BAB III METODE PENELITIAN A. Pembentukan Indeks Kondisi

advertisement
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pembentukan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan
Penggunaan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan
dilakukan dengan pembobotan antara masing-masing variabel pembentuk.
Sama halnya seperti yang dilakukan Freedman (1994), , Kanaan, Siddharta
dan Bhoi (2006), dan Qoyyum (2002) dimana dalam pembentukan Indeks
Kondisi Moneter menggunakan variabel nilai tukar dan suku bunga.
Sedangkan Indeks Kondisi Keuangan berdasarkan Goodhart dan Hoffman
(2001) menggunakan variabel nilai tukar, tingkat suku bunga, total kredit dan
nilai saham IHSG sebagai variabel pembentuk.
Setelah diketahui bobot dari masing-masing variabel tersebut
menggunakan estimasi model VAR, langkah selanjutnya adalah mengalikan
bobot tersebut dengan masing-masing variabelnya, yang dirumuskan sebagai
berikut (Santoso, 1999):
(
(
)
(
)
(
)
)
(
)
t
: indeks waktu, dengan t=0 sebagai waktu dasar
θir
: bobot suku bunga
θex
: bobot nilai tukar
θih
: bobot IHSG
θtc
: bobot total kredit
(
)
54
B. Interpolasi PDB
PDB dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder triwulanan
PDB atas dasar harga berlaku tahun 2000 yang kemudian diinterpolasi
dengan metode Qudratic-Match Sum di Eviews 9, sehingga diperoleh angka
PDB bulanan. Interpolasi data triwulan menjadi bulanan diperlukan karena
tidak tersedianya data PDB bulanan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia.
Proses interpolasi merupakan proses pencocokan kurva (curve
fitting), yaitu proses mencocokkan nilai hampiran atau nilai hasil proyeksi
dan peramalan terhadap nilai aktualnya sehingga mencapai tingkat ketelitian
yang tinggi (Munir, 2003:192). Interpolasi yang dilakukan dalam penelitian
ini menggunakan metode quadratic math sum yaitu sebagai berikut:
M1t = 1/3[(Qt- 1,5)/3 (Qt-Qt-1)]
M2t = 1/3[(Qt- 0)/3 (Qt-Qt-1)]
M3t = 1/3[(Qt+ 1,5)/3 (Qt-Qt-1)]
Dimana:
M = Data Bulanan
Q1 = Data Kuartalan yang berlaku
Qt-1 = Data Kuartal sebelumnya
Interpolasi data dari data yang memiliki frekuensi rendah ke
frekuensi yang lebih rinci, dengan menggunakan nilai substantif
berdasarkan nilai dasar. Dalam hal ini Eviews menyediakan metode
pengonversian frekuensi dengan berbagai macam pilihan frekuensi yang
55
ada. Penelitian ini menggunakan Metode Quadratic-Match Sum untuk
memperkirakan nilai fungsi diantara poin-poin data yang sudah
diketahui, dimana metode ini sesuai dengan properties data yang relatif
sedikit dan cukup stabil (Eviews 6 User Guide I, p. 109)
C. Metode Analisis Data
Metode
Vector
Autoregression
(VAR)
yang
pertama
kali
dikemukakan oleh Sims muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan
rumitnya proses estimasi dan inferensi karena keberadaan variabel endogen
yang berada di kedua sisi persamaan (endogenitas variabel), yaitu di sisi
dependen dan independen. Model Vector Auto Regression (VAR) adalah
model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan
makroekonomi dinamik dan stokastik. Tujuan dari dibentuknya VAR adalah
apabila ada keserentakan antara sebuah kumpulan variabel, variabel-variabel
tersebut seharusnya diperlakukan dalam keadaan yang adil (equal footing):
seharusnya tidak ada priori perbedaan antarvariabel endogen dan eksogen
(Gujarati: 2004: 848).
