9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perawat Pengertian Perawat Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. menurut Harlley (1997) dalam Fahri (2010), menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya.(Depkes RI, 2002; dalam Aisiah, 2004; dalam Fahri, 2010). 9 Menurut UU RI no 23 th 1992 tentang kesehatan, mendefinisikan perawat yaitu mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan. ( http://www.pustakaindonesia.or.id ). Sedangkan menurut International Council Of Nurses (1965); dalam Fahri (2010), perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien. Dari beberapa pengertian diatas dapat disumpulkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dan mempunyai kemampuan dan kewajiban dalam merawat dan menolong orang yang sakit atau klien sesuai dengan bidangnya (Harley, 1997; Depkes RI, 2002; UU RI no 23, 1992; International Council Of Nurses, 1965). Peran Dan Fungsi Perawat Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Aisiah, 2004). Perhatian perawat profesional pada waktu menyelenggarakan pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil perawat profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dalam malakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan (Gafar,1997; dalam Aisiah 2004). Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsih 10 pemberi institusi asuhan keparawatan, keperawatan, praktek keperawatan, pengelola pendidikan klien serta kegiatan penilitian dibidang keperawatan. (Sieglar, 2000; dalam Kamarullah, 2005). Peran Pelaksana Peran ini di kenal dengan “ Care Gver” peran perawat dalam memberikan asuhan keparawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator serta rehabilitator. Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam, sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal. Peran Sebagai Pendidik Sebagai pendidik perawat berperan dalam medidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desimilasi ilmu kepada peserta didik keperawatan. Peran Sebagai Pengelola 10 11 Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keparawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawat dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Karena pengetahuan pemahaman perawat yang kurang sehingga pelaksana perawat pengelola belum maksimal, mayoritas posisi, lingkup kewenangan dan tanggungjawab perawat hampir tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Peran Sebagai Peneliti Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metoda penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan tekhnologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan memperkokoh dan tekhnologi, selain itu penting dalam upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan. Tren Keperawatan Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, 12 disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif (Joe, 2009). Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek (Joe, 2009). Komunikasi Perawat-Klien Pengertian Komunikasi Perawat-Klien Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Kenyataannya, memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali yang berstatus sebagai perawat, yang tugasnya sehari-hari selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu dengan pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi adalah sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik (Kariyoso, 1994). 12 13 Istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “communication”. Kata communication ini sendiri berasal dari bahasa latin “communicare” yang artinya pemberitahuan dan/atau pertukaran ide, dengan pembicara mengharapkan adanya pertimbangan atau jawaban dari pendengar atau lawan bicara (Suryani, 2005). Komunikasi perawat-klien adalah proses pengiriman atau pertukaran informasi dan pesan dari perawat ke pasien atau sebaliknya baik secara verbal maupun non verbal dengan tujuan untuk mempengaruhi tingkah laku dan merespon dalam rangka membantu mengatasi masalah klien (Mundakir, 2006). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi perawat-klien adalah proses pengiriman pesan atau informasi dari perawat ke pasien dengan harapan pasien memberikan respon balik dan melakukan perubahan terhadap dirinya (Kariyoso, 1994; Suryani, 2005; Mundakir, 2006). Komponen Dalam Komunikasi Perawat-Klien Menurut Karyowo dalam Musliha dan Siti Fatimah (2009), menyebutkan komponen komunikasi terdiri dari : Komunikator Komunikator (pemberi pesan), biasanya juga berarti tempat berasalnya sumber pesan. Dalam proses keperawatan, perawat merupakan sumber pesan atau komunikator bagi pasien. Message Message (pesan atau berita) merupakan yang disampaikan oleh perawat melalui pembicaraan, gerakan dan sebagainya. Dirumah sakit pesan ini biasanya berupa nasehat dokter atau perawat pada pasien, hasil konsultasi pada status pasien, laporan, dan sebagainya. Isi pesan ini juga yang menentukan untuk klien memberikan respon dan mengubah perilakuya. 