I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker mulut merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh penduduk terutama di negara berkembang. Penyakit ini menduduki urutan ke-12 yang sering terjadi di dunia dan urutan ke-8 di negara-negara berkembang (Boland dkk., 2010 sit. Taufiqurrahman, 2014). Prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan data Riskesdas (2013) mencapai 1,4 per 1000 penduduk dengan prevalensi kanker tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (4,1%), diikuti Jawa Tengah (2,1%), Bali (2%), Bengkulu dan Jakarta masing-masing 1,9 per mil. Sekitar 25-40% kanker yang terjadi merupakan kanker lidah dan sekitar 15-20% merupakan kanker dasar mulut (Regezi dkk., 2008). Pada beberapa penelitian diketahui bahwa kanker lidah terjadi pada usia diatas 40 tahun dengan laki-laki cenderung lebih sering terkena daripada perempuan (Pindborg, 2009). Kanker lidah merupakan pertumbuhan sel epitel lidah yang tidak terkendali yang menyebabkan cacat di wajah, kelemahan tubuh dan akhirnya bisa menyebabkan kematian. Kanker lidah paling sering terjadi pada bagian lateral lidah dan sering kali asimtomatik pada awalnya (Schwartz, 2000). Secara klinis kanker lidah terlihat bertonjol-tonjol, bertukak dan mempunyai konsistensi keras pada perabaan (Sudiono dkk., 2012). Gejala yang ditimbulkan pada penyakt ini berbeda-beda tergantung pada lokasi tumor tersebut. Bila terletak pada dua pertiga anterior lidah, keluhan utamanya adalah massa yang tidak terasa sakit (Pindborg, 1 2 2009). Kanker lidah dapat bermetastasis karena lidah banyak mengandung jaringan limfatik dan otot dengan banyak pembuluh darah (Bello dkk., 2010). Faktor yang menyebabkan kanker lidah adalah iritasi yang terus-menerus, seperti gigi palsu yang tidak tepat posisinya atau kebiasaan mengunyah sirih dan tembakau (Taufiqurrahman, 2014). Selain itu adanya ulkus traumatic yang kronis akibat malposisi gigi juga dapat menyebabkan kanker lidah (Langlais dkk., 2014). Karsinogenesis merupakan suatu proses terjadinya kanker yang terdiri atas beberapa tahap dan menyebabkan perubahan baik tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sifat fenotip pada kanker misalnya pertumbuhan yang berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan bermetastasis (Kumar dkk., 2014). Karsinogenesis meliputi tiga tahap yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Tahap inisiasi merupakan tahap kerusakan atau mutasi pada DNA. Tahap promosi yaitu terpaparnya sel dengan faktor (promoter) yang meningkatkan pertumbuhan jaringan. Promoter tersebut dapat berupa hormon atau bahan aditif. Tahap progresi yaitu tahap ketika kanker sudah menginvasi, bermetastasis dan menjadi resisten terhadap obat (Kowalak dkk., 2012). Pada tahap promosi terjadi displasia epitel. Displasia epitel merupakan lesi praganas yang proliferasinya tidak teratur tetapi tidak neoplastik (Chandrasoma dkk., 2005). Pada displasia terjadi perubahan sitologi sel dan jaringan. Ukuran dan bentuk sel yang mengalami displasia bervariasi (pleomorfisme) serta memiliki inti sel berwarna gelap (hiperkromatik) (Kumar dkk., 2014). Gambaran histopatologis jaringan yang mengalami displasia menunjukkan adanya perubahan berupa penebalan epitelium, peningkatan kepadatan sel pada lapisan basal atau spinosum 3 atau keduanya, disorientasi epitel dan mitosis yang abnormal (Bancozy dkk., 1976; Sudiono dkk., 2012). Perubahan jaringan tersebut juga diikuti dengan perubahan bentuk rete pegs menjadi bulbous rete pegs (Syafriadi, 2008). 