Vector Auto Regression (VAR) adalah salah satu bentuk model
ekonometrika yang menjadikan suatu peubah sebagai fungsi linier dari
konstanta dan log dari pengubah itu sendiri serta nilai lag dari pengubah lain
yang terdapat dalam suatu sistem persamaan tertentu. Keunggulan metode
VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional (Hadi, 2003)
adalah :
56
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem
yang kompleks (multivariate) sehingga dapat menangkap
hubungan secara keseluruhan variable di dalam persamaan.
2. Estimasi sederhana dimana metode OLS biasa dapat digunakan
pada setiap persamaan secara terpisah
3. Uji VAR yang multivariate bisa menghindari parameter yang
biasa akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan
4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam
sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variable sebagai
variabel endogenous.
5. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari
berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk
gejala perbedaan palsu (spurious variable endogenety and
exogenety) di dalam model ekonometrika konvensional terutama
pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran
yang salah.
Metode VAR menjelaskan bahwa setiap variabel yang terdapat
dalam model tergantung pada pergerakan masa lalu variabel itu sendiri dan
pergerakan masa lalu dari variabel lain yang terdapat dalam sistem
persamaan. Metode VAR biasa digunakan untuk memproyeksikan sistem
variabel runtun waktu (time series) dan menganalis dampak dinamis
gangguan yang terdapat dalam persamaan tersebut. Di samping itu, pada
dasarnya metode VAR dapat dipadankan dengan suatu model persamaan
simultan (Hadi, 2003). Hal ini disebabkan oleh karena dalam analisis VAR
57
kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama
dalam suatu model.
Meskipun bisa disebut sebagai metode analisis yang relatif
sederhana, metode analisis VAR mampu mengatasi permasalahan endogenity.
Dengan memperlakukan seluruh variabel yang digunakan dalam persamaan
sebagai variabel endogen, maka identifikasi arah hubungan antar variabel
tidak perlu dilakukan. Analisis VAR dapat dikatakan sebagai alat analisis
yang sangat berguna, baik dalam memahami adanya hubungan timbal balik
antar variabel ekonomi maupun dalam pembentukan model ekonomi yang
berstruktur. Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari
pembentukan sebuah sistem persamaan, yang pada dasarnya dapat disediakan
dengan metode VAR, yaitu deskripsi data, peramalan, inferensi struktural,
dan analisis kebijakan.
Dalam tahap pengujian awal variabel menggunakan metode uji VAR
digunakan manakala data yang digunakan dalam penelitian telah stasioner
seluruhnya pada tingkat level, apabila data belum stasioner seluruhnya pada
tingkat level dan terkointegrasi maka metode yang digunakan adalah Vector
error Correction Model (VECM). Metode time series yang paling frontier
untuk menganalisis hubungan Indeks Kondisi Moneter dan Keuangan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dalam penelitian ini, data terlebih dahulu diuji stasioneritas datanya
dengan menggunakan uji akar unit (unit root test). Apabila data telah
stasioner pada tingkat level maka dilanjutkan dengan persamaan VAR biasa
(unrestricted VAR) yang terdiri dari dua persamaan guna menentukan ordo
58
VAR yang optimal dan dilanjutkan dengan uji kointegrasi menggunakan
metode Johansen. Namun apabila data tidak stasioner pada level, dapat
menggunakan model VECM (Vector Error Correction Model), yaitu model
untuk menganalisis data multivariate time series yang tidak stasioner.
Uji selanjutnya yaitu uji Granger Causality untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan dua arah antara variabel yang diteliti. Sebagai
salah satu syarat dalam penggunaan model VECM bahwa tidak boleh terdapat
hubungan dua arah diantara variabel yang diteliti. Setelah lolos dalam uji
kausalitas Granger Model VECM dapat digunakan. Model VECM digunakan
dalam model VAR non struktural apabila data runtun waktu tidak stasioner
pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga
menunjukkan adanya hubungan teoritis antarvariabel. Salah satu Pemodelan
VECM dilakukan berbagai tahapan yang harus dilakukan seperti uji
stasioneritas data, penentuan lag optimum, uji kausalitas Granger dan uji
kointegrasi.