14 Channel Media atau sarana yang digunakan perawat untuk berkomunikasi dengan pasien, biasanya menggunakan panca indra. Komunikan Komunikan adalah penerima pesan atau obyek sasaran dari kegiatan komunikasi. Dalam proses keperawatan, klien merupakan penerima pesan atau komunikan. Feed back Feed back adalah umpan balik atau tanggapan, dan merupakan respon pasien terhadap pesan yang disampaikan perawat. Tujuan Komunikasi Perawat-Klien Menurut Mundakir (2006), secara umum tujuan komunikasi perawat-klien adalah: Supaya pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti oleh klien Sebagai komunikator, perawat perlu menyampaikan pesannya dengan jelas, lengkap, dan sopan agar pasien bisa mengerti. Memahami klien Sebagai komunikator, proses komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik bila perawat tidak dapat memahami kondisi atau perasaan yang diinginkan pasien. Supaya gagasan dapat diterima oleh klien Selain sebagai komunikator, perawat juga sebagai edukator yaitu memberikan pendidikan kesehatan pada pasien. Peran ini akan efektif dan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh perawat dapat diterima dan dimengerti oleh klien. Menggerakan klien untuk melakukan atau merubah sesuatu Mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan 14 15 bukanlah hal yang mudah, perlu adanya pendekatan-pendekatan yang jitu agar orang lain atau klien percaya dan yakin bahwa apa yang kita harapkan merupakan hal yang bermamfaat untuk klien atau komunikan. Jenis komunikasi perawat-klien Komunikasi verbal Yaitu komunikasi yang dilakukan perawat-klien melalui kata-kata, bicara, maupun tulisan. Salah satu komunikasi verba yang penting dalam keperawatan adalah wawancara, yang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data dari klien yang spesifik. Komunikasi non verbal Yaitu komunikasi yang menggunakan mimik atau bahasa tubuh. Dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus menggunakan komunikasi non verbal juga, seperti gerak tubuh, pandangan mata ke pasien, jarak dengan pasien, postur, dan ekspresi wajah. Selain dengan menggunakan bahasa verbal,menggunakan mimik atau bahasa tubuh lebih memudahkan klien untuk mengerti dan memahami dari maksud komunikasi yang perawat sampaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi perawat-klien Menurut Potter dan Perry (1993), proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Perkembangan Agar dapat berkomunikasi efektif dengan pasien, perawat harus mengerti pengaruh dari perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun proses fikir dari pasien tersebut. Karena tiap tahap perkembangan atau umur klien yang berbeda mempunyai tingkat kemampuan memahami maksud dari isi komunikasi yang perawat sampaikan. 16 Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa, dan dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi antara perawat-pasien dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, dan budaya ini juga yang membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Klien sebagai manusia pasti mempunyai budaya yang berbeda-beda antara yang satu dan yang lain. Emosi Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Ekspresi emosi seperti sedih, senang, dan terharu dapat mempengaruhi orang lain dalam berkomunikasi. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehinnga perawat dapat memberikan asuhan keperawataan yang tepat. Jenis kelamin Setiap jenis kelamin memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. Menurut Tanned (1990); dalam Nurjannah, I (2005), menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Pengetahuan Pasien yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon dengan pertanyaan mengandung bahasa verbal dibanding dengan orang 16 17 yang tingkat pengetahuannya tinggi. Jadi perawat perlu untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien agar bisa berinteraksi dengan baik. Peran dan hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan diantara orang yang berkomunikasi. Seorang perawat berkomunikasi dengan teman sejawatnya pasti akan berbeda ketika berkomunikasi kepada kliennya. Jadi seorang perawat harus bisa menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda pada lawan bicaranya berdasarkan peran dan hubungan, terutama dengan klien. Lingkungan Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Lingkungan yang berisik dan tidak ada privasi pasti akan mengganggu proses komunikasi perawat-klien. Jarak Jarak dapat mempengaruhi proses komunikasi, jarak tertentu akan memberikan rasa aman, kejelasan pesan, dan kontrol ketika berkomunikasi. Maka perawat perlu memperhitungkan jarak berinterakksi dengan klien. Komunikasi Terapeutik Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat dalam berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar 18 bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang dapat dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional seorang perawat. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asik dan sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manuasia dengan bergbagai macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003). Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi antara perawat dan klien secara langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dan membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997; Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati, 2003; Arwani, 2003). Manfaat komunikasi terapeutik Mamfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003). Tujuan Komunikasi Terapeutik Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang 18 19 efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. 