I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji-bijian seperti jagung, limbah pengolahan padi (dedak) dan limbah agroindustri lainnya merupakan pakan yang umumnya dikonsumsi ternak unggas. Biji-bijian tersebut menyediakan sumber nutrien bermanfaat seperti karbohidrat kompleks, protein, vitamin, mineral dan sumber serat, namun pakan lokal ini memiliki beberapa kelemahan yaitu kandungan asam fitat dan garam fitat yang tinggi sehingga dapat mengganggu penyerapan mineral (Rostami dan Giri, 2013). Biji-bijian merupakan sumber fosfor (P) dalam bentuk asam fitat. Asam fitat (myo-inositol-hexakisfosfat, InsP6) adalah sumber utama dari inositol dan bentuk penyimpanan utama dari fosfat dalam biji tanaman (Marounek dkk., 2011). InsP6 diketahui sebagai anti-nutrisi dengan cara mengkelat kation divalen seperti Zn2+, Fe2+ dan Mg2+ karena InsP6 bermuatan negatif sehingga menurunkan penyerapan mineral (Rostami dan Giri, 2013). Fitat bersifat sebagai anti-nutrisi pada hewan monogastrik (unggas) yang mencegah penyerapan mineral karena membentuk kompleks dengan protein (De Angelis dkk., 2003) dan berbagai ion logam dan karena itu menurunkan ketersediaan nutrien pakan. Disisi lain unggas hanya memiliki enzim pendegradasi fitat (fitase) dalam aras yang sangat rendah dalam saluran cernanya sehingga senyawa fitat dalam biji sulit dicerna dan terbuang bersama ekskreta dalam bentuk ikatan fitat dengan P ke lingkungan (Shin dkk., 2001; Cowieson, 2005) yang merupakan sumber polusi (Selle dan Ravindran, 2007). Secara simultan ekskreta diekskresikan unggas ke lingkungan, sehingga mengakibatkan 1 2 kerusakan serius terhadap ekologi (Vats dkk., 2005). Oleh karena itu, peningkatan kualitas produk pakan asal biji-bijian dan eliminasi efek InsP6 masih menjadi peluang untuk para teknolog (Haros dkk., 2008). Kadar asam fitat dapat dikurangi dengan fitase [myo-inositol hexakisfosfat fosfohidrolase], enzim yang mengkatalisis hidrolisis sekuensial fitat pada fosfat dan inositol dari penta- menjadi mono-fosfat sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan efek anti-nutrisi dan menghasilkan bioavailabilitas divalen kationik mineral esensial pada pakan (Palacios dkk., 2008). Fitase banyak ditemukan di alam, seperti pada tanaman, jaringan hewan, dan mikroorganisme (Kornegay, 2001). Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari saluran pencernaan hewan dan manusia merupakan suatu sumber penting dari bakteri fungsional baru, yang dapat mengembangkan peran biologis selama berada di gastrointestinal maupun selama pengolahan makanan (Palacios dkk., 2008). BAL merupakan salah satu sumber fitase mikrob. Aktivitas fitase ekstraseluler dari beberapa BAL yang diisolasi dari berbagai sumber telah dilaporkan seperti Lactobacillus amylovorus (Sreeramulu dkk., 1996), L. plantarum dari koleksi USDA Agricultural Research Service, USA (Zamudio dkk., 2001), L. plantarum, Enterococcus faecium, dan Leuconostoc gelidum dari makanan berbasis sereal terfermentasi (Anastasio dkk., 2010), dan Bacillus subtilis dari lumpur (Shamna dkk., 2012). Aktivitas fitase intraseluler terdapat pada L. sanfranciscensis, L. fructivorans, L. lactis, dan L. alimentarius (De Angelis dkk., 2003) yang diisolasi dari makanan Italia terfermentasi, Bifidobacterium dentium, L. reuteri, dan L. salivarius dari berbagai 3 organ pada saluran pencernaan ayam (Palacios dkk., 2008), L. plantarum dan L. fermentum dari tanaman Pennisetum americanum L. (Leeke) terfermentasi (Songré-Ouattara dkk., 2008), serta Pediococcus pentosaceus dari usus halus ayam (Raghavendra dan Halami, 2009), namun belum banyak diteliti mengenai fitase dari BAL asal saluran pencernaan unggas lokal di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan beberapa isolat BAL dari unggas lokal (ayam kampung dan bebek) yang memiliki kemampuan menghasilkan fitase yang dapat diaplikasikan sebagai starter pada fermentasi pakan ternak unggas maupun sebagai probiotik sehingga ternak monogastrik dapat lebih memanfaatkan fosfor yang terdapat dalam pakan dan mengurangi polusi P dari ekskreta yang dikeluarkan. 1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pada saluran pencernaan unggas terdapat BAL yang mampu menghasilkan fitase ekstraseluler? 2. Bagaimana karakteristik BAL penghasil fitase? 3. Apakah BAL penghasil fitase berpotensi sebagai probiotik? 4. Bagaimana pengaruh suhu dan pH inkubasi terhadap aktivitas fitase? 5. Berapakah nilai parameter kinetika enzim (Km dan Vmaks) yang dihasilkan oleh isolat yang memberikan aktivitas fitase tertinggi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan pentingnya karakterisasi BAL penghasil fitase, maka tujuan penelitian ini adalah 1) mengisolasi BAL 4 penghasil fitase dari saluran pencernaan unggas lokal, 2) menapis isolat BAL yang menghasilkan fitase tertinggi, 3) mengidentifikasi isolat BAL, 4) mengetahui potensi BAL penghasil fitase sebagai probiotik, 5) mengetahui pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas fitase, 6) menentukan nilai parameter kinetika enzim (Km dan Vmaks). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memperoleh isolat BAL penghasil fitase yang dapat diaplikasikan sebagai probiotik maupun sebagai starter pada fermentasi pakan, serta menghasilkan fitase yang dapat digunakan sebagai imbuhan pakan ternak sehingga ternak monogastrik bisa lebih memanfaatkan fosfor yang terdapat dalam pakan dan dapat mengurangi polusi fosfor dari ekskreta yang dikeluarkan. 1.5 Kebaruan Penelitian Eksplorasi dan pemanfaatan isolat BAL penghasil fitase yang berasal dari unggas khususnya ayam kampung dan bebek belum dilaporkan dalam bentuk karya tulis ilmiah lainnya. Selain itu isolat BAL penghasil fitase tersebut dan enzim fitasenya memiliki karakteristik yang berbeda dengan isolat BAL lain yang telah berhasil diisolasi sebelumnya. Penggunaan BAL penghasil fitase sebagai probiotik maupun sebagai starter pada fermentasi pakan untuk mendegradasi fitat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas ternak unggas melalui efisiensi pakan.