Secara umum tahap pengujian menggunakan metode VAR/VECM
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Tahap Pengujian VAR/VECM
Sumber: Widarjono, 2007
59
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam menggunakan
model VECM yaitu:
1.
Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji stationer sangat penting dalam analisis time series.
Pengujian stasioneritas ini dilakukan dengan menguji akar-akar unit.
Data yang tidak stationer akan mempunyai akar-akar unit, sebaliknya
data yang stationer tidak ada akar-akar unit. Data yang tidak stationer
akan menghasilkan regresi lancung yaitu regresi yang menggambarkan
hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara
statistik padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang
dihasilkan tersebut (Laksani, 2004). Pada prinsipnya uji ini dimaksudkan
untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otogresif yang
ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Penentuan pada kestasioneran
harus diperhatikan karena akan memengaruhi hasil dari penelitian dan
karena banyaknya koefisien yang muncul pada analisis VAR dapat
menimbulkan kesulitan dalam estimasinya.
Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP) hingga
diperoleh data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu
besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai rata-ratanya. Uji
Augmented Dickey-Fuller menyesuaikan uji Dickey-Fuller untuk
mengatasi kemungkinan adanya masalah autokorelasi pada error term
dengan menambahkan lag dari bentuk difference dari variabel dependen.
Sedangkan,
Phillips-Perron
menggunakan
metode
statistik
60
nonparametrik untuk mengatasi masalah autokorelasi pada error term
tanpa menambahkan lag dari bentuk difference. Formulasi uji ADF yaitu
sebagai berikut Gujarati (2004: 817-818):
∑
Keterangan:
= Variabel yang diamati periode t
= nilai variabel Y pada satu periode sebelumnya
= konstanta
= koefisien tren
= koefisien variabel lag Y
= panjangnya lag
= error term white noise yang murni
Phillips-Perron (1988) mengembangkan generalisasi prosedur
Dickey-Fuller, formulasi uji PP menurut Enders (1995: 239) yaitu
sebagai berikut:
dan
̅
̅
̅ (
)
Keterangan:
= Variabel yang diamati periode t
= nilai variabel y pada suatu periode sebelumnya
= gangguan
T = jumlah yang diobservasi
61
Hasil dari nilai t statistik ADF maupun PP yang ditunjukkan
oleh uji akar unit dibandingkan dengan nilai kritis McKinnon untuk
melihat kestasioneran data yang diteliti. Apabila angka yang ditunjuk
oleh nilai t statistik ADF atau PP lebih besar dari nilai kritis McKinnon
maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner karena tidak
mengandung unit root. Sebaliknya, apabila angka yang ditunjuk oleh
nilai t statistik ADF atau PP lebih kecil dari nilai kritis McKinnon maka
disimpulkan bahwa data yang diteliti mengandung masalah unit root
sehingga tidak stasioner.
Data yang tidak stasioner pada uji ADF atau PP tingkat level
maka akan dilakukan differencing data untuk memperoleh data yang
stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1). Langkah ini
disebut dengan uji derajat integrasi yang dimaksudkan untuk melihat
pada derajat keberapa data akan stasioner. Uji ini dilakukan dengan
mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. Pendekatan
ini dilakukan untuk mengurangi persamaan regresi lancung (spurious
regression) sehingga diperoleh data yang stasioner dengan derajat I(n).
Menurut Gujarati (2004: 806) regresi lancung atau regresi tanpa memiliki
arti dapat terjadi dalam time series yang tidak stasioner bahkan jika
sampel adalah sangat besar.
2.
Penentuan Lag Optimal (Lag Length)
Sebagai konsekuensi dari penggunaan model dinamis dengan
data berkala (time series), efek perubahan unit dalam variabel penjelas
dirasa selama sejumlah periode waktu (Gujarati, 2007). Dengan kata lain,
62
perubahan suatu variabel penjelas kemungkinan baru dapat dirasakan
pengaruhnya setelah periode tertentu (time lag).
