fraktur dan osteoartritis.
-
Arthrografi, yaitu pemeriksan x-ray dengan menggunakan kontras yang di
suntikkan ke sendi bahu sebagai tanda pengerutan atau penyusutan kapsul
sendi bahu.
-
MRI, yaitu untuk mengevaluasi jaringan di sekitar sendi.
9
8. Penatalaksaan
a. Medikamentosa
Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan analgesik dan obat anti inflamasi
nonsteroid. Pemakaian relaksan otot bertujuan untuk mengurangi kekakuan dan
nyeri dengan menghilangkan spasme otot. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian suntikan menghilangkan nyeri secara cepat. Harus diperhatikan
kemungkinan ruptur dari tendon pada penyuntikan tersebut, maka penyuntikan
tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 1 tahun.8
b. Program rehabilitasi medik

Ultrasound (US)
Pada frozen shoulder, modalitas yang sering digunakan adalah
Ultrasound. Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang
secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus
tertentu
termasuk
kasus
muskuloskeletal.
Terapi ultrasound
sendiri menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari
20.000Hz yang tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran.
Dengan pemberian modalitas ultrasound dapat terjadi iritan jaringan
yang
menyebabkan
reaksi
jaringan, hal ini disebabkan
oleh
fisiologis
seperti
kerusakan
efek mekanik dan thermal ultra
sonik. Pengaruh mekanik tersebut juga dengan terstimulasinya saraf
polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu
produksi “P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau
dikenal “neurogeic
inflammation”. Namun
dengan
terangsangnya “P
substance” tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih
10
terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang
mengalami kerusakan.9

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang
sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang
berbagai tipe nyeri. Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan
cara peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut , maupun
melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal, sehingga
dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang lebih
ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi
spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran
“viscous circle of reflex” yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.9
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar
dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi
sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui
sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif
bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang
mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.9
Pengurangan
nyeri
yang
ditimbulkan
oleh
TENS
dapat juga
meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktivitas α motor neuron
sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya
“refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot
agonis dapat melakukan gerakan, dan karena stabilitas terbesar pada sendi
bahu oleh otot, maka hal tersebut meningkatkan mobilitas sendi bahu.9
11

Latihan
Latihan merupakan bagian yang terpenting dari terapi frozen shoulder.
Pada awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri
begitu berat. Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif
dibantu. Rasa nyeri yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara
pasif maupun aktif menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama
latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih
fase akut sehingga latihan gerak aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri
terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa akut sudah
berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang
menimbulkan/menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena rasa
nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan LGS. Tetapi bila gerakan pada
latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi latihan
gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan meggunakan alat
seperti shoulder wheel, over head pulleys, finger ladder dan tongkat
merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder.6
12
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny. H.P.
Umur
: 54 tahun
Alamat
: Kelurahan Mahawu ling. VI
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS (perawat)
Tanggal periksa
: 3 Desember 2012
ANAMNESA
Keluhan utama: nyeri pada bahu kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien merasa nyeri pada bahu kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 1
bulan yang lalu, nyeri awalnya tidak terlalu dirasakan tapi lama-kelamaan nyeri
semakin bertambah, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, bersifat hilang timbul,
nyeri saat digerakkan ke samping, ke atas dan ke belakang sehingga pasien sulit
untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyisir rambut dan memakai
pakaian. Nyeri dirasakan lebih sering dan lebih hebat kurang lebih 1 minggu yang
lalu. Saat batuk atau bersin nyeri tidak dirasakan. Pasien mulai merasa cemas
dengan penyakitnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asam urat (-), kolesterol (-)
13
Riwayat kebiasaan:
Sehari-hari pasien bekerja dengan menggunakan tangan kanan dan memakai
tas di bahu kanan, di tempat kerja sehari-hari pasien bekerja menulis kurang lebih
2 jam. Pasien di rumah bila menonton TV sambil tiduran di kursi dengan posisi
setengah duduk dan sering makan makanan berlemak.