20 Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Disarankan mengekspresikan perasaan yang dinaggap mengganggu. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan. Karakteristik Komunikasi Terapeutik Ada tiga hal mendasar yang member cirri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut (Arwani, 2003): Ikhlas Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat. Empati Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan. Hangat Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, 20 21 sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan pasien, perawat mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang berbeda-beda dan harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk, 2003) : Tahap persiapan (Prainteraksi) Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya, juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh perawat untuk memahami dirinya dan menyiapkan diri (Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain: Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005). Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005). 22 Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005). Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005). Tahap perkenalan (Orientasi) Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain: Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat 22 23 harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005). Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005). Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002). Tahap kerja 24 Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005) Tahap terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. 24 25 Tugas perawat pada tahap ini antara lain: Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi. Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan 26 perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya. Sikap Komunikasi Terapeutik Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu : Berhadapan Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Membungkuk ke arah klien Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. Mempertahankan sikap terbuka Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi. Tetap rileks Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Tekhnik-tekhnik komunikasi terapeutik Bertanya Bertanya (questioning) merupakan tekhnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, tekhnik ini sering digunakan pada tahap orientasi. Mendengarkan 26 27 Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi, Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005). Mengulang Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi, Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005). Klarifikasi Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Refleksi Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005). Memfokuskan Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Diam 28 Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Memberi informasi Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan. Menyimpulkan Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawatklien. Tekhnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005). Mengubah cara pandang Tekhnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Jadi dengan begitu klien bisa menerima dan meningkatkan harga dirinya. Eksplorasi 28 29 Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. Membagi persepsi Menurut Stuart G.W : 1998 dalam Suryani : 2005, menyatakan membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respon verbal dan respon nonverbal klien, dan untuk selanjutnya menyamakan persepsi yang berbeda itu. Mengidentifikasi tema Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien. Humor Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Menurut Nightingale, F dalam Anonymous : 1999 dalam Suryani : 2005, mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi. Humor juga bisa membuat suasana menjadi lebih santai dan rileks. Humor juga bisa melepaskan ketegangan yang terjadi pada proses komunikasi. Memberikan pujian Perawat rainteraksi: eksplorasi perasaan analisis kekuatan dan kelemanhan sendiri umpulkan data canakan pertemuan Pasien 30 Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Semua orang pasti senang ketika mendapatkan pujian dari seseorang, begitu juga dengan pasien yang mendaptkan pujian dari perawat. Kerangka Teori Komunikasi Terapeutik Skema 2.1 Kerangka Teori [Sumber; Modifikasi Kariyoso, 1994; Suryani, 2005; Mundakir, 2006] Kerangka Konsep Fase-fase komunikasi terapeutik 30 Pelaksanaan Komuniksai terapeutik Perawat erminasi: ase kerja: evaluasi pencapaian Memberi kesempatantujuan klien bertanya ase perkenalan: ukan evaluasi subjektif Menanyakan keluhan utama klien embina rasa saling percaya canakan tindak lanjut erumuskan kontrak uat kontrak untuk pertemuan berikutnya enggali pikiran dan perasaan pasien erumuskan tujuan dengan klien 31 Skema 2.2 Kerangka Konsep [Sumber; Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk, (2003)] Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu komunikasi terapeutik.