Lag (beda kala) ini dapat terjadi karena beberapa alasan pokok
(Gujarati, 2007), diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Alasan psikologis, dimana orang tidak langsung mengubah
kebiasaannya saat terjadi suatu perubahan pada hal lain.
2. Alasan teknologi mendorong orang untuk menahan atau menunda
konsumsi saat ini, agar dapat memperoleh barang dengan harga yang
lebih murah sebagai akibat munculnya produk keluaran baru.
3. Alasan institusional, yang menyangkut urusan administrasi dan
perjanjian, menyebabkan orang baru dapat mengambil keputusan
setelah berakhirnya periode kontrak atau perjanjian.
Langkah penting yang harus dilakukan dalam analisis VAR adalah
penetuan panjang lag. Penentuan lag optimal bertujuan untuk menetapkan
ordo optimal kointegrasi jangka panjang. Penentuan lag yang optimal dapat
ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu: LR (Likelihood
Ratio), AIC (Akaike Information Criterion), SC (Schwarz Information
Criterion), FPE (Final Prediction Error), dan HQ (Hannan-Quinn
Information Criterion). Penentuan lag haruslah tepat agar perilaku dalam
model dapat diketahui dengan optimal dan dapat melihat hubungan dari setiap
variabel di dalam sistem. Kriteria dari masing-masing cara tersebut adalah
sebagai berikut:
AIC =
( )
SIC =
( )
(
)
( )
63
HQ =
( )
(
)
Keterangan :
1 = Sum of squared residual
T = Jumlah observasi
k = parameter yang diestimasi.
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria
informasi tersebut, dipilih atau tentukan kriteria yang mempunyai final
prediction error corection (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC, dan HQ
yang paling kecil diantara berbagai lag yang diajukan, Ajija et al (2011:
167)
3.
Uji Kausalitas Granger (Granger Causality)
Metode Granger Causality merupakan salah satu metode untuk
menguji hubungan kausal atau interdependensi antara dua data deret
waktu. Kemungkinan-kemungkinan hasil yang didapat dalam pengujian
Granger Causality adalah kedua variabel memiliki hubungan kausal dua
arah, hanya terdapat hubungan kausal satu arah, dan independensi atau
tidak ada hubungan diantara kedua variabel (Gujarati, 2003: 697). Uji
Granger Causality, membutuhkan model dengan lag, seperti model
autoregressive atau Vector Autoregressive (VAR) dan Vector Error
Correction Model (VECM).
Pengujian dengan menggunakan metode ini adalah untuk
mengetahui bilamana variabel endogen dapat diperlakukan atau dianggap
sebagai variabel eksogen. Dalam memilih lag pada umumnya lebih baik
memilih menggunakan lag yang lebih banyak dibandingkan dengan lag
64
yang sedikit, karena dalam teori ini sangat erat kaitannya dalam hal
relevansi seluruh informasi pada masa lalu. Dalam penentuan lag
diperlukan pula pertimbangan yang beralasan dan memadai, dimana
variabel lag dapat membantu menjelaskan variabel endogen yang
diprediksi. Dalam hal ini, Eviews memproses bivariate linear
autoregressive model dalam bentuk:
( )
( )
Keterangan:
4.
x dan y
: semua variabel yang digunakan
α
: nilai koefisien
β
: nilai prediksi
t
: periode t
t-1
: periode t-1
ε
: error term
Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test)
Metode kointegrasi yang dapat digunakan diantaranya metode
kointegrasi Engle Granger dan metode kointegrasi Johansen. Dalam
penelitian ini digunakan metode kointegrasi Johansen untuk memperoleh
hubungan jangka panjang antara variabel-variabel dalam model.