Riwayat keluarga:
Hanya penderita yang sakit seperti ini.
Riwayat sosial ekonomi:
Pasien merupakan peserta Askes, bekerja sebagai perawat di RSUP Prof. DR.
R. D. Kandou Manado, suami pasien bekerja sebagai PNS, memiliki 3 orang
anak, 2 anak telah menikah, 1 anak telah bekerja. Tinggal di rumah permanen, 2
lantai dengan dinding beton, memiliki 5 kamar tidur, dihuni oleh 5 orang,
WC/kamar mandi di dalam rumah dengan WC duduk. Penghasilan untuk
kehidupan sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung Askes.
Visual Analog Scale (VAS)
0
7
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 130/70 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
14
10
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu badan
: 36,5°C
Kepala
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thoraks
: Bunyi jantung I dan II normal, bising (-), suara pernapasan
vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
: Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
: Akral hangat, edema (-)
Status lokalis
Pada regio shoulder dekstra:
Inspeksi
: deformitas (-), edema (-), kemerahan (-)
Palpasi
: spasme (+) m. supraspinatus dekstra, edema (-)
nyeri tekan (+) m. supraspinatus dekstra
Status motorik
Pemeriksaan
Ekstremitas Superior
Dekstra
Sinistra
C5 (fleksor siku)
5
5
C6 (ekstensor pergelangan tangan)
5
5
C7 (ekstensor siku)
5
5
C8 (fleskor jari)
5
5
T1 (abduktor jari kelingking )
5
5
15
Status sensorik
Pemeriksaan
Ekstremitas Superior
Dekstra
Sinistra
C5 (sisi lateral akromioklavikula)
2
2
C6 (ibu jari)
2
2
C7 (jari tengah)
2
2
C8 (jari kelingking)
2
2
T1 (sisi medial fossa antekubiti)
2
2
Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) Regio Shoulder
LGS Bahu
Fleksi-
Aktif
Pasif
Aktif
Pasif
Normal
(Dekstra)
(Dekstra)
(Sinistra)
(Sinistra)
30°- 0°-100°
35°- 0°-105°
40°-0°-180
40°-0°-180
45°- 0°- 180°
100°- 0°-50°
105°- 0°-55°
180°-0°-50°
180°-0°-50°
180°- 0°- 60°
80°-0°-70°
85°-0°-75°
85°-0°-90°
85°-0°-90°
90°- 0°- 90°
ekstensi
Abduksiadduksi
Rotasi
interna- rotasi
eksterna (90°)
Tes provokasi
Appley scarf test
: +/-
Appley scratch test
: +/-
Yergason’s test
: -/-
Moseley
: -/-
16
Resume
Perempuan umur 54 tahun, datang ke poliklinik rehabilitasi medik dengan
keluhan nyeri pada bahu kanan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Nyeri
awalnya tidak terlalu dirasakan tetapi lama-kelamaan nyeri semakin bertambah,
seperti ditusuk-tusuk, bersifat hilang timbul, nyeri saat digerakkan ke samping, ke
atas, dan ke belakang sehingga pasien sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyisir rambut dan memakai pakaian. Nyeri dirasakan lebih sering dan
lebih hebat kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien mulai merasa cemas dengan
penyakitnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak baik,
kesadaran: kompos mentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah: 130/70 mmHg,
nadi: 76x/menit, respirasi: 24x/menit, suhu: 36,5°C. Status lokalis regio shoulder
dekstra didapatkan pada palpasi: spasme (+) dan nyeri tekan (+) pada m.
