I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karies gigi adalah penyakit progresif yang dimulai dengan demineralisasi
gigi oleh produk asam dari bakteri (Cawson dan Odell, 2008). Karies merupakan
salah satu penyakit yang paling umum terjadi dan menjadi penyebab utama
hilangnya gigi. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa sebanyak
93.998.727 jiwa atau 53,2% penduduk Indonesia menderita karies aktif (Depkes,
2013).
Karies gigi dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu diet, waktu, bakteri, dan
permukaan rentan karies (Cawson dan Odell, 2008). Bakteri adalah faktor etiologi
primer pada perkembangan dan progresi karies gigi, namun karies gigi hanya akan
terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut (MacFarlane dan
Samaranayake, 2014).
Bakteri Streptococcus mutans (S. mutans) adalah flora normal yang
ditemukan pada tahun pertama erupsi gigi. Sebagian besar dari flora normal dalam
rongga mulut tidak berbahaya tetapi dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan
infeksi seperti karies gigi (Forssten dkk., 2010). Kondisi tersebut misalnya terjadi
perubahan substrat, perpindahan dari habitat yang seharusnya, atau adanya faktor
predisposisi seperti kebersihan rongga mulut yang buruk. Bakteri S. mutans
adalah bakteri yang bersifat asidogenik atau menghasilkan asam dan memiliki
peran penting pada etiologi karies gigi karena dapat melekat pada pelikel saliva
1
2
enamel dan bakteri plak lainnya (Cawson dan Odell, 2008; Forssten dkk., 2010),
selain itu bakteri ini mensintesis polisakarida seperti dekstran dan levan dari
sukrosa yang berkontribusi pada perkembangan karies gigi (Brooks dkk., 2001).
Plak adalah deposit lunak yang terbentuk pada permukaan gigi atau bahan
restorasi gigi yang mengandung matriks organik bakteri. Plak atau biofilm
memiliki bentuk hydrated viscous yang berasal dari bakteri dan matriks
polisakarida ekstraselular (Cawson dan Odell, 2008). Mekanisme terjadinya karies
gigi dimulai dengan adanya plak atau biofilm yang menempel di permukaan gigi
atau material restorasi, kemudian tiga faktor virulensi dari bakteri S. mutans yaitu
adhesi, sifat asidogenik, dan sifat asidurik memodifikasi bentuk fisiko-kimia dari
biofilm. Modifikasi bentuk biofilm ini menghasilkan perubahan ekologi rongga
mulut yaitu meningkatnya jumlah bakteri S. mutans dan spesies bakteri lain yang
bersifat asidogenik dan asidurik (Napimoga dkk., 2005). Lebih dari 95% spesies
bakteri terdapat pada biofilm (Saini dkk., 2011).
Kemajuan
penelitian
terbaru
telah
memungkinkan
peneliti
untuk
mempelajari bakteri dalam lingkungan alaminya, contohnya biofilm pada gigi.
Beberapa penelitian mengenai pembentukan biofilm bakteri rongga mulut hanya
menggunakan metode statis yaitu merendam beberapa bahan uji di dalam suspensi
bakteri dalam periode waktu tertentu, seperti contohnya pembentukan biofilm
pada resin akrilik, bahan biomaterial metal, semen ionomer kaca, resin komposit,
dan keramik (Gharechahi dkk., 2012). Sementara pembentukan biofilm dalam
rongga mulut tentunya tidak hanya dalam kondisi statis tetapi juga dalam kondisi
dinamis. Kondisi dinamis merujuk pada adanya aliran nutrien, akuades, atau
3
saliva sebagai agen pembilas dalam rongga mulut. Kompleksitas dari lingkungan
rongga mulut inilah yang menjadi salah satu alasan penelitian biofilm bakteri
rongga mulut tidak sesuai dengan hanya melakukan metode statis (perendaman).
Kendala lain yang terkait dengan penelitian pembentukan biofilm pada manusia
adalah masalah etik (Tang dkk., 2003).
Salah satu kekurangan dari metode statis pada proses pembentukan biofilm
adalah pada metode statis tidak dapat menirukan kondisi alami lingkungan rongga
mulut (Tang dkk., 2003). Perkembangan model Artificial Mouth System (AMS)
dalam skala laboratoris didorong atas dasar rasa ingin tahu para peneliti mengenai
apa yang terjadi di rongga mulut dan mengatasi kekurangan pada metode statis.
Model AMS pertama kali ditemukan oleh Magitot dan Miller pada akhir abad ke19 (Tang dkk., 2003). Model AMS pertama kali dibuat dalam skala in vitro dan
berkembang dari aparatus sederhana. Awalnya model AMS hanya memiliki
desain berupa corong kaca silindris, kemudian berkembang dan diganti oleh ruang
inkubasi berbahan kaca (Rahim dkk., 2008). Saat ini model AMS sudah semakin
canggih, contohnya sudah dikendalikan oleh sistem komputer. Penggunaan AMS
pada penelitian biofilm bakteri rongga mulut dapat mengevaluasi interaksi
mikroba pada plak gigi yang terstimulasi, biofilm yang sama, dan memantau
aspek fisik, kimia, biologis, dan molekuler dengan akuransi yang tinggi (Tang
dkk., 2003).
Pembentukan biofilm pada metode statis telah banyak dilakukan sehingga
dapat dijadikan sebagai kontrol, sedangkan menurut Rahim dkk. (2005),
pembentukan biofilm pada metode dinamis telah tervalidasi efisiensinya dalam
4
meniru lingkungan rongga mulut. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai
pembentukan biofilm pada metode statis dan dinamis juga mengenai
pembentukan plak pada kavitas oral, maka dibutuhkan informasi ilmiah lebih
lanjut mengenai jumlah koloni bakteri S. mutans pada proses pembentukan
biofilm menggunakan metode statis dan metode dinamis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu : Apakah terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri S. mutans
pada proses pembentukan biofilm menggunakan metode statis dan metode
dinamis.
C.
Keaslian Penelitian
Penelitian Tang dkk. (2003) menyatakan bahwa Miller telah melakukan
penelitian menggunakan AMS pada gigi yang sudah diekstraksi dan direndam
dalam campuran roti dan saliva pada labu kerucut. Miller memeriksa
pembentukan awal lesi karies pada gigi tersebut yang menjadi gambaran apa yang
terjadi pada rongga mulut ketika karies terbentuk. Penelitian yang dilakukan oleh
Rahim dkk. (2008) mengkaji tentang reproduksi populasi bakteri pada
perkembangan biofilm menggunakan glass beads pada model AMS. Efisiensi dari
model AMS dalam meniru lingkungan rongga mulut telah tervalidasi pula pada
penelitian tersebut. Ikeda dkk. (2007) mengevaluasi karakteristik permukaan pada
pembentukan
biofilm
dengan
sampel
resin
komposit
indirect
dengan
5
menggunakan model AMS. Penelitian ini akan membandingkan jumlah koloni
bakteri S. mutans dalam proses pembentukan biofilm metode statis dan dinamis.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni bakteri
S. mutans pada proses pembentukan biofilm menggunakan metode statis dan
metode dinamis.
E. Manfaat Penelitian
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
ilmiah dalam bidang kedokteran gigi mengenai perbedaan jumlah koloni
bakteri S. mutans pada proses pembentukan biofilm menggunakan metode
statis dan metode dinamis.
2.
Bagi dunia penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai
bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
Download