Kointegrasi ini merupakan hubungan jangka panjang antar variabel yang
telah memenuhi syarat dalam proses integrasi yaitu dimana semua
variabel telah stasioner pada derajat yang sama. Menurut Gujarati (2004:
65
697) secara ekonomi, variabel dapat kointegrasi apabila memiliki
hubungan jangka panjang, atau kesinambungan antara keduanya.
Pengujian kointegrasi bisa diasumsikan sebagai tes awal untuk
menghindari spurious regression atau regresi lancung, sehingga apabila
terdapat kointegrasi maka permasalahan regresi lancung tidak akan
terjadi. Apabila variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tidak
saling terkointegrasi maka menggunakan VAR in first difference. Namun
apabila variabel-variabel yang digunakan saling terkointegrasi, maka
metode Vector Error Correction Model (VECM) dapat digunakan.
Analisis
dengan
metode
ini
dapat
dilihat
dengan
membandingkan nilai Max-Eigen dengan nilai Trace yang ditunjuk.
Apabila nilai Max-Eigen dan nilai Trace yang ditunjuk lebih besar
daripada nilai kritis 1% dan 5% maka data tersebut terkointegrasi. Begitu
pun sebaliknya apabila nilai Max-Eigen dan nilai Trace yang ditunjuk
lebih kecil dari nilai kritis 1% dan 5% maka data tersebut tidak
terkointegrasi. Metode uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan Johansen Cointegration Test.
5.
Estimasi Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Corection Model
(ECM)
Salah satu kegunaan pengujian stasioneritas dan kointegrasi
sebelumnya adalah digunakan untuk menentukan metode VAR yang
akan dipakai melakukan dalam estimasi apakah metode VAR in Level
ataukah menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM).
Jika pengujian sebelumnya menunjukkan hasil estimasi data yang tidak
66
stasioner namun memiliki kointegrasi dengan variabel data yang lain
maka akan digunakan metode VECM. Metode ini pada dasarnya
menggunakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus
diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun
terkointegrasi.
VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi
tersebut ke dalam spesifikasi model. Karena itulah mengapa VECM juga
sering disebut sebagai model VAR bagi data time series yang bersifat
non stasioner dan memiliki hubungan kointegrasi. Berdasarkan Enders
(1995:
300)
Sims
(1980)
mengkritik
“incredible
identification
restrictions” yang melekat dalam model struktural untuk sebuah estimasi
berpendapat untuk sebuah strategi estimasi alternatif. Pertimbangan
dengan mengikuti ganeralisasi multivarian dari model VAR, dituliskan
menjadi:
Keterangan:
= vektor variabel yang masuk dalam VAR
= vektor intersep
= matriks parameter
= vektor residual
Terminologi VAR adalah karena munculnya nilai lag pada
variabel dependen pada bagian kanan dan terminologi vektor muncul
karena pada faktanya kita berurusan dengan dua (atau lebih) variabel
67
vektor. Menurut Gujarati (2004: 862-863), kelebihan yang terdapat pada
metode VAR antara lain:
a.
Metode VAR sederhana, seseorang tidak harus mendeterminasikan
apakah variabel yang digunakan eksogen atau endogen, karena
semua variabel dalam VAR ini adalah endogen.
b.
Estimasi model VAR sederhana yaitu metode OLS yang biasa
dipakai dapat diaplikasikan pada setiap persamaan secara terpisah.
c.
Peramalan yang didapatkan dari metode VAR dalam beberapa kasus
hasilnya baik dari sebuah model persamaan berkelanjutan yang lebih
kompleks.
d.
Metode VAR sangat berguna untuk memahami adanya hubungan
timbal balik antara variabel-variabel ekonomi maupun di dalam
pembentukan model ekonomi berstruktur.
e.
Metode VAR dilengkapi dengan estimasi Impulse Response
Function (IRF) dan Variance Decomposition. Impulse Respone
Function digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan
setiap variabel akibat shock suatu variabel tertentu. Varian
Decomposition
memberikan
informasi
mengenai
kontribusi
(presentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu
variabel tertentu.