supraspinatus dekstra. Pemeriksaan status motorik dan status sensorik dalam batas
normal. Pada pemeriksaan LGS regio shoulder dekstra terdapat keterbatasan ke
segala arah. Pada tes provokasi: appley scarf tes +/-, appley scratch tes +/-.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
: Frozen shoulder dekstra
Diagnosis etiologi
: Mekanik kronik
Diagnosis topis
: Regio shoulder dekstra
Diagnosis fungsional : Disabilitas
17
PENATALAKSANAAN
Problem:
-
Nyeri bahu dekstra
-
Keterbatasan LGS shoulder dekstra
-
Pasien mulai merasa cemas dengan penyakitnya
Penanganan:
1. Fisioterapi
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Nyeri bahu dan keterbatasan LGS shoulder dekstra
Program:
-
US pada regio shoulder dekstra
2. Okupasi terapi
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Nyeri bahu dan keterbatasan LGS shoulder dekstra
Program:
-
Latihan peningkatan LGS shoulder dekstra dengan aktivitas
3. Ortotik Prostetik
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Nyeri bahu dan keterbatasan LGS shoulder dekstra
18
Program:
-
Pada saat ini program belum diperlukan
4. Psikolog
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Pasien mulai cemas dengan penyakitnya
Program:
-
Support mental pada pasien dan keluarga
5. Sosial medik
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Pasien merupakan peserta Askes, bekerja sebagai perawat di RSUP Prof.
DR. R. D. Kandou Manado, suami pasien bekerja sebagai PNS, memiliki 3
orang anak, 2 anak telah menikah, 1 anak telah bekerja. Tinggal di rumah
permanen, 2 lantai dengan dinding beton, memiliki 5 kamar tidur, dihuni
oleh 5 orang, WC/kamar mandi di dalam rumah dengan WC duduk.
Penghasilan untuk kehidupan sehari-hari cukup, biaya pengobatan
ditanggung Askes.
Program:
-
Memperbaiki lingkungan rumah
19
6. Home program
Evaluasi:
-
Kontak, pengertian serta komunikasi yang baik
-
Nyeri bahu dan keterbatasan LGS shoulder dekstra
Program:
-
Finger ladder
-
Latihan tongkat
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungtionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurul S. Penatalaksanaan Fisioterapi padaKasus Capsulitis Adhesiva Dekstra
dengan Menggunakan Short Wave Diathermy (SWD) dan Terapi Manipulasi
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta. 5 Desember 2012.
Available from: http://etd.eprints.ums.ac.id/2792/
2. Miharjanto K, Kuntono H, Setiawan D. Perbedaan Pengaruh Antara Latihan
Konvensional Ditambah Latihan Plyometrics dan Latihan Konvensional
Terhadap Pengurangan Nyeri dan Disabilitas Penderita Frozen Shoulder. 5
Desember 2012. Available from: http://penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wpcontent/uploads/2012/04/jurnal2011.pdf
3. Hanako S. Frozen Shoulder. 5 Desember 2012. Available from:
http://minepoemss.blogspot.com/2010/07/frozen-shoulder.html
4. Anonymous. Frozen Shoulder (Capsulitis Adhesiva). 5 Desember 2012.
Available from: http://poenya-moe.blogspot.com/2012/03/frozen-shouldercapsulitis-adhesiva.html
5. Hidayat S. Nyeri Bahu/ Frozen Shoulder. 5 Desember 2012. Available from:
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1991481-nyeri-bahufrozen-shoulder/
6. Anonymous. Frozen Shoulder (Kapsulitis Adhesiva/Adhesive Capsulitis). 5
Desember
2012.
Available
from:
http://fisioterapi-
yunitaprabandari.blogspot.com/2010/10/frozen-shoulder-capsulitis.html
7. Nasir Y. Kenali Gejala Frozen Shoulder. 5 Desember 2012. Avaible from :
http://yuninasir.blogspot.com/2011/02/kenali-gejala-frozen-shoulder.html
8. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative Joint Disease. In : Harrison’s
Manual of Medicine 15th Ed. Boston: McGraw-Hill, 2003. P748-49.
9. Irfan. Frozen Shoulder (Kaku Bahu). 5 Desember 2012. Avaible from :
http://dhaenkpedro.wordpress.com/fisioterapi-pada-frozen-shoulder-kakubahu/
21
Download