7,12-Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA) merupakan zat yang bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker. Zat ini merupakan golongan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang metabolitnya dapat berikatan dengan DNA (Rundle dkk., 2000). Golongan PAH ini dapat ditemukan dalam bahan bakar fosil dan asap rokok (Kumar dkk., 2014). Jika zat tersebut dipaparkan secara berulang dan teratur akan mengakibatkan terbentuknya kanker (Ikegwuonu dkk., 1999). Karsinogenesis yang disebabkan oleh DMBA akan menyebabkan mutasi gen dan memicu proliferasi sel, namun karsinogenesis dapat dihambat oleh senyawa-senyawa antioksidan (Zhai dkk., 1998). Pada penelitian Skala dkk. (2005) diketahui bahwa DMBA meningkatkan ketebalan epitelium seiring perubahan sel dari normal menjadi displastik dan karsinoma in situ. Ciplukan (Physalis angulata L.) banyak ditemukan di Indonesia dan sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan yang termasuk familia Solonanceae ini termasuk tumbuhan liar berupa semak atau perdu dan tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian 1.550 meter diatas permukaan laut (Thomas, 1992). Secara tradisional, ciplukan berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti malaria, hepatitis, dan rheumatitis. Selain itu ciplukan juga berfungsi sebagai antipiretik, antinosiseptif, antidiuretik, dan antiinflamasi pada hepatitis (Gao dkk., 2003; Lin dkk., 1992). Ciplukan mengandung beberapa senyawa aktif antara lain saponin, flavonoid, polifenol, asam klorogenat, alkaloid, 4 vitamin C, gula, tanin, asam sitrun dan fisalin (Djumidi, 1991 sit. Djajanegara, 2008). Hasil penelitian in vitro Chiang dkk. (1992) diketahui bahwa ciplukan mengandung fisalin B dan F yang mampu menghambat pertumbuhan sel-sel leukimia. Fisalin F juga mampu menginduksi apoptosis sel kanker ginjal (Wu dkk., 2012). Ditemukan pula bahwa fisalin B dan D dapat menghambat proliferasi sel kanker payudara (Magalhaes dkk., 2006). B. Perumusan masalah Bagaimana pengaruh ekstrak etanolik ciplukan terhadap ketebalan epitel lidah tikus galur Sprague Dawley pasca injeksi DMBA ? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanolik ciplukan terhadap kanker pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hseu dkk. (2011) meneliti mengenai efek ekstrak etanolik ciplukan terhadap sel kanker HSC-3. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak mampu menghambat metastasis (migrasi/invasi) sel kanker HSC-3 secara signifikan dan juga menghambat beberapa respon angiogenik seperti proliferasi, migrasi, dan invasi sel endotel. Hsieh dkk. (2006) meneliti mengenai kemampuan ciplukan sebagai agen kemopreventif terhadap sel kanker payudara MDA-MB 231. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ciplukan dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MDA-MB 231 dengan menginduksi apoptosis sel. Fauzi dkk. (2011) melakukan penelitian in vivo mengenai aktivitas antiproliferasi ekstrak etanolik herba ciplukan terhadap sel hepar tikus betina galur Sprague Dawley yang diberi DMBA. Hasil penelitian 5 tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanolik herba ciplukan dapat menghambat aktivitas proliferasi sel hepar yang telah diberi DMBA. Penelitian in vivo mengenai pengaruh ekstrak etanolik ciplukan terhadap ketebalan epitel lidah tikus galur Sprague Dawley pasca induksi DMBA sejauh penulis ketahui belum pernah dilaporkan sebelumnya. D. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh ekstrak etanolik ciplukan terhadap ketebalan epitel lidah tikus galur Sprague Dawley pasca injeksi DMBA. E. Manfaat Penelitian 1. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi ilmiah mengenai aktivitas kemopreventif ekstrak etanolik ciplukan terhadap kondisi ketebalan epitel lidah tikus galur Sprague Dawley yang dipapar DMBA. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau referensi untuk penelitian selajutnya.