Namun di sisi lain juga terdapat beberapa kritik terhadap model
VAR, yaitu sebagai berikut:
a. Tidak seperti model persamaan simultan, model VAR lebih bersifat a
theoretic karena hanya menggunakan sedikit informasi terdahulu.
68
Mengingat kembali model persamaan simultan, untuk beberapa
variabel memainkan peranan penting dalam pengidentifikasian model.
b. Karena menekankan pada peramalan, model VAR kurang baik
digunakan untuk menganalisis kebijakan.
c. Kendala yang paling besar dalam model VAR adalah penentuan
berapa jarak lag yang dapat digunakan.
d. Variabel yang akan digunakan dalam VAR harus stasioner, dan
apabila tidak stasioner, perlu dilakukan transformasi bentuk data,
misalnya melalui first difference.
e. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada
estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan
interpretasi pada estimasi Impulse Response Function (IRF) dan
Varian Decomposition.
Model VAR untuk mengidentifikasi hubungan diantara variabel
yang tidak stasioner dapat menggunakan model koreksi kesalahan atau
Vector Error Corection Model (VECM). Berdasarkan Hakim (2011),
bentukan VECM dapat ditulis sebagai berikut:
∑
Keterangan:
∑
= komponen VAR dalam first difference
= komponen pengoreksi kesalahan (error correction)
= Vektor dari variabel
= Vektor konstanta
69
k = struktur lag
= vektor white noise error terms
VECM merupakan suatu model ekonometrika yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkah laku jangka pendek dari suatu
variabel terhadap jangkanya, akibat shock yang permanen. Menurut Ajija
et al (2011: 189), asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VECM
adalah semua variabel harus bersifat stasioner. Hal ini ditandai dengan
semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam
konstan, dan diantara variabel tidak bebas tidak ada korelasi.
Untuk melakukan uji VECM kestasioneran data melalui
pendifirensialan saja masih belum cukup, maka diperlukan kointegrasi
atau hubungan jangka panjang dan jangka pendek didalam model.
Apabila variabel-variabel yang diteliti tidak terkointegrasi dan stasioner
stasioner pada orde yang sama, maka dapat diterapkan VAR standar atau
VAR In difference yang dihasilkan akan identik dengan OLS, akan tetapi
jika dalam pengujian membuktikan terdapat kointegrasi, maka dapat
diterapkan Error Correction Model (ECM) untuk single equation atau
Vector Error Correction Model (VECM) untuk system equation.
Model pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model untuk variabel Indeks Kondisi Moneter
∑
∑
2. Model untuk variabel Indeks Kondisi Keuangan
∑
Keterangan:
∑
70
= konstanta
6.
µ
= error term
LN_PDB
= Nilai PDB Indonesia
LN_MCI
= Indeks Kondisi Moneter
LN_FCI
= Indeks Kondisi Keuangan
Impulse Response Function (IRF)
Sims (1992) dalam Ajija et al (2011: 168) menjelaskan bahwa
Impulse Response Function (IRF) menggambarkan ekspektasi k-periode
ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari
variabel yang lain. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu
variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali
ke titik keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. Dalam penelitian ini
IRF dilakukan untuk melihat respon yang ditunjukkan oleh variabel PDB
akibat adanya goncangan (shock) yang ditimbulkan akibat adanya
perubahan dalam Indeks Kondisi Moneter maupun Indeks Kondisi
Keuangan.
7.
Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga Forecast Error
Variance Decomposition (FEVD) merupakan perangkat pada model
VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang
diestimasi menjadi komponen – komponen shock, kemudian variance
decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari
pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel
lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
71
Menurut Koop (2005), FEVD dilakukan untuk melihat
kontribusi suatu variabel dalam menjelaskan variabilitas variabel
endogennya. Perbedaan antara Impulse Response Function (IRF) dengan
Variance Decomposition yaitu pada Variance Decomposition, perubahan
dalam suatu variabel ditunjukkan dengan perubahan error variance nya.
Dalam penelitian ini Variance Decomposition digunakan untuk melihat
peran Indeks Kondisi Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan dalam
menjelaskan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode 2006
sampai 2015.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah ekonomi moneter dan ekonomi
makro di Indonesia. Penelitian ini menganalisis hubungan Indeks Kondisi
Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, mengingat bahwa kestabilan sistem keuangan di Indonesia menjadi
penting guna menjaga kestabilan perekonomian itu sendiri. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder runtun
waktu (time series) bulanan, untuk melihat hubungan Indeks Kondisi Moneter
(MCI) dan Indeks Kondisi Keuangan (FCI) terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia selama 1 dekade terakhir yaitu dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2015
72
E. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah
data sekunder runtun waktu (time series). melihat hubungan Indeks Kondisi
Moneter dan Indeks Kondisi Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, penelitian ini menggunakan data bulanan dari tahun 2006 sampai
dengan tahun 2015. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :
1.
Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Dolar Amerika Serikat yang
diperoleh dari www.bi.go.id (SEKI)
2.
Tingkat Suku Bunga Berjangka yang merupakan tingkat suku bunga
deposito dengan tenor 1 bulan di Indonesia yang diperoleh dari
www.bi.go.id (SEKI)
3.
Tingkat Inflasi Indonesia yang merupakan tingkat inflasi yang terjadi di
Indonesia diperoleh dari www.bi.go.id (SEKI)
4.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks harga saham
gabungan Indonesia yang tertera pada BEI yang diperoleh dari
www.bi.go.id (SEKI)
5.
Total Kredit Perbankan yaitu keseluruhan total penyaluran kredit oleh
bank umum yang diperoleh dari Buku Besar Makro Ekonomi, Badan
Kebijakan Fiskal Republik Indonesia.
6.
Indeks Kondisi Moneter yaitu Indeks yang dibentuk oleh variabel nilai
tukar dan tingkat suku bunga dengan menggunakan model VECM yang
diolah menggunakan Eviews 9.
73
7.
Indeks Kondisi Keuangan yaitu Indeks yang dibentuk oleh variabel nilai
tukar, tingkat suku bunga, nilai IHSG dan total kredit perbankan dengan
menggunakan model VECM yang diolah menggunakan Eviews 9.
8.
Total PDB merupakan keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang
menggunakan harga berlaku setiap tahun yang menggambarkan
pertumbuhan ekonomi. Data untuk variabel ini diperoleh dari BPS
(www.bps.go.id)
9.
Indeks Produksi Industri merupakan angka indeks yang digunakan untuk
melihat laju pertumbuhan industri. Data untuk variabel ini diperoleh dari
BPS (www.bps.go.id)
F.
Definisi Operasional Variabel
Untuk melihat hubungan Indeks Kondisi Moneter dan Indeks
Kondisi Keuangan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka
penulis menggunakan PDB sebagai proksi dari pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Sedangkan untuk pembentukan Indeks Kondisi Moneter, penulis
menggunakan variabel tingkat suku bunga dan nilai tukar, dan Indeks Kondisi
Keuangan
sebagai pengembangan Indeks Kondisi Moneter dengan
menambahkan dua variabel pembentuk lainnya, yaitu nilai IHSG (Indeks
Harga Saham Gabungan) dan juga total kredit perbankan. Definisi dari
masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1.
Indeks Kondisi Moneter
Pergerakan indeks kondisi moneter ditentukan oleh gejolak dari
komponen yang membentuk indeks kondisi moneter yaitu suku bunga
74
dan nilai tukar. Tujuan utama penggunaan Indeks Kondisi Moneter
(MCI) adalah untuk mengetahui stance kebijakan moneter. Indeks ini
dapat memberikan informasi tentang akan dilakukannya pengetatan atau
pelonggaran moneter di Indonesia. Secara empiris, MCI adalah rata-rata
tertimbang (weighted average) dari perubahan suku bunga dan nilai tukar
relatif terhadap periode yang ditentukan (base periode).
Dalam penelitian ini, Indeks Kondisi Moneter dibentuk dengan
menggunakan
metode
pembobotan
melalui
VECM,
dengan
menggunakan variabel inflasi sebagai variabel pembentuk. Variabel
Indeks Kondisi Moneter ini disimbolkan dengan LNMCI.
2.
Indeks Kondisi Keuangan
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa transmisi
kebijakan moneter sebelumnya hanya melibatkan saluran dari nilai tukar
dan tingkat suku bunga dalam perhitungannya. Seperti yang dilakukan
oleh Modigliani, Bernanke dan Gertler dalam (Gauthier, Graham dan
Liu, 2004), penelitian ini mengungkapkan peran nilai saham dan juga
saluran kredit memiliki peran yang cukup penting pula dalam transmisi
kebijakan moneter. Perubahan nilai saham mempengaruhi masyarakat
dalam merubah keputusan untuk berkonsumsi, dimana kenaikan nilai
saham dapat menarik masyarakat untuk berinvestasi. Sedangkan saluran
kredit bekerja ketika harga aset mengalami kenaikan, sehingga
masyarakat maupun perusahaan dapat meningkatkan nilai dari jumlah
pinjaman melalui peningkatan nilai jaminan yang mereka miliki.
75
Oleh sebab itu dalam penelitian kali ini, Indeks Kondisi
Keuangan digunakan dari pengembangan Indeks Kondisi Moneter.
Dimana selain menggunakan saluran nilai tukar dan juga tingkat suku
bunga, dalam pembentukannya menambahkan dua variabel lainnya, yaitu
nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan juga total kredit
perbankan. Sama halnya seperti Indeks Kondisi Moneter, Indeks Kondisi
Keuangan juga dibentuk dengan menggunakan model VECM, dimana
variabel Indeks Kondisi Keuangan ini disimbolkan dengan LNFCI.
3.
Pertumbuhan Ekonomi
Untuk melihat ukuran satu pertumbuhan ekonomi dapat dilihat
dari PDB. PDB adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan
dalam perekonomian suatu Negara di dalam masa satu tahun. Terdapat
dua cara untuk menghitung PDB salah satunya dengan cara melihat total
pendapatan setiap orang dalam perekonomian, sedangkan cara lain
melihat PDB adalah pengeluaran toal barang dan jasa dalam satu
perekonomian (Mankiw, 2007).
Tujuan PDB yaitu meringkas kegiatan ekonomi dalam nilai
mata uang tunggal pada periode waktu tertentu, mengukur pendapatan
total dan pengeluaran total nasional atau arus uang output barang dan jasa
dalam suatu perekonomian. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran
total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian
secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran. Dalam
penelitian, variabel ini disimbolkan dengan LNPDB. Data yang
digunakan adalah produk domestik bruto menurut lapangan usaha atas
76
dasar harga berlaku 2000 yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS)
berdasarkan perhitungan triwulan yang diinterpolasi menggunakan data
Eviews 9 menjadi perhitungan bulanan.
Selain itu penelitian ini juga menggunakan Indeks Produksi
Industri yang digunakan untuk melihat laju pertumbuhan industri, karena
IPI juga digunakan dalam. Terlebih lagi angka indeks IPI juga dipakai
sebagai bahan masukan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (RAKORTAS)
Bidang Ekonomi, serta digunakan juga sebagai dasar penghitungan
Produk Domestik Bruto (PDB). Indeks produksi Industri bulanan
merupakan indikator ekonomi makro dimaksudkan untuk dapat dijadikan
sebagai suatu sistem pemantauan dini (early warning system), agar
pembuat keputusan dapat lebih cepat dalam membuat kebijakan. Dalam
penelitian, variabel ini disimbolkan dengan LNIP
Download